You are on page 1of 188

A.

Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan
manusia yang berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam
rangka mempertahankan hidup dalam hidup dan penghidupan manusia yang
mengemban tugas dari Sang Kholiq untuk beribadah. Manusia sebagai
mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah Subhanaha watta‟alla dengan
suatu bentuk akal pada diri manusia yang tidak dimiliki mahluk Allah yang
lain dalam kehidupannya, bahwa untuk mengolah akal pikirnya diperlukan
suatu pola pendidikan melalui suatu proses pembelajaran.
Berdasarkan undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 Bab I, bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut William F Pendidikan harus dilihat di dalam cakupan
pengertian yang luas. Pendidikan juga bukan merupakan suatu proses yang
netral sehingga terbebas dari nilai-nilai dan Ideologi.
Kosasih Djahiri (1980 : 3) mengatakan bahwa Pendidikan adalah
merupakan upaya yang terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu
(terus menerus sepanjang hayat) kearah membina manusia/anak didik
menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya (civilized).
Pengertianpendidikandalambeberapabahasa, diantaranya :
a. Dalam bahasa Yunani pendidikan adalah pedagogik, yaitu : ilmu
menuntun anak.
b. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan
dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu
dilahirkan di dunia.
c. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yakni :
membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan/potensi
anak.
d. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan),
mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan
dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
e. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar
didik dan kecerdasan pikiran.
Apabila ditarik secara garis besar dapat di artikan pendidikan ialah
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses
perbuatan, cara mendidik masyarakatnya.

B. Unsur-UnsurPendidikan
Terlepas dari berbagai macam definisi pendidikan yang diutarakan
oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa pendidikan mengandung unsur-
unsur sebagai berikut:
1. Usaha
Pendidikan mengandung unsur usaha. Hal ini dibutuhkan untuk mencapai
sebuah tujuan yang telah direncanakan.
2. Tujuan
Pendidikan harus memiliki sebuah tujuan yang jelas. Hal ini diperlukan
untuk terfokusnya sistem pendidikan yang berlangsung.
3. Lingkungan
Pendidikan harus memiliki suatu lingkungan tertentu. Tanpa adanya
lingkungan tersebut, maka pendidikan yang berlangsung akan berjalan
dengan tidak teratur.
4. Kesengajaan
Pendidikan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sengaja dan
sadar.

C. Hakikat Pendidikan
Pada dasarnya pendidikan ialah kegiatan mendidik manusia menjadi
manusia sehingga hakikat atau inti dari pendidikan tidak akan terlepas dari
hakikat manusia, sebab urusan utama pendidikan adalah manusia. Wawasan
yang dianut oleh pendidik tentang manusia akan mempengaruhi strategi atau
metode yang digunakan dalam melaksanakan tugasnya. Kita sepakat bahwa
pendidikan merupakan sesuatu yang tidak asing bagi kita, terlebih lagi
karena kita bergerak di bidang pendidikan. Juga pasti kita sepakat bahwa
pendidikan diperlukan oleh semua orang. Bahkan dapat dikatakan bahwa
pendidikan ini dialami oleh semua manusia dari semua golongan. Tetapi
sering kali orang melupakan makna dan hakikat pendidikan itu sendiri.
Layaknya hal lain yang sudah menjadi rutinitas, cenderung terlupakan makna
dasar dan hakikatnya.
Karena itu benarlah kalau dikatakan bahwa setiap orang yang terlihat
dalam dunia pendidikan sepatutnyalah selalu merenungkan makna dan
hakikat pendidikan, merefleksikannya di tengah-tengah tindakan/aksi sebagai
buah refleksinya.
Beberapa Asumsi Dasar yang Berkaitan dengan Hakikat Pendidikan
sebagai berikut :
1. Pendidikan merupakan proses interaksi manusia yang ditandai oleh
keseimbangan antara kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan
pendidik.
2. Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik menghadapi
lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat.
3. Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat.
4. Pendidikan berlangsung seumur hidup.
5. Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu
pengetahuan dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya.

Berbagai pendapat mengenai hakikat pendidikan dapat digolongkan


atas dua kelompokbesaryaitu :
a. Pendekatan reduksionisme
Pendekatan-pendekatan reduksionisme melihat proses pendidikan
peserta didik dan keseluruhan termasuk lembaga-lembaga pendidikan,
menampilkan pandangan ontologis maupun metafisis tertentu mengenai
hakikat pendidikan.
b. Pendekatan Redaksional
Teori-teori / pendekatan redaksional sangat banyak dikemukakan di
dalam khazanah ilmu pendidikan. Dalam hal ini akan dibicarakan
berbagai pendekatan reduksionaisme sebagai berikut :
 Pendekatan pedagogis / pedagogisme
Titik tolak dari teori ini ialah anak yang akan di besarkan menjadi
manusia dewasa. Pandangan ini apakah berupa pandangan
nativisme schopenhouer serta menganut penganutnya yang
beranggapan bahwa anak telah mempunyai kemampuan-
kemampuan yang dilahirkan dan tinggal di kembangkan saja.
 Pendekatan Filasofis / religionisme
Anak manusia mempunyai hakikatnya sendiri dan berada dengan
hakikat orang dewasa. Oleh sebab itu, proses pendewasaan anak
bertitik-tolak dari anak sebagai anak manusia yang mempunyai
tingkat-tingkat perkembangan sendiri.
 Pendekatan religius / religionisme
Pendekatan religius / religionisme dianut oleh pemikir-pemikir
yang melihat hakikat manusia sebagai makhluk yang religius.
Namun demikian kemajuan ilmu pengetahuan yang sekuler tidak
menjawab terhadap kehidupan yang bermoral.
 Pendekatan psikologis / psikologisme
Pandangan-pandangan pedagogisme seperti yang telah diuraikan
telah lebih memacu masuknya psikologi ke dalam bidang ilmu
pendidikan hal tersebut telah mempersempit pandangan para
pendidik seakan-akan ilmu pendidikan terbatas kepada ilmu
mengajar saja.
 Pendekatan negativis / negativism
Pendidikan ialah menjaga pertumbuhan anak. Dengan demikian
pandangan negativisme ini melihat bahwa segala sesuatu seakan-
akan telah tersedia di dalam diri anak yang bertumbuh dengan
baik apabila tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang merugikan
pertumbuhan tersebut.
 Pendekatan sosiologis / sosiologismu
Pandangan sosiologisme cenderung berlawanan arah dengan
pedagogisme. Titik-tolak dari pandangan ini ialah prioritas
kepada kebutuhan masyarakat dan bukan kepada kebutuhan
individu

Pendidikan merupakan transfer of knowledge, transfer of value dan


transfer of culture and transfer of religius yang semoga diarahkan pada upaya
untuk memanusiakan manusia. Hakikat proses pendidikan ini sebagai upaya
untuk mengubah perilaku individu atau kelompok agar memiliki nilai-nilai
yang disepakati berdasarkan agama, filsafat, ideologi, politik, ekonomi,
sosial, budaya dan pertahanan keamanan.
Jadi pada intinya, Hakikat Pendidikan: mendidik manusia menjadi
manusia sehinggah hakekat atau inti dari pendidikan tidak akan terlepas dari
hakekat manusia, sebab urusan utama pendidikan adalah manusia.

D. Tujuan Pendidikan
Tujuan Pendidikan Nasional harus sesuai dengan Tap MPRS No
XXVI/MPRS/1966 tentang Agama, pendidikan dan kebudayaan, sehingga
dirumuskan bahwa tujuan dari pendidikan adalah membentuk manusia Pancasila
sejati berdasarkan pembukaan UUD 1945. Dalam UU No. 2 tahun 1989 juga
ditegaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa serta mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, dengan artian bahwa
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, memiliki budi pekerti
luhur, memiliki keterampilan dan pengetahuan, kesehatan jasmani dan rohani,
memiliki pribadi yang baik, mandiri dan memiliki rasa tanggung jawab
kemasyarakatan, kebangsaan.
Tujuan pendidikan bisa didefinisikan sebagai salah satu unsur dari
pendidikan yang berupa rumusan tentang apa yang harus dicapai oleh para peserta
didik

Sementara tujuan pendidikan secara umum adalah untuk mengubah segala


macam kebiasaan buruk yang ada di dalam diri manusia menjadi kebiasaan baik
yang terjadi selama masa hidup, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas diri
menjadi pribadi yang mampu bersaing dan menjawab berbagai tantangan di masa
depan.

E. Asas-AsasPendidikan
Selain itu hakekat pendidikan juga mengarah pada asas-asas seperti :
1. Asaspendekatan manusiawi/humanistik
meliputi keseluruhan aspek/potensi anak didik serta utuh dan bulat
(aspek fisik–non fisik : emosi–intelektual ; kognitif–afektif
psikomotor), sedangkan pendekatan humanistik adalah pendekatan
dimana anak didik dihargai sebagai insan manusia yang potensial,
(mempunyai kemampuan kelebihan – kekurangannya dll), diperlukan
dengan penuh kasih sayang – hangat – kekeluargaan – terbuka –
objektif dan penuh kejujuran serta dalam suasana kebebasan tanpa ada
tekanan/paksaan apapun juga.
2. Asas kemerdekaan
Memberikan kemerdekaan kepada anak didik, tetapi bukan kebebasan
yang leluasa, terbuka (semau gue), melainkan kebebasan yang dituntun
oleh kodrat alam, baik dalam kehidupan individu maupun sebagai
anggota masyarakat.
3. Asas kodrat Alam
Pada dasarnya manusia itu sebagai makhluk yang menjadi satu dengan
kodrat alam, tidak dapat lepas dari aturan main (Sunatullah), tiap orang
diberi keleluasaan, dibiarkan, dibimbing untuk berkembang secara
wajar menurut kodratnya.
4. Asas kebudayaan
Berakar dari kebudayaan bangsa, namun mengikuti kebudyaan luar
yang telah maju sesuai dengan jaman. Kemajuan dunia terus diikuti,
namun kebudayaan sendiri tetap menjadi acauan utama (jati diri).
5. Asas kebangsaan
Membina kesatuan kebangsaan, perasaan satu dalam suka dan duka,
perjuangan bangsa, dengan tetap menghargai bangsa lain, menciptakan
keserasian dengan bangsa lain.
6. Asas kemanusiaan
Mendidik anak menjadi manusia yang manusiawi sesuai dengan
kodratnya sebagai makhluk Tuhan.

F. Konsep Pendidikan
Kecenderungan pemberian informasi yang lebih dari pada pengembangan
kepribadian memberi kesan bahwa hanya bisa menampakkan kecerdasan
intelektualnya saja (IQ). Pernyataan ini memberi uraian bahwa konsepsi ini
menyebabkan peranan sekolah terpisah dari pengalaman hidup nyata sehari-
hari di samping kurang adanya perhatian terhadap semua bentuk sumber
belajar yang ada dalam masyarakat. Pemahaman tentang konsep ini begitu
dominan, sehingga pembaharuan pendidikan selalu diartikan pembaharuan isi
dari kurikulum yang sudah ditetapkan. Bahkan ada kecenderungan bekal
hidup yang diberikan kepada peserta didik terlalu berat, sehingga bobot
kegiatan belajar merupakan beban yang tak tertanggungkan bagi peserta didik
maupun bagi guru, karena waktu yang disediakan terbatas.
Pengembangan konsep pendidikan selanjutnya mengarah kepada
pengertian yang lebih lengkap. Batasan pendidikan lebih mengacu kepada
pendapat para ahli yang mengartikan pendidikan sebagai usaha yang
disengaja dan sadar untuk mengembangkan kepribadian anak untuk menjadi
anggota masyarakat. pandangan tentang hakikat manusialah yang menjadi
dasar untuk membina kepribadian anak manusia dan menyiapkan mereka
menjadi anggota masyarakat.
Konsep pendidikan selanjutnya adalah konsep pendidikan yang
menyatukan semua kegiatan pendidikan, baik yang terjadi dalam sekolah,
maupun di luar sekolah (dalam keluarga dan masyarakat), secara terpadu
yang berlangsung sepanjang hayat, yang oleh UNESCO disebut pendidikan
seumur hidup terpadu life long integrated education.
Konsep pendidikan seperti terkemuka mengandung dua pengertian
esensial yaitu pendidikan berlangsung sepanjang hayat manusia dan
pendidikan merupakan kegiatan terpadu antara kegiatan pendidikan dalam
sekolah dan di luar sekolah.
Pengertian pertama menegaskan bahwa pendidikan mengembangkan
potensi-potensi dan sikap subjek didik secara maksimal tanpa mengenal batas
usia. Konsep ini tidak sependapat dengan pendidikan yang hanya
mempersiapkan anak untuk menjadi anggota masyarakat atau mempersiapkan
kedewasaan saja.
Pengertian yang kedua, pendidikan seharusnya dapat mengintegrasikan
pendidikan yang bermacam-macam dalam masyarakat baik pendidikan
sekolah, pendidikan dalam masyarakat dan pendidikan di tempat kerja.
Pendidikan di luar sekolah kadang kala lebih intensif
memberikan pengetahuan dan keterampilan pada bidang tertentu namun
faktanya sekolah adalah lembaga pendidikan yang membawa anak ke dalam
posisi sosial. Keadaan seperti mi menimbulkan kehidupan sosial yang kurang
sehat, karena kadang kala pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
melalui bermacam-macam pendidikan di luar sekolah yang justru sangat
penting untuk mengembangkan ekonomi atau kehidupan manusia kurang
mendapat tempat.
A. Konsep Pendidikan
Pendidikan berasal dari bahasa Yunani “paedagogiek” (pais=anak,
gogos=membimbing/menuntun, iek=ilmu) adalah ilmu yang membicarakan
bagaimana memberikan bimbingan kepada anak. Dalam bahasa Inggris,
pendidikan diterjemahkan menjadi „education‟ (Yunani, educare) yang berarti
membawa keluar yang tersimpan dalam jiwa anak, untuk dituntun agar
tumbuh dan berkembang.
Dalam bahasa Indonesia, pendidikan berarti proses mendidik atau
melakukan suatu kegiatan yang mengandung proses komunikasi pendidikan
antara yang mendidik dan yang dididik. Melalui masukan-masukan kepada
peserta didik yang secara sadar akan dicerna oleh jiwa, akal maupun raganya
sehingga pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan sikap
(afektif) sesuai dengan yang dituju oleh pendidikan tersebut.

Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah


dengan signifikan sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari pola
pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern. Hal tersebut sangat
berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia. Menyikapi hal tersebut
pakar-pakar pendidikan mengkritisi dengan cara mengungkapkan dan teori
pendidikan yang sebenarnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang
sesungguhnya.

Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan


berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas ke depan untuk mencapai
suatu cita- cita yang di harapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan
tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi
diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan.

Pada dasarnya pengertian pendidikan merujuk UU SISDIKNAS No.20


tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal dari kata
„didik‟ dan mendapat imbuhan „pe‟ dan akhiran „an‟, maka kata ini
mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa
definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia)
menjelaskan tentang pendidikan yaitu, tuntutan di dalam hidup tumbuhnya
anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan
kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai
anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-
tingginya.

Langeveld adalah seorang ahli pendidikan bangsa Belanda ahli ini


merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut : “Pendidikan adalah
bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada
perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak
cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan
orang lain”. Herbert Spencer, filosof Inggris yang hidup tahun 1820-1903 M
mengatakan bahwa pendidikan itu ialah menyiapkan seseorang agar dapat
menikmati kehidupan yang bahagia. Sedang menurut Rousseau filosof
Prancis, 1712-1778 M mengatakan bahwa pendidikan ialah pembekalan diri
kita dengan sesuatu yang belum ada pada kita sewaktu masa kanak-kanak,
akan tetapi kita membutuhkannya di waktu dewasa. John Dewey filosof
Chicago, 1859 M - 1952 M juga mengatakan bahwa pendidikan adalah
membentuk manusia baru melalui perantaraan karakter dan fitrah, serta
dengan mencontoh peninggalan - peninggalan budaya lama masyarakat
manusia.

Sedangkan menurut H. Horne, pendidikan adalah proses yang terus


menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia
yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada
vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan
kemanusiaan dari manusia.

B. Teori – Teori Pendidikan


Ada beberapah teori-teori pendidikan antara lain :

1. Behaviorisme

Kerangka kerja teori pendidikan behaviorisme adalah empirisme.


Asumsi filosofis dari behaviorisme adalah nature of human being
(manusia tumbuh secara alami). Latar belakang empirisme adalah How we
know what we know (bagaimanah kita tahu apa yang kita tahu). Menurut
paham ini pengetahuan pada dasarnya diperoleh dari pengalaman
(empiris). Aliran behaviorisme didasarkan pada perubahan tingkah laku
yang dapat diamati. Oleh karena itu aliran ini berusaha mencoba
menerangkan dalam pembelajaran bagaimana lingkungan berpengaruh
terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah laku dalam
belajar akan berubah kalau ada stimulus dan respon. Stimulus dapat
berupa prilaku yang diberikan pada siswa, sedangkan respons berupa
perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa. Jadi, berdasarkan teori
behaviorisme pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan. Tokoh aliran
behaviorisme antara lain : Pavlov, Watson, Skinner, Hull, Guthrie, dan
Thorndike.

2. Kognitivisme.

Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari teori pendidikan


kognitivisme adalah dasarnya rasional. Teori ini memiliki asumsi filosofis
yaitu the way in which we learn (Pengetahuan seseorang diperoleh
berdasarkan pemikiran) inilah yang disebut dengan filosofi rationalisme.
Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam
menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam lingkungan. Teori
kognitivisme berusaha menjelaskan dalam belajar bagaimanah orang-
orang berpikir. Oleh karena itu dalam aliran kognitivisme lebih
mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri.karena
menurut teori ini bahwa belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks.
Jadi, menurut teori kognitivisme pendidikan dihasilkan dari proses
berpikir. Tokoh aliran Kognitivisme antara lain : Piaget, Bruner, dan
Ausebel.

3. Konstruktivisme.

Menurut teori konstruktivisme yang menjadi dasar bahwa siswa


memperoleh pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri.
Konsep pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses
pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif
membangun konsep baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh
karena itu proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian
rupa sehinggah mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya
sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi, dalam pandangan
konstruktivisme sangat penting peranan siswa. Agar siswa memiliki
kebiasaan berpikir maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar. Menurut
teori ini juga perlu disadari bahwa siswa adalah subjek utama dalam
penemuan pengetahuan. Mereka menyusun dan membangun pengetahuan
melalui berbagai pengalaman yang memungkinkan terbentuknya
pengetahuan. Mereka harus menjalani sendiri berbagai pengalaman yang
pada akhirnya memberikan pemikiran tentang pengetahuan-pengetahuan
tertentu. Hal terpenting dalam pembelajaran adalah siswa perlu menguasai
bagaimana caranya belajar. Dengan itu ia bisa menjadi pembelajar mandiri
dan menemukan sendiri pengetahuan-pengetahuan yang ia butuhkan
dalam kehidupan. Tokoh aliran ini antara lain : Von Glasersfeld, dan Vico
)

4. Humanistik
Teori ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk ,memanusiakan
manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si
pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan
kata lain si pembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha agar
lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk
mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu
dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.

Menurut aliran Humanistik para pendidik sebaiknya melihat


kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapah psikolog
humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk
berkembang untuk menjadi lebih baik dan belajar. Secara singkat
pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada
perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia
untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan
mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan
interpersonal sosial dan metode untuk mengembangkan diri yang
ditujukan untuk memperkaya diri,menikmati keberadaan hidup dan juga
masyarakat. Keterampilan atau kemampuan membangun diri secara positif
ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya
dengan keberhasilan akademik. Dalam teori humanistik belajar dianggap
berhasil apabila pembelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.

Akhirnya , dapat disimpulkan pendidikan merupakan syarat mutlak


apabila manusia ingin tampil dengan sifat-sifat hakikat manusia yang
dimilikinya. Dan untuk bisa bersosialisasi antar sesama manusia inilah
manusia perlu pendidikan. Definisi tentang pendidikan banyak sekali
ragamnya dengan definisi yang satu dapat berbeda dengan yang lainnya.
Hal ini dipengaruhi oleh sudut pandang masing-masing. Pendidikan,
seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandunga banyak aspek dan
sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak
ada satu batasan pun secara gamblang dapat menjelaskan arti pendidikan.
Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam dan
kandungannya dapat berbeda yang satu dengan yang lain. Perbedaan itu
bisa karena orientasinya, konsep dasar yang digunakannya, aspek yang
menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya. Yang terpenting
dari semua itu adalah bahwa pendidikan harus dilaksanakan secara sadar,
mempunyai tujuan yang jelas, dan menjamin terjadinya perubahan ke arah
yang lebih baik.

C. Konsep Pembelajaran

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran


merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan
pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses
pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Pemahaman seorang guru
terhadap pengertian pembelajaran akan sangat mempengaruhi cara guru itu
mengajar. Institusi pendidikan harus dapat menyelenggarakan proses
pembelajaran yang menurut UNESCO bertumpu pada empat pilar pendidikan
yaitu:

1. Learn to know

Pilar learn to know bermakan bahwa pembelajaran merupakan proses


”menjadi tahu” dari sebelumnya yang ‟tidak mengetahui” sesuatu. Peserta
didik dibekali dengan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengembangkan
intelektualitasnya.

2. Learn to do

Pilar learn to do mempunyai makna bahwa setelah atau bersamaan dengan


peserta didik mendapat pembekalan pengetahuan, ia harus menerima pula
bekal beriktnya yaitu kemampuan yang bersifat keterampilan dalam
mengerjakan sesuatu, yang tercakup dalam ranah psikomotor.

3. Learn to be
Pilar learn to be merupakan pembekalan untuk menyempurnakan dua pilar
sebelumnya, yaitu bahwa setelah peserta didik memiliki pengetahuan dan
keterampilan, langkah selanjutnya tentunya dengan berbekal ilmu
penegtahuan dan teknologi, maka si pemilik ilmu pengetahuan dan teknologi
itu harus dapat mendayagunakannya untuk tercapainya kemanfaatan.

4. Learn to live together

Pilar lear to live together merupakan upaya memadukan ketiga pilar yang
terdahulu dan terimplementasikan dalam kehidupan nyata di masyarakat.

D. Pendidikan dan Pembelajaran

Dalam dunia pendidikan kita selalu berjumpa dengan istilah pendidikan


dan pembelajaran. Istilah pendidikan telah dibahas pada uraian di atas. Lalu
apakah yang dimaksud dengan istilah pembelajaran?
Dalam UU No. 2 Tahun 1989 pada pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan
adalah usaha untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pembelajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan dating. Di
sini jelas bahwa pembelajaran merupakan salah satu bagian dari pendidikan.
Itulah sebabnya dikatakan bahwa istilah pembelajaran dapat dibedakan dari
pendidikan tetapi sulit untuk dipisahkan secara tegas.
Menurut Kemp (1985), pembelajaran merupakan bagian dari pendidikan.
Pendidikan adalah proses membimbing manusia dari kegelapan dan
kebodohan ke kecerahan pengetahuan. Sesungguhnya perbedaan pendidikan
dan pembelajaran terletak pada penekanan yang ingin dicapai dengan
pendidikan atau pembelajaran tersebut. Jika yang dipersoalkan atau dijadikan
tekanan adalah aspek kognitif dan psikomotor maka disebut pembelajaran,
sedangkan bila penekanannya kepada tercapainya tujuan untuk membentuk
sikap disebut pendidikan
Tirtarahardja (dalam Djoehana: 8) memberi gambaran tentang perbedan
pembelajaran dan pendidikan seperti pada table berikut.
Pendidikan pembelajaran
Lebih menekankan pada Lebih menekankan pada
pembentukan manusianya penguasaan wawasan dan
(penanaman sikap dan nilai-nilai) pengetahuan tentang bidang tertentu

Memakan waktu yang relatif Memakan waktu yang relatif


panjang pendek

Metode lebih bersifat psikologis Metode lebih bersifat rasional,


dan pendekatan manusiawi teknis dan praktis
Kesimpulan yang dapat ditarik dari keterkaitan antara pendidikan dan
pembelajaran adalah sebagai berikut.
a. Pendidikan dan pembelajaran dapat dibedakan, tetapi tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Masing-masing saling terkait dan saling isi-
mengisi.
b. Pembedaan secara tegas dilakukan hanya untuk kepentingan analisis
agar masing-masing dapat dipahami secara lebih baik.
c. System pendidikan modern lebih cenderung mengutamakan aspek
pendidikannya, sebab pendidikan membentuk wadah, sedangkan
pembelajaran mengusahakan isinya. Wadah harus kukuh dan menetap,
sedangkan isi bisa bervariasi dan berubah mengikuti perkembangan
dan kemajuan kebudayaan manusia.
2.1. Pendapat-pendapat Aliran Klasik Terhadap Pendidikan

2.2.1. Aliran Nativisme

Istilah Nativisme dari asal kata natives yang artinya terlahir.


Nativisme adalah sebuah doktrin filosofis yang berpangaruh besar terhadap
pemikiran psikologis. Tokoh utama aliran ini adalah Arthur Schopenhauer(1788-
1869), seoran filosofis Jerman. Airan ini identik dengan pesimistisyang
memandang segala sesuatu dengan kaca mata hitam. Aliran ini berpendapat
bahwa perkembangan manusia itu telah di tentukan oleh faktor-faktor yang di
bawa manusia sejak lahir,pembawaan yang telah terdapat pada waktu lahir itulah
yang menentukan hasil perkembangannya. Menurut aliran nativisme, pendidikan
tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. Dalam ilmu pendidikan pandangan
seperti ini di sebut pesimistis pedagogis.

Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak


didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak itu sendiri. Bagi nativisme
lingkungan lingkungan sekitar tidak mempengaruhi perkembangan anak,
penganut aliran ini menyatakan bahwa kalau anak mempunyai pembawaan jahat
maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya kalau anak mempunyai pembawaan baik
maka dia akan baik. pembawaan baik dan buruk ini tidak dapat di ubah dari luar.

Jadi menurut pemaparan di atas telah jelas bahwa pendidikan


menurut aliran nativisme tidak bisa mengubah perkembangan seorang anak atau
tidak mempunyai pengaruh sama sekali. Karena menurut mereka baik buruknya
seoang anak di tentukan oleh pembawaan sejak lahir, dan peran pendidikan di sini
hanya sebatas mengembangkan bakat saja. Misalnya: seorang pemuda sekolah
menengah mempunyai bakat musik, walaupun orang tuanya sering menasehati
bahkan memarahinya supaya mau belajar, tapi fikiran dan perasaanya tetap tertuju
pada musik dan dia akan tetap berbakat menjadi pemusik.

2.1.2. Aliran Naturalisme

Nature artinya alam atau yang di bawa sejak lahir. Aliran ini di
pelopori oleh seorang filusuf Prancis JJ. Rousseau(1712-1778). Berbeda dengan
nativisme naturalisme berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan
mempunyai pembawaan baik, dan tidak satupun dengan pembawaan buruk.
Bagaimana hasil perkembangannya kemudian sangant di tentukan oleh pendidkan
yang di terimanya atau yang mempengaruhinya. Jika pengeruh itu baik maka akan
baiklah ia akan tetapi jika pengaruh itu jelek, akan jelek pula hasilnya. seperti
dikatakan oleh tokoh aliran ini yaitu J.J. Rousseausebagai berikut:”semua anak
adalah baik pada waktu baru datang dari sang pencipta, tetapi semua rusak di
tangan manusia”. Oleh karena itu sebagai pendidik Rousseau
mengajukan “pendidikan alam” artinya anak hendaklah di biarkan tumbuh dan
berkembang sendiri menurut alamnya, manusia atau masyarakat jangan banyak
mencampurinya. Rousseau juga berpendapat bahwa pendidikan yang di berikan
orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik itu, aliran ini
juga di sebut negativisme.

Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. Yang di


laksanakan adalah menyerahkan anak didik ke alam, agar pembawaan yang baik
itu tidak menjadi rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan
pendidikan itu. Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan
masyarakat yang serba di buat-buat sehingga kebaikan anak-anak yang di peroleh
secara alamiyah sejak saat kelahirannya itu dapat berkembang secara sepontan
dan bebas. Ia mengusulkan perlunya permainan bebas kepada anak didik untuk
mengembangkan pembawaannya, kemampuannya dan kecenderungannya.

Jadi menurut aliran ini pendidikan harus di jauhkan dari anak-anak,


seperti di ketahui, gagasan naturalism yang menolak campur tangan pendidikan,
sampai saat ini malahan terbukti sebaliknya pendidikan makin lama makin di
perlukan.

2.1.3. Aliran Empirisme

Kebalikan dari aliran empirisme dan naturalisme adalah empirisme


dengan tokoh utama Jhon Locke(1632-1704). Nama asli aliran ini adalah the
school of british empirism(aliran empirisme inggris).

Doktrin aliran empirisme yang sangat mashur adalah tabula rasa,


sebuah istilah bahasa latin yang berarti buku tulis yang kosong atau lembaran
kosong. Doktrin tabula rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan dan
pendidikan dalam arti perkembangan manusia semata-mata bergantung pada
lingkungan dan pengalaman pendidikannya. Sedangkan bakat dan pembawaan
sejak lahir di anggap tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini para penganut
empirisme menganggap setiap anak lahir seperti tabula rasa, dalam keadaan
kosong dan tak punya kemapuan apa-apa.
Aliran empirisme berpendapat berlawanan dengan aliran nativisme
dan naturalisme karena berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi
manusia dewasa itu sama sekali di tentukan oleh lingkungannya atau oleh
pendidikan dan pengalaman yang di terimanya sejak kecil. Manusia-manusia
dapat di didik menjadi apa saja(kearah yang baik maupun kearah yang buruk)
menurut kehendak lingkungan atau pendidikannya. Dalam pendidikan pendapat
kaum empiris ini terkenal dengan nama optimisme pedagogis.

Kaum behaviouris pun sependapat dengan kaum empiris, sebagai


contoh di kemukakan di sini kata-kata waston, seorang behaviouris tulen dari
Amerika ”berilah saya anak yang baik keadaan badannya dan situasi yang saya
butuhkan, dan dari setiap orang anak, entah yang mana dapat saya jadikan dokter,
seorang pedagang, seorang ahli hukum, atau jika memang di kehendaki menjadi
seorang pengemisatau pencuri”.

Dari pemaparan dan contoh di atas jelas menurut pandangan


empirisme bahwa peran pendidik sangat penting sebab akan mencetak anak didik
sesuai keinginan pendidik. Tapi dalam dunia pengetahuan pendapat seperti ini
sudah tidak di akui lagi, umumnya orang sekarang mengakui adanya
perkembangan dari pengaruh pembawaan dan lingkungan. Suatu pembawaan
tidak dapat mencapai perkembangannya jika tidak di pengaruhi oleh lingkungan.

Di samping itu orang berpendapat bahwa dalam batas-batas yang tertentu kita
dilahirkan dengan membawa intelegensi. Di katakana dalam batas-batas tertentu
karena sepanjang pengetahuan kita tahu bahwa intelegensi dapat kita
kembangkan.

2.1.4. Aliran Konvergensi

Aliran konvergensi merupakan gabungan dari aliran-aliran di atas,


aliran ini menggabungkan pentingnya hereditas dengan lingkungan sebagai
faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia, tidak hanya
berpegang pada pembawaan, tetapi juga kepada faktor yang sama pentingnya
yang mempunyai andil lebih besar dalam menentukan masa depan seseorang.

Aliran konvergensi mengatakan bahwa pertumbuhan dan


perkemangan manusia itu adalah tergantung pada dua faktor, yaitu: faktor
bakat/pembawaan dan faktor lingkungan, pengalaman/pendidikan. Inilah yang di
sebut teori konvergensi. (convergentie=penyatuan hasil, kerjasama mencapai satu
hasil. Konvergeren=menuju atau berkumpul pada satu titik pertemuan).

William Stern(1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa


Jerman, dan sebagai pelopor aliran ini mengatakan “kemungkinan-kemungkinan
yang di bawa lahir itu adalah petunjuk-petunjuk nasib depan dengan ruangan
permainan. Dalam ruangan permainan itulah letaknya pendidikan dalam arti se
luas-luasnya. Tenaga-tenaga dari luar dapat menolong, tetapi bukanlah ia yang
menyebabkan pertumbuhan itu, karena ini datangnya dari dalam yang
mengandung dasar keaktifan dan tenaga pendorong”

Jadi menurut Williem seorang anak di lahirkan di dunia sudah


disertai pembawaan baik maupun buruk. Bakat yang di bawa pada waktu lahir
tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang
sesuai untuk perkembangan bakat itu. sebaliknya lingkungan yang baik dapat
menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak
tidak terdapat bakat yang di perlukan untuk pengembang itu. sebagai contoh pada
hakikatnya kemampuan anak berbahasa dengan kata-kata, adalah juga hasil
konvergensi. Pada anak manusia ada pebawaan untuk berbicara dan melalui
situasi lingkungannya anak belajar berbicara dalam bahasa tertentu. Lingkungan
pun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya,
karena itu anak manusia mula-mula menggunakan bahasa lingkungannya.

Karena itu teori W. Stern di sebut teori konvergensi(memusatkan


ke satu titik). Jadi menurut teori konvergensi:

a. Pendidikan mungkin untuk di laksanakan,


b. Pendidikan di artikan sebagai pertolongan yang di berikan lingkungan
kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan
mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik,
c. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
Dari ketiga teori tersebut jelaslah bahwa semua yang berkembang dalam diri suatu
individu di tentukan oleh pembawaan dan juga oleh lingkungannya. Seorang anak
dapat berkata-kata juga di pengaruhi oleh dua faktor, pembawaan dan lingkungan.
Jika salah satu dari kedua faktor itu tidak ada, tidaklah mungkin lepandaian
berkata-kata dapat berkembang.

2.2. Pengaruh Aliran-aliran Klasik Terhadap Pemikiran dan Praktek Pendidikan di


Indonesia.

Di indonesia telah di terapkan berbagai aliran-aliran pendidikan,


penerimaan tersebut dilakukan dengan pendekatan efektif fungsional yakni
diterima sesuai kebutuhan, namun ditempatkan dalam latar pandangan yang
konvergensi.

Meskipun dalam hal-hal tertentu sangat diutamakan bakat dan


potensi lainnya dari anak, namun upaya penciptaan lingkungan untuk
mengembangkan bakat dan kemampuan itu diusahakan pula secara optimal.
Dengan kata lain, meskipun peranan pandangan empirisme dan nativisme tidak
sepenuhnya ditolak, tetapi penerimaan itu dilakukan dengan pendekatan eksistis
fungsional yakni diterima sesuai dengan kebutuhan, namun di tempatkan dalam
latar pandangan yang konvergensi seperti telah dikemukakan, tumbuh-kembang,
manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni hereditas, dan anugerah. Faktor
terakhir itu merupakan pencerminan pengakuan atas adanya kekuasaan yang ikut
menentukan nasib manusia.

Dari paparan diatas jelas bahwa Indonesia yang mayoritas agama


islam lebih condong pada aliran konvergensi yakni factor yang mempengaruhi
perkembangan adalah pembawaan dan lingkungan.pembawaan merupakan
potensi-potensi yang ada pada diri manusia sejak lahir yang perlu dikembangkan
dengan adanya pendidikan atau lingkungan.

A. Pengertian Motivasi
Motivasi adalah suatu dorongan yang timbul dari diri manusia untuk
melakukan sesuatu dengan penuh semangat. Motivasi timbul dan
berkembang melalui dua faktor, yaitu faktor dari diri sendiri (intrinsik) dan
faktor lingkungan (ekstrinsik).
Banyak para ahli yang mendefinisikan motivasi dengan cara berbeda,
namun tujuannya menuju kepada maksud yang sama, ialah bahwa
motivasi itu merupakan :
- Suatu kekuatan (power) atau tenaga (forces) atau daya (energy).
- Suatu keadaan yang kompleks (a complex state) dan kesiapsediaan
(preparatory set) dalam diri individu (organism) untuk bergerak (to
move, motion, motive) ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun
tidak disadari.

B. Jenis-Jenis Motivasi
1. Motivasi Primer
Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-
motif dasar. Motif-motif dasar tersebut umumnya berasal dari segi
biologis, atau jasmani manusia. Manusia adalah mahluk berjasmani,
sehingga perilakunya terpengaruh oleh insting atau kebutuhan
jasmaninya. Di antara insting yang penting adalah memelihara,
mencari makan, melarikan diri, berkelompok, mempertahankan diri,
rasa ingin tahu, membangun, dan kawin. (Koeswara, 1989: Jalaludin
Rachmat.1991)
Freud berpendapat bahwa insting memiliki empat ciri, yaitu tekanan,
sasaran, objek dan sumber.
a. Tekanan. Tekanan adalah kekuatan yang memotivasi individu
untuk bertingkah laku, semakin besar energi dalam insting, maka
tekanan terhadap individu semakin besar.
b. Sasaran. Sasaran insting adalah kepuasan atau kesenangan,
kepuasan tercapai apabila tekanan enargi pada insting berkurang.
c. Objek. Objek insting adalah hal-hal yang memuaskan insting, hal-
hal yang memuaskan insting tersebut dapat berasal dari luar
individu atau dari dalam individu.
d. Sumber. Sumber insting adalah keadaan kejasmanian individu.
Insting manusia dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu insting
kehidupan (life instinct) dan insting kematian (death instinct).
Insting-insting kehidupan terdiri dari insting yang bertujuan
memelihara kelangsungan hidup. Insting kehidupan tersebut
berupa makan, minum, istirahat, dan memelihara keturunan.
Insting kematian tertuju pada penghancuran, seperti merusak,
menganiaya, atau membunuh orang lain atau diri sendiri.
2. Motivasi Sekunder
Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Perilaku
manusia terpengaruh oleh tiga komponen penting seperti :
a. Komponen afektif, komponen afektif adalah aspek emosional.
Komponen ini terdiri dari motif sosial, sikap dan emosi.
b. Komponen kognitif, komponen kognitif adalah aspek intelektual
yang terkait dengan pengetahuan.
c. Komponen konatif, komponen konatif adalah tekait dengan
kemauan dan kebiasaan bertindak.
Perilaku motivasi sekunder juga terpengaruh oleh adanya
sikap. Sikap adalah suatu motif yang dipelajari. Ciri-ciri sikap :
a. merupakan kecenderungan berfikir, mersa, kemudian bertindak,
b. memiliki daya dorong bertindak,
c. relatif bersifat tetap,
d. berkecenderungan melakukan penilaian, dan
e. dapat timbul dari pengalaman, dapat dipelajari atau berubah.
Perilaku juga terpengaruh oleh emosi. Emosi menunjukkan
adanya sejenis kegoncangan seseorang. Emosi memiliki fungsi sebagai
:
a. pembangkit energi,
b. pemberi informasi pada orang lain,
c. pembawa pesan dalam berhubungan dengan orang lain,
d. sumber informasi tentang diri seseorang.
Perilaku juga terpengaruh oleh kebiasaan dan kemauan.
Kebiasaan merupakan perilaku menetap, berlangsung otomatis.
Kemauan seseorang timbul karena adanya :
a. keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan,
b. pengetahuan tentang cara memperoleh tujuan,
c. energi dan kecerdasan,
d. pengeluaran enrgi yang tepat untuk mencapai tujuan.

Secara garis besar motif sosiogenetis dapat dibagi menjadi dua,


yaitu motif darurat dan motif objektif. Motif darurat timbul karena
keadaan lingkungan sangat mendorong individu untuk mengambil
tindakan darurat yang sangat diperlukan, sedangkan motif objektif
adalah motif yang diarah kan untuk dapat berhubungan dengan orang-
orang atau hal-hal yang berada dilingkungannya. dapat juga dikatakan
motif darurat muncul untuk menguasai lingkungan/ menaklukkan
lingkungan, terutama untuk membela diri dalam keadan darurat,
sedang kan motif objektif bertujuan semata-mata untuk berhubungan
dengan lingkungan dan tidak dalam keadaan darurat.

