You are on page 1of 31

MODUL PEKERJAAN

TANAH DASAR
(MODUL 3)
By.
Tim Silabus Abipraya
DAFTAR ISI

17. Penyelidikan dan Pengambilan Contoh Tanah 1


17.1. Tujuan dan Lingkup Penyelidikan 1
17.2. Teknologi Bantu Untuk Penyelidikan Tanah 2
17.3. Pengambilan Contoh 5
17.4. Penyelidikan dan Pengambilan Contoh Tanah dan Batuan Untuk
Tujuan Rekayasa 6
17.5. Kegunaan 6
17.6. Peralatan 6
17.7. Teknik Pemetaan 7
17.8. Rencana Eksplorasi (Explorasi Plan) 7
18. Pengujian Tanah 13
18.1. Analisis Ukuran Butir 13
18.2. Berat Jenis Tanah 15
18.3. Pengujian Konsisten dan Indeks 16
18.4. Pengujian Hubungan Berat Isi Dengan Kadar Air 19
18.5. Pengujian CBR di Laboratorium 21
Filename: MOdul Pekerjaan Tanah Dasr 3.docx
Directory: E:\Buku Pedoman Konstruksi
Template:
C:\Users\muhammad_rahhal\AppData\Roaming\Microso \Templat
es\Normal.dotm
Title:
Subject:
Author: Muhammad Rahhal Nazzala
Keywords:
Comments:
Crea on Date: 28/12/2023 08:45:00
Change Number: 1
Last Saved On: 28/12/2023 09:02:00
Last Saved By: Muhammad Rahhal Nazzala
Total Edi ng Time: 13 Minutes
Last Printed On: 28/12/2023 09:04:00
As of Last Complete Prin ng
Number of Pages: 1
Number of Words: 86 (approx.)
Number of Characters: 491 (approx.)
17. Penyelidikan dan pengambilan contoh tanah

17.1 Tujuan dan lingkup penyelidikan

Penyelidikan tanah yang seksama mempunyai kedudukan yang penting dalam disain dan
pelaksanaan pembangunan jalan, karena hasil penyelidikan tanah akan menjadi bekal bagi
para perencana (designer) dan pelaksana/kontraktor.

Secara umum, penyelidikan tanah mencakup aspek-aspek sebagai berikut:


(1) Eksplorasi kondisi tanah di sekitar proyek melalui pemboran atau cara lain, serta
pembuatan profil yang menunjukkan keadaan tanah.
(2) Pemeriksaan dan pengujian contoh tanah serta menyimpulkan informasi untuk
selanjutnya dijadikan rekomendasi.

Pada Tabel 1 ditunjukkan tujuan penyelidikan tanah dalam rekayasa jalan sebagai berikut:
(1) Penetapan lokasi jalan, baik dalam arah horizonal maupun vertikal.
(2) Pemilihan bahan timbunan.
(3) Disain kemiringan lereng, baik pada galian maupun timbunan.
(4) Penetapan volume pekerjaan tanah, pemuaian dan penyusutan (bulking and shrinkage)
dan volume penggalian batuan.
(5) Disain drainase, baik permukaan maupun bawah permukaan.
(6) Penanganan tanah dasar.
(7) Disain tebal perkerasan.
(8) Pemilihan bahan lokal yang dapat digunakan sebagai lapis pondasi atas melalui
stabilisasi.

Penyelidikan tanah dapat dilakukan dengan beberapa cara, tergantung pada peralatan yang
tersedia dan kedalaman data yang ingin diperoleh. Cara-cara tersebut adalah:
(1) Pengamatan dan pemeriksaan visual.
(2) Pengujian untuk klasifikasi, disamping pengamatan dan pemeriksaan visual.
(3) Penyelidikan rinci sifat-sifat spesifik tanah, disamping pengujian klasifikasi.

Tergantung pada keperluan data, penyelidikan rinci tentang sifat-sifat spesifik tanah sangat
beragam, mulai pengujian yang menggunkan contoh tidak asli (misal pengujian pemadatan)
sampai pengujian yang menggunakan contoh asli (undsiturbed samples) yang biasanya
menjadi kepentingan ahli mekanika tanah.

1
Tabel.1. Tujuan penyelidikan tanah serta pengujian tambahan yang diperlukan
JENIS REKAYASA ASPEK REKAYASA YANG TUJUAN PENYELIDIKAN PENGUJIAN TAMBAHAN
TERKAIT YANG DIPERLUKAN
□ Penetapan lokasi jalan ■ Alinyemen horizontal
• Menghindari lokasi daerah tanah
jelek; misal pit dan lempung
lunak.
• Menhindari lokasi daerah yang
rentan longsor dan mudah
tergenang air.
• Alinyemen vertikal

• Menghindarkan timbunan yang


tinggi di atas tanah lunak atau
strata tidak stabil.
• Mengurangi/menghindarkan galian
batuan atau strata yang tidak
stabil.
• Mempertahankan letak permukaan
tanah dasar pada posisi aman di
atas permukaan air tanah.
■ Stabilitas pondasi di bawah • Kekuatan geser (untuk
timbunan • Mengetahui penyelidikan lebih mengecek disain).
lanjut yang diperlukan.
• Mengetahui berbagai
kemungkinan cara meningkatkan
daya dukung tanah pondasi
timbunan.
• Mengetahui indikasi kemungkinan
penurunan pada pipa dan gorong-
gorong.
■ Stabilitas strata batuan • Mengetahui indikasi longsor pada
tanah dan batuan (berdasar
inspeksi visual dan informasi awal
geologi).
□ Pemilihan bahan ■ Kecocokan bahan galian ° Pemadatan, untuk
timbunan ■ Lokasi sumber bahan mendapatkan informasi
• Mengetahui jenis-jenis tanah: lebih pasti tentang
• Mengetahui mutu tanah sebagai kepadatan serta pemuaian
bahan timbunan. (bulking) dan penyusutan
• Mengetahui indikasi berat isi tanah.
setelah dipadatkan.
• Mengetahui jenis alat yang
diperlukan untuk pekerjaan tanah
□ Disain lereng galian ■ Potongan melintang galian & • Mengetahui perkiraan lereng yang ° Pengujain kuat geser (untuk
& timbunan timbunan aman pada timbunan dan galian. tanah kohesif), untuk disain
dan kasus- kasus yang
meragukan.
□ Penentuan volume ■ Volume galian ° Pengujian kepadatan, untuk
• Mengetahui volume galian pit atau
pekerjaan tanah estimasi volume yang lebih
batuan.
tepat.
• Mengetahui perkiraan pemuaian
(bulking) dan penyusutan tanah.
□ Disain drainase
■ Drainase bawah permukaan • Mengetahui letak muka air tanah.
■ Drainase permukaan
• Mengetahui lokasi saluran atau
empang untuk pembuangan air.
• Mengetahui lokasi mata air.
□ Penyiapan tanah dasar ■ Penanganan tanah dasar • Tergantung pada fitrah/keadaan
tanah dan cuaca.
□ Disain perkerasan ■ Tebal perkerasan • Mengetahui perkiraan tebal o Penyelidikan husus untuk
perkerasan (tergantung pada memperkirakan tebal
volume lalu-lintas). perkerasan lebih tepat.
□ Stabilisasi ■ Bahan lokal untuk lapis • Mengetahui perkiraan berbagai cara ° Penyelidikan lebih rinci.
pondasi atas perkerasan stabilisasi.
lentur
17.2 Teknologi bantu untuk penyelidikan tanah

Untuk menunjang penyelidikan tanah, dewasa ini telah berkembang dua teknologi, yaitu:

1) . Sistem klasifikasi tanah pedologi yang berkaitan dengan peta tanah untuk pertanian

2
Klasifikasi pedologi merupakan salah satu sistem yang dikembangkan oleh akhli pertanian
(agronomists) yang sangat berguna dalam mengklasifikasikan tanah untuk keperluan
rekayasa.

Pedologi, atau ilmu tanah, adalah suatu ilmu yang memperlakukan tanah, termasuk
keadaan di alam, sifat-sifat, formasi, cara memfungsikan, kinerja serta cara memanfaatkan
dan manajemen.

Ilmuwan tanah mendefinisikan tanah sebagai “kumpulan benda-benda alam yang terdapat
pada permukaan bumi (di beberap tempat mengalami perubahan, baik akibat alam atau
bahkan perbuatan manusia) yang mengandung benda-benda hidup dan penunjungnya
atau bahan yang mampu menunjang tanaman luar” (‘the collection of natural bodies on
the earth’s surface, in places modified or even made by man of earthy materials, containing
plants out of doors”). Menurut definisi tersebut, lapisan tanah jarang yang mempunyai
tebal lebih dari 2 m.

Pembentukan tanah dipengaruhi oleh bahan induk, cuaca, relif permukaan lahan, tumbuh-
tumbuhan dan lamanya proses. Apabila pembentukan tanah berlangsung dalam kurun
waktu yang cukup lama, dinyatakan dalam ribuan tahun, maka beberapa sifat tanah
cenderung lebih dikendalikan oleh cuaca, relif dan tumbuh-tumbuhan daripada oleh bahan
induknya.

Manfaat klasifikasi pedologi dipandang lebih terasa dalam pengambilan contoh di


lapangan. Pembuatan profil lapangan dapat dikurangi menjadi hanya pemboran
pengecekan (check boring), dan pada sebagian besar kasus, pembuatan profil rinci
mungkin hanya terbatas pada daerah transisi tanah yang satu dengan tanah yang lain.
Klasifikasi yang ideal adalah yang mencakup posisi bahan induk dan topogrfai serta hasil
pengujian. Oleh karena itu, informasi pedologi dan geologi harus selalu digunakan
bersama-sama dengan hasil pengujian standar untuk klasifikasi.

a. Deskripsi tanah

Tanah terdiri atas lapisan-lapisan berurutan dalam arah vertikal yang dikenal horizon,
kecuali untuk tanah yang sangat muda, lereng yang sangat tidak stabil, atau bahan
yang secara kimia tidak bereaksi dengan bahan lain, misal pasir kuarsa. Berbagai
horizon tanah dinyatakan dengan simbul huruf sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 1.

Ilmuwan tanah mendeskripsikan horizon tanah dengan warna, tekstur, struktur,


konsistensi serta distribusi akar dan pori. Disamping itu, dideskripsikan pula fitrah dan
bentuk horizon peralihan antara horizon-horizon yang berdampingan.

Untuk setiap jenis tanah yang terdapat pada suatu daerah yang disurvai, biasanya
ilmuwan tanah membuat banyak profil tanah. Berdasarkan informasi dari profil-profil
tersebut, selanjutnya dipilih profil yang mewakili dan dari setiap horizon diambil
contohnya untuk analisis di laboratorium yang berkaitan dengan batas Atterberg,
kandungan bahan organik dan kepadatan. Apabila diperlukan, dapat ditentukan pula
garam tanah (salinity) dalam hubungannya dengan konduktifitas elektrik dan

3
komposisi sari tanah. Disamping itu, kandungan gipsum dapat ditentukan pula bila
perlu.

