You are on page 1of 47

• Nama : dr. Handriyani, Sp.

P
• Tempat, tanggal lahir : Pontianak, xx Maret 1981
• Istri : dr. Novia Rachmawati
• Anak : Fatih Al Rizqi

• Riwayat Pendidikan :
2006 – Dokter Umum (FK UMY)
2014 – Spesialis Paru (FK Unair)

• Riwayat Pekerjaan :
2006 – 2008 : Dokter PTT di Puskesmas Nanga Tebidah Kabupaten Sintang
April 2014 - sekarang : Dokter Spesialis Paru RSUD Ade Muhammad Djoen Sintang

11
Revisiting the role of
ICS/LABA in COPD
management

2
Agenda

➢Definisi PPOK
➢Penilaian dan diagnosa PPOK
➢Klasifikasi pasien PPOK
➢Manajemen PPOK
➢Pengobatan lanjutan dan evaluasi

3
Definisi PPOK berdasarkan GOLD 2019

▪ Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah


✓ Penyakit yang umum, dapat dicegah, dan dapat ditangani,
✓ Memiliki karakter gejala pernapasan dan keterbatasan aliran
udara yang persisten,
✓ Karena abnormalitas saluran pernapasan dan/atau alveolar,
✓ Yang umumnya disebabkan oleh paparan partikel atau gas
berbahaya

44
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
ETIOLOGI
Etiologi, patobiologi, • Merokok & polusi
• Faktor inang
& patologi PPOK
penyebab
keterbatasan aliran
udara & manifestasi
klinis PATOBIOLOGI
• Gangguan pertumbuhan paru
• Penurunan fungsi paru terlalu cepat
• Kerusakan paru
• Inflamasi paru dan sisttemik

PATOLOGI
• Gangguan/abnormalitas saluran napas
kecil
• Emfisema
KETERBATASAN ALIRAN • Efek sistemik
MANIFESTASI KLINIS
• Gejala
UDARA • Eksaserbasi
• Keterbatasan aliran udara yang • Komorbiditi
5
persisten
Prevalensi PPOK di Indonesia (Riskerdas 2013)
• Total estimasi PPOK di Indonesia: 3.7%1
• Total estimasi PPOK di global: 11.7%2

Prevalensi PPOK
<3.0%
3.0 – 3.7%
>3.7%

Dengan meningkatnya prevalensi perokok di negara berkembang dan jumlah pasien manula di negara
maju, diprediksi prevalensi PPOK meningkat di 30 tahun ke depan2
66 1. Hasil Riskerdas 2013
2. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Alur untuk diagnosa PPOK

FAKTOR RISIKO
GEJALA • Faktor inang
• Napas pendek • Tembakau
• Batuk kronis • Pekerjaan
• Sputum • Polusi
indoor/outdoor

SPIROMETRI
Diperlukan untuk
menegakkan diagnosa

77
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Indikator utama untuk pertimbangan diagnosa PPOK
Pertimbangkan PPOK dan lakukan spirometry, jika ada satu dari indicator di bawah pada pasien >40 tahun. Semakin banyak
indikator di bawah yang muncul semakin besar kemungkinan adanya PPOK

Dyspnea (napas pendek) Progresive sepanjang waktu


Memburuk dengan aktivitas fisik/olahraga
Persisten
Batuk kronis Dapat intermiten dan unproductive
Mengi yang kambuhan
Produksi sputum kronis Apa saja pola kronis produksi sputum dapat menandakan PPOK
Infeksi saluran napas bawah yang kambuhan
Sejarah faktor risiko Faktor risiko inang (seperti faktor genetik, kongenital/perkembangan yang
abnormalities, dll)
Asap tembakau (termasuk bentuk persiapan tembakau yang popular di lokal)
Asap dari memasak dan memanas yang berasal dari bahan bakar
Debu okupasi, penguapan, uap bahan bakar, gas, dan bahan kimia lainnya
Riwayat sejarah PPOK dan/atau faktor Berat badan kurang saat lahir, infeksi pernapasan saat kecil, dsb
saat masa kecil

88
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Gejala PPOK

➢ Dyspnea yang kronis dan ➢ Batuk


progresif

➢ Mengi dan dada sesak


➢ Produksi sputum

➢ Lainnya – termasuk fatigue, turun berat badan, anoreksia,


hilang kesadaran, patah tulang rusuk, persendian
bengkak, depresi, cemas berlebihan.