1. Motif darurat
Yang dapat digolongkan dalam motif darurat adalah sebagai berikut :
a. Motifuntuk melepaskan diri dari bahaya. Salah satu hal yang
dapat mengancam keselamatan individu adalah keadaan bahaya.
Sebagai contoh, anak kecil belum mengetahui bahwa berbahaya.
Namun berkat belajar (dari orang lain atau pengalaman sendiri) dia
mengetahui bahwa ular itu berbahaya, maka tiap kali berjumpa dengan
ular, dia merasa takut dan berusaha untuk menghindarinya.
b. Motif untuk melawan, Motif melawan timbul bila individu
merasa diri dihambat oleh hal atau orang alin, bila kebutuhan yang
dirasakan saat itu dihalangi. Sebagai contoh, bila ada seorang anak
bermain lalu mainannya itu direbut oleh kakaknya, maka anak itu akan
akan menangis atau melawan kakak yang dianggap menghambat
permainannya. Cara untuk melawan ini akan berkembang sesuai
dengan pengalaman anak.
c. Motif untuk mengatasi rintangan. Bila seseorang dapat menjalan
kan suatu pekerjaan dan tiba-tiba mendapatkan rintangan, maka akan
timbul beberapa kemungkinan reaksi. Pada umumnya reaksi orang
yang mendapatkan rintangan adalah lebih dahulu berusaha keras agar
rintangan dapat diatasi/dikalahkan.
d. Motif mengejar. Motif mengejar ini timbul bila ada rangsangan
yang bersifat mangsa. Contohnya seseorang anak kecil melihat sebuah
bola menggelinding di sampingnya, dia serta merta akan segera
berusaha menangkapnya , dia tidak berfikir bahwa ada kemungkinan
bola itu akan diambil orang lain atau mungkin akan menggelinding
jauh.

2. Motif Objektif
Sebagaimana telah disinggung di muka, motif objektif
adalah motif untuk mengadakan hubungan dengan lingkungan tanpa
terbatas pda keadaan darurat. Yang dapat digolongkan kedalam motif
objektif ini adalah motif eksplorasi dan motif manipulasi.
a. Motif eksplorasi : motif eksplorasi adalah motif untuk
memeriksa dan menyelidiki. Baik manusia maupun binatang, bila
melihat sesuatu yang baru atau aneh segera akan menyelidikinya
mungkin dengan mata yang memandang dan meng amat-amati dengan
teliti, atau dengan menciumnya, meraba-raba dan lain-lain.
b. Motif manipulasi : sebenarnya motif manipulasi dapat pula
dimasukkan kedalam motif eksplorasi, karena kegiatan manipulasi
sering kali juga bertujuan bereksplorasi. Manipulasi sendiri artinya
berbuat atau mengerjakan sesuatu terhadap sesuatu objek, terutama
berbuat atau mengaerjakan dengan tangan. Motif manipulasi dapat
dilihat misalnya pada aktu seekor kucing sedang asik
bermain/mempermainkan bola, atau seorang anak kecil yang sedang
sibuk dengan alat permainannya .

C. Sumber-Sumber Motivasi
Motivasi dapat berasal dari dalam (Intrinsik) dan dari luar diri
seseorang (Eksrinsik). Dalam bidang pendidikan, seorang guru perlu
mengetahui apakah anak didiknya cenderung memiliki motivasi yang
timbul dari dalam ataupun dari luar diri mereka. Hal ini sangat diperlukan
supaya guru dapat bertindak dengan sewajarnya dalam memberikan
rangsangan kepada anak didiknya untuk selalu berusaha mengembangkan
motivasi yang dimilikinya.
1. Motivasi Intrinsik / drive.
Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah tindakan yang
digerakkan oleh suatu sebab yang datang di dalam individu atau motiv-
motiv yang menjadi aktif atau sangsinya tidak perlu dirangsang dari luar
karena dari dalam setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan
sesuatu. Contoh, yang senang membaca, meskipun tidak adad yang
mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya.
Kemudian kalau dilihat dari segi kegiatan yang dilakukannya (misal
kegiatan belajar), maka yang dimaksut motivasi intrinsik ini adalah ingin
mencapai tujuan yang terkandung didalam perbuatan belajar itu sendiri.
Termasuk pada faktor internal adalah :
(a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri;
(b) harga diri;
(c) harapan pribadi;
(d) kebutuhaan;
(e) keinginan;
(f) kepuasan kerja;
(g) prestasi kerja yang dihasilkan.

2. Motivasi ekstrinsik / reinforcement


Motifasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena
ada perangsang dari luar. Sebagai contoh, seseorang yang belajar, kerena
ia dalam keadadan menghadapi ujian, yang dengan harapannya mendapat
kan kelulusan. dengan nilai yang baik. Dengan nilai yang baik itu ia akan
mendapat pujian dari orang lain , misalnya orang tuanya. Jadi, belajar
bukan karena ingin mendapatkan sesuatu.Oleh karena itu motif ekstrinsik
dapat juga dikatakan sebagai bentuk motifasi yang didalamnya ada
aktivitas belajar yang dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan yang
tidak secara mutlak berkaitan dengan kegiatan belajar itu sendiri.
Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam
kegiatan belajar di sekolah :
a. Memberi angka
Banyak siswa belajar, yang utama justru untuk mencapai angka/nilai yang
baik. Sehingga siswa biasanya yang dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-
nilai pada raport angkanya baik-baik. Angka-angka yang baik itu bagi para
siswa merupakan motivasi yang sangat kuat.Namun,banyak yang salah
dalam mencapai tujuan itu,seperti mencontek atau meniru jawaban
teman,agar bisa mendapatkan nilai yang baik.Sehingga peran guru
diperlukan dalam menumbuhkan motivasi siswa,seperti penerapan system
“Reward and punishment”.Sehingga siswa termotivasi dalam mencapai
angka yang baik dengan hasil kerja kerasnya sendiri.
b. Hadiah
Hadiah adalah pemberian uang, barang, jasa dll yang dilakukan tanpa ada
kompensasi balik seperti yang terjadi dalam perdagangan, walaupun
dimungkinkan pemberi hadiah mengharapkan adanya imbal balik, ataupun
dalam bentuk nama baik (prestise) atau kekuasaan.Hadiah dapat juga
dikatakan motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian.Karena hadiah untuk
suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak
senang dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut.Dalam hal
ini,peran guru dalam memotivasi belajar siswa di sekolah.Misalnya saja
dengan memberikan hadiah yaitu berupa memberi nilai yang baik pada
siswa yang rajin mengerjakan tugas,memberi hadiah perlengkapan
menulis pada siswa yang nilainya paling baik di sekolah.
c. Saingan/Kompetisi
Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002. tentang Kurikulum Inti
Perguruan Tinggi mengemukakan “Kompetensi adalah seperangkat
tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai
syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan
tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu”.Sehingga Saingan atau kompetisi
dapat digunakan untuk mendorong kegiatan belajar siswa. Persaingan, baik
secara perseorangan maupun kelompok dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa.Karena semakin tinggi persaingan dalam belajar maka
semakin tinggi pula motivasi siswa dalam belajar.
d. Ego-involvement
Dalam kegiatan belajar mengajar perlu ditanamkan rasa tanggung jawab
dan harga diri kepada peserta didik.Sehingga dapat mendorong siswa
untuk bekerja semaksimal mungkin utuk meraih nilai yang baik.
Penyelesaian tugas dengan baik merupakan symbol dari kebanggaan harga
diri.Sehingga,siswa dapat termotivasi untuk menyelesaikan setiap tugas
dari guru dengan baik.
e. Memberi Ulangan
Ulangan merupakan salah satu cara untuk menumbuhkan
motivasi.Ulangan merupakan suatu cara untuk mengetahui keberhasilan
perkembangan belajar dari peserta didik.Dengan pemberian
ulangan,motivasi belajar siswa akan meningkat.Karena siswa akan
berlomba lomba untuk mencapai nilai yang baik.
f. Hasil
Hasil yang diperoleh siswa akan menambah semangat dan meningkatkan
motivasi.Dengan nilai yang baik,siswa dapat mempunyai kebanggaan di
mata teman twemannya.Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa
belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan
termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.Sehingga hasil
belajar yang dicapai siswa meningkat.
g. Pujian
Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus
merupakan motivasi yang baik. Oleh karena itu, supaya pujian ini
merupakan motivasi, pemberiannya harus tepat. Sudah sepantasnya siswa
yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya
pujian yang bersifat membangun dan dapat meningkatkan motivasi siswa
dalam belajar.
h. Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement negative, tetapi jika diberikan secara
tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi.Oleh karena itu,guru harus
memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman.Hukuman hanya diberikan
kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar.
Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah
diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.
i. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar adalah adanya unsur kesengajaan, ada maksud untuk
belajar.Dengan adanya hasrat dalam belajar,maka siswa akan dapat
memahami apa yang ia pelajari dengan baik.
j. Minat
Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk
melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih
(Hurlock, 1995 : 144).Motivasi sangat erat hubungannya dengan unsur
minat. Motivasi muncul karena ada kebutuhan, beegitu juga minat
sehingga tepatlah kalau minat merupakan alat motivasi yang yang pokok.
k. Tujuan yang Diakui
Rumusan tujuan yang diakui oleh siswa akan merupakan alat motivasi
yang sangat penting. Dengan memahami tujuan yang harus dicapai dalam
belajar, maka akan menimbulkan gairah untuk belajar giat. Karena makin
jelas tujuan maka makin besar motivasi dalam belajar.Sehingga prestasi
belajar siswa juga semakin menigkat.
l. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta
didik.Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan kata kata yang
membangkitkan motivasi belajar.
m. Membentuk kebiasaan belajar yang baik
Kebiasaan belajar yang baik sangat menentukan dalam keberhasilan
belajar siswa. Dengan kebiasaan belajar yang teratur dan tidak
membosankan,siswa tidak akan mudah jenuh dengan materi yang
diberikan guru.Kebiasaan belajar yang baik dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa.
n. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun
kelompok
Dalam memotivasi belajar siswa yang kesulitan dalam belajar,guru dapat
menerapkan pemberian jam tambahan kepadfa siswa tersebut.Sehingga
siswa akan termotivasi dalam mencapai nilai yang baik
o. Menggunakan metode yang bervariasi
Metode belajar yang digunakan dalam proses pembelajaan harus dibuat
lebih
variatif,sehingga siswa tidak jenuh dengan metode yang ada.Dengan
demikian,motivasi siswa dalam belajar akan semakin meningkat.
p. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran
Media adalah alat penunjang guru dalam m,enyampaikan materi pelajaran
kepada siswa.Dengan penggunaan media yang sesuai dengan tujuan
pembelajan,maka siswa akan termotivasi dalam belajar.

D. PENGGOLONGAN MOTIVASI
1. Motif Primer (Primary Motive) atau motif dasar (basic motive)
menunjukkan kepada motif yang tidak dipelajari (learned motive) yang
untuk ini sering juga digunakan istilah dorongan (drive). Golongan motif
ini pun dibedakan lagi ke dalam:
a. Dorongan fisiologis (physiological drive) yang bersumber pada
kebutuhan organis (organic needs) yang mencakup antara lain
lapar, haus, pernafasan, seks, kegiatan, dan istirahat. Untuk
menjamin kelansungan hidup organis diperlukan pemenuhan-
pemenuhan kebutuhan tersebut sehingga dicapai keadaan fisik
(physiological state or condition) yang seimbang (homeostasis).
b. Dorongan Umum (Morgan‟s General Drive) dan Motif Darurat
(Wodworth‟s Emergency Motive), termasuk di dalamnya dorongan
takut, kasih sayang, kegiatan, kekaguman dan ingin tahu; dalam
hubungannya dengan rangsangandari luar, termasuk dorongan
untuk melarikan diri (escape), menyerang (combat), berusaha
(effort) dan mengejar (pursuit) dalam rangka mempertahankan dan
meyelamatkan dirinya.
Motif-motif yang termasuk ke dalam kategori primer tersebut pada
umumnya terjadi secara natural dan instinktif.
2. Motif Sekunder (Secondary Motive) menunjukkan kepada motif yang
berkembang dalam diri individu karena pengalaman, dan dipelajari
(conditioning and reinforcement). Ke dalam golongan ini termasuk, antara
lain:
a. Takut yang dipelajari (learned fears).
b. Motif-motif sosial (ingin diterima, dihargai, konformitas, afiliasi,
persetujuan, status, merasa aman, dan sebagainya).
c. Motif-motif objectif dan interest (eksplorasi, manipulas, minat).
d. Maksud (purposes) dan spirasi.
e. Motif berprestasi (achievement motive)
BAB II
PEMBAHASAN

A. Taksonomi Tujuan Pendidikan


1. Taksonomi
Secara bahasa taksonomi diambil dari bahasa Yunani yaitu tassein dan
nomos. Tassein berarti untuk mengelompokkan dan nomos yang berarti aturan.
Taksonomi dapat pula diartikan secara istilah yaitu, sebagai pengelompokan
suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Dimana taksonomi yang
lebih tinggi bersifat lebih umum atau masih luas dan taksonomi yang lebih
rendah bersifat lebih spesifik atau lebih terperinci.

2. Taksonomi Tujuan
Taksonomi disusun oleh satu tim yang diketuai oleh Benyamin S. Bloom
dan Krathwool (1964) sehingga Taksonomi pendidikan lebih dikenal dengan
sebutan “Taksonomi Bloom”. Sejarahnya bermula ketika pada awal tahun
1950-an, dalam Konferensi Asosiasi Psikolog Amerika, sebagai kelanjutan
kegiatan serupa tahun 1948, Bloom dan kawan-kawan mengemukakan bahwa
persentase terbanyak butir soal evaluasi hasil belajar yang banyak disusun di
sekolah hanya meminta siswa untuk mengutarakan hafalan mereka. Hafalan
sebenarnya merupakan taraf terendah kemampuan berpikir (menalar, “thinking
behaviors”). Artinya, masih ada taraf lain yang lebih tinggi. Bloom, Englehart,
Furst, Hill dan Krathwohl kemudian pada tahun 1956 merumuskan ada tiga
golongan domain atau kawasan. Sampai saat ini taksonomi Bloom banyak
dipakai sebagai dasar pengembangan tujuan intruksional diberbagai kegiatan
latihan dan pendidikan.

3. Taksonomi Tujuan Pendidikan


Taksonomi tujuan pendidikan merupakan suatu kategorisasi tujuan
pendidikan, yang umumnya digunakan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan
kurikulum dan tujuan pembelajaran.

Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan


pendidikan. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain,
yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi
kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara
hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah
laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan
menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah.
Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-
kawan pada tahun 1956, sehingga sering pula disebut sebagai "Taksonomi
Bloom".

Ranah Kognitif adalah kemampuan berpikir, kompetensi memperoleh


pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan
penalaran.

Ranah afektif adalah berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat


penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek.

Ranah psikomotor adalah kompetensi melakukan pekerjaan dengan


melibatkan anggota badan, kompetensi yang berkaitan dengan gerak fisik.

Taksonomi Tujuan Pendidikan Menurut Bloom (Revisi)


1. Ranah Kognitif
1) Remember (Mengingat)
Mengingat adalah ke mampuan memperoleh kembali pengetahuan
yang relevan dari memori jangka panjang. Kategori Remember terdiri dari
proses kognitif Recognizing (mengenal kembali) dan Recalling
(mengingat). Untuk menilai Remember, siswa diberi soal yang berkaitan
dengan proses kognitif Recognizing (mengenal kembali) dan Recalling
(mengingat).
a. Recognizing (mengenal kembali)
Recognizing adalah memperoleh kembali pengetahuan yang
relevan dari memori jangka panjang kemudian membandingkannya
dengan informasi yang tersaji. Dalam Recognizing, siswa mencari
potongan informasi dalam memori jangka panjang yang identik atau
hampir sama dengan informasi yang baru disampaikan. Ketika
menemui informasi baru, siswa menentukan mana informasi yang
berkaitan dengan pengetahuan yang sebelumnya diperoleh kemudian
mencari yang cocok.
b. Recalling (mengingat)
Recalling adalah memperoleh kembali pengetahuan yang sesuai
dari memori jangka panjang ketika merespon suatu masalah atau
diberikan suatu perintah. Perintah dapat berupa sebuah pertanyaan.
Dalam Recalling, siswa mencari sebagian informasi dalam memori
jangka panjang, kemudian membawanya untuk mengerjakan memori
dimana informasi ini dapat diproses.

2) Understand (Memahami)
Memahami adalah kemampuan merumuskan makna dari pesan
pembelajaran dan mampu mengkomunikasikannya dalam bentuk lisan,
tulisan maupun grafik. Siswa mengerti ketika mereka mampu menentukan
hubungan antara pengetahuan yang baru diperoleh dengan pengetahuan
mereka yang lalu. Kategori Understand terdiri dari proses kognitif
Interpreting (menginterpretasikan), Exemplifying (memberi contoh),
Classifying (mengklasifikasikan), Summarizing (menyimpulkan),
Inferring (menduga), Comparing (membandingkan), dan Explaining
(menjelaskan)
a) Interpreting (menginterpretasikan)
Interpreting adalah kemampuan siswa untuk mengubah informasi yang
disajikan dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Interpreting dapat
berupa mengubah kalimat ke kalimat, gambar ke kalimat, angka ke
kalimat, kalimat ke angka, dan lain sebagainya.
b) Exemplifying (memberi contoh)
Exemplifying adalah kemampuan siswa untuk memberikan contoh yang
spesifik atau contoh mengenai konsep secara umum. Exemplifying
dapat pula berarti mengidentifikasi pengertian dari bagian-bagian pada
konsep umum.
c) Classifying (mengklasifikasikan)
Classifying adalah ketika siswa mengetahui bahwa sesuatu merupakan
bagian dari suatu kategori. Classifying dapat diartikan pula sebagai
mendeteksi ciri atau pola yang menunjukkan bahwa ciri atau pola
tersebut sesuai dengan kategori tertentu atau konsep tertentu. Jika
Exemplifying dimulai dari konsep umum dan meminta siswa untuk
mencari contoh khususnya, maka Classifying dimulai dari contoh
khusus dan meminta siswa untuk mencari konsep umumnya.
d) Summarizing (menyimpulkan)
Siswa dikatakan memiliki kemampuan Summarizing ketika siswa dapat
memberikan pernyataan tunggal yang menyatakan informasi yang
disampaikan atau topik secara umum.
e) Inferring (menduga)
Inferring berarti dapat mencari pola dari beberapa contoh kasus. Siswa
dikatakan memiliki kemampuan Inferring jika siswa dapat
membayangkan konsep atau prinsip yang merupakan bagian dari
contoh dengan cara mengkode karakteristik yang sesuai dari masing-
masing contoh dan lebih penting lagi dengan tidak ada hubungan antara
contoh-contoh tersebut.
f) Comparing (membandingkan)
Comparing adalah kemampuan menunjukkan persamaan dan
perbedaan antara dua atau lebih objek. Comparing dapat juga diartikan
sebagai mencari korespondensi satu-satu antara objek yang satu dengan
objek yang lain.
g) Explaining (menjelaskan)
Explaining adalah kemampuan merumuskan dan menggunakan model
sebab akibat sebuah sistem. Siswa yang memiliki kemampuan
menjelaskan dapat menggunakan hubungan sebab akibat antar bagian
dalam suatu sistem.

3) Apply (Menerapkan)
Menerapkan adalah kemampuan menggunakan prosedur untuk
menyelesaikan masalah. Siswa memerlukan latihan soal sehingga siswa
terlatih untuk mengetahui prosedur apa yang akan digunakan untuk
menyelesaikan soal. Kategori menerapkan (Apply) terdiri dari proses
kognitif kemampuan melakukan (Executing) dan kemampuan menerapkan
(Implementing).
a) Executing (melakukan)
Dalam Executing, jika siswa menemui soal yang sudah dikenal, siswa
akan mengetahui prosedur yang akan digunakan. Keadaan yang sudah
dikenal ini sering memberikan petunjuk kepada siswa mengenai cara
apa yang akan digunakan. Executing lebih cenderung kepada
kemampuan menyelesaikan masalah secara skill dan algoritma daripada
kemampuan teknik dan metode. Skill dan algoritma memiliki ciri
sebagai berikut: 1) langkah pengerjaan soal lebih berurutan 2) jika
setiap langkah dikerjakan dengan benar, maka hasil yang akan
diperoleh juga pasti benar.
b) Implementing (menerapkan)
Dalam Implementing, siswa memilih dan menggunakan prosedur untuk
menyelesaikan soal yang belum dikenal siswa. Karena itu, siswa harus
memahami benar masalah tersebut sehingga siswa dapat menemukan
prosedur yang tepat digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Implementing berhubungan dengan dua kategori yang lain yaitu
Understand dan Create. Karena siswa belum mengenal soal yang
dihadapi sehingga siswa belum mengetahui prosedur apa yang akan
digunakan. Karena itu, kemungkinan prosedur yang akan digunakan
bukan hanya satu, mungkin membutuhkan beberapa prosedur yang
dimodifikasi. Implementing berhubungan dengan teknik dan metode
daripada skill dan algoritma. Teknik dan metode memiliki dua ciri: 1)
prosedur mungkin lebih cenderung berupa flowchart daripada langkah
yang berurutan, karena itu prosedur memiliki beberapa titik tujuan, 2)
jawaban mungkin tidak tunggal. Jawaban yang tepat mungkin terjadi
jika setiap langkah dilakukan dengan benar.

4) Analyze (Menganalisis)
Menganalisis meliputi kemampuan untuk memecah suatu kesatuan
menjadi bagian-bagian dan menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut
dihubungkan satu dengan yang lain atau bagian tersebut dengan
keseluruhannya. Analisis menekankan pada kemampuan merinci sesuatu
unsur pokok menjadi bagian-bagian dan melihat hubungan antar bagian
tersebut. Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi
yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam
bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya dan
mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari
sebuah skenario yang rumit. Kategori Apply terdiri kemampuan
membedakan (Differentiating), mengorganisasi (Organizing) dan memberi
simbol (Attributing)
a) Differentiating (membedakan)
Membedakan meliputi kemampuan membedakan bagian-bagian dari
keseluruhan struktur dalam bentuk yang sesuai.
b) Organizing (mengorganisasi)
Mengorganisasi meliputi kemampuan mengidentifikasi unsur-unsur
secara bersama-sama menjadi struktur yang saling terkait.
c) Attributing (Memberi simbol)
Attributing adalah kemampuan siswa untuk menyebutkan tentang sudut
pandang, bias, nilai atau maksud dari suatu masalah yang diajukan.
Attributing membutuhkan pengetahuan dasar yang lebih agar dapat
menerka maksud dari inti permasalahan yang diajukan.

5) Evaluate (Menilai)
Menilai didefinisikan sebagai kemampuan melakukan judgement
berdasar pada kriteria dan standar tertentu. Kriteria sering digunakan
adalah menentukan kualitas, efektifitas, efisiensi, dan konsistensi,
sedangkan standar digunakan dalam menentukan kuantitas maupun
kualitas.
Evaluasi mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat
mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban
pendapat itu yang berdasar kriteria tertentu. Adanya kemampuan ini
dinyatakan dengan memberikan penilaian terhadap sesuatu. Kategori
menilai terdiri dari Checking (mengecek) dan Critiquing (mengkritik).
a) Checking (mengecek)
Cheking adalah kemampuan untuk mengetes konsistensi internal atau
kesalahan pada operasi atau hasil. mendeteksi keefektifan prosedur
yang digunakan.
b) Critiquing (mengkritik)
Critique adalah kemampuan memutuskan hasil atau operasi berdasarkan
criteria dan standar tertentu. mendeteksi apakah hasil yang diperoleh
berdasarkan suatu prosedur menyelesaikan suatu masalah mendekati
jawaban yang benar.

6) Create (Berkreasi)
Create didefinisikan sebagai menggeneralisasi ide baru, produk atau
cara pandang yang baru dari sesuatu kejadian. Create di sini diartikan
sebagai meletakkan beberapa elemen dalam satu kesatuan yang
menyeluruh sehingga terbentuklah dalam satu bentuk yang koheren atau
fungsional. Siswa dikatakan mampu Create jika dapat membuat produk
baru dengan merombak beberapa elemen atau bagian ke dalam bentuk atau
stuktur yang belum pernah diterangkan oleh guru sebelumnya. Proses
Create umumnya berhubungan dengan pengalaman belajar siswa yang
sebelumnya.
Proses Create dapat dipecah mnjadi tiga fase yaitu:
 Masalah diberikan, dimana siswa mencoba untuk memahami soal,
dan mengeluarkan solusi yang mungkin;
 Perencanaaan penyelesaian, di mana siswa memeriksa
kemungkinan dan memikirkan rancangan yang dilaksanakan;
 Pelaksanaan penyelesian, di mana siswa berhasil melaksanakan
rencana.
Karena itu, proses kreatif dapat diartikan sebagai awalan yang
memiliki fase yang berbeda di mana akan muncul kemungkinan
penyelesaian yang bermacam-macam sebagaimana yang dilakukan siswa
yang mencoba untuk memahami soal (Generating). Langkah ini
dilanjutkan dengan langkah yang mengerucut, dimana siswa memikirkan
metode penyelesaian dan menggunakannya dalam rancangan kegiatan
(Planning). Terakhir, rencana dilaksanakan dengan cara siswa menyusun
penyelesaian (Producing).

2. Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap (attitude), apresiasi (appreciation),
dan motivasi (motivation) siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Kartwohl &
Bloom (Dimyati & Mudjiono, 1994; Syambasri Munaf, 2001) membagi ranah
afektif menjadilima aspek, yaitu:
a. Receiving (Penerimaan)
Merupakan tingkat afektif yang terendah, meliputi penerimaan secara pasif
terhadap suatu masalah, situasi, gejala, nilai dan keyakinan. Misalnya
mendengarkan dengan seksama penjelasan guru energi dan panas.
b. Responding (Jawaban)
Merupakan bagian afektif yang meliputi keinginan dan kesenangan
menanggapi atau merealisasikan sesuatu sesuai dengan nilai-nilai yang
dianut masyarakat. Misalnya menyerahkan laporan praktikum/tugas tepat
waktu.
c. Valuing (Penilaian)
Mengacu pada nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus
tertentu. Reaksi-reaksi yang dapat muncul seperti menerima, menolak atau
tidak menghiraukan. Misalnya menunjukkan rasa tanggung jawab terhadap
alat-alat laboratorium yang dipakai waktu praktikum dan bersikap jujur
dalam kegiatan pembelajaran.
d. Organization (Organisasi)
Meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi satu sistem nilai. Sikap-sikap
yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal
dan membentuk suatu sistem nilai internal. Sikap yang ditunjukkan
misalnya mampu menimbang akibat positif dan negatifnya tentang
kemajuan sains terhadap kehidupan umat manusia.
e. Characterization (Karakteristik)
Merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang
yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Misalnya
bersedia mengubah pendapat jika ditunjukkan bukti-bukti yang tidak
mendukung pendapatnya.

3. Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan manual fisik (skills)
dan kemampuan bertindak individu. Harrow (Syambasri Munaf, 2001)
mengembangkan ranah psikomotor dengan enam jenjang, yaitu:
a. Gerakan refleks adalah gerakan yang tidak disadari.
b. Keterampilan gerakan-gerakan dasar yaitu gerakan yang menuntut kepada
keterampilan yang sifatnya kompleks.
c. Kemampuan perseptual, termasuk membedakan visual, auditif, motoris.
d. Kemampuan dalam bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan
ketepatan.
e. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai kompleks.
f. Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi, seperti gerakan ekspresif
dan interpretatif.

4. Motivasi Belajar
1. Motivasi
Menurut pendapat A.M. Sardiman (2004:75), motivasi dapat dikatakan
sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang
memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan dari subjek belajar itu
dapat dicapai. Dikatakan keseluruhan karena pada umumnya ada beberapa
motif yang sama-sama menggerakan siswa untuk belajar. Motivasi belajar
merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Perananya yang khas
adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk
belajar.

Persoalan motivasi ini, dapat juga dikatakan dengan persoalan minat.


Minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang memilih
ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-
keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Oleh karena itu apa yang
dilihat seseorang sudah tentu akan membangkitkan minatnya sejauh apa yang
dilihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingan sendiri. Hal ini
menunjukan bahwa minat merupakan kecenderungan jiwa seseorang kepada
seseorang. Menurut A.M Sadiman (2004:76) “minat timbul tidak secara tiba-
tiba atau spontan melainkan akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan,
pada waktu belajar”. Oleh karena itu yang penting bagaimana menciptakan
kondisi tertentu agar siswa itu selalu butuh dan ingin terus belajar.

2. Belajar
Belajar dalam arti luas dapat diartikan sebagai suatu proses yang
memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil
dari terbentuknya respon utama, dengan sarat bahwa perubahan atau
munculnya tingkah laku baru itu bukan disebabkan oleh adanya kematangan
atau oleh adanya perubahan sementara oleh suatu hal (Nasution, dkk: 1992: 3).

Belajar adalah suatu proses yamg ditandai dengan adanya perubahan


pada diri seseorang. Perubahan dalam diri seseorang dapat ditunjukkan dalam
berbagai bentuk seperti berubahnya pengetahuannya, pemahamannya, sikap
dan tingkah lakunya, keterampilan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya
penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu (Sudjana,2002
:280).

Djamarah mengemukakan bahwa belajar adalah “suatu aktifitas yang


dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang
telah dipelajari” (Djamarah,1991:19-21).
Sedangkan menurut Slameto belajar adalah ”merupakan suatu proses
usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu
itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya” (Slameto, 2003 : 2).
Definisi belajar menurut Cronbach yang dikutip oleh A.M. Sardiman
(2004:20) “belajar adalah perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari
pengalaman individu itu sendiri.”

Pada dasarnya belajar merupakan kebutuhan dasi setiap individu.


Dengan belajar maka seseorang dapat mengembangkan kemampuan yang
dimilikinya dan mendapatkan hal-hal baru yang sebelumnya belum diketahui.

Belajar merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk mendapat


dari bahan yang dipelajari dan adanya perubahan dalam diri seseorang baik itu
pengetahuan, keterampilan, maupun sikap dan tingkah lakunya.

3. Motivasi Belajar
Motivasi belajar siswa adalah suatu upaya atau dorongan yang
mendorong siswa mengarah pada perubahan tingkah laku terutama dalam
proses belajar mengajar.

4. Hubungan Motivasi dengan Belajar


Pengertian motivasi menurut Mc. Donald, yang dikutip oleh A.M
Sadirman (2004:73) bahwa “motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan munculnya “feling” dan di dahului oleh
tanggapan terhadap adanya tujuan.”

Dari pengertian yang dikemukakan oleh Mc. Donald ini mengandung


tiga elemen penting yaitu :
a. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap
individu manusi. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa
perubahan energi didalam sistem yang ada pada organisme manusia, karena
menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi muncul dari
dalam diri manusia), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik
manusia.
b. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/feling, efeksi seseorang. Dalam
hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, efeksi dan
emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.
c. Motivasi akan dirangsang karena ada tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini
sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi
memang muncul dari dalam diri seseorang, tetapi kemunculannya karena
terangsang/terdorong oleh unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan
akan menyangkut dengan kebutuhan.

Disimpulkan bahwa motivasi dalam belajar akan mempengaruhi


keberhasilan dalam belajar. Karena setiap individu butuh akan belajar, dengan
adanya motivasi sebagai pendorong, seorang individu akan mampu
mendapatkan apa yang menjadi kebutuhanya. Belajar tanpa dorongan yang
kuat pada diri individu tidak akan menghasilkan sesuatu yang diharapkan.

1. Ciri-ciri Motivasi Belajar


Orang termotivasi dapat dilihat dari ciri-ciri yang ada pada diri orang
tersebut. Berikut ini akan diuraikan beberapa pendapat tentang ciri-ciri
dalam motivasi belajar siswa:
(1) Dedi Supriyadi (2005:86), berpendapat bahwa motivasi belajar siswa
dapat diamati dari beberapa aspek yaitu: memperhatikan materi,
ketekunan dalam belajar, ketertarikan dalam belajar, keseringan belajar,
komitmennya dalam memenuhi tugas-tugas sekolah, semangat dalam
belajar dan kehadiran siswa di sekolah.
(2) Sardiman (2008:83) mengemukakan ciri-ciri orang yang bermotivasi
adalah:
a. Tekun menghadapi tugas
b. Ulet menghadapi kesulitan
c. Menunjukan minat terhadap bermacam-macam masalah
d. Lebih senang bekerja mandiri
e. Cepat bosan pada tugas-tugas rutin
f. Dapat mempertahankan pendapatnya
g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu
h. Senang memecahkan masalah soal-soal
(3) Ciri-ciri motivasi belajar menurut Hamzah B. Uno (2008:23) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Adanya hasrat dan keinginan berhasil
b) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
c) Adanya harapan dan cita-cita masa depan
d) Adanya penghargaan dalam belajar
e) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar
f) Adanya lingkungan belajar yang kondusif

Dari beberapa ciri-ciri motivasi menurut para ahli di atas dapat


disimpulkan bahwa adanya motivasi yang baik dalam belajar akan
menunjukan hasil yang baik. Dengan kata lain bahwa dengan adanya
usaha yang tekun, menunjukan ketertarikan, senang mengikuti pelajaran,
selalu memperhatikan pelajaran, semangat dalam mengikuti pelajaran,
mengajukan pertanyaan, berusaha mempertahankan pendapat, senang
memecahkan masalah soal-soal, maka pembelajaran akan berhasil dan
seseorang yang belajar itu dapat mencapai prestasi yang baik.

2. Teori-teori dalam Motivasi Belajar


a. Teori Kebutuhan
Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan :
1. Kebutuhan Pencapaian: Dorongan untuk melebihi, mencapai
standar-standar, berusaha keras untuk berhasil. Individu dengan
kebutuhan ini lebih menyukai situasi-situasi pekerjaan yang
memiliki tanggung jawab pribadi, umpan balik, dan resiko tingkat
menengah. Ketika karakteristik-karakteristik ini merata, individu
yang berprestasi tinggi akan sangat termotivasi.
2. Kebutuhan Kekuatan (nPow): Keinginan untuk memiliki pengaruh,
dan mengendalikan individu lain. Individu dengan nPow tinggi
suka bertanggung jawab, berjuang untuk mempengaruhi individu
lain, senang ditempatkan dalam situasi yang kompotitif dan
berorientasi status, serta cendrung lebih khawatir dengan wibawa.
3. Kebutuhan Hubungan: Keinginan untuk menjalin suatu hubungan
antar personal yang ramah dan akrab. Kebutuhan ini mendapatkan
perhatian yang paling sedikit dari para peneliti. Individu dengan
motif hubungan yang tinggi berjuang untuk persahabatan, lebih
menyukai situasi-situasi yang kooperatif dari pada situasi-situasi
yang kompetitif dan menginginkan hubungan-hubungan yang
melibatkan tingkat pengertian mutual yang tinggi.

b. Teori Efektifitas Diri


Teori Efektifitas diri ( Self-Efficacy yang juga dikenal sebagai
teori kognisi social atau teori pembelajaran social ) Merujuk padan
keyakinan individu bahwa ia mampu mengerjakan suatu tugas. Semakin
tinggi efektifitas diri individu, semakin tinggi rasa percaya diri yang ia
miliki dalam kemampuan untuk berhasil dalam suatu tugas. Jadi, dalam
situasi-situasi sulit, individu merasa bahwa individu yang memiliki
efektifitas diri rendah cenderung mengurangi usaha atau menyerah,
sementara individu dengan efektifitas diri tinggi akan berusaha lebih
keras untuk mengalahkan tantangan.
Selain itu, individu yang memiliki efektifitas diri yang tinggi
tampak merespon umpan balik negatif dengan usaha dan motivasi yang
lebih tinggi, sementara individu dengan efektifitas diri rendah
cenderung mengurangi usaha ketika diberi umpan balik negative.
c. Teori Penguatan ( Reinforcement Theory )
Dalam teori ini mempunyai sebuah pendekatan perilaku, yang
menunjukkan bahwa penguatan mempengaruhi perilaku. Teori ini
mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa yang
terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan.
d. Teori Keadilan
Menyatakan bahwa individu cenderung membandingkan masukan-
masukan dan hasil pekerjaan mereka dengan masukan – masukan dan
hasil pekerjaan orang lain dan kemudian merespon untuk
menghilangkan ketidakadilan.
e. Teori Harapan.
Menunjukkan bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk
bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu
harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada
dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut. Teori ini
berfokus pada tiga hubungan :
1. Hubungan usaha – kinerja. Kemungkinan yang dirasakan oleh
individu yang mengeluarkan sejumlah usaha akan menghasilkan
kinerja.
2. Hubungan kinerja - penghargaan. Tingkat sampai mana individu
tersebut yakin bahwa bekerja pada tingkat tertentu akan
menghasilkan pencapaian yang diinginkan.
3. Hubungan penghargaan – tujuan pribadi. Tingkat sampai mana
penghargaan-penghargaan yang diberikan memuaskan tujuan-
tujuan pribadi atau kebutuhan-kebutuhan seorang individu dan
daya tarik dari penghargaan-penghargaan potensial bagi individu
tersebut.

5. Tinjauan Mengenai Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar


1. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Menurut pendapat Purwanto (2002:102) motivasi belajar siswa dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari diri siswa (faktor
internal) maupun dari luar siswa (faktor eksternal). Faktor internal
diantaranya adalah minat, bakat, kebiasaan belajar dan orientasi diri.
Sedangkan faktor eksternal diantaranya adalah faktor metode pembelajaran
dan lingkungan baik berasal dari lingkungan keluarga maupun lingkungan
sekolah. Selain faktor lingkungan keluarga dan sekolah faktor eksternal
melingkupi sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan belajar
mengajar.

Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan proses belajar dan


mengajar adalah dengan meningkatkan motivasi belajar siswa dalam
mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dalam pendapat lain menurut Slameto
(1997:71), faktor lain yang dapat mempengaruhi belajar yakni:

a. Faktor-faktor intern
1) Faktor jasmaniah
a) Faktor kesehatan
b) Faktor cacat tubuh
2) Faktor psikologis
a) Intelegensi
b) Minat dan motivasi
c) Perhatian dan bakat
d) Kematangan dan kesiapan
3) Faktor kelelahan
a) Kelelahan jasmani
b) Kelelahan rohani

b. Faktor ekstern
1) Faktor keluarga
a) Cara orang tua mendidik
b) Relasi antara anggota keluarga
c) Suasana rumah
d) Keadaan gedung dan metode mengajar
2) Faktor sekolah
a) Metode mengajar dan kurikulum
b) Relasi guru dan siswa
c) Disiplin sekolah
d) Alat pengajaran dan waktu sekolah
e) Keadaan gedung dan metode mengajar
f) Standar pelajaran di atas ukuran dan tugas rumah
3) Faktor masyarakat
a) Kegiatan siswa dalam masyarakat
b) Mass media dan teman bergaul
c) Bentuk kehidupan masyarakat

Adanya berbagai faktor yang mempengaruhi belajar siswa di atas,


dapat memahami bahwa adanya faktor tersebut dapat memberikan suatu
kejelasan tentang proses belajar yang dipahami oleh siswa. Dengan
demikian seorang guru harus benar-benar memahami dan memperhatikan
adanya faktor tersebut pada siswa, sehingga didalam memberikan dan
melaksanakan proses belajar mengajar harus memperhatikan faktor tersebut,
baik dari psikologis dan lingkungan dengan kata lain faktor intern dan
ekstren.

