You are on page 1of 19

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Validitas berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap konsep yang
diukur, sehingga betul-betul mengukur apa yang seharusnya diukur. Menurut
Gronlund dan Linn (1990), Validitas adalah ketepatan interpretasi yang dibuat
dari hasil pengukuran atau evaluasi. Sebagai contoh, ingin mengukur kemampuan
siswa dalam matematika. Kemudian diberikan soal dengan kalimat yang panjang
dan yang berbelit-belit sehingga sukar ditangkap maknanya. Akhirnya siswa tidak
dapat menjawab, akibat tidak memahami pertanyaannya. Validitas tidak berlaku
universal sebab bergantung pada situasi dan tujuan penelitian. Instrumen yang
telah valid untuk suatu tujuan tertentu belum otomatis akan valid untuk tujuan
yang lain. Contoh variabel prestasi belajar dan motivasi bisa diukur oleh tes
ataupun oleh kuesioner. Caranya juga bisa berbeda, tes bisa dilaksanakan secara
tertulis atau bisa secara lisan.
Data yang kurang memiliki validitas, akan menghasilkan kesimpulan yang
bias, kurang sesuai dengan yang seharusnya, dan bahkan bisa saja bertentangan
dengan kelaziman. Untuk membuat alat ukur instrumen itu, diperlukan kajian
teori, pendapat para ahli serta pengalaman-pengalaman yang kadang kala
diperlukan bila definisi operasional variabelnya tidak kita temukan dalam teori.
Alat ukur atau instrumen yang akan disusun itu tentu saja harus memiliki
validitas, agar data yang diperoleh dari alat ukur itu bisa reliabel, valid dan disebut
dengan validitas.
Tes dapat dikatakan baik bilamana tes tersebut memilki ciri sebagai alat
ukur yang baik. Kriterianya antara lain: memiliki validitas yang cukup tinggi,
memiliki relabilitas yang baik, dan memilki nilai kepraktisan. Makalah ini
merupakan makalah mengenai “Validitas” berisi tentang pengertian validitas,
bentuk-bentuk validitas secara garis besar, bentuk-bentuk validitas menurut para
ahli, dan konsep pengukuran validitas. Sebuah tes dikatakan valid apabila tes
trsebut mengukur apa yang hendak diukur. Tetapi validitas ini lebih ditekankan
pada hasil pengetesan atau skornya bukan pada tes itu sendiri.

Validitas Page 1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diketahui rumusan masalah, yaitu:
 Apakah yang dimaksud dengan validitas?
 Bagaimana bentuk-bentuk validitas secara garis besar?
 Apa bentuk-bentuk validitas menurut para ahli?
 Bagaimana konsep pengukuran validitas?
 Bagaiman validitas butir soal atau validitas item?
 Bagaimana Teknik Pengujian Validitas Item Tes Hasil Belajar?
 Apa tes terstandar sebagai kriterium dalam menentukan validitas?

1.3 Tujuan Masalah


Adapun tujuan yang akan dicapai setelah mempelajari makalah ini yaitu
mahasiswa diharapkan dapat :
 Menjelaskan pengertian validitas
 Megetahui bentuk-bentuk validitas secara garis besar
 Menjelaskan bentuk-bentuk validitas menurut para ahli
 Mengetahui konsep pengukuran validitas
 Mengetahui validitas butir soal atau validitas item
 Mengetahui teknik pengujian validitas item tes hasil belajar
 Menjelaskan tes terstandar sebagai kriterium dalam menentukan validitas

