You are on page 1of 40

MODUL KULIAH

PN 11116 / 2 SKS

ILMU ALAMIAH DASAR

Disusun Oleh:

Sutaryono
Rochmat Martanto
Yendi Sufyandi

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV PERTANAHAN


KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/
BADAN PERTANAHAN NASIONAL
SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL
2019

1
CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH

Nama Mata Kuliah : Ilmu Alamiah Dasar


Program Studi : Diploma IV Pertanahan
SKS : 2

Kode CPL yang dibebankan pada Mata Kuliah Ilmu Alamiah Dasar
(Semester I)
SIKAP (S)
S1 Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap
religious
S4 Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air, memiliki
nasionalisme serta rasa tanggung jawab pada negara dan bangsa
PENGETAHUAN (P)
P1 Menguasai prinsip dan teknik survey pemetaan, serta pengelolaan basis
data agraria-pertanahan dan tata ruang
P3 Menguasai pengetahuan agraria-pertanahan dan tata ruang dalam
perspektif sosio humaniora
KETERAMPILAN UMUM (KU)
KU3 mampu mengkaji kasus penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora sesuai dengan bidang
keahliannya dalam rangka menghasilkan prototype, prosedur baku,
desain, menyusun hasil kajiannya dalam bentuk kertas kerja, spesifikasi
desain, atau esai, dan mengunggahnya dalam laman perguruan tinggi
KETERAMPILAN KHUSUS (KK)
KK1 Terampil melakukan analisis spasial untuk bidang agraria, tata ruang, dan
pertanahan

2
MODUL I
PENDAHULUAN
Capaian Pembelajaran pada Modul ini adalah Peserta Didik
mampu menjelaskan konsep dan lingkup Ilmu Alamiah
Dasar, sumberdaya alam dan sumberdaya agraria.

A. Konsep dan Lingkup Ilmu Alamiah Dasar


Konsep dan lingkup Ilmu Alamiah Dasar (IAD) yang diajarkan pada Program
Diploma IV Pertanahan Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bersifat spesifik sesuai
dengan karakter keilmuan dan kajian bidang agraria, pertanahan dan tata ruang. Dalam hal
ini IAD bukanlah suatu ilmu mandiri, tetapi mencakup pengetahuan tentang konsep-
konsep dasar dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang saling berhubungan dan
sangat terkait dengan ilmu atau bidang kajian agraria, pertanahan dan tata ruang.
Sebelum dipaparkan tentang konsep dan lingkup IAD, Gambar 1.1 berikut
menunjukkan objek kajian dalam ilmu atau bidang agraria, pertanahan dan tata ruang dan
Gambar 1.2. merupakan perspektif kajian di bidang agraria, pertanahan dan tata ruang.

Gambar 1.1. Objek Kajian Agraria, Pertanahan dan Tata Ruang


(Sumber: Sutaryono, dkk 2014)

3
Gambar 1.2. Objek Kajian Ilmu/Bidang Agraria, Pertanahan dan Tata ruang
(Sumber: Sutaryono, dkk 2014)

Gambar 1.1 dan 1.2 di atas memberikan gambaran awal bahwa konsep dan lingkup
IAD yang dipelajari dalam mata kuliah ini sangat terkait dengan objek kajian keruangan
(spasial), legal administrasi dan kajian sosio humaniora. Ketiga objek ini secara bersama-
sama digunakan sebagai bagian dalam penyelenggaraan administrasi pertanahan.
llmu Alamiah Dasar atau sering disebut sebagai ilmu pengetahuan alam (natural
science) merupakan pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala dalam alam semesta,
terutama gejala-gejala di permukaan bumi. Secara umum lingkup Ilmu Alamiah Dasar
adalah kajian yang mencakup:
1. Fisika (Physics). Suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari benda tidak hidup atau mati
dari aspek wujud dengan perubahan – perubahan yang bersifat sementara. Fisika secara
klasik dibagi dalam mekanika, panas, bunyi, cahaya, gelombang, listrik, magnit dan
teknik mekanik, teknik sipil, teknik listrik dan termasuk dalam lingkup besar ilmu bumi
dan antariksa;
2. Kimia (Chemistry). Suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari benda hidup dan tidak
hidup dari aspek susunan materi dan perubahan – perubahan yang bersifat tetap. Kimia
secara gari besar dibagi menjadi kimia an organik dan kimia organik. Kedua bagian itu

