You are on page 1of 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Dalam penulisan ini penulis melakukan studi literatur untuk mendalami
teori terkait realibility, metode FMECA dan distribusi Weibull, penulis juga
mengumpulkan beberapa penelitian terdahulu melalui jurnal maupun skripsi
yang memiliki kesamaan baik obyek penelitian maupun metode penelitian
yang dijadikan sebagai referensi. Adapun tinjauan Pustaka yang penulis ambil
sebagai berikut:
Bambang Suharjo, Okol Sri Suharyo, Adi Bandono, dengan judul Failure
mode effect and critically analysis (FMECA) for determination time interval
replacement of critical components in warship radar, membahas tentang RPN
dan nilai kekritisan pada komponen warship radar dengan komponen paling
kritis, dimana 7 dari 27 komponen memiliki nilai RPN tertinggi dan nilai Risk
Matrix "tinggi"
Yuan Chen, Li Du, Yan-Feng Li, Hong-Zhong Huang, Xiaopeng Li,
dengan judul FMECA for Aircraft Electric System, hasil penelitian
menunjukkan mode kegagalan system dapat dianalisis dengan mengikuti 7
aspek yang di prioritaskan. Dengan menerapkan metode FMECA maka dapat
mencegah resiko kegagalan yang bisa terjadi dan sebagai tahap awal untuk
membuat perencanaan selanjutnya, sehingga setelah menerapkan metode
FMECA dapat dilakukan evaluasi terhadap pencapaian end to end waste.
Nishit Kumar Srivastava and Sandeep Mondal, dengan judul Predictive
maintenance using FMECA method and NHPP models, membahas tentang
Sebagian besar teknologi pemeliharaan prediktif tidak dapat diakses industry
skala kecil dan menengah karena tuntutan biaya, maka untuk menekan itu
kebijakan pemeliharaan prediktif menggunakan efek mode kegagalan
(FMECA) untuk menghindari teknologi mahal untuk pemantauan kondisi
mesin secara terus menerus, dan terlebih lagi sangat sederhana.
Eki Fauzi, dengan judul Prediksi Kegagalan Cooling Fan Pada Air
Conditioning System Pesawat KT-1B Dengan Menggunakan Software
Weibull-DR 21. Hasil penelitian menunjukan tipe laju kegagalan pada
komponen cooling fan pesawat KT-1B adalah konstan sebesar 0.0101, adapun
untuk laju kegagalan yang konstan adalah termasuk dalam fase random
failure. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan software Weibull
DR-21 tingkat keandalaan pada komponen cooling fan pesawat KT-1B adalah
menurun seiring dengan bertambahnya usia pada komponen tersebut dengan
nilai MTTF sebesar 96,12 hours atau komponen tersebut dapat berfungsi
sampai dengan mengalami kegagalan pada usia 96,12 hours.
Berdasarkan beberapa penelitian-penelitian di atas penulis dapat
mengambil beberapa materi maupun teori yang relevan terhadap proses
penelitian yang penulis lakukan. Oleh karenanya dalam penelitian ini
menggunakan Software Weibull-DR 21 untuk mencapai tujuan penelitian.

2.2 Landasan Teori


Landasan teori bermaksud untuk menujang penelitian yang akan dicapai.
Penelitian dilakukan untuk mencari data yang digunakan sebagai bahan
analisis, dimana dari hasil analisis tersebut didapatkan uraian hasil untuk
menjawab pokok permasalahan.
2.2.1 Kegagalan (Failure)
Kegagalan (Failure) merupakan suatu keadaan dimana suatu
system maupun komponen tidak berfungsi dengan semestinya karena suatu
akibat. Seiring bertambahnya umur pengoperasian, kondisi system maupun
komponen akan mengalami penurunan. Sistem tersebut masih dapat
berfungsi namun sudah dibawah tingkat yang seharusnya atau mengalami
kegagalan potensial. Sistem yang sudah dalam kondisi gagal sangat
berpotensi menimbulkan bahaya apabila terus dioperasionalkan.
Kegagalan fungsional yaitu keadaan sistem tersebut sudah tidak dapat lagi
melakukan fungsinya sebagaimana mestinya.
Apabila sistem yang mengalami kegagalan potensial tersebut
terlambat mendapatkan perawatan, maka efek yang ditimbulkan akan
semakin besar dan cenderung mengakibatkan kegagalan pada sistem yang
lain. Berdasarkan gejala-gejala yang teridentifikasi, maka dapat dilakukan
lokalisasi kegagalan. Aktifitas ini disebut pencarian kegagalan (failure
finding). Kekurangan item yang membuat item tersebut tidak memenuhi
fungsinya disebut dengan mode kegagalan (failure mode). Hubungan
sebab akibat antara penyebab kegagalan (failure cause) dan mode
kegagalan (failure mode) disebut dengan mekanisme kegagalan (failure
mechanism). Kegagalan tersebut bisa berasal dari tahap manufakturing,
pembuatan, perakitan, atau pengoperasian yang tidak sesuai dengan
desain. Dengan demikian diperlukan analisa kerusakan yang komprehensif
yang bisa dimanfaatkan sebagai umpan balik dalam perbaikan desain,
material, perlakuan panas, dan sebagainya terhadap sistem atau komponen.

