Professional Documents
Culture Documents
6.gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Di Kabupaten Bantul
6.gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Di Kabupaten Bantul
DI KABUPATEN BANTUL
Kamsih Astuti
Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Abstract
Smoking is one of health high risking behavior that increasingly did by adolescent, even
tend to begin at younger age. This research addressed to describe the description of
smoking behavior in adolescent. The subjects in this research are Junior High school
students in Bantul Regency. The descriptive results showed that those subjects were 12 –
17 years old that first smoked at 8 – 14 years old, as experimental smoker and heavy
smoker. This description was useful to formulate the right strategic to overcome the smoking
problem on adolescent.
Keyword: Smoking, adolescent
Abstrak
Merokok sebagai salah satu bentuk perilaku berisiko kesehatan semakin banyak
dilakukan oleh kelompok usia remaja, bahkan terdapat kecenderungan usia merokok
semakin lama semakin muda. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan
gambaran mengenai perilaku merokok pada remaja. Penelitian melibatkan subjek remaja
yang merokok, tercatat sebagai siswa Sekolah Menengah Pertama di wilayah Kabupaten
Bantul. Hasil analisis deksriptif menunjukkan bahwa usia subjek berkisar antara 12 –
17 tahun, usia pertama kali merokok bervariasi mulai 8 – 14 tahun, termasuk dalam
kategori perokok eksperimen dan sering merokok. Pengetahuan mengenai gambaran
perilaku merokok pada remaja ini bermanfaat untuk merumuskan strategi yang tepat
untuk pengatasan masalah merokok bagi remaja.
Kata kunci: merokok, remaja
Merokok biasanya dimulai pada usia merokok untuk meningkatkan harga dirinya
muda yang dalam tahapan perkembangan ter- karena diyakini merokok dapat meningkatkan
masuk dalam masa remaja. Dimulainya peri- citra dirinya, seperti membuatnya tampak
laku merokok pada masa remaja ini tidak lebih matang,lebih kalem dan sebagainya. Hal
terlepas dari karakteristikkhas pada remaja. ini didasarkan pada keyakinan bahwa me-
Santrock (2005) menyebutkan bahwa rokok dapat memberikan citra positif pada
kecenderungan remaja untuk mencari sensasi, pelakunya. Merokok dianggap sebagai salah
suka mencoba-coba serta adanya anggapan satu cara untuk menjaga berat badan atau
bahwa remaja tidak mudah terkena penyakit diet, bahkan menurut Piper, Piasecki,
serta hal-hal negatif lain terkaitdengan peri- Federman, Bolt (2004) merokok merupakan
laku berisiko satu di antaranya adalah mero- salah satu motif untuk kecanduan terhadap
kok. Adanya ciri-ciri khas di atas akan men- rokok. Pada saat ini terdapatkeyakinan yang
jadikan remaja sebagai kelompok berisiko berkembang di antara perempuan bahwa
untuk perilaku-perilaku berisiko kesehatan daya tarik fisik salah satunya ditentukanoleh
salah satu diantaranya adalah merokok. bentuk tubuh yang tinggi langsing (Baron &
Selain itu perilaku merokok pada remaja ber- Byrne, 2005). Pada perempuan merokok di-
hubungan dengan berbagai perilaku berisiko anggap sebagai salah satu cara untuk diet ka-
kesehatan lain seperti perilaku seks berisiko, rena salah satu efek nikotin adalah dapat me-
penggunaan alkohol dan zat adiktif lain nekan rasa lapar (Sarafino & Smith, 2011).