4
pada dasarnya membahas dasar keseluruhan, kemudian diikuti dengan analisis kualitatif
dan kuantittif;
3. Biologi (Biological Science). Ilmu pengetahuan yang mempelajari makhluk hidup dan
gejala – gejalanya. Biologi dibagi atas cabang – cabang antara lain botani, zoologi,
morfologi, anatomi dan fisiologi.
Lingkup yang sangat luas dalam IAD akan dibatasi dan difokuskan pembahasannya
sesuai dengan kebutuhan pembelajaran pada ilmu dan kajian agraria, pertanahan dan tata
ruang.

B. Konsep dan Lingkup Sumberdaya alam dan Sumberdaya Agraria


Sumberdaya alam (SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik bersifat biotik, seperti hewan,
tumbuhan, dan mikroorganisme, maupun abiotik, seperti minyak bumi, gas alam, berbagai
jenis logam, air, dan tanah.
Adapun lingkup sumberdaya alam secara umum terbagi ke dalam 2 (dua) kelompok
besar, yakni SDA yang tidak dapat diperbarui (non renewable resources) dan sumberdaya
yang dapat diperbarui (renewable resources). Jadi berdasarkan konsep dan lingkup
sumberdaya alam di atas, dapat dikatakan bahwa sumberdaya alam mempunyai perspektif
lebih luas dibandingkan dengan suberdaya agraria, meskipun keberadaannya di atas
sumberdaya agraria.
Secara normatif lingkup sumberdaya agraria sebagaimana tercantum dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang lebih
sering disebut dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Pasal 1 (2) UUPA
menyebutkan bahwa “Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang
Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan
nasional”. Oleh karena itu kajian sumberdaya agraria dalam hal ini melingkupi bumi dan
tanah sebagai objek pelayanan di bidang agraria, pertanahan dan tata ruang serta air yang
keberadaannya sangat dipengaruhi oleh bumi dan tanah.

5
Dalam Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan
Pengelolaan Sumberdaya alam disebutkan bahwa sumberdaya agraria/sumber daya alam
meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
sebagai Rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan
nasional yang wajib disyukuri. Oleh karena itu harus dikelola dan dimanfaatkan secara
optimal bagi generasi sekarang dan generasi mendatang dalam rangka mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur. Definisi di atas menunjukkan bahwa pengertian
sumberdaya alam dan sumberdaya agraria adalah sama atau dianggap sama. Oleh karena
itu, maka perbedaan ruang lingkup antara sumberdaya alam dan sumberdaya agraria
bukanlah fokus atau menjadi prioritas dalam pembahasan pada mata kuliah ini.
Gambar 1.3 berikut menunjukkan perspektif sumberdaya alam dan sumberdaya
agraria berdasarkan bentuk dan relief permukaan bumi.

Gambar 1.3. Ilustrasi Bentuk Relief Permukaan Bumi

C. Posisi Pertanahan dalam Sumberdaya Alam


Posisi pertanahan dalam sumberdaya alam ataupun sumberdaya agraria dapat
dikatakan bahwa pertanahan adalah bagian dari sumberdaya alam atau sumberdaya
agraria. Sumberdaya alam atau sumberdaya agrarian mempunyai perspektif yang lebih
luas, karena mencakup fenomena di seluruh permukaan bumi. Sedangkan pertanahan

6
terbatas pada permukaan bumi yang tampak sebagai daratan (Gambar 1.3). Gambar
tersebut menunjukkan bahwa permukaan bumi terdiri dari daratan dan ledok lautan, yang
masing-masing terbagi menjadi 3 (tiga) orde berdasarkan prosesnya, yakni: (a) orde 1,
daratan dan ledok lautan; (b) orde 2, pegunungan dan dataran; (c) orde 3, bentuk
lahan/tanah erosional, deposisinonal dan residual. Gambar 1.4 menunjukkan berbagai
bentuk lahan/tanah pada orde 3, baik yang terbentuk oleh proses air sungai, glasier/es
gelombang pantai, maupun oleh angin.

