You are on page 1of 7

- Rumus Slovin adalah rumus statistik yang digunakan untuk menghitung

jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian berdasarkan populasi


yang ada. Rumus ini digunakan dalam penelitian survei dan pemilihan
sampel untuk memastikan bahwa sampel yang diambil mewakili populasi
secara umum.
- Rumus Slovin digunakan untuk menghindari kesalahan pengambilan
sampel yang mungkin terjadi jika sampel terlalu kecil atau terlalu besar.
Berikut notasi Rumus Slovin untuk menghitung sampel penelitian.
- Rumus slovin digunakan ketika peneliti tidak tahu besaran proporsi
populasi yang ideal untuk mewakili. Sebenarnya proporsi ini bisa diketahui
melalui perkiraan dari para ahli. Akan tetapi tidak selamanya proporsi
tersebut tersedia. Itulah alasan rumus slovin dibutuhkan.
Kelemahan Rumus Slovin dikemukakan oleh Ryan (2013). Di antaranya
adalah:
1. Tidak Memiliki Penghitungan Power Statistik
Power statistik pada dasarnya akan menjelaskan mengenai besaran
kemungkinan perbedaan dari dampak aktual yang ada di dalam
penelitian. Padahal, besaran dari sampel akan berdampak langsung pada
power statistik. Apabila power statistik rendah, maka kesimpulan yang
didapatkan justru tidak akan akurat.
2. Kejelasan Istilah Dipertanyakan
Kejelasan istilah itu dipertanyakan karena margin of error dalam rumus ini
dinotasikan melalui huruf e. Sementara menurut literatur yang berbeda,
lambang e merupakan notasi dari error tolerance.
Namun demikian, jika dilihat dari konteksnya kedua istilah itu adalah istilah
lain dari notasi alpha pada statistik klasik. Jika e dalam slovin adalah
margin of error, bagaimana penentuannya lebih dulu? Padahal standar
deviasi dari populasi belum diketahui.

3. Hanya Dapat Diterapkan dalam Perhitungan Persentase


Tidak semua penelitian dapat menggunakan rumus slovin. Misalnya adalah
penelitian yang menjelaskan mengenai hubungan korelasi. Penelitian
tersebut tidak membutuhkan rumus ini karena tidak memerlukan
penghitungan seperti pada penelitian yang ingin mencari besaran pengaruh
dari faktor tertentu di dalam suatu penelitian.

4. Asal-Usul Rumus Tidak Jelas


Seperti yang telah disinggung di awal bahwa rumus ini memang dicetuskan
oleh Slovin, tetapi ada yang mengatakan rumus ini sudah dicantumkan di
Yamane.
Terdapat beberapa kabar simpang siur yang mempertanyakan sebenarnya
siapa Slovin ini. Ada yang menyebut Slovin bernama Robert Slovin, tetapi
ada pula yang menyebut Michael Slovin, Kulkol Slovin, sampai Mark
Slovin.
Bahkan hingga saat ini masih belum ada titik terang mengenai asal usul
rumus ini. Oleh karena itu rumus ini memiliki reputasi yang masih
dipertanyakan di dunia akademis. Meskipun di Indonesia rumus ini masih
sangat dikenal

- Contoh soal
Seorang peneliti ingin mencari sampel dari 1.000 orang di Kecamatan
Sidoarjo. Penelitian itu memiliki margin of error sebesar 0,05. Karenanya,
tentukan sampel minimal dari warga Kecamatan Sidoarjo.
Diketahui:
N = 1.000 orang
e = 0,05 = 5%
n = N/(1 + Ne²)
n = 1.000 / (1 + (1.000 x 0,05²))
n = 1.000 / 1 + (1.000 x 0,0025)
n = 1.000 / 1 + 2,5
n = 1.000 / 3,5
n = 285,7142
Jadi, sampel minimal yang bisa dipilih untuk penelitian dengan populasi
sebesar 1.000 dan margin of error 5% sebanyak 286 orang.