Validitas Page 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Validitas
Valid (dalam bahasa Indonesia) disebut dengan istilah "sahih".
Misalnya: Untuk mengukur panjang dipakai meteran, mengukur berat dipakai
timbangan, mengukur penguasaan matematika dipakai ujian matematika untuk
kelas yang setara, dan sebagainya. Secara lebih jelas, suatu ujian untuk mata
kuliah tertentu dikatakan valid jika ia benar-benar cocok dengan tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan untuk dicapai dengan penyajian mata kuliah tersebut.
Suatu alat pengukur dikatakan valid jika ia benar-benar cocok untuk mengukur
apa yang hendak diukur. Sebagaimana dikemukakan oleh Scarvia B. Anderson
dalam bukunya "Encyclopedia of Educational Evaluation" disebutkan bahwa
"A test is valid it measures what it purpose to measure" (sebuah tes
dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur).
Validitas bukan ditekankan pada tes itu sendiri tetapi pada hasil
pengetesan atau skornya. Suatu tes hasil belajar dapat dikatakan tes yang valid
apabila tes tersebut betul-betul dapat mengukur hasil belajar. Jadi bukan
sekedar mengukur daya ingat atau kemampuan bahasa saja misalnya.
 Menurut Gronlund dan Linn (1990): Validitas adalah ketepatan interpretasi
yang dibuat dari hasil pengukuran atau evaluasi.
 Menurut Anastasi (1990): Validitas adalah ketepatan mengukur konstruk,
menyangkut; “What the test measure and how well it does”
 Menurut Arikunto (1995): Validitas adalah keadaan yang menggambarkan
tingkat instrumen bersangkutan yang mampu mengukur apa yang akan
diukur.
 Menurut Sukadji (2000): Validitas adalah derajat yang menyatakan suatu tes
mengukur apa yang seharusnya diukur.
 Menurut Azwar (1986): Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsinya.
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
Dalam kaitannya dengan tes dan penilaian, Retno mengemukakan tiga pokok

Validitas Page 3
pengertian yang bisa digunakan sebagai berikut:
1. Validitas berkenaan dengan hasil dari suatu alat tes atau alat evaluasi, dan
tidak menyangkut alat itu sendiri. Tes intelegensi sebagai alat untuk
melakukan tes kecerdasan hasilnya valid, tapi kalau digunakan untuk
melakukan tes hasil belajar tidak valid.
2. Validitas adalah persoalan yang menyangkut tingkat (derajat), sehingga istilah
yang digunakan adalah derajat validitas suatu tes maka suatu tes ada yang
disebut validitasnya tinggi, sedang dan rendah.
3. Validitas selalu dibatasi pada pengkhususannya dalam penggunaan dan tidak
pernah dalam arti kualitas yang umum. Suatu tes berhitung mungkin tinggi
validitasnya untuk mengukur keterampilan menjumlah angka, tetapi rendah
validitasnya untuk mengukur berfikir matematis dan sedang validitasnya
untuk meramal keberhasilan siswa dalam pelajaran matematik yang akan
datang.
Validitas adalah kesahihan pengukuran atau penilaian dalam penelitian.
Dalam analisis isi, validitas dilakukan dengan berbagai cara atau metode sebagai
berikut:
1. Pengukuran produktivitas (productivity), yaitu derajat di mana suatu studi
menunjukkan indikator yang tepat yang berhubungan dengan variabel.
2. Predictive validity, yaitu derajat kemampuan pengukuran dengan peristiwa
yang akan datang.
3. Construct validity, yaitu derajat kesesuaian teori dan konsep yang dipakai
dengan alat pengukuran yang dipakai dalam penelitian tersebut.

B. Bentuk-Bentuk Validitas Secara Garis besar


Secara garis besar ada dua macam validitas yaitu validitas logis dan
validitas empiris :
1. Validitas logis
Istilah validitas logis mengandung kata logis berasal dari kata logika yang
berarti penalaran. Dengan makna demikian maka validitas logis untuk sebuah
instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi

Validitas Page 4
persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Kondisi valid tersebut dipandang
terpenuhi karena instrumen yang bersangkutan sudah dirancang secara baik,
mengikuti teori dan ketentuan yang ada. Sebagaimana pelaksanaan tugas yang lain
misalnya membuat karangan, jika penulis sudah mengikuti aturan mengarang,
tentu secara logis karangannya sudah baik. Berdasarkan penjelasan tersebut maka
instrumen yang sudah disusun berdasarkan teori penyusunan instrumen, secara
logis sudah valid. Dari penjelasan tersebut kita dapat memahami bahwa validitas
logis dapat dicapai apabila instrumen disusun mengikuti ketentuan yang ada.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa validitas logis tidak perlu di uji
kondisinya tetapi langsung diperoleh sesudah instrumen tersebut selesai di susun.
Ada dua macam validitas logis yang dapat dicapai oleh sebuah instrumen yaitu:
validitasisi dan validitas konstrak.
a. Validitas isi (conten validity)
Sebuah tes di katakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus
tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Oleh karena
materi yang diajarkan tertera pada kurikulum maka validitas isi sering juga
disebut validitas kurikuler. Validitas isi dapat diusahakan tercapainya sejak saat
penyusunan dengan cara memerinci materi kurikulum atau materi buku pelajaran.
Bagaimana cara memerinci materi untuk kepentingan diperolehnya validitas isi
sebuah tes akan dibicarakan secara lebih mendalam pada waktu menjelaskan cara
penyusunan tes.
b. Validitas konstruksi (contruct validity)
Sebuah tes di katakan memiliki validitas konstruksi apabila butir-butir soal
yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang
disebutkan dalam tujuan instruksional khusus. Dengan kata lain jika butir-butir
soal mengukur aspek berpikir tersebut sudah sesuai dengan aspek berpikir yang
menjadi tujuan instruksional.
2. Validitas empiris
Istilah validitas empiris memuat kata empiris yang artinya pengalaman.
Sebuah instrumen dapat dikatakan memiliki validitas empiris apabila sudah di uji
dari pengalaman. Sebagai contoh sehari-hari, seseorang dapat diakui jujur oleh