Gambar 1.3. Bentuk Lahan/Tanah Orde 3


Berbagai bentuk lahan/tanah di atas merupakan hasil dari proses geomorfologis dengan
media yang berbeda-beda, yakni:
1. Akibat proses aliran sungai, akan membentuk lembah, bukit dan delta ataupun kipas
aluvial. Dalam hal ini delta dan kipas aluvial sering disebut dengan tanah timbul;
2. Akibat proses glasier/es, akan membentuk cirques dan moraines;
3. Akibat proses gelombang laut, akan membentuk gua laut dan cliff;
4. Akibat proses angin, akan membentuk mush room rocks dan sand dunes atau gumuk pasir.
7
Gambar 1.3 di atas menunjukkan bahwa posisi pertanahan dan objek-objek yang
menjadi urusan dalam pelayanan pertanahan adalah pada bentuk lahan/tanah pada orde 3,
yakni bentuk tanah yang secara faktual berupa bidang-bidang tanah. Bidang-bidang tanah
tersebutlah yang menjadi ruang hidup dan penghidupan manusia, baik sebagai hunian maupun
sebagai tempat usaha.
Objek-objek sumberdaya agraria yang menjadi objek administrasi pelayanan
pertanahan sebagaimana di atas adalah merupakan objek kajian yang melibatkan banyak
bidang kajian yang berbeda. Gambar 1.4. merupakan skema yang menunjukkan hubungan
antara perspektif kajian keagrariaan-pertanahan dengan ilmu alamiah dasar. Perspektif kajian
yang digunakan untuk mengkaji objek-objek sumberdaya agraria tersebut adalah perspektif: (a)
spasial atau kebumian, merupakan disiplin ilmu keruangan dan teknologi kebumian yang
berhubungan dengan pengukuran dan pemetaan; (b) legal administration, yakni disiplin ilmu
hukum dan administrasi yang mengkaji hubungan hukum antara subjek dan objek hak serta
sistem dan tata cara pengadministrasian; dan (c) sosio humaniora, yakni perspektif kajian
terkait ilmu-ilmu sosial yang berhubungan dengan sejarah penguasaan, hubungan sosial antar
subjek hak maupun aspek-aspek dalam penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan.

8
Gambar 1.4. Skema Hubungan IAD dengan Perspektif Agraria - Pertanahan

TUGAS:

Jelaskan hubungan antara penguasaan, pemilikan, penggunaan


dan pemanfaatan tanah dengan berbagai macam bentuk
lahan/tanah yang anda kenal.

Paparkan di depan kelas dan diskusikan!

9
MODUL II
BENTUK MUKA BUMI

Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) yang hendak dicapai


melalui Modul III ini adalah:

Peserta Didik mampu mengidentifikasi bentuk dan relief muka bumi


serta proses pembentukan batuan dan tanah

A. Bentuk Muka Bumi dan Proses yang Mempengaruhinya


Bentuk muka bumi atau sering disebut dengan relief muka bumi terbentuk karena
karena adanya proses-proses di muka bumi yang disebabkan oleh gaya asal dalam (endogen)
dan gaya asal luar (eksogen). Gaya asal dalam dan gaya asal luar ini menyebabkan bentuk
muka bumi berubah-ubah sepanjang sejarah dan pada akhirnya memberikan kenampakan
muka bumi sebagaimana kondisi saat ini.
Gaya asal dalam adalah gaya-gaya yang berasal dari dalam perut bumi berupa gaya ke-
gunung api-an (vulkan), gaya ke-gema-an (tektonik), maupun gaya-gaya pembentukan
pegunungan. Sedangkan gaya asal luar adalah gaya-gaya yang mempengaruhi muka bumi dan
berasal dan berada di atas permukaan bumi, berupa hidrosfer, biosfer dan atmosfer (Katili,
1959).
Aktifitas hidrosfera berupa erosi atau pengikisan yang disebabkan oleh gaya air atau
denudasi yang merupakan pengangkutan material dari permukaan bumi menuju tempat yang
lebih rendah atau ke arah laut. Aktifitas biosfer berupa aktifitas oleh kekuatan organic, baik
oleh tumbuh-tumbuhan maupun oleh binatang seperti terbentuknya coral reef, batuan karst
atau gamping, hingga gua dan sungai-sungai bawah tanah. Aktifitas atmosfer didominasi oleh
kekuatan angina. Angin yang mengandung pasir halus akan mengikis batuan-batuan dan
pegunungan membentuk gumuk-gumuk pasir ataupun padang pasir. Proses oleh angin ini
disebut dengan proses deflasi.