Gambar 1. Horizon utama tanah (Sumber: Asphalt Isntitute, 1993)

2) . Penafsiran foto udara

Meskipun metoda penafsiran foto udara sebagaimana yang dilakukan dalam pemetaan
tanah tidak diuraikan secara lengkap pada tulisan ini, namun beberapa konsep dasar serta
beberapa manfaat dan keterbatasan dicoba dibahas.

Insinyur dan teknisi tanah yang berminat lebih jauh tentang identifikasi dan pemetaan
tanah melalui foto udara, dapat mempelajari buletin yang diterbitkan oleh instansi terkait.

Tiga prinsip yang mendasari identifikasi tanah melalui foto udara adalah:

a. Foto udara dapat menghasilkan secara teliti tentang ciri-ciri fisik permukaan bumi,
tidak hanya ciri-ciri alamiah tetapi juga ciri-ciri atas perbuatan manusia. Berdasarkan
ciri-ciri permukaan dan bawah permukaan (subsurface), foto tersebut dapat
menunjukkan hasil proses alam yang aktif dalam pembentukan tanah residual serta
pembentukan tanah pindahan.

b. Bahan yang sama ditunjukkan dengan pola foto yang sama, demikian pula, bahan
yang tidak sama ditunjukkan dengan pola foto yang tidak sama. Sehubungan dengan
hal tersebut, untuk jenis tanah dan lingkungan tertentu, ciri-ciri permukaan dan bawah
permukaan dapat dikelompokkan menurut pola yang unik.

4
Pola tanah yang ditunjukkan oleh foto udara adalah bersifat berulang (repetitive);
misal, tanah lowa adalah sama dengan tanah Ukraina sehingga pola foto pada kedua
daerah tersebut adalah benar-benar sama.
Faktor-faktor yang digunakan dalam penafsiran foto udara disebut elemen pola tanah
yang terdiri atas elemen alam dan elemen buatan manusia. Elemen alam mencakup
bentuk lahan, tumbuhan, warna tanah, sistem drainase, sistem dan bentuk lembah (gully
system and shape) dan ciri-ciri erosi; sedangkan elemen buatan manusia mencakup
penggunaan lahan, pola lapangan, kendali erosi dan drainase serta alinyemen jalan raya
dan jalan kereta api.

Pada suatu kondisi, mungkin suatu elemen mendominasi suatu pola sehingga menjadi
pedoman utama untuk menentukan jenis tanah. Namun demikian, jenis tanah umumnya
ditentukan berdasarkan gabungan beberapa elemen.

Setelah semua elemen dipelajari dan dievaluasi, maka juru tafsir yang terlatih sering kali
dapat menentukan ciri-ciri dan luas berbagai tanah pada suatu daerah.

Apabila memungkinkan, maka perlu dilakukan survai lapangan, yaitu untuk melengkapi,
memastikan dan menyesuaikan hasil penafsiran foto udara.

meskipun teknologi foto udara untuk identifikasi dan pemetaan tanah sangat berguna bagi
insinyur tanah, namun hal tersebut mempunyai keterbatasan yang perlu diperhatikan.

Dua keterbatasan yang dipandang menonjol adalah:

□ Pada daerah dimana gedung dan bangunan lain mencakup daerah yang luas,
biasanya paling sulit digunakan foto udara untuk mengkaji tanah.

□ Perlu diingat bahwa foto hanya merekam ciri-ciri yang terdapat pada permukaan. Hal
tersebut biasanya lebih menyulitkan bagi insinyur pondasi daripada bagi insinyur jalan
raya atau lapang terbang. Namun demikian, dalam beberapa kasus, ciri-ciri
permukaan mencerminkan dengan baik keadaan endapan tanah sampai kedalaman
yang cukup besar. Apabila kasus tersebut tidak dijumpai, maka kendala dapat diatasi
dengan cara mengkaji secara seksama bentuk dan gradien lembah (gully shape and
gradients). Lembah tersebut biasanya menembus cukup dalam sampai mencapai
endapan dan menunjukkan bagian dalamnnya sehingga dapat dikaji oleh juru tafsir.

Meskipun mempunyai kendala di atas dan kendala lainnya, namun teknologi foto udara
tetap penting bagi insinyur tanah yang bergerak di bidang jalan raya dan lapang terbang
serta dipandang akan berkembang di masa yang akan datang.

17.3 Pengambilan contoh

Dalam rangka mengidentifikasi berbagai jenis tanah yang terdapat di lokasi jalan dan sumber
bahan hendaknya dilakukan pemboran pada titik-titik yang jumlahnya memadai dan kemudian
dilakukan pengambilan contoh setiap jenis tanah untuk diuji dan dievaluasi lebih lanjut. Agar
contoh yang diambil mewakili tanah di lapangan, maka titik-titk pengambilan contoh hendaknya
ditetapkan secara acak. Dengan teknik tersebut, lokasi pengambilan contoh ditetapkan
sedemikian rupa sehingga semua titik pada daerah yang diselidiki mempunyai kesempatan
yang sama untuk diselidiki. Dengan demikian, penetapan lokasi dengan teknik tersebut adalah
“tidak memihak”, karena sepenuhnya berdasarkan “kesempatan”.

Setelah contoh tanah diperoleh, maka contoh tersebut diuji dan dianalisis untuk mengetahui
gradasi, kadar air dan kekuatan tanah. Selanjutnya, tanah diklasifikasikan menurut sifat-sifat
yang dapat mempengaruhi kinerja tanah dasar.

5
Salah satu hal yang diperhatikan pada saat penyelidikan tanah adalah, apabila informasi yang
dikumpulkan pada saat penyelidikan dan contoh tanah yang dikirim ke laboratorium tidak
mewakili keadaan sebenarnya, maka hasil pengujian, betapapun telitinya, akan menyesatkan
dan sia-sia. Oleh karena itu, maka penyelidikan tanah harus dilakukan dengan seksama.

17.4 Penyelidikan dan pengambilan contoh tanah dan batuan untuk tujuan rekayasa

Penyelidikan, pengambilan contoh dan identifikasi bahan bawah permukaan melibatkan teknik
yang rumit yang coba dikembangkan melalui berbagai prosedur dan penafsiran. Hal tersebut
sering kali hanya berlaku untuk suatu lokasi tertentu serta dipengaruhi oleh kondisi geologi dan
geografi, tujuan penyelidikan, tuntutan disain serta latar belakang, keahlian dan pengalaman
petugas.

Tujuan penyelidikan adalah untuk mengidentifikasi dan mengetahui penyebaran vertikal dan
horizontal setiap jenis tanah dan batuan serta kondisi muka air tanah yang terdapat di suatu
lokasi proyek dan selanjutnya menghimpun karakteristik bahan bawah permukaan melalui
pengambilan contoh dan pengujian di tempat. Pengujian contoh tanah dan batuan dilakukan
menurut standar AASHTO atau ASTM atau standar lain yang baku.

17.5 Kegunaan

Penyelidikan yang seksama terhadap tanah, batuan dan muka air tanah akan memberikan
informasi untuk keperluan sebagai berikut:
(1) Penentuan lokasi bangunan, baik dalam arah vertikal maupun horizontal.
(2) Penentuan lokasi dan evaluasi pendahuluan bahan jalan, baik yang berasal dari lokasi
proyek atau tempat lain.
(3) Penentuan perlu-tidaknya teknik khusus untuk penggalian dan pengeringan.
(4) Penyelidikan stabilitas lereng alam, galian dan timbunan.
(5) Pemilihan jenis timbunan, pondasi dan barir hidrolik.
(6) Penyelidikan rinci untuk perencanaan dan pengembangan sumber air tanah.
(7) Identifikasi kontaminasi air tanah serta pengembangan pengkajian pemantauan rinci.
(8) Pengembangan penyelidikan rinci bawah permukaan untuk bangunan atau fasilitas khusus.

Penyelidikan bawah permukaan terhadap tanah, batuan dan air tanah memerlukan contoh yang
cukup banyak dan mutu yang sesuai dengan kebutuhan pengujian untuk menentukan kelas
tanah dan batuan atau jenis mineral atau kedua-duanya serta untuk menentukan sifat- sifat
teknis yang diperlukan pada disain.

Pedoman ini tidak mutlak harus diikuti, tetapi teknik lain yang lebih sesuai dapat digunakan.

17.6 Peralatan

Jenis peralatan yang diperlukan untuk penyelidikan bawah permukaan tergantung pada
berbagai faktor, diantaranya adalah jenis bahan bawah permukaan, kedalaman penyelidikan,
keadaan terein dan tujuan penggunaan data.

Untuk penyelidikan tanah sampai kedalaman antara 1 sampai 3 m, peralatan yang dipandang
cocok adalah:
• Bor tangan (hand augers)
• Pembuat lubang (hole diggers)
• Skop (shovels)
• Tabung pengambil contoh (push tube samplers)

Untuk pemeriksaan ditempat (in situ examination) tentang lapisan tanah dan untuk pengambilan
contoh bahan yang mengandung butiran yang sangat besar, diperlukan peralatan penggalian,
misal, backhoes, draglines dan drilled pier augers (screw or bucket).

6
17.7 Teknik pemetaan

Untuk pemetaan cakupan formasi geologi dan untuk mengevaluasi variasi sifat-sifat tanah dan
batuan dapat digunakan teknik penginderaan jarak jauh atau teknik geofisika.

Peralatan pemetaan dengan spektral satelit dan pesawat terbang, yaitu LANDSAT, dapat
digunakan untuk mengetahui dan memetakan cakupan daerah bahan bawah permukaan dan
struktur geologi. Penafsiran terhadap foto udara dan rekaman satelit (satelite imagery) dapat
mengetahui lokasi dan dapat mengidentifikasi ciri-ciri menonjol tentang geologi yang mungkin
menjadi petunjuk adanya patahan (faults) dan rekahan (fractures). Untuk memastikan informasi
yang diperoleh dari penginderaan jarak jauh, umumnya diperlukan pengecekan lapangan.

Dalam beberapa situasi, teknik refraksi/refleksi gelombang atau penetrasi radar (ground
penetrating radar) dapat digunakan untuk memetakan horizon tanah dan kedalaman profil,
muka air tanah serta kedalaman sampai batuan. Teknik induksi elektro magnetik, resistifitas
elektrikal dan polarisasi terinduksi (atau resistifitas kompleks) dapat digunakan untuk
memetakan variasi kandungan dan mutu air, horizon lempung, stratifikasi dan kedalaman
sampai lapisan batuan. Pada kondisi spesifik, teknik lain geofisika, yaitu metoda gravitasi dan
magnetik mungkin dapat berguna juga.

