You are on page 1of 7

WADI’AH

Disusun untuk memenuhi materi mata kuliah FIQH MUAMALAH

Dosen Pengampu : Rahmat Hidayat, Lc.M.A

Disusun oleh :

Muhammad Muammal Nabil 0204202049

Syifa Ramadhan 0204202054

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA

2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telahmelimpahkan rahmat,
hidayah,dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapatmenyelesaikan makalah tentang
“Wadiah”.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai sumber baik dari buku maupun internet sehingga dapatmemperlancar pembuatan
makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih


banyakkekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itudengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agarkami
dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “Wadiah” ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca

Medan, 18 Juni 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Banyaknya fenomena yang ada sekitar kita dimana salah satunya yang akan kami
bahas dalam makalah ini, yaitu penitipan barang (wadi’ah). Seiring dengan bermunculannya
lembaga-lembaga penitipan barang dapat sedikit membantu ketika seorang ingin menitipkan
barangnya dalam waktu yang cukup lama, mereka tidak khawatir dengan keadaan keadaan
barang yang ditinggalkannya itu, sebab dalam lembaga tersebut telah menjamin akan keaslian
barangnya. Namun dengan sedikit mengeluarkan biaya tentunya.

Kita lihat di masyarakat sangatlah tidak asing lagi dalam hal penitipan barang, atau
menitipkan sebuah barang kepada orang lain. Seseorang berani menitipkan barang kepada
orang lain hanya yang biasa di kenal saja, sungguh belum tentu seorang yang kita kenal
tersebut bisa menjaga barang kita dengan baik, bisa saja terjadi kelalaian atau kerusakan
ketika barang yang dititipkan tersebut dipakai oleh seorang yang diberikan amanah tersebut,
dengan alasan yang banyak dan dengan kedekatannya seorang penitip kepada
seorang yang diberikan amanah, kemudian seorang yang diberi amanah tersebut menipu,
ketika terjadi kerusakan pada barang yang dititipkan kepadanya. Dengan alasan apapun bisa
di terima si penitip karena si penitip yakin bahwa orang yang dikenal dan dekat denganya
tidak mungkin melakukan penipuan terhadap dirinya.

Hal ini yang sering dilalaikan oleh seorang yang diberikan amanah, menganggap
barang yang dititipkan tersebut adalah barang yang bisa dipakainya juga. Ternyata tidak
seperti itu, seorang yang diberikan amanah hanya berhak menjaga barang yang di titipkan
kepadanya. dan ketika si penitip memperbolehkannya atau memberikan izin memakai barang
yang dititipkan tersebut. Barulah seorang yang diberikan amanah tersebut memakainya
dengan ketentuan selalu menjaga, memperbaiki ketika terjadi kerusakan, dan mengatakan
dengan sebenarnya kepada si penitip ketika barang akan diserahkan kembali kepada si
penitip. Jangan sekali-kali mengharap apapun, baik upah menjaga, dan upah-upah lainnya
kepada si penitip dan menjagalah dengan baik dan ikhlas. Karena belum tentu serang yang
menitipkannya tersebut orang yang memiliki cukup uang untuk mengganti jasa tersebut. dan
kepada seorang yang menitipkan barang kepada orang lain hendaklah sadar akan jasa orang
yang rela riberikan amanah tersebut.
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas penulis merumuskan beberapa permasalah yang akan di bahas pada
bab pembahasan di belakang diantaranya yaitu:

a. Apa definisi wadi’ah dan dasar hukumnya?


b. Apakah syarat dan rukun wadi’ah?
c. Berapakah macam-macam wadi’ah?
d. Apakah Hukum Menerima Benda titipan (wadi’ah)?
e. Bagaimana aplikasi wadi’ah dalam perbankan syariah?

C. Tujuan

Rumusan masalah diatas memberikan penulis pemikiran bahwa tujuan dari penulisan makalah ini
yaitu:

a. Agar mengetahu definisi wadi’ah dan dasar hukumnya

b. Agar mengetahui syarat dan rukun wadi’ah

c. Agar mengetahui macam-macam wadi’ah

d. Agar mengetahui hukum menerima benda titipan (wadi’ah)