10
Gaya-gaya asal luar dan gaya asal dalam inilah yang membentuk muka bumi,
menghancurkan relief yang telah ada dan membentuk muka bumi yang baru. Proses-proses
tersebut disebut sebagai siklus geologi. Siklus atau daur geologi terdiri dari: (1) orogenesis,
yakni pembentukan gunung dan pegunungan; (2) glyptogenesis, yakni penghancuran relief-
relief muka numi; dan (c) litogenesis, yakni pembentukan kembali batuan-batuan endapan
(Katili, 1959). Gambar 2.1 berikut adalah skema siklus geologi.

Gambar 2.1. Skema Siklus Geologi

11
Siklus geologi tersebut secara actual akan membentuk muka bumi yang kemudian
disebut sebagai bentang lahan. Bentang lahan adalah istilah yang diambil dari kata landscape
(Inggris), landscap (Belanda) dan landschaft (Jerman), yang secara umum berarti
pemandangan atau kenampakan permukaan bumi. Pemandangan yang dimaksud memiliki dua
aspek penting yaitu aspek visual dan aspek estetika pada suatu lingkungan (Zonneveld,
1979/Widiyanto dkk, 2006). Berikut merupakan pengertian mengenai bentang lahan menurut
beberapa penulis :

1. Bentang lahan merupakan gabungan dari bentuk lahan (landform). Bentuk lahan
merupakan kenampakan tunggal, seperti sebuah bukit atau lembah sungai. Kombinasi
dari kenampakan tersebut membentuk suatu bentang lahan, seperti daerah perbukitan
yang baik bentuk maupun ukurannya bervariasi/ berbeda-beda, dengan aliran air
sungai di sela-selanya (Tuttle, 1975).
2. Bentang lahan ialah sebagian ruang permukaan bumi yang terdiri atas sistem-sistem,
yang dibentuk oleh interaksi dan interpendensi antara bentuklahan, batuan, bahan
pelapukan batuan, tanah, air, udara, tetumbuhan, hewan, laut tepi pantai, energi dan
manusia dengan segala aktivitasnya, yang secara keseluruhan membentuk satu
kesatuan (Surastopo, 1982).
3. Bentang lahan merupakan bentangan permukaan bumi dengan seluruh fenomenanya,
yang mencakup: bentuklahan, tanah, vegetasi, dan atribut-atribut lain, yang
dipengaruhi oleh aktivitas manusia (Vink, 1983).
Berdasarkan pengertian bentang lahan tersebut, maka dapat diketahui bahwa terdapat
8 (delapan) unsur penyusun bentang lahan, yaitu: udara, batuan, tanah, air, bentuk
lahan, flora, fauna, dan manusia, dengan segala aktivitasnya. Kedelapan unsur bentang
lahan tersebut merupakan faktor-faktor penentu terbentuknya bentang lahan, yang
terdiri atas: faktor geomorfik (G), litologik (L), edafik (E), klimatik (K), hidrologik
(H), oseanik (O), biotik (B), dan faktor antropogenik (A). Dengan demikian,
berdasarkan faktor-faktor pembentuknya:
Ls = f (G, L, E, K, H, O, B, A)
Keterangan :
12
Ls : bentang lahan
G : geomorfik
L : litologik
E : edafik
K : klimatik
H : hidrologik
O : oseanik
B : biotic
A : antropogenik