Validitas Page 5
masyarakat apabila dalam pengalaman dapat di buktikan bahwa orang tersebut
memang jujur. Dari penjelasan dan contoh-contoh tersebut diketahui bahwa
validitas empiris tidak dapat diperoleh hanya dengan menyusun instrumen
berdasarkan ketentuan seperti halnya validitas logis, tetapi harus dibuktikan
melalui pengalaman. Ada dua macam validitas empiris, yakni ada dua cara yang
dapat di lakukan untuk menguji bahwa sebuah instrumen memang valid.
Pengujian tersebut dilakukan dengan membandingkan kondisi instrumen
yang bersangkutan dengan kriterium atau sebuah ukuran. Kriterium yang di
gunakan sebagai pembanding kondisi instrumen dimaksud ada dua yaitu: yang
sudah tersedia dan yang belum ada tetapi akan terjadi di waktu yang akan datang
(prediksi).
a. Validitas “ada sekarang” (concurrent validity)
Validitas ini lebih garis besar dikenal dengan validitas empiris. Sebuah tes
dikatakan memiliki validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Jika
ada istilah “sesuai” tentu ada dua hal yang dipasangkan. Dalam hal ini hasil tes
dipasangkan dengan hasil pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal yang
telah lampau sehingga data pengalaman tersebut sekarang sudah ada (ada
sekarang, concurrent).
Dalam membandingkan hasil sebuah tes maka diperlukan suatu kriterium
atau alat pembanding. Maka hasil tes merupakan sesuatu yang dibandingkan.
Untuk jelasnya di bawah ini dikemukakan sebuah contoh. Misalnya seorang guru
ingin mengetahui apakah tes sumatif yang disusun sudah valid atau belum. Untuk
itu diperlukan sebuah kriterium masa lalu yang sekarang datanya dimiliki.
Misalnya nilai ulangan harian atau nilai ulangan sumatif yang lalu.
b. Validitas prediksi (predictive valydity)
Memprediksi artinya meramal, dengan meramal selalu mengenai hal yang
akan datang jadi sekarang belum terjadi. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas
prediksi atau validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk
meramalkan apa yang akan terjadi pada masayang akan datang. Misalnya tes
masuk perguruan tinggi adalah sebuah tes yang diperkirakan mampu meramalkan
keberhasilan peserta tes dalam mengikuti kuliah dimasa yang akan datang.

Validitas Page 6
Apabila calon peserta memiliki nilai tes yang tinggi tentu menjamin
keberhasilannya kelak.
Sebaliknya seorang calon dikatakan tidak lulus apabila memiliki nilai yang
rendah jadi diperkirakan akan tidak mampu mengikuti perkuliahan yang akan
datang. Sebagai alat pembanding validitas prediksi adalah nilai-nilai yang
diperoleh setelah peserta tes mengikuti pelajaran di perguruan tinggi. Jika ternyata
siapa yang memiliki nilai tes yang lebih tinggi gagal dalam ujian semester 1
dibandingkan dengan yang dahulu nilai tesnya lebih rendah maka tes masuk yang
dimaksud tidak memiliki validitas prediksi.