Terkait dengan hal yang tersebut di atas, maka Dimyanti dan


Mudjiono (1999:100) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi belajar antara lain:
a. Cita-cita / aspirasi
Cita-cita merupakan satu kata tertanam dalam jiwa seorang individu.
Cita-cita merupakan angan-angan yang ada di imajinasi seorang individu,
dimana cita-cita tersebut dapat dicapai akan memberikan suatu
kemungkinan tersendiri pada individu tersebut. Adanya cita-cita juga
diiringi oleh perkembangan dan pertumbuhan keperibadian individu yang
akan menimbulkan motivasi yang besar untuk meraih cita-cita atau
kegiatan yang diinginkan.
b. Kemampuan siswa
Kemampuan dan kecakapan setiap individu akan memperkuat adanya
motivasi. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan membaca,
memahami sehingga dorongan yang ada pada diri individu akan makin
tinggi.
c. Kondisi siswa dan lingkungan
Kondisi siswa adalah kondisi rohani dan jasmani. Apabila kondisi stabil
dan sehat maka motivasi siswa akan bertambah dan prestasinya akan
meningkat. Begitu juga dengan kondisi lingkungan siswa (keluarga dan
masyarakat) mendukung, maka motivasi pasti ada dan tidak akan
menghilang.
d. Unsur dinamis dan pengajaran
Dinamis artinya seorang individu dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitar, tempat dimana seorang individu akan memperoleh
pengalaman.
e. Upaya guru dalam pengajaran siswa
Guru adalah seorang sosok yang dikagumi dan insan yang mempunyai
peranan penting dalam dunia pendidikan. Seorang guru dituntut untuk
profesional dan memiliki keterampilan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Anshory (2011) mengenai faktor-


faktor yang mempengaruhi motivasi belajar yaitu:
a. Kematangan
Dalam pemberian motivasi, faktor kematangan fisik, sosial dan psikis
haruslah diperhatikan, karena hal itu dapat mempengaruhi motivasi.
Seandainya dalam pemberian motivasi itu tidak memperhatikan
kematangan, maka akan mengakibatkan frustasi dan mengakibatkan hasil
belajar tidak optimal.
b. Usaha yang bertujuan
Setiap usaha yang dilakukan mempunyai tujuan yang ingin dicapai.
Semakin jelas tujuan yang ingin dicapai, akan semakin kuat dorongan
untuk belajar.
c. Pengetahuan mengenai hasil dalam motivasi
Dengan mengetahui hasil belajar, siswa terdorong untuk lebih giat
belajar. Apabila hasil belajar itu mengalami kemajuan, siswa akan
berusaha untuk mempertahankan atau meningkat intensitas belajarnya
untuk mendapatkan prestasi yang lebih baik di kemudian hari. Prestasi
yang rendah menjadikan siswa giat belajar guna memperbaikinya.
d. Partisipasi
Dalam kegiatan mengajar perluh diberikan kesempatan pada siswa untuk
berpartisipasi dalam seluruh kegiatan belajar. Dengan demikian
kebutuhan siswa akan kasih sayang dan kebersamaan dapat diketahui,
karena siswa merasa dibutuhkan dalam kegiatan belajar itu.
e. Penghargaan dan hukuman
Pemberian penghargaan itu dapat membangkitkan siswa untuk
mempelajari atau mengerjakan sesuatu. Tujuan pemberian penghargaan
berperan untuk membuat pendahuluan saja. Pengharagaan adalah alat,
bukan tujuan. Hendaknya diperhatikan agar penghargaan ini menjadi
tujuan. Tujuan pemberian penghargaan dalam belajar adalah bahwa
setelah seseorang menerima pengharagaan karena telah melakukan
kegiatan belajar yang baik, ia akan melanjutkan kegiatan belajarnya
sendiri di luar kelas. Sedangkan hukuman sebagai reinforcement yang
negatif tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat
motivasi.

Dalam suatu kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan tidak terlepas


adanya fungsi dan kegunaan. Motivasi dalam belajar yang merupakan suatu
dorongan memiliki fungsi, menurut pendapat A.M. Sardiman (2004 : 83)
fungsi dari motivasi yaitu “motivasi adalah sebagai pendorong usaha dan
pencapaian prestasi”. Jelaslah bahwa fungsi motivasi itu memberikan suatu
nilai atau itensitas tersendiri dari seorang siswa dalam meningkatkan
motivasi belajar dan prestasi belajarnya.

2. Cara-Cara Menimbulkan Motivasi Ekstrinsik


Menurut Prayitno (1989:17), ada beberapa cara yang sering
digunakan guru untuk untuk merangsang minat siswa yang merupakan
dorongan ekstrinsik, diantaranya:
a. Memberikan penghargaan dan celaan.
b. Mengadakan persaingan atau kompetisi.
c. Memberikan hadiah dan hukuman.
d. Pemberitahuan tentang kemajuan belajar yang telah dicapai siswa.

Pendapat lain dikemukakan oleh Uzer Usman (1995:29), bahwa


terdapat beberapa cara membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam
menumbuhkan motivasi intrinsik, yaitu:
a. Kompetisi (persaingan): Guru berusaha menciptakan persaingan diantara
siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki
hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi
orang lain.
b. Pace making (membuat tujuan sementara atau dekat): Pada awal kegiatan
belajar-mengajar guru, hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada
siswa tujuan pembelajaran khusus yang akan dicapainya sehingga dengan
demikian siswa berusaha untuk mencapai tujuan pembelajaran khusus
tersebut.
c. Tujuan yang jelas: Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan.
Makin jelas tujuan, makin besar nilai tujuan bagi individu yang
bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam melakukan suatu
perbuatan.
d. Kesempurnaan untuk sukses: Kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas,
kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan
akan membawa efek yang sebaliknya. Dengan demikian, guru hendaknya
banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk maraih sukses
dengan usaha sendiri, tentu saja dengan bimbingan guru.
e. Minat yang besar: Motif akan timbul jika individu memiliki minat yang
besar.
f. Mengadakan penilaian atau tes: Pada umumnya semua siswa mau belajar
dengan tujuan memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dalam
kenyataan bahwa banyak siswa yang tidak belajar bila tidak ada ulangan.
Akan tetapi, bila mengatakan bahwa lusa akan diadakan ulangan lisan,
barulah siswa giat belajar dengan menghafal agar ia mendapat nilai yang
baik. Jadi, angka atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi siswa.

2.1 Lembaga Pendidikan


A. Pengertian Lembaga Pendidikan
Menurut KBBI, kata lembaga ialah asal mula, bentuk asli, suatu
badan keilmuan. Lembaga dalam bahasa Inggris disebut intitute, yakni
sarana ataupun organisasi untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Secara
sederhana pendidikan sering diartikan sebagai salah satu usaha manusia
dalam upaya untuk membina kepribadiannya sesuai dengan norma dan
nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat. Dan pendidikan itu sendiri dapat
diartikan sebagai usaha yang dijalankan atau dilaksanakan oleh individu
atau kelompok orang untuk menjadi dewasa dan mencapai taraf hidup
yang lebih tinggi dan terarah.
Jadi, lembaga pendidikan adalah suatu tempat atau wadah dimana
proses pendidikan berlangsung yang dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengubah tingkah laku seseorang ke arah yang lebih baik melalui
interaksi dengan lingkungan sekitar serta wawasan dan pengetahuan yang
diperoleh. Lingkungan pendidikan antara lain pendidikan formal
(sekolah), informal (keluarga) dan non formal (masyarakat).
Lembaga pendidikan merupakan suatu badan yang berusaha
mengelola dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sosial,
kebudayaan, keagamaan, penelitian keterampilan dan keahlian. yaitu
dalam hal pendidikan intelektual, spiritual, serta keahlian atau
keterampilan. Sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul,
bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi,
terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya, sarana-
parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan
efektif untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pendidikan mempunyai fungsi sosial dan individual. Fungsi
sosialnya adalah untuk membantu setiap individu menjadi anggota
masyarakat yang lebih efektif dengan memberikan pengalaman kolektif
masa lampau dan kini. Fungsi individualnya adalah untuk memungkinkan
seorang menempuh hidup yang lebih memuaskan dan lebih produktif
dengan menyiapkannya untuk menghadapi masa depan (pengalaman baru.
Sebagai sistem sosial, lembaga pendidikan harus memiliki fungsi
dan peran dalam perubahan masyarakat menuju ke arah perbaikan dalam
segala lini. Dalam hal ini lembaga pendidikan memiliki dua karakter
secara umum. Pertama, melaksanakan peranan fungsi dan harapan untuk
mencapai tujuan dari sebuah sitem. Kedua, mengenali individu yang
berbeda-beda dalam peserta didik yang memiliki kepribadian dan disposisi
kebutuhan. Kemudian sebagai agen perubahan lembaga pendidikan
berfungsi sebagai alat:
1) Pengembangan pribadi
2) Pengembangan warga
3) Pengembangan Budaya
4) Pengembangan bangsa

2.2 Macam-Macam Lembaga Pendidikan


1. Lembaga Pendidikan Formal
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di
sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai
jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari dasar, menenggah samapai
pendidikan tinggi.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal karena diadakan di
sekolah atau ditempat tertentu, teratur sistematis, mempunyai jenjang
dan dalam kurun waktu tertentu, serta berlangsung mulai TK sampai
PT, berdasarkan aturan resmi yang telah ditetapkan.Pada umumnya
lembaga formal adalah tempat yang paling memungkinkan seseorang
meningkatkan pengetahuan, dan paling mudah untuk membina generasi
muda yang dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat.
Bagi pemerintah karena dalam rangka pengembangan bangsa
dibutuhkan pendidikan, maka jalur yang ditempuh untuk mengetahui
output nya baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Sekolah adalah lembaga dengan organisasi yang tersusun rapi dan
segala aktifitasnya direncanakan dengan sengaja yang disebut
kurikulum.Fungsi dari sekolah diantaranya :
a. Membantu lingkungan keluarga untuk mendidik dan mengajar,
memperbaiki dan memperdalam/memperluas, tingkah laku
anak/peserta didik yang dibawa dari keluarga serta membantu
pengembangan bakat.
b. Mengembangkan kepribadian peserta didik lewat kurikulum agar:
1. Peserta didik dapat bergaul dengan guru, karyawan dengan
temannya sendiri dan masyarakat sekitar.
2. Peserta didik belajar taat kepada peraturan/tahu disiplin.
3. Mempersiapkan peserta didik terjun dimasyarakat berdasarkan
norma-norma yang berlaku.

Jenjang Lembaga Pendidikan Formal:


Pendidikan Tinggi

Umum
SMTA
Kejuruan
Pendidikan Menengah
Umum
SMTP
Kejuruan
TK
Pendidikan Dasar
SD

Jenis Lembaga Pendidikan Formal:


1. Formal (MTA, SMTP, SD, TK)
2. Umum
a) Teknik industri (STM)
b) Kejuruan (SMEA)
c) Kerumahtanggaan (SMKK, SPK, SAA, SMPS)
d) Jasa (SPK)
e) Pertanian (SMTP)
Tujuan pengadaan Lembaga Pendidikan Formal:
a. Tempat sumber ilmu pengetahuan
b. Tempat untuk mengembangkan bangsa
c. Tempat untuk menguatkan masyarakat bahwa pendidikan itu
penting guna bekal kehidupan dimasyarakat sehingga siap pakai.

2. Pendidikan Non-Formal
Lembaga pendidikan non-formal atau pendidikan luar sekolah
(PLS) ialah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan
sengaja, tertib, dan berencana, diluar kegiatan persekolahan. Komponen
yang diperlukan harus disesuaikan keadaan anak/peserta didik agar
memperoleh hasil yang memuaskan antara lain:
a) Guru atau tenaga pengajar atau pembimbing atau tutor.
b) Fasilitas
c) Cara menyampaikan atau metode
d) Waktu yang dipergunakan
Pendidikan ini juga dapat disesuaikan dengan keadaan daerah masing-
masing.
Raw input dari pendidikan non formal :
a) Penduduk usia sekolah yang tidak sempat masuk
sekolah/pendidikan formal atau orang dewasa yang
menginginkannya.
b) Mereka yang drop out dari sekolah/pendidikan formal baik dari
segala jenjang pendidikan.
c) Mereka yang telah lulus satu tingkat jenjang pendidikan formal
tertentu tetapi tidak dapat meneruskan lagi.
d) Mereka yang telah bekerja tetapi masih ingin mempunyai
ketrampilan tertentu.
Bidang pendidikan non-formal

Menurut surat keputusan menteri Dep. Dik.Bud nomor 079/O/1975


tanggal 17 April 1975, bidang pendidikan non-formal meliputi:

a. Pendidikan masyarakat
1) Fungsi pendidikan masyarakat meliputi:
a) Membina program kegiatan dan kurikulum latihan
masyarakat.
b) Mengurus dan membina tenaga tehnis pendidikan
masyarakat.
c) Mengurus dan membina sarana pendidikan masyarakat.
2) Tugas pendidikan masyarakat meliputi:
a) Menyusun program kegiatan dan memberi petunjuk serta
pengarahan kepada orang yang bergerak dibidang
masyarakat.
b) Mengendalikan dan menuai tenaga tehnis serta menggunakan
saran sesaui ketentuan dan peraturan yang berlaku.
c) Membimbing dan mengendlikan kegiatan usaha dibidang
pendidikan masyarakat.
d) Menyelenggarakan supervise, membuat laporan dan
mengajukan usul kepada Ka Kan Wil setempat.
3) Kewajiban pendidikan masyarakat, meliputi :
a) Meningkatkan kecakapan dasar masyarakat dengan
karyadasar atau bacaan.
b) Memberikan kursus kejuruan dengan peningkatan mutunya.
c) Membina kesejahteraan keluarga dengan membimbing
kegiatan wanita, misalnya melalui PKK, Posyandu, LKMD.
4) Cara pelaksanaan pendidikan masyarakat, meliputi :
a) Memulihkan kembali masyarakat menjadi akasarawan
dalam kaitan kelompok belajar, setelah itu tetap diadakan
pemeliharaannya.
b) Meningkatkan para aksarawan mendapat pengetahuan
praktis ketrampilan dasar yang bertujuan untuk
meningktakan proses taraf hidup yang layak.
c) Melayani usaha pembinaan pendidikan kesejahteraan
keluarga.
5) Contoh – contoh pendidikan masyarakat
1. PLPM (Pusat Latihan Pendidikan Masyarakat)
a) Raw inputnya mereka yang putus sekolah/pendidikan
formal dan merekan yang belum pernah sekolah.
b) Latihannya dapat berjudul:
a. Menjahit,memasak, merias
b. Dekorasi, reparasi, fotografi
c. Pertukangan, perbengkelan
2. PKK Remaja
a) Pembinanya: Kepala Desa
b) Latihannya: Aneka ragam ketrampilan, tergantung
keuangan desa tersebut.
3. Perpustakaan masyarakat:
a) Pembinanya: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
b) Materinya: Buku-buku tuntutan praktik untuk keperluan
hidup dihari nanti
c) Sasarannya: sampai tingkat kecamatan
4. Kursus Penyelenggaran Swasta:
a) Pembinanya: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
b) Macamnya: Menjahit, Memasak, Merias, Stenografi,
Mengetik, akuntansi, Komputer, Bahasa Asing Piano,
Motir, Bengkel.

b. Bidang Keolahragaan
1) Fungsi keolahragaan:
a) Membina program olahraga dengan kurikulum pendidikan
luar sekolah.
b) Mengurus tenaga tehnisnya dan sarana prasarananya.
2) Tugas keolahragaan:
a) Menyusun program keolahragaan
b) Menilai tugas tehnisnya
c) Membimbing dan mengendalikan penyelenggaraannya.
d) Membuat laporan berkala.
e) Mengajukan usul/saran/pertimbangan kepada atasannya.
3) Kewajiban keolahragaan :
a) Membina olahraga karya pelajar/mahasiswa masyarakat.
b) Membina organisasi induk olahraga dari segala jenisnya.
4) Cara pelaksanaan bidang keolahragaan :
a) Menyelenggarakan setiap aktifitas olahraga
b) Mengusahakan bibit olahragawan
c) Merangsang peningkatan olahraga
d) Memberikan fasilitas sarana dan prasarana
5) Contoh bidang keolahragaan
a) Pembina Utama: KONI (Komite Olahraga Nasional
Indonesia)
b) Lembaga organisasi: PPSI, PBSI, PBVSI, PASI
c) Anggota: Mereka yang berminat dan disiplin serta sanggup
mematuhi AD dan ART

c. Pembinaan generasi muda


1) Fungsi pembinaan generasi muda:
a) Membina program kegiatan dan kurikulum latihan
kepemudaan.
b) Mengurus dan membina tenaga tehnis kegiatan pembinaan
generasi muda.
2) Tugas pembinaan generasi muda:
a) Menyusun program kegiatan pembinaan generasi muda
dan membina generasi muda.
b) Mengendalikan dan menilai tenaga tehnis beserta sarana
dan prasaranannya.
c) Membina kerja sama dengan badan lain yang terkait.
d) Menyelenggarakan supervise.
e) Membuat laporan/usul/saran/pertimbangan kepada Ka Kan
Wil
3) Kewajiban pembinaan generasi muda :
a) Membina organisasi pemuda
b) Membina panti pemuda
c) Membina kegiatan pemuda
4) Cara pelaksanaan pembinaan generasi muda :
a) Menyediakan wadah organisasi pemuda
b) Diciptakan wadah tunggal yang menghimpun aspirasi
pemuda
c) Megarahkan dasar bahwa generasi muda adalah penerus
generasi tua
5) Contoh lembaga pembinaan generasi muda
a) Pramuka dengan organisasinya dari Kwanca sampai dengan
Kwarnab bahkan sampai Gugus Depan.
b) OSIS: Organisasi Siswa Intra Sekolah
c) Adanya organisasi pemuda luar sekolah, misalnya KNPi,
HMI, PMKRI
d) Adanya BAKOPAR: Badan Koordinasi Pembinaan
Remaja.
3. Pendidikan In-formal
Pendidikan in-formal ini terutama berlangsung ditengah
keluarga. Namun mungkin juga berlangsung dilingkungan sekitar
keluarga tertentu, misalnya perusahaan, pasar, terminal yang
berlangsung setiap hari tanpa ada batas waktu.
Pendidikan ini tidak hanya berlangsung diluar sekolah, misalnya
didalam keluarga atau masyarakat, tetapi juga dapat pada saat didalam
suasana pendidikan formal/sekolah, misalnya saja waktu istirahat
sekolah, waktu jajan dikantin, atau pada waktu saat pemberian pelajaran
tentang keadaan sikap guru mengajar, atau saat guru memberi tindakan
tertentu kepada anak.

PERBANDINGAN DARI KETIGA PENDIDIKAN

Ketentuan Pendidikan Formal Non-Formal In-Formal


1. Tempat langsung Gedung sekolah Luar sekolah Utama dalam keluarga
2. Syaratnya inti
Usia, sesuai dengan jenjang Kadang-kadang ada
pendidikan tetapi tidak penting -
3. Jenjang
4. Program
Ada dan ketat Biasanya tidak ada
5. Bahan pelajaran
6. Lama pendidikan Kurikulum Ada -
7. Usia peserta
Akademis Praktis dan khusus -
8. Penilaian
9. Penyelenggaran
Panjang Singkat -
10. Metode
11. Tenaga Relatif sama Tidak sama Terus menerus
12. Administrasi
13. Sejarahnya Ada/STTB Ada/Sertifikat Terus menerus

Pemerintah dan swasta Pemerintah dan swasta -

Tertentu Tak selalu -

Ada SIM Tak selalu -

Sistematis Tak selalu -

Agak tua Tertua, sejak manusia


ada didunia

2.3 Tri Pusat Pendidikan

Lembaga pendidikan adalah usaha yang bergerak dan


bertanggungjawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak didik.

Dalam garis besarnya, ada 3 pusat yang bertanggungjawab atas


terselenggaranya pendidikan terhadap anak-anak didik menurut para tokoh
pendidikan, antara lain menurut Dr. M.J. Lavengeld yang mendasarkan
pendidikan pada filsafat antropologi dan fenomenologi dan menurut Ki
Hajar Dewantara yang telah diangkat sebagai Bapak Pendidikan Nasional
oleh Pemerintahan Republik Indonesia. Hanya saja, ada perbedaan dalam
menentukan ketiga pusat pendidikan.

1. Dr. M.J. Lavengeld mengemukakan 3 macam lembaga pendidikan


yaitu:
a. Keluarga
b. Negara
c. Gereja
Dasar yang digunakan Lavengeld dalam pembagian tersebut adalah
wewenang wibawa.

a) Wewenang keluarga bersifat kodrati


b) Wewenang negara berdasarkan Undang-undang
c) Wewenang gereja berasal dari tuhan
Selanjutnya Lavengeld menyatakan bahwa:

Pendidikan merupakan salah satu kewajiban pertama bagi


orang tua. Oleh karena itu maka orang tua dalam kedudukannya
sebagai warga negara berhak menuntut dari pemerintah, bahkan
negara menyediakan segala alat yang diperlukan untuk
melaksanakan kewajiban tadi.

Bila rumah tangga tidak sanggup melaksanakan tugas dan


kewajibannya dilapangan pendidikan atau jika orang tua tidak ada,
negara dan gereja harus turun tangan atau negara sendiri harus
bertindak kalau dikhawatirkan bahkan gereja akan menimbulkan
kerugian .

2. Ki Hajar Dewantara yang nama aslinya R.M Soewardi


Soerjaningrat, putra bangsawan Paku Alaman, pendiri Taman
Indriya, mengemukakan Sistem Tricentra dengan menyatakan:
Didalam hidupnya anak-anak adalah tiga tempat pergaulan yang
menjadi pusat pendidikan yang amat penting baginya yaitu: alam-
keluarga, alam-perguruan, alam-pergerakan pemuda.
Tricentra atau tri pusat semula dikemukakan Ki Hajar Dewantara
pada Brosusr Seri “Wasita” Th. keI No.4 Juni 1935 yang isinya
meliputi:
1. alam keluarga
2. alam perguruan
3. alam pemuda
Apabila diperhatikan dan dibandingkan antara pendapat Lavengeld dengan
pendapat Ki Hajar Dewantara, maka akan didapat dua pusat pendidikan
yang sama dan satu pusat pendidikan yang berbeda.

Dua pendapat yang sama adalah:

1) Keluarga
Keluarga mempunyai hak otonom untuk melaksanakan pendidikan.
Orang tua mau tidak mau, berkeahlian atau tidak berkewajiban secara
kodrati untuk menyelenggarakan pendidikan terhadap anak-anaknya.
Bagi anak, keluarga merupakan tempat/alam pertama dikenal dan
merupakan lembaga pertama ia menerima pendidikan.

2) Sekolah/Negara

Negara dengan aparat pemerintahnya mempunyai wewenang


berdasarkan Undang-undang dan kewajiban untuk menyelenggarakan
pendidikan terhadap warga negaranya.Realisasinya dengan mendirikan
sekolah-sekolah dan mengangkat guru-gurunya yang melaksanakan
pendidikan. Dengan demikian apa yang dikemukakan oleh Langeveld
sebenarnaya sama dengan apa yang dikemukakan oleh Ki Hajar
Dewantara. Adapun pendapat yang berbeda adalah lembaga yang
ketiga, yaitu menurut Langeveld adalah Gereja sedang menurut Ki
Hajar Dewantara adalah alam pemuda atau masyarakat.

a. Gereja

Langeveld menetapkan gereja sebagai Lembaga Pendidikan


ketiga sesudah keluarga dan sekolah.Gereja adalah tempat ibadah
sedangkan menurut Langeveld tempat ibadah itu besar sekali
pengaruhnya terhadap pendidikan spiritual.Pendapat Langeveld
tersebut tidak salah sebeb masjid sebagai tempat ibadah kaum
muslimin juga diakui besar pengaruhnya terhadap pendidikan
mental spiritual oleh kaum muslimin.Dengan demikian tempat
ibadah merupakan pusat pendidikan bagi umatnya.

b. Masyarakat / alam Pemuda

Alam pemuda dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara,


tetapi tidak dikemukakan oleh Langeveld. Ki hajar Dewantara
mengemukakan alam pemuda karena pada masa itu gerakan
pemudalah yang berperan dan memiliki pengarauh yang besar
sekali. Dikatakannya : “Di mana pergerakan pemuda itu
penyokong besar untuk pendidikan, baik yang menuju kedewasaan
jiwa atau budi pekerti, maupun yang menuju ke laku sosial, maka
perlulah pemuda itu diakui sebagai pusat pendidikan dan
dimasukkan di dalam rencana pendidikan”.

Banyak pengalaman-pengalaman berharga yang diperoleh dalam


perkumpulan pemuda itu. Terutama bagi mereka yang pernah menjabat
sebagai pengurus. Diantara nilai dari perkumpulan pemuda itu ialah:
1. Perkumpulan pemuda itu merupakan tempat bagi para muda untuk
latihan memimpin.
2. Para pemuda memperoleh kesempatan untuk melatih diri dalam hal
bagaimana cara mempengaruhi, membimbing, menggerakkan dan
mengarahkan para anggota (orang lain), untuk pencapaian sesuatu
tujuan.
3. Perkumpulan pemuda memberikan kesempatan bagi para anggotanya
untuk berlatih kerja sama.
4. Perkumpulan pemuda memberikan kesempatan bagi para muda untuk
berlatih dalam hal berorganisasi.
5. Perkumpulan pemuda memberikan kesempatan bagi para muda untuk
berlatih hidup demokrasi.
6. Perkumpulan pemuda memberikan kesempatan bagi para muda untuk
berlatih mempunyai jiwa toleransi, jiwa terbuka.
Dan masih banyak lagi pengalaman-pengalaman berharga yang
diperoleh para muda dalam kumpulan pemuda itu, pengalaman-
pengalaman yang sangat berguna sebagai bekal untuk kehidupan nantinya
dalam masyarakat. Demikian besar nilai perkumpulan pemuda itu dalam
kepribadian anak, sehingga tidak boleh diabaikan begitu saja peranannya
dalam usaha pendidikan.

Perkumpulan pemuda menunjang dan pelengkap pendidikan dalam


keluarga serta pendidikan disekolah. Dalam perkembangan sesudah
kemerdekaan Indonesia dicapai, alam pemuda diperluas menjadi
masyarakat, hal ini berdasarkan kenyataan bahwa masyarakat (termasuk
didalamnya alam pemuda) mempunyai tanggung jawab serta kewajiban
untuk menyelenggarakan pendidikan.
Apabila disimpulkan untuk pusat pendidikan oleh Ki Hajar Dewantara
baik yang sama maupun berbeda maka terdapat 4 unsur pusat pendidikan
yaitu:
1. Keluarga
2. Sekolah
3. Masyarakat
4. Tempat-tempat ibadah

1. Keluarga sebagai Lembaga Pendidikan Pertama dan Utama


Kata keluarga secara etimologi menurut K.H. Dewantara adalah
sebagai berikut :
Bagi bangsa kita perkataan keluarga tadi kita kenal sebagai rangkaian
perkataan-perkataan “kawula” dan “warga”. Sebagaimana kita
ketahui,maka “kawula” itu tidak lain artinya daripada “abdi” yakni
“hamba” sedangkan “warga” berarti “anggota”. Sebagai “abdi” didalam
“keluarga” wajiblah seseorang disitu menyerahkan segala kepentingan-
kepentingannya kepada keluarganya. Sebaliknya sebagai “warga” atau
“anggota” ia berhak sepenuhnya pula untuk ikut mengurus segala
kepentingan didalam keluarganya tadi.
Ditinjau dari ilmu sosiologi, keluarga adalah bentuk masyarakat
kecil yang terdiri dari beberapa individu yang terikat oleh suatu keturunan,
yakni kesatuan antara ayah, ibu, dan anak yang merupakan kesatuan kecil
dari bentuk-bentuk satuan masyarakat.
Pendidikan keluarga adalah pendidikan masyarakat, karena
disamping keluarga itu sendiri sebagai satuan kecil dari bentuk satuan
kesatuan masyarakat, juga karena pendidikan yang diberikan oleh orang
tua kepada anak-anaknya sesuai dan dipersiapkan untuk kehidupan anak-
anak itu dimasyarakat kelak.
Keluarga sebagai alam penididkan pertama (dasar)
Anak lahir dalam pemeliharaan orangtua dan dibesarkan dalam keluaraga.
Orang tua tanpa ada yang memerintah langsung memiliki tugas sebagai
pendidik, baik bersifat sebagai pemelihara, sebagai pengasuh, sebagai
pembimbing, sebagaim Pembina maupun sebagai guru dan pemimpin
terhadap anak-anaknya. Ini adalah tugas kodrati dari tiap-tiap manusia.
Anak mengisap norma-norma pada anggota keluarga, baik ayah,
ibu maupun kakak-kakaknya. Maka orang tua di dalam keluarga harus
memperhatikan anak-anaknya serta mendidiknya , sejak anak-anak itu
kecil, bahkan sejak anak itu masih dalam kandungan. Jadi tugas orang tua
mendidik anak-anaknya itu terlepas sama sekali dari kedudukan, keahlian
atau pengalaman dalam bidang pendidikan yang legal. Bahkan menurut
Imam Ghozali : “Anak adalah suatu amanat Tuhan kepada ibu bapaknya!”
Selain itu terdapat pertalian emosional anak-anak, orang tua dan
kakak-kakaknya. Anak mengidentifikasikan dirinya pada orang tua dan
kakak-kakaknya, yakni turut berduka cita jika orang tuanya berduka cita,
dan akan merasa bahagia jika orang tuanya berbahagia. Begitulah keadaan
saling mempengaruhi antara anak dengan orang tuanya dan kakak-
kakaknya, sampai kepada keadaan emosional. Jadi keluarga merupakan
ajang pertama diamana sifat-sifat kepribadian anak bertumbuh dan
terbentuk.

Pendidikan keluarga berfungsi:


a) Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
b) Menjamin kehidupan emosional anak
c) Menanamkan dasar pendidikan moral
d) Memberikan dasar pendidikan sosial
e) Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak.

2. Sekolah sebagai Lembaga Pendidikan Kedua


Sekolah memegang peranan penting dalam penddidikan karena
pengaruhnya besar pada jiwa anak. Disamping keluarga sebagai pusat
pendidikan, sekolah mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk
pembentukan pribadi anak. Dengan sekolah, pemerintah mendidik
bangsanya untuk menjadi seorang ahli yangs sesuai dengan bidang dan
bakatnya anak, yang berguna bagi dirinya, dan bagi nusa dan bangsanya.
Dengan sekolah, golongan atau partai mendidik kader-kadernya untuk
meneruskan dan memperjuangkan cita-cita. Dengan sekolah kaum
beragama mendidik putra-putranya menjadi orang yang melanjutkan dan
memperjuangkan agama.
Karena itu sekolah sengaja dibangun khusus untuk tempat
pendidikan,yang mempunyai fungsi melanjutkan pendidikan keluarga
dengan guru sebagai ganti orang yang harus ditaati.

Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama


mereka diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah
sebagai lembaga terhadap pendidikan, diantaranya sebagai berikut:

a) Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang


baik serta menanamkan budi pekerti yang baik.
b) Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam
masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah.
c) Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti
membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain
sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan.
d) Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika,
membenarkan benar atau salah, dan sebagainya.

3. Masyarakat sebagai Lembaga Pendidikan Ketiga


Masyarakat adalah lingkungan tempat tinggal anak. Mereka juga
termasuk teman-teman anak di luar sekolah. Dalam konteks
pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan lingkungan keluarga
dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah
mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari
asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Dengan
demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.
Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam
masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik
pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian
(pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan
keagamaan
a. Norma-norma social budaya
Dimasyarakat terdapat norma social budaya yang harus didikuti
oleh warganya dan norma-norma itu berpengaruh dalam menentukan
kepribadian warganya dalam bertindak dan bersikap. Norma-norma
masyarakat yang berpengaruh tersebut sudah merupakan aturan-aturan
yang ditularkan oleh generasi tua kepada generasi mudanya.
Penularan-penularan yang dilakukan dengan sadar dan bertujuan ini
sudah merupakan proses pendidikan masyarakat.
b. Aktifitas kelompok social
Kelompok-kelompok masyarakat yang terdiri dari dua orang
atau lebih dan bekerja sama dibidang tertentu untuk mencapai tujuan
tertentu merupakan sumber pendidikan bagi warga masyarakat, seperti
lembaga-lembaga social budaya, yayasan-yayasan, organisasi,
perkumpulan-perkumpulan yang semua itu merupakan unsur-unsur
pelaksana asas pendidikan masyarakat. Masing-masing kelompok
social tersebut melakukan aktifitas-aktifitas ketrampilan penerangan
dan pendalaman dengan sadar dibawah pimpinan atau koordinator
masing-amsing kelompok. Semua kelompok social diatas adalah
unsur-unsur pelaku atau pelaksana asas pendidikan yang dengan
sengaja dan sadar membawa masyarakat kepada kedewasaan, baik
jasmanai maupun rohani yang realisasinya terlihat pada perbuatan dan
sikap kepribadian masyarakat.
Dari uraian tersebut nampak jelas peranan masyarakat sebagai
lembaga pendidikan bagi warganya, dan nampak jelas yang
membedakan dengan apa yang disebut pengaruh lingkungan
masyarakat. Pengaruh lingkungan masyarakat tidaklah termasuk
pendidikan karena proses pengaruh tidak dengan kesadaran dan tidak
sengaja membawa anak didik kea rah kedewasaan dan pada pengaruh
lingkungan masyarakat tidak ada unsure tanggung jawab orang dewasa
terhadap yang belum dewasa, seperti adanya pengaruh sesama kawan
sepermainan, baik yang positif maupun yang negative.

2.4 FaktorFaktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian


Kepribadian menunjuk pada pengaturan sikap-sikap seseorang
untuk berbuat, berpikir, dan merasakan, khususnya apabila dia
berhubungan dengan orang lain atau menanggapi suatu keadaan.
Kepribadian mencakup kebiasaan, sikap, dan sifat yang dimiliki seseorang
apabila berhubungan dengan orang lain. Kepribadian seseorang bersifat
unik dan tidak ada duanya. Unsur-unsur yang memengaruhi kepribadian
seseorang itu adalah pengetahuan, perasaan, dan dorongan naluri.

Secara umum, perkembangan kepribadian dipengaruhi oleh lima factor


yaitu:
a. Warisan Biologis(Heredity)
Warisan biologis memengaruhi kehidupan manusia dan setiap
manusia mempunyai warisan biologis yang unik, berbeda dari orang
lain. Artinya tidak ada seorang pun di dunia ini yang mempunyai
karakteristik fisik yang sama persis dengan orang lain, bahkan anak
kembar sekalipun. Faktor keturunan berpengaruh terhadap keramah-
tamahan, perilaku kompulsif (terpaksa dilakukan), dan kemudahan
dalam membentuk kepemimpinan, pengendalian diri, dorongan hati,
sikap, dan minat.

b. Warisan Lingkungan Alam(Natural Environment)


Perbedaan iklim, topografi, dan sumber daya alam
menyebabkan manusia harus menyesuaikan diri terhadap alam.
Melalui penyesuaian diri itu, dengan sendirinya pola perilaku
masyarakat dan kebudayaannyapun dipengaruhi oleh alam.

c. Warisan Sosial(Social Heritage) atau Kebudayaan


Kita tahu bahwa antara manusia, alam, dan kebudayaan
mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling memengaruhi.
manusia berusaha untuk mengubah alam agar sesuai dengan
kebudayaannya guna memenuhi kebutuhan hidup.

d. Pengalaman Kelompok Manusia(Group Experiences)


Kehidupan manusia dipengaruhi oleh kelompoknya.
Kelompok manusia, sadar atau tidak telah memengaruhi anggota-
anggotanya.

e. Pengalaman Unik(Unique Experience)


Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda dengan
orang lain, walaupun orang itu berasal dari keluarga yang sama,
dibesarkan dalam kebudayaan yang sama, serta mempunyai
lingkungan fisik yang sama pula. Mengapa demikian? Walaupun
mereka pernah mendapatkan pengalaman yang serupa dalam
beberapa hal, namun berbeda dalam beberapa hal lainnya. Mengingat
pengalaman setiap orang adalah unik dan tidak ada pengalaman
siapapun yang secara sempurna menyamainya.
2.5 Peran dan Pengembangan Lingkungan Pendidikan bagi
Perkembangan dan Kepribadian
1) Lingkungan Keluarga
Keluarga dikenal sebagai lingkungan pendidikan yang pertama
dan utama. Predikat ini mengindikasikan betapa esensialnya peran
dan pengaruh lingkungan keluarga dalam pembentukan perilaku dan
kepribadian anak.
Pandangan yang sangat menghargai posisi dan peran keluarga
sebenarnya bukan merupakan sesuatu yang istimewah. Pandangan
seperti ini sangat logis dan mudah dipahami karena beberapa alas an
berikut ini.
a) Keluarga lazimnya merupakan, pihak yang paling awal
memberikan banyak perlakuan kepada anak. Begitu anak lahir,
lazimnya pihak keluargalah yang langsung menyambut dan
memberikan layanan interaktif kepada anak.
b) Sebagian besar waktu anak lazimnya dihabiskan di lingkungan
keluarga.
c) Karakteristik hubungan orang tua-anak berbeda dari hubungan
anak dengan pihak-pihak lainnya (guru, teman, dan sebagainya ).
d) Interaksi kehidupan orang tua-anak di rumah bersifat “asli”,
seadanya dan tidak dibuat-buat.
Peran keluarga lebih banyak memberikan pengaruh dukungan,
baik dari dalam penyediaan fasilitas maupun penciptaan suasana
belajar yang kondusif. Sebaliknya, dalam hal pembentukan perilaku,
sikap dan kebiasaan, penanaman nilai, dan perilaku-perilaku
sejenisnya, lingkungan keluarga bisa memberikan pengaruh yang
sangat dominant. Di sini lingkungan keluarga dapat memberikan
pengaruh kuat dan sifatnya langsung berkenaan dengan
pengembangan aspek-aspek perilaku seperti itu, keluarga dapat
berfungsi langsung sebagai lingkungan kehidupan nyata untuk
memperaktekkan aspek-aspek perilaku tersebut. Karena itu tidaklah
mengherankan kalau Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
No. 2/1989 menyatakan secara jelas bahwa keluarga merupakan
bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang memberikan keyakinan
agama, nilai budaya, nilai-nilai moral, dan keterampilan.
Selanjutnya, Radin menjelaskan 6 kemungkinan cara yang
dilakukan orang tua dalam mempengaruhi anak, yakni sebagai berikut
ini.
1) Permodelan perilaku (modeling of behavior).
Baik disengaja atau tidak, orang tua dengan sendirinya akan
menjadi model bagi anaknya. Imitasi bagi anak tidak hanya yang
baik-baik saja yang diterima oleh anak, tetapi sifat-sifat yang
jeleknyapun akan dilihat pula.
2) Memberikan ganjaran dan hukuman (giving rewards and
punishments). Perintah langsung (direct instruction).
3) Menyatakan peraturan-peraturan (stating rules).
4) Nalar (reasoning). Pada saat-saat menjengkelkan, orang tua bias
mempertanyakan kapasitas anak untuk bernalar, dan cara itu
digunakan orang tua untuk mempengaruhi anaknya.
5) Menyediakan fasilitas atau bahan-bahan dan adegan suasana
(providing materials and sttings). Orang tua dapat mempengaruhi
perilaku anak dengan mengontrol fasilitas atau bahan-bahan dan
adegan suasana.
Perkembangan moral anak akan sangat dipengaruhi oleh
bagaimana lingkungan keluarganya. Karenanya, keharmonisan
keluarga menjadi sesuatu hal mutlak untuk diwujudkan, misalnya
suasana rumah.
Demikian pula status sosio - ekonomi. Status sosio-ekonomi,
dalam banyak kasus menjadi sangat dominan pengaruhnya. Ini
sekaligus menjadi latar mengapa anak-anak tersebut memutuskan
terjun ke jalanan.
Namun selain faktor tersebut (ekonomi), masih ada penyebab
lain yang juga akan sangat berpengaruh mengapa anak memutuskan
tindakannya itu, yakni peranan lingkungan rumah, khususnya peranan
keluarga terhadap perkembangan nilai-nilai moral anak, dapat
disingkat sebagai berikut:

a. Tingkah laku orang di dalam (orangtua, saudara-saudara atau


orang lain yang tinggal serumah) berlaku sebagai suatu model
kelakuan bagi anak melalui peniruan-peniruan yang dapat
diamatinya.
b. Melalui pelarangan-pelarangan terhadap perbuatan-perbuatan
tidak baik, anjuran-anjuran untuk dilakukan terus terhadap
perbuatan-perbuatan yang baik misalnya melalui pujian dan
hukuman.
c. Melalui hukuman-hukuman yang diberikan dengan tepat terhadap
perbuatan-perbuatan yang kurang baik atau kurang wajar
diperlihatkan, si anak menyadari akan kerugian-kerugian atau
penderitaan-penderitaan akibat perbuatan-perbuatannya.

