You are on page 1of 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit


2.1.1 Definisi
Prolapsus uteri adalah pergeseran letak uterus ke bawah sehingga
serviks berada dalam orifisium vagina (prolaps derajat 1), serviks berada
di luar orifisium (prolaps derajat 2), atau seluruh uterus berada di luar
orifisium. Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat biasa, oleh
karena kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal
menyokongnya atau turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus
genitalis akan jadi longgar dan organ pelvis akan turun ke dalamnya
(Winkjosastro, 2010).

2.1.2 Anatomi & Fisiologi


Anatomi dasar panggul dasar panggul terdiri atas diafragma panggul,
diafragma urogenital dan otot penutup genitalia eksterna. Diafragma panggul
adalah penutup bagian bawah rongga perut yang terbentuk oleh m. levator ani
dan m. koksigeus; seluruhnya tertutup fasia endopelvis dan menyerupai
mangkok. M. levator ani adalah otot paling penting di dasar panggul dan
penyokong organ panggul yang penting secara fisiologis. M. levator ani
dalam keadaan normal mempertahankan tonus otot pada kondisi kontraksi
konstan. Otot tersebut menyediakan dasar yang solid untuk menyokong berat
seluruh isi di rongga abdomen dan panggul untuk menahan tekanan intra-
abdominal.
Di bawah m. levator ani terdapat diafragma urogenital yang berfungsi
menutup hiatus genitalis dan membantu mempertahankan organ di atasnya.
Diafragma urogenitalis terdiri atas m.bulbo kavernosus yang melingkari
genitalia eksterna, m. perineal transversus superfisialis, dan m. sfingter ani
eksternus. Diafragma urogenitalis menutupi arkus pubis yang dibentuk
aponeurosis m. transversus perinea profunda dan m. transversus superfisialis.
Selama m. levator ani atau diafragma panggul dalam keadaan normal, fasia
endopelvis tidak bekerja secara aktif dalam mempertahankan posisi organ
panggul di atas lempeng m. levator ani.
Bila m. levator ani melemah atau rusak maka hiatus genitalis membesar
dan lempeng m. levator tidak dalam posisi horisontal. Pada saat itu fasia
endopelvis berperan penting untuk mempertahankan organ panggul visera
agar tetap pada posisi normal. De Lancey membagi dasar panggul dalam 4
tingkat yaitu:
1. Tingkat I : dibentuk oleh fasia endolpelvis.
Tingkat I (fasia endopelvik) jaringan penyokong uterus dan puncak
vagina, terdiri atas parametrium, parakolpium serta kompleks ligamen
kardinale dan sakrouterina. Ligamen kardinale berasal dari dinding
samping panggul dan fasia obturator interna yang menyebar ke arah
serviks uteri. Di dekat serviks uteri, ligamen menciut membentuk cincin
paraservikal kanan dan kiri serviks kemudian bersatu dengan LSU yang
berasal dari sakrum (S2-S4).
Ligamen kardinale dan sakrouterina melalui cincin periservikal
melekat di lingkaran serviks. Kompleks ligamen kardinale dan
sakrouterina berfungsi mempertahankan serviks uteri dan vagina
proksimal, agar organ tersebut berada di atas m. levator ani. Bila kompleks
ligamen rusak, terjadi prolaps uteri atau prolaps puncak vagina.
2. Tingkat II : dibentuk oleh diafragma panggul.
Tingkat II (diafragma pelvis) penyokong level ii terletak di bawah
ligamen kardinale dan sakrouterina setinggi spina isciadika. Dinding
vagina anterior dan posterior di bagian tengah melekat di dinding lateral
panggul di arkus tendenius fasia pelvis (ATFP) oleh fasia endopelvis
paravagina sehingga membentuk sulkus vagina anterior dan posterior.
Lepasnya penyokong lateral dinding vagina dari ATFP dapat
menimbulkan defek sehingga terjadi prolaps dinding vagina anteriolateral
berupa sistokel lateral, dan dinding vagina posterior bagian distal melekat
di arkus tendenius fasia rektovagina (ATFRV). ATFRV dibentuk oleh
fasia yang menutupi otot iliokoksigeus ATFP dan ATFRV dibentuk oleh
fasia yang menutupi m. iliokoksigeus sedangkan ATFP bergabung di
pertengahan spina isciadika dan simfisis. Dinding vagina lateral bagian
anterior dan posterior, serta seperdua bagian proksimal diletakkan di
ATFR oleh fasia endopelvis sehingga vagina berbentuk huruf U.
3. Tingkat III : dibentuk oleh diafragma urogenital dan sfingter ani eksterna
Tingkat III (diafragma urogenital) diafragma urogenital dibentuk
oleh dua lapisan fasia tipis yang dibentuk serabut m. iscio kavernosus, m.
bulbokavernosus, m. perinei tranversal superfisial yang menyerupai
sandwich. Di antara kedua lapisan tersebut terdapat m. perineal profunda
dan m. sfingter uretra. Diafragma urogenital tersebut terletak di bawah m.
levator ani dalam segitiga aparatus panggul inferior bagian depan
diafragma urogenital, membantu m. levator ani menutup hiatus genitalis
dari bawah.
4. Tingkat IV : otot perineum dan badan perineum sebagai fungsi utama,
bukan penyokong namun lebih berhubungan dengan fungsi seksual.
Tingkat IV (perineal body/badan perineum) vagina distal dan uretra
disokong oleh membran perineum. Vagina bagian anterior dan uretra
bergabung dalam perieum membran dan vagina bagian posterior
bergabung di badan perineum. Terputusnya penyokong level III dan badan
perineum menyebabkan hipermobilitas uretra atau rektokel atau turunnya
perineum.