2.2.2 Laju Kegagalan (Failure Rate)


Laju terjadi pada interval waktu yang ditetapkan disebut dengan
laju kerusakan (failure rate) pada interval waktu tersebut. Jika menentukan
keseluruhan laju kegagalan, khususnya yang berkaitan dengan perkiraan
tindakan perawatan koreksi (yaitu frekuensi perawatan koreksi), harus
diikutsertakan keseluruhan kerusakan kerusakan sistem yang meliputi
kegagalan pada komponen utama. Kerusakan karena salah pembuatan,
kerusakan karena operator, kerusakan karena salah perawatan.
Keseluruhan laju kegagalan seharusnya meliputi semua faktor yang akan
menyebabkan sistem tidak beroperasi pada sistem yang diperlukan dalam
operasi.
2.2.3 Kelas Kegagalan
Beberapa kelas gegagalan (failure) dapat dibedakan berdasarkan
atas waktu terjadinya kegagalan tersebut dalam operasinya yaitu:
1. Early failure (Kegagalan awal)
Kegagalan awal ditandai dengan tingginya laju kegagalan
pada awal umur sistem, terutama pada urutan produksi awal
sebelum dilakukan modifikasi. Laju kegagalan menurun seiring
bertambahnya umur sistem, apabila dilakukan perbaikan. Selain
karena kondisi operasi yang tidak sesuai dengan perkiraan desain,
kegagalan jenis ini kebanyakan dikarenakan oleh manufacturing
yang lemah atau quality control yang kurang baik selama proses
produksi. Akibat dari kegagalan awal tentunya adalah penggunaan
atau utilisasi item yang rendah, biaya perawatan yang tinggi, dan
laju kegagalan yang tinggi. Kegagalan jenis ini dapat diperkecil
kemungkinannya dengan cara melakukan simulasi pada kondisi
aktual pada akhir proses poduksi, modifikasi keseluruhan sistem
(bukan hanya komponen yang gagal), revisi instruksi (manual) dan
perawatan yang digunakan untuk pengoperasian dan perawatan,
identifikasi keluhan berulang dan tindakan perbaikan.
2. Wear-Out (Kegagalan Aus)
Kegagalan aus disebabkan oleh adanya penurunan (kualitas)
satu atau beberapa part dari komponen dikarenakan pengoperasian
secara terus menerus. Penurunan kualitas ini terjadi misalnya
karena gesekan mekanik part tersebut, korosi atau kelelahan. Untuk
keseluruhan sistem, akibat dari kegagalan aus ini kurang penting
secara ekonomis. Karena itu untuk mencegah biaya yang tinggi
akibat kegagalan aus diperlukan penggantian periodik atau part
yang kemungkinan aus. Kegagalan aus mempunyai sifat
meningkatnya laju kegagalan dengan bertambahnya umur item.
3. Random Failure (Kegagalan Random)
Random Failure adalah laju kegagalan yang konstan, atau
tidak tergantung umur item, kegagalan random merupakan
konsekuensi pengoperasian (cuaca, benda asing, dan lain
sebagainya), atau kesalahan desain komponen dari built-in untuk
early failure jumlah kegagalan dalam waktu tertentu disebut laju
kegagalan (failure rate), pada jenis kegagalan ini laju kegagalan
menurun. Untuk random failure laju kegagalan cenderung konstan,
dan untuk wear failure laju kegagalan meningkat.
2.2.4 Perawatan (Maintenance)
Perawatan (maintenance) merupakan sebagai konsepsi dari semua
aktivitas yang diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan kualitas
fasilitas/mesin agar dapat berfungsi dengan baik seperti kondisi awalnya
(Ansori dan Mustajib, 2013). Perawatan dilakukan untuk perbaikan yang
bersifat kualitas, meningkatkan suatu kondisi lain yang lebih baik. Tujuan
dilaksanakannya kegiatan perawatan (maintenance) adalah sebagai berikut
(Kurniawan, 2013) : mengatasi segala permasalahan, yang berkenaan
dengan kontinuitas aktivitas kerja, memperpanjang umur pengoprasian
peralatan dan fasilitas industri, meminimasi downtime, yaitu waktu selama
proses produksi terhenti (waktu menunggu) yang dapat mengganggu
kontinuitas proses, meningkatkan efisiensi sumber daya produksi,
peningkatan profesionalisme personil departemen perawatan industri, dan
meningkatkan nilai tambah produk, sehingga perusahaan dapat bersaing di
pasar global.
Untuk melakukan tindakan perawatan yang baik serta sesuai yang
diinginkan, maka prinsip kerja perawatan adalah menguasai komponen
atau sistem yang akan dilakukan perawatan. Perawatan di dalam dunia
penerbangan memiliki tujuan yang sama seperti pengertian perawatan pada
umumnya yakni untuk memperpanjang usia komponen, fungsi dari suatu
komponen ataupun sistem yang ada di dalam pesawat terbang, kegiatan
perawatan ini dilakukan untuk menjaga kelaikan udara suatu pesawat
terbang (airworthiness). Terdapat beberapa istilah perawatan yang
seringkali kita dengar dan perlu kiranya dipahami secara detail, antara lain
(Kurniawan, 2013):
a. Inspection (Inspeksi)
Inspeksi adalah aktivitas pengecekan untuk mengetahui
keberadaan atau kondisi dari fasilitas produksi. Inspeksi
biasanya berupa aktivitas yang membutuhkan panca indera dan
analisis yang kuat dari setiap pelaksanaan, bahkan ada pula yang
melakukannya dengan menggunakan alat bantu, sehingga
kesimpulan yang dihasilkan dapat lebih mendekati kondisi nyata
(akurat).
b. Repair (Perbaikan)
Repair adalah aktivitas yang dilakukan untuk
mengembalikan kondisi mesin yang mengalami gangguan
tersebut, sehingga dapat beroperasi seperti sebelum terjadi
gangguan tersebu, dimana prosesnya hanya dilakukan untuk
perbaikan yang sifatnya kecil. Biasanya repair tidak terlalu
banyak mengganggu kontinuitas proses produksi.
c. Overhaul (Perbaikan menyeluruh)
Overhaul adalah aktivitas menyeluruh. Aktivitas ini
memiliki makna yang sama dengan repair, hanya saja ruang
lingkupnya lebih besar. Perawatan ini dilakukan apabila kondisi
mesin berada dalam keadaan rusak parah, sementara
kemampuan untuk mengganti dengan yang baru tidak ada.
Overhaul biasanya dapat mengganggu kegiatan produksi dan
membtuhkan biaya yang besar.
d. Replacement (Penggantian)
Replacement adalah aktivitas penggantian mesin. Biasanya
mesin memiliki kondisi yang lebih baik dan menggantikan
mesin sebelumnya. Replacement dilakukan jika kondisi alat
sudah tidak memungkinkan lagi untuk beroperasi, atau sudah
melewati umur ekonomis penggunaan. Replacement
membutuhkan investasi yang besar bagi perusahaan, sehingga
alternatif ini biasanya menjadi pilihan terakhir setelah repair dan
overhaul.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian


FMECA (Failure Mode Effect and Critical Analysis) untuk
mengidentifikasi kegagalan komponen yang terdapat pada APU Pesawat
Boeing 737-900ER.

2.2.5 Tujuan Perawatan


Terdapat beberapa macam tujuan yang dicapai dalam pelaksanaan
perawatan yang secara garis besar dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Maximize flight safety, yaitu untuk mencapai tingkat
keselamatan yang tinggi.
2. Optimize aircraft availability, yaitu untuk menyediakan jam
terbang yang cukup untuk sebuah pesawat yang tersedia
3. Minimize maintenance cost, yaitu untuk menekan biaya
perawatan serendah mungkin termasuk gaji tenaga kerja, biaya
material dan fasilitas-fasilitas lainnya. Sedangkan tujuan dari
perawatan secara maksimum adalah untuk mengembalikan
sebuah sistem atau komponen ke kondisi awal. Ada beberapa
jenis perawatan secara umum, yaitu:
a. Corrective Maintenance
Corrective maintenance merupakan kegiatan perawatan
yang tidak direncanakan, dilakukan setelah sebuah
komponen atau sistem mengalami kerusakan. Corrective
maintenance bertujuan untuk mengembalikan keandalan
sebuah komponen atau sistem ke kondisi semula atau
kondisi saat komponen atau item bekerja dengan baik.
b. Preventive Maintenance
Preventive maintenance (perawatan preventif) merupakan
aktivitas perawatan pencegahan yang dilakukan sebelum
terjadinya kegagalan pada suatu komponen atau sistem,
dimana waktu pelakasanaannya telah direncanakan untuk
mengembalikan fungsi operasi dari suatu komponen atau
sistem (Moubray J, 1997). Hal tersebut dilakukan
berdasarkan suatu jadwal yang ditetapkan sehubungan
dengan komponen yang bersangkutan, biasanya ketentuan
tersebut diberikan oleh pihak manufaktur. Adapun yang
termasuk dalam tindakan perawatan preventif adalah:
1) Time Directed Maintenance (TD)
Kebijakan Time Directed Maintenance dilakukan
berdasarkan variabel waktu, kebijakan perawatan yang
sesuai untuk di terapkan pada Time Directed
Maintenance (TD) adalah:
a) Periodic Maintenance, yaitu perawatan preventif
yang dilakukan secara berjadwal dan bertujuan
untuk mengganti suatu komponen atau sistem
berdasarkan pada rentang waktu tertentu.
b) On-condition Maintenance, yaitu perawatan
preventif yang dilakukan berdasarkan kebijakan
dari operatornya, yang meliputi kegiatan cleaning
dan inspection.
2) Condition Directed (CD)
Condition Directed (CD) adalah perawatan preventif
yang dilakukan pada kondisi tertentu dari suatu
komponen, yang bertujuan untuk mengantisipasi
komponen agar tidak mengalami kerusakan, kegiatan
perawatan ini dilakukan jika variabel waktu tidak
diketahui secara pasti. Kebijakan perawatan yang sesuai
untuk di terapkan pada Condition Directed (CD) adalah
Predictive Maintenance, yaitu kegiatan perawatan yang
dilakukan menggunakan sistem monitoring antara lain
pengukuran suara atau analisis getar.
3) Failure Finding (FF)
Failure Finding (FF) adalah perawatan preventif
yang bertujuan untuk menemukan kerusakan yang
tersembunyi dalam operasi periodik untuk memastikan
kapan suatu komponen mengalami kegagalan, kerusakan
ini terjadi tapi operasi berjalan normal. Hal ini disebut
dengan kerusakan tersembunyi (hidden failure).
4) Run to Failure (RTF)
Run to Failure (RTF) disebut juga perawatan tidak
berjadwal dilakukan jika tidak ada tindakan preventif
yang tepat, diterapkan pada komponen yang jika
mengalami kegagalan tidak akan terlalu berpengaruh,
perawatan ini termasuk dalam perawatan preventif
karena merupakan kesengajaan dalam membiarkan
komponen mengalami kerusakan.