2) Lingkungan Sekolah
Sekolah telah menjadi bagian dari kehidupan anak-anak.
Mereka di sekolah bukan hanya hadir secara fisik, melainkan
mengikuti berbagai kegiatan yang telah dirancang dan diprogram
sedemikian rupa. Karena itu disamping keluarga, sekolah memiliki
peran yang sangat berarti bagi perkembangan anak.
Guru adalah orang-orang yang sudah dididik dan dipersiapkan
secara khusus dalam bidang pendidikan. Mereka menguasai sejumlah
pengetahuan dan keterampilan yang bisa menjadi stimulus bagi
perkembangan anak-anak lengkap dengan penguasaan metodologi
pembelajarannya.
Dapat disimpulkan bahwa dilihat dari sisi perkembangan anak,
sekolah berfungsi dan bertujuan untuk memfasilitasi proses
perkembangan anak, secara menyeluruh sehingga dapat berkembang
secara optimal sesuai dengan harapan-harapan dan norma-norma yang
berlaku di masyarakat. Meskipun tampaknya di sekolah itu sangat
dominan dalam perkembangan aspek intelektual dan kognisi anak,
namun sebenarnya sekolah berfungsi dan berperan dalam
mengembangkan segenap aspek perilaku termasuk perkembangan
aspek-aspek sosial moral dan emosi.
Dijelaskan oleh Bredekamp bahwa sasaran kurikulum sekolah
yang tepat itu adalah :
1. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan anak dalam
semua bidang perkembangan fisik, sosial, emosi dan intelektual
guna membangun suatu fundasi untuk belajar sepanjang hayat;
2. Mengembangkan harga diri anak, rasa kompoten dan perasaan-
perasaan positif terhadap belajar. Sekolah-sekolah di Indonesia
juga tidak terlepas dari fungsi dan peranannya dalam
mengembangkan keimanan dan ketakwaan anak sehingga
mereka menjadi manusia-manusia yang beragama dan beramal
kebajikan.

3) Lingkungan Masyarakat
Masyarakat adalah tempat anak – anak hidup dan bergaul
dengan orang dewasa yang juga memiliki peran dan pengaruh tertentu
dalam pembentukan kepribadian dan perilaku anak. Disana mereka
bergaul, melihat orang – orang beperilaku dan menemukan sejumlah
aturan dan tuntutan yang seyogjanya dipenuhi oleh yang bersangkutan.
Perkembangan anak, dari lingkungan keluarga, sekolah,
lingkungan masyarakat dapat mendukung perkembangan anak di
keluarga maupun di sekolah, begitupun sebaliknya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kurikulum


Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa Latin “curriculum” yang
berarti bahan pengajaran. Ada yang mengatakan bahwa kata kurikulum
berasal dari bahasa Perancis “courier” yang berarti berlari. Istilah kurikulum
berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh
oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu
pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh
ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah.
Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa
telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana
halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat
lainnya dan akhirnya mencapai finish.
Adapun secara terminologis, kurikulum adalah “a plan for learning” yang
disiapkan dan direncanakan oleh para ahli pendidikan untuk pelajaran anak
didik baik berlangsung didalam kelas maupun diluar kelas.
Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli
mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebih
menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah.
Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah.
Menurut Saylor J. Gallen & William N. Alexander dalam bukunya
“Curriculum Planning” menyatakan Kurikulum adalah “Keseluruhan usaha
sekolah untuk mempengaruhi belajar baik berlangsung dikelas, dihalaman
maupun diluar sekolah”.
Menurut B. Ragan, beliau mengemukakan bahwa “Kurikulum adalah
semua pengalaman anak dibawah tanggung jawab sekolah”.
Menurut Soedijarto, “Kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan
belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh siswa atau
mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bagi
suatu lembaga pendidikan”.
Dari berbagai pengertian kurikulum diatas dapat disimpulkan bahwa
kurikulum ditinjau dari pandangan modern merupakan suatu usaha terencana
dan terorganisir untuk menciptakan suatu pengalaman belajar pada siswa
dibawah tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan untuk mencapai
suatu tujuan.
Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan
(1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat
dimensi, yaitu:
1. Kurikulum sebagai suatu ide, yang dihasilkan melalui teori-teori dan
penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
2. Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari
kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan,
bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
3. Kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari
kurikulum sebagai suatu rencana tertulis dalam bentuk praktek
pembelajaran.
4. Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari
kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan
kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu
dari para peserta didik.
Sementara Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam
bagian :
a. Kurikulum sebagai ide
b. Kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman
dan panduan dalam melaksanakan kurikulum
c. Kurikulum menurut persepsi pengajar
d. Kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh
pengajar di kelas
e. Kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta
didik
f. Kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat
dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003
menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu”. Sehubungan dengan banyaknya definisi tentang kurikulum, dalam
implementasi kurikulum kiranya perlu melihat definisi kurikulum yang
tercantum dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) tersebut.
2.2 Konsep Kurikulum
Dari pendapat beberapa ahli, dapat disimpulkan konsep adalah
sekumpulan gagasan atau ide yang sempurna dan bermakna yang bisa
diterapkan secara merata untuk setiap eksistensinya, sehingga konsep
membawa suatu arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri
sama dan membentuk suatu kesatuan pengertian tentang suatu hal/persoalan
yang dirumuskan.
Konsep kurikulum meliputi 3 konsep , yakni :
1. Kurikulum sebagai suatu substansi/rencana:
Suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan
belajar bagi siswa di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang
ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu
dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-
mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan
sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para
penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan
masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu
sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
2. Kurikulum sebagai suatu sistem
Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem
pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup
struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu
kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil
dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan
fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum
agar tetap dinamis.
3. kurikulum sebagai suatu bidang studi
Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan
dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah
mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka
yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar
tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan
penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal baru yang dapat
memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.
Para ahli teori kurikulum juga dituntut untuk:
a. Mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari
istilah-istilah teknis
b. Mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam
pengetahuan-pengetahuan baru
c. Melakukan penelitian inferensial dan prediktif
d. Mengembangkan sub-sub teori kurikulum, mengembangkan
dan melaksanakan model-model kurikulum.
Keempat tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori
kurikulum. Melalui pencapaian keempat hal tersebut baik sebagai subtansi,
sebagai sistem, maupun bidang studi kurikulum dapat bertahan dan
dikembangkan.

2.3 Desain Kurikulum


a. Pengertian Desain Kurikulum
Design (desain) dalam bahasa Inggris memiliki arti rancangan atau
pola, maka pengertian desain kurikulum yaitu menyusun rancangan atau
menyusun kurikulum sesuai dengan visi dan misi suatu instansi, terutama
sebuah sekolah.
Menurut Oemar Hamalik (1993) pengertian Desain adalah suatu
petunjuk yang memberi dasar, arah, tujuan dan teknik yang ditempuh
dalam memulai dan melaksanakan kegiatan.
Menurut Nana S. Sukmadinata (2007:113) desain kurikulum adalah
menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen
kurikulum. Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi,
yaitu dimensi horizontal dan vertikal. Dimensi horizontal berkenaan
dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Sedangkan dimensi
vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan
tingkat kesukaran.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Desain kurikulum
merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar yang
akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan pendidikan. Dalam
desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari kurikulum, hubungan
antara satu unsur dengan unsur lainnya, prinsip-prinsip pengorganisasian,
serta hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaannya. Seorang desain
kurikulum harus menentukan dan merancang model kurikulum, kemudian
membangun dan mengaplikasikan apa yang telah dirancangnya.

b. Macam-macam Desain Kurikulum


Desain kurikulum dapat dirumuskan menjadi tiga jenis,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Wina Sanjaya sebagai hasil kajian
beberapa sumber dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran dalam
Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu desain kurikulum
yang berorientasi pada disiplin ilmu, desain kurikulum yang berorientasi
pada masyarakat, dan desain kurikulum yang berorientasi pada siswa.
Berikut penjelasannya.
1. Desain Kurikulum Berorientasi pada Disiplin Ilmu
a. Subject Centered Curriculum
Bentuk desain kurikulum ini merupakan bentuk desain yang
paling populer dan paling tua serta paling sering digunakan. Dalam
hal ini, kurikulum ditekankan pada isi atau materi bahan ajar yang
akan dipelajari oleh siswa. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata
pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa secara terpisah-pisah.
Karena terpisah inilah maka desain kurikulum ini disebut pula
dengan separated subject curriculum, dan subject itu merupakan
himpunan pengalaman dan pengetahuan yang diorganisasikan
secara logis dan matematis oleh para ahli kurikulum
Kurikulum mata pelajaran dapat menetapkan syarat-syarat
minimum yag harus dikuasai siswa sehingga siswa bisa naik kelas.
Biasanya alat dan sumber utama pelajaran adalah bahan pelajaran
itu sendiri dan textbook.
b. Correlated Curriculum
Kurikulum ini mengandung makna bahwa sejumlah mata
pelajaran dihubungkan antara yang satu dengan yang lain sehingga
ruang lingkup bahan yang tercakup semakin luas, contohnya
seperti pada mata pelajaran fiqh dapat dihubungkan dengan mata
pelajaran Al-Qur‟an dan Hadits. Pada saat anak didik mempelajari
shalat, dapat dihubungkan dengan pelajaran Al-Qur‟an (surat Al-
Fatihah dan surat lainnya) dan hadits yang berhubungan dengan
shalat, dan sebagainya.
Terdapat tipe korelasi utnuk menghubungkan pelajaran dalam
kegiatan kurikulum, diantaranya:
1) Korelasi okasional/insidental, maksudnya korelasi
didasarkan secara tiba-tiba atau insidental, contohnya pada
pelajaran sejarah dapat dibicarakan tentang geografi dan
tumbuh-tumbuhan.
2) Korelasi etis, yang bertujuan mendidik budi pekerti
sehingga konsentrasi-konsentrasi pelajarannya dipilih
pendidikan agama. Contohnya pada pendidikan agama itu
dibicarakan cara-cara menghormati guru, orang tua,
tetangga, teman, dan lain sebagainya.
3) Korelasi sistematis, yaitu yang biasanya direncanakan oleh
guru. Misalnya bercocok tanam padi dibahas dalam
geografi dan ilmu tumbuh-tumbuhan.
c. Integrated Curriculum
Integrated curriculum merupakan konsep desain kurikulum
yang menggunakan model integrated, yakni tidak lagi
menampakkan nama-nama mata pelajaran atau bidang studi.
Belajar dari suatu pokok permasalahan yang harus diselesaikan,
masalah tersebut kemudian dinamakan unit. Belajar berdasarkan
unit bukan hanya menghafal sejumlah fakta, tetapi juga mencari
dan menganalisis fakta-fakta sebagai bahan materi dalam
memecahkan masalah. Belajar melalui pemecahan masalah itu
diharapkan perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada segi
intelektual saja, tetapi seluruh aspek seperti sikap, emosi, dan
keterampilan.

2. Desain Kurikulum Berorientasi pada Masyarakat


Bentuk rancangan kurikulum ini didasarkan pada tujuan sekolah
yang melayani kebutuhan masyarakat, maka kebutuhan masyarakat
harus dijadikan dasar dalam menentukan isi kurikulum. Beberapa ahli
kurikulum merumuskan bahwa kurikulum sebagai sebuah desain
kelompok sosial untuk dijadikan pengalaman belajar anak di dalam
sekolah. Artinya, permasalahan yang dihadapi dan dibutuhkan oleh
suatu kelompok sosial harus menjadi bahan kajian anak didik di
sekolah.
Ada beberapa perspektif desain kurikulum yang berorientasi pada
kehidupan masyarakat, yaitu: perspektif status quo (the status quo
perspective); perspektif reformis (the reformist perspective); dan
perspektif masa depan (the futurist perspective).
a. Perspektif Status Quo (Status Quo Perspective)
Kurikulum ini dirancang dan diarahkan untuk melestarikan
nilai-nilai budaya masyarakat, dalam hal ini merencanakan untuk
memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik
sebagai persiapan menjadi orang dewasa yang dibutuhkan dalam
kehidupan masyarakat. Maka aspek-aspek penting dalam
kehidupan masyarakat dijadikan sebagai dasar kurikulum oleh para
perancangnya.
Franklin Bobbit mengkaji secara ilmiah berbagai kebutuhan
masyarakat yang harus menjadi isi kurikulum. Ia berpendapat
bahwa sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal harus
mendidik anak agar menjadi manusia dewasa dalam
masyarakatnya. Kemudian ia menemukan kegiatan-kegiatan utama
dalam kehidupan masyarakat yang disarankan untuk menjadi isi
kurikulum, diantaranya:
 Kegiatan berbahasa atau komunikasi sosial.
 Kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan.
 Kegiatan dalam kehidupan sosial seperti bergaul dan
berkelompok dengan orang lain.
 Kegiatan menggunakan waktu senggang dan menikmati
rekreasi.
 Usaha menjaga kesegaran jasmani dan rohani.
 Kegiatan yang berhubungan dengan religius.
 Kegiatan yang berhubungan dengan peran orang tua seperti
membesarkan anak, memelihara kehidupan keluarga yang
harmonis.
 Kegiatan praktis yang bersifat vokasi atau keterampilan
tertentu.
 Melakukan pekerjaan sesuai dengan bakat seseorang.
b. Perspektif Pembaharuan (The Reformist Perspective)
Kurikulum dalam perspektif ini dikembangkan untuk lebih
meningkatkan kualitas masyarakat pada daerah tersebut,
disebabkan karena hal tersebut merupakan menghendaki peran
serta masyarakat total dalam proses pendidikan. Menurut
pandangan beberapa ahli yang menganut perspektif ini, dalam
proses pembangunan pendidikan sering digunakan untuk menindas
masyarakat miskin untuk kepentingan elit yang berkuasa atau
untuk mempertahankan struktur sosial yang sudah ada. Dengan
demikian, masyarakat lemah akan tetap berada dalam
ketidakberdayaan. Oleh sebab itu, menurut aliran reformis,
pendidikan harus mampu mengubah keadaan masyarakat tersebut,
baik pendidikan formal maupun non-formal harus mengabdikan
diri semi tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian
kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata.
Paulo Friere dan Ivan Illich, tokoh dalam perspektif ini
berpendapat bahwa kurikulum yang sekedar mencari pemecahan
masalah sosial tidak akan memadai. Kurikulum sebagai rancangan
pendidikan seharusnya mampu merombak tata sosial dan lembaga-
lembaga sosial yang sudah ada dan membangun struktur sosial
baru. Mereka berpendapat bahwa sekolah yang dikembangkan
negara bersifat opresif dan tidak humanistik serta digunakan
sebagai alat golongan elit untuk mempertahankan status quo.
c. Perspektif Masa Depan (The futurist Perspective)
Perspektif ini sering dikaitkan dengan kurikulum rekontruksi
sosial, yang menekankan pada proses mengembangkan hubungan
antara kurikulum dan kehidupan sosial, politik, dan ekonomi
masyarakat. Model kurikulum ini lebih mengutamakan
kepentingan sosial daripada kepentingan individu. Setiap individu
harus mampu mengenali berbagai permasalahan yang ada di
masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan yang sangat
cepat. Tujuan utama dalam perspektif ini adalah mempertemukan
siswa dengan masalah-masalah yang dihadapi umat manusia.
Terdapat 3 kriteria yang harus diperhatikan dalam proses
mengimplementasikan kurikulum ini. Ketiganya menuntut
pembelajaran nyata (real), berdasarkan pada tindakan (action), dan
mengandung nilai (values). Ketiga kriteria tersebut adalah:
1) Siswa harus memfokuskan pada salah satu aspek yang ada di
masyarakat yang dianggapnya perlu diubah.
2) Siswa harus melakukan tindakan terhadap masalah yang
dihadapi masyarakat itu.
3) Tindakan siswa harus didasarkan kepada nilai (values), apakah
tindakan itu patut dilaksanakan atau tidak, apakah memerlukan
kerja individual atau kelompok atau bahkan keduanya.

3. Desain Kurikulum Berorientasi pada Siswa


Asumsi landasan kurikulum ini yaitu bahwa pendidikan
diselenggarakan untuk membantu ank didik. Oleh karena itu,
pendidikan tidak boleh terlepas dari kehidupan anak didik. Kurikulum
yang berorientasi pada siswa menekankan kepada siswa sebagai isi
kurikulum. Segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum tidak boleh
terlepas dari kehidupan siswa sebagai peserta didik.
Dalam mendesain kurikulum yang berorientasi pada siswa, Alice
Crow menyarankan hal-hal berikut:
a. Kurikulum harus disesuaikan dengan perkembangan anak.
b. Isi kurikulum harus mencakup keterampilan, pengetahuan, dan
sikap yang dianggap berguna untuk masa sekarang dan masa yang
akan datang.
c. Anak hendaknya ditempatkan sebagai subjek belajar yang berusaha
untuk belajar sendiri. Artinya, siswa harus didorong untuk
melakukan berbagai aktivitas belajar, bukan hanya sekedar
menerima informasi dari guru.
d. Diusahakan apa yang dipelajari siswa sesuai dengan minat, bakat,
dan tingkat perkembangan mereka. Artinya, apa yang seharusnya
dipelajari bukan ditentukan dan dipandang baik dari sudut guru
atau dari sudut orang lain akan tetapi ditentukan dari sudut anak itu
sendiri.
Terdapat dua perspektif yang berkaitan dengan desain kurikulum
yang berorientasi pada siswa, yakni perspektif kehidupan anak di
masyarakat (The child-in-society perspective) dan perspektif psikologi
(The psychological curriculum perspective).
1) Perspektif Kehidupan Anak di Masyarakat
Francis Parker menganjurkan siswa sebagai sumber
kurikulum percaya bahwa hakikat belajar bagi siswa adalah
apabila siswa belajar secara nyata dari kehidupan mereka di
masyarakat, sebagaimana dimulai dari apa yang pernah dialami
siswa seperti pengalaman dalam keluarga, lingkungan fisik dan
lingkungan sosial mereka, serta dari hal-hal yang ada di
sekeliling mereka.
Parker juga mengemukakan bahwa desain dalam perspektif
ini berbeda dengan kurikulum yang konvensional, yang mana
proses pembelajarannya menghafal dan menguasai materi yang
ada di buku cetak, tetapi siswa harus belajar mengetahui secara
sadar bagaimana kehidupan nyata di masyarakat. Contohnya
seperti belajar Geografi, siswa tidak hanya dituntut untuk
membaca dan menghafal sejumlah data, tetapi siswa juga harus
memahami data-data Geografi melalui karya wisata. Demikian
pula dengan belajar tata bahasa, siswa tidak perlu menghafal
aturan bahasa, tetapi bagaimana aturan tata bahasa diterapkan
dalam percakapan sehari-hari.
2) Perspektif Psikologi
Perspektif psikologi dalam desain kurikulum yang
berorientasi pada siswa sering diartikan sebagai kurikulum
yang bersifat humanistik, yang muncul sebagai reaksi terhadap
proses pendidikan yang hanya mengutamakan segi intelektual.
Menurut para ahli dalam perspektif ini, tugas dan tanggung
jawab pendidikan di sekolah bukan hanya mengembangkan
segi intelektual, tetapi mengembangkan seluruh pribadi siswa
sehingga dapat membentuk manusia yang utuh.
Terdapat tiga hal yang dilakukan oleh guru dalam
mengimplementasikan kurikulum ini:
 Dengarkan secara menyeluruh berbagai ungkapan siswa;
 Bersikap lemah lembut dan kasih sayang terhadap siswa;
dan
 Bersikap wajar dan alami terhadap siswa serta jangan
berpura-pura.
Kriteria keberhasilan dalam kurikulum ini ditentukan oleh
perkembangan anak supaya menjadi manusia terbuka dan
berdiri sendiri, dan mengevaluasi berbagai kegiatan yang telah
dilaksanakan, apakah kegiatan tersebut mampu memberikan
nilai untuk kehidupan masa yang akan datang. Maka proses
pembelajaran menurut kurikulum ini ialah ketika memberikan
kesempatan kepada siswa untuk tumbuh berkembang sesuai
dengan potensi yang dimilikinya.
c. Prinsip-prinsip dalam Mendesain
Saylor (Hamalik:2007) mengajukan delapan prinsip ketika akan
mendesain kurikulum, prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1) Desain kurikulum harus memudahkan dan mendorong seleksi serta
pengembangan semua jenis pengalaman belajar yang esensial bagi
pencapaian prestasi belajar, sesuai dengan hasil yang diharapkan.
2) Desain memuat berbagai pengalaman belajar yang bermakna dalam
rangka merealisasikan tujuan–tujuan pendidikan, khususnya bagi
kelompok siswa yang belajar dengan bimbingan guru.
3) Desain harus memungkinkan dan menyediakan peluang bagi guru
untuk menggunakan prinsip-prinsip belajar dalam memilih,
membimbing, dan mengembangkan berbagai kegiatan belajar di
sekolah
4) Desain harus memungkinkan guru untuk menyesuaikan pengalaman
dengan kebutuhan, kapasitas, dan tingkat kematangan siswa.
5) Desain harus mendorong guru mempertimbangkan berbagai
pengalaman belajar anak yang diperoleh diluar sekolah dan
mengaitkannya dengan kegiatan belajar di sekolah.
6) Desain harus menyediakan pengalaman belajar yang
berkesinambungan, agar kegiatan belajar siswa berkembang sejalan
dengan pengalaman terdahulu dan terus berlanjut pada pengalaman
berikutnya.
7) Kurikulum harus di desain agar dapat membantu siswa
mengembangkan watak, kepribadian, pengalaman, dan nilai-nilai
demokrasi yang menjiwai kultur.
8) Desain kurikulum harus realistis, layak, dan dapat diterima.

2.4 Model Kurikulum


Model- model kurikulum terdiri dari empat macam yaitu:
a) Kurikulum Subjek Akademis
Model kurikulum subjek akademis, yaitu model kurikulum tertua dan
sangat praktis mudah disusun, dan mudah digabungkan,
serta.mengutamakan isi (subject matter) yang merupakan kumpulan dari
bahan ajar atau rencana pembelajaran. Isi pendidikan diambil dari setiap
disiplin ilmu. Sesuai dengan bidang disiplin para ahli, masing-masing
telah mengembangkan ilmu secara sisematis, logis dan solid. Para
pengembang kurikulum tidak susah- susah menyusun dan
mengembangkan bahan sendiri. Mereka tinggal memilih bahan materi
ilmu yang telah dikembangkan para ahli displin ilmu, kemudian
mengorganisasikan secara sistematis, sesuai dengan tujuan pendidikan dan
tahap perkembangan siswa yang akan mempelajarinya.
Ditinjau dari isinya, Sukmadinata (2005:84) mengklasifikasikan
kurikulum model ini menjadi empat kelompok besar:
1. Correlated curriculum.
Pola organisasi materi atau konsep yang dipelajari dalam suatu
peajaran dikorelasikan denga pelajaran lainnya.
2. Unified atau concentrated curriculum
Pola organisasi bahan peajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran
tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran disiplin ilmu.
3. Integrated curriculum
Kalau dalam unified masih tampak warna disiplin ilmunya, maka
dalam pola yang integrated warna disiplin ilmu tersebut sudah tidak
kelihatan lagi. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan,
kegiatan atau segi kehidupan tertentu.
4. Problem solving curriculum
Pola organisasi yang berisi topik pemecahan masalah sosial yang
dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan
keterampian yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran atau disiplin
ilmu.
Pada kurikulum model ini, guru cenderung lebih banyak dimaknai
sebagai seseorang yang harus ”digugu” dan ”ditiru”. Menurut Idi
(2007:126), ada empat cara dalam menyajikan pelajaran dari
kurikulum model subjek akademis.
1) Materi disampaikan secara hierarkhi naik, yaitu materi disampaikan
dari yang lebih mudah hingga ke materi yang lebih sulit. Sebagai
contoh, dalam pengajaran pada jenjang kelas yang rendah
diperlukan alat bantu mengajar yang masih kongkret. Hal ini
dilakukan guna membentuk konsep riil ke konsep yang lebih
abstrak pada jenjang berikutnya. Dalam Matematika, misalnya,
konsep penjumlahan selalu disampaikan terlebih dahulu sebelum
konsep perkalian, karena perkalian untuk bilangan bulat positif
dapat dipandang sebagai penjumlahan berulang dari bilangan
tersebut.
2) Penyajian dilakukan berdasarkan prasyarat. Untuk memahami suatu
konsep tertentu diperlukan pemahaman konsep lain yang telah
diperoleh atau dikuasai sebelumnya. Perhatikan 3 x 4, yang
mempunyai makna 4 + 4 + 4. Seseorang hanya bisa menghitung
perkalian tersebut jika telah memahami dengan baik makna dari
penjumlahan.
3) Pendekatan yang digunakan cenderung induktif, yaitu disampaikan
dari hal-halyang bersifat umum menuju kepada bagian-bagian yang
lebih spesifik.
4) Urutan penyajian bersifat kronologis. Penyampaian materi selalu
diawali denganmenggunakan materi-materi terdahulu. Hal ini
dilakukan agar sifat kronologis/urutan materi tidak terputus.
b) Kurikulum Humanistik
Kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan
humanistik. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi (
personalized education) yaitu john dewey (progressive education) dan J.J
Rousseau (romantic education).
Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Bahwa anak itu
memiliki potensi, kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Hal ini
sejalan dengan teori Gestalt yang mengatakan bahwa individu atau
anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh (Sukmadinata:
2005:86). Pendidikan yang menggunakan kurikulum ini selalu
mengedepankan peran siswa di sekolah. Dengan situasi seperti ini, anak
diharapkan mampu mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.
Pendidikan dianggap sebagai unit proses yang dinamis serta merupakan
upaya yang mampu mendorong siswa untuk bisa mengembangkan potensi
dirinya.
Dalam proses penerapan di kelas, kurikulum humanistik menuntut
hubungan emosinal yang baik antara guru dan siswa. Guru harus bisa
memberikan layanan. yang membuat siswa merasa aman sehingga
memperlancar proses belajar mengajar. Guru tidak perlu memaksakan
segala sesuatu jika murid tidak menyukainya. Dengan rasa aman ini siswa
akan lebih mudah menjalani proses pengembangan dirinya. Kurikulum
humanistik merupakan kurikulum yang lebih mementingkan proses dari
pada hasil. Sasaran utama kurikulum jenis ini adalah
bagaimana memaksimalkan perkembangan anak supaya menjadi manusia
yang mandiri. Proses belajar yang baik adalah aktivitas yang mampu
memberikan pengalaman yang bisa membantu siswa untuk
mengembangkan potensinya. Dalam evaluasinya, guru lebih
cenderung memberikan penilaian yang bersifat subyektif.

c) Kurikulum Rekontruksi Sosial


Kurikulum rekontruksi sosial lebih memusatkan perhatian pada problema-
problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber
pada aliran pendidikan interaksional. Dalam aliran ini kurikulum
merupakan sebuah kerjasama.. Melalui kerjasama, siswa berusaha
memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat
menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Pandangan rekonstruksi sosial di dalam kurikulum dimulai sekitar tahun
1920-an. Harold Rug mulai melihat dan menyadarkan kawan-kawannya
bahwa selama ini terjadi kesenjangan antara kurikulum dengan
masyarakat. Ia menginginkan para siswa dengan pengetahuan dan konsep-
konsep baru yang diperolehnya dapat mengidentifikasi dan memecahkan
masalah-masalah sosial.
Theodore Brameld, pada awal tahun 1950-an menyampaikan gagasannya
tentang rekonstruksi sosial. Dalam masyarakat demokratis, seluruh warga
masyarakat harus ikut serta dalam perkembangan dana pembaharuan
masyarakat. Untuk melaksanakan hal itu sekolah mempunyai posisi yang
cukup penting. Sekolah bukan saja dapat membantu individu
mengembangkan kemampuan sosialnya, tetapi juga dapat membantu
bagaimana berpartisipasi sebaik-baiknya dalam kegiatan sosial.
Pada rekontruksionis tidak mau terlalu menekankan kebebasan individu.
Mereka ingin meyakinkan murid-murid bagaimana masyarakat membuat
warganya seperti yang ada sekarang dan bagaimana masyarakat memenuhi
kebutuhan pribadi warganya melalui konsesus sosial. Perubahan sosial
tersebut harus dicapai melaui prosedur demokrasi. Para rekontruksionis
sosial menentang intimidasi, menakut nakuti dan kompromi semu. Mereka
mendorong agar para siswa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang
masalah- masalah sosia yang mendesak ( crusial ) dan kerja sama atau
bergotong royong untuk memecahkannya.
d) Kurikulum Teknologi
Model Teknologis abad dua puluh ditandai dengan perkembangaan
teknologi yang pesat. Sejak dahulu teknologi telah diterapkan dalam
pendidikan, tetapi yang digunakan adalah teknologi sederhana seperti
penggunaan papan tulis dan kapur, pena dan tinta, sabak dan grip, dan
lain-lain. Dewasa ini, sesuai dengan tahap perkembangnnya yang
digunakan adalah teknologi maju, seperti audio dan video casssette,
overhead projector, film slide, dan motion film, mesin pengajaran,
komputer, CD-rom dan internet.
Persepektif teknologi sebagai kurikulum ditekankan pada efektifitas
program metode dan material/bahan untuk mencapai suatu manfaat dan
keberhasilan.
 Ciri-ciri kurikulum teknologis
1. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi yang dirumuskan
dalam bentuk perilaku. Tujuan yang masih bersifat umum dijabarkan
menjadi tujuan-tujuan yang bersifat khusus, yang didalamnya
terkandung aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
2. Metode pengajarannya bersifat individual, dimana setiap siswa
mendapat tugasnya masing-masing sesuai dengan kemampuan
tingkatbelajarnya. Siswa yang kecepatan belajarnya bagus, sedang
maupun lambat mendapat perhatian semua. Tetapi tak menutup
kemungkinan para siswa mendapat tugas yang bersifat kelompok
untuk mengurangi rasa individual mereka supaya merangsang rasa
sosialisasi.
3. Bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi
telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan suatu
kompetensi. Bahan ajar yang besar disusun dari bahan ajar yang kecil
sesuai dengan urutannya. Penjabaran seperti ini memudahkan
penyampaian materi yang hendak dicapai. Sesuai dengan landasannya,
kurikulum teknologi lebih ditekankan pada sifat ilmiah.
4. Penyampaian materi pada umumnya hanya penegasan kepada para
siswa materi yang dipelajari, selanjutnya para siswa belajar mandiri
dengan buku-buku dan bahan ajar lainnya.
5. Evaluasi dapat dilakukan kapan saja, setelah siswa mendapat topik
pelajaran siswa dapat mengajukan diri untuk dievaluasi. Fungsi
evaluasi sebagai umpan balik untuk mengetahui tingkat kemampuan
siswa dalam menerima dan memahami topik yang telah
disampaikan. Bentuk evaluasi pada umumnya obyektifitas.

Teknologi berperan dalam meningkatkan kualitas kurikulum, dengan


memberi kontribusi mengenai keefektifan intruksional, tahapan intruksional,
dan memantau perkembangan peserta didik. Oleh karenanya sangat beralasan
bahwa dewasa ini semakin banyak kurikulum efektif yang selaras dengan
perkembangan teknologi. Meskipun biaya yang dikeluarkan dalam
pengembangan kurikulum teknologi ini cukup besar, tapi sebanding dengan
nilai yang didapat dan pembelajaran bagi para siswa saat model ini diterapkan.

2.5 Kurikulum 2013


Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum
berbasis kompetensi adalah outcomes-based curriculum dan oleh karena itu
pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi yang
dirumuskan dari SKL. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan
manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan
warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta
mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara,
dan peradaban dunia.
Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan tematik-terpadu dari
Kelas I sampai Kelas VI. Mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
dikecualikan untuk tidak menggunakan pembelajaran tematik-terpadu.
Pembelajaran tematik terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang
mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai matapelajaran ke dalam
berbagai tema.
Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:
a. Tantangan Internal
Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan
dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 Standar
Nasional Pendidikan yang meliputi standar isi, standar proses, standar
kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Tantangan internal
lainnya terkait dengan perkembangan penduduk Indonesia
b. Tantangan Eksternal
Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus globalisasi dan
berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan
teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan
perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Tantangan
eksternal juga terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia,
pengaruh dan imbas teknosains serta mutu, investasi, dan transformasi
bidang pendidikan.
Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir sebagai
berikut:
1) Pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran
berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-
pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk memiliki kompetensi
yang sama;
2) Pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-peserta didik) menjadi
pembelajaran interaktif (interaktif guru-peserta didik-masyarakat-
lingkungan alam, sumber/ media lainnya);
3) Pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring
(peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana
saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet);
4) Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari
(pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan model
pembelajaran pendekatan sains);
5) Pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok (berbasis tim);
6) Pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat
multimedia;
7) Pola pembelajaran berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan
(users) dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang
dimiliki setiap peserta didik;
8) Pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline)
menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines);
9) Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis.

Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut:


1) Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual
dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan
kemampuan intelektual dan psikomotorik;
2) Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan
pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa
yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan
masyarakat sebagai sumber belajar;
3) Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta
menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;
4) Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai
sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
5) Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang
dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar matapelajaran;
6) Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing
elements) kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan
proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi
yang dinyatakan dalam kompetensi inti;
7) Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip
akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya
(enriched) antar mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi
horizontal dan vertikal).

Pengembangan kurikulum 2013 dilandasi secara filosofis, teoritis, dan


yuridis sebagai berikut:
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum menentukan
kualitas peserta didik yang akan dicapai kurikulum, sumber dan
isi dari kurikulum, proses pembelajaran, posisi peserta didik, penilaian
hasil belajar, hubungan peserta didik dengan masyarakat dan
lingkungan alam di sekitarnya.
Kurikulum 2013 dikembangkan dengan landasan filosofis yang
memberikan dasar bagi pengembangan seluruh potensi peserta didik
menjadi manusia Indonesia berkualitas yang tercantum dalam tujuan
pendidikan nasional. Pada dasarnya tidak ada satupun filosofi
pendidikan yang dapat digunakan secara spesifik untuk pengembangan
kurikulum yang dapat menghasilkan manusia yang berkualitas.
Berdasarkan hal tersebut, Kurikulum 2013 dikembangkan
menggunakan filosofi sebagai berikut.
a. Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun
kehidupan bangsa masa kini dan masa mendatang.
b. Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif.
c. Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan
intelektual dan kecemerlangan akademik melalui pendidikan
disiplin ilmu.
d. Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa
depan yang lebih baik dari masa lalu dengan berbagai kemampuan
intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian,
dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan
bangsa yang lebih baik (experimentalism and social
reconstructivism).
Dengan demikian, Kurikulum 2013 menggunakan filosofi
sebagaimana di atas dalam mengembangkan kehidupan individu
peserta didik dalam beragama, seni, kreativitas, berkomunikasi, nilai
dan berbagai dimensi inteligensi yang sesuai dengan diri seorang
peserta didik dan diperlukan masyarakat, bangsa dan ummat manusia.

2. Landasan Teoritis
Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan berdasarkan
standar” (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis
kompetensi (competency-based curriculum). Pendidikan berdasarkan
standar menetapkan adanya standar nasional sebagai kualitas minimal
warganegara yang dirinci menjadi standar isi, standar proses, standar
kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kurikulum berbasis
kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-
luasnya bagi peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk
bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak.
Kurikulum 2013 menganut: (1) pembelajaan yang dilakukan
guru (taught curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan
berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat; dan
(2) pengalaman belajar langsung peserta didik (learned-curriculum)
sesuai dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan awal
peserta didik. Pengalaman belajar langsung individual peserta didik
menjadi hasil belajar bagi dirinya, sedangkan hasil belajar seluruh
peserta didik menjadi hasil kurikulum.
3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis Kurikulum 2013 menurut pemendikbud no.67 tahun
2013 adalah:
a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional;
c. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional, beserta segala
ketentuan yang dituangkan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional; dan
d. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.
2.1 Pengertian Desain Pembelajaran
Desain merupakan perencanaan dalam pembuatan sebuah objek, sistem,
komponen, atau struktur. Desain dikenakan pada bentuk sebuah rencana,
dalam hal ini dapat berupa proposal, gambar, model maupun diskripsi. Jadi
dapat dikatakan desain merupakan sebuah konsep tentang sesuatu
Pembelajaran adalah kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang ssaling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran (Gerry dan Kingsley
dalam Snelbecker, 1980 : 12). Sedangkan menurut Gagne dan Briggs, 1979 :
3 menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh
pendidik untuk membelajarkan peserta didik dalam belajar, bagaimana belajar
memperoleh dan memproses pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Jadi
pembelajaran merupakan aktifitas interaksi edukatif antara pembelajar dengan
peserta didik dengan didasari oleh adanya tujuan baik berupa pengetahuan,
sikap, dan ketrampilan
Desain pembelajaran adalah pengembangan secara sistematis dari
spesifikasi pembelajaran dengan menggunakan teori belajar dan pembelajaran
untuk menjamin kualitas pembelajaran.

2.2 Macam-macam Desain Pembelajaran


1. Model Dick and Carrey.
Salah satu model desain pembelajaran adalah model Dick and Carey
(1985). Model ini termasuk ke dalam model prosedural. Langkah–langkah
Desain Pembelajaran menurut Dick and Carey adalah:
 Mengidentifikasikan tujuan umum pembelajaran.
 Melaksanakan analisi pembelajaran
 Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa.
 Merumuskan tujuan performansi
 Mengembangkan butir–butir tes acuan patokan
 Mengembangkan strategi pembelajaran
 Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran
 Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif
 Merevisi bahan pembelajaran
 Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.
Penggunaan model Dick and Carey dalam pengembangan suatu mata
pelajaran dimaksudkan agar:
1) Pada awal proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat
mengetahui dan mampu melakukan hal–hal yang berkaitan dengan
materi pada akhir pembelajaran.
2) Adanya pertautan antara tiap komponen khususnya strategi
pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dikehendaki.
3) Menerangkan langkah–langkah yang perlu dilakukan dalam
melakukan perencanaan desain pembelajaran.

2. Model Kemp.
Secara singkat, menurut model ini terdapat beberapa langkah dalam
penyusunan sebuah bahan ajar, yaitu:
 Menentukan tujuan dan daftar topik,menetapkan tujuan umum untuk
pembelajaran tiap topiknya.
 Menganalisis karakteristik pelajar, untuk siapa pembelajaran tersebut
didesain.
 Menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan syarat
dampaknya dapat dijadikan tolak ukur perilaku pelajar.
 Menentukan isi materi pelajaran yang dapat mendukung tiap tujuan.
 Pengembangan prapenilaian/ penilaian awal untuk menentukan latar
belakang pelajar dan pemberian level pengetahuan terhadap suatu
topik.
 Memilih aktivitas pembelajaran dan sumber pembelajaran yang
menyenangkan atau menentukan strategi belajar-mengajar, jadi siswa
siswa akan mudah menyelesaikan tujuan yang diharapkan.
 Mengkoordinasi dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang
meliputi personalia, fasilitas-fasilitas, perlengkapan, dan jadwal untuk
melaksanakan rencana pembelajaran.
 Mengevaluasi pembelajaran siswa dengan syarat mereka
menyelesaikan pembelajaran serta melihat kesalahankesalahan dan
peninjauan kembali beberapa fase dari perencanaan yang
membutuhkan perbaikan yang terus menerus, evaluasi yang dilakukan
berupa evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.

3. Model ASSURE.
Model ASSURE merupakan suatu model yang merupakan sebuah
formulasi untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau disebut juga model
berorientasi kelas. Menurut Heinich et al (2005) model ini terdiri atas enam
langkah kegiatan yaitu:
1). Analyze Learners
2). States Objectives
3). Select Methods, Media, and Material
4). Utilize Media and materials
5). Require Learner Participation
6). Evaluate and Revise

1). Analisis Pelajar.


Menurut Heinich et al (2005) jika sebuah media pembelajaran akan
digunakan secara baik dan disesuaikan dengan cirri-ciri Belajar, isi dari
pelajaran yang akan dibuatkan medianya, media dan bahan pelajaran itu
sendiri. Lebih lanjut Heinich, 2005 menyatakan sukar untuk menganalisis
semua cirri pelajar yang ada, namun ada tiga hal penting dapat dilakuan
untuk mengenal pelajar sesuai .berdasarkan cirri-ciri umum, keterampilan
awal khusus dan gaya belajar.

2). Menyatakan Tujuan.


Menyatakan tujuan adalah tahapan ketika menentukan tujuan
pembeljaran baik berdasarkan buku atau kurikulum. Tujuan pembelajaran
akan menginformasikan apakah yang sudah dipelajari anak dari
pengajaran yang dijalankan. Menyatakan tujuan harus difokuskan kepada
pengetahuan, kemahiran, dan sikap yang baru untuk dipelajari.

3). Pemilihan Metode, media dan bahan.