Pengukuran crooshole shear wave velocity dapat menghasilkan parameter-parameter tanah


dan batuan untuk keperluan analisis dinamis.

Standar AASHTO dan ASTM mengenai pemboran dan pengambilan contoh yang dewasa ini
tersedia adalah:
▪ AASHTO T 203-82 on auger boring
▪ AASHTO T 206-81 on Standard penetration test
▪ AASHTO T 207-81 on thin walled tube sampling
▪ AASHTO T 225-83
on diamond core drilling bit
▪ AASHTO T 223-76
on field vane shear test
- ASTMD 3385 on double ring infiltrometer
▪ ASTM D 3341 on cone penetration tests
▪ ASTM D 3350 on ring-lined barrel sampling

17.8 Rencana eksplorasi (exploration plan)

Sebelum rencana akhir eksplorasi disusun, terlebih dulu perlu ditetapkan persyaratan mengenai
disain dan kinerja proyek. '

Penyelidikan yang lengkap terhadap tanah, batuan dan air tanah hendaknya mencakup
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1) . Survai pendahuluan di sekitar proyek

Sebelum kegiatan lapangan dimulai, setiap data teknis perlu terlebih dulu dikaji. Hal
tersebut mencakup sekurang-kurangnya peta topografi, rekaman satelit, peta geologi, hasil
survai lahan, hasil survey sumber mineral serta peta teknis tanah di sekitar proyek.
Pengkajian perlu dilakukan juga terhadap laporan penyelidikan bawah permukaan pada
daerah-daerah yang berdekatan dengan lokasi proyek.

Catatan 1
Apabila peta dan laporan yang lama sudah kuno (tidak berlaku lagi) dan mempunyai
nilai yang terbatas dibandingkan dengan pengetahuan yang berlaku sekarang, maka
pembandingan peta dan laporan lama dengan peta dan laporan yang baru sering
memberikan informasi berharga yang tidak terduga.

7
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi merupakan sumber pokok peta geologi dan
laporan-laporan mengenai sumber mineral dan air tanah.

Laporan survai tanah oleh Lembaga Penelitian Tanah, Departemen Pertanian, apabila ada
dan mutakhir, akan berguna bagi insinyur untuk memperkirakan rentang karakteristik profil
tanah sampai kedalaman 1,5 atau 2 m untuk setiap tanah yang dipetakan.

Catatan 2
Setiap jenis tanah mempunyai suatu profil tanah pembeda, sebagai akibat umur, bahan
induk, relif, kondisi cuaca dan tumbuhan penutup. Hal tersebut dapat membantu dalam
mengidentifikasi berbagai jenis tanah yang masing-masing memerlukan pertimbangan
dan pananganan teknis yang khusus. Apabila profil tanah mempunyai karakteristik
teknis yang sama, maka tanah akan mempunyai sifat-sifat teknis yang sama pula.
Perubahan sifat-sifat tanah di daerah yang berdekatan, sering menunjukkan perubahan
bahan induk atau relif.

Pada daerah dimana data deskriptif terbatasi oleh peta geologi atau tanah yang tidak
memadai, maka tanah dan batuan tersingkap yang terdapat di sekitar lokasi proyek harus
dikaji dan kemudian berbagai profil tanah dan batuan perlu dicatat. Pencatatan di lapangan
pada pengkajian tersebut hendaknya mencakup data yang diuraikan di bawah.

Apabila peta pendahuluan yang mencakup daerah di sekitar proyek diperlukan, maka peta
tersebut dapat dibuat pada peta foto udara yang menunjukkan kondisi lahan. Distribusi
lapisan tanah dan batuan utama yang mungkin dijumpai pada saat penyelidikan dapat
ditunjukkan dengan menggunakan data yang diperoleh dari peta geologi dan survai
pendahuluan terbatas. Para penafsir foto udara yang berpengalaman dapat memperoleh
banyak data bawah permukaan dari pengkajian foto hitam-putih, berwarna atau impra
merah, karena kondisi tanah atau batuan, atau kedua-duanya, pada daerah yang
mempunyai cuaca dan tumbuhan yang sama, biasanya mempunyai pola foto udara yang
sama pula.

Untuk daerah yang tidak mempunyai informasi cukup, maka pengetahuan tentang kondisi
bawah permukaan dapat diperoleh dari para pemilik lahan, tukang bor sumur lokal dan
orang-orang yang bekerja sebagai kontraktor.

Catatan 3
Peta pendahuluan di atas dapat diperluas menjadi peta teknis yang rinci dengan cara
membubuhkan semua lubang uji, sumur uji (pits) dan titik-titik pengambilan contoh serta
dengan cara merevisi batas-batas yang diperoleh dari survai rinci bawah permukaan.

2) . Penentuan kondisi bawah permukaan

Kondisi bawah permukaan hanya dapat ditentukan pada masing-masing sumur uji, lubang
uji, lubang bor, atau galian terbuka. Profil stratigrafi dapat dibuat hanya melalui penyelidikan
rinci dimana penentuan hubungan antara kedalaman dan lokasi berbagai jenis tanah dan
batuan dapat dilakukan. Fase penyelidikan tersebut dapat dilakukan dengan cara
menggambarkan batang profil (logs) lapisan tanah dan batuan yang nampak pada dinding
galian atau lubang uji, atau kedua-duanya, serta dengan menginterpolasi gambar-gambar
tersebut.

Jarak antara titik-titik penyelidikan di atas akan tergantung pada kompleksitas geologi di
lokasi proyek serta tingkat kepentingan kontinuitas tanah dan batuan bagi disain proyek.

Untuk mengidentifikasi semua strata yang mungkin akan sangat dipengaruhi oleh proyek
serta untuk mendapatkan data teknis yang diperlukan untuk analisis sebagaimana
diuraikan pada Butir 5.3.4, maka penyelidikan perlu dilakukan cukup dalam.

8
Survai geofisika dapat dilakukan untuk melengkapi data dari lubang bor dan permukaan
yang terbuka serta untuk menginterpolasi antara lubang bor. Metoda gelombang (seismic),
penetrasi radar (ground penetrating radar) dan tahanan listrik (electrical resistivity) sangat
berguna pada kondisi dimana bahan bawah permukaan yang berdampingan mempunyai
sifat-sfiat yang sangat berbeda.

Metoda refraksi gelombang terutama berguna dalam menentukan kedalaman lapisan


sampai batuan pada lokasi-lokasi dimana lapisan-lapisan yang berurutan makin padat.

Metoda refleksi gelombang berguna untuk memisahkan satuan-satuan geologi pada


kedalaman sampai 3 m. Hal tersebut tidak dipengaruhi oleh lapisan-lapisan yang
mempunyai kecepatan gelombang yang rendah serta terutama berguna pada daerah-
daerah yang mengalami perubahan stratigrafi secara cepat.

Metoda tahanan listrik mempunyai kegunaan yang sama dalam menentukan kedalaman
lapisan sampai batuan dan anomali dalam profil stratigrafi, dalam evaluasi formasi berlapis
dimana stratum yang lebih padat terletak di atas stratum yang kurang padat, serta dalam
penyelidikan prospek pasir-kerikil atau bahan lain. Parameter tahanan juga diperlukan
untuk disain grounding system atau perlindungan katodik terhadap struktur yang tertanam.

Metoda penetrasi radar berguna dalam mengetahui lapisan tanah dan batuan serta
bangunan buatan manusia yang terletak pada kedalaman sekitar 0,3 sampai 10 m.

Catatan 4
Penyelidikan geofisika kemungkinan berguna sebagai pedoman penentuan lokasi
lubang pemboran atau lubang pengujian. Penafsiran hasil penyelidikan geofisika harus
diverifikasi oleh hasil pemboran atau galian pengujian.

Kedalaman pemboran atau sumur uji untuk keperluan perkerasan jalan raya, perkerasan
lapang terbang atau tempat parkir kendaraan harus sekurang-kurangnya 1,5 m di bawah
permukaan tanah dasar yang direncanakan. Pada kasus-kasus khusus, kedalaman
tersebut dapat ditingkatkan. Pemboran untuk keperluan pembangunan struktur atau
timbunan hendaknya mencapai kedalaman di bawah permukaan yang sangat dipengaruhi
oleh beban yang direncanakan, sebagaimana yang ditentukan menurut analisis tegangan
bawah permukaan.

Apabila drainase akan mempunyai pengaruh, baik karena adanya lapisan yang tiris
(pervious) atau lapisan kedap yang mengganggu drainase internal, maka pemboran harus
mencapai lapisan-lapisan tersebut sedemikian rupa sehingga dapat ditentukan sifat-sifat
teknis dan sifat-sifat geologi yang diperlukan untuk proyek.

Pada semua daerah sumber bahan, pemboran atau lubang uji harus mempunyai jumlah
titik dan kedalaman yang cukup untuk mengetahui volume bahan yang memenuhi
persyaratan mutu yang ditetapkan.

Apabila penetrasi pembekuan (frost penetration) perlu diperhatikan pengaruhnya terhadap


perilaku tanah atau batuan, maka pemboran harus mencapai kedalaman jauh di bawah
kedalaman maksimum penetrasi pembekuan.

Untuk setiap proyek, hasil penyelidikan harus dicatat secara sistematik. Catatan tersebut
harus mencakup hal-hal sebagai berikut:

■ Deskripsi setiap lokasi (site) atau daerah yang diselidiki. Setiap lubang uji (test hole),
lubang bor, sumur uji (test pit), atau daerah pengujian geofisika harus ditentukan
letaknya secara jelas (baik horizontal maupun vertikal) dengan mengacu pada sistem
koordinat yang ada, datum, atau bangunan permanen.

9
■ Batang profil setiap lubang uji, lubang bor, galian uji, atau kupasan permukaan dimana
deskripsi lapangan dan lokasi setiap bahan yang dijumpai harus ditunjukkan secara
jelas, baik dengan menggunakan simbul atau deskripsi dalam kata-kata.

Catatan 5
Foto berwarna tentang contoh batuan (rock cores), contoh tanah, dan strata terbuka
mungkin akan sangat berguna. Pada setiap foto harus disertakan pula nomor
identifikasi atau simbul, tanggal pengambilan dan skala.

■ Identifikasi semua tanah menurut ASTM Practice D 2488, ASTM Classification D 2607,
atau ASTM Pracice D 4083. Identifikasi batuan menurut ASTM Definition of Terms C
119, ASTM Descriptive Nomenclature C 294, atau ASTM Practice C 851. Klasifikasi
tanah sebagaimana diuraikan pada Butir 4.3.10.

■ Sisipan air (seepage) atau zona air (water-bearing zones) dan elevasi pizometrik yang
dijumpai pada setiap lubang uji, lubang bor atau galian uji.