2.2.6 Maintainability
Maintainability dapat didefinisikan sebagai kemungkinan
(probability) sebuah sistem atau komponen dapat dilakukan perbaikan
dalam waktu tertentu dengan perawatan spesifik sesuai yang dibutuhkan.
Dengan kata lain, maintainability mengukur seberapa mudah dan cepat
sebuah sistem akan dapat diperbaiki untuk beroperasi kembali setelah
kegagalan terjadi.
2.2.7 Keandalan (Realibility)
Terminologi item yang dipakai didalam definisi keandalan dapat
mewakili sembarang komponen, subsistem, atau sistem yang dapat
dianggap sebagai satu kesatuan. Keandalan didefinisikan sebagai
probabilitas dari suatu item untuk dapat melaksanakan fungsi yang telah
ditetapkan pada kondisi pengoperasian dan lingkungan tertentu untuk
periode waktu yang telah ditentukan. Definisi di atas dapat disarikan
menjadi empat komponen pokok yaitu: probabilitas, kinerja (performance)
yang memadai, waktu dan kondisi pengoperasian.
Probabilitas merupakan komponen pokok pertama, merupakan
input numerik bagi pengkajian keandalan suatu system yang juga
merupakan indeks kuantitatif untuk menilai kelayakan suatu sistem. Pada
beberapa kajian yang melibatkan disiplin ilmu keandalan, probabilitas
bukan merupakan satu-satunya indeks, ada beberapa indeks lain yang
dapat dipakai untuk menilai keandalan suatu sistem yang sedang dikaji.
Tiga komponen lain yaitu kinerja, waktu dan kondisi
pengoperasian semuanya merupakan parameter-parameter engineering dan
teori probabilitas tidak banyak membantu untuk kajian engineering ini.
Seringkali insinyur yang bertanggungjawab langsung terhadap satu sistem
tertentu yang cukup akurat untuk memberikan informasi yang cukup
memuaskan berkaitan dengan kajian sistem yang sedang dilakukan. Waktu
yang telah ditetapkan untuk pengoperasian sistem bisa saja kontinyu atau
secara sporadis, sedangkan kondisi pengoperasian bisa kondisi
pengoperasian yang uniform atau bervariabel, seperti pada fase
pengoperasaian propulsi roket dan pada pengoperasian pesawat terbang
komersial pada saat take-off, cruising dan landing.
Kriteria tentang kinerja yang memadai dari sebuah sistem
merupakan masalah yang melibatkan permasalahana manajerial.
Kegagalan pengoperasian sistem dapat didefinisikan secara beragam mulai
dari kegagalan katastropik atau gangguan terhadap fungsi sistem, seperti
pada pompa yang menyuplai bahan bakar untuk motor penggerak kapal
yang mungkin tidak mampu menyuplai kebutuhan minimum bahan bakar
meskipun pada kenyataannya pompa bahan bakar tersebut masih bisa
beroperasi.

2.3 Distribusi Weibull


Distribusi Weibull merupakan metode yang digunakan untuk
meningkatkan usia data atau komponen seperti nuklir, dental research,
advertising (Abernethy:1993). Berbagai referensi (penafsiran) “beta shape
parameters” dipakai sebagai perumusan dasar dalam melakukan analisis
actuarial untuk memprediksi tingkat keandalan (reliability).
Dua parameter yang digunakan didalam distribusi ini adalah shape
parameters (β) dan scale parameters (η). Berbagai penafsiran terhadap
nilai (β) atau sering kali dikenal dengan shape parameters digunakan
sebagai dasar dalam melakukan analisis laju kegagalan (failure rate). Pada
beberapa bidang lain, analisis ini sangat membantu para engineering
dalam melakukana nalisis data kegagalan pada komponen.
(Abernethy:1993).
Analisis dalam penelitian ini hanya dibatasi menggunakan
distribusi Weibull, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

2.3.1 Least Square Fit


Metode yang menentukan suatu jenis distribusi tertentu dengan
melihat sebaran data di sekitar garis lurus merupakan metode least square
fit. Metode ini dibuat dengan mengubah persamaan cumulative distribution
function (CDF) ke dalam bentuk yang dapat di plot dengan persamaan :
y=ax+ b ………………………………………………………...(2.1)
Dimana: y = nilai f(x)
a = slope
x = waktu terjadinya kegagalan
b = intercept
Dalam mengestimasi nilai fungsi CDF di tiap-tiap plot non linear
digunakan persamaan mean rank plotting position sebagai berikut:
i
F ( x )= ………………………………………………………(2.2)
n+1
Dimana: i = rank pada data point
n = jumlah data
Nilai variable x dan y dapat dicari menggunakan persamaan
sebagai berikut:
x=ln ( time failure ) ……………………………………………...(2.3)

((
y=ln ln
1
))
1−F ( x )
……………………………………………...(2.4)

Apabila seluruh data sudah diplot maka dapat ditarik suatu garis
lurus. Dari garis ini didapatkan nilai slope (a ) dan intercept (b ). Selanjutnya
nilai eta (η) dihitung dengan menggunakan nilai a dan b dengan persamaan:
xy −x y
a= 2 2 …………………………………………………..........
x −(x )
(2.5)
b= y−a x …………………………………………………........(2.6)

xy−x y
β= 2 2 ………………………………………………………….
x −x
…(2.7)
(−ba ) ………………………………………………….......(2.8)
η=exp

Parameter yang digunakan dalam weibull analysis yaitu beta dan


eta (β dan η) pada weibull line. Nilai beta akan memperlihatkan
karakteristik mode kegagalan pada suatu item apakah kegagalan yang
dialaminya adalah kegagalan infant mortality, random atau kegagalan wear
out (β) merupakan parameter bentuk distribusi Weibull sedangkan (η) yaitu
usia dimana suatu item akan mengalami kegagalan.
Dalam buku yang berjudul “The New Weibull Handbook” ditulis
oleh Abernethy memberikan pandangan terhadap nilai (β) menjadi tiga
kategori yaitu:
1. β <1,0 (Implies Infant Mortality)
Terdapat probabilitas (kemungkinan) failure terjadi pada early
age. Early age failure (kegagalan dini) diinterpretasikan sama dengan
tipe infant mortality dimana desain dari komponen atau sistem tidak
diharapkan terjadi failure pada umur dini. Sebagian besar komponen
didesain untuk terlepas dari kegagalan sampai komponen-komponen
tersebut mendekati batas umur desainnya. Penyebab kegagalan ini
adalah permasalahan pada saat produksi, missassembly, kualitas kontrol
yang kurang baik serta permasalahan pada saat proses overhaul.
2. β = 1,0 (Implies Random Failure)
Jenis kegagalan ini ditandai dengan garis horizontal lurus. Kurva
densitas probabilitas failure juga disebut sebagai kurva eksponensial.
Ini disebut random failure karena salah satu part baru atau lama,
keduanya mempunyai probabilitas yang sama terhadap failure.
Penyebab kegagalan jenis ini diantaranya adalah:
a. Maintenance error, human error.
b. Failure due to nature, foreign object damage (FOD).
c. Mixture (campuran) data dari tiga atau lebih failure modes.
d. Sistem atau komponen Weibull mix failures.
e. Interval diantara failure.

3. β > 1.0 (Implies Wear Out)


Jenis kegagalan ini menunjukkan sebuah tipe distribusi normal.
Kegagalan terjadi karena pada saat batasan umur desain, biasanya
kegagalan terjadi secara tiba-tiba. Kemungkinan kegagalan jenis ini
diantaranya adalah: “low cycle fatigue, corrosion/erosion, bearing
failure. (Abernethy:1993)

4. Penentuan parameter Eta-Usia Kegagalan Item


Eta (η) didefinisikan sama pada usia dimana suatu komponen sebesar
63.2% dimana akan mengalami kegagalan (fail). Hubungan antara (η)
dan MTTF dibedakan berdasarkan nilai (β).
a. Ketika β = 1,0 maka MTTF = η
b. Ketika β < 1,0 maka MTTF > η
c. Ketika β > 1,0 maka MTTF < η
d. Ketika β = 1,5 maka MTTF = 2.η
Setelah didapatkan nilai a dan b maka dapat dihitung nilai dari
coefficient of determination (r²). Distribusi Weibull selalu memiliki nilai
koefisien korelasi yang positif, sedangkan koefisien determinasi adalah
kuadrat dari koefisien korelasi (r²). Koefisien determinasi adalah presentase
variasi dalam data menjelaskan kecocokan distribusi. Apabila nilai koefisien
determinasi (R-squared) pada suatu estimasi mendekati angka satu (1),
maka dapat dikatakan bahwa variabel dependen dijelaskan dengan baik oleh
variabel independennya. Dan sebaliknya, apabila koefisien determinasi (R-
Squared) menjauhi angka satu (1) atau mendekati angka nol (0), maka
semakin kurang baik variabel. Oleh karena itu, dalam menentukan suatu
jenis distribusi yang digunakan harus dicari nilai r² yang paling mendekati
nilai satu (1) seperti yang ada pada tabel 2.1, untuk mendapatkan nilai r²
digunakan rumus sebagai berikut:

r=
√ ( xy−x y )2
( x 2−x 2 )
2
…………………………………………………...(2.9)

r ²=( r ) x 100 %………………………………………….........(2.10)

