You are on page 1of 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN DIAGNOSA


MEDIS CHRONIC KIDNEY DISEASE DI RUANG MELATI III
RSUD DOKTER SOEKARDJO

(Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Program Pendidikan Profesi Ners Stase KMB)

Disusun Oleh :
IRMA NURMALA
321FK09039

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
TASIKMALAYA
2023

1
A. Definisi
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan

metabolism serta keseimbangan cairan dan elektrolit akiba destruksistruktur

ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik

uremik) di dalam darah (Muttaqin dan Sari, 2011).

Sedangkan menurut Black (2014) Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah

gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana

tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal memelihara

keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum.

Pada pasien gagal ginjal kronis mempunyai karakteristik bersifat menetap,

tidak bisa disembuhkan dan memerlukan pengobatan berupa, trensplantasi

ginjal, dialysis peritoneal, hemodialysis dan rawat jalan dalam waktu yang

lama (Desfrimadona, 2016).

2
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis

didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan

atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,

2010).CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi

dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,

irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam

mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit,

sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009). Gagal ginjal

kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible

dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia berupa retensi

urea dan sampah lain dalam darah (Brunner & Suddarth, 2002).

Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal pada

3
dinding abdomen di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra

T12 hingga L3. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena

besarnya lobus hepar. Ginjal dibungkus oleh tiga lapis jaringan. Jaringan

yang terdalam adalah kapsula renalis, jaringan pada lapisan kedua adalah

adiposa, dan jaringan terluar adalah fascia renal. Ketiga lapis jaringan ini

9 berfungsi sebagai pelindung dari trauma dan memfiksasi ginjal

(Tortora, 2011).

Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat

terang dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap.

Korteks ginjal mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap

nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari

beberapa massa-massa triangular disebut piramida ginjal dengan basis

menghadap korteks dan bagian apeks yang menonjol ke medial. Piramida

ginjal berguna untuk mengumpulkan hasil ekskresi yang kemudian

disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis

ginjal (Tortora, 2011).

Fisiologi Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur

volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan

mengekresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal

dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus dengan

reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di

sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di eksresikan

keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin (Price dan

Wilson, 2012).

Menurut Sherwood (2011), ginjal memiliki fungsi yaitu:

4
a) Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.

b) Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan

dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. 10

c) Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.

d) Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.

e) Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.

Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin,

yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan

filtrasi sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler

glomerulus ke kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali

protein, di filtrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat

glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama dengan plasma.

Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas oleh kapiler glomerulus tetapi

tidak difiltrasi, kemudian di reabsorpsi parsial, reabsorpsi lengkap dan

kemudian akan dieksresi (Sherwood, 2011).

B. Tanda dan Gejala

1) Tekanan darah tinggi

2) Perubahan frekuensi dan jumlah buang air kecil dalam sehari

3) Adanya darah dalam urin

4) Lemah serta sulit tidur

5) Kehilangan nafsu makan

6) Sakit kepala

7) Tidak dapat berkonsentrasi

8) Gatal

5
9) Sesa

10) Mual & muntah

11) Bengkak, terutama pada kaki dan pergelangan kaki, serta pada kelopak mata

waktu pagi hari

C. Etiologi

Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju

filtrasi glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate

(GFR). Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013):

1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat

menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginajl. Lesi yang

paling sering adalah Aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan

konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah. Hyperplasia

fibromaskular pada satu atau lebih artieri besar yang juga menimbulkan

sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang

disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di obati, dikarakteristikkan

oleh penebalan, hilangnya elastistisitas system, perubahan darah ginjal

mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.

2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis

3. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli

yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri

ini mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara

ascenden dari traktus urinarius bagiab bawah lewat ureter ke ginjal

sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang disebut

pielonefritis.

6
4. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak

meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal

5. dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati

amiloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal

pada dinding pembuluh darah secara serius merusak membrane

glomerulus.

6. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau

logam berat.

7. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan

kontstriksi uretra.

8. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan

kondisi keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong

berisi cairan didalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan

ginjal yang bersifat konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.

Menurut perjalanan klinisnya (Corwin, E (2019):

1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat

menurun hingga 25% dari normal.

2. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan

nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan

BUN sedikit meningkat diatas normal.

3. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi,

anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati

perifer, pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma),

yang ditandai dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum

kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan

7
gejala yang komplek.

D. Patofisiologi

Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap

fungsi dari nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang

masih utuh untuk mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit.

Mekanisme adaptasi pertama adalah dengan cara hipertrofi dari nefron yang

masih utuh untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi

tubulus.

Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan

beban solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan

glomerolus dan tubulus tidak dapat dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan

antara filtrasi dan reabsorpsi disertai dengan hilangnya kemampuan

pemekatan urin. Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium,

yaitu :

a. Stadium I

Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan

ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan

pasien asimptomatik.

b. Stadium II

Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75%

jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate)

besarnya hanya 25% dari normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung

dari kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat

disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai akibat dari kegagalan

8
pemekatan urin.

c. Stadium III

Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron

telah hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR

(Glomerulus Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin

serum dan BUN akan meningkat.Klien akan mulai merasakan gejala yang

lebih parah karena ginjal tidak lagi dapat mempertahankan homeostasis

cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi isoosmotik dengan plasma

dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang dari 500 cc/hari.

E. Pathway

9
F. Klasifikasi

Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju

Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2

dengan rumus kockrof – gault sebagia berikut :

Klasifikasi penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajadnya.

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)

10
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2015 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

G. Pemeriksaan Penunjang

1) Radiologi

Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi

yang terjadi.

2) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/

obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu

penderita diharapkan tidak puasa.

3) cIVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter

4) Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan

tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.

5) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan

parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung

kemih serta prostat.

6) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan

(vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.

7) Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi perikardial.

8) Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk

falanks jari), kalsifikasi metastasik.

9) Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini

dianggap sebagai bendungan.

10) Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversibel.

11
11) EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda

perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).

12) Biopsi ginjal

13) Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang,

kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :

 Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan

hipoalbuminemia.

 Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.

 Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum

dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh

karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan

steroid, dan obstruksi saluran kemih.

Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada diet

rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.

 Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan

 Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan

menurunnya diuresis

 Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis

1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.

 Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama

Isoenzim fosfatase lindi tulang.

 Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan

gangguan metabolisme dan diet rendah protein.

 Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada

gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer)

12
 Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan,

peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya

lipoprotein lipase.

 Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang

menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang

menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal

ginjal.

H. Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :

a) Konservatif

- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin

- Observasi balance cairan

- Observasi adanya odema

- Batasi cairan yang masuk

b) Dialysis

- Peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.

Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidakbersifat

akut adalah CAPD (Continues Ambulatori PeritonialDialysis )

- Hemodialisis. Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di

venadengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis

dilakukanmelalui daerah femoralis namun untuk mempermudah

makadilakukan :

- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri

- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )

13
c) Operasi

- Pengambilan batu

- Transplantasi ginjal

Penatalaksanaan menurut sumber lain:

Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan

cairan elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai

berikut (Muttaqin, 2011):

1) Dialisis

Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal

yang serius, seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis

memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein dan

natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan

perdarahan dan membantu penyembuhan luka.

Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode

terpi yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu

membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan

apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga

tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu

dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis

(a) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)

Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan

menggunakan mesin dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan.

Pada proses ini darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam

mesin dialiser. Didalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat

racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan

14
khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai di bersihkan, darah

dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali

seminggu di rumah salit dan setiap kalinya membutuhkan waktu

sekitar 2-4 jam

(b) Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)

Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah

dengan bantuan membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi,

darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan

disaring oleh mesin dialisis.

2) Koreksi hiperkalemi

Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat

menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah

jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah,

hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi

hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake

kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.

3) Koreksi anemia

Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiens

kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.

Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb.

Tranfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya

ada infusiensi coroner.