99
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Keterbatasan aliran udara pasien PPOK melalui uji Spirometri

Pasien PPOK FEV1/FEVC < 0.70

10
10
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Klasifikasi keterbatasan aliran udara pasien PPOK
(berdasarkan paska bronkodilatasi FEV1)

Pada pasien dengan FEV1/FVC < 0.70

GOLD 1: Ringan FEV1 ≥ 80% dari prediksi normal

GOLD 2: Sedang 50% ≤ FEV1 < 80% dari prediksi normal

GOLD 3: Berat 30% ≤ FEV1 < 50% dari prediksi normal

GOLD 4: Sangat berat FEV1< 30% dari prediksi normal

11
11
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Pilihan kuis penilaian gejala

►COPD Assessment Test (CATTM)


►Chronic Respiratory Questionnaire (CCQ® )
►St George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ)
►Chronic Respiratory Questionnaire (CRQ)
►Modified Medical Research Council (mMRC) questionnaire

12
12
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
COPD Assessment Test (CATTM)
Berikan penilaian untuk tiap pertanyaan di bawah berdasarkan penilaian pasien
Skor
CONTOH: saya sangat bahagia 0 1 2 3 4 5 Saya sangat sedih 2
Saya tidak pernah batuk 0 1 2 3 4 5 Saya selalu batuk
Tidak ada dahak (riak) sama sekali 0 1 2 3 4 5 Dada saya penuh dengan dahak (riak)
Tidak ada rasa berat (tertekan di 0 1 2 3 4 5 Dada saya terasa berat (tertekan) sekali
dada)
Ketika saya jalan mendaki/naik 0 1 2 3 4 5 Ketika saya jalan mendaki/naik tangga saya
tangga, saya tidak sesak sangat sesak
Aktivitas sehari-hari saya di rumah 0 1 2 3 4 5 Aktivitas sehari-hari saya di rumah sangat
tidak terbatas terbatas
Saya tidak kuatir keluar rumah 0 1 2 3 4 5 Saya sangat kuatir keluar rumah karena
meskipun saya menderita penyakit paru saya
paru
Saya dapat tidur dengan nyenyak 0 1 2 3 4 5 Saya tidak dapat tidur dengan nyenyak
Saya sangat bertenaga 0 1 2 3 4 5 Saya tidak punya tenaga sama sekali

13
13
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Kuesioner Modified Medical Research Council (mMRC)
Ketik satu box yang sesuai (skala 0-4)

mMRC tingkat 0 Hanya sesak napas jika sedang beraktivitas berat

Saya mengalami sesak napas ketika terburu-buru menaiki tangga atau


mMRC tingkat 1
sedikit tanjakan

Berjalan lebih pelan dari kebanyakan orang sebaya ketika naik tangga
mMRC tingkat 2 karena sulit bernapas, atau harus berhenti untuk bernapas ketika berjalan
biasa di tangga

Saya berhenti bernapas setelah berjalan 100 meter atau beberapa menit di
mMRC tingkat 3
tangga

Terlalu sulit bernapas untuk keluar rumah atau sulit bernapas ketika
mMRC tingkat 4
berpakaian/ganti baju

14
14
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Penilaian risiko eksaserbasi

▪ Definisi eksaserbasi PPOK adalah perburukan akut gejala


pernapasan yang membutuhkan terapi tambahan
▪ Klasifikasi eksaserbasi PPOK:
➢ Ringan (ditangani dengan SABD)
➢ Sedang (ditangani dengan SABD + Antibiotik dan/atau steroid oral) atau
➢ Berat (pasien membutuhkan hospitalisasi atau kunjungan UGD). Eksaserbasi
berat dikaitkan juga dengan gagal pernapasan akut
▪ Kadar eosinofil darah juga penanda eksaserbasi berat (pada pasien
ditangani dengan LABA tanpa ICS)

15
15
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Pembagian Pasien PPOK
FEV1 < 30% Pasien : Pasien :
(Klasifikasi GOLD Pembatasan aliran udara)

prediksi
Risiko tinggi Risiko tinggi
4 Sedikit gejala Banyak gejala
≥2
atau
≥1

(Riwayat Eksaserbasi)
30% ≤ FEV1 < 50% dirawat di Rumah
prediksi
(C) (D) sakit
3

Risiko
Risiko

50% ≤ FEV1 < 80% Pasien : Pasien :


prediksi
Risiko rendah Risiko rendah 1 (tidak dirawat di

2 Sedikit gejala Banyak gejala


Rumah sakit)

FEV1 ≥ 80%
prediksi (A) (B)
1 0
CAT < 10 CAT ≥ 10
Gejala mMRC ≥ 2
CAT : COPD assessment test
mMRC 0–1
Sesak Napas
mMRC : modified medical research council
16
16
FEV1 : forced expiratory volume in 1 second
Global Strategy for The Diagnosis, Management, And Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease (updated 2015). Available from www.goldcopd.org. Accessed on March 01, 2015.
Metode penilaian ABCD

Konfirmasi diagnosa Penilaian keterbatasan Penilaian gejala/risiko


via spirometri aliran udara eksaserbasi

3 eksaserbasi sejak 1 tahun terakhir


Bapak A Riwayat eksaserbasi
Klasifikasi PPOK untuk Bapak A:
sedang atau berat
GOLD 4, kelompok D
Paska-bronkodikatasi ≥2 atau ≥1
FEV1/FVC < 0.7 menyebab
hospitalisasi