2.1.3 Etiologi
Menurut Prawirohardjo (2011), adapun etiologi prolaps uteri ialah :
Prolaps uteri terjadi karena kelemahan otot ligamen endopelvik,
terutama ligamentum transversal dapat dilihat pada nulipara dimana terjadi
elongatio colli disertai prolapsus uteri. Faktor penyebab lain yang sering
adalah melahirkan dan menopause. Persalinan lama yang sulit, meneran
sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah pada kala dua,
penatalaksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot panggul yang tidak
baik. Pada menopause, hormon estrogen telah berkurang (hipoestrogen)
sehingga otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah.
Walaupun insiden prolaps uteri tinggi, hanya sedikit yang diketahui
dasar patofisiologi yang mendasarinya. Umur, pekerjaan, berat badan, paritas,
jenis persalinan, persalinan pervaginam menggunakan alat vakum atau
forceps, berat badan anak yang terbesar yang dilahirkan, riwayat penyakit
medis, status menopause dan pemakaian terapi sulih hormon merupakan
faktor resiko yang sering dikaitkan dengan kejadian prolaps uteri.
Prolaps uteri sering terjadi pada wanita multipara tetapi seringkali tidak
dilaporkan. Penyebab salah satunya yaitu partus pervaginam. Kehamilan,
persalinan dan kelahiran pervaginam dapat menyebabkan berbagai derajat
kerusakan pada struktur penunjang panggul termasuk ligamentum, fasia, otot
dan suplai sarafnya. Lebih banyak kerusakan disebabkan oleh persalinan
lama, kepala bayi atau bahu yang besar dan ketika tindakan dengan forsep
yang sulit diperlukan untuk melahirkan bayi.
Penyebab prolaps uteri adalah multifaktoral, secara umum antara lain:
frekuensi partus yang tinggi, partus dengan penyulit, asites atau tumor-tumor
daerah pelvis, usia tua, defisiensi hormonal (hipoestrogen) akibat menopause,
batuk kronis, obesitas, aktivitas angkat berat, konstipasi kronis dan disfungsi
neuromuskuler. Serta ibu yang banyak anak sehingga jaringan ikat di bawah
panggul kendor.

2.1.4 Manifestasi Klinis


Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual.
Kadangkala penderita yang satu dengan prolaps uteri yang cukup berat tidak
mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps uteri
ringan mempunyai banyak keluhan. Keluhan-keluhan yang hampir selalu
dijumpai :
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di
genitaliaeksterna.
2. Rasa sakit di pinggul dan pinggang (Backache). Biasanya jika
penderita berbaring, keluhan menghilang atau berkurang.
3. Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala :
a. Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari,
kemudian lebih berat juga pada malam hari.
b. Perasaan seperti kandung kemih tidak dapat dikosongkan seluruhnya.
c. Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk dan
mengejan. Akdang-kadang dapat terjadi retensio urine pada sistokel
yang besar sekali.
4. Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi :
a. Obstipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel.
b. Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada rektokel dan vagina.
5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut :
a. pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu
berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana
menimbulkan lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri.
b. Lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan
karena infeksi serta luka pada portio uteri.
6. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan
rasa penuh di vagina (Megadhana 2013).