Keterangan :
N = ukuran sampel.
Z = nilai Z yang bergantung pada tingkat kepercayaan yang dipilih peneliti.
- Nilai Z menunjukkan jumlah deviasi standar dimana skor mentah atau poin
data berada di atas atau di bawah rata-rata.
- Nilai Z untuk tingkat kepercayaan 80% = 1,28
- Nilai Z untuk tingkat kepercayaan 85% = 1,44
- Nilai Z untuk tingkat kepercayaan 90% = 1,65
- Nilai Z untuk tingkat kepercayaan 95% = 1,96
- Nilai Z untuk tingkat kepercayaan 99% = 2,58
Catatan : Tingkat kepercayaan 95% biasanya digunakan ketika berhadapan
dengan populasi manusia.
p = perkiraan proporsi suatu atribut yang ada dalam populasi.
(Dengan kata lain, ini adalah persentase populasi yang diharapkan dengan atribut
yang diinginkan. Hal ini juga dapat diwakili oleh standar deviasi)
Catatan : Proporsi 0,5 umumnya digunakan ketika berhubungan dengan populasi
manusia.
e = margin kesalahan atau interval kepercayaan.
e adalah margin kesalahan yang dapat Anda toleransi dalam memilih sampel.
Margin kesalahan yang umum digunakan ketika menangani populasi manusia
berkisar antara 1% hingga 10%.
Rumus Cochran adalah rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel
penelitian apabila populasinya tidak diketahui.
Uji Cochran digunakan untuk mengukur / menilai apakah tiga skor berpasangan satu sama lain
bersifat nyata (signifikan) baik berada di satu area secara bersamaan atau di area yang
berlainan/terpisah, jenis data dari uji ini berasal dari sampel yang pengukurannya bersifat
dikotomi (berpisah-dua), misal: sukses dan gagal, ya dan tidak, puas dan tidak puas, cepat dan
lambat. Data uji Cochran dapat disebut sebagai data nominal.

Langkah-langkah ukuran sampel (rumus Cochran):

I. Rumus ukuran sampel Cochran untuk data kategorikal untuk tingkat alfa apriori
pada 0,05 (kesalahan 5%) = n0=(t)2*(p)(q)/(d)2=384

Dimana: n0 adalah ukuran sampel, t adalah nilai tingkat alfa yang dipilih, misalnya
1,96 untuk (0,25 di setiap ekor) tingkat kepercayaan 95 persen. p adalah perkiraan
proporsi suatu atribut yang ada dalam populasi. q adalah 1-p. (p)(q) adalah estimasi
varians. d adalah margin kesalahan yang dapat diterima untuk proporsi yang
diperkirakan, sehingga interval kepercayaannya, dalam desimal.

II. Rumus koreksi Cochran, bila pop. <50.000 adalah: n1 = 384/(1+384/528)= 222

Dimana: ukuran populasi =528 Dimana n0 = jumlah sampel kembali yang


diperlukan menurut rumus Cochran= 384 Dimana n1 = jumlah sampel kembali
yang diperlukan karena sampel > 5% dari populasi.

SKALA PENGUKURAN

Skala pengukuran adalah kesepakatan yang digunakan sebagai acuan atau tolak
ukur untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada pada alat ukur
sehinga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan
data. Skala pengukuran dibagi menjadi 4 jenis, antara lain nominal, ordinal,
interval, dan rasio.
1. Skala Nominal (Tingkat Pertama) = Skala nominal adalah skala yang
melabeli variabel ke dalam klasifikasi berbeda tanpa memberikan nilai atau
urutan kuantitatif. Skala ini merupakan jenis yang paling sederhana dari
skala pengukuran lainnya.

Saat menggunakan skala nominal, tidak ada urutan yang digunakan untuk
mengklasifikasikan variabel. Satu kategori tidak lebih tinggi ataupun lebih
baik dari kategori lain. Dengan kata lain, skala ini hanya
membagi data menjadi kelompok yang memiliki nama tanpa makna
kuantitatif. Meski angka digunakan untuk melabeli kategori yang berbeda,
angka ini tidak memiliki nilai numerik.