0 atau 1
(tidak
menyebabkan
FEV1 hospitalisasi)
Skor
< 30% CAT 18

Gejala

17
17
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Metode penilaian ABCD

Konfirmasi diagnosa Penilaian keterbatasan Penilaian gejala/risiko


via spirometri aliran udara eksaserbasi

0 eksaserbasi sejak 1 tahun terakhir


Bapak B Klasifikasi PPOK untuk Bapak B:
Riwayat eksaserbasi
sedang atau berat
GOLD 4, kelompok B
Paska-bronkodikatasi ≥2 atau ≥1
FEV1/FVC < 0.7 menyebab
hospitalisasi

0 atau 1
(tidak
menyebabkan
FEV1 hospitalisasi) Skor
< 30%
CAT 18
Gejala

18
18
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Fenotip PPOK berdasarkan guideline spanyol (GesEPOC)

Exacerbator
phenotype Exacerbator Exacerbator
(2 atau lebih
phenotype phenotype
eksaserbasi / tahun
atau 1 kali masuk) dengan dengan
emphysema bronkitis kronis

Non-exacerbator
phenotype
ACO
(eksaserbasi 0-1 /
tahun, tidak ada
penerimaan) Non-exacerbator
phenotype

Fenotip Fenotip bronchitis


Emphysema kronis

19
19
Miravitlles M, et al. Arch Bronconeumol. 2017;53:324–35
Perbedaan diagnosa PPOK dan Asma

Diagnosa Karakteristik

o Onset terjadi saat paru baya


o Gejala perlahan memburuk
PPOK
o Riwayat merokok tembakau atau paparan jenis
asap/polusi lain

• Onset terjadi seringkali sejak kecil


• Gejala bervariasi dari hari ke hari
• Gejala memburuk saat malam/subuh
Asma
• Alergi, rhinitis, dan/atau eksema juga muncul
• Riwayat keluarga dengan asma
• Obesitas

Karakteristik di atas tidak mandatori. Sebagai contoh ada penderita PPOK yang tidak pernah merokok (terutama di negara
berkembang yang memiliki beberapa factor resiko selain merokok), asma juga dapat berkembang mulai usia dewasa dan
bahkan ketika usia lanjut

20
20
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Tujuan pengobatan PPOK

▪ Mengurangi gejala
▪ Memperbaiki kemampuan beraktivitas MENGURANGI GEJALA

▪ Memperbaiki status kesehatan

dan

▪ Mencegah perkembangan penyakit


MENURUNKAN RISIKO
▪ Mencegah dan mengatasi eksaserbasi
▪ Menurunkan mortalitas

21
21
1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Apa yang pasien harapkan dari pengobatannya?

✓Ingin segera terbebas ✓Takut mengalami ✓Ingin dapat beraktivitas


dari gejala, terutama eksaserbasi dan rawat di pagi hari dengan baik
dyspnea, yang inap, sehingga ingin dan menjalani aktivitas
menyebabkan rasa takut menghindari hal tersebut
harian3-4
dan stress1 sebisa mungkin1-2

22
22 1. Halpin D et al. JRSM Open 2015; 6(12):2054270415614543 2. Karasouli E et al. BMJ Open 2015; 6:e009030;
3. Roche N et al. Respir Res 2013; 14:112; 4. Partridge M et al. Ther Adv Respir Dis 2009; 3(4):147–57; .
Pasien PPOK mengalami gejala paling buruk di pagi hari

Tidak ada
Tengah Siang Sulit
Pagi Sore Malam waktu
hari spesifik dikatakan

Kuisioner terdiri atas 34 pertanyaan yang mengukur sifat, bentuk dan efek gejala PPOK pada waktu yang berbeda di siang dan malam hari. Interview via
internet (durasi 20-30 menit) di kerjakan oleh Taylor Nelson Sofres plc antara 9 mei dan 4 juni 2008 dengan 803 pasien PPOK dari Eropa dan USA.

23
23
1. Partridge MR, et al. Curr Med Res Opin 2009;25:2043–48
Inisial tatalaksana PPOK stabil berdasarkan ABCD

Kelompok C Kelompok D
≥ 2 eksaserbasi berat LAMA atau
atau ≥ 1 menyebabkan LAMA LAMA+LABA* atau
hospitalisasi ICS+LABA**
*pertimbangkan jika sangat simptomatik (CAT>20)
** pertimbangkan jika eos ≥300

Kelompok A Kelompok B
0 atau 1 eksaserbasi
sedang (tidak Bronkodilator Bronkodilator onset lama (LABA atau
menyebabkan LAMA)
hospitalisasi)

mMRC 0-1 CAT < 10 mMRC ≥ 2 CAT ≥ 10

24
24
1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Peranan ICS/LABA bagi pasien kelompok D
▪ Untuk pasien dengan eksaserbasi sering, pemberian ICS/LABA dapat
memberikan manfaat signifikan
▪ ICS/LABA dapat mengurangi eksaserbasi pasien EOS darah ≥ 300 sel/µL.
▪ ICS/LABA dapat menjadi lini pertama pasien PPOK dengan sejarah asma