2.1.5 Patofisiologi
Prolaps uteri terbagi dalam berbagai tingkat dari yang paling ringan
sampai prolaps uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya
persalinan pervaginam yang susah dan terdapatnya kelemahan-kelemahan
ligamen yang tergolong dalam fasia endopelvik dan otot-otot serta fasia- fasia
dasar panggul. Juga dalam keadaan tekanan intra abdominal yang meningkat
dan kronik akan memudahkan penurunan uterus, terutama apabila tonus-
tonus otot melemah seperti pada penderita dalam menopause.
Serviks uteri terletak di luar vagina akan tergesek oleh pakaian wanita
tersebut dan lambat laun menimbulkan ulkus yang dinamakan ulkus
dekubitus. Jika fasia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya terjadi
trauma obstetrik, ia akan terdorong oleh kandung kencing sehingga
menyebabkan penonjolan dinding depan vagina ke belakang yang dinamakan
sistokel. Sistokel yang pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar
karena persalinan berikutnya yang kurang lancar atau yang diselesaikan
dalam penurunan dan menyebabkan urethrokel. Kekendoran fasia dibagian
belakang dinding vagina oleh trauma obstetrik atau sebab- sebab lain dapat
menyebabkan turunnya rectum ke depan dan menyebabkan dinding belakang
vagina menonjol ke lumen vagina yang dinamakan rektokel.
2.1.6 WOC

Hormon estrogen berkurang Prolaps Uteri

Kelemahan ligament endopelvic dan otot-otot dasar panggul

Dinding superior posterior Facia dinding posterior


vagina menurun seteah uterus keluar dari prodensia
vagina menurun vagina
menurn
Histerektomi
Inkarserata usus halus obstipasi
MK : Intoleransi
MK : Gangguan aktivitas
Entrokel
eliminasi

MK : Nyeri akut
2.1.7 Klasifikasi
Mengenai istilah dan klasifikasi prolaps uteri terdapat perbedaan
pendapat antara ahli ginekologi. Tahun 1996, International Continence
Society, the American Urogynecologic Society, and the Society of
Gynecologic Surgeons memperkenalkan sistem POP-Q (Pelvic Organ
Prolapse Quantification). Metode penilaian prolapsus organ pelvis ini
memberikan penilaian yang objektif, deskriptif sehingga dapat memberikan
nilai kuantifikasi atau derajat ringan beratnya prolapsus yang terjadi.
Pengklasifikasian derajat prolaps organ pelvis berdasarkan sistem POP-Q
adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Poin dan landmark untuk sistem POP-Q

Tabel 2.1 Derajat prolapsus organ panggul


Derajat Tidak terlihat adanya prolapsus.
0
Derajat I Bagian distal dari prolapsus > 1cm di atas himen.
Derajat Bagian yang paling distal dari prolapsus < 1cm di bawah
II
lingkaran himen.
Derajat Bagian yang paling distal dari prolapsus > 1cm di bawah
III
himen, namun kurang dari TVL (total vaginal length) – 2 cm.
Derajat Eversi komplit total panjang traktus genetalia bawah. Bagian
IV
distal prolapsus uteri menurun sampai (TVL-2) cm

Friedman dan Little (1961) dalam Prawirohardjo mengemukakan


beberapa macam klasifikasi yang dikenal yaitu :
1. Prolaps uteri tingkat I, yaitu serviks tetap di dalam vagina. Pada sebagian
pasien keadaan ini biasanya tanpa disertai keluhan, pasien akan
memeriksakan keadaannya jika terdapat keluhan dan derajat prolaps
bertambah.
2. Prolaps uteri tingkat II, yaitu porsio kelihatan di introitus (pintu masuk)
vagina. Keadaan ini disebabkan karena otot-otot yang menopang rahim
menjadi lemah dan biasanya terjadi pada wanita yang menginjak usia tua
dan mempunyai banyak anak. Gejala-gejala sering timbul setelah
menopause ketika otot menjadi lemah, gejala yang dirasakan pasien adalah
punggung bagian bawah terasa nyeri dan ada perasaan yang mengganjal
pada vagina, bahkan pada sebagian wanita keadaan ini tidak ada keluhan.
3. Prolaps uteri tingkat III, disebut juga prosidensia uteri (seluruh rahim
keluar dari vulva), dikarenakan otot dasar panggul sangat lemah dan
kendor sehingga tidak mampu menopang uterus.