Heinich et al. (2005) menyatakan ada tiga hal penting dalam
pemilihan metode, bahan dan media yaitu menentukan metode yang sesuai
dengan tugas pembelajaran, dilanjutkan dengan memilih media yang
sesuai untuk melaksanakan media yang dipilih, dan langkah terakhir
adalah memilih dan atau mendesain media yang telah ditentukan.

4). Penggunaan Media dan bahan.


Menurut Heinich et al (2005) terdapat lima langkah bagi
penggunaan media yang baik yaitu, preview bahan, sediakan bahan,
sedikan persekitaran, pelajar dan pengalaman pembelajaran.

5). Partisipasi Pelajar di dalam kelas.


Sebelum pelajar dinilai secara formal, pelajar perlu dilibatkan
dalam aktivitas pembelajaran seperti memecahkan masalah, simulasi, kuis
atau presentasi.

6). Penilaian dan Revisi


Sebuah media pembelajaran yang telah siap perlu dinilai untuk
menguji keberkesanan dan impak pembelajaran. Penilaian yang dimaksud
melibatkan beberaoa aspek diantaranya menilai pencapaian pelajar,
pembelajaran yang dihasilkan, memilih metode dan media, kualitas media,
penggunaan guru dan penggunaan pelajar.

4. Model ADDIE.
Ada satu model desain pembelajaran yang lebih sifatnya lebih generik
yaitu model ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement- Evaluate).
ADDIE muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan
Mollenda.Salah satu fungsinya ADIDE yaitu menjadi pedoman dalam
membangun perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif,
dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri.

Model ini menggunakan 5 tahap pengembangan yakni :


1. Analysis (analisa)
2. Design (disain / perancangan)
3. Development (pengembangan)
4. Implementation (implementasi/eksekusi)
5. Evaluation (evaluasi/ umpan balik)

1. Analisis
Tahap analisis merupakan suatu proses mendefinisikan apa yang
akan dipelajari oleh peserta belajar, yaitu melakukan needs assessment
(analisis kebutuhan), mengidentifikasi masalah (kebutuhan), dan
melakukan analisis tugas (task analysis). Oleh karena itu, output yang akan
kita hasilkan adalah berupa karakteristik atau profile calon peserta belajar,
identifikasi kesenjangan, identifikasi kebutuhan dan analisis tugas yang
rinci didasarkan atas kebutuhan.

1. Desain
Tahap ini dikenal juga dengan istilah membuat rancangan
(blueprint). barat bangunan, maka sebelum dibangun gambar rancang
bangun (blue-print) diatas kertas harus ada terlebih dahulu. Apa yang kita
lakukan dalam tahap desain ini? Pertama merumuskan tujuan
pembelajaran yang SMAR (spesifik, measurable, applicable, dan realistic).
Selanjutnya menyusun tes, dimana tes tersebut harus didasarkan pada
tujuan pembelajaran yag telah dirumuskan tadi. Kemudian tentukanlah
strategi pembelajaran yang tepat harusnya seperti apa untuk mencapai
tujuan tersebut. Dalam hal ini ada banyak pilihan kombinasi metode dan
media yang dapat kita pilih dan tentukan yang paling relevan. Disamping
itu, pertimbangkan pula sumber-sumber pendukung lain, semisal sumber
belajar yang relevan, lingkungan belajar yang seperti apa seharusnya, dan
lainlain. Semua itu tertuang dalam sautu dokumen bernama blue-print
yang jelas dan rinci.

2. Pengembangan
Pengembangan adalah proses mewujudkan blue-print alias desain
tadi menjadi kenyataan. Artinya, jika dalam desain diperlukan suatu
software berupa multimedia pembelajaran, maka multimedia tersebut
harus dikembangkan. Atau diperlukan modul cetak, maka modul tersebut
perlu dikembangkan. Begitu pula halnya dengan lingkungan belajar lain
yang akan mendukung proses pembelajaran semuanya harus disiapkan
dalam tahap ini. Satu langkah penting dalam tahap pengembangan adalah
uji coba sebelum diimplementasikan. Tahap uji coba ini memang
merupakan bagian dari salah satu langkah ADDIE, yaitu evaluasi. Lebih
tepatnya evaluasi formatif, karena hasilnya digunakan untuk memperbaiki
sistem pembelajaran yang sedang kita kembangkan.

3. Implementasi
Implementasi adalah langkah nyata untuk menerapkan sistem
pembelajaran yang sedang kita buat. Artinya, pada tahap ini semua Yang
telah dikembangkan diinstal atau diset sedemikian rupa sesuai dengan
peran atau fungsinya agar bisa diimplementasikan. Misal, jika memerlukan
software tertentu maka software tersebut harus sudah diinstal. Jika
penataan lingkungan harus tertentu, maka lingkungan atau seting tertentu
tersebut juga harus ditata. Barulah diimplementasikan sesuai skenario atau
desain awal.

4. Evaluasi
Evaluasi adalah proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran
yang sedang dibangun berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak.
Sebenarnya tahap evaluasi bisa terjadi pada setiap empat tahap di atas.
Evaluasi yang terjadi pada setiap empat tahap diatas itu dinamakan
evaluasi formatif, karena tujuannya untuk kebutuhan revisi. Misal, pada
tahap rancangan, mungkin kita memerlukan salah satu bentuk evaluasi
formatif misalnya review ahli untuk memberikan input terhadap rancangan
yang sedang kita buat. Pada tahap pengembangan, mungkin perlu uji coba
dari produk yang kita kembangkan atau mungkin perlu evaluasi kelompok
kecil dan lain lain.

5. Model Hanafin and Peck


Model Hannafin dan Peck ialah model desain pengajaran yang terdiri
daripada tiga fase yaitu fase Analisis keperluan, fase desain, dan fase
pengembangan dan implementasi (Hannafin & Peck 1988). Dalam model ini,
penilaian dan pengulangan perlu dijalankan dalam setiap fase. Model ini adalah
model desain pembelajaran berorientasi produk.
Fase pertama dari model Hannafin dan Peck adalah analisis kebutuhan.
Fase ini diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhankebutuhan dalam
mengembangkan suatu media pembelajaran termasuklah di dalamnya tujuan
dan objektif media pembelajaran yang dibuat, pengetahuan dan kemahiran
yang diperlukan oleh kelompok sasaran, peralatan dan keperluan media
pembelajaran. Setelah semua keperluan diidentifikasi Hannafin dan Peck
(1988) menekankan untuk menjalankan penilaian terhadap hasil itu sebelum
meneruskan pembangunan ke fase desain.
Fase yang kedua dari model Hannafin dan Peck adalah fase desain. Di
dalam fase ini informasi dari fase analisis dipindahkan ke dalam bentuk
dokumen yang akan menjadi tujuan pembuatan media pembelajaran. Hannafin
dan Peck (1988) menyatakan fase desain bertujuan untuk mengidentifikasikan
dan mendokumenkan kaedah yang paling baik untuk mencapai tujuan
pembuatan media tersebut. Salah satu dokumen yang dihasilkan dalam fase ini
ialah dokumen story board yang mengikut urutan aktivitas pengajaran
berdasarkan keperluan pelajaran dan objektif media pembelajaran seperti yang
diperoleh dalam fase analisis keperluan. Seperti halnya pada fase pertama,
penilaian perlu dijalankan dalam fase ini sebelum dilanjutkan ke fase
pengembangan dan implementasi.
Fase ketiga dari model Hannafin dan Peck adalah fase pengembangan
dan implementasi. Hannafin dan Peck (1988) mengatakan aktivitas yang
dilakukan pada fase ini ialah penghasilan diagram alur, pengujian, serta
penilaian formatif dan penilaian sumatif. Dokumen story board akan dijadikan
landasan bagi pembuatan diagram alir yang dapat membantu proses pembuatan
media pembelajaran. Untuk menilai kelancaran media yang dihasilkan seperti
kesinambungan link, penilaian dan pengujian dilaksanakan pada fase ini. Hasil
dari proses penilaian dan pengujian ini akan digunakan dalam proses
pengubahsuaian untuk mencapai kualitas media yang dikehendaki. Model
Hannafin dan Peck (1988) menekankan proses penilaian dan pengulangan
harus mengikutsertakan proses-proses pengujian dan penilaian media
pembelajaran yang melibatkan ketiga fase secara berkesinambungan. Lebih
lanjut Hannafin dan Peck (1988) menyebutkan dua jenis penilaian yaitu
penilaian formatif dan penilaian sumatif. Penilaian formatif ialah penilaian
yang dilakukan sepanjang proses pengembangan media sedangkan penilaian.
Disamping Dari Model-Model Diatas Ada Lagi Model Desain
Pembelajaran Yang Lainnya Yaitu:
1) Model Peningkatan kemampuan Pengajar berfokus pada peningkatan
penegatahuan, keterampilan, sensitivitas dan teknik pembelajaran para
pengajar, dan bukannya pada subyek yang mereka ajarkan.
2) Model pembuatan produk pembelajaran berfokus untuk menghasilkan
paket pembelajaran, baik untuk kegunaan sendiri maupun untuk
penggunaan secara meluas termasuk yang diproduksikan secara komersial.
3) Model pengembangan system berfokus pada peningkatan system yaitu
adanya aktivitas menyeluruh dalam menyusun kurikulum, mata
ajaran/mata kuliah, program pengajaran, dan bahan ajaran. Adakalanya
pendekatan ini memerlukan perubahan dalam pengelolaan kegiatan belajar
dan peranan tenaga pengajar, seperti halnya yang terdapat pada UT.
4) Model peningkatan organisasi : kegiatannya meliputi perubahan pada
struktur, kebijaksanaan, dan lingkungan organisasi di mana pembelajaran
berlangsung. Model ini lazim dilaksanakan di lembaga diklat pada
organisasi tertentu.

2.3 Pengertian Model Pembelajaran


Model adalah rencana, representasi atau deskripsiyang
menjelaskan suatu objek, sistem atau konsep yang sering kali berupa
penyederhanaan atau idealisasi. Bentuknya dapat berupa model fisik,
model citra atau rumusan sistematis.
Menurut Agus Suprijono (2010:46) Model pembelajaran ialah pola
yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran
dikelas maupun tutorial. Menurut Arends, model pembelajaran mengacu
pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-
tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran,
lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Melalui model
pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi,
ide, keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan ide. Model
pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar.

2.4 Macam-macam Model Pembelajaran


Ada banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh
para ahli dalam usaha mengoptimalkan hasil belajar siswa diantaranya
adalah:
1) Model Pembelajaran Kontekstual (constextual teaching and learning-
CTL)
Menurut Nurhadi (2003) adalah konsep belajar yang mendorong
guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi
dunia nyata siswa.
2) Model Pembelajaran Kooperatif (Coorperative learning)
Menurut Sofan Amri & Iif Khoiru Ahmadi, (2010:67) merupakan
model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang
memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas
kelompok, setiap anggota saling kerjasama dan membantu untuk
memahami suatu bahan pembelajaran.
3) Model Pembelajaran Terpadu
Menurut Sugianto (2009:124) pada hakikatnya merupakan suatu
pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara
individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan
menemukan model yang mencoba memadukan beberapa pokok
bahasan. Melalui pembelajaran terpadu siswa dapat memperoleh
pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk
menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal
yang dipelajarinya.
4) Model Pembelajaran Berbasis masalah (PBL)
Menurut Sugianto (2009:151) dirancang untuk membantu
mencapai tujuan-tujuan seperti meningkatkan keterampilan intelektual
dan investigative, memahami peran orang dewasa, dan membantu
siswa untuk menjadi pelajar yang mandiri.

5) Model Pembelajaran diskusi


Menurut Sofan Amri & Iif Khoiru Ahmadi (2010:165) adalah
sebuah interaksi komunikasi antara dua orang atau lebih (sebagai suatu
kelompok). Biasanya komunikasi antara mereka/ kelompok berupa
salah satu ilmu atau pengetahuan dasar yang akhirnya memberikan
rasa pemahaman yang baik dan benar.Banyaknya model pembelajaran
yang dikembangkan para pakar tersebut tidaklah berarti semua
pengajar menerapkan semuanya untuk setiap mata pelajaran karena
tidak semua model cocok untuk setiap topik atau mata pelajaran. Ada
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih model
pembelajaran, yaitu:
1) tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, sifat bahan/materi ajar
2) Kondisi siswa
3) Ketersediaan sarana-prasarana belajar.
Model-model yang disebutkan diatas yang akan digunakan peneliti
dalam melakukan penelitian adalah model Pembelajaran Langsung
(Direct Instruction).
6) Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung merupakan salah satu dari macam-
macam model pembelajaran. Model pembelajaran langsung
mempunyai Ciri-ciri sebagai berikut:
1. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa
termasuk prosedur penilaian belajar.
2. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran
3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan
agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan
berhasil. (dalam Kardi &Nur, 2000:3)
Berdasarkan pengertian pembelajaran langsung yang dikemukakan
(Sofan Amri & Iif Khoiru Ahmadi, 2010:39) bahwa Model
PembelajaranLangsung (Direct Instruction) merupakan salah satu
model pengajaran yang dirancang khusus untuk mengembangkan
belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan
deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah
demi selangkah. Yang dimaksud dengan pengetahuan deklaratif (dapat
diungkapkan dengan katakata) adalah pengetahuan tentang sesuatu.
sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang
bagaimana melakukan sesuatu. Arends dalam Sugiarto (2008:49),
mengatakan: ”Model pembelajaran langsung dikembangkan secara
khusus untuk meningkatkan proses pembelajaran para siswa terutama
dalam hal memahami sesuatu (pengetahuan) dan menjelaskannya
secara utuh sesuai pengetahuan procedural dan pengetahuan deklaratif
yang diajarkan secara bertahap”.
7) Model Pembelajaran Kolaboratif ( Collaborative Learning )
Belajar kolaboratif adalah suatu kegiatan belajar antara dua orang
atau lebih yang dilakukan secara bekerja sama dalam suatu kelompok
untuk memecahkan suatu masalah guna mencapai tujuan tertentu. Inti
dari belajar kolaboratif yatu adanya kerja sama antara dua orang siswa
atau lebih, memecahkan masalah secara bersama-sama, dan adanya
tujuan yang ingin dicapai. Ada dua unsur penting dalam belajar
kolaboratif yaitu tujuan yang sama dan rasa ketergantungan yang
positif antar anggota kelompok. Oleh karena itu untuk mencapai
tujuantertentu setiap siswa harus mempunyai rasa ketergantungan
yang positif maksudnya setiap anggota kelompok akan berhasil
mencapai tujuan apabila seluruh anggotanya bekerja sama.
8) Model Pembelajaran Kuantum ( Quantum Learning)
Istilah Kuantum secara harfiah berarti kualitas sesuatu, mekanis
(yang berkenaan dengan gerak). Quantum Learning merupakan
seperangkat metode dan falsafah belajar. Quantum learning ialah kiat,
petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat meningkatkan
pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu
proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Metode belajar ini
muncul untuk menanggulangi masalah kebosanan.
9) Model Pembelajaran Tematik
Belajar tematik adalah suatu kegiatam belajar terpadu yang
dirancang berdasarkan ide pokok (tema), yang mengaitkan beberapa
bidang studi dengan tema yang sama sehingga dapat memberikan
pengalaman yang bermakna kepada peserta didik. Pappas yang
dikutip oleh Anitah (2007) mengatakan bahwa pembelajaran
tematikadalah pembelajaran yang digunakan guru untuk mendorong
keaktifan siswa dalam kegiatan yang difokuskan dalam satu topik
(tema) yang disenangi siswa. Belajar tematik disajikan secara utuh dan
menyeluruh bukan dari bagian-bagian yang terpisah.

2.5 Karakteristik Pembelajaran sesuai dengan Kurikulum 2013


Karakteristik adalah mengacu kepada karakter dan gaya hidup
seseorang serta nilai-nilai yang berkembang secara teratur sehingga tingkah
laku menjadi lebih konsisten dan mudah diperhatikan.
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan
yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi
rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu
periode jenjang pendidikan.
Kurikulum 2013 merupakan salah satu kurikulum tetap yang diterapkan
oleh pemerintah untuk menggantikan KTSP yang telah berlaku selama
kurang lebih 6 tahun. Kurikulum ini berbasis kompetensi dimana kurikulum
ini diarahkan pada pencapaian kompetensi yang dirumuskan dari SKL (
Standar Kompetensi Lulusan).
Kurikulum 2013 memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:
1. Belajar Tuntas
Belajar tuntas, yaitu peserta didik tidak diperkenankan mengerjakan
pekerjaan berikutnya sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan
prosedur yang benar. Peserta didik harus mendapat bantuan yang tepat dan
diberi waktu sesuai dengan yang dibutuhkan untuk mencapai kompetensi
yang ditentukan (John Carrol). Peserta didik yang belajar lambat perlu
diberi waktu lebih lama dengan materi yang sama, dibandingkan peserta
didik pada umumnya. Kompetensi pada kategori pengetahuan (KI-3) dan
keterampilan (KI-4), peserta didik tidak diperkenankan mengerjakan
pekerjaan atau kompetensi berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan
pekerjaan dengan prosedur yang benar dan hasil yang baik.

2. Penilaian Autentik
Penilaian autentik dapat dikelompokkan menjadi:
 Memandang penilaian dan pembelajaran merupakan hal yang saling
berkaitan.
 Mencerminkan masalah dunia nyata, bukan dunia sekolah.
 Menggunakan berbagai cara dan kriteria penilain.
 Holistik (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap).
 Penilaian autentik tidak hanya mengukur hal yang diketahui oleh peserta
didik, tetapi lebih menekankan mengukur hal yang dapat dilakukan oleh
peserta didik.
3. Penilaian Berkesinambungan
Penilaian dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan
selama pembelajaran berlangsung. Untuk mendapatkan gambaran utuh
mengenai perkembangan hasil belajar peserta didik, memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil terus-menerus dalam bentuk penilaian
proses dan berbagai jenis ulangan secara berkelanjutan. Contohnya adalah
ulangan harian, ulangan semester, dan ulangan akhir semester.

4. Menggunakan Teknik Penilaian yang Bervariasi


Teknik penilaian yang dipilih dapat berupa tertulis, lisan, produk,
portofolio, unjuk kerja, proyek, pengamatan, dan penilaian diri.

5. Berdasarkan Acuan Kriteria


Penilaian berdasarkan acuan kriteria maksudnya penilaian harus
didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
Kemampuan peserta didik tidak dibandingkan terhadap kelompoknya,
tetapi dibandingkan terhadap kriteria yang ditetapkan, misalya ketuntasan
belajar minimal (KKM).

Pemerintah juga meyakinkan masyarakat karena adanya kekhawatiran


jika Kurikulum 2013 menghapus beberapa mata pelajaran. Mantan
Mendikbud Mohammad Nuh menjelaskan bahwa tidak ada penghapusan
mata pelajaran, yang ada hanya pengintegrasian mata pelajaran. Mata
pelajaran IPA dan IPS di sekolah dasar (SD) diintegrasikan ke dalam semua
mata pelajaran. Mata pelajaran TIK juga diintegrasikan ke dalam semua mata
pelajaran. Sebagai contoh, ketika guru memberikan tugas seperti melakukan
presentasi dan membuat laporan, TIK berperan dalam hal pembuatan slide
presentasi dan menggunakan internet untuk mencari sumber referensi tugas.
Dengan kata lain, jika sebelumnya TIK hanya sebatas membuka, mengetik,
dan pencarian di internet, dalam Kurikulum 2013 kemampuan tersebut harus
bisa diaplikasikan langsung dalam kegiatan belajar mengajar.
A. Pengertian Media Pembelajaran
Kata media merupakanbentukjamakdari „Medium‟, yang
secaraharfiahberartiperantaraataupengantar.Media adalahsegalasesuatu
yang
dapatdigunakanuntukmenyalurkanpesandaripengirimkepenerimasehinggad
apatmerangsangpikiran, perasaan, perhatian,
danminatsertaperhatiansiswasedemikianrupasehingga proses belajarterjadi
(Sadiman,2002:6).
Beberapaahlimemberikandefinisitentang
mediapembelajaran.Schramm (1977) mengemukakanbahwa media
pembelajaranadalahteknologipembawapesan yang
dapatdimanfaatkanuntukkeperluanpembelajaran.Secarakhusus, kata
tersebutdapatdiartikansebagaialatkomunikasi
yangdigunakanuntukmembawainformasidarisatusumberkepadapenerima.D
ikaitkandenganpembelajaran, media dimaknaisebagaialatkomunikasi yang
digunakandalam proses
pembelajaranuntukmembawainformasiberupamateriajardaripengajarkepad
apesertadidiksehinggapesertadidikmenjadilebihtertarikuntukmengikutikegi
atanpembelajaran.
Latuheru(1988:14), menyatakanbahwa media
pembelajaranadalahbahan,alat, atauteknik yang
digunakandalamkegiatanbelajarmengajardenganmaksudagar proses
interaksikomunikasiedukasiantara guru
dansiswadapatberlangsungsecaratepatgunadanberdayaguna.Berdasarkande
finisitersebut, mediapembelajaranmemilikimanfaat yang
besardalammemudahkansiswamempelajarimateripelajaran.Media
pembelajaran yang
digunakanharusdapatmenarikperhatiansiswapadakegiatanbelajarmengajard
anlebihmerangsangkegiatanbelajarsiswa.Satuhal yang
perludiingatbahwaperanan media
tidakakanterlihatapabilapenggunaannyatidaksejalandenganisidantujuanpe
mbelajaran yang telahdirumuskan.Secanggihapa pun media tersebut,
tidakdapatdikatakanmenunjangpembelajaranapabilakeberadaannyamenyim
pangdariisidantujuanpembelajarannya.

B. Pengertian Bahan Pembelajaran


Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara
garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus
dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah
ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari
pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, serta nilai
dan sikap.
Terdapat beberapa rumusan tentang pengertian bahan pembelajaran,
antara lain dikemukakan oleh Gintings (2008: 152) yaitu, bahan
pembelajaran adalah rangkuman materi yang diberikan dan diajarkan
kepada siswa dalam bentuk bahan tercetak atau dalam bentuk lain yang
tersimpan dalam file elektronik baik verbal maupun tertulis. Untuk
mengupayakan agar siswa memiliki pemahaman awal tentang materi
pembelajaran yang akan dibahas, sebaiknya bahan pembelajaran ini
disampaikan atau dibagikan terlebih dahulu kepada peserta didik sebelum
proses belajar dan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini baik untuk
dilakukan karena dengan mempelajarinya lebih dulu diharapkan peserta
didik dapat berpartisipasi aktif selama berlangsungnya proses belajar dan
pembelajaran.
Pengertian lain tentang bahan pembelajaran dikemukakan oleh Pannin
(2001), ia menyebutkan bahwa bahan ajar sebagai bahan-bahan atau
materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan
peserta didik dalam proses pembelajaran. Prastowo (2011) menyatakan
pemahaman bahan ajar sebagai segala bahan (baik informasi, alat, maupun
teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari
kompetensi yang dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses
pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi
pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pengertian sebagaimana tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa bahan pembelajaran merupakan susunan sistematis
dari berbagai bentuk bahan pembelajaran baik tertulis seperti buku
pelajaran, modul, handout, LKS maupun yang tidak tertulis seperti maket,
bahan ajar audio, bahan ajar interaktif yang di pakai atau digunakan
sebagai pedoman atau panduan oleh pendidik atau instruktur dalam proses
belajar dan pembelajaran.

C. Jenis Media Pembelajaran


Media yang digunakan dalam pembelajaran beraneka ragam.
Seseorang guru harus dapat memilih salah satu media pembelajaran yang
akan digunakan. Penggunaan atau pemilihan media harus disesuaikan
dengan materi dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Jenis Media Pembelajaran menurut Djamarah diklasifikasikan menjadi 3
yaitu:
 Media auditif yaitu media yang mengandalkan kemampuan suara saja,
seperti radio, kaset rekorder.
 Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indera
penglihatan karena hanya menampilkan gambar diam seperti film
bingkai, foto, gambar, atau lukisan.
 Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan
unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih
baik.

Jenis Media Pembelajaran menurut Rudy Brets :


 Media audio visual gerak, seperti : Film bersuara, film pada televisi,
Televisi dan animasi.
 Media audio visual diam, seperti : Slide.
 Audio semi gerak, seperti : tulisan bergerak bersuara.
 Media visual bergerak, seperti : Film bisu.
 Media visual diam, seperti : slide bisu, halaman cetak, foto.
 Media audio, seperti : radio, telephon, pita audio.
 Media cetak, seperti : buku, modul.

Sedangkan Andersen membagi Media Pembelajaran menjadi 10 golongan


yaitu :
 Audio : Kaset audio, siaran radio, CD, telepon.
 Cetak : Buku pelajaran, modul, brosur, leaflet, gambar
 Audio-cetak : Kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis
 Proyeksi visual diam : Overhead transparansi (OHT), Film bingkai
(slide)
 Proyeksi Audio visual diam : Film bingkai (slide) bersuara
 Visual gerak : Film bisu
 Audio Visual gerak : film gerak bersuara, video/VCD, televisi
 Obyek fisik : Benda nyata, model, specimen
 Manusia dan lingkungan : Guru, Pustakawan, Laboran
 Komputer : CAI (Computer Assisted Instructional=Pembelajaran
berbantuan komputer), CMI (Computer Managed Instructional).

Menurut Sadiman ada 3 Jenis Media Pembelajaran yaitu :


 Media Grafis termasuk media visual seperti gambar/foto, sketsa,
diagram, bagan/chart, grafik, kartun, poster, peta, dan globe.
 Media Audio berkaitan dengan indera pendengaran. Seperti radio, alat
perekam piata magnetik, piringan laboratorium bahasa.
 Media Proyeksi Diam seperti film bingkai (slide), film rangkai (film
strip), media transparan, film, televisi, video.

Maka dapat disimpulkan bahwa Jenis-jenis Media Pembelajaran adalah


sebagai berikut:
1. Media Audio
Media Audio adalah media yang isi pesannya hanya diterima melalui
indera pendengaran. Dilihat dari sifat pesan yang diterima, media
audio dapat menyampaikan pesan verbal (bahasa lisan atau kata-kata)
maupun non verbal (bunyi-bunyian dan vokalisasi). Contohnya : radio,
kaset audio, MP3.

2. Media Visual
Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra
penglihatan. Media visual menampilan materialnya dengan
menggunakan alat proyeksi atau proyektor,karena melalui media ini
perangkat lunak (soft ware) yang melengkapi alat proyeksi ini akan
dihasilkan suatu bias cahaya atau gambar yang sesuai dengan materi
yang diinginkan ; contohnya foto, gambar, poster, kartun, grafik dll.

3. Media Audio-Visual
Media audio-visual disebut juga sebagai media video. Video
merupakan media yang digunakan untuk menyampaikan pesan
pembelajaran. Dalam media video terdapat dua unsur yang saling
bersatu yaitu audio dan visual. Adanya unsur audio memungkinkan
siswa untuk dapat menerima pesan pembelajaran melalui pendengaran,
sedangkan unsur visual memungkinkan penciptakan pesan belajar
melalui bentuk visualisasi. Contohnya : film bersuara, video, televisi,
sound slide.

4. Media Multimedia
Media yang dapat menyajikan unsur media secara lengkap, seperti :
animasi. Multimedia sering diidentikan dengan komputer, internet dan
pembelajaran berbasis komputer.

5. Media Realita
Yaitu media nyata yang ada di dilingkungan alam, baik digunakan
dalam keadaan hidup maupun sudah diawetkan, seperti: binatang,
spesimen, herbarium dll.

D. Jenis Bahan Pembelajaran


Bahan pembelajaran yang digunakan perlu didesain secara khusus
sehingga sesuai dengan karakteristik proses belajar dan pembelajaran.
Pengembangan bahan ajar dapat dilakukan dengan cara; pertama,
membuat atau menulis sendiri, ini merupakan pengembangan bahan ajar
yang paling ideal; kedua, memodifikasi atau kompilasi, yaitu
menggunakan bahan ajar yang telah ada namun dilakukan perubahan atau
penambahan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran; ketiga, mengadaptasi
yaitu menggunakan sebagaian atau secra utuh dengan melengkapi panduan
belajar dalam menggunakan bahan ajar yang telah ada.
Berdasarkan pada sudut pandang yang dipegunakan untuk melihat
bahan pembelajaran yang dipegunakan dalam proses belajar dan
pembelajaran maka bahan pembelajaran dapat digolongkan menjadi dua
macam, yaitu; menurut karakteristik materinya dan menurut cara
pengorganisasiannya (Satori, dkk., 2007:2.40-2.43).
1. Jenis-Jenis Bahan Pembelajaran menurut Karakteristik
Materinya
Berdasarkan karakteristik materi atau isinya, bahan pembelajaran
dapat digolongkan menjadi enam macam sebagaimana dijelaskan
berikut ini.
a. Bahan Pembelajaran Fakta
Bahan pembelajaran fakta adalah bahan pembelajaran yang isinya
terdiri dari sejumlah fakta atau informasi yang secara umum
diyakini kebenarannya. Misalnya, tahun-tahun sejarah atau
peristiwa-peristiwa.

b. Bahan Pembelajaran Konsep


Bahan pembelajaran yang isinya berupa gagasan, ide, pendapat,
teori, atau dalil. Konsep itu bersifat abstrak, namun akan menjadi
nyata jika diwujudkan dalam bentuk benda atau perbuatan.
Misalnya konsep tentang bilangan ganjil dan genap yang
dlambangkan dalam bentuk angka 1, 3, 5 dan 2, 4, 6, dan
seterusnya.
c. Bahan Pembelajaran Prinsip
Prinsip adalah tuntutan praktis bagi terselenggaranya perbuatan
tertentu, seperti dalam proses belajar dan pembelajaran. Bahan
pembelajaran prinsisp merupakan bahan pembelajaran yang
memberikan landasan bagi terwujudnya suatu perbuatan yang
diharapkan sehingga setiap tindakan yang dilakukan dapat
dikontrol dengan baik. Contoh; prinsip-prinsip proses belajar dan
pembelajaran.

d. Bahan Pembelajaran Keterampilan


Bahan pembelajaran keterampilan terdiri dari keterampilan-
keterampilan tertentu yang harus dikuasai terutama yang
menyangkut keterampilan motorik, seperti keterampilan
mengetik, memukul bola, lari cepat, bermain bola kaki, dan
sebagainya. Bahan pembelajaran keterampilan ini banyak
digunakan pada bidang pembelajaran kejuruan. Cara
mempelajarinya pada umumnya dengan melaksanakan tugas-
tugas dan latihan-latihan.

e. Bahan Pembelajaran Pemecahan Masalah


Bahan pembelajaran pemecahan masalah mengandung unsur
permasalahan yang harus diselesaikan/dipecahkan oleh peserta
didik baik secara perorangan maupun kelompok. Misalnya, guru
memberikan tugas kepada sekelompok siswa untuk mengatasi
permasalahan yang ditimbulkan oleh sampah dan bagaimana
memanfaatkannya. Pembelajaran ini dilaksanakan dengan
menggunakan metode pemecahan masalah. Peserta didik diberi
tugas untuk berpikir, berbuat, dan membuat kesimpulan.

f. Bahan Pembelajaran Proses


Bahan pembelajaran proses adalah bahan pembelajaran yang
melukiskan proses terjadinya sesuatu, sperti proses terjadinya
perubahan warna, proses terjadinya hujan, proses terjadinya
pengendapan, dan lain-lain. Bahan pembelajaran proses mengacu
pada pengamatan dan pengalaman. Cara mempelajarinya dengan
praktik di laboratorium atau studi lapangan.

2. Jenis-Jenis Bahan Pembelajaran menurut Cara


Pengorganisasiannya
Jenis-Jenis bahan pembelajaran ditinjau dari cara
pengorganisasiannya dapat digolongkan menjadi empat macam
cebagaimana dijelaskan berikut ini.
a. Bahan Pembelajaran Mata pelajaran Linier
Karakteristik bahan pembelajaran mata pelajaran linier disusun
secara berurutan dari yang mudah kepada yang sulit atau dari
yang sederhana kepada yang kompleks. Peran sistematika dalam
bahan pembelajaran ini sangat tinggi dan disampaikan secara
berangsur-angsur sesuai dengan tingkat perkembangan peserta
didik. Misalnya dalam pelajaran matematika, bahan pembelajaran
disusun mulai dari himpunan benda-benda nyata, kemudian
meningkat menjdi melambangkannya dalam bentuk lambang
bilangan, dan seterusnya.

b. Bahan Pembelajaran Mata Pelajaran Kumulatif


Bahan pembelajaran mata pelajaran ini tidak disusun dalam
serangkaian tingkatan yang berseri seperti pada bahan
pembelajaran mata pelajaran linier. Pendekatan metodologisnya
adalah Child Centered, yaitu proses belajar dan pembelajaran
seluruhnya berpusat pada kebutuhan, minat, dan perhatian peserta
didik. Bahan pembelajaran mata pelajaran ini disampaikan dari
keseluruhan menuju kepada bagian-bagain. Metoda pembelajaran
unit sangat cocok dipergunakan untuk menyajikan bahan
pembelajaran ini.

c. Bahan Pembelajaran Mata Pelajaran Praktikal


Bahan pembelajaran ini dapat disajikan dengan pendekatan dan
metode drill atau pelatihan, demonstrasi, tugas, dan presentasi.
Peran metode demonstrasi dalam penyajian bahan pembelajaran
mata pelajaran praktikal ini sangan besar. Pelajaran oleh raga dan
kesehatan, kesenian, dan kejuruan banyak mengandung bahan
pembelajaran praktikal.

d. Bahan Pembelajaran Mata Pelajaran Eksperensial


Bahan pembelajaran mata pelajaran ini sangat erat kaitannya
dengan bahan pembelajaran mata pelajaran praktikal, hanya saja
di sini lebih menekankan pada unsur kreativitas. Dalam penyajian
bahan pembelajaran mata pelajaran ini peserta didik diharapkan
dapat mengembangkan kegiatannya dalam bentuk kreativitas,
tidak terlalu terikat oleh kebiasaan-kebiasaan tertentu. Bahan
pembelajaran eksperensial tidak terbatas pada mata pelajaran
keterampilan atau kejuruan saja, melainkan juga terdapat pada
mata pelajaran IPA. Pendekatan dalam penyajian bahan
pembelajaran ini bersifar child centered melalui prinsip cara
belajar siswa aktif (CBSA).
1.1 Pengembangan Media pembelajaran

1. Media Berbasis Visual


Visualisasi pesan, informasi, atau konsep yang ingin di sampaikan
kepada siswa dapat dikembangkan dalam berbagai bentuk, seperti foto,
gambar/illustrasi, sketsa/gambar garis. Grafik, bagan, chart, dan gabungan
dari dua bentuk atau lebih. Unsur-unsur visual yang harus dipertimbangkan
menurut Kustandi dan Sutjipto ( 2011 : 104), adalah :
a. Kesederhanaan
Secara umum, kesederhanaan itu mengacu pada jumlah elemen yang
terkandung dalam suatu visualisasi. Jumlah elemen yang lebih sedikit
memudahkan siswa menangkap dan memahami pesan yang disajikan
visual itu. Pesan atau informasi,teks yang menyertai bahan visual,
penggunaan kata harus dengan huruf yang mudah dipahami.
b. Keterpaduan
Keterpaduan mengacu pada hubungan yang terdapat di antara elemen-
elemen visual, ketika diamati akan berfungsi secara bersama-sama.
Elemen-elemen itu harus saling terkait dan menyatu sebagai suatu
keseluruhan, sehingga sajian visual itu merupakan suatu bentuk meyeluruh
yang dapat dikenal dan dapat membantu pemahaman pesan serta informasi
yang dikandunnya.
c. Penekanan.
Meskipun penyajian visual dirancang sesederhana mungkin, namun
seringkali konsep yang ingin disajikan memerlukan penekanan terhadap
salah satu unsur yang akan menjadi pusat perhatian siswa. Dengan
menggunakan ukuran, hubungan-hubungan, persfektif, warna, atau ruang,
penekanan dapat diberikan kepada unsur terpenting.
d. Keseimbangan
Bentuk atau pola yang dipilih sebaiknya menempati ruang penayangan
yang memberikan persepsi keseimbangan meskipun tidak seluruhnya
simetris.
e. Bentuk
Bentuk yang aneh atau asing bagi siswa, dapat membangkitkan minat dan
perhatian. Oleh karena itu, pemilihan bentuk sebagai unsur visual dalam
penyajian pesan, informasi atau isi pelajaran perlu diperhatikan.
f. Garis.
Garis digunakan untuk menghubungkan unsur-unsur, sehingga dapat
menuntun perhatian siswa untuk mempelajari suatu urutan-urutan khusus.
g. Tekstur
Tekstur adalah unsur visual yang dapat menimbulkan kesan kasar atau
halus. Tekstur dapat digunakan untuk penekanan suatu unsur seperti
halnya warna.
h. Warna.
Warna digunakan untuk memberikan kesan pemisahan atau penekanan,
atau untuk membangun keterpaduan.

2. Media Berbasis Audio Visual


Media audio visual merupakan bentuk media pembelajaran yang
murah dan terjangkau. Sekali kita membeli tafe dan peralatan yang murah
dan terjangkau mak hampir tidak perlu lagi biaya tambahan, karena tife
dapat dihapus setelah digunakan dan pesan baru dapat diterima kembali.
Disamping menarik dan memotivasi siswa untuk mempelajari materi lebih
banyak, materi audio dapat digunakan :
a. Mengembangkan keterampilan mendengarkan dan mengevaluasi apa
yang telah didengar.
b. Mengatur dan mempersiapkan diskusi dan debat dengan
mengungkapkan pendapat-pendapat para ahli yang berada jauh dari
lokasi.
c. Menjadikan model yang akan ditiru oleh siswa
d. Menyiapkan variasi yang menarik dan perubahan tingkat kecepatan
belajar mengenai suatu poko bahasan atau satu masalah.

3. Media Berbasis Komputer


Kemajuan media komputer memberikan beberapa kelebihan untuk
kegiatan produksi audio visual. Pada tahun-tahun belakangan komputer
mendapat perhatian besar karena kemampuannya yang dapat digunakan
dalam bidang kegiatan pembelajaran. Ditambah dengan teknologi
jaringan dan internet, komputer seakan menjadi primadona dalam
kegiatan pembelajaran.
Dibalik kehandalan komputer sebagai media pembelajaran terdapat
beberapa persoalan yang sebaiknya menjadi bahan pertimbangan awal
bagi pengelola pengajaran berbasis komputer:
1. Perangkat keras dan lunak yang mahal dan cepat ketinggalan jaman
2. Teknologi yang sangat cepat berubah, sangat memungkinkan perangkat
yang dibeli saat ini beberapa tahun kemudian akan ketinggalan zaman.
3. Pembuatan program yang rumit serta dalam pengoperasian awal perlu
pendamping guna menjelaskan penggunaannya. Hal ini bisa disiasati
dengan pembuatan modul pendamping yang menjelaskan penggunaan dan
pengoperasian program.

Bentuk interaksi yang dapat diaplikasikan

 Praktek dan latihan (drill & practice)


 Tutorial
 Permainan (games)
 Simulasi (simulation)
 Penemuan (discovery)
 Pemecahan Masalah (Problem Solving)(Heinich,et.al 1996)

Pengajaran berbatuan komputer merupakan suatu usaha yang dilakukan


oleh para ahli sejak beberapa dekade yang lalu, karena dengan bantuan
komputer ini proses pengajaran berjalan lebih interaktif dan membantu
terwujudnya pembelajaran yang mandiri.

Dengan perkembangan teknologi komputer ini, maka metoda


pendidikan juga berkembang, sehingga proses pengajaran berbantuan
komputer ini maju terus menuju kesempurnaannya, namun secara garis
besarnya, dapat dikatergorikan menjadi dua, yaitu computer-based training
(CBT) dan Web-based training (WBT).

1. Computer Based Training (CBT)


CBT merupakan proses pendidikan berbasiskan komputer, dengan
memanfaatkan media CDROM dan disk-based sebagai media pendidikan
(Horton, 2000). Dengan memanfaatkan media ini, sebuah CD ROM bisa
terdiri dari video klip, animasi, grafik, suara, multimedia dan program
aplikasi yang akan digunakan oleh peserta didik dalam pendidikannya.
Dengan CBT, proses pendidikan melalui classroom tetap dapat terlaksana,
sehingga interaksi dalam proses pendidikan dapat terus berlangsung, yang
dibantu oleh kemandirian peserta didik dalam memanfaatkan CBT.