25
25
1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
50% pasien sejak hospitalisasi pertama karena eksaserbasi PPOK
meninggal di tahun ke-41

50% meninggal 3.6 tahun


sejak hospitalisasi pertama

Jumlah pasien hidup

Waktu (tahun) setelah eksaserbasi berat pertama

Kaplan-Meier survival function untuk kohort 73.106 pasien sejak pertama kali
mengalami eksaserbasi untuk PPOK selama 17 tahun periode follow-up

26
26
1. Suissa S et al. Long-term natural history of chronic obstructive pulmonary disease: severe exacerbation and mortality. Thorax 2012; 67: 957-963
Apa yang ingin dicapai dari pengobatan ICS/LABA?

Penurunan Penurunan ketakutan Perbaikan gejala pagi


frekuensi munculnya eksaserbasi hari dan membantu
eksaserbasi yang menyebabkan pasien melakukan
hospitalisasi aktivitasnya

27
27
1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Apakah penambahan Symbicort® ke pasien dengan
bronchodilator dapat mengurangi eksaserbasi pasien
PPOK?

28
28
Studi CLIMB: Efficacy and Tolerability of Budesonide/Formoterol Added
to Tiotropium in Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease

Run-in Randomisasi, buta ganda Pengobatan


Tiotropium 18 µg OD + Symbicort 320/9 µg BID n=329
Tiotropium 18µg OD
Tiotropium 18 µg OD + turbuhaler placebo BID n=331
Terbutaline 0.5 mg/dosis sebagai pelega
Minggu -2 0 1 6 12

Tujuan studi:
Untuk mengevaluasi efikasi dan keamanan budesonide/formoterol yang ditambahkan ke pasien yang
tepat diberikan kombinasi ICS/LABA

Inklusi pasien:
Pasien COPD dengan pasca-bronkodilator FEV1 ≤ 50%, dengan sejarah eksaserbasi yang
membutuhkan steroid dan/ antibiotik
29
29 Welte, Tobias et al. Efficacy and Tolerability of Budesonide/Formoterol Added to Tiotropium in Patients with Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. American Journal of resp and crit care med., 180, 2009
Symbicort sebagai bagian dari terapi kombinasi tripel dengan LAMA
mengurangi eksaserbasi berat lebih baik 62% vs. Tiotropium tunggal

Eksaserbasi/pasien

Tiotropium + plasebo Penurunan


(n= 329) eksaserbasi vs.
62% Tiotropium tunggal
(p<0.001) HR: 0.38 (95%
CI: 0.25–0.57)
p<0.001

Tiotropium + Symbicort
(n=331)

Hari sejak randomisasi

30
30 Welte, Tobias et al. Efficacy and Tolerability of Budesonide/Formoterol Added to Tiotropium in Patients with Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. American Journal of resp and crit care med., 180, 2009
Bagaimana perbandingan benefit efikasi dan keamanan
antar ICS/LABA pada pasien PPOK?

31
31
Studi SPEED: Effect on lung function and morning activities of
budesonide/formoterol versus salmeterol/fluticasone in patients with COPD

Run-in Randomisasi, buta ganda Pengobatan


Symbicort 320/9 µg SAL/FLU 50/500 µg
Wash-out dan placebo TBH BID
Pengobatan PPOK dan plasebo Diskus BID
dihentikan kecuali ICS SAL/FLU 50/500 µg Crossover Symbicort 320/9 µg
dan plasebo TBH BID dan plasebo Diskus BID

Terbutaline 0.5 mg/dosis sebagai pelega


Minggu -1 0 1 3 4

Tujuan studi:
Untuk membandingkan efikasi kombinasi budesonide/formoterol dan salmeterol/fluticasone terhadap fungsi paru, gejala, dan aktivitas
dini hari.

Inklusi pasien:
Pasien COPD ≥40 tahun, diagnosa PPOK dengan gejala min 2 tahun, min 1x eksaserbasi PPOK yang membutuhkan steroid oral dan/atau
antibiotik dalam 12 bulan terakhir, sedang atau sebelumnya perokok min 10 bungkus-tahun, FEV1 ≤50% dari prediksi normal dan
FEV1/kapasitas vital <70% paska-bronkodilator dan yang sebelumnya menggunakan SABA atau SAMA sebagai pelega.