2.1.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan dari prolaps organ panggul adalah untuk
menghilangkan gejala, mengembalikan fungsi, memperbaiki anatomi, atau
bahkan untuk kosmetik. Prolaps organ panggul yang tidak ada gejala atau
dengan gejala ringan, kadang tidak diperlukan terapi. Wanita dengan prolaps
organ panggul berat atau dengan gejala berat, terapi baik konservatif (non
bedah) atau terapi pembedahan dapat dipilih. Pemilihan terapi bergantung
pada jenis, beratnya gejala, umur, keadaan umum penderita, kebutuhan fungsi
seksual, fertilitas, maupun faktor resiko kekambuhan (Doster, 2012).
Pasien prolaps uteri dengan terapi operasi cenderung lebih tinggi
kualitas hidupnya. Operasi dipilih ketika pasien tidak nyaman dengan
pesarium. Ada beberapa teknik bedah yang berbeda dan efektif . Selain
pengalaman dan pelatihan ahli bedah, pilihan terapi operasi didasarkan pada
beberapa aspek individual pasien, yakni anatomi, kondisi kesehatan saat ini,
dan keinginan untuk mempertahankan hasrat seksual (American
Urogynecologic Society, 2014). Junizaf (2011) menyebutkan bahwa
berdasarkan sebuah telaah sistematis mengenai penatalaksanaan prolaps uteri
yang terbaru, terapi operasi/pembedahan pada wanita yang memiliki prolaps
dapat meningkatkan kualitas hidup wanita. Operasi prolaps organ panggul
biasanya efektif dalam mengendalikan gejala-gejala prolaps, sepertiadanya
tonjolan pada vagina (Maher C et al,. 2013).

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Proleps Uteri


2.3.1 Pengkajian
1. Pengumpulan data
a. Nama Ibu
b. Agama
c. Suku/Bangsa
d. Pendidikan
e. Pekerjaan
f. Alamat
2. Anamnesa (data subjektif)
a. Alasan kunjungan
b. Keluhan utama
c. Riwayat menstruasi (manarche)
d. Riwayat kehamilan atau persalinan dan nifas
3. Data objektif
a. Keadaan Umum
b. Kesadaran
c. Tanda – Tanda Vital
1) Tekanan Darah
2) Nadi
3) Suhu
4) Pernapasan
5) pengukuran berat dan tinggi badan
d. Pemeriksaan fisik
1) Postur Tubuh
2) Kepala
3) Muka
(a) Bentuk
(b) Cloasma
(c) Oedema
4) Mata
(a) Bentuk
(b) Simetris
(c) Conjungtiva
(d) Sklera
5) Hidung
6) Mulut / Bibir
(a) Bentuk
(b) Caries
(c) Stomatitis
(d) Gigi
(e) Sariawan
7) Leher
Bentuk
8) Payudara
(a) Bentuk
(b) Putting susu
(c) Areola mamae
(d) Bentuk
(e) Bekas luka
9) Alat genitalia
(a) Vulva vagina
(b) Varices
(c) Luka
(d) Kemerahan
(e) Nyeri
(f) Kelenjar bartholmi
(g) Portio / servik
(h) Bentuk
(i) Panjang
(j) Pemeriksaan dalam
(k) Vagina urethra
(l) Dinding vagina
(m) Portio
e. Riwayat perkawinan
Status perkawinan
f. Riwayat keluarga berencana
g. Riwayat penyakit
h. Riwayat penyakit sekarang
i. Riwayat penyakit terdahulu
1) Jantung
2) Hipertensi
3) Diabetes melitus
4) Malaria
5) Ginjal
6) Asma
j. Riwayat penyakit keluarga
k. Riwayat keturunan kembar
l. Riwayat operasi
m. Activity daily living
1) makanan dan minuman
2) frekuensi
3) jenis
n. Pola istrahat
1) tidur siang
2) tidur malam