Dikaitkan pengertiannya, maka bentang lahan mencakup 2 (dua) aspek kajian penting,
yaitu: (a) bentang alami dengan inti kajian bentuk lahan, dan (b) bentang budaya dengan inti
kajian manusia dengan segala perilakunya terhadap tanah. Bentang lahan sebagai inti kajian
bentang alami. Menurut Tuttle (1975), bentang lahan atau landscape merupakan kombinasi
atau gabungan dari bentuk lahan. Mengacu pada definisi bentang lahan tersebut, maka dapat
dimengerti bahwa unit analisis yang sesuai adalah unit bentuk lahan. Oleh karena itu, untuk
menganalisis dan mengklasifikasikan bentang lahan selalu mendasarkan pada kerangka kerja
bentuk lahan (landform).
Untuk mengenal dan memahami bentang lahan maka dapat digunakan melalui
pendekatan komponen dan kenampakan dalam lingkungan. Komponen ini berisi komponen
ekosistem lingkungan alami (abiotic dan biotic) yang terwujud dalam kenampakan bentang
alam (natural landscape) dan komponen sistem sosial atau lingkungan sosial yang
mencerminkan terbentuknya bentang budaya (cultural landscape). Yang dimaksud dengan
bentang alam (natural landscape) yakni bagian yang tampak dari lingkungan alami seperti:
bentuk permukaan bumi (morfologi daratan) dan perairan yang merupakan perwujudan
komponen geosfer berupa atmosfer, lithosfer, pedhosfer, hidrosfer dan biosfer. Dimana pada
bentang ala mini pengaruh manusia masih sangat sedikit. Sementara yang dimaksud dengan
bentang budaya (cultural landscape) adalah kenampakan konkrit dari hasil adaptasi atau
penyesuaian manusia terhadap lingkungannya. Bentang budaya mengandung unsur cipta, rasa,
dan karya manusia yang bersifat sangat dinamis dan mengisi ruang dari bentang alam (Santosa
2014).
Proses terbentuknya bentang lahan baik bentang alam maupun bentang budaya terdiri
dari 3 komponen yakni: komponen lingkungan alam (abiotik maupun biotik), lingkungan
13
sosial (culture), dan suprastruktur yang merupakan entitas di luar komponen lingkungan.
Ketiga komponen tersebut memiliki keterkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lainnya. Komponen alam merupakan dasar, tempat manusia dan makhluk hidup melakukan
kegiatan. Komponen biotik berupa permukaan bumi dan seluruh isinya, sementara komponen
biotik terdiri dari flora dan fauna. Sebagai contohnya lingkungan pegunungan akan
memberikan pengaruh pola interaksi yang tentunya berbeda dengan lingkungan pantai. Hal ini
berpengaruh terhadap kenampakan bentang alam dan bentang budaya di atasnya yang
tentunya akan berbeda. Komponen sosial memiliki sifat yang dinamis dan sering pula disebut
sebagai faktor perubah atau modifier. Aktivitas manusia dapat memodifikasi lingkungan alam,
yang dapat diamati melalui kenampakan bentang budayanya. Komponen Suprastruktural
merupakan faktor kunci yang paling tinggi yang mempengaruhi aktivitas manusia dalam
lingkungan alam. Komponen ini berada pada tingkatan norma, nilai-nilai, kepercayaan, sistem
religi yang akan berpengaruh terhadap unsur budaya berupa cipta, rasa, dan karsa manusia
yang mempengaruhi prilaku manusia dalam berhubungan dengan lingkungan alam. Analisis
dapat dilakukan dengan melihat unsur norma, budaya, religi, ideologi, kepercayaan, tradisi,
pengetahuan, teknologi.
Bentuk lahan adalah bagian dari permukaan bumi yang memiliki bentuk topografi
khas, akibat pengaruh kuat dari proses alam dan struktur geologis pada material batuan, dalam
skala ruang dan waktu kronologis tertentu. Berdasarkan pengertian ini, faktor-faktor penentu
bentuk lahan (Lf) dapat dirumuskan:
Lf: f (T, P, S, M, K)