■ Apabila diperlukan, hasil pengujian lapangan (in situ test), misal pengujian tahanan
penetrasi atau pengujian geser kipas (vane shear test), pengujian pembebanan pelat
(plate loading test), atau pengujian lapangan lain untuk mengetahui sifat-sifat teknis
tanah atau batuan.

■ Persentase pemulihan inti (core recovery) dan mutu batuan yang ditetapkan pada
pemboran (core drilling) sebagaimana yang diuraikan di atas.

■ Penyajian data lapangan dan laboratorium dalam bentuk grafik serta fasilitas
penafsirannya yang secara menyeluruh dapat memahami kondisi bawah permukaan.

3) . Pengambilan contoh dan pengujian lapangan (in situ testing)

Pengambilan contoh yang representatif harus dilakukan terhadap setiap bahan bawah
permukaan yang berkaitan erat dengan disain dan pelaksanaan proyek.

Catatan 6
Ukuran contoh asli (undisturbed) dan contoh curah (bulk) untuk pengujian rutin dapat
bervariasi dan harus ditetapkan oleh akhli geoteknik yang melakukan penyelidikan.
Namun demikan, untuk berbagai pengujian sebagian besar jenis bahan, ukuran
contoh yang disarankan adalah sebagai berikut:
■ Klasifikasi visual: 50 - 500 gr.
■ Analisis konstanta dan ukuran butir tanah tidak mengandung kerikil: 0,5 - 2,5 kg.
■ Pengujian kepadatan dan analisis saringan tanah mengandung kerikil: 20-40 kg.
■ Produksi agregat atau pengujian sifat-sifat agregat: 50 - 200 kg.

Setiap contoh perlu dibubuhi label pengenal yang secara tepat mencantumkan nomor
lubang bor, lubang uji atau sumur uji serta kedalaman dari permukaan tanah. Label harus
dibuat sedemikian rupa sehingga tidak mudah rusak. Contoh harus dimasukkan ke dalam
wadah yang kedap air, yaitu agar tanah tidak mengalami perubahan kadar air yang
kemungkinan akan merubah sifat-sifatnya, terutama apabila contoh tanah menjadi kering.
Untuk mengangkut contoh tanah dari lapangan ke laboratorium dapat diikuti cara menurut
ASTM D 4220.

Prosedur menurut AASHTO dan ASTM yang disarankan untuk pengambilan contoh dan
pengujian lapangan (insitu testing) adalah sebagai berikut:
■ AASHTO T 2-84, menguraikan cara pengambilan contoh agregat berbutir kasar dan
berbutir halus untuk keperluan penyelidikan pendahuluan pada sumber bahan yang
potensial.

10
■ AASHTO T 235-74, menguraikan cara pengujian pembebanan pelat (plate loading tests)
untuk memperkirakan daya dukung (bearing capacity) tanah. Hasil pengujian sangat
berguna untuk disain spread footings yag didasarkan pada kondisi pembebanan statis.
Agar penggunaan hasilnya dapat ditentukan, maka pengujian pembebanan harus
sejalan dengan pengujian lapangan yang lain, umumnya sejalan dengan AASHTO T
206-81 (Penetration Test and Split-Barrel Sampling of Soils) atau ASTM Method D 3441
(Test Method for Deep, Quasi-Static, Cone and Friction-Cone Penetration Tsets ofSoil).

■ AASHTO T 203-82, menguraikan cara penggunaan bor tangan (augers) untuk


penyelidikan dan pengambilan contoh tanah, apabila diperlukan contoh tanah tidak asli
(disturbed soil samples). Prosedur ini juga berguna untuk penyelidikan muka air tanah.
Penyelidikan tanah dengan bor tangan dibatasi oleh kondisi air tanah, karakteristik
tanah serta perlengkapan yang digunakan.

■ AASHTO T 207-81, menguraikan prosedur untuk mendapatkan contoh tanah yang agak
(relatively) terganggu sehingga dapat digunakan untuk pengujian di laboratorium.

■ AASHTO T 225-83, menguraikan prosedur untuk mendapatkan contoh batuan yang


kokoh (intact) dan contoh tanah tertentu yang terlalu keras apabila diambil dengan cara
AASHTO T 206-81 atau AASHTO T 207-81.

■ ASTM Practice D 3550, menguraikan prosedur untuk mendapatkan contoh tanah yang
moderat terganggu sehingga dapat digunakan untuk pengujian klasifikasi dan dalam
beberapa kasus, untuk pengujian geser (shear) atau konsolidasi.

■ AASHTO Test Method T 223-76, menguraikan prosedur untuk mengukur tahanan geser
di lapangan (unit shear resistance) pada tanah kohesif, yaitu dengan cara memutar kipas
empat-bilah (four-bladed vane) dalam bidang horizontal.

■ AASHTO Test Method T 204-86, menguraikan prosedur untuk mendorong tabung


berdinding tipis berdiameter 100-150 mm ke dalam tanah sehingga diperoleh contoh
tanah yang relatif tidak terganggu dan volumenya diketahui sehingga kepadatan basah
atau total dan kadar air asli dapat diperiksa.

■ ASTM Test Method D 3385, menguraikan prosedur pengukuran di lapangan terhadap


kecepatan infiltrasi (infiltration rate) tanah. Dalam hal tersebut, air yang mempunyai
permukaan konstan (constant head) dibiarkan meresap (seep) ke permukaan tanah
yang luasnya tertentu dan selanjutnya dilakukan pengukuran kecepatan pengaliran air
yang masuk ke dalam tanah yang volumenya diketahui.

■ ASTM D 3441, menguraikan cara menentukan tahanan ujung (end bearing) dan
gesekan dinding (side friction) sebagai komponen-komponen yang menahan
penetrometer konus pada saat masuk (penetration) ke dalam tanah.

■ ASTM G 57, menguraikan cara mengukur tahanan listrik (electrical resistivity) masa
tanah. Dalam hal tersebut digunakan konfigurasi empat-elektroda Wenner.

4) . Klasifikasi tanah

Setelah contoh diserahkan ke laboratorium, maka untuk keperluan pengujian identifikasi


dan klasifikasi, contoh tersbut perlu dicatat.

Pencatatan harus mengikuti salah satu atau beberapa standar di bawah atau referensi
yang sesuai, atau kedua-duanya.
■ AASHTO T 145-82
■ ASTM descriptive Nomenclature
■ ASTM Test Method D 2487

11
■ ASTM Method D 3397
■ ASTM Practice D 2488
■ ASTM Practice D 4083
■ ASTM Classification D 4427

5) . Profil bawah permukaan

Profil bawah permukaan dapat digambarkan hanya berdasarkan data aktual geofisika,
lubang-uji (test-hole), sumur uji (test pit) atau permukaan terbuka (cut-surface). Interpolasi
antara lokasi seyogyanya dibuat dengan mengacu pada informasi geologi pada daerah
yang bersangkutan. Dalam interpolasi tersebut, penggunaan teknik geofisika sebagaimana
yang diuraikan pada Butir 5.3.9 akan sangat membantu. Namun demikian, data hasil survai
geofisika harus diidentifikasi secara terpisah dari data pengujian contoh atau data
pengujian di lapangan (in situ).

6) . Penafsiran hasil penyelidikan

Hasil penyelidikan harus ditafsirkan sebagai penemuan aktual dan semua data lapangan
dan laboratorium hasil penyelidikan sebelumnya harus dihimpun dan digabungkan.
Ekstrapolasi data ke daerah lokal yang tidak disurvai dan diuji harus dilakukan hanya untuk
pengkajian konseptual. Disamping itu, ekstrapolasi tersebut hanya dapat dilakukan apabila
berdasarkan data lain, susunan tanah dan batuan pada bawah permukaan diketahui
seragam secara geologi. Sifat-sifat teknis tanah dan batuan yang dijumpai pada proyek-
proyek penting tidak boleh diperkirakan hanya berdasarkan identifikasi dan klasifikasi
lapangan, tetapi harus diverifikasi dengan hasil pengujian di laboratorium terhadap contoh
yang diambil dengan cara yang diuraikan pada Butir 5.3.10 atau pengujian lapangan, atau
kedua-duanya.

Penetapan parameter-parameter untuk disain hanya dapat dilakukan oleh insinyur


profesional atau ahli geologi yang mempunyai spesialisasi dalam bidang geologi teknik dan
memahami tujuan, kondisi dan kebutuhan penyelidikan. Agar hasil penyelidikan tanah,
batuan dan muka air tanah dapat dimanfaatkan penuh, maka konsep mekanika tanah,
mekanika batuan dan geomorfologi harus digabungkan dengan pengetahuan tentang
geologi teknik atau hidrologi.

Disain yang lengkap mungkin memerlukan pengkajian yang lebih rinci daripada yang
diuraikan dalam pedoman ini.

7) . Pelaporan

Laporan hasil penyelidikan bahwa permukaan hendaknya meencakup hal-hal sebagai


berikut:
■ Lokasi daerah yang diselidiki di sekitar proyek. Hal tersebut harus mencakup peta
sketsa atau foto udara yang menunjukkan lokasi lubang uji, lubang bor dan pengambilan
contoh serta data geomorfologi yang terkait dengan penentuan berbagai jenis tanah
dan batuan. Data tersebut mencakup kontur elevasi, streambeds, sink holes, jurang dan
yang sejenis.

■ Apabila dipandang layak, dalam laporan harus termasuk juga peta geologi atau peta
tanah agronomi, atau kedua-duanya.

■ Uraian tentang prosedur penyelidikan yang dilampiri batang pemboran dan lubang uji,
hasil pengujian laboratorium serta hasil pengukuran geofisika dalam bentuk grafik
penafsiran.

■ Potongan yang menunjukkan sebaran satuan-satuan stratigrafi serta catatan tentang


anomali atau kondisi lain yang menonjol.

12
18 Pengujian tanah

18.1 Analisis ukuran butir

1) Kegunaan hasil pengujian

Analisis ukuran butir adalah pengujian untuk menentukan distribusi butir individu dalam
contoh tanah, yang dinyatakan dalam persen berat contoh. Secara lebih rinci, analisis
ukuran butir diuraikan dalam SNI 03-3423-1994 (Metoda Pengujian Analisis Ukuran Butir
Dengan Alat Hidrometer) atau dalam AASHTO 88-90 (Particle Size Analysis of Solis).