Tabel 2.1 Interpretasi Koefisien Korelasi


Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,80 – 1,00 Korelasi Sangat Kuat
0,60 – 0,79 Korelasi Kuat
0,40 – 0,59 Korelasi Cukup Kuat
0,20 – 0,39 Korelasi Rendah
0,00 – 0,19 Korelasi Sangat Rendah

Rata-rata (mean) merupakan nilai yang menjadikan ukuran untuk


mewakili dari suatu sampel data. Metode rata-rata masuk dalam penyajian
data (statistik) dengan kategori pemusatan data. Metode rata-rata
menggunakan persamaan sebagai berikut (Harinaldi, 2005: 27):
x=
∑ x i ………………………………………………………….
n
(2.11)
Dimana: x = rata-rata (mean) dari suatu sampel data
∑ xi = data x ke-i
n = jumlah data dalam suatu sampel

y=
∑ y i …………………………………………….....................
n
(2.12)
Dimana: x = rata-rata (mean) dari suatu sampel data
∑ yi = data y ke-i
n = jumlah data dalam suatu sampel

2.3.2 Goodness of Fit


Goodness of Fit Test merupakan suatu pengujian terhadap hipotesa
dari suatu distribusi. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah data
yang ada dapat diplot ke dalam distribusi yang dipilih. Pengujian yang
dilakukan untuk distribusi Weibull menggunakan uji mann’s. pengujian ini
dilakukan dengan membandingkan Null Hypotesis ( H 0) dengan hipotesa (
H 1). (Ebeling, 1997). Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:
H 0 = untuk data kegagalan dapat dianalisis dengan dengan distribusi Weibull.
H 1 = untuk data kegagalan tidak dapat dianalisis dengan distribusi Weibull.

Uji mann’s dilakukan dengan menentukan nilai mann’s (M), derajat


kebebasan pembilang dan penyebut. Untuk menentukan nilai mann’s, dapat
menggunakan rumus sebagai berikut:
ln t i=ln ⁡(t)……………………………………………………………(2.13)
Zi =¿ ln
[ −ln 1− ( i−0 ,5
n+0.25 )]
……………………………………………….

(2.14)

Zi +1=ln −ln 1−
[ ( i+1−0 ,5
15+0 ,25 )] ………………………………………......

(2.15)
M i=Z i+1−Z i ………………...............................................................(2.16)
ln t i+1−ln t i=ln ( t I +1 )−¿ ¿ ).……………….................................(2.17)
ln t i +1−ln t i
……………….........................................................................
Mi
(2.18)

[ ln ( t i +1 ) – lnt i
]
r−1
k1 ∑ Mi
i =k1 +1
M= k1
………………...................................................
k 2 ∑ ¿ ¿¿
i =1

(2.19)

r
Dimana: k 1= ………………..............................................................(2.20)
2
n−1
k 2= ………………...........................................................
2
(2.21)
M i=Z i+1−Z i ……………….................................................(2.22)

Jika nilai M > Fcrit maka H 1 “diterima” maka data tidak dapat
dianalisis, dan sebaliknya jika nilai M< Fcrit maka H 0 “diterima” maka data
dapat dianalisis. Nilai Fcrit dapat dilihat pada lampiran dengan menentukan
derajat kebebasan pembilang sama dengan 2k 2(x) dan derajat kebebasan
penyebut sama dengan 2k 1(y).

2.3.3 Parameter Distribusi Weibull


Berikut ini adalah beberapa parameter dalam distribusi Weibull yang
akan digunakan untuk menghitung nilai keandalan dari komponen Ignition
System.
1. Cumulative Distribution Function (CDF)
Cumulative Distribution Function disebut fungsi yang
menjumlahkan nilai kemungkinan sampai suatu kejadian tertentu. Atau
dituliskan dengan p(X≤xi), dengan persamaan sebagai berikut:
( nt ) …………………………………………………..(2.23)
β

f ( t )=1−e

Dimana: f (t) = cumulative distribution function


e = 2,718281828 adalah logaritma natural
t = time failure
β = shape parameter
η = scale parameter

2. Probability Density Function (PDF)


Probability Density Function merupakan persamaan turunan dari
CDF dengan hubungan waktu kegagalan. PDF menjelaskan bentuk
kegagalan distribusi yang ditampilkan dalam grafik. PDF menjelaskan
rata-rata peluang terjadinya kegagalan selama selang waktu tertentu
dengan persamaan yaitu sebagai berikut:
( ηt ) …………………………………………..(2.24)
β

()
β −1 −
β t
F ( t )= .e
η η
Dimana: F(t) = Probability Density Function
e = 2,718281828 adalah logaritma natural
t = time failure
η = scale parameter
β = shape parameter
3. Nilai keandalan (reliability)
Untuk distribusi Weibull menghitung nilai keandalan dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
(ηt ) ………………………………………………………(2.25)
β

R ( t )=e
Dimana: R(t) = keandalan (reliability)
e = 2,718281828 adalah logaritma natural
t = time failure
η = scale parameter
β = shape parameter

4. Nilai laju kegagalan (failure rate)


Nilai laju kegagalan atau yang biasa disebut failure rate yang
dialami suatu komponen atau sistem pada distribusi Weibull dapat
dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
( ηt )
β

()
β −1 −
β t
.e
F (t )
()
β−1
η η β t …………………………...(2.26)
λ ( t )= = =
R (t ) () η η
β
t

η
e
Dimana: λ(t) = laju kegagalan (failure rate)
e = 2,718281828 adalah logaritma natural
t = time failure
η = scale parameter
β = shape parameter

5. Mean Time to Failure (MTTF)


Mean Time to Failure (MTTF) adalah nilai rata-rata terjadinya atau
rata-rata suatu komponen dapat berfungsi sampai mengalami kegagalan.
Dalam distribusi Weibull persamaan ini dapat dihitung sebagai berikut:
MTTF=η . Г ¿)……………………………………………..(2.27)
Dimana: MTTF = Mean Time to Failure
η = Scale Parameter
Г = Gamma Function
β = Shape Parameter
Untuk menentukan nilai fungsi gamma (Г(x)) ditentukan nilainya
terlebih dahulu mencari nilai x menggunakan persamaan berikut:
x=¿ )……………………………………………………...(2.28)