4) Koreksi asidosis

Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.

Natrium Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan

15
100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika

diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga

mengatasi asidosis.

5) Pengendalian hipertensi

Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator

dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus

hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.

6) Transplantasi ginjal

Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik,

maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

I. Komplikasi

Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurut Smeltzer (2013)yaitu :

1) Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi asidosis metabolik, katabolisme

danmasukan diit berlebih.

2) Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah

uremik dandialisis yang tidak adekuat.

3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem

reninangiotensin-aldosteron.

4) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah

merah.

5) Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium

serum rendah,metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.

6) Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer,

Hiperuremia

16
J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1) Data Fokus Pengkajian

Pengkajian pada klien gagal ginjal kronis sebenarnya hampir sama

dengan klien gagal ginjal akut, namun disini pengkajian lebih menekankan

pada support system untuk mempertahankan kondisi keseimbangan dalam

tubuh. Dengan tidak optimalnya atau gagalnya fungsi ginjal, maka tubuh

akan melakukan upaya kompensasi selagi dalam batas ambang kewajaran.

Tetapi jika kondisi ini berlanjut (kronis), maka akan menimbulkan berbagai

manifestasi klinis yang menandakan gangguan sistem tersebut. Berikut ini

adalah pengkajian keperawatan pada klien dengan gagal ginjal kronik

(Prabowo, 2014) :

2) Pemeriksaan Fisik

(a) Kulit, rambut dan kuku

Inspeksi : warna kulit, jaringan parut, lesi,dan vaskularisasi. Amati

adanya pruritus, dan abnormalitas lainnya. Palpasi : palpasi kulit untuk

mengetahui suhu, turgor, tekstur, edema, dan massa.

(b) Kepala

Inspeksi : kesimetrisan muka. Tengkorak, kulit kepala (lesi, massa).

Palpasi : dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah dari

tengah tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk

kepala pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan akar rambut.

(c) Mata

Inspeksi : kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya. Amati

daerah orbital ada tidaknya edema, kemerahan atau jaringan lunak dibawah

17
bidang orbital, amati konjungtiva dan sklera (untuk mengetahui adanya

anemis atau tidak) dengan menarik/membuka kelopak mata. Perhatikan

warna, edema, dan lesi. Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea)

dengan berdiri disamping klien dengan menggunkan sinar cahaya tidak

langsung. Inspeksi pupil, iris. Palpasi : ada tidaknya pembengkakan pada

orbital dan kelenjar lakrimal.

(d) Hidung

Inspeksi : kesimetrisan bentuk, adanya deformitas atau lesi dan cairan

yang keluar. Palpasi : batang dan jaringan lunak hidung adanya nyeri,

massa, penyimpangan bentuk.

(e) Telinga

Inspeksi : amati kesimetrisan bentuk, dan letak telinga, warna,dan lesi.

Palpasi: kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak, tulang telinga ada

nyeri atau tidak.

(f) Mulut dan faring

Inspeksi : warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan kongenital,

kebersihan mulut, faring.

(g) Leher

Inspeksi : bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya

pembengkakan, jaringan parut atau massa. Palpasi : kelenjar limfa/kelenjar

getah bening, kelenjar tiroid.

(h) Thorak dan tulang belakang

Inspeksi : kelainan bentuk thorak, kelainan bentuk tulang belakang,

pada wanita (inspeksi payudara: bentuk dan ukuran). Palpasi : ada tidaknya

krepitus pada kusta, pada wanita (palpasi payudara: massa).

18
(i) Paru posterior, lateral, interior

Inspeksi : kesimetrisan paru, ada tidaknya lesi. Palpasi : dengan

meminta pasien menyebutkan angka misal 7777. Bandingkan paru kanan dan

kiri. Pengembangan paru dengan meletakkan kedua ibu jari tangan ke

prosesus xifoideus dan minta pasien bernapas panjang. Perkusi : dari puncak

paru kebawah (supraskapularis/3-4 jari dari pundak sampai dengan torakal

10). Catat suara perkusi: sonor/hipersonor/redup. Auskultasi: bunyi paru saat

inspirasi dan akspirasi (vesikular, bronchovesikular, bronchial, tracheal: suara

abnormal : wheezing, ronchi, krekels.