2. Web Based training (WBT)

Web-based training (WBT) sering juga diidentikkan dengan e-learning,


dalam metoda ini selain menggunakan komputer sebagai sarana
pendidikan, juga memanfaatkan jaringan Internet, sehingga seorang yang
akan belajar bisa mengakses materi pelajarannya dimanapun dan
kapanpun, selagi terhubung dengan jaringan Internet (Rossett, 2002).

Pemakaian Komputer dalam Kegiatan Pembelajaran mempunyai tujuan


yaitu :

a. Untuk Tujuan Kognitif


Komputer dapat mengajarkan konsep-konsep aturan, prinsip,
langkah-langkah, proses, dan kalkulasi yang kompleks. Komputer
juga dapat menjelaskan konsep tersebut dengan dengan sederhana
dengan penggabungan visual dan audio yang dianimasikan.
Sehingga cocok untuk kegiatan pembelajaran mandiri.
b. Untuk Tujuan Psikomotor
Dengan bentuk pembelajaran yang dikemas dalam bentuk games &
simulasi sangat bagus digunakan untuk menciptakan kondisi dunia
kerja. Beberapa contoh program antara lain; simulasi pendaratan
pesawat, simulasi perang dalam medan yang paling berat dan
sebagainya.
c. Untuk Tujuan Afektif
Bila program didesain secara tepat dengan memberikan potongan
clip suara atau video yang isinya menggugah perasaan,
pembelajaran sikap/afektif pun dapat dilakukan mengunakan media
komputer
4. Media Pembelajaran Berbasis Edutainment
Pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar-mengajar
dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, dan rangsangan
kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis
terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi
pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan
penyampaian pesan dan isi pelajaran.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, komputer dapat
digunakan sebagai alat bantu pembelajaran. Komputer sebagai media
pembelajaran pemanfaatannya meliputi penyaji informasi, simulasi,
latihan, dan permainan belajar.
Media pembelajaran yang sekiranya sesuai dengan era teknologi
informasi adalah media berbasis edutainment yang menggabungkan
prinsip hiburan dengan pendidikan. Harapannya, dengan adanya unsur
hiburan, media berbasis edutainment akan lebih disukai siswa dibanding
software pembelajaran biasa.
Edutainment dirancang khusus untuk tujuan pendidikan yang
penyajiannya diramu dengan unsur-unsur hiburan sesuai dengan
materinya. Masuknya komputer dalam proses belajar mengajar dapat
menciptakan suasana yang menyenangkan karena siswa dapat mengatur
kecepatan belajar sesuai dengan kemampuannya. Gambar dan suara yang
muncul membuat siswa tidak cepat bosan, sebaliknya justru merangsang
untuk mengetahui lebih jauh lagi.
Media yang mampu berperan sebagai tutor maupun ensiklopedia,
akan menyediakan informasi dan umpan balik kepada siswa secara cepat.
Siswa tidak hanya duduk dan mendengarkan secara pasif. Mereka harus
berpikir, dan merespon. Akan tetapi media yang berbasis edutainment
tidak menutup kemungkinan untuk didesain bagi siswa yang kurang aktif
di kelas yaitu dengan memberikan simulasi yang bermakna serta
interaktivitas media yang baik.
Media maupun program yang mengajarkan konsep abstrak akan
sangat mendukung proses belajar mengajar. Penerapan persamaan linear
satu variabel di buku maupun yang diajarkan guru di kelas akan terasa
lebih konkret. Melalui program ini siswa diharapkan dapat membuat
persamaan sendiri dan menetapkan variabel yang digunakan sehingga
muncullah penyelesaian dari persamaan yang dibuat oleh siswa tersebut.
Siswa juga bisa memilih materi yang akan dipelajari dan melewati materi
yang sudah dikuasi sehingga mereka tidak jenuh dengan materi yang
mereka rasa mudah. Dengan cara belajar yang demikian, siswa akan
mampu mengontrol pembelajaran mereka sendiri.
Dalam pengembangannya, media yang berbasis edutainment
diharapkan sesuai dengan karakteristik siswa seperti tingkat kepandaian,
kematangan, serta penguasaan materi prasyarat sehingga mampu
mengantarkan siswa untuk menguasai kompetensi-kompetensi dasar.
Media berbasis edutaintment yang dibuat diharapkan mampu
meningkatkan kemampuan siswa belajar mandiri dan memecahkan
masalah. Di dalam penggunaan media ini, siswa dapat menentukan sendiri
apa yang hendak dilakukan. Dengan demikian siswa akan belajar
menganalisis, melihat permasalahan dan menemukan alternatif yang
merupakan langkah pemecahan masalah. Adanya pengambilan tindakan
tersebut, kemampuan siswa untuk memecahkan masalah akan meningkat.

1.2 Teknik Pengembangan Media Pembelajaran dan Bahan Pembelajaran


Untuk jenis media rancangan (by design), beberapa macam cara telah
dikembangkan untuk memilih media. Dalam proses pemilihan ini, Anderson
(1976) mengemukakan prosedur pemilihan media menggunakan pendekatan
flowchart (diagram alur). Dalam proses tersebut ia mengemukan beberapa
langkah dalam pemilihan dan penentuan jenis penentuan media, yaitu:
1. Menentukan apakah pesan yang akan kita sampaikan melalui media
termasuk pesan pembelajaran atau hanya sekedar informasi umum /
hiburan. Jika hanya sekedar informasi umum akan diabaikan karena
prosedur yang dikembangkan khusus untuk pemilihan media yang bersifat
/ untuk keperluan pembelajaran
2. Menentukan apakah media itu dirancang untuk keperluan pembelajaran
atau hanya sekedar alat bantu mengajar bagi guru (alat peraga). Jika
sekedar alat peraga, proses juga dihentikan ( diabaikan).
3. Menentukan apakah tujuan pembelajaran lebih bersifat kognitif, afektif
atau psikomotor.
4. Menentukan jenis media yang sesuai untuk jenis tujuan yang akan
dicapai, dengan mempertimbangkan kriteria lain seperti kebijakan,
fasilitas yang tersedia, kemampuan produksi dan beaya.
5. Mereview kembali jenis media yang telah dipilih, apakah sudah tepat atau
masih terdapat kelemahan, atau masih ada alternatif jenis media lain yang
lebih tepat.
6. Merencanakan, mengembangkan dan memproduksi media.
7. Pendekatan lain yang dapat digunakan dalam memilih media adalah
pendekatan secara matrik. Salah satu dari pendekatan ini adalah yang
dikemukakan oleh Alen. Matrik ini memberikan petunjuk yang dapat
dijadikan pertimbangan dalam memilih media yang sesuai dengan jenis
tujuan pembelajaran tertentu.

1.3 Kriteria Pemanfaatan Media Pembelajaran Dan Bahan Pembelajaran


8. Kesesuaian dengan tujuan (instrusional goals)
Untuk pemakaian media Perlu di kaji tujuan pembelajaran apa
yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan pembelajaran. Dari kajian tujuan
tersebut bisa di analisis media apa saja yang cocok untuk mencapai tujuan
tersebut.Selain itu analisis dapat diarahkan pada tujuan yang bersifat
kognitif,afektif, dan psikomotorik. Kriteria pemilihan media didasarkan
atas kesesuaiannya.Kriteria pemilihan media didasarkan atas kesesuainnya
dengan standar kompetisi, kompetesi dasar dan terutama indicator
9. Kesesuaian dengan materi pembelajaran
Bahan atau kajian apa yang diajarkan pada program pembelajaran
tersebut. Pertimbangan lainnya, dari bahan tersebut sudah sampai sejauh
mana kedalaman yang harus dicapai, dengan demikian kita bisa
mempertimbangkan media apa yang sesuai dengan penyampaian bahan
tersebut.
10. Kesesuaian dengan karakteristik pengajar atau siswa
Dalam hal ini media haruslah familiar dengan karakteristik siswa
atau guru. Yaitu mengkaji sifat-sifat dan media yang akan digunakan.
Bagaimana karakteristik mereka, berapa jumlahnya, bagaimana latar
belakang sosialnya, apakah ada yang berkelainan, bagaimana motivasi dan
minat belajarnya? dan seterusnya. Karena pada akhirnya sasaran inilah
yang akan mengambil manfaat dari media pilihan kita
2. Kesesuaian dengan teori
Pemilihan media didasarkan atas kesesuaian dengan teori. Media
dipilih bukan karena fanatisme guru terhadap media yang paling disukai,
namun didasarkan atas teori yang diangkat dari penelitian dan riset
sehingga telah teruji validitasnya.
3. Kesesuaian dengan gaya belajar siswa
Kriteria ini didasarkan atas kondisi psikologis siswa, bahwa siswa
belajar dipengaruhi pula oleh gaya belajar siswa. Bobbi DePorter (1999:
117) dalam buku “Quantum Learning” mengemukakan terdapat 3 gaya
belajar siswa, yaitu visual, auditorial, dan kinestetik. Media disesuaikan
dengan tipe gaya belajar siswa
4. Kesesuaian dengan kondisi lingkungan, fasilitas pendukung yang tersedia.
Bagaimanapun bagusnya sebuah media apabila tidak didukung oleh
fasilitas dan waktu maka kurang efektif.
5. Karateristik media yang bersangkutan
Kita tidak akan dapat memilih media dengan baik jika kita tidak
mengenal dengan baik karakteristik masing-masing media. Karena
kegiatan memilih pada dasarnya adalah kegiatan membandingkan satu
sama lain, mana yang lebih baik dan lebih sesuai dibanding yang lain.
Oleh karena itu, sebelum menentukan jenis media tertentu, pahami dengan
baik bagaimana karaktristik media tersebut.
6. Waktu
Yang dimaksud waktu di sini adalah berapa lama waktu yang
diperlukan untuk mengadakan atau membuat media yang akan kita pilih,
serta berapa lama waktu yang tersedia / yang kita memiliki, cukupkah ?
Jangan sampai pula terjadi, media yang telah kita buat dengan menyita
banyak waktu, tetapi pada saat digunakan dalam pembelajaran ternyata
kita kekurangan waktu.

A. Konsep Manajemen Sekolah


Dalam perkembangannya istilah Manajemen disamakan secara
substansial dengan istilah administrasi. Perbedaan keduanya terletak pada
ruang lingkupnya saja. Administrasi lebih luas ruang lingkupnya dibanding
dengan manajemen. Keduanya menekankan pada tercapainya efisiensi dan
efektivitas kerja untuk keuntungan yang lebih besar. Dari Kathryn, M. Bartol
dan David C. Martin yang dikutip oleh A.M. Kadarman SJ dan Jusuf Udaya
(1995) memberikan rumusan bahwa: “Manajemen adalah proses untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat
fungsi utama yaitu merencanakan (planning), mengorganisasi (organizing),
memimpin (leading), dan mengendalikan (controlling).

Dengan demikian, manajemen adalah sebuah kegiatan yang


berkesinambungan”. Secara khusus dalam konteks pendidikan, Djam‟an
Satori (1980) memberikan pengertian manajemen pendidikan dengan
menggunakan istilah administrasi pendidikan yang diartikan sebagai
“keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil
dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan secara efektif dan efisien”. Meski banyak ahli yang
mengemukakan pengertian manajemen atau administrasi secara beragam,
baik yang bersifat umum maupun khusus tentang kependidikan, namun secara
esensial dapat ditarik benang merah tentang pengertian manajemen
pendidikan, bahwa :

1) Manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan


2) Manajemen pendidikan memanfaatkan berbagai sumber daya
3) Manajemen pendidikan berupaya untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut James Jr. manajemen sekolah adalah proses pendayagunaan
sumber-sumber manusiawi bagi penyelenggara sekolah secara efektif.
Pengertian manajemen sekolah sebenarnya merupakan aplikasi ilmu
manajemen dalam bidang persekolahan.

Manajemen dipandang sebagai suatu seni, lebih ditekankan pada


bagaimana seorang manajer dapat mempengaruhi dan mengajak orang lain
untuk secara bersama-sama dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
Manajemen dipandang suatu proses kegiatan, di dalamnya terdiri dari
kegiatan yang bersifat manajerial dan kegiatan yang bersifat operatif.
Kegiatan manajerial adalah kegiatan yang seyogyanya dilakukan oleh orang-
orang yang memiliki status dan kewenangan sebagai manajer. Sedangkan
kegiatan operatif adalah pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya diselesaikan
oleh para pelaksana lapangan. Manajemen sekolah manakala dipandang dari
sisi sebagai suatu ilmu merupakan aplikasi dari ilmu manajemen dalam
bidang persekolahan.

B. Tujuan Manajemen Sekolah


Pada hakikatnya tujuan manajemen sekolah tidak dapat terlepas dari
tujuan sekolah sebagai suatu organisasi. Sekolah sebagai suatu organisasi
memiliki tujuan yang ingin dicapai yang disebut tujuan institusional
(kelembagaan) baik tujuan insttusional umum maupun khusus. Suatu tujuan
institusional akan tercapai manakala ada suatu proses kegiatan dalam lembaga
(organisasi sekolah). Dengan kata lain tujuan institusi dapat dicapai
tergantung dari bagaimana lembaga tersebut melakukan tugas
kelembagaannya. Dalam tugas kelembagaan tersebut diperlukan adanya
proses manajemen yang baik.

Proses manajemen yang baik manakala didalamnya terdapat kegiatan


manajerial dan operatif. Dengan demikian tujuan akhir dari manajemen
sekolah adalah membantu memperlancar pencapaian tujuan sekolah agar
tercapai secara efektif dan efisien. Kehadiran manajemen dalam proses
persekolahan sebagai salah satu alat untuk membantu meperlancar
pencapaian tujuan. Pencapaian tujuan sekolah dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang harus dipertibangkan dalam proses kegiatan sekolah. Untuk
mencapai tujuan institusional diperlukan proses manajemen yang baik. Dalam
rangka merumuskan tujuan sekolah, seorang manajer sekolah harus
mempertimbangkan beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Karakteristik
2. Kemampuan dan keyakinan guru-guru
3. Harapan-harapan masyarakat
4. Aktivitas pemerintahan
5. Aturan dan hukum-hukum yang berlaku dimasyarakat
6. Masalah, persoalan serta pengaruh masyarakat
Selain faktor-faktor tersebut sumber daya masyarakat juga merupakan
faktor penting dalam perencnaan tujuan sekolah. Baik dari sumber daya alam
maupun sumber daya anusianya. Sumber daya manusia merupakan sumber
daya yang sangat penting dan strategis, karena ditangan manusialah sumber
daya lainnya dapat ditentukan. Karenanya peningkatan sumbe daya manusia
menjadi suatu hal yang mutlak dilakukan. Selain hal-hal tersebut, faktor
administrator dan kepemimpinan parapengelola yang ada dalam organisasi
sekolah turut menentukan keberhasilan dan ketercapaian tujuan sekolah.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan administrator dan kepemimpinan
antara lain:

1. Pandangan hidup
2. Ide
3. Kemempuan
4. Gagasan
5. Ketrampilan
Dengan demikian diperlukan adanya keterlibatan semua komponen,
secara berdaya guna dan berhasil guna. Kegiatan manajemen tidak hanya
diperlukan pada lingkup institusi atau kelembagaan saja, namun pada setiap
tingkatan diperlukan aktivitas manajemen.
Manakala pada setiap jenjang dan jenis sekolah sebagai suatu
organisasi pendidikan telah tercapai secara baik, aka diharapkan tujun
pendidikan nasional dapat tercapai. Agar tujuan pendidikan nasional dapat
tercapai dengan baik maka diperlukan partisipasi aktif seluruh komponen
masyarakat. Persoalan yang muncul adalah bagaimana meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan praktek-praktek pendidikan.
Sehingga slogan pendidikan sebagai tanggungjawab bersama dapat
direalisasikan dalam praktek.

Secara lebih rinci tujuan khusus dilaksanakannya manajemen sekolah


yang baik yaitu:

1. Pada setiap jenis dan jenjang pendidikan terjadi adanya efektivitas


produksi. Para lulusannya dapat melnjutkan pada jenjang pendidikan di
atasnya, dapat bekerja sesuai dengan pengetahuan dan ketrampilannya.
2. Tercapainya efisiensi penggunaan sumber daya dan dana, tidak terjadi
pemborosan baik waktu, tenaga maupun uang dan yang lainnya.
3. Para lulusannya mampu menyesuaikan diri dalam kehidupan di
masyarakat.
4. Tercapainya kepuasan kerja ada setiap anggota warga sekolah. Untuk itu
perlu dibangun suatu iklim organsasi sekolah yang sehat.
C. Fungsi-fungsi Manajemen Sekolah
Dikemukakan di atas bahwa manajemen pendidikan merupakan suatu
kegiatan. Kegiatan dimaksud tak lain adalah tindakan-tindakan yang mengacu
kepada fungsi-fungsi manajamen. Fungsi-fungsi yang berkaitan dengan
pengelolaan sekolah dapat diklasifikasikan menurut wujud problemanya,
kegiatan manajemen dan kegiatan kepemimpinan.

Fungsi manajemen sekolah dilihat dari wujud problemanya terdiri


dari bidang-bidang garapan (substansi) dari manajemen sekolah. Problema-
problema yang merupakan bidang garapan dari manajemen sekolah terdiri
dari:

1. Bidang pegajaran atau lebih luas disebut kurikulum


2. Bidang kesiswaan
3. Bidang personalia
4. Bidang keuangan
5. Bidang sarana
6. Bidang prasarana
7. Bidang hubungan sekolah dengan masyarakat (humas)
Fungsi manajemen sekolah dilihat dari aktivitas atau kegiatan
manajemen meliputi:

a. Kegiatan manajerial yang dilakukan oleh para pimpinan. Kegiatan


manajerial meliputi:
1. Perencanaan
Perencanaan tidak lain merupakan kegiatan untuk menetapkan
tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan
tersebut. T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa:
“Perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan tujuan
organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program,
prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan. Pembuatan keputusan banyak terlibat dalam
fungsi ini.”

Arti penting perencanaan terutama adalah memberikan kejelasan


arah bagi setiap kegiatan, sehingga setiap kegiatan dapat diusahakan
dan dilaksanakan seefisien dan seefektif mungkin. T. Hani Handoko
mengemukakan sembilan manfaat perencanaan, yaitu: (a) membantu
manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
lingkungan; (b) membantu dalam kristalisasi persesuaian pada
masalah-masalah utama; (c) memungkinkan manajer memahami
keseluruhan gambaran; (d) membantu penempatan tanggung jawab
lebih tepat; (e) memberikan cara pemberian perintah untuk
beroperasi; (f) memudahkan dalam melakukan koordinasi di antara
berbagai bagian organisasi; (g) membuat tujuan lebih khusus,
terperinci dan lebih mudah dipahami; (h) meminimumkan pekerjaan
yang tidak pasti; dan (i) menghemat waktu, usaha dan dana.

Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996)


mengemukakan langkah-langkah pokok dalam perencanaan, yaitu :

a) Penentuan tujuan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:


(1) menggunakan kata-kata yang sederhana, (2) mempunyai sifat
fleksibel, (3) mempunyai sifat stabilitas, (4) ada dalam
perimbangan sumber daya, dan (5) meliputi semua tindakan yang
diperlukan.
b) Pendefinisian gabungan situasi secara baik, yang meliputi unsur
sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya modal.
c) Merumuskan kegiatan yang akan dilaksanakan secara jelas dan
tegas.
2. Pengorganisasian
George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa
“Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-
hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka
dapat bekerja sama secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi
dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan
tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu”.
Pengorganisasian pada dasarnya merupakan upaya untuk melengkapi
rencana-rencana yang telah dibuat dengan susunan organisasi
pelaksananya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam
pengorganisasian adalah bahwa setiap kegiatan harus jelas siapa yang
mengerjakan, kapan dikerjakan, dan apa targetnya. Berkenaan dengan
pengorganisasian ini, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan
beberapa asas dalam organisasi, diantaranya adalah : (a) organisasi
harus profesional, yaitu dengan pembagian satuan kerja yang sesuai
dengan kebutuhan; (b) pengelompokan satuan kerja harus
menggambarkan pembagian kerja; (c) organisasi harus mengatur
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab; (d) organisasi harus
mencerminkan rentangan kontrol; (e) organisasi harus mengandung
kesatuan perintah; dan (f) organisasi harus fleksibel dan seimbang.

Ernest Dale seperti dikutip oleh T. Hani Handoko


mengemukakan tiga langkah dalam proses pengorganisasian, yaitu :
(a) pemerincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk
mencapai tujuan organisasi; (b) pembagian beban pekerjaan total
menjadi kegiatan-kegiatan yang logik dapat dilaksanakan oleh satu
orang; dan (c) pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk
mengkoordinasikan pekerjaan para anggota menjadi kesatuan yang
terpadu dan harmonis.

3. Pelaksanaan
Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan
(actuating) merupakan fungsi manajemen yang paling utama. Dalam
fungsi perencanaan dan pengorganisasian lebih banyak berhubungan
dengan aspek-aspek abstrak proses manajemen, sedangkan fungsi
actuating justru lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan
langsung dengan orang-orang dalam organisasi Dalam hal ini, George
R. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha
menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga
mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran
perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut oleh
karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut.

Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanan


(actuating) ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi
untuk mengerjakan sesuatu jika : (1) merasa yakin akan mampu
mengerjakan, (2) yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan
manfaat bagi dirinya, (3) tidak sedang dibebani oleh problem pribadi
atau tugas lain yang lebih penting, atau mendesak, (4) tugas tersebut
merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan dan (5) hubungan
antar teman dalam organisasi tersebut harmonis.

4. Pengkoordinasian
5. Pengawasan
Pengawasan (controlling) merupakan fungsi manajemen yang
tidak kalah pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi
terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan. T.Hani
Handoko (1995) menegemukakan bahwa “Pengawasan manajemen
adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan
dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi
umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang
telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur
penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi
yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya
perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam
pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.”

Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang


berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai
dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai.
Apabila terjadi penyimpangan di mana letak penyimpangan itu dan
bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya.
Selanjutnya dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko bahwa proses
pengawasan memiliki lima tahapan, yaitu : (a) penetapan standar
pelaksanaan; (b) penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan; (c)
pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata; (d) pembandingan
pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisaan
penyimpangan-penyimpangan; dan (e) pengambilan tindakan koreksi,
bila perlu.

6. Penilaian
7. Pelaporan
8. Penentuan anggaran
b. Kegiatan yang bersifat operatif, yakni kegiatan yang dilakukan oleh para
pelaksana. Kegiatan ini berkaitan langsung dengan pencapaian tujuan.
Artinya, bagaimanapun baiknya kegiatan manajerial tanpa didukung oleh
pelaksanaan pekerjaan yang telah direncanakan tersebut mustahil tujuan
organisasi dapat tercapai dengan baik. Fungsi operatif ini meliputi:
1. Ketatausahaan yang dapat merembes dan dapat diperlukan oleh semua
unit yang ada dalam organisasi
2. Perbekalan
3. Kepegawaian
4. Keuangan
5. Humas
Dalam suatu proses kegiatan organisasi kedua fungsi tersebut saling
menunjang, saling mempengaruhi, saling memerlukan dan saling mengisi
satu sama lain.

D. Prinsip-prinsip Manajemen Sekolah


Dalam pengelolaan sekolah agar dapat mencapai tujuan sekolah dengan
baik, maka perlu mendasarkan pada prinsip-prinsip manajemen, anatara lain:

a. Prinsip efisiensi yakni gambaran kondisi yang seimbang antara


pengorbanan sumber daya dengan hasil
b. Prinsip efektivitas, yakni ketercapaian sasaran sesuai tujuan yang
diharapkan
c. Prinsip pengelolaan, yakni manajer harus melakukan pengelolaan
sumber-sumber yang ada
d. Prinsip pengutamaan tugas pengelolaan, yakni seorang manajer harus
mengutamakan tugas-tugas pengelolaannya.
e. Prnsip kerjasama, yakni seorang manajer hendaknya dapat membangun
kerjasama yang baik secara vertikal maupun secara horizontal
f. Prinsip kepemimpinan yang efektif yakni bagaimana seorang manajer
dapat memberi pengaruh, ajakan pada orang lain untuk pencapaian tujuan
bersama.
E. Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Indonesia dirintis oleh
pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional (sekarang
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), beserta pemerintah daerah,
dengan bantuan. The United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan United
Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sejak
tahun 1999 di 7 (tujuh) kabupaten pada 4 (empat) provinsi. Implementasi
program MBS di Indonesia dievaluasi pada tahun 2000, 2002, 2005, dan
2010. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa program pembinaan MBS
memberikan dampak positif, antara lain: (1) peningkatan manajemen sekolah
yang lebih transparan, partisipatif, demokratis dan akuntabel; (2) peningkatan
mutu pendidikan; (3) menurunnya tingkat putus sekolah; (4) peningkatan
implementasi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan strategi
PAKEM; dan (5) peningkatan peran serta masyarakat terhadap pendidikan di
SD. Keberlanjutan program MBS dilandasi amanat Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah lainnya yang relevan; serta
beberapa Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, antara lain Nomor 22
Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.

Sebagai upaya untuk melanjutkan dan mengembangkan program


MBS di SD, Renstra Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2010 s.d. 2014
mengamanatkan antara lain bahwa pada akhir tahun 2014 sebanyak 90% SD
di Indonesia telah menerapkan MBS dengan baik. Oleh karena itu, langkah-
langkah strategis guna peningkatan kuantitas dan kualitas SD yang
menerapkan MBS dengan baik perlu disusun dan segera dilaksanakan.

1. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah


MBS adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan
pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah dan guru di SD, dibantu
oleh komite sekolah dalam mengelola kegiatan pendidikan (Penjelasan
Pasal 51 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional).
Selama ini diyakini bahwa kegagalan sekolah dalam meningkatkan mutu
pendidikan terkait dengan 3 (tiga) hal, yakni: (1) guru kurang berkualitas
yang berdampak pada kegagalan, (2) peserta didik, khusus anak-anak
yang berasal dari minoritas tidak mampu, sehingga berdampak pada
semangat belajar yang kurang, (3) tidak cukup dana untuk membiayai
proses keberlangsungan pendidikan.

Pakar pendidikan memeng semakin banyak dan sangat mendukung


manajemen berbasis sekolah unttuk dikembangkan. Definisi tentang
manajemen berbasis sekolah dikemukakan oleh beberapa tokoh antara
lain Mulyasa menjelaskan bahwa:

“Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu upaya pemerintah


untuk mencapai kenunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu
dan teknologi yang ditunjukkan dengan pernyataan politik dalam Garis-
garis Besar Haluan Negara (GBHN)”.

Definisi lain juga dikemukakan oleh Myers dan Stonchill yang


mendefinisikan bahwa:

“ Manajemen berbasis sekolah adalah strategi untuk memperbaiki


pendidikan dengan menransfer otoritas pengambilan keputusan secara
signifikan dari pemerintah pusat dan daerah ke sekolah-sekolah secara
individual”.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa definisi


manajemen berbasis sekolah adalah sebuah upaya untuk mengembangkan
segala potensi yang dimiliki dengan kewenangan dan kebijakan dalam
upaya meningkatkan kualitas pendidikan.

2. Pentingnya Manajemen Berbasis Sekolah


Desentralisasi manajemen pendidikan memberikan kesempatan kepada
pihak terkait untuk mengembangkan sistem pendidikan yang lebih sesuai
dengan kebutuhan masing-masing daerah. Pada masa lalu, manajemen
pendidikan dilaksanakan secara sentralistik/terpusat dan wewenang
pemerintah daerah dan sekolah sangat terbatas. Penyerahan tanggung
jawab dan sumber daya ke sekolah memberikan kesempatan kepada
mereka untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhannya sendiri.
Selain itu, penyerahan tanggung jawab tersebut akan memotivasi sekolah
dan masyarakat untuk mengembangkan hal-hal yang dulu dianggap bukan
urusan mereka.

Dengan adanya keputusan yang lebih banyak diambil di tingkat sekolah,


pemanfaatan sumber daya termasuk dana pembelajaran diharapkan lebih
sesuai dengan kebutuhan sekolah dan peserta didik setempat.

3. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah


Tujuan Umum :

MBS bertujuan meningkatkan kemandirian sekolah melalui pemberian


kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sumber daya sekolah, dan
mendorong keikutsertaan semua kelompok kepentingan yang terkait
dengan sekolah dalam pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu
sekolah.
Tujuan Khusus :
Secara khusus MBS bertujuan untuk:
a) Membina dan mengembangkan komponen manajemen kurikulum dan
pembelajaran melalui empat proses manajemen sekolah yang lebih
efektif
b) Membina dan mengembangkan komponen manajemen peserta didik
melalui empat proses manajemen sekolah yang lebih efektif
c) Membina dan mengembangkan komponen pendidik dan tenaga
kependidikan melalui empat proses manajemen sekolah yang lebih
efektif
d) Membina dan mengembangkan komponen manajemen sarana dan
prasarana melalui empat proses manajemen sekolah yang lebih efektif
e) Membina dan mengembangkan komponen manajemen pembiayaan
melalui empat proses manajemen sekolah yang lebih efektif
f) Membina dan mengembangkan komponen hubungan sekolah dan
masyarakat melalui empat proses manajemen sekolah yang lebih
efektif
g) Membina dan mengembangkan komponen budaya sekolah.
4. Prinsip-Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional Prinsip manajemen berbasis sekolah yaitu:

1) Kemandirian
Kemandirian berarti kewenangan sekolah untuk mengelola
sumberdaya dan mengatur kepentingan warga sekolah menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi seluruh warga sekolah sesuai
peraturan perundangan.

2) Keadilan
Keadilan berarti sekolah tidak memihak terhadap salah satu sumber
daya manusia yang terlibat dalam pengelolaan sumberdaya sekolah,
dan dalam pembagian sumberdaya untuk kepentingan peningkatan
mutu sekolah. Pembagian sumberdaya untuk pengelolaan semua
substansi manajemen sekolah dilakukan secara bijaksana untuk
mempercepat dan keberlanjutan upaya peningkatan mutu sekolah.
Dengan diperlakukan secara adil, semua pemangku kepentingan
untukmemberikan dukungan terhadap sekolah seoptimal mungkin.

3) Keterbukaan
Manajemen dalam konteks MBS dilakukan secara terbuka atau
transparan, sehingga seluruh warga sekolah dan pemangku
kepentingan dapat mengetahui mekanisme pengelolaan sumberdaya
sekolah.

4) Kemitraan
Kemitraan yaitu jalinan kerjasama antara sekolah dengan masyarakat,
baik individu, kelompok/organisasi maupun Dunia Usaha dan Dunia
Industri. Dalam prinsip kemitraan antara sekolah dengan masyarakat
dalam posisi sejajar, yang melaksanakan kerjasama saling
menguntungkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.

5) Partisipatif
Partisipatif dimaksudkan sebagai keikutsertaan semua pemangku
kepentingan yang terkait dengan sekolah dalam mengelola sekolah dan
pembuatan keputusan. Bentuk partisipasi dapat berupa sumbangan
tenaga, dana, dan sarana prasarana, serta bantuan teknis antara lain
gagasan tentang pengembangan sekolah.

6) Efisiensi
Efisiensi dapat diartikan sebagai penggunaan sumberdaya (dana,
sarana prasarana dan tenaga) sedikit mungkin dengan harapan
memperoleh hasil seoptimal mungkin. Efisiensi juga berarti hemat
terhadap pemakaian sumberdaya namun tetap dapat mencapai sasaran
peningkatan mutu sekolah.

7) Akuntabilitas
Akuntabilitas menekankan pada pertanggungjawaban penyelenggaraan
pendidikan di sekolah, utamanya pencapaian sasaran peningkatan mutu
sekolah. Pertanggungjawaban meliputi implementasi proses dan
komponen manajemen sekolah.

5. Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah


Adapun manfaat dari Manajemen Berbasis Sekolah antara lain:

a) Secara formal manajemen berbasis sekolah bisa memahami keahlian


dan kemampuan orang-orang yang bekerja disekolah.
b) Meningkatkan moral guru.
c) Keputusan yang diambil sekolah mempunyai akuntabilitas.
d) Menyesuaikan sumber keuangan terhadap tujuan instruksional yang
dikembangkan sekolah.
e) Menstimulasi timbul pemimpin baru.
f) Meningkatkan kualitas, kuantitas dan fleksibilitas komunikasi tiap
komunitas sekolah dapat mencapai kebutuhan sekolah.
6. Proses Manajemen berbasisi Sekolah
1) Perencanaan
Syarat-syarat perencanaan dalam manajemen sekolah meliputi:
didasarkan tujuan yang jelas, sederhana, realistis, praktis, terinci,
fleksibel, menyeluruh, efektif dan efisien. Dalam perencanaan dan
pengembangan manajemen berbasis sekolah untuk mencapai tujuan
yang diharapkan, kepala sekolah terlebih dahulu perlu menganalisis
faktor-faktor internal ataupun eksternal yang akan menjadi dasar
dalam perencanaan program-program sekolah diantaranya :
Faktor Eksternal

a) kondisi sosial masyarakat


b) kondisi ekonomi masyarakat dan nasional
c) kondisi geografis lingkungan sekolah
d) kondisi demografis masyarakat sekitar
e) kondisi perpolitikan
f) kondisi keamanan lingkungan
g) perkembangan globaliasasi
h) perkembangan IPTEK
i) regulasi/kebijakan pemerintah pusat dan daerah, dan sebagainya.
Faktor Internal:

a. PBM
b. Guru
c. Kepala Sekolah
d. Tenaga TU
e. Laporan
f. tenaga perpustakaan
g. fasilitas atau sarpras
h. media pengajaran
i. Buku
j. peserta didik
k. kurikulum
l. Manajemen sekolah
Analisis factor-faktor internal maupun eksternal digunakan oleh sekolah untuk
melihat kelemahan, kekuatan dan peluang sekolah dalam penyusunan visi, misi
dan rencana kerja sekolah.

2) Pengorganisasian
Memilih orang-orang yang dilibatkan dalam kegiatan tertentu,
mempertimbangkan karakteristik dan latar belakang yang bersangkutan, antara
lain: karakteristik fisik dan psikhis (minat, kemampuan, emosi, kecerdasan, dan
kepribadian); serta latar belakang (pendidikan, pengalaman, dan jabatan
sebelumnya). Prinsip-prinsip pengorganisasian yaitu: (1) adanya kejelasan tugas
dan wewenang; (2) adanya kesatuan perintah; (3) fleksibel; (4) seimbang; dan (5)
semua orang atau unit kerja memahami tujuan yang akan dicapai, strategi dan
metode/tekhnik yang digunakan dalam melaksanakan tugasnya, memahami dan
bisa mendayagunakan dana, sarana, dan prasarana yang digunakan dalam
melaksanakan tugasnya.

3) Pelaksanaan
Pelaksanaan berarti implementasi dari rencana yang telah disusun. Dalam
pelaksanaan juga dilakukan pemotivasian, pengarahan, supervisi, dan
pemantauan. Pemotivasian dimaksudkan sebagai pemberian dorongan kepada
pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah agar selalu meningkatkan mutu
kegiatan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya.
4) Pengawasan
Pengawasan diartikan sebagai proses kegiatan untuk membandingkan antara
standar yang telah ditetapkan dengan pelaksanaan kegiatan. Pengawasan berguna
untuk mengukur keberhasilan dan penyimpangan, memberikan laporan dan
menerapkan sistem umpan balik bagi keseluruhan kegiatan komponen
manajemen sekolah. Pengawasan meliputi kegiatan evaluasi, pelaporan, dan

1
tindak lanjut hasil pengawasan. Kegiatan pengawasan juga didasarkan atas
kegiatan pemotivasian, pengarahan, supervisi, dan pemantauan.
A. Konsep Evaluasi Pembelajaran
Konsep atau anggitan adalah abstrak, entitas mental yang universal yang menunjuk
pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan. Istilah konsep berasal
dari bahasa latin conceptum, artinya sesuatu yang dipahami. Aristoteles dalam "The
classical theory of concepts" menyatakan bahwa konsep merupakan penyusun utama
dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran manusia. Konsep
merupakan abstraksi suatu ide atau gambaran mental, yang dinyatakan dalam suatu kata
atau simbol. Konsep dinyatakan juga sebagai bagian dari pengetahuan yang dibangun
dari berbagai macam karakteristik. Pengertian konsep yang lain adalah sesuatu yang
umum atau representasi intelektual yang abstrak dari situasi, obyek atau peristiwa, suatu
akal pikiran, suatu ide atau gambaran mental.
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris “evaluation”, dalam bahasa
Arab “al-Taqdir”, dalam bahasa Indonesia berarti “penilaian”. Akar katanya
adalah “value” dari bahasa Inggris, “al-Qimah” dari bahasa Arab, dan “nilai” dari bahasa
Indonesia. Sedangkan menurut istilah, evaluasi berarti kegiatan yang terencana untuk
mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrument dan hasilnya
dibandingkan dengan tolak ukur tertentu guna memperoleh kesimpulan.

Pengertian evaluasi adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan sesuatu program pendidikan, pengajaran, atau pun
pelatihan yang dilaksanakan. Dalam melakukan kegiatan evaluasi tentu diperlukan
informasi atau data yang baik mutunya. Data seperti itu akan dapat diperoleh dengan
melakukan pengukuran dan penilaian terlebih dahulu. Pengertian evaluasi menurut para
ahli antara lain, yaitu:

1. Davies (Belajar dan Pembelajaran,1981:3,) mendefinisikan bahwa evaluasi adalah


proses sederhana memberikan atau menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan,
kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, objek, dan masih banyak lagi yang
lain.
2. Wond dan Brown (Nurkancana, 1986:1, Belajar dan Pembelajaran) menyatakan
bahwa evaluasi merupakan proses menetapkan nilai dari sesuatu.

2
3. Nana Sudjana (Belajar dan Pembelajaran,1990:3) menyatakan bahwa evaluasi
merupakan proses memberikan atau menetapkan nilai kepada objek tertentu
berdasarkan suatu kriteria tertentu.
4. Dimyanti dan Mudjiono dalam bukunya, Belajar dan Pembelajaran menyatakan
bahwa evaluasi adalah proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu berdasarkan
kriteria-kriteria tertentu melalui penilaian.
5. Wiersma dan Jurs mendefinisikan evaluasi sebagai proses yang mencakup
pengukuran, dan mungkin juga testing yang juga berisi pengambilan keputusan
tentang nilai.
Pengertian pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang
diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan,
penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada
peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta
didik agar dapat belajar dengan baik.

Evaluasi pembelajaran adalah adalah keseluruhan kegiatan baik berupa pengukuran


maupun penilaian (pengukuran data dan informasi), pengolahan, penafsiran dan
pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh
siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan. Evaluasi pembelajaran juga diartikan sebagai evaluasi terhadap
proses belajar mengajar. Secara sistematik, evaluasi pembelajaran, yang mencakup
komponen input, yakni perilaku awal siswa, komponen input instrumental yakni
kemampuan profesional guru/ tenaga kependidikan, komponen kurikulum (program
studi, metode, media), komponen administratif (alat, waktu dan dana), komponen proses
ialah perosedur pelaksanaan pembelajaran, komponen output ialah hasil pembelajaran
yang menandai ketercapaian tujuan pembelajaran, dalam hal ini perhatian ditujukan
hanya pada evaluasi terhadap komponen proses dalam kaitannyad dengan komponen
input istrumental.

Sedangkan pengertian evaluasi pembelajaran menurut Edwind Wandt dan Gerald W.


Brown mengemukakan bahwa Evaluasi Pendidikan adalah tindakan atau kegiatan yang
dilaksanakan dengan maksud untuk atau suatu proses yang berlangsung dalam rangka
menentukan nilai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan yaitu segala sesuatu yang
berhubungan dengan atau yang terjadi di lapangan pendidikan. Atau singkatnya, evaluasi

3
pembelajaran adalah kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat
diketahui mutu atau hasil-hasilnya. Berbicara tentang pengertian evaluasi pendidikan,
Indonesia mempunyai suatu Lembaga Administrasi Negara yang mengemukakan batasan
mengenai evaluasi pendidikan, yaitu sebagai berikut :

1. Evaluasi pendidikan adalah proses atau kegiatan untuk menentukan kemajuan


pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan.
2. Evaluasi pendidikan adalah usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik
(feed back) bagi penyempurnaan pendidikan.
Wujud dari hasil evaluasi adalah adanya rekomendasi dari evaluator untuk
pengambilah keputusan (decision maker). Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi
Safruddin (2008: 22) ada emapt kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan
berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan prorgam, yaitu :
1. Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada
manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan.
2. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan
(terdapat kesalahan tetapi sedikit).
3. Melanjutkan program, karena pelaksanaan menunjukkan bahwa segala sesuatu
sudah berjalan dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat.
4. Menyebarkan program (melaksanakan proram di tempat lain atau mengulangi lagi
program dilain waktu), karena program tersebut berhasil dengan baik, maka sangat
baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu lain.