Dengan keterangan:
T : topografi
P : proses alam
S : struktur geologi
M : material batuan
K : ruang dan waktu kronologis

14
Oleh karena untuk menganalisis bentang lahan lebih sesuai dengan didasarkan pada
bentuk lahan, maka klasifikasi bentang lahan juga akan lebih sesuai jika didasarkan pada unit-
unit bentuk lahan penyusunnya.
B. Batuan dan Tanah
Batuan adalah material yang dibentuk oleh mineral-mineral. Mineral-mineral
pembentuk batuan akan mencirikan jenis batuan yang dibentuknya. Dalam hal ini terdapat 3
(tiga) jenis batuan, yakni: (1) batuan beku, yang terjadi karena proses pembekuan material
dari gunung api seperti batuan andesit, basaltis maupun batu granit; (2) batuan endapan atau
batuan sedimen, yang terbentuk karena proses pengendapan; dan (3) batuan metamorf, yang
terbentuk karena adanya tekanan dan temperatur yang tinggi, seperti batu marmer. Gambar
2.2. berikut adalah adanya daur atau sikulus batuan.

Gambar 2.2. Siklus Batuan


(Sumber: Katili, 1959)
15
C. Faktor-Faktor Pembentuk Tanah
Jenis-jenis tanah di permukaan bumi berbeda-beda tergantung pada faktor-faktor
pembentuk tanahnya. Faktor-faktor pembentuk tanah tersebut pada kahirnya
mempengaruhi bentuk bentanglahan yang terjadi. Dalam hal ini factor-faktor pembentuk
tanah terdiri dari 5 (lima) factor, yakni: (1) bahan induk atau parents material; (2) topografi;
(3) iklim; (4) aktifitas organisme; dan (5) waktu.
1. Bahan induk terdiri dari batuan vulkanik, batuan beku, batuan sedimen (endapan),
dan batuan metamorf. Batuan induk itu akan hancur menjadi bahan induk, kemudian
akan mengalami pelapukan dan menjadi tanah.
Tanah yang terdapat di permukaan bumi sebagian memperlihatkan sifat (terutama
sifat kimia) yang sama dengan bahan induknya. Bahan induknya masih terlihat
misalnya tanah berstuktur pasir berasal dari bahan induk yang kandungan pasirnya
tinggi. Susunan kimia dan mineral bahan induk akan mempengaruhi intensitas tingkat
pelapukan dan vegetasi diatasnya. Bahan induk yang banyak mengandung unsur Ca
akan membentuk tanah dengan kadar ion Ca yang banyak pula sehingga dapat
menghindari pencucian asam silikat dan sebagian lagi dapat membentuk tanah yang
berwarna kelabu. Sebaliknya bahan induk yang kurang kandungan kapurnya
membentuk tanah yang warnanya lebih merah.
2. Topografi. Keadaan relief suatu daerah akan mempengaruhi tebal atau tipisnya lapisan
tanah. Daerah yang memiliki topografi miring dan berbukit lapisan tanahnya lebih
tipis karena tererosi, sedangkan daerah yang datar lapisan tanahnya tebal karena
terjadi sedimentasi. Daerah yang drainasenya jelek seperti sering tergenang
menyebabkan tanahnya menjadi asam.
3. Faktor Iklim. Unsur-unsur iklim yang mempengaruhi proses pembentukan tanah
terutama ada dua, yaitu suhu dan curah hujan. Suhu akan berpengaruh terhadap proses
pelapukan bahan induk. Apabila suhu tinggi, maka proses pelapukan akan
berlangsung cepat sehingga pembentukan tanah akan cepat pula. Curah hujan akan
berpengaruh terhadap kekuatan erosi dan pencucian tanah, sedangkan pencucian tanah
yang cepat menyebabkan tanah menjadi asam (pH tanah menjadi rendah).