o. Pola Eliminasi
1) BAK (warna : kuning jernih, konsistensi)
2) BAB (warna : kuning kecoklatan, konsistensi)
p. Personal
1) hygiene (mandi / g anti pakaian)
q. Pola aktivitas
pekerjaan sehari-hari
r. Kebiasaan hidup
1) Merokok
2) Minum – minuman keras
3) Obat terlarang
4) Minum jamu
s. Data psikososial
Ibu Mengatakan saat ini merasa cemas dengan keadaan yang
dialaminya.
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
b. Hematologi Erythrocyte (CRBC)
c. Hemaglobin (HB)
d. HCT

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon aktual
atau potensial terhadap masalah kesehatan pada individu, keluarga atau
komunitas, tahap kedua dalam proses keperawatan ini diberikan pada masalah
kesehatan yang aktual atau potensial di bandingkan keadaan fisiologis,
komplikasi atau penyakit. Adapun diagnosa keperawatan menurut Tim Pokja
SDKI DPP PPNI (2016), yang muncul antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan dinding superior posterior vagina
menurun
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan obstipasi
3. Ansietes berhubungan dengan histerektomi

2.3.3 Intervensi Keperawatan


Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan

Tujuan Keperawatan dan


Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan
No Kriteria Hasil
(SDKI) (SIKI)
(SLKI)
1 Nyeri akut berhubungan Tingkat nyeri Manajemen nyeri
dengan Agen pencedera Setelah dilakukan tindakan
fisiologis ditandai dengan keperawatan, Tindakan
Observasi
Tujuan Keperawatan dan
Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan
No Kriteria Hasil
(SDKI) (SIKI)
(SLKI)
mengeluh nyeri, tampak diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi,
meringis menurun karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
Definisi Kriteria hasil intensitas nyeri
Pengalaman sensorik atau 1. Kemampuan 2. Identifikasi skala nyeri
emosional yang berkaitan menuntaskan 3. Identifikasi respon
dengan kerusakan jaringan aktivitas meningkat nyeri non verbal
aktual atau fungsional, 2. Keluhan nyeri berkurang 4. Identifikasi faktor yang
dengan onset mendadak atau 3. Rasa meringis berkurang memperberat dan
lambat dan berintensitas 4. Sikap protektif berkurang memperingan nyeri
ringan hingga berat yang 5. Rasa gelisah berkurang 5. Identifikasi pengaruh
berlangsung kurang dari 3 6. Tidak sulit untuk tidur budaya terhadap respon
bulan. 7. Sikap berfokus pada diri nyeri
sendiri meningkat 6. Identifikasi pengaruh
Penyebab 8. Diaforesis berkurang nyeri pada kualitas
1. Agen pencedera 9. Perasaan depresi (tertekan) hidup
fisiologis berkurang 7. Monitor keberhasilan
2. Agen pencedera kimiawi 10. Perasaan takut mengalami terapi komplementer
(mis. terbakar, bahan cedera berulang mulai yang sudah diberikan
kimia iritan) berkurang 8. Monitor efek samping
3. Agen pencedera fisik 11. Tidak terjadi penggunaan analgetic
(mis. abses, amputasi, anoreksia
terbakar, terpotong, 1. Uterus teraba Terapeutik
mengangkat berat, membulat menurun 1. Berikan teknik
prosedur operasi, trauma, 2. Ketegangan otot nonfarmakologis untuk
latihan fisik berlebihan) Berkurang mengurangi rasa nyeri
3. Pupil normal (mis. TENS, hipnosis,
Gejala dan Tanda Mayor 4. Frekuensi muntah akupreseur, terapi
Subjektif : Berkurang musik,biofeedback,
1. Mengeluh nyeri 5. Frekuensi mual terapi pijat,
Objektif : berkurang aromaterapi, teknik
1. Tampak meringis imajinasi terbiming,
2. Beresiko protektif (mis. kompres hangat/dingin,
waspada, posisi terapi bermain)
menghindari nyeri) 2. Kontrol lingkungan
3. Gelisah yang memperberat rasa
4. Frekuensi nadi nyeri (mis. suhu
meningkat ruangan, pencahayaan,
kebisingan).
Gejala dan Tanda Minor 3. Fasilitasi istirahat dan
Subjektif : tidur
(tidak tersedia) 4. Pertimbangkan jenis
Objektif : dan sumber dalam
1. Tekanan darah pemilihan strategi
meningkat meredakan nyeri
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah Edukasi
4. Proses berfikir terganggu 1. Jelaskan penyebab,
5. Menarik diri periode, dan pemicu
6. Berfokus pada diri nyeri
sendiri 2. Jelaskan strategi
Diaforesis meredakan nyeri
3. Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
Tujuan Keperawatan dan
Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan
No Kriteria Hasil
(SDKI) (SIKI)
(SLKI)
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2 Intolerani aktivitas Tujuan: Manajemen energi