32
32 Partridge, Martyn R. et al. Effect on lung function and morning activities of budesonide/formoterol versus salmeterol/fluticasone in patients
with COPD., Ther Adv Respir Dis., (2009) 3(4) 147157
Pasien mengalami peningkatan kemampuan aktivitas pagi hari
lebih baik 83% vs. SAL/FLU (P<0.05)1
Symbicort® 400/12 μg bd
Perubahan Kapasitas Hidup
0.30 sehari-hari di pagi hari (CDLM) Salmeterol/fluticasone 50/500 μg bd
Perubahan nilai kuesioner CDLM dari run-

0.25
† †
Skor total MID
in (kisaran 0 sampai 5)

0.20
*

0.15

0.10 83%
(p<0.05)
0.05

0.00
SKOR TOTAL Mandi Mengeringkan Berpakaian Sarapan Segera berjalan Lebih tahan
badan kaki berjalan

MID, minimum important difference


*p<0.05; †p<0.02 Budesonide/Formoterol memiliki onset kerja yang lebih cepat dan
memberikan perbaikan yang lebih besar bagi kemampuan pasien
33
33 melakukan aktivitas pagi hari Vs. Sal/Flu
1. Partridge MR, et al. Ther Adv Respir Dis 2009;3:147–57.
Studi PATHOS exacerbation: Combination of Budesonide/Formoterol more
effective than Fluticasone/Salmeterol in preventing exacerbations in chronic
obstructive pulmonary disease: the PATHOS Study

Run-in Observasi, retrospektif, berdasarkan populasi, selama 11 tahun di swedia (medical records GP di swedia)
BUD/FOR (7155 (72%)) matched cohort n = 2734

FLU/SAL (2738 (28%)) matched cohort n = 2734

Tahun 0 11

Dosis rata-rata ICS selama periode studi observasi:


Dosis budesonide 568 ± 235 µg/hari
Dosis fluticasone 784 ± 338 µg/hari

Tujuan studi:
Untuk menginvestigasi jumlah eksaserbasi pasien PPOK yang diobati dengan budesonide/formoterol dibandngkan
fluticasone/salmeterol di layanan kesehatan primer

Inklusi pasien:
Pasien pria dan perempuan dengan diagnosa PPOK oleh dokter yang menggunakan BUD/FOR atau SAL/FLU.

34
34
1. Larsson K, et al. Combination of Budesonide/Formoterol more effective than Fluticasone/Salmeterol in preventing
exacerbations in chronic obstructive pulmonary disease: the PATHOS Study., J Intern Med 2013;273:584–94
Symbicort lebih efektif menurunkan jumlah eksaserbasi, hospitalisasi,
dan penggunaan oral steroid vs. SAL/FLU

Tingkat rasio (95 % CI)


Insiden per 100 pasien, tahun1 BUD/FORM
Symbicort (n=2734) atau salmeterol/fluticasone (n=2734) Vs.
FLU/SALM
• Eksaserbasi menurun 26.6% Total
All eksaserbasi
exacerbations
80 **
109 0.74 (0.69-0.79)
(P<0.0001) NNT = 3.4
63
• Steroid oral menurun 26% Oral steroids
Steroid oral **
85 0.74 (0.68-0.81)
(P<0.0001)
38
• Hospitalisasi menurun 29.1% Antibiotik
Antibiotics
54 ** BUD/FOR DPI 0.70 (0.66-0.75)
(P<0.0001) SAL/FLU DPI
15
• Jumlah hari di RS menurun Hospitalisations
Rawat Inap 21 ** 0.71 (0.65-0.78)
NNT = 16
27%
• Kunjungan UGD turun 27% Kunjungan IGD
Emergency visits
2.7
3.4 *
* p<0.0003 and **p<0.0001 antara kelompok

0.79 (0.71-0.89)
• Jumlah Tio turun 16% 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 140.0 160.0
(P<0.0001)
Tingkat pemakaian servis kesehatan per annum yang sudah disesuaikan dibandingkan menggunakan Poisson
regression analysis

35
35
1. Larsson K, et al. Combination of Budesonide/Formoterol more effective than Fluticasone/Salmeterol in preventing
exacerbations in chronic obstructive pulmonary disease: the PATHOS Study., J Intern Med 2013;273:584–94
Angka mortalitas akibat pneumonia lebih rendah pada kelompok
Symbicort dibandingkan kelompok SAL/FLU

5 Kematian terkait Pneumonia

Kematian terkait Pneumonia selama periode studi penuh


4 FLU/SAL=97 (3.5 %) BUD/FOR=52 (1.9%)
D 1.6% lebih tua <11 tahun FLU/SAL BUD/FOR
3

HR 1.76
Fraksi pasien

[95%CI: 1.22, 2.53];


2 P = .0025

1
(p=0.0025)

0
76%
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Waktu paska tanggal index, tahun

36
36 Janson C et al. Pneumonia and pneumonia related mortality in patients with COPD treated with fixed combination of inhaled corticosteroid
and long acting B2 agonist: observational matched cohort study (PATHOS)., BMJ (2013)
Karakter ICS yang berbeda sebagai rasionalitas perbedaan efikasi
terhadap eksaserbasi antara Symbicort vs SAL/FLU
Hipotesis Imunosupresi / Infeksi
Budesonid Kolonisasi Bakteri di ≈50% Flutikason
/formoterol pasien PPOK1-3 /salmeterol