Hasil pengujian paling berguna untuk kelasifikasi tanah. Penggunaan lain tentang gradasi
kurang dianjurkan, kecuali apabila telah terbukti, baik berdasarkan pengkajian maupun
pengalaman. Seringkali ditunjukkan bahwa makin besar ukuran butir, makin baik sifat-sifat
teknis tanah. Disamping itu, kenyataan menunjukkan pula bahwa air kapiler dan
pembekuan tidak menimbulkan persoalan pada tanah berbutir kasar, misal pasir;
sedangkan pada tanah berbutir halus (lanau dan lempung) mengakibatkan hal yang
sebaliknya. Beberapa hubungan empiris tentang gradasi telah dikembangkan, misalnya
sebagai kriteria untuk menentukan kerawanan tanah di bawah perkerasan beton akibat
pemompaan. Spesifikasi lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah juga menggunakan
gradasi sebagai parameter kekuatan.
Dalam stabilisasi tanah, analisis ukuran butir biasa digunakan untuk perancangan dan
pengendalian campuran. Pada stabilisasi tanah dengan aspal, salah satu kriteria kriteria
yang digunakan adalah persentase minimum daripada bahan berukuran pasir dan kerikil;
sedangkan pada stabilisasi tanah dengan semen, persentase semen dapat ditaksir
berdasarkan ukuran butir. Untuk stabilisasi mekanis atau pondasi atas (gradasi menerus,
bahan berbutir dengan atau tanpa bahan tambah kimia) gradasi digunakan untuk
menentukan ukuran dan persentase agregat atau bahan halus yang diperlukan dalam
rangka mendapatkan campuran yang padat (dense) dan kedap.
Derajat kelulusan atau permeabilitas (kemampuan bahan untuk mengalirkan air), kadang-
kadang diperkirakan berdasarkan ukuran butir. Dalam hal tersebut, perkiraan yang
diperoleh adalah sangat kasar. Secara umum dapat dikatakan bahwa tanah berukuran
lebih kasar akan lebih mudah mengalirkan air daripada tanah berbutir lebih halus; dengan
perkataan lain, pasir mempunyai keelulusan yang lebih daripada lempung.
2) . Ringkasan metoda pengujian
Analisis ukuran butir terdiri atas dua bagian; pertama penentuan gradasi fraksi kasar
dengan menggunakan saringan (dapat disebut analisis saringan), dan ke dua penentuan
gradasi fraksi halus yang biasanya menggunakan hidrometer (lihat Gambar 2).
Analisis saringan dilakukan dengan menyaring contoh bahan melalui beberapa buah
saringan yang ukurannya makin kecil. Selanjutnya, berat bahan yang tertahan pada
masing-masing saringan ditimbang dan dinyatakan dalam persen terhadap berat total
contoh.
Analisis hidrometer dilakukan terhadap contoh bahan yang berukuran lebih kecil dari 2
mm atau lolos Saringan No. 10 (AASTHO T 88 mengandung dua alternatif metoda analisis
hidrometer; metoda pertama menggunakan bahan yang lebih kecil dari 2 mm atau lolos
Saringan No. 10, sedangkan metoda yang ke dua menggunakan bahan lebih kecil dari
0,425 mm atau lolos Saringan No. 40). Analisis hidrometer didasarkan pada prinsip bahwa
butir-butir tanah terdispersi secara merata dalam cairan. Berat jenis campuran butir-butir
tanah dan cairan kemudian diukur pada berbagai interval waktu. Untuk menghitung tingkat
pengendapan berbagai butir digunakan Hukum Stoke yang menyatakan bahwa butir
berukuran lebih besar akan mengendap lebih cepat daripada butir berukuran lebih kecil
(lihat persamaan di bawah). Dan hal tersebut, perhitungan termasuk koreksi akibat suhu,

13
viskositas dan berat jenis butir-butir tanah. Hasil perhitungan pertama-tama dinyatakan
sebagai berat contoh yang dianalisis dengan hidrometer dan selanjutnya dikonversikan
menjadi persentase terhadap berat total contoh, bila tanah mengandung fraksi kasar.

Gambar 2. Peralatan analisis ukuran butir (hidrometer dan saringan)

Catatan
Persamaan berdasarkan Hukum Stoke

dimana :

d = diameter ekivalen butir (mm);


η = viskositas air
h = letak titk berat hidrometer dari permukaan air;
t = waktu pembacaan
S = persentase butir;
Gs, Gw = berat jenis butir tanah dan berat jenis air
Rh = 1000 (R’+c-1);
m, c = koreksi suhu dan koreksi miniskus;
R‘ = pembacaan hidrometer

Penentuan diameter butir dan persentase berat yang lolos biasa dilakukan dengan
bantuan nomogram.

3). Penyajian hasil pengujian

Hasil pengujian gradasi dapat disajikan dalam salah satu dari dua bentuk; pertama adalah
dalam bentuk tabel yang menunjukkan persentase berat butir yang lolos beberapa
saringan dengan bermacam-macam ukuran. Ke dua adalah bentuk grafik yang
menunjukkan hubungan antara ukuran butir atau nomor saringan dengan persentase
berat butir yang lolos saringan. Penyajian dalam bentuk grafik biasanya menggunakan
skala logaritma untuk ukuran butir (karena rentang ukuran yang besar) dan skala linear
untuk persentase berat butir yang lolos.

Untuk menyatakan fraksi yang mempunyai batas-batas ukuran tertentu telah digunakan
istilah atau nama baku. Dalam urutan yang makin halus, istilah tersebut ditunjukkan di
bawah.

■ Menurut ASTM D 422


■ Kerikil : 75 mm - 4,75 mm (No. 4)
■ Pasir kasar : 4,75 mm - 2,00 mm (No. 4 - No. 10)

14
■ Pasir sedang : 2,00 mm - 0,425 mm (No. 10 - No. 40)
■ Pasir halus : 0,425 mm - 0,075 mm (No. 40 - No. 200)

▪ Lanau : 0,075 mm - 0,005 mm


▪ Lempung : lebih kecil dari 0,005 mm
▪ Koloid : lebih kecil dari 0,001 mm

Menurut AASHTO T 88
Butir berukuran lebih dari 2,0 mm
▪ Pasir kasar : 2,0 mm - 0,425 mm (No. 10- No. 40)
▪ Pasir halus : 0,425 mm - 0,075 mm (No. 40 - No. 200)
▪ Lanau : 0,075 mm - 0,002 mm
▪ Lempung : lebih kecil dari 0,002 mm
▪ Koloid : lebih kecil dari 0,001 mm

Tanah dikatagorikan sebagai pasir apabila tanah tersebut mengandung lebih dari 50
persen pasir atau kerikil. Tanah jenis lanau akan mengandung antara 40 sampai 100
persen butir berukuran lanau; lempung akan mengandung sekurang-kurangnya 30 persen
atau setinggi-tingginya 100 persen butir berukuran lempung dan koloid. Kerikil biasanya
mengandung sekurang-kurangnya 15 persen butir berukuran kerikil.

4). Pengaruh metoda pengujian

Dalam analisis saringan perlu diperhatikan bahwa lempung dan lanau harus benar- benar
terbuang dari butir-butir pasir dan kerikil. Di samping itu, dalam menyiapkan contoh uji,
harus dihindarkan pecahnya butir pada beberapa jenis kerikil atau batuan lunak. Untuk
pasir sangat halus, pengujian sebaiknya dilakukan dengan mencuci contoh melalui
beberapa saringan.

Analisis hidrometer sangat rawan terhadap kesalahan. Sumber utama kesalahan tersebut
adalah:
■ Tidak sempurnanya pemisahan tanah menjadi butir-butir individu (defloculation).
■ Tidak sempurnanya pencampuran butir-butir tanah dengan cairan.
■ Kecerobohan penempatan dan pengangkatan hidrometer.

18.2. Berat jenis tanah


Berat jenis tanah adalah perbandingan antara berat tanah di udara (yang mempunyai volume
tertentu) pada suhu tertentu terhadap berat air destilasi di udara yang yang mempunyai volume
yang sama dengan volume tanah, pada suhu tertentu. Berat jenis tanah sering digunakan untuk
menghubungkan berat tanah dengan volumenya. Berat isi tanah basah (diperlukan pada
pemecahan persoalan tegangan, penurunan dan stabilitas) dapat dihitung apabila berat jenis,
derajat kejenuhan dan rasio rongga diketahui. Disamping itu, berat jenis tanah digunakan pada
perhitungan-perhitungan beberapa pengujian tanah di laboratorium. Pengujian berat jenis tanah
diuraikan dalam SNI 03-1964-1990 (AASHTO T 100).

Pada sebagian besar tanah, keberadaan beberapa jenis mineral yang mempunyai berat jenis
berbeda dapat menyulitkan pengujian berat jenis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
pengujian berat jenis tanah perlu mengikuti Metoda Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan
Agregat Kasar menurut ASTM C 127 atau AASHTO T 85, apabila tanah mengandung butiran
yang lebih besar dari 4,75 mm (No. 4). Berat jenis tanah (gabungan butiran kasar dan butiran
halus) selanjutnya ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

15
dimana :
pc = persentase porsi kasar yang dinyatakan dalam desimal
gc = berat jenis porsi kasar
pf = persentase porsi halus yang dinyatakan dalam desimal gf = berat jenis porsi halus

1) . Ringkasan pengujian

Contoh tanah (seluruhnya lolos No. 4 atau No. 10) yang telah diketahui beratnya,
tergantung pada metoda analisis hidrometer yang dipilih, dimasukkan secara hati-hati ke
dalam piknometer yang telah dikalibrasi. Selanjutnya pengujian dilakukan sebagai berikut:
■ Air destilasi ditambahkan sampai mengisi kira-kira tiga-perempat bagian piknometer.
■ Udara yang terperangkap di dalam contoh dikeluarkan dengan cara dihampakan
sebagian (tekanan udara tidak boleh lebih dari 100 mm air raksa) atau dengan cara
mendidihkan air dalam piknometer.
■ Piknometer diisi penuh dengan air destilasi.
■ Pikonometer dan isinya ditimbang.
■ Berat jenis dihitung dengan cara sebagai berikut:

dimana :
W1 = berat piknometer
W3 = berat piknometer, contoh dan air
W2 = berat piknometer dan contoh
W4 = berat piknometer dan air

Perhitungan dilakukan berdasarkan berat yang dikoreksi dengan suhu, terutama untuk
berat piknometer yang berisi air.

2) Hasil pengujian tipikal

Berat jenis tanah berkisar mulai dari di bawah 2,0 untuk butir tanah organik atau porus
sampai di atas 3,0 untuk tanah yang mengandung mineral berat. Namun demikian,
sebagian besar tanah mempunyai berat jenis antara 2,65 sampai 2,85. Suatu tanah yang
mengandung berbagai jenis mineral dapat mempunyai berat jenis yang berbeda,
tergantung pada mewakili-tidaknya contoh yang diambil.

3) Pengaruh metoda pengujian

Ketelitian hasil pengujian sangat tergantung pada kehati-hatian dalam penimbangan dan
pengukuran suhu, karena kesalahan kecil dalam hal tersebut sangat mempengarui hasil
pengujian. Kalibrasi piknometer, pengeluaran udara dalam contoh dan pengeringan contoh
harus dilakukan dengan sempurna.