C. Bentuk-Bentuk Validitas Menurut Para Ahli.


a. Menurut Ebel (dalam Nazir 1988) ada 9 jenis-jenis validitas:
1) Concurrent Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan
antara skor dengan kinerja.
2) Construct Validity adalah validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek
psikologisapa yang diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi
bahwa suatu konstruk tertentu dapat dapat menyebabkan kinerja yang baik
dalam pengukuran.
3) Face Validity adalah validitas yang berhubungan apa yang nampak dalam
mengukur sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak
diukur.
4) Factorial Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur
dengan faktor-faktor yang yang bersamaan dalam suatu kelompok atau
ukuran-ukuran perilaku lainnya, dimana validitas ini diperoleh dengan
menggunakan teknik analisis faktor.
5) Empirical Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan
antara skor dengan suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang
bebas dan langsung dengan apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran.
6) Intrinsic Validity adalah validitas yang berkenaan dengan penggunaan
teknik uji cobauntuk memperoleh bukti kuantitatif dan objektif untuk

Validitas Page 7
mendukung bahwa suatu alatukur benar-benar mengukur apa yang
seharusnya diukur.
7) Predictive Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan
antara skor suatu alat ukur dengan kinerja seseorang di masa mendatang.
8) Content Validity adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya
sampling dari suatu populasi.
9) Curricular Validity adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik
isi dari pengukuran dan menilai seberapa jauh pengukuran tersebut
merupakan alat ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai
dengan tujuan instruksional.
b. Sementara Kenneth Bailey mengelompokan tiga jenis utama validitas
yaitu:
1. Validitas Rupa (Face validity).
Validitas rupa (face validity) adalah validitas yang menunjukan apakah alat
pengukur/instrumen penelitian dari segirupanya nampak mengukur apa yang ingin
diukur, validitas ini lebih mengacu pada bentuk dan penampilan instrumen.
Menurut Djamaludin Ancok validitas rupa amat penting dalam pengukuran
kemampuan individu seperti pengukuran kejujuran, kecerdasan, bakat dan
keterampilan.
2. Validitas isi (Content Validity).
Validitas isi berkenaan dengan kesanggupan instrumen mengukur isi yang
harus diukur. Artinya, alat ukur tersebut mampu mengungkap isi suatu konsep
atau variabel yang hendak diukur. Misalnya tes hasil belajar bidang studi IPS,
harus bisa mengungkap isi bidang studi tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan
cara menyusun tes yang bersumber dari kurikulum bidang studi yang hendak
diukur. Di samping kurikulum dapat juga diperkaya dengan melihat/mengkaji
buku sumber. Sungguhpun demikian tes hasil belajar tidak mungkin dapat
mengungkap semua materi yang ada dalam bidang studi tertentu sekalipun hanya
untuk satu semester. Oleh sebab itu harus diambil sebagian dari materi dalam
bentuk sampel tes. Sebagai sampel maka harus dapat mencerminkan materi yang
terkandung dari seluruh materi bidang studi. Cara Yang ditempuh dalam

Validitas Page 8
menetapkan sampel tes adalah memilih konsep-konsep yang esensial dari materi
yang di dalamnya. Misalnya menetapkan sejumlah konsep dari setiap pokok
bahasan yang ada. Dari setiap konsep dikembangkan beberapa pertanyaan tes
(lihat bagan). Di sinilah pentingnya peranan kisi-kisi sebagai alat untuk memenuhi
validitas isi.

TES HASIL BELAJAR

Bidang studi : ....................

Semester : ....................

Kelas : ....................

Pokok bahasan untuk Konsep atau Jumlah abilitas


satu semester sesuai
dengan kurikulum materi perta- Jenis tes yang

esensial nyaan diakui

Pokok bahasan 1 1.1 ……………… 3 soal pilihan Aplikasi dan


ganda seterusnya

Pokok bahasan 2 1.2 ……………… 2 soal Aplikasi dan


seterusnya

Pokok bahasan 2 2.1 ……………… 2 soal

2.2 ……………… 3 soal

Pokok bahasan 3 3.1 ……………… 3 soal

3.2 ……………… 2 soal

dan seterusnya

Validitas Page 9
Dalam hal tertentu tes yang telah disusun sesuai dengan kurikulum (materi
dan tujuannya) agar memenuhi validitas isi, peneliti atau pemakai tes dapat
meminta bantuan ahli bidang studi untuk menelaah apakah konsep materi yang
diajukan telah memadai atau tidak, sebagai sampel tes. Dengan demikian validitas
isi tidak memerlukan uji coba dan analisis statistik atau dinyatakan dalam bentuk
angka-angka.