2.3.4 Pesawat Boeing 737-900ER


Boeing 737-900 adalah pesawat berbadan sempit jarak pendek
hingga menengah bermesin ganda yang mampu mengangkut hingga 180
penumpang dalam tata letak dua kelas dan mampu ditingkatkan hingga 220
penumpang dalam tata letak satu kelas yang diproduksi oleh pabrikan
Amerika Boeing Commercial Airplanes. Ini adalah model 737 terbesar
Boeing 737-900 bersama dengan 737-600, 737-700 dan 737-800 anggota
dari 737 Next Generation-Family. Diluncurkan pada tahun 1993 sebagai
turunan generasi ketiga dari Boeing 737, telah diproduksi sejak tahun 1997
dan merupakan peningkatan dari seri 737 Classic (−300/-400/-500).
Pesawat ini memiliki sayap yang didesain ulang dengan area yang
lebih besar, lebar sayap yang lebih lebar, kapasitas bahan bakar yang lebih
besar, dan bobot lepas landas maksimum (MTOW) yang lebih tinggi dan
jangkauan yang lebih jauh. Ini memiliki mesin seri CFM International
CFM56-7B, kokpit kaca, dan konfigurasi interior yang ditingkatkan dan
didesain ulang. Seri ini mencakup empat varian, 600/-700/-800/-900, tempat
duduk antara 108 dan 215 penumpang. Kompetitor pesawat Boeing 737NG
adalah keluarga Airbus A320.
Model 737-600/-700/-800/-900ER menggabungkan desain sayap
baru berteknologi canggih yang membantu meningkatkan kapasitas dan
efisiensi bahan bakar, yang keduanya meningkatkan jangkauan. Pada setiap
sayap, akord meningkat sekitar 20 inci (50 cm) dan rentang total sekitar 18
kaki (5,5 m). Total luas sayap meningkat 25 persen menjadi 1.341 kaki
persegi (125 m2), memberikan kapasitas bahan bakar 30 persen lebih
banyak dengan total 6.875 galon AS (26.020 L). Blended Winglet
berteknologi baru, yang tersedia pada 737-700/800/900ER, semakin
meningkatkan kinerja. Ekstensi ujung sayap sepanjang 8 kaki (2,4 m)
meningkatkan jangkauan, efisiensi bahan bakar, dan kinerja lepas landas
sekaligus menurunkan emisi karbon, biaya perawatan engine, dan
kebisingan.
Model 737 Next-Generation terbang sekitar 3.000 mil laut (5.500
km), meningkat hingga 900 mil laut dibandingkan model 737 sebelumnya.
Hal ini meningkatkan kemampuan rute 737 di seluruh dunia. 737-700ER
yang dilengkapi dengan sembilan tangki bahan bakar tambahan memiliki
jangkauan maksimum 5.785 mil laut (10.710 km). Desain airfoil sayap
canggih memberikan kecepatan jelajah ekonomis 0,78 Mach (590 mph).
Pesawat Next-Generation 737 mampu terbang ke ketinggian
maksimum 41.000 kaki (12,5 km), dibandingkan dengan 37.000 kaki (11,3
km) untuk model 737-300/-XMR -900 dengan peningkatan kinerja dan
kesamaan yang dipertahankan dari model 737 sebelumnya. Peningkatan
kapasitas sayap, mesin, dan bahan bakar digabungkan meningkatkan
jangkauan 737 sebesar 900 nmi (1.700 km) menjadi lebih dari 3.000 nmi
(5.600 km), memungkinkan layanan lintas benua.

Gambar 2.1 Pesawat Boeing 737-900ER


Sumber: Planet Spotters
Spesifikasi dari pesawat Boeing 737-900ER terbagi menjadi
beberapa bagian yaitu:
Air Crew
Crew cockpit: 2
Cabin crew seat: 4 persons
Max. seating capacity: 215 to 220
Dimention
Length: 42,1 m (138 ft 2 in)
Height: 12,5 m ft (41 ft 2 in)
Wing Span: 112 ft 7 in (without winglets)
Fuselage height: 4,01 m (12 ft 2 in)
Interior cabin width: 3,53 m (11 ft 7 in)
Body exterior width: 3,73 m (12 ft 3 in)
Engine
Type of engine: CFM56-7B
Propulsion: 2 Turbofan Engines
Manufacturer: CFM International
Max. thrust: 28,400 lb (126,3 kN)
Fan tip diameter: 61 in
Engine length: 93 in
Engine weight (empty): 93,680 lbs
Fuel Maximal: 7,837 gallons (29,660 L)
Structure Weight
Operating empty weight: 72100 lbs
Max. Takeoff Weight: 187,679 lbs
Max. Landing Weight: 146,300 lbs
Max. zero-fuel weight: 138,276 lbs
Payload: 38880 lbs
Operational Limitation
T/O field length: 8181 ft
Service Ceiling: 41000 ft
Cruising speed: Mach 0,79 (at 35,000 ft)
Maximum speed: 0,82
Maximum Range: 3,235 nm (5,990 km)

2.3.5 Auxiliary Power Unit (APU)


2.3.5.1 Gambaran Umum Auxiliary Power Unit
A. Definisi Auxuliary Power Unit Secara Umum
Auxiliary Power Unit (APU) adalah gas turbine engine, lebih tepatnya
disebut dengan sebutan turboshaft engine. APU ini tidak seperti mesin
utama pada pesawat, APU exhaust hampir tidak menghasilkan gaya thrust.
APU ini sebagian besar hanya menghasilkan tenaga electrical yang
digunakan untuk menjalankan generator listrik dan APU ini juga
menghasilkan tekanan udara atau tenaga pneumatic. Tenaga pneumatic yang
dihasilkan oleh APU bertekanan sebesar 40 Psi dengan temperatur 3900°F-
4400°F sedangkan tenaga electrical pada APU menghasilkan tenaga sebesar
115V AC 400 Hz 3 phase 28V DC. Tenaga pneumatic digunakan untuk air
conditioning system yang berfungsi untuk mendinginkan cabin pada
pesawat dan bleed supply system yang berfungsi untuk starting engine pada
pesawat sedangkan tenaga electrical pada APU digunakan untuk lighting
system dan control-control panel yang terdapat pada cockpit pesawat.
Tujuan utama dari APU yang terdapat pada pesawat adalah untuk
memberikan kekuatan pada saat memulai mesin utama. Turbin mesin harus
dipercepat untuk kecepatan rotasi tinggi untuk memberikan kompresi udara
yang cukup untuk membuat mesin dapat beroperasi secara mandiri. Mesin
jet yang lebih kecil biasanya dimulai oleh sebuah motor listrik, sedangkan
mesin yang lebih besar biasanya dimulai oleh sebuah motor turbin udara.
Sebelum mesin dihidupkan, APU dihidupkan, umumnya oleh baterai atau
hidraulik akumulator. Setelah APU berjalan, APU memasok tenaga listrik,
tenaga pneumatic, ataupun tenaga hidraulik, tergantung desain pada APU
tersebut untuk dapat memulai mesin utama pada pesawat. APU juga
digunakan untuk menjalankan aksesoris pesawat lainnya saat mesin pesawat
dimatikan. Hal ini memungkinkan kabin pesawat menjadi nyaman bagi
penumpang, sebelum mesin pesawat dihidupkan. Daya listrik digunakan
untuk menjalankan sistem untuk preflight checks. Beberapa APU juga
dihubungkan ke pompa hidraulik, yang memungkinkan crew untuk
mengoperasikan peralatan hidraulik seperti flight controls, flap dan lain-lain
sebelum memulai mesin propeller atau turbine jet engine.
Saat on ground APU dapat menghasilkan tenaga electrical dan
tenaga pneumatic dalam waktu yang bersamaan, akan tetapi pada saat
pesawat in flight APU hanya dapat digunakan secara bergantian. Contoh
pada saat pesawat di ketinggian 10000 ft atau 3050 m, APU dapat
menghasilkan tenaga pneumatic dan tenaga electrical secara bersamaan,
akan tetapi pada saat pesawat di ketinggian 10000 ft-17000 ft atau 3050-
5200 m, APU hanya dapat menghasilkan satu tenaga saja yaitu tenaga
electrical atau tenaga pneumatic secara bergantian, dan pada saat pesawat
ketinggian 17000 ft-35000 ft atau 5200 m-10700 m, APU hanya dapat
menghasilkan tenaga electrical saja. Biasanya APU digunakan ketika
pesawat on ground dan jarang digunakan ketika pesawat in flight, hal ini
karena supply tenaga pneumatic dan tenaga electrical sudah didapatkan dari
engine pada pesawat tersebut. APU terpasang pada ekor pesawat terbang
yang terletak di bagian bawah

Gambar 2.3 Lokasi APU


Sumber: Aircraft Maintenance Manual Boeing 737-600/700/800/900

2.3.5.2 Prinsip Kerja Auxiiliary Power Unit


Sistem kerja APU pada dasarnya hampir sama cara kerjanya dengan
engine pada pesawat yaitu tiga proses kerja. Proses kompresi
(compression), proses pembakaran (ignition) dan ekspansi (expantion).
Ketiga operasi APU ini masing-masing terjadi di air intake, kompresor
(compressor), ruang bakar (combustion chamber), turbine dan exhaust.
Siklus kerja pada engine APU yang merupakan gas turbine engine sama
seperti mesin piston 4 langkah. Akan tetapi pada gas turbine engine
pembakaran terjadi pada tekanan yang konstan berbeda dengan engine
piston dimana pembakaran terjadi pada volume yang konstan. Kedua
siklus mesin menunjukan bahwa tiap langkah terdapat proses langkah
hisap, langkah tekanan, langkah kerja, dan langkah buang. Proses pada
mesin piston terjadi secara bertahap (intermittent combustion) di dalam
ruang mesin dimana pada mesin gas turbin, terjadi secara terus menerus
(continuous combustion).