(j) Jantung dan pembuluh darah

Inspeksi : titik impuls maksimal, denyutan apical Palpasi : area

aorta pada interkosta ke-2 kiri, dan pindah jari-jari ke intercostae 3, dan 4

kiri daerah trikuspidalis, dan mitralpada interkosta 5 kiri. Kemudian pindah

jari dari mitral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri. : untuk mengetahui batas

jantung (atas-bawah, kanan-kiri). Auskultasi : bunyi jantung I dan II untuk

mengetahui adanya bunyi jantung tambahan.

(k) Abdomen

Inspeksi : ada tidaknya pembesaran, datar, cekung, kebersihan

umbilikus. Palpasi : epigastrium, lien, hepar, ginjal. Perkusi : 4 kuadran

(timpani,hipertimpani, pekak). Auskultasi :4 kuadran (peristaltik usus diukur

dalam 1 menit, bising usus).

(l) Genetalia

Inspeksi :inspeksi anus (kebersihan, lesi, massa,

perdarahan) dan lakukan tindakan rectal touch (khusus laki-laki untuk

19
mengetahui pembesaran prostat), perdarahan, cairan, dan bau. Palpasi:

skrotum dan testis sudah turun atau belum.

(m) Ekstremitas

Inspeksi : inspeksi kesimetrisan, lesi,massa Palpasi : tonus otot,

kekuatan otot. Kaji sirkulasi : akral hangat/dingin, warna, Capillary Refill

Time (CRT). Kaji kemampuan pergerakan sendi. Kaji reflek fisiologis :

bisep, trisep, patela, arcilles. Kaji reflek patologis : reflek plantar.

3) Diagnosa Keperawatan

Kemungkinan diagnosa yang muncul pada klien

dengan gagal ginjal kronik yaitu:

(a) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi-perfusi, perubahan membrane alveolus-kapiler.

(b) Ketidakefektifan pola napas b/d ansietas, hiperventilasi, keletihan,

nyeri, obesitas, posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru dan

sindrom hipoventilasi.

(c) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran

arter/vena, penurunan konsentrasi hemoglobin.

(d) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi,

kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan cairan

(e) Defisit nutrisi berhubungan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient,

ketidakmampuan mencerna makanan, faktor psikologis (keengganan

untuk makan)

(f) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2, kelemahan.

(Nurarif & Kusuma, 2015, Tim Pokja SDKI, 2017)

20
4) Rencana Tindakan keperawatan
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Hipervolemia Manajemen
Setelah dilakukan Tindakan Hipervolemia
keperawatan selama 3 x 8 Observasi :
1. Periksa tanda dan
jam maka hypervolemia gejala hipervolemia
meningkat dengan kriteria (edema, dispnea,
suara napas
hasil : tambahan)
2. Monitor intake dan
1. Asupan cairan meningkat output cairan
2. Haluaran urin meningkat 3. Monitor jumlah dan
3. Edema menurun warna urin
4. Tekanan darah membaik Terapeutik
5. Turgor kulit membaik 4. Batasi asupan
cairan dan garam
5. Tinggikan kepala
tempat tidur
Edukasi
6. Jelaskan tujuan

2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi


keperawatan selama 3x8 Observasi
jam diharapkan pemenuhan 1. Identifikasi status
kebutuhan nutrisi pasien nutrisi
tercukupi dengan kriteria 2. Identifikasi makanan
hasil: yang disukai
3. Monitor asupan
1. intake nutrisi tercukupi
makanan
2. asupan makanan dan cairan 4. Monitor berat
tercukupi badan
Terapeutik
5. Lakukan oral
hygiene sebelum