B. Fungsi Evaluasi Pembelajaran


1. Fungsi Evaluasi Secara Umum
a. Untuk mengetahui kemajuan belajar siswa.
Melalui evaluasi yang dilakukan terhadap proses pembelajaran yang
telah disampaikan di depan kelas.
b. Memberikan dorongan belajar bagi siswa.
Bagi siswa yang memiliki prestasi belajar yang baik melalui tes yang
dilakukan, dapat memberikan dorongan yang kuat untuk meningkatkan
dan mempertahankan prestasi yang telah dicapainya.
c. Sebagai laporan bagi orang tua siswa.

4
Hasil penilaian kemajuan belajar yang biasanya berbentuk “Buku
Raport” sangat penting bagi orang tua siswa, sebagai bahan informasi
mengenai kemajuan belajar yang dicapai anaknya.

Anas Sudijono mengungkapkan evaluasi sebagai suatu tindakan atau proses yang
memiliki tiga macam fungsi pokok, yaitu:

a. Mengukur kemajuan.
b. Menunjang penyusunan rencana
c. Memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali.
Menurut Lilik Nofiyanti, M. Baihagi, dkk. fungsi evaluasi terbagi menjadi empat
macam yaitu :

a. Fungsi penempatan (placement), yaitu evaluasi yang hasilnya digunakan


sebagai pengukur kecakapan yang disyaratkan di awal suatu program
pendidikan.
b. Fungsi selektif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan sebagai upaya untuk memilih
(to select), yaitu memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu;
memilih siswa yang dapat naik kelas atau tidak; memilih siswa yang
seharusnya mendapat beasiswa.
c. Fungsi diagnostic. Apabila alat atau teknik yang digunakan dalam melakukan
kegiatan evaluasi cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat
hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa, demikian juga sebab-sebab
kelemahan itu.
d. Fungsi pengukur keberhasilan, yaitu evaluasi yang dimaksudkan untuk
mengetahui sejauh mana suatu program pendidikan berhasil diterapkan.

2. Fungsi Evaluasi Bagi Pendidik


a. Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah
dicapai oleh peserta didiknya.
b. Memberikan informasi yang sangat berguna, guna mengetahui posisi
masing-masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya.
c. Memberikan bahan yang penting untuk memilih dan kemudian
menetapkan status peserta didik.

5
d. Memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi
peserta didik yang memang memerlukannya.
e. Memberikan petunjuk tentang sudah sejauh manakah program pengajaran
yang telah ditentukan telah dapat dicapai.
Fungsi evaluasi memang cukup luas, tergantung kepada dari sudut mana melihatnya.
Bila kita lihat secara menyeluruh, fungsi evaluasi adalah:

a. Secara psikologis, peserta didik perlu mengetahui prestasi belajarnya,


sehingga peserta didik merasakan kepuasan dan ketenangan.
b. Secara sosiologis, untuk mengetahui apakah peserta didik sudah cukup
mampu untuk terjun ke masyarakat. Mampu dalam arti dapat
berkomunikasi dan beradaptasi dengan seluruh lapisan masyarakat dengan
segala karakteristiknya.
c. Secara didaktis-metodis, evaluasi berfungsi untuk membantu guru dalam
menempatkan peserta didik pada kelompok tertentu sesuai dengan
kemampuan dan kecakapannya masing-masing.
d. Untuk mengetahui kedudukan peserta didik diantara teman-temannya,
apakah ia termasuk anak yang pandai, sedang atau kurang.
e. Untuk mengetahui taraf kesiapan peserta didik dalam menempuh program
pendidikannya.
f. Untuk membantu guru dalam memberikan bimbingan dan seleksi, baik
dalam rangka menentukan jenis pendidikan, jurusan maupun kenaikan
tingkat/kelas.
g. Secara administratif, evaluasi berfungsi untuk memberikan laporan
tentang kemajuan peserta didik kepada pemerintah, pimpinan/kepala
sekolah, guru/instruktur, termasuk peserta didik itu sendiri.

C. Jenis-Jenis Evaluasi Pembelajaran


1. Jenis Evaluasi Pembelajaran
 Jenis Evaluasi Berdasarkan Tujuannya
a. Evaluasi Diagnostik.
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang ditujukan untuk
menelaah kelemahan-kelemahan siswa beserta faktor-faktor
penyebabnya.

6
b. Evaluasi Selektif.
Evaluasi selektif adalah evaluasi yang digunakan untuk
memilih siswa yang paling tepat sesuai dengan kriteria program
kegiatan tertentu.
c. Evaluasi Penempatan.
Evaluasi penempatan adalah evaluasi yang digunakan untuk
menempatkan siswa dalam program pendidikan tertentu yang
sesuai dengan karakteristik siswa.

d. Evaluasi Formatif.
Evaluasi Formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk
memperbaiki dan meningkatkan proses belajar dan mengajar.
e. Evaluasi Sumatif.
Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk
menentukan hasil dan kemajuan siswa.
 Jenis Evaluasi Berdasarkan Sasaran
a. Evaluasi konteks.
Evaluasi yang ditujukan untuk mengukur konteks program baik
mengenai rasional tujuan, latar belakang program, maupun
kebutuhan-kebutuhan yang muncul dalam perencanaan.
b. Evaluasi input.
Evaluasi yang diarahkan untuk mengetahui input baik sumber
daya maupun strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan.
c. Evaluasi proses.
Evaluasi yang di tujukan untuk melihat proses pelaksanaan,
baik mengenai kelancaran proses, kesesuaian dengan rencana,
faktor pendukung dan faktor hambatan yang muncul dalam proses
pelaksanaan, dan sejenisnya.
d. Evaluasi hasil atau produk.
Evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil program yang
dicapai sebagai dasar untuk menentukan keputusan akhir,
diperbaiki, dimodifikasi, ditingkatkan atau dihentikan.
e. Evaluasi outcom atau lulusan.

7
Evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil belajar siswa lebih
lanjut, yankni evaluasi lulusan setelah terjun ke masyarakat.
 Jenis Evaluasi Berdasarkan Lingkup Kegiatan
a. Evaluasi program pembelajaran.
Evaluasi yang mencakup terhadap tujuan pembelajaran, isi
program pembelajaran, strategi belajar mengajar, aspe-aspek
program pembelajaran yang lain.
b. Evaluasi proses pembelajaran.
Evaluasi yang mencakup kesesuaian antara peoses
pembelajaran dengan garis-garis besar program pembelajaran yang
di tetapkan, kemampuan guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran, kemampuan siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran.
c. Evaluasi hasil pembelajaran
Evaluasi hasil belajar mencakup tingkat penguasaan siswa
terhadap tujuan pembelajaran yang ditetapkan, baik umum
maupun khusus, ditinjau dalam aspek kognitif, afektif,
psikomotorik.
 Jenis Evaluasi Berdasarkan Objek dan Subjek
a. Berdasarkan Objek
 Evaluasi Input.
Evaluasi terhadap siswa mencakup kemampuan
kepribadian, sikap, keyakinan.
 Evaluasi Transformasi.
Evaluasi terhadap unsur-unsur transformasi proses
pembelajaran anatara lain materi, media, metode dan lain-
lain.
 Evaluasi Output.
Evaluasi terhadap lulusan yang mengacu pada
ketercapaian hasil pembelajaran.

b. Berdasarkan Subjek
 Evaluasi Internal.

8
Evaluasi yang dilakukan oleh orang dalam sekolah
sebagai evaluator, misalnya guru.
 Evaluasi Eksternal.
Evaluasi yang dilakukan oleh orang luar sekolah
sebagai evaluator, misalnya orangtua, masyarakat.

Dari sekian banyaknya jenis evaluasi, ada salah satu jenis evaluasi yang lebih
dikenal yaitu evaluasi formatif. Ada tiga tahap evaluasi formatif yaitu evaluasi satu
lawan satu (one to one), evaluasi kelompok kecil (small group evaluation), dan
evaluasi lapangan (field evaluation).

1. Evaluasi Satu lawan Satu (One to One)


Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
a. Jelaskan kepada siswa bahwa designer sedang merancang suatu
media baru dan ingin mengetahui bagaimana reaksi siswa terhadap
media yang sedang dibuat.
b. Menjelaskan kepada siswa bahwa apabila nanti siswa berbuat
salah, hal itu bukanlah karena kekurangan siswa, tetapi
kekurangsempurnaan media tersebut, sehingga perlu diperbaiki.
c. Diusahakan agar siswa bersikap rileks dan bebas mengemukakan
pendapatnya tentang media tersebut.
d. Memberikan tes awal (pretest) untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan dan pengetahuan siswa terhadap topik yang
dimediakan.
e. Menyajikan media dan mencatat lamanya waktu yang dibutuhkan,
termasuk siswa untuk menyajikan/mempelajari media tersebut,
catat pula bagaimana reaksi siswa dan bagian-bagian yang sulit
untuk dipahami, apakah contoh-contohnya, penjelasannya,
petunjuk-petunjuknya, ataukah yang lain.
f. Memberikan tes (posttest) untuk mengukur keberhasilan media
tersebut.
g. Analisis informasi yang terkumpul.
2. Evaluasi Kelompok Kecil (Small Group Evaluation)
Prosedur yang ditempuh adalah sebagai berikut:

9
a. Designer bahwa media tersebut berada pada tahap formatif dan
memerlukan umpan balik (feedback) untuk menyempurnakannya.
b. Memberikan tes awal (pre test) untuk mengukur kemampuan dan
pengetahuan siswa tentang topik yang disediakan. Sajikan media
atau meminta kepada siswa untuk mempelajari media tersebut.
c. Designer mencatat waktu yang diperlukan dan semua bentuk
umpan balik (feedback) baik langsung maupun tak langsung
selama penyajian media.
d. Memberikan tes (post test) untuk mengetahui sejauh mana tujuan
dapat dicapai.
e. Memberikan atau membagikan kuesioner dan meminta siswa
untuk mengisinya. Apabila memungkinkan, adakan diskusi yang
mendalam dengan beberapa siswa.Beberapa pertanyan yang perlu
didiskusikan antar lain:
 Menarik tidaknya media tersebut, apa sebabnya.
 Mengerti tidaknya siswa akan pesan yang disampaikan.
 Konsistensi tujuan dan meteri program, cukup tidaknya
latihan dan contoh yang diberikan. Apabila pertanyan
tersebut telah ditanyakan dalam kuesioner, informasi yang
lebih detail dan jauh dapat dicari lewat diskusi.
f. Menganalisa data yang terkumpul. Atas dasar ini umpan balik
semua ini, media dapat dilakukan penyempurnaan.
3. Evaluasi Lapangan (Field Evaluation)
Prosedur pelaksanaannya sebagai berikut:
a. Mula-mula designer memilih siwa-siwa yang benar-benar
mewakili populasi target, kira-kira 30 orang siswa. Usahakan agar
mereka mewakili berbagai tingkat kemampuan dan ketramnpiulan
siswa yang ada. Tes kemampuan awal (pretest) perlu dilakukan
jika karakteristik siswa belum diketahui. Atas dasar itu pemilihan
siswa dilakukan. Akan tetapi, jika designer benar-benar mengenal
siswa-siswa yang akan dipakai dalam uji coba, maka tes itu tidak
pelu dilakukan.

10
b. Designer menjelaskan kepada siswa maksud uji lapangan tersebut
dan apa yang harapkan designer pada akhir kegiatan. Pada
umumnya siswa tak terbiasa untuk mengkritik bahan-bahan atau
media yang diberikan. Hal itu karena siswa beranggapan sudah
benar dan efektif. Usahakan siswa bersikap rileks dan berani
mengupayakan penilaian. Jauhkan sedapat mungkin perasaan
bahwa uji coba menguji kemampuan siswa.
c. Memberikan tes awal untuk mengukur sejauh mana pengetahuan
dan keteramnpilan siswa terhdap topik yang dimediakan.
d. Menyajikan media tersebut kepada siswa. Bentuk penyajiannya
tentu sesuai dengan rencana pembuatannya; untuk prestasi
kelompok besar, untuk kelompok kecil atau belajar mandiri.
e. Designer mencatat semua respon yang muncul dari sisiwa selama
kajian. Begitu pula, waktu yang diperlukan.
f. Berikan tes untuk mengukur seberapa jauh pencapaian hasil belajar
siswa setelah sajian media tersebut. Hasil tes ini (posttest)
dibandingkan dengan hasil tes pertama (pretest) akan menunjukan
seberapa efektif dan efisien dari media yang dibuat.
g. Memberikan kuesioner untuk mengetahui pendapat atau sikap
siswa terhadap media tersebut dan sajian yang diterimanya.
h. Designer meringkas dan menganalisis data-data yang telah
diperoleh dengan kegiatan-kegiatan tadi. Hal ini meliputi
kemampuan awal, skor test awal dan tes akhir, waktu yag
diperlukan, perbaikan bagian-bagian yang sulit, dan pengayaan
yang diperlukan, kecepatan sajian dan sebagainya.
i. Setelah menempuh ketiga tahap ini dapatlah dipastikan kebenaran
efektivitas dan efisiensi media yang kita buat.

D. Teknik-Teknik Evaluasi Pembelajaran


Dalam proses evaluasi dikenal ada dua teknik, yaitu teknik tes dan non-tes.
1. Teknik Tes
 Tertulis (Written Test)
Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk
memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan

11
tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan cepat dan tepat
(Indrakusuma, 1993:21). Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa,
di dalamnya terdapat pengertian-pengertian:
a. Tes itu adalah hanya merupakan alat dan bukan merupakan tujuan.
Sedangkan tujuannya adalah terletak pada apakah maksud kita
memberikan tes itu.
b. Alat itu telah disusun secara sistematis dan objektif, menurut
syarat-syarat tertentu. Meskipun dalam kenyataannya tidak ada tes
yang seratus persen sistematis dan objektif. Sebab tes itu juga
buatan manusia.
c. Dengan adanya tes yang telah disusun secara sistematis dan
objektif itu, maka hasil yang diperoleh dari tes atau alat itu boleh
dikatakan akan tepat. Artinya benar-benar akan memberikan
gambaran yang sesuai dengan keadaannya.
d. Bahwa dengan dipergunakannya tes sebagai alat untuk
memperoleh data-data itu, dapat dilaksanakan secara tepat tidak
memakan waktu yang lama. Untuk memperoleh suatu data tidak
perlu berhari-hari, bahkan cukup beberapa jam saja.
e. Sedang keterangan-keterangan apa yang diinginkan, ini
bergantung pada maksud serta alat yang kita berikan. Misalnya,
jika kita menginginkan keterangan tentang kecakapan anak dalam
hal berhiting maka kita pergunakan tes berhitung, bukan tes
bahasa, dan sebagainya.
Dalam teknik tes, bentuk instrumen yang digunakan adalah soal-soal atau pertanyaan-
pertanyaan, latihan khusus atau alat lainnya guna mengukur keterampilan, pengetahuan,
intelegensi, bakat (kemampuan), sikap dan minat seseorang. Bentuk-bentuk tes tertulis
dalam evaluasi antara lain:

a. Tes objektif.
Bentuk tes objektif ada beberapa macam, antara lain yaitu :
 Tes benar salah (true false test)
Soal-soalnya berupa pernyataan-pernyataan (statement).
Statement tersebut ada yang benar dan ada yang salah. Orang yang
ditanya bertugas untuk menandai masing-masing pernyataan itu dengan

12
melingkari huruf B jika pernyataan itu betul menurut pendapatnya dan
melingkari huruf S jika pernyataannya salah.
 Tes pilihan ganda (multiple choice test)
Multiple choice test terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan
tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Dan untuk melengkapinya
harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah
disediakan. Atau Multiple choice test terdiri atas bagian
keterangan (stem) dan bagian kemungkinan jawaban atau alternatif
(option). Kemungkinan jawaban (option) terdiri atas satu jawaban benar
yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh.
 Tes menjodohkan atau mencocokkan (matching)
Matching test dapat kita ganti dengan istilah mempertandingkan,
mencocokkan, memasangkan, atau menjodohkan. Matching test terdiri
atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing
pertanyaan mempunyai jawaban yang tercantum dalam seri jawaban.
Tugas murid ialah mencari dan menempatkan jawaban-jawaban sehingga
sesuai atau cocok dengan pertanyaannya.
 Tes melengkapi kalimat (completion test)
Completion test biasa kita sebut dengan istilah tes isian, tes
menyempurnakan, atau tes melengkapi. Completion test terdiri atas
kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian
yang dihilangkan atau yang harus diisi oleh murid ini adalah merupakan
pengertian yang kita minta dari murid.
 Kelebihan :
a. Lebih representative.
b. Dalam menilai tester lebih objektif.
c. Mengoreksinya mudah.
d. Mengoreksinya dapat minta bantuan orang lain.
e. Butir-butir soalnya mudah dianalisis, dari segi derajat kesukaran, daya
pembeda, validitas dan relibialitasnya.
 Kelemahan :
a. Menyusunnya sulit.

13
b. Kurang dapat mengukur atau mengungkap proses berpikir yang tinggi
atau mendalam.
c. Terbuka kemungkinan bagi siswa bermain spekulasi.
d. Siswa dapat mudah kerjasama sebab jawabannya mudah meniru
(A,B,C,D,E)
b. Tes Subjektif
Bentuk tes subjektif ada beberapa macam, antara lain adalah :
 Tes uraian bentuk bebas atau terbuka.
 Tes uraian bentuk terbatas.
 Kelebihan :
a. Pembuatannya mudah dan cepat.
b. Dapat dicegah timbulnya spikulasi dikalangan siswa.
c. Dapat mengetahui seberapa jauh tingkat kedalaman dan penguasaan
siswa.
d. Siswa terdorong berani mengungkapkan pendapatnya.
 Kelemahan :
a. Kurang representatif/ mewakili materi karena soal terbatas.
b. Cara mengoreksinya cukup sulit/ menyita banyak waktu.
c. Dalam penilaiannya tester dapat bersifat subyektif.
d. Koreksinya tidak dapat diwakilkan orang lain.
e. Validitas (daya ketepatan mengukur ) dan reliabilitas (daya keajegan
mengukurr ) pada umumnya rendah.

2. Teknik Non tes


 Angket (Questionaire)
Ada beberapa pengertian angket seperti berikut ini :
a. Angket adalah suatu alat pengumpul data yang berupa serangkaian
pertanyaan yang diajukan pada responden untuk mendapat
jawaban (Depdikbud:1975)·
b. Angket adalah suatu daftar atau kumpulan pertanyaan tertulis yang
harus dijawab secara tertulis juga ( WS. Winkel, 1987).

14
c. Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan mengadakan komunikasi dengan sumber data ( I. Djumhur,
1985 ).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan pengertian angket adalah suatu
alat pengumpul data yang berupa serangkaian pertanyaan tertulis yang diajukan
kepada subyek untuk mendapatkan jawaban secara tertulis.
 Angket dapat digolongkan sebagai berikut:
 Angket langsung yaitu menjawab atau mengisi angket itu adalah
subjek yang diselidiki sendiri.
 Angket tak langsung yaitu menjawab atau mengisi angket itu adalah
bukan subjek yang diselidiki sendiri.
 Berdasarkan bentuknya, angket dibedakan menjadi dua yaitu:
 Angket terbuka
 Angket tertutup
 Berdasarkan atas aspek-aspek kepribadian yang diselidiki, angket
dibedakan menjadi dua yaitu :
 Angket umum
 Angket khusus
 Keuntungan Angket :
a. Bila lokasi responden jaraknya cukup jauh, metode pengumpulan data
yang paling mudah adalah dengan angket.
b. Pertanyaan-pertanyan yang sudah disiapkan adalah merupakan waktu
yang efisien untuk menjangkau responden dalam jumlah banyak.
c. Dengan angket akan memberi kesempatan mudah pada responden untuk
mendiskusikan dengan temannya apabila menemui pertanyaan yang sukar
dijawab.
d. Dengan angket responden dapat lebih leluasa menjawabnya dimana saja,
kapan saja, tanpa terkesan terpaksa.
 Kelemahan angket :
a. Apabila penelitian membutuhkan reaksi yang sifatnya spontan dengan
metode ini adalah kurang tepat.
b. Metode ini kurang fleksibel, kejadiannya hanya terpancang pada
pertanyaan yang ada.

15
c. Jawaban yang diberikan oleh responden akan terpengaruh oleh keadaan
global dari pertanyaan. Sangat mungkin jawaban yang sudah diberikan di
atas secara spontan dapat berubah setelah melihat pertanyaan dilain
nomor.
d. Sulit bagi peneliti untuk mengetahui maksud dari responden sudah
terjawab atau belum.
e. Ada kemungkinan terjadi respons yang salah dari responden. Hal ini
terjadi karena kurang kejelasan pertanyaan atau karena keragu-raguan
responden menjawab.
 Wawancara (Interview)
Wawancara (Interview) Interview atau sering disebut juga wawancara
mempunyai definisi suatu proses komunikasi interaksional antara dua pihak.
Cara pertukaran yang digunakan adalah cara verbal dan nonverbal dan
mempunyai tujuan tertentu yang spesifik. Ada dua macam tipe tujuan
interview. Pada konseling untuk mengetahui lebih terkait pada adanya
permasalahan dan mencari penyelesaiannya. Sedangkan pada kualitatif
untuk memperoleh data penelitian. Tujuan wawancara :
a. Discovery, yaitu untuk mendapatkan kesadaran baru tentang aspek
kualitatif dari suatu masalah.
a. Pengukuran psikologis: data yang diperoleh dari wawancara akan
diinterpretasikan dalam rangka mendapatkan pemahaman tentang subjek
dalam rangka melakukan diagnosis permasalahan subjek dan usaha
mengatasi masalah tersebut.
b. Pengumpulan data penelitian : informasi dikumpulkan untuk
mendapatkan penjelasan atau pemahaman mengenai suatu fenomena.
Data dikumpulkan dengan cara wawancara karena kuesioner tidak dapat
diterapkan pada subjek subjek tertentu, atau ada kekhawatiran responden
tidak mengisi kuesioner ataupun tidak mengembalikan kuesioner pada
peniliti.
 Kelebihan wawancara
a. Flexibility
Pewawancara dapat secara luwes mengajukan pertanyaan
sesuai dengan situasi yang dihadapi pada saat itu. Jika dia
menginginkan informasi yang mendalam maka dapat melakukan

16
“probing”. Demikian pula jika ingin memperoleh informasi
tambahan, maka dia dapat mengajukan pertanyaan tambahan,
bahkan jika suatu pertanyaan dianggap kurang tepat ditanyakan
pada saat itu, maka dia dapat menundanya.
b. Nonverbal Behavior
Pewawancara dapat mengobservasi perilaku nonverbal,
misalnya rasa suka, tidak suka atau perilaku lainnya pada saat
pertanyaan diajukan dan dijawab oleh responden.
c. Question Order
Pertanyaan dapat diajukan secara berurutan sehingga responden
dapat memahami maksud penelitian secara baik, sehingga
responden dapat menjawab pertanyaan dengan baik.
d. Respondent alone can answer
Jawaban tidak dibuat oleh orang lain tetapi benar oleh
responden yang telah ditetapkan.
e. Greater complexity of questionnaire
Kuesioner umumnya berisi pertanyaan yang mudah dijawab
oleh responden. Melalui wawancara, dapat ditanyakan hal-hal yang
rumit dan mendetail.
f. Completeness
Pewawancara dapat memperoleh jawaban atas seluruh
pertanyaan yang diajukan.
 Kelemahan wawancara :
a. Mengadakan wawancara dengan individu satu persatu memerlukan
banyak waktu dan tenaga dan juga mungkin biaya.
b. Interview Bias. Walau dilakukan secara tatap muka, namun
kesalahan bertanya dan kesalahan dalam menafsirkan jawaban,
masih bisa terjadi. Sering atribut (jenis kelamin, etnik, status sosial,
jabatan, usia, pakaian, penampilan fisik, dsb) responden dan juga
pewawancara mempengaruhi jawaban.
c. Keberhasilan wawancara sangat tergantung dari kepandaian
pewawancara dalam melakukan hubungan antar manusia (human
relation).

17
d. Wawancara tidak selalu tepat pada kondisi-kondisi tempat tertentu,
misalnya di lokasi-lokasi ribut dan ramai.
e. Sangat tergantung pada kesediaan, kemampuan dan keadaan
sementara dari subyek wawancara, yang mungkin menghambat
ketelitian hasil wawancara.
f. Jangkauan responden relatif kecil dan memakan waktu lebih lama
dari pada angket dan biaya yang relatif yang lebih mahal.
 Pengamatan (Observasi)
Observasi adalah metode atau cara-cara yang menganalisis dan
mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku melihat atau
mengamati individuatau kelompok secara langsung.
 Kelebihan Observasi :
a. Data yang dikumpulkan melalui observasi cenderung mempunyai
keandalan yang tinggi. Kadang observasi dilakukan untuk
mengecek validitas dari data yang telah diperoleh sebelumnya
dari individu-individu.
b. Dapat melihat langsung apa yang sedang dikerjakan, pekerjaan-
pekerjaan yang rumit kadang-kadang sulit untuk diterangkan.
c. Dapat menggambarkan lingkungan fisik dari kegiatan-kegiatan,
misalnya tata letak fisik peralatan, penerangan, gangguan suara
dan lain-lain.
d. Dapat mengukur tingkat suatu pekerjaan, dalam hal waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan satu unit pekerjaaan tertentu.
 Kelemahan Observasi :
a. Umumnya orang yang diamati merasa terganggu atau tidak
nyaman, sehingga akan melakukan pekerjaannya dengan tidak
semestinya.
b. Pekerjaan yang sedang diamati mungkin tidak mewakili suatu
tingkat kesulitan pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan
khusus yang tidak selalu dilakukan atau volume-volume kegiatan
tertentu.
c. Dapat mengganggu proses yang sedang diamati.

18
d. Orang yang diamati cenderung melakukan pekerjaannya dengan
lebih baik dari biasanya dan sering menutup-nutupi kejelekan-
kejelekannya.
 Skala Bertingkat (Rating Scale)
Rating scale atau skala bertingkat menggambarkan suatu nilai dalam
bentuk angka. Angka-angak diberikan secara bertingkat dari anggak terendah
hingga angkat paling tinggi. Angka-angka tersebut kemudian dapat
dipergunakan untuk melakukan perbandingan terhadap angka yang lain.
 Daftar Cocok (Check List)
Daftar cocok (Check list) yaitu, deretan pernyataan dimana responden
yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok (√) ditempat yang sudah
disediakan.
 Riwayat Hidup
Evaluasi ini dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi
mengenai objek evaluasi sepanjang riwayat hidup objek evaluasi tersebut.

A. Asessmen Autentik
 Pengertian Asessmen Autentik
Sinonim kata:

 Autentik = asli, tulen, nyata, sah (valid), jujur, atau dapat


dipercaya (reliable).
 Assessmen = penilaian, penghargaan, evaluasi, pengukuran,
pertimbangan, meninjau.
Menurut American Librabry Association, asesmen autentik adalah
suatu proses evaluasi yang melibatkan berbagai bentuk pengukuran terhadap
kinerja yang mencerminkan pembelajaran siswa, prestasi, motivasi, dan sikap-
sikap pada aktifitas yang relevan dalam pembelajaran. Contoh asesmen autentik
yaitu penilaian kinerja, portofolio dan penilaian diri. Asesmen autentik
menghadapkan siswa pada tantangan-tantangan dunia-nyata yang mengharuskan
mereka mampu menerapkan berbagai keahlian dan pengetahuan yang dimiliki.
(Funderstanding). Sedangkan menurut Newton Public School, asesmen autentik
adalah produk-produk dan kinerja yang berhubungan dengan pengalaman-
pengalaman kehidupan nyata. Menurut Grant Wiggins, dalam artikelnya The

19
Case for Authentic Assessment, “Asesmen autentik memberikan siswa
seperangkat tugas yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan
dalam aktifitas-aktifitas pengajaran: melakukan penelitian; menulis, merevisi dan
membahas artikel; memberikan analisa oral terhadap peristiwa politik terbaru;
berkolaborasi dengan siswa lain melalui debat, dst.” Melalui asesmen autentik,
siswa lebih terlibat dalam tugas dan guru dapat lebih yakin bahwa asesmen yang
diberikannya itu bermakna dan relevan.

Dari pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian autentik


harus menjadi bagian integral dari pengajaran, sehingga dengan demikian
penilaian tidak digunakan hanya sebagai suatu alat untuk mengumpulkan data
sebagaimana dalam paradigm lama, tetapi juga untuk mempengaruhi pengajaran.
Ini memerlukan penerapan dan pengembangan fungsi penilaian yang mengukur
produktivitas siswa, pencapaian mereka dalam pembelajaran kemampuan
berpikir matematis dalam mendapat suatu hasil yang berarti bagi siswa tersebut.
Penilaian autentik mempunyai karakter pokok yang sama dengan pengajaran,
yang berguna bagi para guru untuk meningkatkan pengajaran. Dalam penilaian
autentik diharapkan para siswa dapat merumuskan permasalahan, memikirkan
solusi, dan menginterpretasikan hasil.

 Jenis-Jenis Asessmen Autentik


1. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan
mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini
cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut
peserta didik melakukan tugas tertentu seperti: praktek di laboratorium,
praktek sholat, praktek olahraga, presentasi, diskusi, bermain peran,
memainkan alat musik, bernyanyi, membaca puisi/ deklamasi dll. Cara
penilaian ini dianggap lebih autentik daripada tes tertulis karena apa yang
dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.
Penilaian kinerja perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
 Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta
didik untuk menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi.
 Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai dalam
kinerja tersebut.
20
 Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas.
 Upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak,
sehingga semua dapat diamati.
 Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan
yang akan diamati.
Ada beberapa cara berbeda untuk merekam hasil penilaian berbasis
kinerja:

 Daftar cek (checklist ). Digunakan untuk mengetahui muncul


atau tidaknya unsur-unsur tertentu dari indikator atau
subindikator yang harus muncul dalam sebuah peristiwa atau
tindakan.
 Catatan anekdot/narasi (anecdotal/narative records).
Digunakan dengan cara guru menulis laporan narasi tentang apa
yang dilakukan oleh masing-masing peserta didik selama
melakukan tindakan. Dari laporan tersebut, guru dapat
menentukan seberapa baik peserta didik memenuhi standar
yang ditetapkan.
 Skala penilaian (rating scale ). Biasanya digunakan dengan
menggunakan skala numerik berikut predikatnya. Misalnya: 5 =
baik sekali, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, 1 = kurang sekali.
 Memori atau ingatan (memory approach). Digunakan oleh guru
dengan cara mengamati peserta didik ketika melakukan sesuatu,
dengan tanpa membuat catatan. Guru menggunakan informasi
dari memorinya untuk menentukan apakah peserta didik sudah
berhasil atau belum. Cara seperti tetap ada manfaatnya, namun
tidak cukup dianjurkan.
2. Penilaian Sikap
Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan
kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai
ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang.
Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang
diinginkan. Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni: afektif, kognitif, dan

21
konatif. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang atau
penilaiannya terhadap sesuatu objek. Komponen kognitif adalah kepercayaan
atau keyakinan seseorang mengenai objek. Adapun komponen konatif adalah
kecenderungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu
berkenaan dengan kehadiran objek sikap.
Penilaian sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara atau teknik.
Teknik-teknik tersebut antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung,
dan laporan pribadi. Teknik-teknik tersebut secara ringkas dapat diuraikan
sebagai berikut:
 Observasi perilaku
Perilaku seseorang pada umumnya menunjukkan
kecenderungan seseorang dalam sesuatu hal. Misalnya orang
yang biasa minum kopi dapat dipahami sebagai
kecenderungannya yang senang kepada kopi. Oleh karena itu,
guru dapat melakukan observasi terhadap peserta didik yang
dibinanya. Hasil pengamatan dapat dijadikan sebagai umpan
balik dalam pembinaan. Observasi perilaku di sekolah dapat
dilakukan dengan menggunakan buku catatan khusus tentang
kejadian-kejadian berkaitan dengan peserta didik selama di
sekolah.
 Pertanyaan langsung
Kita juga dapat menanyakan secara langsung atau
wawancara tentang sikap seseorang berkaitan dengan sesuatu
hal. Misalnya, bagaimana tanggapan peserta didik tentang
kebijakan yang baru diberlakukan di sekolah mengenai
"Peningkatan Ketertiban". Berdasarkan jawaban dan reaksi
lain yang tampil dalam memberi jawaban dapat dipahami
sikap peserta didik itu terhadap objek sikap. Dalam penilaian
sikap peserta didik di sekolah, guru juga dapat menggunakan
teknik ini dalam menilai sikap dan membina peserta didik.
 Laporan pribadi
Melalui penggunaan teknik ini di sekolah, peserta didik
diminta membuat ulasan yang berisi pandangan atau

22
tanggapannya tentang suatu masalah, keadaan, atau hal yang
menjadi objek sikap. Misalnya, peserta didik diminta menulis
pandangannya tentang "Kerusuhan Antar etnis" yang terjadi
akhir-akhir ini di Indonesia. Dari ulasan yang dibuat oleh
peserta didik tersebut dapat dibaca dan dipahami
kecenderungan sikap yang dimilikinya.
3. Penilaian Tertulis
Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Tes Tertulis merupakan
tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk
tulisan. Dalam menjawab soal peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk
menulis jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain seperti memberi tanda,
mewarnai, menggambar dan lain sebagainya.
Ada dua bentuk soal tes tertulis, yaitu:
 Memilih jawaban, yang dibedakan menjadi:
a. Pilihan ganda
b. Dua pilihan (benar-salah, ya-tidak
c. Menjodohkan
d. Sebab-akibat
 Mensuplai jawaban, dibedakan menjadi:
a. Isian atau melengkapi
b. Jawaban singkat atau pendek
c. Uraian
Dari berbagai alat penilaian tertulis, tes memilih jawaban benar-salah, isian
singkat, menjodohkan dan sebab akibat merupakan alat yang hanya menilai
kemampuan berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat (pengetahuan). Tes
pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan
memahami dengan cakupan materi yang luas. Pilihan ganda mempunyai
kelemahan, yaitu peserta didik tidak mengembangkan sendiri jawabannya tetapi
cenderung hanya memilih jawaban yang benar dan jika peserta didik tidak
mengetahui jawaban yang benar, maka peserta didik akan menerka. Hal ini
menimbulkan kecenderungan peserta didik tidak belajar untuk memahami
pelajaran tetapi menghafalkan soal dan jawabannya. Selain itu pilihan ganda
kurang mampu memberikan informasi yang cukup untuk dijadikan umpan balik

23
guna mendiagnosis atau memodifikasi pengalaman belajar. Karena itu kurang
dianjurkan pemakaiannya dalam penilaian kelas.
Tes tertulis bentuk uraian adalah alat penilaian yang menuntut peserta didik
untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal-hal
yang sudah dipelajari. Peserta didik mengemukakan atau mengekspresikan
gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya
sendiri. Alat ini dapat menilai berbagai jenis kompetensi, misalnya
mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan. Kelemahan alat ini
antara lain cakupan materi yang ditanyakan terbatas.
Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal
berikut:
 Karakteristik mata pelajaran dan keluasan ruang lingkup materi yang
akan diuji;
 Materi, misalnya kesesuian soal dengan standar kompetensi,
kompetensi dasar dan indikator pencapaian pada kurikulum;
 Konstruksi, misalnya rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan
tegas;
 Bahasa, misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata/kalimat yang
menimbulkan penafsiran ganda.
4. Penilaian Proyek
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang
harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu
investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian,
pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk
mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan
penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta didik pada mata
pelajaran tertentu secara jelas. Penilaian proyek dilakukan mulai dari
perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil akhir proyek. Untuk itu, guru perlu
menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan disain,
pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan tertulis. Laporan tugas
atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk poster. Pelaksanaan
penilaian dapat menggunakan alat/instrumen penilaian berupa daftar cek ataupun
skala penilaian.

24
5. Penilaian Produk
Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas
suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik
membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil
karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik,
plastik, dan logam.
Penilaian produk biasanya menggunakan dua cara yaitu:
 Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya
dilakukan terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap
proses pengembangan.
 Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk,
biasanya dilakukan pada tahap appraisal.
6. Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada
kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik
dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik
dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh peserta didik, hasil tes
(bukan nilai) atau bentuk informasi lain yang terkait dengan kompetensi tertentu
dalam satu mata pelajaran.
Penilaian portofolio pada dasarnya menilai karya-karya siswa secara individu
pada satu periode untuk suatu mata pelajaran. Akhir suatu periode hasil karya
tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh guru dan peserta didik sendiri. Berdasarkan
informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat menilai
perkembangan kemampuan peserta didik dan terus melakukan perbaikan.
Dengan demikian, portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan
belajar peserta didik melalui karyanya, antara lain: karangan, puisi, surat,
komposisi musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/ literatur, laporan
penelitian, sinopsis, dsb.

Teknik penilaian portofolio di dalam kelas memerlukan langkah-langkah


sebagai berikut:

25
 Jelaskan kepada peserta didik bahwa penggunaan portofolio, tidak
hanya merupakan kumpulan hasil kerja peserta didik yang digunakan
oleh guru untuk penilaian, tetapi digunakan juga oleh peserta didik
sendiri. Dengan melihat portofolionya peserta didik dapat mengetahui
kemampuan, keterampilan, dan minatnya. Proses ini tidak akan terjadi
secara spontan, tetapi membutuhkan waktu bagi peserta didik untuk
belajar meyakini hasil penilaian mereka sendiri.
 Tentukan bersama peserta didik sampel-sampel portofolio apa saja
yang akan dibuat. Portofolio antara peserta didik yang satu dan yang
lain bisa sama bisa berbeda.
 Kumpulkan dan simpanlah karya-karya tiap peserta didik dalam satu
map atau folder di rumah masing-masing atau loker masing-masing di
sekolah.
 Berilah tanggal pembuatan pada setiap bahan informasi
perkembangan peserta didik sehingga dapat terlihat perbedaan
kualitas dari waktu ke waktu.
 Sebaiknya tentukan kriteria penilaian sampel portofolio dan
bobotnya dengan para peserta didik sebelum mereka membuat
karyanya .
 Minta peserta didik menilai karyanya secara berkesinambungan. Guru
dapat membimbing peserta didik, bagaimana cara menilai dengan
memberi keterangan tentang kelebihan dan kekurangan karya
tersebut, serta bagaimana cara memperbaikinya. Hal ini dapat
dilakukan pada saat membahas portofolio.
 Setelah suatu karya dinilai dan nilainya belum memuaskan, maka
peserta didik diberi kesempatan untuk memperbaiki. Namun, antara
peserta didik dan guru perlu dibuat “kontrak” atau perjanjian
mengenai jangka waktu perbaikan, misalnya 2 minggu karya yang
telah diperbaiki harus diserahkan kepada guru.
 Bila perlu, jadwalkan pertemuan untuk membahas portofolio. Jika
perlu, undang orang tua peserta didik dan diberi penjelasan tentang
maksud serta tujuan portofolio, sehingga orangtua dapat membantu
dan memotivasi anaknya.