Gambar 2.5 Siklus Kerja Mesin Turbojet


Sumber: www.wikipedia.wordpress.com
Jumlah bahan bakar yang dibakar dan panas yang keluar pada
pembuangan (exhaust) adalah indikator dari kesehatan engine APU.
Ketika komponen-komponen APU mengalami keausan ataupun
kerusakan, kenaikan Exhaust Gas Temperature (EGT) dan peningkatan
konsumsi bahan bakar dapat terjadi.
APU sama halnya dengan engine dimana terjadi sistem kerja
pembakaran dan proses konversi energy. Berikut adalah siklus brayton
yang menjelaskan kondisi proses dalam engine. Untuk udara gas ideal
dalam sikuls brayton dapat dijelaskan seperti pada gambar berikut:

Gambar 2.6 Siklus Brayton


Sumber: www.wikipedia.wordpress.com
Siklus ideal dari sistem turbin gas sederhana adalah siklus brayton.
Siklus brayton terdiri dari proses:
1-2: Proses kompresi isentropik dalam kompresor.
2-3: Proses pemasukan kalor pada tekanan P konstan.
3-4: Proses ekspansi isentropik dalam turbin.
4-1: Proses pembuangan kalor tekanan konstan dalam alat pemindah
kalor
1. Compression
Proses kompresi terjadi di bagian compressor. Compressor adalah
bagian atau komponen yang merupakan sumber penghasil tekanan
udara. Tekanan udara hasil kompresi tersebut akan dicampur dengan
bahan bakar di dalam combustion chamber dan dibakar, hasil
pembakaran kemudian diexpantionkan dan memutar turbin.
Compressor berfungsi untuk menghisap dan menaikkan tekanan
udara atmosfir yang masuk ke dalam compressor di mana temperatur
udara tersebut juga naik.
2. Combustion (Pembakaran)
Proses pembakaran APU pada system start engine APU digunakan
untuk mempercepat starting APU dan menyuplai pengapian untuk
pembakaran (Combustion) di combustion chamber. Proses
pembakaran dan start system beroperasi dan bekerja secara otomatis.
System pembakaran APU mempunyai ignition unit, igniter plug,
igniter cable. Udara bertekanan dari compressor ini masuk kedalam
ruang bakar (combustion chamber). Bahan bakar disemprotkan ke
dalam combustion chamber yang di dalamnya terdapat udara
bertekanan dan kemudian dinyalakan dengan suatu alat penyala
(igniter) hingga terbakar. Compressor dan combustion chamber
menghasilkan media kerja dengan energi yang tinggi, kemudian
melakukan ekspansi dalam suatu turbine gas dan menghasilkan gaya
poros. Media kerja adalah gas yang dipergunakan untuk
menghasilkan kerja pada turbine yaitu gas hasil pembakaran di
dalam ruang bakar. Dalam unit ini, energi kimia dari bahan bakar
dirubah menjadi energi panas, kemudian diubah menjadi energi
mekanis.
a. Ignition Unit
Ignition unit menghasilkan high voltage melalui igniter cable.
Ignition unit memiliki komponen transformer, vibrator,
rectifier, booster oil, dan suatu capacitor series.
b. Igniter Plug
Igniter plug menghasilkan energy panas yang tinggi untuk
pembakaran mixture (campuran fuel dan udara) dalam
combustion chamber. Igniter plug terpasang di bagian depan
samping dari combustion chamber.
c. Igniter Cable
Igniter cable merupakan material low-resistance antara
ignition unit dan igniter plug. Igniter cable mempunyai
pembatas conductor electric.
3. Expanation
Proses expantion terjadi pada bagian combustion chamber diteruskan
ke turbine kemudian ke exhaust. APU exhaust system bertugas
mengirim keluar atau mengeluarkan gas sisa pembakaran dari APU
engine. APU exhaust system memiliki exhaust duct dan aft fairing
assembly. Pada saat mesin dimatikan, pesawat masih memerlukan
pasokan listrik untuk instrument serta alat lainnya dan juga udara
bertekanan (pneumatic) yang disebut bleed air untuk menjalankan
AC. Hal ini berfungsi untuk memberikan kenyamanan di cabin pada
saat penumpang naik pesawat sebelum engine dinyalakan. Tenaga
pneumatic yang dihasilkan oleh APU digunakan untuk starting
engine. Dengan cara mengalirkan udara bertekanan (pneumatic) ke
mesin turbine pesawat sehingga turbine berputar, ketika putarannya
mencukupi, bahan bakar akan dimasukkan ke ruang bakar
(combustion chamber) dan menghasilkan pembakaran menggunakan
igniter (pematik). Fungsi utama dari APU pesawat adalah untuk
memberikan power saat starting engine utama pesawat. Mesin
turbine dipercepat untuk kecepatan rotasi tinggi agar memberikan
kompresi udara yang cukup pada saat engine beroperasi. Jet engine
yang lebih kecil biasanya distart oleh sebuah motor listrik,
sedangkan engine yang lebih besar biasanya distart oleh motor
turbine udara. APU start menggunakan electrical power DC pada
saat normal dan akan menggunakan baterai pesawat dalam keadaan
abnormal seperti contoh emergency shutdown atau APU fire. APU
akan memberikan daya listrik dan pneumatic untuk memulai engine
utama pesawat. Power listrik digunakan untuk menjalankan sistem
saat preflight check. APU juga dikoneksikan ke pompa hydraulic,
yang berfungi mengoperasikan peralatan hydraulic (seperti flight
control atau flaps) sebelum engine dinyalakan. Fungsi ini dapat juga
digunakan pada pesawat, sebagai cadangan pada saat terbang atau
sistem hydraulic rusak. Pesawat dengan APU juga dapat
menggunakan elektrical power dan pneumatic, yang memberikan
pesawat power dan dapat dioperasikan tanpa bantuan Ground
Support Equipment (GSE) pada saat di ground.
2.3.5.3 Jenis Axiliary Power Unit pada Pesawat Boeing 737 – 900 ER
APU AS 131-9(B) , adalah jenis Auxiliary Power Unit yang
dipakai pada Pesawat Boeing 737 – 900ER

Gambar 2.4 APU AS 131-9(B)