ELF = Epithelial lining fluid Kolonisasi Bakteri


Budesonid ELF Flutikason
Budesonid/GCS-receptor Flutikason/GCS-receptor

Mucosa/Jaringan Paru-paru
• Kelarutan air FLU yang lebih rendah dapat
• Potensi imunosupresan yang menyebabkan waktu tinggal yang lebih
lebih tinggi, FLU> BUD pada lama di mukus
imunitas manusia4 • Meningkatnya konsentrasi lokal FLU vs
BUD 5-7
Proliferasi bakteri lokal selama infeksi,
yang dapat meningkatkan kejadian infeksi

Eksaserbasi Infeksi paru-paru


(Tracheobronchitis)

Eksaserbasi yang berkepanjangan

37
37 1. Wedzicha JA, et al. Am J Respir Crit Care Med 2008;177:19–26;
2. Calverley PM, et al. Chest 2011;139:505–12;
3. Patterson C, et al. Respir Res 2012,13:40; 4. Ek A, et al. Allergy 1999;54:691–9;
5. Miller-Larsson A, et al. Am J Respir Crit Care Med 2000;162:1455–61;
6. Johnsson M, et al. Allergy 1995;50:s11–14; 7. Dalby C, et al. Respir Res 2009;10:104
Pengobatan lanjutan dan evaluasi

38
38
Kelanjutan penanganan PPOK setelah pengobatan inisial
1. Jika respon baik dengan inisial terapi, pertahankan.
2. Jika tidak: - Pertimbangkan karakteristik utama untuk ditangani (dyspnea atau eksaserbasi)
➢ Gunakan jalur eksaserbasi jika kedua eksaserbasi dan dyspnea perlu ditangani
➢ Tempatkan pasien sesuai kotak di bawah berdasarkan pengobatan saat itu & ikuti indikasi
➢ Nilai respon, sesuaikan, dan review
➢ Rekomendasi ini tidak tergantung penilaian ABCD saat diagnosa

*DISPNEA* *EKSABERBASI*

LABA atau LAMA LABA atau LAMA

LABA + LAMA ** LABA + ICS LABA + LAMA **


** ** LABA + ICS
Pertimbangkan Pertimbangkan
jika jika
eos < 100 eos ≥ 100
• Pertimbangkan LABA + ICS +
LAMA LABA + ICS
mengubah alat
inhalasi atau
molekul
• Investigasi (dan
obati) penyebab Pada sebelumnya yang perokok
Roflumilast
lain dispnea FEV1 < 50% & Azithromisin
bronkitis kronis
39
39 Eos = blood eosinophil count (cells/µL)
* Pertimbangkan jika eos ≥ 100 dan ≥2 eksaserbasi sedang/1 hospitalisasi
** Pertimbangkan de-eskalasi dosis ICS atau tukar jika pneumonia, indikasi tidak tepat, atau kurang respon terhadap ICS
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Siklus tatalaksana PPOK

Evaluasi:
• Gejala
• Dispnea
• Eksaserbasi

Penyesuaian: Penilaian:
• Eskalasi • Teknik inhalasi & kepatuhan
• Tukar alat inhaler atau • Pendekatan non-farmakologi
molekul (termasuk rehab paru dan
• De-eskalasi edukasi pasien)

40
40
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Kelanjutan penanganan PPOK setelah pengobatan inisial
Dispnea
▪ Pasien monoterapi long acting bronchodilator
persisten sulit bernapas atau terbatas aktivitas fisik,
gunakan dua bronkodilator
➢ Jika tidak juga memperbaiki gejala, maka turunkan kembali
menjadi monoterapi. Tukar alat inhaler atau molekul bisa
dipertimbangkan
▪ Pasien LABA/ICS yang persisten sulit bernapas atau
terbatas aktivitas fisik, tambahkan LAMA sebagai
kombinasi tripel
➢ Jika indikasi ICS tidak tepat (misal pasien tidak ada riwayat
eksaserbasi), kurang berespon dngan ICS atau efek samping berisiko
diskontinu, maka pertimbangkan tukar LABA/ICS ke LAMA/LAMA
▪ Pada semua jenjang, dyspnea yang bukan karena
PPOK harus diinvestigasi dan ditangani dengan
tepat.
41
41
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Kelanjutan penanganan PPOK setelah pengobatan inisial
Eksaserbasi
▪ Pasien eksaserbasi persisten dengan monoterapi long
acting bronchodilator, eskalasi ke LABA/LAMA atau
LABA/ICS.
LABA/ICS direkomendasikan untuk pasien PPOK dengan
riwayat atau temuan asma
▪ Kadar EOS darah dapat penjadi penanda akan menerima
manfaat dengan ICS
▪ Untuk pasien dengan 1x eksaserbasi/tahun, kadar darah
perifer ≥300 eos/µL akan berespon baik dengan LABA/ICS
▪ Pasien ≥ 2x eksaserbasi sedang per tahun atau min 1x
eksaserbasi berat yang membutuhkan hospitalisasi 1 tahun
sebelumnya. LABA/ICS dapat dipertimbangkan pada EOS
darah ≥ 100 sel/ µL, karena ICS lebih termanifestasi pada
pasien dengan jumlah eksaserbasi banyak dan atau tingkat
keparahan