(Basen-Engquist, Edmunson, Parker, 1996). Menurut Davison dan Neale (2001)
Di samping adanya fase negatif yang untuk menjadi seorang pecandu rokok terjadi
terjadi pada masa remaja perilaku merokok dalam beberapa tahap, diawali dengan
pada remaja juga terkait dengan banyak adanya sikap positif terhadap merokok,
faktor. Menurut CDC (www.cdc.gov/ kemudian menjadi perokok secara eksperi-
tobacco/data_statistics/Factsheets/ mentas, dilanjutkan dengan perokok secara
youth_tobacco.htm) perilaku merokok pada regular, kemudian perokok berat sampai
usia muda berhubungan dengan statussosial akhirnya menjadi kecanduan rokok. Sikap
ekonomi rendah, penggunaan dan penerima- positif terhadap perilaku merokok merupakan
an rokok pada saudara dan kelompok se- keyakinan bahwa merokok akan memberikan
baya, persepsi bahwa merokok sebagai hal konsekuensi positifbagi individu. Sikap positif
yang normatif, prestasi akademik rendah dan terhadap merokok dapat terbentuk sebagai
rendahnya ketrampilan menolak pengaruh hasil pengamatan terhadap perilaku merokok
sosial untuk merokok, harga diri atau citra dari orang-orang di sekitar. Adanya sikap
diri rendah, keyakinan adanya keuntungan positifini akan mendorong remaja untuk men-
dengan merokok dan rendahnya efikasi diri. coba merokok, mengingat karakteristik
Dalam perspektif perkembangan remaja yang senang mencoba-coba dan
(Steinberg, 2002) proses individuasi dan mencari tantangan(Davison & Neale, 2001).
pembentukan identitas diri merupakan hal Perilaku mencoba merokok dapat berkem-
penting pada remaja. Remaja mulai mengem- bang menjadi pemakaian secara regular
bangkan penilaian atas kualitas dirinya dalam karena di dalam rokok terkandung nikotin
interaksinyadengan keluarga, teman sekolah, yang bersifat adiktif. Nikotin merupakan zat
dan orang-orang di sekitarnya. Dalam bebe- psikoaktifyang merangsang serta memotivasi
rapa studi ditemukan bahwa permulaan perokok untuk selalu merokok (Aditama
merokok berhubungan dengan harga diri dkk, 1998). Jika nikotin telah masuk ke da-
yang rendah. Pada beberapa remaja, mereka lam tubuh maka tubuh senantiasamembutuh-
kan nikotin dan itu akan terpenuhi dengan yang dihisap setiap hari semakin berat peri-
jalan mengkonsumsi rokok. Jadi perokok laku merokok seseorang. Tahapan merokok
reguler dapat berkembang menjadi perokok juga didasarkan pada intensitas perilaku
berat untuk memenuhi kebutuhan nikotin merokok yang dilihat dari alasan seseorang
dalam tubuh. Adanya toleransi terhadap merokok. Intensitas merokok tinggi ditun-
nikotin akan meningkatkan kebutuhan tubuh jukkan dengan adanya kecanduan terhadap
akan nikotin untuk mendapat efek yang efek nikotin yang terkandung dalam rokok
diinginkan. Kondisi ini akan berlanjut pada yang ditandai oleh adanya ketergantungan
munculnya kecanduan atau ketergantungan baik secara fisiologis maupun psikologis.
akan rokok, yaitu keadaan apabila seseorang Teori atau konsep tahapan merokok ini
menghentikan perilaku merokok yang biasa memiliki implikasi terhadap upaya-upaya
dilakukan akan mengalami gejala putus zat pencegahan perilaku merokok. Strategipre-
(Joewana, 2005). vensi primer lebih ditekankan pada tahap per-
Prabandari (2005) membedakan kategori siapan dan tahap mencoba, sedangkan pre-
merokok sebagai non perokok, perokok vensi sekunder lebih ditekankan pada tahap
eksperimen, dan perokok sering. Non pe- eksperimental dan penggunaan secara teratur
rokok adalah orang yang sama sekali tidak (Flay, dalam Lloyd-Richardson, Papando-
pernah merokok meskipun hanya satu hisa- natos, Kazura, Stanton, & Niaura, 2002).