3. Validitas kriteria (Criterion validity).


Validitas ramalan artinya dikaitkan dengan kriteria tertentu. Dalam validitas
ini yang diutamakan bukan isi tes tapi kriterianya, apakah alat ukur tersebut dapat
digunakan untuk meramalkan suatu ciri atau perilaku tertentu atau kriteria tertentu
yang diinginkan. Misalnya alat ukur motivasi belajar, apakah dapat digunakan
untuk meramal prestasi belajar yang dicapai. Artinya terdapat hubungan yang
positif antara motivasi dengan prestasi. Dengan kata lain dalam validitas ini
mengandung ciri adanya relevansi dan keajegan atau ketetapan (reliability).
Motivasi dapat digunakan meramal prestasi bila skor-skor yang diperoleh dari
ukuran motivasi berkorelasi positif dengan skor prestasi. Validitas ramalan ini
mengandung dua makna. Pertama validitas jangka pendek dan kedua jangka
panjang. Validitas jangka pendek, artinya daya ramal alat ukur tersebut hanya
untuk masa yang tidak lama. Artinya, skor tersebut berkorelasi pada waktu yang
sama. Misalnya, ketetapan (reliability) terjadi pada semester dua artinya daya
ramal berlaku pada semester dua, dan belum tentu terjadi pada semester
berikutnya. Sedangkan validitas jangka panjang mengandung makna skor tersebut
akan berkorelasi juga di kemudian hari. Mengingat validitas ini lebih menekankan
pada adanya korelasi, maka faktor yang berkenaan dongan persyaratan terjadinya
korelasi harus dipenuhi. Faktor tersebut antara lain hubungan dari konsep dan
variabel dapat dijelaskan berdasarkan pengetahuan ilmiah, minimal masuk akal
sehat dan tidak mengada-ada. Faktor lain adalah skor yang dikorelasikan
memenuhi linieritas.
Ketiga validitas yang dijelaskan di atas idealnya dapat digunakan dalam
menyusun instrumen penelitian, minimal dua validitas, yakni validitas isi dan

Validitas Page 10
validitas bangun pengertian. Validitas isi dan bangun pengertian mutlak diperlu-
kan dan bisa diupayakan tanpa melakukan pengujian secara statistika.
4. Validitas konstruk (Construct Validity).
Validitas bangun atau bangun pengertian (Construct validity) berkenaan
dengan kesanggupan alat ukur mengukur pengertian-pengertian yang terkandung
dalam materi yang diukurnya. Pengertian-pengertian yang terkandung dalam
konsep kemampuan, minat, sebagai variabel penelitian dalam berbagai bidang
kajian harus jelas apa yang hendak diukurnya. Konsep-konsep tersebut masih
abstrak, memerlukan penjabaran yang lebih spesifik, sehingga mudah diukur. Ini
berarti setiap konsep harus dikembangkan indikator-indikatomya. Dengan adanya
indikator dari setiap konsep maka bangun pengertian akan nampak dan
memudahkan dalam menetapkan cara pengukuran. Untuk variabel tertentu,
dimungkinkan penggunaan alat ukur yang beraneka ragam dengan cara
mengukurnya yang berlainan.
Menetapkan indikator suatu konsep dapat dilakukan dalam dua cara, yakni
(a) menggunakan pemahaman atau logika berpikir atas dasar teori pengetahuan
ilmiah dan
(b) menggunakan pengalaman empiris, yakni apa yang terjadi dalam kehidupan
nyata.
Contoh: Konsep mengenai “Hubungan Sosial”, dilihat dari pengalaman,
indikatornya empiris adalah keterkaitan dari
 bisa bergaul dengan orang lain
 disenangi atau banyak teman-temannya
 menerima pendapat orang lain
 tidak memaksakan pendapatnya
 bisa bekerja sama dengan siapa pun, dan lain-lain.
Mengukur indikator-indikator tersebut, berarti mengukur bangun pengertian
yang terdapat dalam konsep hubungan sosial. Contoh lain: Konsep sikap dapat
dilihat dari indikatornya secara teoretik (deduksi teori) antara lain keterkaitan dari
o kesediaan menerima stimulus objek sikap
o kemauan mereaksi stimulus objek sikap