Sumber: www.wikipedia.wordpress.com
2.3.5.4 Bagian-bagian pada Auxiliary Power Unit AS 131-9B
Auxiliary power unit memiliki 3 bagian utama. Berikut adalah bagian-
bagian dari komponen auxiliary power unit:
1. Power Section
Power section merupakan bagian generator gas engine dan
menghasilkan semua power shaft APU. Power section terdiri dari
tiga bagian, yaitu turbin yang menerima daya carian fluida yang
melewatinya, ruang bakar yang menambahkan energi pada fluida
yang melewati turbin, dan kompresor yang menghisap udara ke
dalam power unit. Turbin bertugas untuk menggerakkan bagian-
bagian pada perlengkapan engine, kipas pendingin udara, dan
kompresor yang mengalirkan fluida ke arah pesawat dan fluida yang
akan dialirkan ke power unit. Turbin sendiri memiliki bagian-bagian
kecil yang mempunyai peranannya masing-masing, yaitu: cakram
turbin dan pipa turbin. Komponen-komponen turbin terdapat pada
turbine plenim dan dilengkapi dengan receiver untuk
mengkompresikan udara yang berasal dari kompresor. Turbine torus
assembly mengalirkan gas hasil pembakaran ke turbine nozzle dan
mengarahkan gas tersebut menuju cakram turbin pada sudut dan
kecepatan yang telah ditentukan. Turbine shroud mengililingi suhu
turbin dan mengalirkan gas buang ke exhaust pipe turbine. Ruang
bakar terdiri dari beberapa bagian, yaitu: garis ruang, pengabutan,
dan pengapian. Garis ruang merupakan tempat terjadinya proses
pembakaran gas hasil campuran udara dengan bahan bakar pada
udara yang masuk ke combustion liner. Combustion liner dirancang
dengan adanya lubang-lubang pada dindingnya yang berfungsi
sebagai tempat udara bertemperatur rendah, agar proses pembakaran
gas tidak menyentuh dinding combustion liner.
2. Load Compressor Section
Load compressor pada umumnya berupa shaft-mounted compressor
yang menghasilkan tenaga pneumatic pada pesawat, sedangkan
beberapa-beberapa extract bleed air APU dihasilkan melalui
compressor power section. Ada dua alat penggerak, yaitu inlet guide
vanes yang berfungsi untuk mengatur aliran udara yang mengalir ke
load compressor dan surge control valve yang berfungsi untuk
menstabilkan operasi mesin turbo. Load compressor section terdiri
dari sebuah kompresor yang tersambung pada poros utama. Namun,
penempatannya berseberangan dengan kompresor pada power unit.
Kompresor ini yang bertugas untuk mengalirkan udara ke badan
pesawat yang nantinya akan dimanfaatkan untuk menggerakkan
engine utama dan untuk mengatur tekanan udara yang berada di
dalam cabin pesawat.
3. Gearbox Section
Gearbox section ini berfungsi untuk mentransfer tenaga dari shaft
utama engine ke generator oil cooler untuk tenaga listrik. Melalui
gearbox, power juga ditransfer ke aksesoris engine seperti fuel
control unit, modul pelumasan, dan kipas pendingin. Selain itu, ada
juga starter motor yang terhubung melalui gear train untuk
melakukan fungsi awal dari APU. Beberapa desain APU
menggunakan kombinasi starter generator untuk menyalakan APU
dan pembangkit tenaga listrik untuk mengurangi kompleksitas. Pada
pesawat Boeing 787 yang membutuhkan suplai listrik yang besar,
APU hanya berfungsi untuk memberikan tenaga listrik ke pesawat.
Tidak adanya sistem pneumatic hal ini bertujuan untuk
menyederhanakan desainnya, namun besarnya kebutuhan listrik
memerlukan generator yang besar. Gearbox section terdiri dari roda
gigi dan engine accessories yang terdiri dari bahan bakar, pompa oli,
tombol sentrifugal, starter generator, dan tachometer generator. Pada
sistem roda gigi, poros utama dihubungkan ke roda gigi utama, lalu
roda gigi tersebut disambungkan pada roda gigi yang tersambung
pada engine accessories.

2.3.5.5 Cara Kerja APU secara Umum


Sebelum air inlet door terbuka, APU dinyalakan melalui tombol APU
yang terdapat di cockpit pesawat. Setelah tombol APU tersebut itu
ditekan, maka battery akan menggerakkan motor pada APU, lalu dari
gerakan motor itu akan menyebabkan gearbox pada APU ikut bergerak
atau berputar, setelah gearbox ikut bergerak atau berputar maka air inlet
door akan terbuka dan udara akan terhisap masuk ke dalam. Ada 2
tabung pada APU jadi udara yang terhisap ini akan terbagi menjadi 2
arah.
Tabung pertama akan mengarahkan udara ke combustion chamber dan
tabung yang ke dua akan mengarahkan udara ke pneumatic. Udara yang
mengarah ke tabung combustion chamber akan diexpantion oleh fuel
nozzle ke exhaust. combustion chamber ini dikelilingi oleh fuel noozle
dan udara yang masuk tersebut akan langsung disemprotkan ke exhaust
oleh fuel nozzle dan terjadilah proses expantion.
Sebelum udara berhasil mengalir ke combustion chamber, ada valve
yang bisa terbuka dan tertutup. Jika speed udara yang masuk ini sudah
mencapai kecepatan 55% RPM, maka valve tersebut akan terbuka secara
otomatis. Valve ini dapat terbuka karena adanya komponen yang
bernama ECB atau Electronic
Control Base. ECB ini lah yang memerintahkan agar valve yang tertutup
tadi dapat terbuka. ECB ini hanya akan memerintahkan valve tersebut
untuk terbuka jika speed pada udara yang masuk sudah mencapai 55%
RPM. Speed udara ini dapat diukur oleh tacho meter pada APU.
Sedangkan udara yang mengarah ke tabung pneumatic ini adalah udara
untuk menghasilkan air conditioning pada cabin pesawat. Udara yang
masuk ke tabung pneumatic ini akan diubah dari udara normal menjadi
udara dingin dengan alat yang bernama heat exchanger.

2.3.5.6 Perawatan pada Auxiliary Power Unit


Maintenance atau perawatan merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan
untuk memastikan bahwa suatu komponen atau sistem yang terdapat
pada pesawat udara tetap bekerja sesuai dengan keinginan pemakainya.
Hal ini sangat diperlukan karena bagian-bagian komponen pada pesawat
udara memiliki batas usia tertentu, jadi meskipun komponen tersebut
tidak atau belum gagal dalam pelaksanaan tugasnya tetapi umur atau
batas usia pemakaiannya telah mencapai batas, maka komponen tersebut
harus segera diganti. Oleh karena itu, perawatan yang baik dan didukung
oleh data-data perawatan yang tersusun dengan baik akan menjadikan
fungsi suatu pesawat atau kehandalan (reliability) tetap terjaga serta
membuat pesawat memiliki usia pemakaian yang lama dan tetap dalam
kondisi yang baik.
Tujuan dan sistem pemeliharaan ini adalah untuk meningkatkan kualitas
produksi pemeliharaan sehingga dapat dicapai tingkat kehandalan dan
kesiapan pesawat yang optimal sesuai dengan dukungan yang tersedia.
Sistem inspeksi progressive meliputi beberapa kegiatan inspeksi yang
masing-masing berdiri sendiri dan tidak merupakan kelanjutan antara
kegiatan yang satu dengan yang lainnya.
Cara mengetahui kerusakan pada komponen auxiliary power unit dapat
dilakukan dengan cara visual check. Visual check adalah pemeriksaan
dengan cara melihat langsung komponen tersebut terjadinya aus, crack,
karatan ataupun kerusakan lain yang menyebabkan komponen tidak
berfungsi maka komponen tersebut harus diganti, agar dapat
melaksanakan inpection terlebih dahulu dapat melakukan removal atau
installation pada komponen tersebut. Inspection terjadwal ini yaitu
inspection rutin yang pengecekannya dilakukan pada setiap pesawat
setelah landing ataupun pesawat yang menginap yang tidak tergantung
sesuai dengan jadwal jam terbang pemeriksaannya.
2.3.5.7 Perawatan Pada Auxiliary Power Unit
Maintenance atau perawatan merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan
untuk memastikan bahwa suatu komponen atau sistem yang terdapat
pada pesawat udara tetap bekerja sesuai dengan keinginan pemakainya.
Hal ini sangat diperlukan karena bagian-bagian komponen pada pesawat
udara memiliki batas usia tertentu, jadi meskipun komponen tersebut
tidak atau belum gagal dalam pelaksanaan tugasnya tetapi umur atau
batas usia pemakaiannya telah mencapai batas, maka komponen tersebut
harus segera diganti. Oleh karena itu, perawatan yang baik dan didukung
oleh data-data perawatan yang tersusun dengan baik akan menjadikan
fungsi suatu pesawat atau kehandalan (reliability) tetap terjaga serta
membuat pesawat memiliki usia pemakaian yang lama dan tetap dalam
kondisi yang baik.
Tujuan dan sistem pemeliharaan ini adalah untuk meningkatkan kualitas
produksi pemeliharaan sehingga dapat dicapai tingkat kehandalan dan
kesiapan pesawat yang optimal sesuai dengan dukungan yang tersedia.
Sistem inspeksi progressive meliputi beberapa kegiatan inspeksi yang
masing-masing berdiri sendiri dan tidak merupakan kelanjutan antara
kegiatan yang satu dengan yang lainnya.
Cara mengetahui kerusakan pada komponen auxiliary power unit dapat
dilakukan dengan cara visual check. Visual check adalah pemeriksaan
dengan cara melihat langsung komponen tersebut terjadinya aus, crack,
karatan ataupun kerusakan lain yang menyebabkan komponen tidak
berfungsi maka komponen tersebut harus diganti, agar dapat
melaksanakan inpection terlebih dahulu dapat melakukan removal atau
installation pada komponen tersebut. Inspection terjadwal ini yaitu
inspection rutin yang pengecekannya dilakukan pada setiap pesawat
setelah landing ataupun pesawat yang menginap yang tidak tergantung
sesuai dengan jadwal jam terbang pemeriksaannya.
a. Tugas Perawatan (Mintenance)
 Lubrikasi
 Cek Operasional (Visual check)
 Cek Fungsional
 Overhoul
 Penggantian (Discard, Lifetime)
b. Kebijakan perawatan
 Hardtime (HT) yaitu batasan waktu untuk melakukan tugas
perawatan
 On Condition (OC) yaitu suatu keadaan yang memerlukan
inspection atau test berulang untuk menentukan kondisi dari
unit atau sistem.
 Condition Monitoring (CM) yaitu suatu kebijakan yang
diterapkan untuk item yang tidak bisa diberlakukan HC atau
OC.
c. Tipe tugas dalam pengerjaan perawatan, antara lain :
 Servicing yaitu pengecekan, pembersihan, dan penggantian
filter.
 Inspection yaitu mendeteksi adanya kerusakan.
 Testing yaitu memastikan bahwa komponen bekerja dengan
baik.
 Kalibrasi yaitu memastikan bahwa komponen masih dalam
batas waktu yang ditentukan.
 Penggantian yaitu penggantian terhadap komponen yang
sudah rusak.
Suatu kondisi pesawat atau mesin ditentukan berdasarkan
jumlah jam terbang atau jumlah cycle dari suatu pesawat,
artinya jika jam terbang dari suatu pesawat atau mesin telah
habis maka pesawat atau mesin tersebut sudah tidak layak
terbang walaupun kondisinya masih bagus. Pada APU
terdapat istilah jumlah jam operasional guna menggambarkan
suatu kondisi kelayakan APU tersebut pada saat APU
digunakan atau dioperasikan.
Perawatan atau perbaikan pada APU khususnya APU AS
131-9(B) sama pentingnya dengan perawatan atau perbaikan
pada bagian-bagian lain pesawat, walaupun APU merupakan
suatu mesin dalam sistem pesawat terbang yang digunakan
atau dioperasikan hanya pada saat start awal saja guna
keperluan penyalaan sistem pesawat, seperti penyalaan mesin
utama pesawat, sistem penerangan, sistem air conditioning,
dan lain-lain. Selain itu APU juga merupakan suatu mesin
pada sistem pesawat yang dirancang dengan dilengkapi
sistem proteksi otomatis yang sangat tinggi, artinya jika
terdapat suatu kerusakkan atau kebocoran pada sistem-sistem
yang terdapat pada APU tersebut maka dengan sendirinya
APU tersebut secara otomatis akan mengirim sinyal
peringatan atau menghentikan operasionalnya (auto
shutdown).
d. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam proses perawatan terhadap
kompenen APU adalah:
 Mencari dan mengumpulkan data APU, seperti life limit
engine, konfigurasi mesin, dan lain-lain.
 Melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap
komponen APU secara visual maupun dengan menggunakan
alat bantu terhadap kerusakkan seperti crack, scrape, rubs,
scratch dan kerusakkan lainnya yang disebabkan karena
panas, gesekan, pembebanan yang berlebihan dan lain-lain.
 Melakukan pencatatan mengenai komponen-komponen yang
terpasang maupun yang tidak terpasang.
 Melaksanakan pembongkaran komponen APU atau bagian
suatu mesin sesuai work order.
 Melaksanakan pemasangan kembali komponen APU atau
bagian suatu mesin sesuai dengan work order.
 Menyeimbangkan komponen APU atau bagian suatu mesin
yang berputar seperti compressor, turbine dan lain-lain.
 Melaksanakan pencucian dan pembersihan dengan
mengunakan bahan kimia terhadap komponen APU atau
bagian suatu mesin dari kotoran, oli, cat, karat, dan lain-lain.