18.3. Pengujian konsistensi dan indeks


Pengujian konsistensi atau pengujian batas Atterberg terdiri atas pengujian batas cair, batas
plastis dan batas susut. Batas cair dan batas susut digunakan untuk menghitung indeks plastis.

Pengujian konsistensi diuraikan secra rinci dalam SNI-03-1967-1990 atau AASHTO T 89 (Batas
Cair), SNI 03-1966-1990 atau AASHTO T 90 (Batas Plastis) dan SNI 03-3422-1994 atau
AASHTO T 92 (Batas Susut).

Sifat-sifat teknis tanah sangat dipengaruhi oleh air dimana hasil ketiga pengujian konsistensi,
yang dinyatakan sebagai kadar air, digunakan untuk membedakan berbagai tingkat keadaan

16
tanah. Batas cair merupakan kadar air dimana tanah berubah dari keadaan cair menjadi
keadaan plastis; batas plastis merupakan batas antara keadaan plastis dengan keadaan semi-
padat; sedangkan batas susut menjadi batas antara keadaan semi-padat dengan keadaan
padat, atau kadar air dimana penyusutan volume tanah mulai berhenti. Indeks plastis
merupakan perbedaan antara batas cair dengan batas plastis, yaitu kadar air dimana tanah
dalam keadaan plastis.

Dalam kaitannya dengan jalan raya, penggunaan yang paling umum hasil pengujian konsistensi
adalah untuk kelasifikasi tanah, dimana tanah yang mempunyai batas-batas dan indeks yang
hampir sama dimasukkan dalam kelompok yang sama.

Tanah dengan batas cair tinggi biasanya terdiri atas lempung yang mempunyai sifat-sifat teknis
jelek. Tanah dengan indeks plastis rendah menunjukkan bahwa tanah tersebut adalah tanah
berbutir yang kohesi atau plastisitasnya rendah atau tidak ada. Batas cair bersama- sama
dengan indeks plastis sampai tingkat tertentu digunakan untuk menilai mutu bahan perkerasan,
yaitu dalam rangka menghindarkan penggunaan bahan granular yang mengandung terlalu
banyak bahan halus kohesif plastis.

1) Ringkasan pengujian
Peralatan untuk pengujian batas Atterberg (alat Casagrande), batas plastis dan batas susut
berturut-turut ditunjukkan pada Gambar 3 dan 4.

Gambar.3. Alat pengujian batas cair dan batas plastis

CONTOH BASAH , ] | CONTOH KERING

Gambar 4. Alat pengujian batas susut

2) Batas cair
Pengujian batas cair dilakukan terhadap contoh tanah yang butir-butirnya lebih kecil dari
0,425 mm (No. 40). Alat utama yang digunakan untuk pengujian batas cair adalah alat
Casagrande dimana urutan pengujiannya adalah sebagai berikut:
• Contoh tanah (kira-kira 150 gr) ditambah air secukupnya dan diaduk merata.
• Contoh dimasukkan ke dalam cawan alat Casagrande dan diratakan.
• Bagian tengah contoh tanah pada cawan digores dengan grooving tool sehingga
terbentuk alur.
• Cawan diketuk-ketuk sampai alur sepanjang kira-kira 13 mm menutup.

17
• Contoh tanah diperiksa kadar airnya.
• Pengujian diulangi pada beberapa kadar air yang lain sehingga diperoleh hubungan
antara jumlah ketukan dengan kadar air.
• Batas cair adalah kadar air pada 25 ketukan.

3) Batas plastis
Pengujian batas plastis dilakukan pada pelat kaca dengan urutan sebagai berikut:
• Contoh tanah (kira-kira 20 gr) ditambah air secukupnya dan diaduk merata.
• Contoh tanah diletakkan di atas pelat kaca dan digulung dengan telapak tangan
sehingga terbentuk “benang-benang” tanah.
• Apabila pada saat mencapai diameter sekitar 3 mm, “benang-benang” tanah
terputus-putus, maka kadar air contoh tanah merupakan batas plastis.

4) Indeks plastis
Indeks plastis diperoleh dengan mengurangkan batas plastis dari batas cair.

5) Batas susut
Pengujian batas susut dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
• Contoh tanah (kira-kira 30 gr) ditambah air secukupnya (sampai jenuh) dan diaduk
merata (penambahan air pada contoh tanah gembur adalah kira-kira sama atau
sedikit di atas batas cair, sedangkan pada tanah plastis, adalah kira-kira sampai 10
persen di atas batas cair).
• Contoh tanah dimasukkan dalam cawan kecil yang volumenya diketahui
• Permukaan contoh tanah diratakan.
• Contoh tanah dibiarkan pada suhu ruang sehingga warnanya berubah dari gelap
menjadi terang.
• Cawan berisi tanah dimasukkan ke dalam oven (suhu 110 °C) sampai beratnya tetap.
• Cangkir kaca dimasukkan ke dalam cawan porselin
• Contoh tanah dikeluarkan dari cawan dan dimasukkan (dengan cara menekan) ke
dalam cangkir kaca (glass cup) yang berisi penuh air raksa.

dimana :
w = kadar air jenuh
V = volume contoh jenuh
W = berat contoh kering
Vo = volume contoh kering

6) Hasil pengujian tipikal


Batas cair mempunyai rentang nilai yang lebar dimana untuk lempung, batas cair sampai
80-100 bukanlah nilai yang jarang dijumpai, sedangkan batas cair yang lebih tipikal
adalah antara 40 sampai 60. Untuk lanau, batas cair tipikal adalah antara 25 dan 50.
Pengujian batas cair tanah jenis pasir biasanya tidak berhasil dan apabila hal tersebut
terjadi, maka tanah dakatakan “non plastis”.
Batas plastis lempung dan lanau tidak berbeda jauh, umumnya berkisar antara 5 sampai
50. Namun demikian, lanau biasanya mempunyai indeks plastis yang lebih kecil daripada
lempung.

Batas susut lempung dapat berkisar antara 6 sampai 14, sedangkan untuk lanau sering
kali berkisar antara 15 sampai 30. Selama periode pengeringan, pasir murni tidak
mengalami penurunan volume.

Indeks plastis lempung yang sangat plastis dapat mencapai 70 sampai 80; sedangkan
indeks plastis lempung yang umum berkisar antara 20 sampai 40. Tanah bersifat lanau

18
biasanya mempunyai indeks plastis yang berkisar antara 10 sampai 20. Untuk
kepentingan evaluasi mutu, terutama untuk tanah granular, batas cair maksimum yang
diijinkan adalah 25 dan indeks plastis maksimum adalah 6.

7) Pengaruh metoda pengujian


Pada pengujian batas cair, sumber kesalahan yang sering dijumpai adalah:
• Tidak tepatnya tinggi jatuh cawan.
• Sobeknya alur akibat penggoresan oleh grooving tool.
• Terlalu tebalnya pasta tanah dalam cawan.
• Tidak tepatnya kecepatan penjatuhan cawan.
• Tidak tepatnya penilaian panjang alur yang menutup.

18.4. Pengujian hubungan berat isi dengan kadar air


1) Penggunaan

Pengujian hubungan berat isi dengan kadar air, selanjutnya disebut pengujian pemadatan,
dirancang untuk membantu pemadatan tanah di lapangan, yaitu agar dapat diperoleh sifat-
sifat tanah yang terbaik. Diketahui bahwa kekuatan atau tahanan geser tanah akan
meningkat sejalan dengan peningkatan kepadatan. Pengujian pemadatan dapat dibagi
menjadi dua, yaitu pengujian pemadatan “ringan” atau “Standard” serta pengujian
pemadatan “berat” atau “modified”.

Pengujian pemadatan “ringan” (diuraikan dalam SNI 03-1742-1989 atau AASHTO T 99)
dilakukan di laboratorium dengan menggunakan daya pemadatan tertentu yang dianggap
mirip dengan daya pemadatan oleh mesin pemadat yang umum digunakan di lapangan.
Diketahui bahwa makin besar daya pemadatan, makin besar pula kepadatan yang
diperoleh. Oleh karena itu, pengujian pemadatan “berat” (diuraikan dalam SNI 031743-
1989 atau AASHTO T 180) dikembangkan untuk mendapatkan kepadatan yang lebih
besar. Sudah barang tentu, untuk mendapatkan berat isi kering yang sesuai dengan
pemadatan “berat” diperlukan mesin pemadat yang lebih berat daripada mesin pemadat
untuk mendapatkan berat isi kering hasil pemadatan “ringan”.

Salah satu faktor penting dalam pemadatan tanah adalah, kepadatan yang dikehendaki
dapat diperoleh apabila tanah mempunyai kandungan air tertentu. Dalam hal tersebut, air
dapat berfungsi sebagai pelumas. Namun demikian, air yang terlalu banyak akan
mengakibatkan butir-butir tanah cenderung terpisah sehingga kepadatan yang diinginkan
sulit diperoleh. Oleh karena itu, pengujian pemadatan di laboratorium tidak semata-mata
ditujukan untuk menetapkan kepadatan yang harus dicapai di lapangan, tetapi juga untuk
menetapkan air yang seyogyanya dikandung oleh tanah yang dipadatkan.

Dengan kepadatan tertentu (disebut kepadatan kering maksimum) dan kadar air tertentu
(disebut kadar air optimum), maka pemadatan di lapangan akan dapat dilakukan dengan
mudah (best condition practicable). Pemadatan di lapangan perlu disertai dengan
pengujian pemadatan dan apabila kepadatan yang dicapai lebih rendah daripada yang
disyaratkan, maka upaya pemadatan perlu ditambah.

2) Ringkasan pengujian

SNI 03-1742-1989 (AASHTO T 99) dan SNI 03-1743-1989 (AASHTO T 180), masing-
masing terdiri atas empat metoda (disebut Metoda A, B, C dan D) sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 2. Peralatan utama yang digunakan pada pengujian kepadatan-
kadar air adalah penumbuk dan cetakan (mould) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
5.