42
42
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Kelanjutan penanganan PPOK setelah pengobatan inisial

Eksaserbasi
▪ Pasien LABA/LAMA yang masih
eksaserbasi, direkomendasikan 2
pilihan:
➢ Eskalasi ke LABA/LAMA/ICS. Response
yang baik setelah penambahan ICS
terlihat pada kadar EOS ≥ 100 sel/ µL.
➢ Tambahkan roflumilast atau azitromisin
jika kadar EOS darah <100 sel/ µL

43
43
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Kelanjutan penanganan PPOK setelah pengobatan inisial

Eksaserbasi
▪ Pasien ICS/LABA yang masih
eksaserbasi, direkomendasikan untuk
naik menjadi tripel kombinasi dengan
LAMA
▪ Alternative, tukar menjadi LABA/LAMA
jika terlihat kurangnya respon dengan
ICS, atau efek samping ICS
menyebabkan diskontinu

44
44
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Kelanjutan penanganan PPOK setelah pengobatan inisial
Eksaserbasi
▪ Jika pasien LABA/LAMA/ICS masih
eksaserbasi, pertimbangkan pilihan:
➢ Tambahkan roflumilast. Pertimbangkan jika
FEVq < 50% prediksi normal dan kronis
bronchitis, terutama jika min 1x hospitalisasi
akibat eksaserbasi dalam 1 tahun terakhir
➢Tambah makrolida.
➢ Hentikan ICS. Dipertimbangkan jika ada efek
samping (seperti pneumonia) atau efikasi
kurang terlihat. Tapi, untuk pasien EOS
darah ≥ 300 sel/µL kemungkinan besar akan
bertambah eksaserbasi setelah ICS
dihentikan dan harus dimonitor ketat untuk
risiko relaps eksaserbasi