Validitas Page 11
o menilai stimulus objek sikap
o menyusun/mengorganisasi objek sikap
o internalisasi nilai yang ada dalam objek sikap.
Apabila hasil tes menunjukkan indikator-indikator tes yang tidak
berhubungan secara positif satu sama lain, berarti ukuran tersebut tidak memiliki
validitas bangun pengertian. Atas dasar itu indikatornya perlu ditinjau atau
diperbaiki kembali. Cara lain untuk menetapkan validitas bangun pengertian
suatu alat ukur adalah menghubungkan (korelasi) antara alat ukur yang dibuat
dengan alat ukur yang sudah baku/standardized, seandainya telah ada yang baku.
Bila menunjukkan koefisien korelasi yang tinggi maka alat ukur tersebut
memenuhi validitasnya.
Untuk menguji validitas konstruksi digunakan pendapat para ahli (judgment
experts) setelah sebelumnya instrumen tersebut dikonstruksi aspek-aspek yang
akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu. Jumlah tenaga ahli yang
digunakan minimal tiga orang dan umumnya mereka telah bergelar doktor sesuai
dengan lingkup yang diteliti.
Langkah selanjutnya yaitu melakukan uji coba instrumen kepada sampel dari
mana populasi diambil. Jumlah anggota sampel yang digunakan sekitar 30 orang.
Setelah data ditabulasikan, maka pengujian validitas konstruksi dilakukan dengan
analisis faktor, yaitu dengan mengkorelasikan antar skor item instrumen dalam
satu faktor, dan mengkorelasikan skor faktor dengan skor total. Berikut ini adalah
contoh menguji validitas konstruksi dengan analisis faktor.
Misalnya akan dilakukan pengujian validitas konstruksi melalui analisis
faktor terhadap instrumen untuk mengukur prestasi kerja pegawai. Jadi dalam hal
ini variabel penelitiannya adalah prestasi kerja. Berdasarkan teori dan konsultasi
ahli, indikator pretasi kerja pegawai meliputi dua faktor yaitu: kualitas hasil kerja
dan kecepatan kerja. Selanjutnya indikator (faktor) kecepatan kerja dikembangkan
menjadi tiga pertanyaan, dan kualitas hasil kerja dikembangkan menjadi 4 butir
pertanyaan. Instrumen yang terdiri dari 7 butir pertanyaan tersebut, selanjutnya
diberikan kepada 5 orang pegawai sebagai responden untuk menjawabnya.

Validitas Page 12
Jawaban responden ditunjukkan pada tabel 2. Arti angka: 4 berarti sangat tinggi, 3
tinggi, 2 rendah, 1 sangat rendah prestasinya.
Analisis faktor dilakukan dengancara mengkorelasikan jumlah skor faktor
dengan skor total. Bila korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya 0,3 ke atas
maka faktor tersebut merupakan construct yang kuat. Jadi berdasarkan analisis
faktor itu dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut memiliki validitas
konstruksi yang baik.

Tabel 1
Data Prestasi Kerja Pegawai
No. Skor Faktor 1 Jml Skor Faktor 2 untuk Jml Jml
Res. untuk butir no: 1 butir no: 2 Total
1 2 3 (X1) 1 2 3 4 (X2) (Y)
1. 3 4 3 10 3 3 2 4 12 22
2. 4 3 2 9 4 3 4 4 15 24
3. 1 2 1 4 3 2 1 2 8 12
4. 3 3 3 9 4 4 3 3 14 23
5. 2 2 4 8 3 1 2 1 7 15

Berdasarkan tabel 2 tersebut telh dihitung bahwa korelasi antara jumlah


faktor 1 (X1) dengan skor total (Y) = 0,85 dan korelasi antara jumlah faktor 2 (X2)
dengan skor total (Y) = 0,94. Karena koefisien korelasi kedua faktor tersebut di
atas 0,3, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas hasil kerja dan kecepatan kerja
merupakan konstruksi (construct) yang valid untuk variabel prestasi kerja
pegawai.
Selanjutnya apakah setiap butir dalam instrumen itu valid atau tidak, dapat
diketahui dengan cara mengkorelasikan antara skor butir dengan skor total (Y).
Jadi untuk keperluan ini ada tujuh koefisien korelasi yang perlu dihitung. Bila
harga korelasi di bawah 0,3, maka dapat disimpulkan bahwa butir instrumen
tersebut tidak valid, sehingga harus dperbaiki atau dibuang.
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa korelasi ketujuh butir instrumen
dengan skor total ditunjukkan pada tabel 3.