21
makan, jika perlu
6. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
7. Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Edukasi
8. Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
9. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang
dibutuhkan, jika perlu
11. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
antiemetik, jika
6. perlu pemberian
medikasi sebelum
Makan
3. Nausea Setelah dilakukan tindakan Manajemen Mual
keperawatan selama 3x8 Observasi
jam maka nausea membaik 1. Identifikasi
dengan kriteria hasil: pengalaman mual
1. Nafsu makan membaik 2. Monitor mual (mis.
2. Keluhan mual menurun Frekuensi, durasi,
3. Pucat membaik dan
4. Takikardia membaik 100 Tingkat keparahan)
kali/menit) Terapeutik
3. Kendalikan faktor
lingkungan penyebab
(mis. Bau tak sedap,
suara,dan rangsangan
visual yang tidak
menyenangkan)
4. Kurangi atau
hilangkan keadaan
penyebab mual (mis)
5. Kecemasan,ketak utan,
kelelahan)
4. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Perawatan
integritas kulit keperawatan selama 3x8 integritas kulit
jam diharapkan integritas Obsevasi
kulit dapat terjaga dengan 1. Identifikasi penyebab
kriteria hasil: 6. Anjurkan
1. Integritas kulit yang baik menggunakan
bisa dipertahankan pelembab (mis.
2. Perfusi jaringan baik Lotion atau
3. Mampu melindungi kulit serum)
7. Anjurkan mandi dan

22
dan mempertahankan menggunakan sabun
kelembaban kulit secukupnya
8. Anjurkan minum air
yang cukup
9. Anjurkan
Menghindari terpapar
suhu ekstrem
4 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan
pertukaran gas keperawatan selama 3x8 respirasi
jam diharapkan pertukaran Observasi
gas tidak terganggu dengak 1. Monitor
kriteria hasil: frekuensi, irama, kedalaman
1. Tanda-tanda vital dan upaya napas
dalam rentang normal 2. Monitor pola
2. Tidak terdapat otot bantu napas
napas 3. Monitor saturasi
3. Memlihara kebersihan paru oksigen
dan bebas dari tanda-tanda 4. Auskultasi bunyi napas
distress pernapasan Terapeutik
4. Nafsu makan membaik 5. Atur interval
5. Keluhan mual menurun pemantauan respirasi
6. Pucat membaik sesuai kondisi pasien
6. Bersihkan sekret
pada mulut dan hidung, jika
perlu
7. Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
8. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
9. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
10. Informasikan hasil
pemantauan
Kolaborasi
7. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen

23
5. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
aktivitas keperawatan selama 3x8 Observasi
jam toleransi aktivitas 1. Monitor
meningkat dengan kriteria kelelahan fisik
hasil: 2. Monitor pola dan jam
1. Keluhan lelah menurun tidur
2. Saturasi oksigen dalam Terapeutik
rentang normal (95%- 3. Lakukan latihan
100%) rentang gerak
3. Frekuensi nadi dalam pasif/aktif
rentang normal (60-100 4. Libatkan keluarga
kali/menit) dalam melakukan
4. Dispnea saat beraktifitas dan aktifitas, jika perlu
setelah beraktifitas menurun Edukasi
(16-20 kali/menit) 5. Anjurkan
melakukan
aktifitassecara bertahap
6. Anjurkan
keluarga untuk
memberikan penguatan
positif
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
6. Resiko penurunan Setelah dilakukan asuhan Perawatan Jantung
curah jantung keperawatan selama 3x8 Observasi:
jam diharapkan penurunan 1. Identifikasi tanda dan
curah jantung meningkat gejala primer
dengan kriteria hasil: penurunan curah
1. Kekuatan nadi perifer jantung (mis.
meningkat Dispnea, kelelahan)
2. Tekanan darah membaik 2. Monitor tekanan
100-130/60-90 mmHg darah
3. Lelah menurun 3. Monitor saturasi
4. Dispnea menurun dengan oksigen
frekuensi 16-24 x/menit Terapeutik :
2. Posisikan semi- fowler
atau fowler
3. Berikan terapi
Oksigen
Edukasi
4. Ajarkan teknik
relaksasi napas dalam
5. Anjurkan beraktifitas
fisik sesuai toleransi
Kolaborasi
kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu

24
7. Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi
tidak efektif perawatan selama 3x8 jam Observasi
maka perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi perifer
meningkat dengan kriteria (mis. Nadi perifer,
hasil: edema, pengisian
1. denyut nadi perifer kapiler, warna, suhu)
meningkat 2. Monitor
2. Warna kulit pucat menurun perubahan kulit
3. Kelemahan otot menurun 3. Monitor panas,
4. Pengisian kapiler membaik kemerahan, nyeri atau
5. Akral membaik bengkak
6. Turgor kulit membaik 4. Identifikasi faktor
risiko gangguan
sirkulasi
Terapeutik
5. Hindari pemasangan
infus atau pengambilan
darah di area
keterbatasan perfusi
6. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
7. Lakukan pencegahan
infeksi
8. Lakukan perawatan
kaki dan kuku
Edukasi
7. Anjurkan berhent
merokok
8. Anjurkan berolahraga
rutin
9. Anjurkan mengecek air
mandi untun
menghindari kulit
terbakar
10. Anjurkan meminum
obat pengontrol
tekanan darah secara
teratur
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu

25
9 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
Observasi
1. Identifikasi factor
pencetus dan pereda
nyeri
2. Monitor kualitas nyeri
3. Monitor lokasi dan
penyebaran nyeri
4. Monitor intensitas nyeri
dengan menggunakan
skala
5. Monitor durasi dan
frekuensi nyeri
Teraupetik
6. Ajarkan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
7. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
8. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
9. Anjurkan
menggunakan analgetiksecar
tepat
Kolaborasi

10. Kolaborasi pemberian


obat analgetik

26
1. Implementasi

Implementasi digunakan untuk membantu klien dalam mencapai

tujuan yang sudah ditetapkan melalui penerapan rencana asuhan

keperawatan dalam bentuk intervensi. Pada tahap ini perawat harus

memiliki kemampuan dalam berkomunikasi yang efektif, mampu

menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu, observasi

sistematis, mampu memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan

dalam advokasi dan evaluasi (Asmadi, 2008). Implementasi adalah

tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan

ini mncangkup tindakan mandiri dan kolaborasi (Tarwoto & Wartonah,

2011).

2. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap kelima dari proses keperawatan. Tahap

ini sangat penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau

kesejahteraan klien (Perry & Potter, 2013). Hal yang perlu diingat bahwa

evaluasi merupakan proses kontinu yang terjadi saat perawat melakukan

kontak dengan klien. Selama proses evaluasi perawat membuat

keputusan- keputusan klinis dan secara terus-menerus mengarah kembali

ke asuhan keperawatan.

Tujuan asuhan keperawatan adalah membantu klien

menyelesaikan masalah kesehatan actual, mencegah terjadinya masalah

risiko, dan mempertahankan status kesehatan sejahtera. Proses evaluasi

menentukan keefektifan asuhan keperawatan yang diberikan.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Andra, S.W., & Yessie, M.P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal


Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta:
Nuha Medika

2. Desfrimadona, (2016). Kualitas Hidup pada Pasien Gagal ginjal


Kronik dengan Hemodialisa di RSUD Dr. M. Djamil Padang.
Diploma Thesis Univesitas Andalas

3. Muttaqin, Arif, Kumala, Sari. (2019). Askep Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

4. Nurarif & Kusuma, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Dan NANDA NIC-NOC Jilid 2 Medaction

5. Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid
2. Jogjakarta. Mediaction Jogja.

6. PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi


dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

7. PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi


dan Tindakan Keprawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

8. PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

9. Smeltzer & Bare. (2015). Textbook of Medical Surgical Nursing


volume 1). Philladelphia: Lippincott Williams 7 Wilkins.

10. Wijaya&Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Keperawatan


Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.
Cetakan Pertama.

28
29

You might also like