pan, perokok eksperimen adalah orang per- Merokok memberikan konsekuensi yang
nah mencoba merokok meskipun hanya satu signifikan baik terhadap kesehatan fisik,
hisapan atau merokok 1-3 batang dalam 30 psikologis serta ekonomis. Dampak merokok
hari terakhir tetapitidak merokok dalam 24 terhadap kesehatan telah diketahui secara
jam atau 7 hari terakhir. Adapun orang yang luas. Merokok berakibat terhadap 25%
dikategorikansebagai sering merokok apabila kematian akibat penyakit jantung koroner,
merokok 4 batang atau lebih dalam 30 hari 80% kasus penyakit saluran pernafasan
terakhir dan merokok paling tidak satu batang kronis, 90% kematian akibat kanker paru,
dalam 24 jam atau 7 hari terakhir. serta memiliki kontribusi terhadap berkem-
Berdasarkan uraian di atas perilaku me- bangnya kanker laring, mulut, dan pankreas,
rokok dibedakan dalam beberapa tahapan, serta kanker paru pada perokok pasif
mulai dari tahap awal sampai menjadi (Bennet & Murphy, 1997). Rokok mengan-
pecandu. Interval waktu dari tahap percobaan dung berbagai zat kimia beracun yang menye-
awal sampai penggunaan secara teraturrata- babkan berbagai gangguan fisik seperti
rata 2 atau 3 tahun atau bahkan lebih lama impotensi, kanker, gangguan jantung, dan
terutama apabila rentang waktu percobaan gangguan pernafasan seperti sesak nafas, pe-
pertama dan kedua lebih lama. Dengan demi- nyakit paru obstruktif kronis seperti bron-
kian apabila pada anak-anak perlu waktu 2- khitis dan emfisema, serta gangguan kehamil-
3 tahun untuk menjadi perokok secara teratur an pada wanita (Insel, Roth, Rollin, &
maka masa remaja (usia SMP dan SMU) Peterson, 1986). Hal yang lebih penting lagi
merupakan masa yang penting untuk upaya adalah akibat rokok yang tidak hanya dirasa-
pencegahan menjadi perokok (Sarafino & kan oleh si perokok, melainkan juga harus
Smith, 2011). ditanggung oleh orang-orang yang ada di
Kesimpulan dari uraian di atas adalah sekitarnya (perokok pasif). Perokok pasif
bahwa kategori atau tahapan merokok di- yang tinggal bersama perokok memiliki risiko
dasarkan pada jumlah rokok yang dikonsumsi lebih tinggi terkena penyakit kronis (Emmons
setiap hari, semakin banyak jumlah rokok dkk, 1994). Di samping itu merokok dapat
menimbulkan efek adiksi akibat adanya 2003; Astuti,2004a). Menurut Shiffman dan
nikotin yang terkandung dalam rokok. Saat Balabanis (Degruy, Dickinson, Staton, &
ini kecanduan nikotin telah dimasukkan seba- Weiss, 2002) prevalensi merokok di antara
gai salah satu bentuk gangguan terkaitdengan orang-orang yang kecanduan alkohol sebesar
substansi dan sudah tercantum dalam DSM 80-95%, juga diestimasi bahwa 30%
IV-R. Gangguan penggunaan nikotin dinilai perokok diperkirakan sebagai alkoholik.
sebanding dengan obat-obat berbahaya Lebih lanjut dijelaskan bahwa remaja yang
lainnya karena nikotin juga dapat menimbul- merokok 3 kali kemungkinan untuk meng-
kan pola ketergantungan, toleransi dan gunakan alkohol dan kemungkinan para
withdrawal (Durran & Barlow, 2003). perokok menjadi alkoholik 10 kali lebih besar
Secara psikologis merokok sering di- daripada non perokok. Perokok pada
anggap sebagai salah satu cara untuk menum- kelompok remaja perlu mendapat perhatian
buhkan afeksi positif, menimbulkan efek khusus karena remaja merupakan kelompok
relaksasi, menghilangkan kecemasan, menim- rentan karena potensial untuk menjadi pero-
bulkan ketergantungan psikologis untuk kok jangka panjang (Soerojo, 2004).