Pengujian pemadatan dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

19
• Siapkan contoh yang beratnya tergantung pada metoda yang dipilih (sebagai
perkiraan: 15 kg untuk metoda A, 45 kg untuk Metoda B, 30 kg untuk Metoda C dan
60 kg untuk metoda D).
• Keringkan contoh pada udara terbuka (apabila contoh basah) dan gemburkan.
• Saring contoh dengan saringan berukuran yang sesuai.
• Bagi contoh hasil saringan menjadi 5 benda uji.
• Tambahkan air yang berbeda terhadap masing-masing benda uji (2 buah di bawah
kadar air optimum, 1 buah di sekitar kadar air optimum dan 2 buah di atas kadar air
optimum) dan aduk sampai merata.
• Masukkan masing-masing benda uji ke dalam kantong plastik atau wadah lain yang
kedap dan biarkan beberapa lama sehingga air meresap ke dalam tanah.
• Padatkan masing-masing benda uji dalam cetakan dengan jumlah lapisan dan
tumbukan yang sesuai dan setelah pemadatan lapis terahir, ratakan permukaan
benda uji dalam cetakan.
• Timbang cetakan dan benda uji (dengan mengetahui berat cetakan, berat benda uji
basah dapat diketahui).
• Tentukan kadar air benda uji.
• Hitung berat isi kering masing-masing benda uji.
• Buat grafik yang menunjukkan hubungan antara kadar air dengan berat isi kering.
• Tetapkan berat isi kering maksimum (puncak grafik) dan kadar air optimum (kadar
air yang sesuai dengan berat isi kering maksimum).
Tabel 2. Prosedur alternatif pengujian pemadatan
SNI 03-1742-1989 SNI 03-1743-1989
URAIAN (AASHTO T 99) (AASHTO T 180)
A B C D A B C D
■ Penumbuk
• Berat (kg) 2,5 2,5 2,5 2,5 4,54 4,54 4,54 4,54
• Tinggi jatuh (cm) 30,5 30,5 30,5 30,5 45,7 45,7 45,7 45,7
■ Cetakan
• Diameter (mm) 102 152 102 152 102 152 102 152
. Tinggi (mm) 116 116 116 116 116 116 116 116
• Volume (cm3) 943 212 4 943 212 4 943 212 4 943 212 4
■ Lapisan
• Jumlah 3 3 5 5
25 25 25 25
• Tumbukan/lapis 3 56 3 56 5 56 5 56
■ Contoh tanah 4,75 19,0 4,75 19,0
• Lolos saringan (mm) 4,75 19,0 4,75 19,0

Gambar 5. Penumbuk dan cetakan untuk pengujian pemadatan

20
3) Hasil pengujian tipikal

Dengan pemadatan “berat”, berat isi kering maksimum meningkat sekitar 0,160 sampai
0,320 t/m3, sedangkan kadar air optimum menurun sekitar 3 sampai 10%.

Untuk pasir dan kerikil tidak mengandung bahan halus yang dipadatkan dengan cara yang
telah diuraikan, penambahan air tidak menimbulkan pengaruh nyata terhadap kepadatan
kering.

Spesifikasi pemadatan biasanya menetapkan bahwa berat isi kering harus mencapai
persentase tertentu terhadap berat isi kering maksimum. Persentase tersebut berkisar
antara 95 sampai 100% untuk tanah granular dan antara 90 sampai 95% untuk lanau dan
lempung.

4) Pengaruh metoda pengujian

Pengujian kepadatan-kadar air tidak begitu rawan kesalahan, karena ketelitian hasil
pengujian kepadatan di lapangan akan sama dengan hasil peengujian di laboratorium.
Namun demikian, beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat pengujian di
laboratorium adalah:
• Pengadukan tanah dengan air perlu benar-benar merata.
• Contoh untuk pengujian kadar air perlu benar-benar mewakili.
• Untuk tanah yang mengandung cukup banyak bahan di atas 4,75 mm (No. 4), berat
isi yang diperoleh dengan Metoda A dan B perlu koreksi, yaitu sebagai kompensasi
terbuangnya bahan di atas 4,75 mm.

Sejauh ini terdapat perdebatan mengenai kelayakan dibandingkannya hasil pemadatan di


laboratorium dengan pemadatan di lapangan, dimana pertanyaan yang timbul
menyangkut ukuran, berat dan tinggi jatuh penumbuk. Namun demikian, sejauh spesifikasi
menghendaki pengujian baku, maka hal-hal yang dipertanyakan tidak perlu menjadi
hambatan dalam pelaksanaan.

Untuk mengetahui kepadatan yang dicapai di lapangan, empat metoda yang


dikembangkan telah memberikan hasil yang memuaskan untuk semua jenis tanah.
Keempat metoda tersebut menggunakan bahan sebagai berikut:
• Nuklir.
• Pasir dikalibrasi atau dikenal dengan corong pasir (sand cone).
• Air yang ditahan dengan selaput atau dikenal balon karet.
• Cairan yang sangat kental.

Metoda ke lima yang melibatkan pengambilan contoh dengan tabung berdinding tipis
hanya cocok untuk tanah yang mengandung lanau dan lempung cukup banyak, tidak
cocok untuk tanah yang mengandung banyak bahan kasar.

18.5. Pengujian CBR di laboratorium


CBR (California Bearing Ratio) merupakan parameter kekuatan relatif yang paling sering
digunakan dalam disain perkerasan.

Metoda pengujian CBR dikembangkan pada tahun 1930 oleh California Division of Highways
dan kemudian diikuti dan disesuaikan oleh berbagai institusi dan negara di dunia. The Corps of
Engineers menganut dan menyesuaikan metoda tersebut sejak tahun 1940-an dan dipandang
paling umum diikuti, baik tanpa maupun dengan penyesuaian kecil. Pada tahun 1961, the
American Society for Testing and Materials mengangkat metoda pengujian CBR dengan kode
ASTM D 1883, Bearing Ratio of Laboratory-Compacted Soils. Dalam beberapa aspek, metoda
pengujian menurut ASTM berbeda dengan metoda menurut the Corps of Engineers dan dengan

21
metoda menurut the American Association of State Haighway and Transportation Officials
(AASHTO), yang mengangkat metoda pengujian CBR pada tahun 1972 dengan kode AASHTO
T 193.

Pengujian CBR pada dasarnya dilakukan dengan mengukur beban yang diperlukan oleh batang
penekan berukuran standar untuk menembus tanah pada kecepatan tertentu.

Dengan demikian, CBR adalah perbandingan antara beban yang diperlukan untuk mendorong
batang masuk ke dalam tanah dengan beban yang diperlukan untuk mendorong batang masuk
ke dalam ke dalam batu pecah sampai kedalaman tertentu, yang dinyatakan dalam persen.
Dalam hal tersebut, beban dinyatakan dalam satuan mega pascal (psi) dimana untuk batu
pecah telah dibuat standarnya. Kedalaman yang biasa dijadikan acuan adalah 2,5 atau 5 mm
(0,1 atau 0,2 in), meskipun kedalaman 7,5, 10 dan 12,5 mm (0,3, 0,4 dan 0,5 in) juga dapat
digunakan bila diperlukan.

Sebelum pengujian CBR biasanya dilakukan pengujian-pengujian sebagai berikut:


■ Analisis saringan butir halus dan butir kasar : SNI 03-1968-1994 (AASHTO T 27)
■ Pengujian berat jenis :SNI 03-1964-1990 (AASHTO T 100)
■ Pengujian batas cair : SNI-03-1967-1990 (AASHTO T 89)
■ Pengujian batas plastis dan indeks plastis : SNI 03-1966-1990 (AASHTO T 90)
■ Analisis butir untuk kelasifikasi : SNI 03-3423-1994 (AASHTO T 90)
■ Pengujian pemadatan ringan : SNI 03-1742-1989 (AASHTO T 99)
■ Pengujian pemadatan berat : SNI 03-1742-1989 (AASHTO T 180)

Metoda yang diuraikan pada butir ini didasarkan pada metoda pengujian CBR menurut SNI 03-
1744-1989 (AASHTO T 193).

1) . Lingkup

Metoda pengujian CBR dimaksudkan untuk mendapatkan daya dukung relatif (CBR) tanah
dan tanah dan tanah-agregat untuk keperluan disain perkerasan.

Bahan yang akan diuji terlebih dulu dipadatkan pada kadar optimum di dalam cetakan
diameter 152 mm (6 in) dengan menggunakan penumbuk yang beratnya 2,49 kg (5,5 Ib)
dan mempunyai tinggi jatuh 305 mm (18 in).

Pengujian CBR berguna untuk mengevaluasi tanah dasar serta bahan untuk lapis pondasi
bawah dan lapis pondasi atas yang mengandung sedikit butir yang tertahan saringan 19
mm (% in).

2) . Peralatan

Peralatan yang digunakan pada pengujian CBR di laboratorium adalah sebagai berikut: a.
Cetakan (mould)
Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6, cetakan yang digunakan pada pengujian
CBR harus berbentuk silinder, terbuat dari logam, diameter dalam 152,4+0,66 mm
(6,0+0,026 in) dan tinggi 177,8+0,66 mm (7,0+0,016 in) serta dilengkapi dengan leher
(colar) dengan tinggi kira-kira 51 mm (2 in) dan pelat dasar berlubang-lubang
(perforarted base plate).
Untuk setiap tanah yang diuji, perlu disediakan paling sedikit tiga perangkat cetakan.

b. Ganjal (spacer disk)


Ganjal harus terbuat dari logam diameter 150,8+0,8 mm (5,9375+0,03125 in) dan tebal
61,4+0,1 mm (2,416+0,005 in). Ganjal digunakan pada saat pemadatan agar diperoleh
lapisan yang tebalnya 116,43 mm (4,584 in) dan pada saat pengujian CBR (cetakan
dibalik), pada bagian atas cetakan masih tersedia ruangan untuk menyimpan piring
beban.

22
c. Penumbuk (rammer)
Penumbuk mempunyai berat 2,49 kg (2,5 Ib) dimana bagian yang mengenai permukaan
tanah mempunyai diameter 50,8 mm (2 in). Agar dapat jatuh bebas dari ketinggian 305
mm (12 in, penumbuk dilengkapi dengan tabung pengarah.

d. Alat pengukur pemuaian (apparatus for measuring expansion)


Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6, alat ini terdiri atas piring pemuaian dengan
pegangan yang panjangnya dapat diatur serta dudukan (tripod) untuk meletakkan arloji
pengukur. Piring pemuaian terbuat dari logam dengan diameter 149,2 mm (5,875 in)
dan diberi banyak lubang berdiameter 1,16 mm (0,0625 in). Jarak antara kaki-kaki tripod
adalah sedemikian rupa sehingga dapat didudukkan pada leher cetakan.

e. Arloji pengukur (indicators)


Diperlukan dua buah arloji pengukur yang masing-masing mempunyai skala
pembacaan 0,02 mm (0,001 in) dan dapat mengukur jarak 25 mm (1 in) untuk satu kali
putaran jarum.

f. Piring beban (surcharge weight)


Piring beban terdiri atas beberapa buah dan biasanya dibuat dari timah dengan
diameter 149,2 mm (5,875 mm) dan berat 2,27+0,04 kg (5+0,10 Ib). Bagian tengah
beberapa buah piring beban diberi lubang berdiamter 54 mm (2,125 in), sedangkan
piring beban yang lain diberi celah atau terdiri atas dua bagian sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar 6.

g. Batang penekan (penetration piston)


Batang penekan atau piston terbuat dari logam yang mempunyai diameter 49,63+0,13
mm (1,954+0,005 in) dan luas penampang 1935 mm 2 (3 in2).

h. Mesin pembebanan (loading device)


Mesin pembebanan merupakan mesin penekan yang mampu menghasilkan beban
yang makin meningkat sampai 10.000 Ib (44,5 N). Pembebanan dilakukan dengan
memutar engkol sehingga bekerja seperti dongkrak dimana peningkatan beban adalah
seragam pada kecepatan 1,3 mm (0,05 in) per menit.
Mesin pembebanan dilengkapi dengan cincin beban (prooving ring) dimana untuk setiap
skala arloji pengukur, beban yang dihasilkan sudah dikalibrasi.

i. Bak perendaman (soaking tank)


Bak perendaman harus dapat mempertahankan permukaan air pada ketinggian 25 mm
(1 in) di atas permukaan benda uji.

j. Alat pengering (drying oven)


Alat pengering digunakan dalam rangka menentukan kadar air benda uji. Alat tersebut
harus dapat mempertahankan suhu pada 110+5 °C.

k. Peralatan lain
Peralatan dan perlengkapan lain yang diperlukan pada pengujian CBR adalah
timbangan kasar dan timbangan halus, baskom tempat mengaduk tanah, sendok tanah,
pisau, mistar besi untuk memotong dan meratakan tanah pada cetakan, mangkok kadar
air, kertas saring dan kain lap.