Setelah dilakukan tindakan
Definisi: keperawatan diharapkan, Tindakan:
Ketidakcukupan energi toleransi aktivitas meningkat Observasi:
untuk melakukan aktivitas 1. Identifikasi gangguan
sehari-hari Kriteria hasil: fungsi tubuh yang
1. Frekuensi nadi meningkat mengakibatkan kelelahan
Penyebab: 2. Saturasi oksigen meningkat 2. Monitor kelelahan fisik
1. Ketidakseimbangan antara 3. Kemudahan dalam dan emosional
suplai dan kebutuhan melakukan aktivitas sehari- 3. Monitor pola dan jam
oksigen hari meningkat tidur
2. Tirah baring 4. Kecepatan berjalan 4. Monitor lokasi dan
3. Kelemahan meningkat ketidaknyamanan selama
4. Imobilitas 5. Jarak berjalan meningkat melakukan aktivitas
5. Gaya hidup monoton 6. Kekuatan tubuh bagian atas
meningkat Terapeutik:
Gejala dan tanda mayor: 7. Kekuatan tubuh bagian 1. Sediakan lingkungan
Subjektif: bawah meningkat nyaman dan rendah
1. Mengeluh Lelah 8. Toleransi dalam menaiki stimuluas (mis. cahaya,
Objektif: tangga meningkat suara, kunjungan)
1. Frekuensi jantung 9. Keluhan lelah menurun 2. Lakukan latihan rentang
meningkat >20% dari 10. Dispnea saat aktivitas gerak pasif dan/atau aktif
kondisi istirahat menurun 3. Berikan aktivitas
11. Dispnea setelah aktivitas distraksi yang
Gejala dan tanda minor: menurun menenangkan
Subjektif: 12. Perasaan lemah menurun 4. Fasilitasi duduk di sisi
1. Dispnea saat/setelah 13. Aritmia saat aktivitas tempat tidur, jika tidak
aktivitas menurun dapat berpindah atau
2. Merasa tidak nyaman 14. Aritmia setelah berjalan
setelah beraktivitas aktivitas menurun
3. Merasa lemah 15. Sianosis menurun Edukasi:
Objektif: 16. Warna kulit membaik 1. Anjurkan tirah baring
1. Tekanan darah berubah 17. Tekanan darah membaik 2. Anjurkan melakukan
>20% dari kondisi istirahat 18. Frekuensi napas membaik aktivitas secara bertahap
2. Gambaran EKG 3. Anjurkan menghubungi
menunjukkan aritmia perawat jika tanda dan
saat/setelah aktivitas gejala kelelahan tidak
3. Gambaran EKG berkurang
menunjukkan iskemia 4. Ajarkan strategi koping
4. Sianosis untuk mengurangi
kelelahan