mengatur keadaan emosinya (Tomkins dalam Secara ekonomis merokok merupakan
Sarafino & Smith, 2011). Meskipun terdapat kegiatan pemborosan karena perokok akan
keuntungan psikologis yang dirasakan tetapi menghamburkan uang setiap hari minimal Rp
cara-cara ini bukanlah cara yang adaptif 12.000, (diasumsikan harga rokok Rp. 600
untuk pengatasan masalah. Keuntungan psi- per-batang), sehingga pengeluaran per bulan
kologis yang diperoleh tidak sebanding untuk rokok mencapai Rp. 360.000. Setiap
dengan risiko kesehatan fisik yang akan tahun orang akan kehilangan dana sebesar
dialami. Karena biaya kesehatan yang harus Rp. 4.320.000 dan mengurangi pendapatan
dikeluarkan untuk pengobatan penyakit keluarga sekitar 25% untuk belanja rokok
akibat merokok jauh lebih besar dibanding- (Republika, 2005). Dalam lingkup negara
kan biaya untuk membeli rokok itu sediri. meskipun nampaknya negara diuntungkan
Selain itu merokok juga terkait dengan dengan adanya cukai rokok yang diterima
munculnya kebiasaan-kebiasaan yang tidak setiap tahun mencapai 10 triliun tetapidi sisi
menguntungkan bagi kesehatan, seperti lain setiap tahun negara kehilangan dana
konsumsi obat-obatterlarang, minuman ber- sekitar 30 triliun rupiah untuk biaya pengo-
alkohol (Astuti,2004a), serta berkurangnya batan penyakit akibat merokok (Republika,
aktivitasfisik sebagai pengisi waktu luang 2005). Tingginya perilaku merokok juga
(French, Henrikus, & Jeffrey,1996). berpengaruh terhadap biaya perawatan
Inisiasi merokok pada usia-usia awal ini kesehatan. Menurut estimasi Bank Dunia, di
lebih berbahaya daripada penggunaan awal negara-negara dengan income yang tingi
pada usia-usia yang lebih tua karena pada perbandingan biaya perawatan kesehatan
umumnya akan menjadi prediktor bagi akibat perilaku merokok dengan biaya pera-
sejumlah problem pada remaja seperti putus watan kesehatan tahunan adalah 6-15% : 1%
sekolah, perilaku seks tidak sehat, dan deli- (WHO Report, 2002). Besarnya perbedaan
kuensi. Selain itu merokok merupakan pintu ini menunjukkan bahwa merokok memberi-
gerbang pertama untuk penyalahgunaan kan konsekuensi biaya kesehatan yang tinggi.
obat-obatan (Steinberg, 2002). Sejumlah Memperhatikan demikian buruknya
studi krosseksional menunjukkan bahwa me- dampak merokok bagi kesehatan, upaya
rokok berhubungan dengan penggunaan mencegah remaja menjadi perokok menjadi
alkohol dan obat-obatan(Sequera & Brook, hal yang sangat penting untuk meningkatkan
Tabel 1
Deskripsi sampel peneliatian
Usia subjek
12 th 13 th 14 th 15 th 16 th 17 th Jml
Kategori
Perokok L 1 16 38 24 - - 79
eksperimen P 1 4 3 1 - 9
merokok
Perokok sering 16 52 26 5 1 100
Jumlah 1 33 94 53 6 1 188
Tabel 2.
Deskripsi data subjek perokok berdasarkan kelas
Kelas
VIII IX Jml
Kategori
Perokok L 29 50 79
eksperimen P - 9 9
merokok
Perokok sering 44 56 100
Jumlah 73 115 188
Alatukur yang digunakan dalam penelitian ngacu pada Prabandari (2005) untuk mem-
ini, yaitu skala perilaku merokok yang me- bedakan kategori merokok sebagai non
perokok, perokok eksperimen, dan perokok Angket ini terdiri dari satu aitem yang me-
sering. nanyakan siapa saja anggota keluarga yang
Angket Perilaku Merokok pada Teman saat ini merokok. Angket ini mengacu pada
Sebaya. Angket ini mengacu pada Peer’s Prabandari (2005). Skor 1 untuk satu anggota
Substance Use dari Will & Cleary (1999), keluarga yang merokok, skor 2 untuk dua
terdiri dari empat pertanyaanuntuk mengung- anggota keluarga yang merokok, serta skor
kap banyaknya teman dekat seusia subjek 3 untuk tiga anggota keluarga yang merokok.