Misalnya, peneliti mengumpulkan data tentang provinsi tempat tinggal


responden. Saat memasukkan data ke dalam spreadsheet, peneliti dapat
menggunakan angka 1 untuk mewakili Provinsi Jawa Barat, angka 2 untuk
mewakili Jawa Timur, dan seterusnya. Angka-angka ini hanyalah label,
tidak menyampaikan makna matematis apa pun.

Contoh Skala Nominal adalah jenis kelamin, lokasi geografis, warna


rambut, dan sejenisnya. Dengan data ini kita tidak bisa menentukan mana
yang bisa diletakan di urutan tertentu dan mana yang lebih baik, sebab tidak
ada perhitungan yang bisa diterapkan pada data.

2. Skala Ordinal (Tingkat Kedua) = Skala ordinal adalah skala pengukuran


yang digunakan untuk menggambarkan urutan variabel. Skala ini umumnya
digunakan untuk menunjukkan variabel non-numerik, seperti kepuasan,
kebahagiaan, dan tingkat rasa sakit.

Seperti skala nominal, skala ordinal juga mengelompokkan variabel ke


beberapa kategori, tetapi disertai urutan variabelnya. Meski demikian, jarak
antar variabel tidak dapat dihitung.

Misalnya, perusahaan membuat survei kepuasan pelanggan dari skala 1


sampai 5. Angka 1 menunjukkan sangat tidak puas sampai 5 menunjukkan
sangat puas.

Contoh tersebut menunjukkan adanya tingkatan dalam kategori, namun


perusahaan tidak tahu nilai interval antara masing-masing kategori.

Contoh skala pengukuran ordinal adalah mengukur tingkat kepuasan,


misalnya perusahaan menyebarkan survei kepuasan dengan pilihan “tidak
puas, cukup puas, netral, puas, sangat puas”. “Setuju”, “tidak setuju”, dan
sejenisnya.

3. Skala Interval (Tingkat Ketiga) = Skala interval adalah jenis skala


numerik yang urutan dan perbedaan antar variabelnya sudah diketahui.
Dengan kata lain, jika variabel memiliki perbedaan konstan, variabel
tersebut dapat dihitung menggunakan skala Interval. Sesuai namanya, arti
kata “interval” adalah “jarak antara dua entitas”.

Skala interval memiliki semua karakteristik yang dimiliki skala ordinal.


Bedanya, skala ini juga menawarkan perhitungan perbedaan antar variabel.
Contoh Skala Interval : Tenaga kesehatan melakukan pengukuran suhu
badan di salah satu sekolah dasar. Suhu badan siswa A 37°C, lebih tinggi
dibandingkan suhu badan siswa B 35°C. Perbedaan suhu badan tersebut
sama dengan perbedaan suhu ruang 24°C dan 22°C. Selisih 2°C pada kedua
interval memiliki interpretasi dan makna yang sama.

4. Skala Rasio (Tingkat Keempat) = Skala rasio menggabungkan


karakteristik tiga skala pengukuran sebelumnya, yaitu pelabelan variabel,
urutan variabel, dan jarak yang dapat dihitung antar variabel.

Hal yang membedakan skala rasio adalah skala ini memiliki nilai nol
mutlak. Artinya, nilai nol pada skala rasio menunjukkan variabel yang
diukur memang tidak ada. Misal, data memiliki jumlah populasi nol orang,
berarti tidak ada orang dalam populasi tersebut.

Dibandingkan tiga jenis skala sebelumnya, skala rasio memberikan


informasi paling detail.

Untuk memutuskan kapan menggunakan skala rasio, peneliti harus


mengamati apakah variabel sudah memiliki semua karakteristik skala
interval sekaligus nilai nol mutlak.

Contoh skala rasio

1. Jumlah konsumen, stok barang, dan penjualan tahunan.

2. Sekolah sedang mendata jumlah saudara kandung yang dimiliki masing-


masing siswanya. Siswa A memiliki 3 kakak kandung, siswa B memiliki
1 adik kandung, dan siswa C merupakan anak tunggal. Siswa yang
termasuk dalam anak tunggal mengartikan mereka tidak memiliki
saudara kandung atau nilai nol-nya mutlak.

You might also like