Validitas Page 13
Tabel 2
Hasil Perhitungan Pengujian Validitas Konstruk
No. r hitung r kritis Keputusan
r1y 0,95 0,30 valid
r2y 0,79 0,30 valid
r3y 0,22 0,30 tidak valid
r4y 0,73 0,30 valid
r5y 0,79 0,30 valid
r6y 0,84 0,30 valid
r7y 0,83 0,30 valid

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa butir no 2 (faktor 1) tidak valid


karena koreasi butir tersebut dengan skor total hanya 0,22. Butir tersebut tidak
selaras dengan butir yang lain.
Pengujian seluruh butir instrumen dalam satu variabel dapat juga dilakukan
dengan mencari daya pembeda skor tiap item dari kelompok yang memberikan
jawaban tinggi dan jawaban rendah. Jumlah kelompok yang tinggi diambil 27%
dan kelompok yang rendah diambil 27% dari sampel uji coba. Pengujian analisis
daya pembeda dapat menggunakan t-test. Berikut ini diberikan contoh analisis
daya pembeda untuk menguji validitas instrumen.
Tabel 3
Kelompok Skor Tinggi dan Rendah pada Instrumen untuk mengukur
kinerja aparatur Negara
Skor-skor kelompok tinggi Skor-skor kelompok rendah
126 81
128 96
135 104
135 107
135 108
140 108
142 109
X1 = 135,1 X2 = 101,85
S1 = 6,1 S2 = 10,2
S12 = 38,1 S22 = 104,4

Validitas Page 14
Contoh:
Suatu instrumen penelitian akan digunakan untuk mengukur kinerja aparatur
Negara. Instrumen tersebut telah dikonsultasikan kepada paara ahli aparatur dn
dinyatakan siap untuk diujicoba. Uji coba diberlakukan terhadap sampel 25
responden yang tahu maslaah aparatur. Berdasarkan 25 responden tersebut dapat
dikelompokkan 27% responden yang memberikan skor tinggi dan 27% skor
rendah.
Untuk menguji daya pembeda digunakan rumus t-test sebagai berikut:

t=

Di mana:

( ) ( )
Sgab = √
( )

Berdasarkan data yang ada pada tabel 4 dan rumus tersebut, maka:

( ) ( )
Sgab = √
( )

Sgab = 8,4

t=

jadi t hitung = 7,37

Untuk mengetahui apakah perbedaan tu signifikan atau tidak, maka harga t


hitung tersebut peru dibandingkan dengan t tabel. Bila t hitung lebih besar
daripada t tabel, maka perbedaan itu signifikan, sehingga instrumen dinyatakan
valid.
Pengujian validitas dengan uji beda ini didasarkan asumsi bahwa kelompok
responden yang digunakan sebagai uji coba berdistribusi normal. Dengan
demikian, kelompok skor tinggi dan rendah harus berbeda secara signifikan,
sesuai dengan kurva normal.

Validitas Page 15
D. Konsep Pengukuran Validitas
Pengukuran validitas sebenarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar (dalam arti kuantitatif) suatu aspek psikologis terdapat dalam diri seseorang,
yang dinyatakan oleh skor pada instrumen pengukur yang bersangkutan. Dalam
hal pengukuran ilmu sosial, validitas yang ideal tidaklah mudah untuk dapat
dicapai. Pengukuran aspek-aspek psikologis dan sosial mengandung lebih banyak
sumber kesalahan (error) daripada pengukuran aspek fisik. Kita tidak pernah
dapat yakin bahwa validitas instrinsik telah terpenuhi dikarenakan kita tidak dapat
membuktikannya secara empiris dengan langsung. Pengertian validitas alat ukur
tidaklah berlaku garis besar untuk semua tujuan ukur. Suatu alat ukur
menghasilkan ukuran yang valid hanya bagi satu tujuan ukur tertentu saja.
Tidak ada alat ukur yang dapat menghasilkan ukuran yang valid bagi berbagai
tujuan ukur. Oleh karena itu, pernyataan seperti "alat ukur ini valid" belumlah
lengkap apabila tidak diikuti oleh keterangan yang menunjukkan kepada
tujuannya, yaitu valid untuk apa dan valid bagi siapa. Itulah yang ditekankan oleh
Cronbach (dalam Azwar, 1986) bahwa dalam proses validasi sebenarnya kita
tidak bertujuan untuk melakukan validasi alat ukur akan tetapi melakukan validasi
terhadap interpretasi data yang diperoleh oleh prosedur tertentu.