45
45
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019
Ringkasan
▪ Prevalensi perokok yang meningkat di negara berkembang ~ peningkatan
prevalensi PPOK di 30 tahun ke depan.
▪ GOLD 2019: klasifikasi asma berdasarkan ABCD, dengan penekanan peran
LABA/ICS di kelompok D, dan terapi lanjutan untuk tiap kelompok ABCD sesuai
fenotip pasien.
▪ LABA/ICS memberikan benefit untuk pasien PPOK dengan profil:
✓ Riwayat asma atau temuan gejala asma
✓ Pasien 1x eksaserbasi/tahun, kadar darah perifer ≥300 eos/µL
✓ Pasien ≥ 2x eksaserbasi moderate per tahun atau min 1x eksaserbasi
berat yang membutuhkan hospitalisasi 1 tahun sebelumnya dengan kadar
EOS darah ≥ 100 sel/ µL
▪ Symbicort (budesonide/formoterol) terbukti memperbaiki gejala pagi hari dan
menurunkan resiko eksaserbasi lebih baik vs. Sal/Flu
46
46
Abbreviated Prescribing Information
SYMBICORT TURBUHALER (Budesonide and formoterol); Inhalation Powder 80/4.5 mcg/dose and 160/4.5 mcg/dose (delivered dose). See local Prescribing Information for full details prior to
prescribing – Prescribing Information may vary from country to country. Indication: Asthma: For regular treatment of asthma where use of a combination (inhaled corticosteroid and long-acting
beta2-agonist) is appropriate: patients not adequately controlled with inhaled corticosteroids and “as needed” inhaled short-acting beta2- agonists, or patients already adequately controlled on
both inhaled corticosteroids and long-acting beta2-agonists. COPD (Symbicort 160/4.5 mcg/inhalation): Symptomatic treatment of patients with severe COPD (FEV1 < 50% predicted normal)
and a history of repeated exacerbations, who have significant symptoms despite regular therapy with long-acting bronchodilators. SYMBICORT (80/4.5 mcg/inhalation) is not appropriate in
patients with severe asthma nor patients with COPD. Dosage: Asthma: there are 2 alternatives therapies: Maintenance and reliever therapy: SYMBICORT is taken as both regular maintenance
treatment, and as needed in response to symptoms without separate inhaler. Adults (≥12 years): 80/4.5 and 160/4.5 mcg/inhalation: 2 inhalations/day, (1 inhalation in the morning and evening
or 2 inhalations either in the morning or evening). A maintenance dose of 2 inhalations twice daily may be appropriate (for 160/4.5 mcg/inhalation only). Children (≥6 years): 80/4.5
mcg/inhalation: 1 inhalation/day. Patients should take 1 additional inhalation as needed in response to symptoms. If symptoms persist after a few minutes, an additional inhalation should be
taken. Not more than 6 inhalations (for adults & adolescents) and 4 inhalations (for children) should be taken on any single occasion. Consider reassessment of therapy in patients using an
increasing number of inhalations for symptom relief without improving asthma control within 2 weeks. A total daily dose >8 inhalations for adults and adolescents (both strength) and 4
inhalations for children (for 80/4.5 mcg/inhalation) is not normally needed, however a total daily dose of up to 12 inhalations for adults and adolescents (both strength) and 8 inhalations for
children (for 80/4.5 mcg/inhalation) could be used temporarily. Maintenance therapy: SYMBICORT taken as regular maintenance treatment, with a separate rapid-acting bronchodilator as
rescue. Adults and Adolescents (≥12 years): 80/4.5 mcg/inhalation& 160/4.5 mcg/inhalation: 1-2 inhalations twice daily. Children (≥6 years): 80/4.5 mcg/inhalation: 2 inhalations twice daily.
COPD: Adults: 160/4.5 mcg/inhalation: 2 inhalations twice daily. Contraindication: Hypersensitivity to budesonide, formoterol or inhaled lactose. Warnings and precautions: When long term
treatment is discontinued, taper the dose, do not stop abruptly. Not for treating severe exacerbations. The patient must be advised to have their rescue inhaler available at all times & reminded
to take maintenance dose as prescribed even when asymptomatic. I f paradoxical bronchospasm occur, discontinue treatment. Possible systemic effects (adrenal suppression, growth
retardation in children and adolescents, decrease in bone mineral density, cataract and glaucoma) may occur in long period treatment at high doses. It is recommended to regularly monitor the
height of children receiving prolonged treatment. Rinse mouth out with water after inhaling to minimize the risk of oropharyngeal candida infection. Use with caution in patients with
thyrotoxicosis, phaeochromocytoma, untreated hypokalaemia, hypertrophic obstructive cardiomyopathy, idiopathic subvalvular aortic stenosis, severe hypertension, aneurysm or other severe
cardiovascular disorders, QTc-interval prolongation, active or quiescent pulmonary tuberculosis, fungal and viral infections in the airways. Potentially serious hypokalaemia may result from high
doses of beta2-agonists. Additional effect of hypokalaemia may happen in coadministration of beta2-agonists with drugs which induce hypokalaemia. Additional blood glucose controls should
be considered in diabetic patients. Increased risk of pneumonia in treatment of COPD. During pregnancy, it should only be used when the benefits outweigh the potential risks, use the lowest
effective dose. It is not known whether budesonide or formoterol passes into human milk. Interactions: Concomitant use with potent inhibitors of CYP450 3A4 (e.g. itraconazole, ritonavir) can
increase plasma levels of budesonide. Beta-adrenergic blockers can inhibit the effect of formoterol. Concomitant use with quinidine, disopyramide, procainamide, phenothiazines,
antihistamines (terfenadine), MAO inhibitors and tricyclic anti-depressants can prolong QTcinterval and increase the risk of ventricular arrhythmias. In addition L-dopa, L-thyroxine, oxytoxin and
alcohol can impair cardiac tolerance towards beta2-sympathomimetics. Concomitant use with MAO inhibitors including furazolidone and procarbazine may precipitate hypertensive reactions.
Elevated risk of arrhythmias in patients receiving concomitant anaesthesia with halogenated hydrocarbons. Potentially additive effect in use with other beta-adrenergic drugs. Hypokalemia may
increase the disposition towards arrhythmias in patients who are treated with digitalis glycosides. Undesirable effects: Common (1% - 10%): Palpitations, candida infection in the oropharynx,
headache, tremor, mild irritation in throat, coughing, hoarseness. Uncommon (0.1% - 1%): Tachycardia, nausea, muscle cramps, dizziness, agitation, restlessness, nervousness, sleep
disturbances. Rare (0.01% - 0.1%): Cardiac arrhythmias e.g atrial fibrillation, supraventricular tachycardia, extrasystoles, immediate and delayed hypersensitivity reactions e.g. dermatitis,
exanthema, urticaria, pruritus, angioedema and anaphylactic reaction, bronchospasm, skin bruising. Very rare (<0.01%): Angina pectoris, signs or symptoms of systemic glucocorticoid effects
e.g. hypofunction of the adrenal gland, hyperglycaemia, depression, behavioral disturbances. Packsize: ♦ 1 TURBUHALER 160/4.5 mcg/dose, 60 doses (Reg. No.: DKI0251302067B1). ♦ 1
TURBUHALER 160/4.5 mcg/dose, 120 doses (Reg. No.: DKI0251302067B1). ♦ 1 TURBUHALER 80/4.5 mcg/dose, 60 doses (Reg. No.: DKI0251302067A1). HARUS DENGAN RESEP DOKTER.
SYMBICORT is a trademark of the AstraZeneca group of companies.
47
47 PT AstraZeneca Indonesia
Arkadia Green Park, Tower F, Lantai 3
For adverse event report,
Please contact: +62 812 1064 222
Jl. TB Simatupang Kav.88 Jakarta 12520, Indonesia
Or email: AE.Indonesia@astrazeneca.com
ID-1032 Tel: +62 21 299 79000 / +62 21 788 35777
Fax: +62 21 788 35666 For Health Care Professionals Only

You might also like