e. Agar mengetahuai aplikasi wadiah dalam perbankan syariah


A. Defenisi Wadi’ah dan Dasar Hukumnya

1. Defenisi Wadi’ah

Secara etimologi wadi’ah ( ‫ة‬6666‫ )الودع‬berartikan titipan (amanah). Kata Al-


wadi’ah memiliki bentuk masdar dari fi’il madi wada’a yang dapat diartikan
sebagai meninggalkan atau meletakan. Yaitu meletakan sesuatu kepada orang lain untuk
dijaga dan dipelihara. Sehingga secara sederhana wadi’ah adalah sesuatu yang dititipkan.
Secara terminologi wadi’ah menurut mazhab hanafi, maliki dan hambali. Ada dua definisi
wadi’ah yang dikemukakan ulama fiqh :
a. Ulama Hanafiyah :
‫تسليط الغير على حفظ ماله‬
“mengikutsertakan orang lain dalam memelihara harta, (baik dengan ungkapan yang jelas,
melalui tindakan, maupun melalui isyarat)”
b. Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah (Jumhur Ulama) :
‫توكيل في حفظ مملوك على وجه مخصوص‬
“mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu”
c. Secara harfiah, wadi’ah ialah memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga dan
memelihara harta atau barangnya dengan cara terang-terangan ataupun dengan isyarat yang
semakna dengan itu.
d. Sementara itu menurut Menurut UU No 21 Tentang Perbankan Syariah yang dimaksud
dengan “Akad wadi’ah” adalah Akad penitipan barang atau uang antara pihak yang
mempunyai barang atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk
menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang. Sedangkan secara
terminologi wadi’ah ialah memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga dan
memelihara harta atau barangnya dengan cara terang-terangan ataupun dengan isyarat yang
semakna dengan itu.
Secara lazim titipan adalah murni akad tolong-menolong. Dimana dengan alasan
tertentu pemilik harta memberikan amanah kepada pihak lain untuk menjaga dan memelihara
hartanya. Seseorang yang memiliki harta dan berkeinginan untuk menitipkan hartanya kepada
orang lain bukan untuk dikuasai, namun harta tersebut untuk dipelihara dan dijaga karena ada
suatu hal dan hal lain yang menjadi sebab harta tersebut dititipkan. Tidak ada ketentuan
mengenai alasan kenapa akad wadiah harus dilakukan. Tetapi yang pasti seseorang
mempunyai hak penuh atas harta untuk dititipkan kepada orang lain, bagi orang yang merima
barang yang dititipkan bisa menerima ataupun menolaknya.
2. Dasar Hukum Wadi’ah

Wadiah diterapkan dalam hukum Perbankan di Indonesia karena wadiahmempunyai landasan


yang kuat. Sehingga pelaksanaan wadiah itu harus sesuai dengandalil-dalil sebagai berikut:a.

Al-Qur’anUlama’ fiqh sependapat bahwa al-wadi’ah adalah salah satu akad dalam
rangkatolong menolong antara sesama manusia. landasannya firman Allah SWT.Yang
Artinya:
Surat An-Nisa’ Ayat (58)
“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhakmenerimanya, dan
apabila kamu menetapkan hukum di anatara manusia hendaknya kamu menetapkannya
dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh,
Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat”.

Surat Al-Baqarah (283)


Artinya:
“Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis,
maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagiankamu
mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu
menunaikanamanatnya(utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya.
Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barang siapamenyembunyikannya,
sungguh, hatinya kotor (berdosa), Allah Maha Mengetahuiapa yang kamu kerjakan”.

b.Hadist

Sabda Nabi Saw:


”Serahkanlah amanat kepada orang yang mempercayai andadan janganlah anda
mengkhianati orang yang mengkhianati anda”

Dari Abu Hurairah, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:


“Tunaikanlah amanat (titipan) kepada yang berhak menerimanya dan janganlah membalas
khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu.”
(H.R.ABU DAUD dan TIRMIDZI).

Kemudian, dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
“Tiada kesempurnaan iman bagi setiap orang yang tidak beramanah, tiada shalat bagi yang
tiada bersuci.”
(H.R THABRANI).

Dan diriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa beliau mempunyai


(tanggung jawab) titipan. Ketika beliau akan berangkat hijrah, beliau menyerahkannyakepada
Ummu `Aiman dan ia (Ummu `Aiman) menyuruh Ali bin Abi Thalibuntuk menyerahkannya
kepada yang berhak.”
Dalam hadist Rasulallah SAW. disebutkan,
“Serahkanlah amanat kepada orang yang yang mempercayai anda dan janganlah anda
mengkhianati anda.”
(H.R.ABU DAWUD, TIRMIDZI, Dan HAKIM).

You might also like