2.3.6 FMECA (Failure Mode Effect & Critical Analysis)


Pengunaan metode FMECA (Failure Modes Effects & Criticality
Analysis) sangat baik, karena dimana metode ini adalah merupakan suatu
teknik untuk mengevaluasi ataupun mendesain keandalan dari komponen
pada suatu sistem dengan cara meneliti potensi modus kegagalanya untuk
menentukan dampak yang ditimbulkan, baik dari keberhasilan sistem
tersebut ataupun keselamatan pengguna dan peralatan, sehingga dapat
diketahui kemungkinan kondisi paling kritis pada komponen tersebut
(Sumarta, Suweca, & Setiawan. 2019).
FMECA pada awalnya dikembangkan oleh National Aeronautics and
Space Administrasi (NASA) untuk meningkatkan dan memverifikasi
keandalan program luar angkasa. Dengan standarisasi militer yaitu MIL-
STD-1629 yang menetapkan persyaratan dan prosedur untuk melakukan
FMECA, untuk mengevaluasi dan mendokumentasikan, dengan mode
kegagalan analisis, dampak potensial dari setiap kegagalan fungsional atau
perangkat keras pada misi keberhasilan, personel dan keamanan sistem,
pemeliharaan, dan kinerja sistem.
Dalam penggunakan metode FMECA (Failure Modes Effects &
Criticality Analysis) ada beberapa tahapan yaitu :
1. Membuat worksheet FMECA, adapun ketentuannya bisa dilihat pada
MIL-STD-1629a.
2. Memberikan number indentification.
3. System definition. Meliputi item, fungsi, failure, efek failure.
4. Memberikan Ground Rules and Assumption.
5. Severity Classification.
Setiap mode kegagalan item dievaluasi dalam hal potensi terburuk
konsekuensi pada tingkat sistem yang mungkin timbuh dari kegagalan item.
Sebuah keparahan klasifikasi harus ditetapkan untuk setiap efek tingkat
sistem. Klasifikasi keparahan ditetapkan untuk setiap mode kegagalan yang
diidentifikasi dan setiap item dianalisis sesuai dengan kategori berikut
(RAC. 1993):
a. Category I Catastrophic: kegagalan yang dapat mengakibatkan
tidak berfungsinya sistem atau kehilangan sistem.
b. Category II Critical: kegagalan yang dapat menyebabkan kerusakan
parah, yang berdampak hilangnya fungsi.
c. Category III Marginal: kegagalan yang dapat menyebabkan
kerusakan ringan, tetapi mengakibatkan keterlambatan atau
kerugian ketersediaan atau degradasi misi.
d. Category IV Minor: kegagalan yang tidak cukup serius untuk
mengakibatkan kerusakan, tetapi mengakibatkan pemeliharaan atau
perbaikan yang tidak terjadwal.
6. CA (Criticality Analysis)
Criticality Analysis yaitu suatu metode untuk menentukan tingkat
paling kritis dari suatu komponen. analisisnya disebut Mode
Kegagalan, Analisis Efek dan Kekritisan. Untuk perhitungan angka
kekritisan dilakukan dengan menyelesaikan lembar kerja CA yang
didalamnya terdapat perhitungan untuk CA dengan menggunakan
persamaan berikut:
Cm = β.α.λp.t…………………………………………………
(2.17)
Dimana:
Cm: Failure mode criticality
β: The conditional probability of mission loss.
α: Failure mode ratio. (rasio modus kegagalan adalah nilai
kemungkinan kegagalan yang sudah dinormalisasikan, sedangkan
nilainya didapatkan dari literature. Adapun jika data tidak tersedia
pada literature maka penentuan nila α dengan mengasumsikan
berdasarkan modus kegagalan).
λp: Part failure rate (in failures per million hours).
t: Duration of applicable mission.
Untuk mengetahui nilai dari Critical Item menggunakan persamaan
berikut:
Cr=Σ(Cm)n ………………………………………………….(2.18)
Dimana:
Cr: The criticality number for the item being analyzed.
Cm: Failure mode criticality
n: The current failure mode of the item being analyzed for a
particular severity classification.
7. Criticality Rangking.
Merupakan peringkat kekritisan yang dapat ditampilkan dengan
sejumlah cara. Pertama, matriks kekritisan digunakan untuk memplot
kekritisan mode kegagalan dengan keparahan efek kegagalan.
Menampilkan item peringkat kekeritisan yang mencantumkan item
penting dalam urutan menurun, berdasarkan item kekritisan (Cr).
Kemudian menunjukan peringkat kekritisan mode kegagalan yang
mencantumkan mode kegagalan kritis unit dalam urutan menurun,
berdasarkan kekritisan mode kegagalan (Cm).

You might also like