yang setiap hari merokok dalam waktu satu
bulan terakhir. Skor berkisar antara 0 sampai Hasil dan Diskusi
4. Skor 0 jika tidak memiliki teman dekat
sebaya subjek yang merokok, skor 1 jika Subjek penelitian adalah 188 siswa yang
memiliki 1-2 teman dekat sebaya subjek yang merokok terdiri dari 179 laki-laki dan 9
merokok, skor 2 untuk 3-4 teman dekat se- perempuan. Dilihat dari status merokoknya
baya subjek yang merokok, skor 3 untuk 5- dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu,
6 teman dekat sebaya yang merokok dan perokok eksperimen sebanyak 88 orang,
skor 4 jika memiliki lebih dari 6 teman dekat dan perokok sering berjumlah 100 orang.
sebaya subjek yang merokok. Semakin tinggi Sembilan subjek perempuan yang merokok
skor menunjukkan semakin banyak teman kesemuanya termasuk dalam kategori pero-
sebaya subjek yang merokok. kok eksperimen. Deskripsi subjek perokok
berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 3.
Angket Perilaku Merokok Keluarga.
Tabel 3.
Deskripsi data subjek perokok berdasarkan usia
Usia subjek
12 th 13 th 14 th 15 th 16 th 17 th Jml
Kategori
Perokok L 1 16 38 24 - - 79
Eksperimen P 1 4 3 1 - 9
merokok
Perokok 16 52 26 5 1 100
sering
Jumlah 1 33 94 53 6 1 188
Dari Tabel di atas terlihatbahwa perilaku bukan hanya sekedar pemenuhan rasa ingin
merokok pada remaja masih didominasi oleh tahu dan perilaku mencoba-coba. Merokok
remaja laki-laki, adapun remaja perempuan telah menjadi hal yang sering dilakukan dalam
meskipun ada yang merokok tetapi sedikit keseharian remaja.
jumlahnya (4,25% dari keseluruhan subjek Berdasarkan kelasnya dapat diketahui
yang merokok). Jumlah remaja yang masuk bahwa subjek berasal dari klas VIII se-
dalam kategori sering merokok lebih tinggi banyak 73 siswa dan klas IX sebanyak 115
dari pada jumlah remaja yang masuk dalam siswa. Adapun deskripsi subjek yang mero-
kategori perokok eksperimen, ini menunjuk- kok berdasarkan klas dapat dilihat pada
kan bahwa perilaku merokok pada remaja Tabel 4.
Tabel 4.
Deskripsi data subjek perokok berdasarkan kelas
Kelas
VIII IX Jml
Kategori
Perokok L 29 50 79
eksperimen P - 9 9
merokok
Perokok sering 44 56 100
Jumlah 73 115 188
Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 73 rokok ringan adalah individu yang meng-
siswa klas VIII yang merokok 29 termasuk konsumsi rokok kurang dari 5 batang perhari.
dalam kategori perokok eksperimen dan 44 Subjek yang termasuk dalam kategori ini
siswa termasuk perokok sering. Pada siswa tidak menunjukkan adanya tanda-tandame-
klas IX, 115 siswa yang merokok dibedakan ngalami kecanduan nikotin. Dorongan untuk
menjadi perokok eksperimen sebanyak 57 merokok lebih merupakan respon terhadap
siswa dan perokok sering sebanyak 58 siswa. isyarat dan situasi sosial (Presson, Chassin,
Siswa perempuan yang merokok kesemua- & Sherman, 2002). Dengan demikian meski-
nya adalah siswa klas IX dan termasuk dalam pun subjek berasal dari kelas VIII dan IX
kategori perokok eksperimen. Dilihat dari tetapidalam hal perilaku merokoknya masih
jumlah rokok yang dikonsumsi diketahui terdapat pada kelompok yang sama.
bahwa subjek mengkonsumsi rokok ber- Dilihat dari usia pertama kali merokok
variasi antara 1-3 batang perhari dan 4-6 ba- terlihat bahwa usia pertama kali merokok
tang perhari. Banyaknya rokok yang dikon- bervariasi, dengan usia mulai merokok ter-
sumsi perhari ini menunjukkan bahwa subjek muda 8 tahun dan tertua 14 tahun. Secara
termasuk dalam kategori perokok ringan. ringkas usia pertama kali subjek merokok
Menurut Shiffman (dalam Zhu, Sun, terdiskripsi pada Tabel 5.