23
Penumbuk (rammer) Mesin pembebanan
(loading device)
Gambar 6. Peralatan untuk pengujian CBR di laboratorium
3) . Penyiapan contoh

Siapkan contoh tanah sebagaimana yang dilakukan pada pengujian pemadatan ringan
menurut SNI 03-1742-1989 (AASHTO T 99), kecuali beratnya harus sekitar 35 kg. Bagian
tanah yang lolos saringan 50 mm tetapi tertahan saringan 19 mm harus diganti dengan
tanah yang lolos saringan 19 mm tetapi tertahan saringan 4,75 mm (No. 4).

Selanjutnya pisahkan sekitar 11 kg contoh untuk pengujian pemadatan dan bagi sisa
contoh menjadi tiga bagian yang masing-masing mempunyai berat sekitar 7 kg.

4) . Pengujian pemadatan

Dengan menggunakan bagian bahan yang beratnya 11 kg, lakukan pengujian pemadatan
ringan menurut SNI 03-1742-1989 Metoda D (AASHTO T 99) sebagaimana yang telah
diuraikan pada Butir 6.5, sehingga diperoleh berat isi kering maksimum dan kadar air
optimum.

24
5) . Prosedur

Biasanya pengujian CBR dilakukan terhadap tiga benda uji yang kepadatannya antara 95
persen, atau lebih rendah, sampai 100 persen, atau lebih tinggi, kepadatan maksimum
yang diperoleh pada Butir 11.10.5. Untuk mendapatkan kepadatan tersebut, biasanya
pemadatan dilakukan dalam 10, 30 dan 65 tumbukan (untuk mendapatkan 100 persen
kepadatan maksimum biasanya diperlukan 56 tumbukan).

Beberapa institusi ada yang melakukan pengujian hanya terhadap satu benda uji saja,
yaitu benda uji yang mempunyai 100 persen kepadatan maksimum.
Pengujian CBR pada dasarnya meliputi empat tahap sebagai berikut:
■ Penyiapan benda uji.
■ Perendaman.
■ Pengujian penetrasi.
■ Perhitungan dan pelaporan.

6) . Penyiapan benda uji

Penyiapan benda uji dilakukan melalui langkah-langkah sebaga berikut:


■ Ikatkan cetakan ke pelat dasar dan pasang leher cetakan.
■ Timbang cetakan, pelat dasar dan leher cetakan dengan ketelitian 5 gram.
■ Letakkan kertas saring pada pelat dasar dan masukkan ganjal.
■ Tambahkan air terhadap tiga contoh yang sudah disiapkan sehingga mempunyai
kadar air yang sama dengan kadar air optimum yang diperoleh pada Butir 6.6.5,
kemudian aduk secara merata masing-masing contoh
■ Padatkan salah satu contoh dalam tiga lapis yang tebalnya sama (tebal total setelah
dipadatkan adalah sekitar 127 mm) dimana per lapis ditumbuk 10 kali (untuk
mendapatkan 95 persen kepadatan maksimum).
■ Tentukan kadar air contoh sebelum dan sesudah pemadatan.
■ Lepaskan leher cetakan dan ratakan permukaan tanah dalam silinder dengan
menggunakan mistar, jika perlu lakukan pemotongan dengan pisau.
■ Lepaskan ganjal dan pasang kertas saring pada pelat dasar.
■ Letakkan cetakan secara terbalik pada kertas saring, kemudian pasang leher
cetakan dan kencangkan pelat dasar dengan cetakan dan leher cetakan.
■ Timbang cetakan bersama-sama dengan contoh, pelat dasar dan leher cetakan
dengan ketelitian 5 gram.
■ Lakukan langkah-langkah di atas untuk dua contoh yang lain (masing dipadatkan
dengan 30 dan 65 tumbukan).

7) . Perendaman

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam perendaman adalah:


■ Letakkan piring pemuaian di atas contoh dalam cetakan.
■ Masukkan piring beban yang jumlahnya disesuikan dengan perkiraan beban akibat
lapis perkerasan di atas tanah dasar. Namun demikian, berat beban tidak boleh
kurang dari 4,54 kg (10 Ib).
■ Masukkan contoh ke dalam bak perendaman dan biarkan air masuk melalui dasar
dan permukaan contoh selama 4 hari (96 jam). Selama perendaman, pertahankan
permukaan air agar tetap sekitar 25,4 mm (1 in) di atas permukaan contoh. Untuh
contoh yang terdiri atas campuran lempung-agregat, dapat dilakukan perendaman
yang kurang dari 4 hari, sedangkan untuk beberapa jenis lempung, mungkin
diperlukan perendaman yang lebih dari 4 hari. Pada awal perendaman, pasang tripod
bersama-sama dengan arloji pengukur pemuaian dan lakukan pembacaan awal.
■ Pada ahir hari ke empat, lakukan pembacaan pada arloji dan lakukan perhitungan
pemuaian.
■ Lakukan perhitungan pemuaian dengan cara sebagai berikut:

25
Angkat contoh dari bak perendaman dan tuangkan air yang terdapat di bagian atas
cetakan dan kemudian biarkan contoh selama kira-kira 15 menit.
■ Lepaskan piring beban piring pemuaian.
■ Timbang contoh dalam cetakan dan leher cetakan.

8) . Pengujian penetrasi

Untuk masing-masing benda uji, lakukan langkah-langkah sebagai berikut:


■ Masukkan piring beban berlubang (1 buah).
■ Letakkan cetakan di atas dudukan mesin pembebanan.
■ Atur piston sedemikian rupa sehingga bagian bawahnya tepat bersentuhan dengan
permukaan benda uji dan tambahkan piring beban sehingga jumlahnya sama
dengan jumlah piring beban pada saat perendaman.
■ Atur kedua jarum arloji (pengukur beban dan pengukur penetrasi) pada angka nol.
■ Lakukan pembebanan (dengan memutar engkol) dengan kecepatan penetrasi 1,3
(0,05 in) per menit.
■ Catat beban pada saat penetrasi 0,64; 1,27; 1,91; 2,54; 5,08 dan 12,70 mm (0,025;
0,05; 0,075; 0,100; 0,150; 0,200 dan 0,300 in). Apabila diperlukan, dapat dilakukan
juga pembacaan beban pada saat penetrasi 12,70 mm (0,500 in).
■ Ambil contoh dari kira-kira 25 mm (1 in) bagian atas benda uji dan lakukan
pemeriksaan kadar air. Kadar air digunakan untuk menghitung berat isi kering benda
uji.

9) . Perhitungan
■ Sebelum penentuan CBR, terlebih dulu dibuat hubungan antara tegangan (beban)
dengan regangan (penetrasi) masing-masing benda uji sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 7a. Pada bagian awal kurva, kemungkinan pembacaan beban tidak sesuai
dengan pembacaan penetrasi. Apabila hal tersebut terjadi, maka perlu dilakukan
koreksi kurva pada pembacaan penetrasi 2,54 dan 5,00 mm (0,10 dan 0,20 in).

■ Selanjutnya lakukan perhitungan CBR dengan membandingkan beban hasil pengujian


(setelah dikoreksi) pada penetrasi 2,54 dan 5,00 mm (0,10 dan 0,20 in) dengan beban
standar pada penetrasi yang sama, yaitu 3000 dan 4500 Ibs, atauapabila beban yang
digunakan adalah tekanan (beban dibagi luas penampang psiton), maka nilai pembagi
(beban standar) tersebut adalah 1000 dan 1500 lbs/in2 (19,7 dan 30,9 MPa) Dalam
bentuk persamaan, CBR dinyatkan dengan hubungan sebagai berikut:
CBR(%) = Beban setelah koreksi x100…………………………………………… 6.6
Beban standar
Nilai CBR biasanya perbandinagn beban pada penterasi 2,54 mm (0,10 in). Apabila
perbandingan beban pada penetrasi 5,08 mm (0,20 in) ternyata lebih besar daripada
perbandingan pada penetrasi 2,54 mm (0,10 in), maka pengujian perlu diulang. Apabila
hasil pengulangan tersebut adalah sama, maka CBR merupakan perbandingan pada
5,08 mm (0,20 in).

■ Untuk ketiga benda uji, buat hubungan antara berat isi kering dengan perbandingan
beban sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7b. Kemudian, tentukan CBR disain
berdasarkan berat isi kering yang ditetapkan (biasanya 95% kepadatan kering
maksimum).

26
BEBAN (Ibs)

a. Kurva penetrasi - beban b. Kurva berat isi kering - CBR


Gambar 7. Contoh kurva untuk menentukan CBR di laboratorium

27
Filename: 003_Buku3 - Penyelidikan dan Uji Tanah Dasar utk Pek
Jalan.docx
Directory: E:\Buku Pedoman Konstruksi
Template:
C:\Users\muhammad_rahhal\AppData\Roaming\Microsoft
\Templates\Normal.dotm
Title:
Subject:
Author: Muhammad Rahhal Nazzala
Keywords:
Comments:
Creation Date: 07/12/2023 14:26:00
Change Number: 3
Last Saved On: 28/12/2023 09:02:00
Last Saved By: Muhammad Rahhal Nazzala
Total Editing Time: 197 Minutes
Last Printed On: 28/12/2023 09:04:00
As of Last Complete Printing
Number of Pages: 27
Number of Words: 10.291 (approx.)
Number of Characters: 58.662 (approx.)

You might also like