E. Validitas Butir Soal atau Validitas Item


Jika seorang guru atau peneliti mengetahui bahwa validitas soal tes
misalnya terlalu rendah atau rendah saja, maka selanjutnya ingin mengetahui
butir-butir tes manakah yang menyebabkan soal secara keseluruhan tersebut jelek
karena memiliki validitas rendah. Untuk itu perlu dicari validitas butir soal. Secara
umum validitas butir soal adalah demikian sebuah item dikatakan valid apabila
mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Skor item yang
menyebabkan bisa tinggi atau rendah. Dengan kata lain dapat dikemukakan di sini
bahwa sebuah item memilki validitas yang tinggi jika skor pada item mempunyai
kesejajaran dengan skor total. Untuk soal-soal bentuk objektif skor untuk item
biasa diberikan dengan 1 (bagi item yang dijawab benar) dan 0 (item yang

Validitas Page 16
dijawab salah), sedangakan skor total selanjutnya merupakan jumlah dari skor
untuk semua item yang membangun soal tersebut.

F. Teknik Pengujian Validitas Item Tes Hasil Belajar


1. Pengertian Validitas Item
Validitas item dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiiliki oleh
sebutir item, dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir item
tersebut.
2. Teknik Pengujian Validitas Item Tes Hasil Belajar
Dari uraian yang telah dikemukakan diatas, kiranya menjadi cukup jelas
bahwa sebutir item dapat dikatakan telah memiliki validitas yang tinggi atau dapat
dinyatakan valid, jika skor-skor pada butir item yang bersangkutan memiliki
kesesuaian atau kesesajaran arah dengan skor totalnya; atau dengan bahasa
statistik: ada korelasi positif yang signifikan antara skor item dengan skor
totalnya.

G. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Validitas


Menurut Retno ada beberapa hal yang mempengaruhi validitas alat
pengukur sebagai berikut:
a) Faktor di dalam tes itu sendiri
b) Faktor dalam respon siswa, ini terjadi jika : Siswa mengalami gangguan
emosional dalam menjawab tes, Siswa hanya cenderung menerka-nerka
dalam menjawab tes,
c) Faktor dalam mengadministrasi tes.

Validitas Page 17
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Validitas adalah ketepatan suatu pengukuran dengan menggunakan
instrumen pengukuran atau evaluasi.
2. Dalam analisis isi, validitas dilakukan dengan berbagai cara atau metode
yaitu Pengukuran produktivitas (productivity), Predictive validity, dan
Construct validity.
3. Secara garis besar ada dua macam validitas yaitu validitas logis dan
validitas empiris.
4. Pengukuran validitas sebenarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar (dalam arti kuantitatif) suatu aspek psikologis terdapat dalam diri
seseorang, yang dinyatakan oleh skor pada instrumen pengukur yang
bersangkutan.
5. Sebuah item (butir soal) dikatakan valid apabila mempunyai dukungan
yang besar terhadap skor total. Skor item yang menyebabkan bisa tinggi
atau rendah. Sebuah item memilki validitas yang tinggi jika skor pada
item mempunyai kesejajaran dengan skor total.
6. Validitas item dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiiliki
oleh sebutir item (soal), dalam mengukur apa yang seharusnya diukur
lewat butir item tersebut.
7. Ada beberapa hal yang mempengaruhi validitas alat pengukur sebagai
berikut: Faktor di dalam tes itu sendiri; faktor dalam respon siswa, ini
terjadi jika siswa mengalami gangguan emosional dalam menjawab tes,
siswa hanya cenderung menerka-nerka dalam menjawab tes; dan faktor
dalam mengadministrasi tes

2. Saran
Dengan mengetahui apa itu validitas diharapkan mampu data yang kita susun
atau alat ukur atau instrumen yang kita susun memiliki validitas, agar data yang
diperoleh dari alat ukur itu bisa reliable /valid.

Validitas Page 18
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, Prof. Dr. 2007. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta :


Bumi Aksara.
Imeyshare. 2011. Validitas, (online), (http://imeyshare.blogspot.com/2011/07/
makalah-validitas.html, diakses 8 Maret 2014).
Lintangsari, Putri Ayu Asmaningtyas. 2011. Validitas, (online), (http://id.scribd.
com/doc/78922659/Validitas.html, diakses 8 Maret 2014).
Romansah, Ashari. 2013. Validitas, (online), (http://ashariromansah.blogspot.com
/2013/07/makalah-validitas.html, diakses 8 Maret 2014).
Rose, Amrina. 2013. Validitas, (online), (http://amrinaroose.blogspot.com/2013
/04/validitas.html, diakses 8 Maret 2014).
Sari, Kustina Atika. 2013. Validitas, (online), (http://kustinaatikasari.wordpress.
com/2013/06/10/makalah-tentang-validitas/.html, diakses 8 Maret 2014).

Validitas Page 19

You might also like