26
7. Penilaian Diri (self asessment)
Penilaian diri adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta
untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat
pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu. Teknik
penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur kompetensi kognitif, afektif dan
psikomotor.
 Penilaian kompetensi kognitif di kelas, misalnya: peserta didik
diminta untuk menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan
berpikirnya sebagai hasil belajar dari suatu mata pelajaran tertentu.
Penilaian diri peserta didik didasarkan atas kriteria atau acuan yang
telah disiapkan.
 Penilaian kompetensi afektif, misalnya, peserta didik dapat diminta
untuk membuat tulisan yang memuat curahan perasaannya terhadap
suatu objek tertentu. Selanjutnya, peserta didik diminta untuk
melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau acuan yang telah
disiapkan.
 Berkaitan dengan penilaian kompetensi psikomotorik, peserta didik
dapat diminta untuk menilai kecakapan atau keterampilan yang telah
dikuasainya berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Penggunaan teknik ini dapat memberi dampak positif terhadap perkembangan
kepribadian seseorang. Keuntungan penggunaan penilaian diri di kelas antara
lain:
 Dapat menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik, karena mereka
diberi kepercayaan untuk menilai dirinya sendiri.
 Peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya, karena
ketika mereka melakukan penilaian, harus melakukan introspeksi
terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.
 Dapat mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik untuk
berbuat jujur, karena mereka dituntut untuk jujur dan objektif dalam
melakukan penilaian.
Penilaian diri dilakukan berdasarkan kriteria yang jelas dan objektif. Oleh
karena itu, penilaian diri oleh peserta didik di kelas perlu dilakukan melalui
langkah-langkah sebagai berikut:

27
 Menentukan kompetensi atau aspek kemampuan yang akan dinilai
 Menentukan kriteria penilaian yang akan digunakan.
 Merumuskan format penilaian, dapat berupa pedoman penskoran,
daftar tanda cek, atau skala penilaian.
 Meminta peserta didik untuk melakukan penilaian diri
 Guru mengkaji sampel hasil penilaian secara acak, untuk mendorong
peserta didik supaya senantiasa melakukan penilaian diri secara
cermat dan objektif.
 Menyampaikan umpan balik kepada peserta didik berdasarkan hasil
kajian terhadap sampel hasil penilaian yang diambil secara acak.
Perlu dicatat bahwa tidak ada satu pun alat penilaian yang dapat
mengumpulkan informasi hasil dan kemajuan belajar peserta didik secara
lengkap. Penilaian tunggal tidak cukup untuk memberikan gambaran/informasi
tentang kemampuan, keterampilan, pengetahuan dan sikap seseorang. Lagi pula,
interpretasi hasil tes tidak mutlak dan abadi karena anak terus berkembang sesuai
dengan pengalaman belajar yang dialaminya.
 Kelebihan Asessmen Autentik
a. Asesmen autentik berorientasi kepada penilaian proses pembelajaran,
dengan demikian melalui penilaian otentik guru akan dapat mengetahui
dimana kelebihan dan kelemahan dari siswa.
b. Asesmen autentik dapat menggambarkan pencapaian seorang siswa
dalam pembelajaran berupa gain atau kemajuan belajar, tidak sekedar
ditunjukkan dengan angka-angka yang dinyatakan dalam rapor.
c. Penilaian dan hasil yang lebih autentik akan meningkatkan proses
belajar mengajar, siswa lebih jelas mengetahui kewajiban-kewajiban
mereka untuk menguasai tugas-tugas yang diberikan, dan guru yakin
bahwa hasil-hasil asesmen itu bermakna dan berguna untuk
meningkatkan pengajaran.
d. Kurikulum berbasis kompetensi tidak semata-mata meningkatkan
pengetahuan peserta didik, tetapi kompetensi secara utuh yang
merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai
karakteristik masing-masing mata pelajaran. Dengan kata lain,
kurikulum tersebut menuntut proses pembelajaran di sekolah

28
berorientasi pada penguasaan kompetensi-kompetensi yang telah
ditentukan. Kurikulum tersebut memuat sejumlah standar kompetensi
untuk setiap mata pelajaran. Satu standar kompetensi terdiri dari
beberapa kompetensi dasar. Pada kurikulum tingkat satuan pendidikan,
satu kompetensi dasar dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator
pencapaian hasil belajar. Indikator tersebut menjadi acuan dalam
merancang penilaian.
 Kekurangan Asessmen Autentik
a. Biaya asesmen autentik lebih banyak dibanding tes-tes standar.
b. Asesmen autentik mungkin kurang reliabel dan valid dibanding
bentuk-bentuk asesmen lain.
c. Bagi guru yang menggunakan asesmen autentik dalam kelas, dituntut
untuk lebih pengembangkan pendidikan dan profesionalitas.
d. Asesmen autentik tidak seberguna tes-tes standar bagi para pembuat
kebijakan karena asesmen otentik tidak dapat memperlihatkan trend-
trend jangka panjang seperti tes-tes standar.
e. Asesmen autentik memiliki bias di pihak penilai.
A. Pengertian Pengajaran Remidial
Remediasi mempunyai padanan remediation dalam bahasa Inggris.Kata ini
berakar kata „toremedy‟ yang bermakna menyembuhkan.Remediasi merujuk pada proes
penyembuahan.Remedial merupakan kata sifat.Karena itu dalam bahasa Inggris selalu
bersama dengan kata benda, misalnya „remedial work‟, yaitu pekerjaan penyembuhan,
„remeial teaching‟ – pengajaran penyembuhan. Dsb. Di Indonesia, istilah „remedial‟
sering ditulis berdiri sendiri sebagai kata benda. Mestinya dituliskan menjadi pengajaran
remeial, atau kegiatan remedial dan sebagainya. Dalam bagian ini istilah remediasi dan
remedial digunakan bersama-sama, yang merujuk pada suatu proses membantu siswa
mengatasi kesulitan belajar terutama mengatasi miskonsepsimiskonsepsi yang dimiliki.
Dalam random House Webster‟s College Dictionary (1991), remediasi diartikan
sebagai intended to improve poor skill in specified field. Remediasi adalah kegiatan yang
dilaksanakan untuk membetulkan kekeliruan yang dilakukan siswa.Kalau dikaitkan
dengan kegiatan pembelajaran, kegiatan remediasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan
yang dilaksanakan untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang kurang
berhasil.Kekurangberhasilan pembelajaran ini biasanya ditunjukkan oleh

29
ketidakberhasilan siswa dalam menguasai kompetensi yang diharapkan dalam
pembelajaran.
Kelompok siswa yang masuk dalam pembelajaran remedial, yaitu : (a)
kemampuan mengingat relatif kurang; (b) perhatian yang sangat kurang dan mudah
terganggu dengan sesuatu yang lain disekitarnya pada saat belajar; (c) secara relatif
lemah kemampuan memahami secara menyeluruh (d) kurang dalam hal memotivasi diri
dalam belajar (e) kurang dalam hal kepercayaan diri dan rendah harapan dirinya; (f)
lemah dalam kemampuan pemecahan masalah; (g) sering gagal dalam menyimak suatu
gagasan dari suatu informasi; (h) mengalami kesulitan dalam memahami suatu konsep
yang abstrak; (i) gagal menghubungkan suatu konsep lainnya yang relevan; (j)
memerlukan waktu relatif lama dari pada yang lainnya untuk menyelesaikan tugas-tugas
(Kunandar, 2008).

B. Prinsip-Prinsip Pengajaran Remedial


1. Penyiapan pembelajaran : proses identifikasi kebutuhan siswa dan menyiapkan
rencana pembelajaran agar efektif.
2. Merancang berbagai kegiatan pembelajaran remedial untuk siswa dengan bervariasi
3. Merancang belajar bermakna, misalnya kuis games dan sebagainya
4. Pemilihan pendekatan pembelajaran
5. Memberikan arahan yang jelas untuk menghindari kebingungan siswa
6. Merumuskan gagasan utama sesuai dengan kesulitan yang dialami siswa
7. Meningkatkan keinginan belajar dan motivasi kepada siswa
8. Mendorong siswa berpartisipasi aktif dalam kelas
9. Memfokuskan pada proses belajar
10. Memperlihatkan kepedulian terhadap individu siswa (Kunandar, 2008)

C. Konsep dan Prosedur Kegiatan Remidial


Dalam melaksanakan kegiatan remedial sebaiknya mengikuti langkah sebagai berikut:
1. Analisis Hasil Diagnosis
Melalui kegiatan diagnosis guru akan mengetahui para siswa yang perlu
mendapatkan bantuan. Untuk keperluan kegiatan remedial, tentu yang menjadi fokus
perhatian adalah siswa-siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar yang

30
ditunjukkan tidak tercapainya kriteria keberhasilan belajar. Apabila kriteria
keberhasilan 80 %, maka siswa yang dianggap berhasil jika mencapai tingkat
penguasaan 80 % ke atas, sedangkan siswa yang mencapai tingkat penguasaannya di
bawah 80 % dikategorikan belum berhasil.
Mereka inilah yang perlu mendapatkan remedial. Setelah guru mengetahui
siswa-siswa mana yang harus mendapatkan remedial, informasi selanjutnya yang
harus diketahui guru adalah topik atau materi apa yang belum dikuasai oleh siswa
tersebut. Dalam hal ini guru harus melihat kesulitan belajar siswa secara individual.
Hal ini dikarenakan ada kemungkinan masalah yang dihadapi siswa satu dengan
siswa yang lainnnya tidak sama. Padahal setiap siswa harus mendapat perhatian dari
guru.
2. Menemukan Penyebab Kesulitan
Sebelum Anda merancang kegiatan remedial, terlebih dahulu harus
mengetahui mengapa siswa mengalami kesulitan dalam menguasai materi pelajaran.
Faktor penyebab kesuliatan ini harus diidentifikasi terlebih dahulu, karena gejala
yang sama yang ditunjukkan oleh siswa dapat ditimbulkan sebab yang berbeda dan
faktor penyebab ini akan berpengaruh terhadap pemilihan jenis kegiatan remedial.
3. Menyusun Rencana Kegiatan Remedial
Setelah diketahui siswa-siswa yang perlu mendapatkan remedial, topik yang
belum dikuasai setiap siswa, serta faktor penyebab kesulitan, langkah selanjutnya
adalah menyusun rencana pembelajaran. Sama halnya pada pembelajaran pada
umumnya, komponen-komponen yang harus direncanakan dalam melaksanakan
kegiatan remedial adalah sebagai berikut;
1. Merumuskan indikator hasil belajar
2. Menentukan materi yang sesuai engan indikator hasil belajar
3. Memilih strategi dan metode yang sesuai dengan karakteristik siswa
4. Merencanakan waktu yang diperlukan
5. Menentukan jenis, prosedur dan alat penilaian.
6. Melaksanakan Kegiatan Remedial

Setelah kegiatan perencanaan remedial disusun,langkah berikutnya adalah


melaksanakan kegiatan remedial. Sebaiknya pelaksanaan kegiatan remedial
dilakukan sesegera mungkin, karena semakin cepat siswa dibantu mengatasi

31
kesulitan yang dihadapinya, semakin besar kemungkinan siswa tersebut berhasil
dalam belajarnya.
4. Menilai Kegiatan Remedial
Untuk mengetahui berhasil tidaknya kegiatan remedial yang telah
dilaksanakan, harus dilakukan penilaian. Penilaian ini dapat dilakukan dengan cara
mengkaji kemajuan belajar siswa.Apabila siswa mengalami kemauan belajar sesuai
yang diharapkan, berarti kegiatan remedial yang direncanakan dan dilaksanakan
cukup efektif membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar. Tetapi, apabila
siswa tidak mengalami kemajuan dalam belajarnya berarti kegiatan remedial yang
direncanakan dan dilaksanakan kurang efektif.Untuk itu guru harus menganalisis
setiap komponen pembelajaran.

D. Tujuan Pengajaran Remedial


Pengajaran remedial bertujuan agar murid yang mengalami kesulitan belajar dapat
mencapai prestasi belajar yang diharapkan melalui proses perbaikan, baik segi proses
belajar mengajar maupun kepribadian murid. Tujuan pengajaran remedial secara rinci
adalah agar murid dapat :
1. Memahami dirinya, khususnya yang menyangkut prestasi belajar meliputi segi
kekuatan, kelemahan, jenis dan sifat kesulitan.
2. Memperbaiki cara-cara belajar ke arah yang lebih baik sesuai dengan kesulitan yang
dihadapi.
3. Memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat untuk mengatasi kesulitan
belajarnya.
4. Mengembangkan sikap-sikap dan kebiasaan baru yang dapat mendorong tercapainya
hasil belajar yang baik.
5. Mengatasi hambatan-hambatan belajar yang menjadi latar belakang kesulitannya

Tujuan guru melaksanakan kegiatan remedial adalah membantu siswa yang


mengalami kesulitan menguasai kompetensi yang telah ditentukan agar mencapai hasil
belajar yang lebih baik. Secara umum tujuan kegiatan remdiasi adalah sama dengan
pembelajaran pada umumnya yakni memperbaiki miskonsepsi siswa sehingga siswa
dapat mncapai kompetensi yang telah ditetapkan berdasarkan kurikulum yang berlaku.
Secara khusus kegiatan remediasi bertujuan membantu siswa yang belum tuntas

32
menguasai kompetensi ditetapkan melalui kegiatan pembelajaran tambahan.Melalui
kegiatan remediasi siswa dibantu untuk mengatasi kesulitan belajar yang dihadapinya.

E. Teknik dan Strategi Pengajaran Remidial


Beberapa teknik dan strategi yang dipergunakan dalam pelaksanaan pembelajaran
remedial antara lain:
1) Pemberian Tugas
Dalam pemberian tugas dapat dilakukan dengan berbagai jenis antara lain
dengan pemberian rangkuman baik dilakukan secara individual maupun secara
kelompok, pemberian advance organizer dan yang sejenis.
2) Melakukan aktivitas fisik, misal demosntrasi, atau praktek dan diskusi
Ada konsep-konseps yang lebih mudah dipahami lewat aktivitas fisik, missal
contoh, memahai bahwa volume fluida tidak beuabah kalau berada di dalam wadah
yang berbeda bentuknya.Anda sebaiknya menggunakan berbagai media dan alat
pembelajaran sehingga dapat mengkonkritkan konsep yang dipelajarinya, selain itu
hendaknya Anda banyak memberi kesempatan kepada siswa untuk mengunakan
media terebut, karena siswa pada umumnya perkemangan berpikir mereka berada
pada tingkat operasional konkrit. Mereka akan dapat mencerna dengan baik konsep
yang divisualisasikan atau dikonkritkan.
3) Kegiatan Kelompok
Diskusi kelompok dapat digunakan guru untuk membantu siswa yang
mengalamikesulitan belajar.Yang perlu diperhatikan guru dalam menetapkan
kelompok dalam kegiatan remedial adalah dalam menentukan anggota
kelompok.Kegiatan kelompok dapat efektif dalam membantu siswa, jika diantara
anggota kelompok ada siswa yang benar-benar menguasai materi dan mampu
memberi penjelasan kepada siswa lainnya.
4) Tutorial Sebaya
Kegiatan tutorial dapat dipilih sebagai kegiatan remedial.Dalam kegiatan ini
seorang guru meminta bantuan kepada siswa yang lebih pandai untuk membantu
siswa yang mengalami kesulitan belajar. Siswa yang dijadikan tutor bisa berasal dari
kelas yang sama atau dari kelas yang lebih tinggi. Apabila menggunakan tutor yang
sebaya sangat membantu sekalai, karena tingkat pemahaman dan penyampaian tutor
yang sebaya lebih dimengerti oleh siswa yang bermasalah, selain itu mereka tidak

33
merasa canggung dalam menanyakan setiap permasalahan karena usia mereka sama
sehingga mudah dimengerti olehnya.
5) Menggunakan Sumber Lain
Selain dengan pembelajaran ulang, kegiatan kelompok, tutorial, guru juga
dapat menggunakan sumber belajar lain yang relevan dalam membantu siswa yang
mengalami kesulitan memahami materi pelajaran. Misalanya guru meminta untuk
mengunjungi ahli atau praktisi yang berkaitan dengan materi yang dibahas, misalnya
”bagaimana cara mencangkok ” siswa dapat mendatangi tukang kebun yang kegiatan
sehari-hari memang mencakok. Atau juga siswa diminta membaca sumber lain dan
bahkan kalau mungkin mendatangkan anggota masyarakat yang mempunyai
keahlian yang sesuai dengan materi yang dipelajari.

F. Fungsi Pengajaran Remidial


Pengajaran remedial mempunyai fungsi yang amat penting dalam keseluruhan proses
belajar mengajar. Adapun beberapa fungsi pengajaran remedial tersebut adalah :

1. Fungsi Korektif
Pengejaran remedial mempunyai fungsi korektif, artinya melalui pengajaran
remedial dapat diadakan pembentukan atau perbaikan terhadap sesuatu yang
dianggap masih belum mencapai apa yang diharapkan dalam keseluruhan proses
belajar mengajar. Hal-hal yang diperbaiki atau dibetulkan melalui pengajaran
remedial antara lain :
 Perumusan tujuan
 Penggunaan metode mengajar
 Cara-cara belajar
 Evaluasi
 Segi-segi pribadi murid
Dengan perbaikan terhadap hal-hal tersebut di atas, meka prestasi belajar
murid beserta faktor-faktor mempengaruhi dapat diperbaiki.
2. Fungsi Penyesuaian
Yang dimaksud fungsi penyesuaian adalah agar dapat membantu murid untuk
menyesuaian dirinya terhadap tuntutan kegiatan belajar.Murid dapat belajar sesuai
dengan keadaan dan kemampuan pribadinya sehingga mempunyai peluang besar

34
untuk memperoleh prestasi belajar yang lebih baik.Tuntutan belajar yang diberikan
murid telah disesuaikan dengan sifat jenis dan latar belakang kesulitannya sehingga
murid diharapkan lebih terdorong untuk belajar.
3. Fungsi Pemahaman
Fungsi pemahaman adalah agar pengajaran remedial memungkinkan guru,
murid dan pihak-pihak lain dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap
pribadi murid.Demikian pula murid diharapkan dapat lebih memahami dirinya dan
segala aspeknya. Begitu pula guru dan pihak-pihak lainnya dapat lebih memahami
akan keadaan pribadi murid.
4. Fungsi Pengayaan
Fungsi pengayaan dimaksud agar pengajaran remedial dapat memperkaya
proses belajar mengajar. Bahan pelajaran yang tidak disampaikan dalam pengajaran
reguler, dapat diperoelh melalui pengajaran remedial. Pengayaaan lain adalah dalam
segi metode dan alat yang dipergunakan adalam pengajaran remedial. Dengan
demikian diharapkan hasil yang diperoleh murid dapat lebih banyak, lebih luas dan
lebih dalam sehingga hasil belajarnya lebih kaya.

5. Fungsi Terapuetik
Dengan pengayan remedial secara langsung atau tidak langsung dapat
meyembuhkan atau memperbaiki kondisi-kondisi kepribadian murid yang
diperkirakan menunjukkan adanya penyimpangan. Penyembuhan kondisi
kepribadian dapat menunjang pencapaian prestasi belajar, demikian pada
sebaliknya.
6. Fungsi Akselarasi
Fungsi akselarasi adalah agar pengajaran remedial dapat mempercepat proses
belajar baik dalam arti aktu maupun materi. Misalnya : murid yang tergolong lambat
dalam belajar dapat dibantu lebih cepat proses belajarnya melalui pengajaran
remedial.

G. Evaluasi Pengajaran Remidial


1. Tujuan Evaluasi
Suatu pilihan rasional, mau tidak mau melibatkan suatu tindakan penilaian
(evaluasi). Setiap tindakan evaluasi memerlukan adanya suatu perangkat kriteria atau
tolok ukur sebagai pegangan, suatu cara atau teknik pengumpulan dan pengolahan

35
data informasi untuk menunjukkan gambaran seberapa jauh objek yang dievaluasi itu
memadai atau tidaknya sesuai kriteria yang ditetapkan.
2. Perangkat Kriteria Kebaikan Suatu Model Strategi dan/atau Teknik
Pendekatan Pengajaran Remedial
Kriteria pilihan alternatif model pendekatan ini berorientasi kepada tiga
prinsip, yaitu: keserasian (appropriateness), keefektifan (effectiveness), dan
kelancaran (efficiency). Secara tentatif dapat kita formulasikan bahwa sesuatu model
strategi dan atau teknik pendekatan pengajaran remedial dapat dipandang baik kalau
terdapat indikator yang didukung oleh data/informasi yang memadai bahwa model
itu:
1. Serasi dengan tujuan (pemecahan permasalahan),
jenis/jumlahtingkat/karakteristik kasus berikut permasalahannya, kemampuan
teknis dan kepribadian guru yang bersangkutan, serta daya dukung fasilitas
instrumental/tempat/lingkungan/waktu atau kesempatan.
2. Efektif yang ditujukan oleh adanya peningkatan prestasi belajar dan/atau
kemampuan penyesuaian diri pada siswa sesuai dengan kriteria keberhasilan yang
diharapkan.
3. Efisien yang didukung oleh minimalnya waktu yang digunakan untuk mencapai
peningkatan prestasi dan kemampuan penyesuaian siswa tersebut.

Ada dua cara yang fisibel untuk mendeteksi seberapa jauh taraf keserasian
model yang kita evaluasi itu, yaitu kita kembangkan dalam :
1. Bentuk pertanyaan pada setiap aspek yang dinilai
2. Kita kembangkan dalam bentuk atau format skala penilaian ataudaftar cek
2.1Pengertian Bimbingan dan Konseling
1. Pengertian Bimbingan
Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari istilah “Guidance and
counseling” dalam bahasa inggris.Sesuai dengan istilahnya, maka bimbingan dapat
diartikan secara umum sebagai suatu bantuaan. Namun untuk pengertian yang
sebenarnya , tidak setiap bantuan adalah bimbingan.
Bimbingan merupakan salah satu bidang dan program dari pendidikan dan
program ini ditujukan untuk membantu mengoptimalkan perkembangan siswa.
Menurut Hamrin dan Neriscon dalam Laksi(2003:1)bimbingan sebagai salah satu
aspek dari program pendidikan diarahkan terutama pada membantu para siswa agar

36
dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapinya saat ini dan merencanakan
masa depannya sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan sosialnya.
Jones lebih lanjut memberikan penjelasan tentang perencanaan masa depan
ini. “bimbingan berkenaan dengan bantuan yang bersifat pribadi yang diberikan oleh
seseorang (konselor), yang diarahkan untuk membantu seseorang dalam menentukan
kemana dia akan pergi, apa yang dia lakukan atau bagaimana dia dapat mencapai
tujuannya, bimbingan merupakan bantuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi
dalam kehidupannya.
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang
ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun
dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya
sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan
dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku (Prayitno, 2004:99
Berdasarkan pengertian bimbingan menurut para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa bimbingan merupakan bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli
kepada individu atau beberapa orang dengan memberikan pengetahuan tambahan
untuk memahami dan mengatasi permalahan yang dialami oleh individu atau
seseorang tersebut dengan cara terus menerus dan sistematis.

2. Pengertian Konseling
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui
wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang
sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya
masalah yang dihadapi klien (Prayitno, 2004:105).
Menurut Pietrofesa, Leonard dan Hoose (1978) yang dikutip oleh Mappiare
(2004) konseling merupakan suatu proses dengan adanya seseorang yang
dipersiapkan secara profesional untuk membantu orang lain dalam pemahaman diri
pembuatan keputusan dan pemecahan masalah dari hati kehati antar manusia dan
hasilnya tergantung pada kualitas hubungan.
Sedangkan menurut Sulianti Saroso, Konseling adalah proses pertolongan
dimana seseorang dengan tulus dan tujuan jelas, memberi waktu, perhatian dan
keahliannya, untuk membantu klien mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan
melakukan masalah terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan.

37
Berdasarkan pengertian konseling menurut para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa konseling merupakan proses pemberian bantuan secara intensif
dan sistematis dari seorang konselor kepada kliennya dalam rangka pemecahan suatu
masalah agar klien mendapat pilihan yang baik. Disamping itu juga diharapakan agar
klien dapat memahami dirinya (self understanding) dan mampu menerima
kemampuan dirinya sendiri.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian bimbingan dan konseling yaitu suatu
bantuan yang diberikan oleh konselor kepada konseli agar konseli mampu
menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan juga mampu mengembangkan potensi
yang dimilikinya.
2.2Tujuan Bimbingan dan Konseling
Pemahaman terhadap tujuan bimbingan dan konseling akan memperjelas arah
atau sasaran yang akan dicapai. Secara garis besar, tujuan bimbingan dan konseling
dibagi menjadi 2 yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
a. Tujuan umum
Tujuan umum bimbingan dan konseling dengan mengikuti pada
perkembangan konsepsi bimbingan dan konseling pada dasarnya adalah untuk
membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap
perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya(seperti kemampuan dasar dan bakat-
bakatnya), berbagai latar belakang yanag ada (latar belakang keluarga, pendidikan,
status sosial ekonomi),serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya.
b. Tujuan khusus
Tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran tujuan umum
tersebut yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami individu
yang bersangkutan, sesuaidengan kompleksitas permasalahan itu. Masalah yang
dihadapi individu sangat beragam,memiliki intensitas yang berbeda- beda serta
bersifat unik. Dengan demikian maka tujuan khusus bimbingan dan konseling untuk
tiap- tiap individu bersifat unik pula, artinya tujuan bimbingan dan konseling untuk
individu yang satu dengan individu yang lain tidak boleh disamakan.
Menurut George dan Christiani (1981: 9) tujuan konseling adalah:
a) Membantu mengubah perilaku
b) Meningkatkan kemampuan individu dalam membina dan memelihara
hubungan.
c) Meningkatkan efektifitas dan kemampuan klien.

38
d) Mengembangkan proses pengembangan pengambilan keputusan, dan
meningkatkan potensi dan pengembangan individu
Semua siswa memilikikebutuhan untuk mengembangkan pemahaman diri,
serta pemahaman dan apersepsi terhadap individu yang hidup di dunia ini. Di
dalam suatu masyarakat yang majemuk individu harus memperoleh informasi dan
memberikan respon yang tepat. Bimbingan perkembangan didasarkan atas suatu
premis bahwa penghargaan yang positif terhadap martabat manusia merupakan suatu
yang esensial dalam masyarakat yang saling bergantung (interdependent society),
seperti sekarang ini. Agar mencapai tujuan-tujuan ini, setiap orang yang terlibat dalam
program bimbingan dan konseling ini harus berupaya mencapai tujuan berikut ini,
yaitu semua siswa dapat:
1. Mengalami perasaan positif dari interaksi dengan teman sebayanya, gurunya,
orang tua dan orang dewasa lainnya.
2. Memperoleh makna pribadi dari aktivitas belajarnya.
3. Mengembangkan dan memelihara perasaan positif terhadap dirinya, terhadap
kekhasan nilai yang dimilikinya serta dapat memehami dan menghubungkan
perasaannya.
4. Menyadari akan pentingnya nilaiyang dimiliki dan mengembangkan nilai-nilai
yang konsisten dengan kebutuhan hidup dalam masyarakat yang majemuk.
5. Mengembangkan dan memperkaya ketrampilan studi untuk memaksimumkan
kecakapan yang dimilikinya.
6. Belajar tentang berbagai ketrampilan yang diperlukan untuk hidup yang lebih
baik dalam perkembangan yang wajar dan dalam memecahkan masalah-
masalah yang mungkin dihadapinya.
7. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilanpenyusunan tujuan,perencanaan
dan pemecahaan masalah.
8. Mengembangkan sikap-sikap positif terhadap kehidupan.
9. Menunjukan tanggung jawab terhadap tingkah lakunya.
10. Bekerja dengan orang tua dalam berbagai program yang terencana untuk
membantu anak mengembangkan sikap dan ketrampilan yang dapat
memperkaya kemampuan akademik dan kemampuan sosial anaknya.
11. Bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memperkaya aktivitas belajar
anak.

39
Tujuan-tujuandiatas adalah memberikan kemudahan pada siswa
SD.Asumsinya bahwa misi dasar dan tujuan utama pendidikan sekolah adalah untuk
membelajarkan siswa.Oleh sebab itu bimbingan dan konseling merupakan bagian dari
proses pendidikan maka seluruh aktivitas bimbingan harus diarahkan pada
pembelajaran siswa. Tujuan bimbingan dan konseling adalah membantu individu
dalam mencapai:
a. Kebahagiaanhidup pribadi sebagai mahluk Tuhan
b. Kehidupan yang produktif dan efektif dalam masyarakat
c. Hidup bersama dengan individu-individu lain
d. Harmoni antara cita-cita mereka dengan kemampuan yang dimiliki
2.3Fungsi Bimbingan dan Konseling
Fungsi bimbingan dan konseling adalah hal-hal yang terkait dengan aktifitas yang
dilakukan dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah.Berkaitan
dengan hal tersebut maka banyak ahli yang memberikan rumusan tentang fungsi
bimbingan dan konseling di sekolah pada umumnya. Pendapat yang dikemukakan para
ahli tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Prayitno dan Amti E mengatakan fungsi bimbingan dan konseling adalah:
 Fungsi pencegahan
 Fungsi pengentasan
 Fungsi pemeliharaan dan pengembangan
2. Menurut Nurisan A J bimbingan memiliki empat fungsi yaitu:
 Fungsi pengembangan
 Fungsi penyaluran
 Fungsi adaptasi
 Fungsi penyesuaian
3. Tohirin menyebutkan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling memiliki fungsi:
 Fungsi pencegahan ( preventif )
 Fungsi pemahaman
 Fungsi pengentasan
 Fungsi pemeliharaan
 Fungsi penyaluran
 Fungsi penyesuaian
 Fungsi pengembangan
 Fungsi perbaikan

40
 Fungsi advokasi
4. Fakih A R menyatakan bahwa fungsi kegiatan bimbingan dan konseling islami ada
empat macam, yaitu:
 Fungsi prefentif
 Fungsi korektif
 Fungsi preservative
 Fungsi pengembangan (developmental)
5. Hallen A menyebutkan fungsi bimbingan dan konseling di sekolah ada lima
macam, yaitu:
 Fungsi pemahaman
 Fungsi pencegahan
 Fungsi pengentasan
 Fungsi pemeliharaan
 Fungsi pemeliharaan dan pengembangan
 Fungsi advokasi
6. Nurihsan AJ dan Sudianto menegaskan khusus fungsi bimbingan dan konseling di
Sekolah Dasar ada empat macam, yaitu:
 Fungsi pemahaman
 Fungsi penyaluran
 Fungsi adaptasi
 Fungsi penyesuaian
Berdasarkan pendapat dari para ahli diatas memiliki persamaan yaitu:
 Fungsi pemahaman
 Fungsi penyaluran
 Fungsi adaptasi
 Fungsi penyesuaian
Dari sejumlah fungsi bimbingan dan konseling yang telah dikemukakan oleh
masing-masing ahli itu dapat dikemukakan beberapa fungsi umum bimbingan dan
konseling yaitu:
1. Fungsi Pemahaman
Hal yang pertama dan paling awal harus dilakukan oleh pembimbing adalah
mengetahui siapa dan bagaimana individu yangdibimbing itu. Mengetahui siapa dan
bagaimana individu siswa yang dibimbing itu berarti berusaha mengungkapkan dan
memahami apa masalah dan kesulitan yang dihadapinya,apa dan bagaimana kekuatan-

41
kekuatan dan kelemahan-kelemahan.Halini diperoleh melaluiberbagai keterangan
tentang diri siswa yang bersangkutan, baik dengan menggunakan alat atau prosedur
yang sudah baku (standardized) maupun yang belum baku.
2. Fungsi Pencegahan
Pelayanan bimbingan dan konseling harus memiliki fungsi pencegahan, yaitu
penciptaan suatu suasana agar pada diri siswa tidak timbul berbagai masalah yang
dapat menghambat proses belajar dan perkembangannya. Untuk menjalankan fungsi
ini kiranya suatu program bimbingan yang terencana dan terarah perlu ditempuh
sehingga segala sesuatu yang dapat menghambat pencapaian tujuan pendidikan,
seperti kesulitan belajar, kekurangan informasi, masalah-masalah ketertiban sekolah,
dan masalah sosial lainnya dapat di hindari.
3. Fungsi pemecahan (pemberian bantuan)
Walaupun berbagai upaya telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya tetapi
masih terjadi juga masalah pada diri siswa, maka dalam hal ini diperlukan adanya
upaya pemberian bantuan pemecahan masalah yang disebut Fungsi pemecahan atau
bantuan. Dalam hal ini, diperlukan agar masalah-masalah yang dialami siswa dapat
teratasi sesegera mungkin.Fungsi pemecahan merupakan usaha sekolah untuk
mengatasi berbagai masalah atau kesulitan yang dialami siswa dalam proses belajar di
sekolah. Masalah-masalah yang dialami siswa itu dapat berupa sikap dan kebiasaan
yang buruk dalam belaiar kesulitan dalam menangkap isi pelajaran, kurang motif
dalam belajar, tidak dapat menyesuaikan diri secara baik denganteman-temannya,
masalah kesehatan, dan sebagainya.Fungsi pemecahan ini dapatdiselenggarakan oleh
konselor atau guru sesuai dengan jenis dan sifat dari kesulitan yang dialami oleh
siswa.
4. Fungsi pengembangan
Pelayanan bimbingan dan konseling bukan sekadar mengatasi kesulitan yang
dialami siswa melainkan juga berupaya agar siswa dapat mengembangkan segenap
potensi yang dimilikinya. Fungsi ini dapat dilakukan antara lain dengan menyalurkan
bakat, kemampuan, dan minat, serta cita-cita siswa dengan menyediakan berbagai
kegiatan di di sekolah seperti kegiatan olah raga, kesenian, kelompok-kelompok studi
tertentu, karyawisata, palang merah remaja, pramuka, dan kelompok pencinta alam.
2.4Jenis dan Bentuk Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling dapat diterapkan di berbagai jenjang pendidikan
mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Dilihat dari sejarahnya,

42
bimbingan dan konseling mulai dilaksanakan secara resmi dalam sistem pendidikan di
Indonesia sejak diberlakukannya Kurikulum 1975.Di dalam Kurikulum 1975 tersebut
bimbingan ditempatkan sebagai salah satu komponen dalam sistem pendidikan yang
secara khusus menangani bidang pembinaan pribadi siswa.Secara keseluruhan, sistem
pendidikan tersebut meliputi bidang adminsitrasi dan supervisi, bidang pembelajaran,
dan bidang pembinaan pribadi siswa.Dapat dikatakan, bimbingan merupakan bagian
integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan.Ketiga komponen pendidikan
tersebut secara bersama-sama bekerja untuk mendorong terjadinya perkembangan
yang optimal bagi setiap siswa.Kurikulum 1975 menjadi tonggak sejarah bagi
dilaksanakannya bimbingan di sekolah, mulai dari dari jenjang TK/SD sampai
SMA/SMK (Munandir, 1996).
Kebutuhan akan layanan bimbingan di sekolah dasar bertolak dari kebutuhan
dan masalah perkembangan siswa, temuan lapangan (Sunaryo Kartadinata, 1992;
Sutaryat Trisnamansyah dkk, 1992) menunjukkan bahwa masalah-masalah
perkembangan siswa sekolah dasar menyangkut aspek perkembangan fisik, kognitif,
pribadi dan sosial. Masalah-masalah perkembangan ini memunculkan kebutuhan akan
layanan bimbingan di sekolah dasar.
Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling di SD
Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, bidang Bimbingan dan Konseling
(2004) dinyatakan bahwa kerangka kerja layanan BK dikembangkan dalam suatu
program BK yang dijabarkan dalam empat kegiatan utama yaitu:
1. Layanan Dasar Bimbingan
Layanan dasar bimbingan adalah bimbingan yang bertujuan untuk
membantu seluruh siswa dalam mengembangkan perilaku efektif dan
ketrampilan-ketrampilan hidupyang mengacu padatugas-tugas
perkembangan siswa.
2. Layanan Responsif
Layanan responsif adalah layanan bimbingan yang bertujuan untuk
membantu memenuhi kebutuhan yang dirasakan sangat penting oleh siswa
saat ini.Layanan ini lebih bersifat preventik atau mungkin kuratif.Stategi
yang digunakan adalah konseling individual, konseling kelompok dan
konsultasi. Isi layanan responsif adalah :

Ø Bidang pendidikan Ø Bidang karir

43
Ø Bidang belajar Ø Bidang tata tertib
Ø Bidang sosial Ø Bidang pribadi dll.

3. Layanan Perencanaan individual


Layanan perencanaan individual adalah layanan bimbingan yang
membantu seluruh siswa dan mengimplementasikan rencana-rencana
pendidikan, membantu siswa memantau pertumbuhan dan memahami
perkembangan sendiri.
4. Dukungan Sistem
Dukungan system adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan
memantapkan, memelihara dan meningkatkan program bimbingan secara
menyeluruh.Hal itu dilaksanakan melalui pengembangan profesionalitas,
hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf ahli/penasehat,
(Thomas Elis, 1990).
Adapun menurut Prayitno, menjelaskan bahwa layanan bimbingan dan konseling
mencakup sepuluh jenis layanan antara lain:
1. Layanan Orientasi
Layanan orientasi adalah layanan konseling yang memungkinkan klien
memahami lingkungan yang baru dimasukinya untuk mempermudah dan
memperlancar berperannya klien dalam lingkungan baru tersebut. Untuk
lingkungan sekolah misalnya, materi layanan orientasi yang mendapat penekanan
adalah:
a) Layanan orientasi dalam bidang bimbingan pribadi, meliputi:
 Fasilitas penunjang ibadah keagamaan yang ada di sekolah
 Hak dan kewajiban siswa
 Fasilitas penunjang seperti sarana olah raga dan rekreasi, pelayanan
kesehatan, pelayanan bimbingan dan konseling, kafetaria, dan tata
usaha
b) Layanan orientasi dalam bidang bimbingan sosial, meliputi:
 Suasana kehidupan dan tata krama tentang hubungan sosial disekolah
baik dengan teman, guru wali kelas maupun staf sekolah lainnya
 Organisasi orang tua dan guru

44
 Organisasi siswa
 Organisasi sekolah secara menyeluruh
 Adanya bimbingan sosial bagi para siswa
c) Layanan orientasi dalam bidang bimbingan belajar, meliputi:
 Sistem penyelenggaraan pendidikan pada umumnya
 Kurikulum yang ada
 Sistem penilaian, ujian, dan kenaikan kelas.
 Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, jadwal pelajaran, guru-guru
setiap mata pelajaran
 Kegiatan belajar yang dituntut dari siswa
 Adanya pelayanan bimbingan belajar bagi para siswa
 Fasilitas dan sumber belajar yang ada, seperti ruang kelas,
laboratorium, perpustakaan, ruang praktek, dan sebagainya.
d) Layanan orientasi dalam bidang bimbingan karir, meliputi:
 Peran bimbingan dan konseling serta pelacakan karir di SD
 Pelaksanaan bimbingan karir untuk siswa SD
 Kegiatan yang diharapkan dari siswa dalam pelaksanaan bimbingan
karir
2. Layanan Informasi
Layanan informasi adalah layanan konseling yang memungkinkan klien
menerima dan memahami berbagai informasi yang dapat dipergunakan sebagai
bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan klien.
3. Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan penempatan dan penyaluran adalah layanan konseling yang
memungkinkan klien memperoleh penempatan dan penyaluran yang sesuai
dengan bakat dan kemampuan masing-masing.
Layanan penempatan dan penyaluran didahului oleh pengungkapan kondisi fisik
siswa yang meliputi:
a. Keadaan panca indra
b. Ukuran badan
c. Jenis kelamin
d. Keadaan fisik lainnya
e. Kemampuan akademik, kemampuan berkomunikasi,bakat dan minat

45
f. Kondisi psikofisik seperti terlalu banyak gerak, cepat lelah
4. Layanan Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan yang
penting diselenggarakan di sekolah.
5. Layanan Penguasaan Konten
Layanan penguasaan konten adalahlayanankonseling yang memungkinkan
klien mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar yang
baik, materi pelajaran yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya,
serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya.
6. Layanan Konseling Individual
Layanan konseling individual adalah proses belajar melalui hubungan
khusus secara pribadi dalam wawancara antara seorang konselor dan seorang
konseli/klien.
7. Layanan Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok dimaksud untuk mencegah perkembangan masalah
atau kesulitan pada diri konseli/klien.
8. Layanan Konseling Kelompok
Layanan konseling kelompok pada dasarnya adalah layanan konseling
perorangan yang dilaksanakan dalam suasana kelompok.
9. Layanan Konsultasi
Pengertian konsultasi dalam program BK adalah sebagai proses penyediaan
bantuan teknis untuk konselor, orang tua, administrator dan konselor lainnya
dalam mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang membatasi efektifitas
siswa atau sekolah.
10. Layanan Mediasi
Layanan mediasi adalah layanan konseling yang memungkinkan
permasalahan atau perselisihan yang dialami klien dengan pihak lain dapat
teratasi dengan konselor sebagai mediat

46

You might also like