Kolaborasi:
1. Kolaborassi dengan ahli
gizi tentang cara
Tujuan Keperawatan dan
Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan
No Kriteria Hasil
(SDKI) (SIKI)
(SLKI)
meningkatkan asupan
makanan
3 Ansietas berhubungan Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas
dengan kurang terpapar Setelah dilakukan tindakan
informasi ditandai dengan keperawatan diharapkan, Tindakan
merasa khawatir. tingkat ansietas menurun Observasi :
1. Identifikasi saat tingkat
Definisi : Kriteria Hasil : ansietas berubah (mis.
Kondisi emosi dan 1. Verbalisasi kebingungan kondisi, waktu, stresor)
pengalaman subyektif menurun 2. Identifikasi kemampuan
individu terhadap objek yang 2. Verbalisasi khawatir akibat
tidak jelas dan spesifik mengambil keputusan
kondisi yang dihadapi 3. Monitor tanda-tanda
akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu menurun ansietas (verbal dan
melakukan tindakan untuk 3. Perilaku gelisah menurun nonverbal)
menghadapi ancaman. 4. Perilaku tegang menurun
5. Keluhan pusing menurun Terapeutik :
Penyebab : 6. Anoreksia menurun 1. Ciptakan suasana
1. Krisis situasional’ 7. Palpitasi menurun terapeutik untuk
2. Kebutuhan tidak terpenuhi 8. Frekuensi pernapasan menumbuhkan
3. Krisis maturasional menurun kepercayaan.
4. Ancaman terhadap 9. Frekuensi nadi menurun 2. Temani pasien untuk
konsepdiri 10. Tekanan darah menurun megurangi kecemasan,
5. Ancaman terhadap 11. Diaforesis menurun jika memungkinkan
kematian 12. Tremor menurun 3. Pahami situasi yang
6. Kekhawatiran mengalami 13. Pucar menurun membuat ansietas
kegagalan 14. Konsentrasi membaik 4. Dengarkan dengan
7. Disfungsi sistem keluarga 15. Pola tidur membaik penuh perhatian
8. Hubungan orang tua-anak 16. Perasaan keberdayaan 5. Gunakan pendekatan
tidak memuaskan membaik yang tenang dan
9. Faktor keturunan 17. Kontak mata membaik menyakinkan
(temperamen mudah 18. Pola berkemih membaik 6. Tempatkan barang
teragitasi sejak lahir) 19 Orientasi membaik pribadi yang
10. Penyalahgunaan zat memberikan
11. Terpapar bahaya kenyamanan
lingkungan (mis. toksin, 7. Motivasi
polutan, dan lain-lain) mengidentifikasi situasi
12. Kurang terpapar informasi yang memicu
kecemasan
Gejala dan Tanda Mayor :
8. Diskusikan perencanaan
Subjektif :
1. Merasa bingung realistis tentang
2. Merasa khawatir dengan peristiwa yang akan
akibat dari kondisi yang datang.
dihadapi
3. Sulit berkonsentrasi
Edukasi :
Objektif 1. Jelaskan prosedur,
1. Tampak gelisah
termasuk sensasi yang
2. Tampak tegang
mungkin dialami
3. Sulit tidur
Tujuan Keperawatan dan
Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan
No Kriteria Hasil
(SDKI) (SIKI)
(SLKI)
Gejala dan Tanda Minor : 2. Informasikan secara
Subjektif : faktual mengenai
1. Mengeluh pusing diagnosis, pengobatan,
2. Anoreksia dan prognosis
3. Palpitasi 3. Anjurkan keluarga untuk
4. Merasa tidak berdaya tetap bersama pasien,
Objektif : jika perlu
1. Frekuensi napas
4. Anjurkan melakukan
meningkat kegiatan yang tidak
2. Frekuensi nadi meningkat kompetitif, sesuai
3. Tekanan darah meningkat kebutuhan
4. Diaforesis 5. Anjurkan
5. Tremor mengungkapkan
6. Muka tampak pucat
perasaan dan persepsi
7. Suara bergetar
6. Latih kegiatan
8. Kontak mata buruk
pengalihan untuk
9. Sering berkemih
mengurangi ketegangan
Berorientasi pada masa lalu
7. Latih penggunaan
mekanisme pertahanan
diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika
perlu.
Sumber: (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016; Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018; Tim
Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

2.3.3 Implementasi Keperawatan


Menurut Bararah & Jauhar (2013), implementasi atau pelaksanaan adalah
tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah di tetapkan
untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi, di samping itu juga dibutuhkan keterampilan
interpersonal, intelektual, teknik yang dilakukan dengan cermat dan efesien pada
situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan kemanan fisik dan psikologis.
Setelah selesai implementasi dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang
sudah di lakukan dan bagaimana respon pasien.
2.3.4 Evaluasi Keperawatan
Menurut Bararah & Jauhar (2013), evaluasi merupakan tahap akhir dari
proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah
dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana
tujuan tercapai:
a. Berhasil: perilaku pasien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal
yang ditetapkan di tujuan
b. Tercapai sebagian: pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan
c. Belum tercapai: pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku yang
diharapkan sesuai pernyataan tujuan.

You might also like