Hawkins, Pierce, & Cummins, 2003) pe-
Tabel 5
Usia pertama kali subjek merokok
Usia pertama kali subjek Merokok (tahun)
8 9 10 11 12 13 14 Total
Jenis Laki-laki 13 14 20 36 50 25 21 179
Kelamin Perempuan - - - 1 - 5 3 9
Total 13 14 20 37 50 30 24 188
kesehatan melalui seminar dan diskusi and policy. Thousand Oaks :Sage
sebagai alternatif penanggulangan Publication.
perilaku merokok pada remaja pelajar Smet, B., (1994). Psikologi kesehatan.
SLTA di Kodya Yogyakarta, Thesis Jakarta: PT Grasindo.
(tidak diterbitkan).Yogyakarta: Pro- Soerojo, W. (2004). Telaah fakta tembakau
gram Pasca Sarjana Universitas Ga- Indonesia: Data empiris untuk strategi
djah Mada. nasional penanggulangan masalah tem-
Prabandari, Y. S., (2005). Smoking ino- bakau dalam Seri 7 Diskusi kepemim-
culation program to prevent the uptake pinan penanggulangan masalah
of smoking among junior high school tembakau. Jakarta. Juni 2004.
student in Yogyakarta Municipality. Steinberg, L. (2002). Adolescence. Sixth
Indonesia. A Thesis Submitted for the edition. Boston: McGraw Hill
Degree of Doctor of Philosophy.
Tilleczek, K.C & Hine, D.W (2006) The
New Castle: School of Medical Pra-
Meaning of smoking as health and
ctices and Population Health. Faculty
social risk in adolescence. Journal of
of Health Sciences The University of
Adolescence. 29. 273-287.
Newcastle.
USDHHS. (1994). Preventing tobacco use
Presson, C. C., Chassin, L. & Sherman, S.J.
among young people: A report of the
(2002). Psychosocial antecedents of
surgeon general. Atlanta:US Depart-
tobacco chipping. Health Psycho-
ment of Health and Human Services.
logy. 21. 4. 384-392.
WHO (2001). Mental health: New under-
Republika (2005). Bersama satgas memburu
sanding, new hope. WHO Report,
perokok sembarangan, 23 November
Geneva: WHO Library Cataloguing in
2005.
Publication Data.
Santrock, (2005) Adolescence. New York:
WHO Indonesia (2002). Program penga-
John Wiley and Sons
wasan, pencegahan, dan penanggula-
Sarafino, E. P.& Smith, T.W, (2011). Health ngan terhadap penyakit tidak menular
psychology: biopsychosocial inter- http://www.who.or.id/indo. diakses
action. New York: John Willey and 15 Juni 2005.
Sons.
Wills, T. A., & Cleary, S. D., (1999) Peer and
Sheeran, P., Conner, M., & Norman, P. adolescent substance use among 6th-9th
(2001). Can the theory of planned Be- graders: Latent growth analyses of
havior explain patterns of health be- influence versus selection mechanism.
havior change?. Health Psychology. Health Psychology, 5, 453 – 463.
20. 1. 12-19.
Wills, T.A., Sandy, J.M.,& Yaeger, A.M.,
Sheridan, C. L., & Radmacher, C. H., (2002). Stress and smoking in adoles-
(1992). Health psychology. New cence: A testof directional hypotheses,
York: John Willey and Son. Health Psychology. 21. 2. 122-130.
Shiffman, S. (1993). Assesing smoking Zhu,S., Sun, J., Hawkins, S., Pierce, J. &
pattern and motives. Journal of Con- Cummins, S. (2003). A population
sulting and Clinical Psychology. 61. study of low-rate smokers: Quitting
(5). 732-742. history and instabilityover time. Health
Slovic, P. (1987). Smoking risk, perception, Psychology. 22. 3. 245-252.