16
4. Aktifitas Organisme. Organisme sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan
tanah dalam hal membuat proses pelapukan baik pelapukan organik maupun
pelapukan kimiawi. Pelapukan organik adalah pelapukan yang dilakukan oleh
makhluk hidup (hewan dan tumbuhan), sedangkan pelapukan kimiawi adalah
pelapukan yang terjadi oleh proses kimia seperti batu kapur larut oleh air. Membantu
proses pembentukan humus (tumbuhan akan menghasilkan dan menyisakan daun-
daunan dan ranting-ranting yang menumpuk di permukaan tanah. Daun dan ranting
itu akan membusuk dengan bantuan jasad renik/mikroorganisme yang ada di dalam
tanah).
5. Faktor waktu. Tanah tua proses pembentukan tanah berlangsung lebih lanjut sehingga
terjadi proses perubahan-perubahan yang nyata pada horizon-horoson A dan B.
Akibatnya terbentuk horizon Contoh tanah pada tingkat tua adalah jenis tanah
podsolik dan latosol tua (laterit). Lamanya waktu yang diperlukan untuk
pembentukan tanah berbeda-beda. Bahan induk vulkanik yang lepas-lepas seperti abu
vulkanik memerlukan waktu 100 tahun untuk membentuk tanah muda, dan 1000 –
10.000 tahun untuk membentuk tanah dewasa

TUGAS:

Berikan contoh-bentuk lahan di permukaan bumi yang disebabkan


oleh adanya proses air dan angin. Cermati dan tuliskan
perbedaannya.

Presentasikan di depan kelas.

17
MODUL III
SUMBERDAYA AIR

Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) yang hendak dicapai


melalui Modul III ini adalah:

Peserta didik mampu menganalisis hubungan sumberdaya air


dengan kebijakan pertanahan

Pada 2010, Perserikatan Bangsa--‐Bangsa (PBB) memasukkan air dalam poin Hak
asasi manusia (HAM). “... equitable access to safe and clean drinking water and sanitation as
an integral component of the ealization of all human rights (akses yang setara terhadap air
minum dan sanitasi yang bersih dan aman adalah bagian tak terpisahkan dari realisasi hak
asasi manusia),” Resolusi 64/292, 2010). Sekitar 55–78% tubuh manusia terdiri dari air,
tergantung ukuran badan. Agar berfungsi baik, tubuh manusia membutuhkan antara 1 sampai
7 liter air per hari untuk menghindari dehidrasi. Jumlah ini dinamis, tergantung pada, antara
lain, tingkat aktivitas, suhu, dan kelembaban.

Berkenaan dengan hal di atas, maka kebijakan keagrariaan, tata ruang dan pertanahan
harus memperhatikan keberadaan dan kondisi sumberdaya air. Oleh karena itu, pengetahuan
tentang sumberdaya air menjadi penting untuk diinputkan dalam proses pembelajaran bagi
mahasiswa di bidang pertanahan dan tata ruang, mulai dari siklus air, keberadaan sumberdaya
air hingga hubungan sumberdaya air dengan kebijakan pertanahan dan tata ruang.

A. Siklus Hidrologi

Air merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbarui dan dibutuhkan oleh semua
makhluk hidup. Keberadaan air di alam ini bersifat mobile dan dinamis, serta berubah-ubah
bentuk mengikuti siklusnya. Dalam siklusnya air mengalami berbagai bentuk, yakni dalam
bentuk uap air, air permukaan dan air tanah. Dalam konteks ini bentuk air yang sangat
berhubungan dengan kebijakan dan pengelolaan pertanahan dan penataan ruang adalah air
18
permukaan dan air tanah. Air permukaan agar tidak memberikan dampak yang negatif dan
berkontribusi dalam penurunan kualitas lingkungan harus diberikan ruang untuk meresap
ke dalam tanah atau dialirkan melalui saluran air atau saluran-saluran drainase sebagai
media air permukaan untuk mengalir. Sedangkan air tanah berhubungan dengan
ketersediaan pasokan air, baik untuk kebutuhan domestik maupun kebutuhan non domestik.
Kebijakan dan pengelolaan pertanahan harus diarahkan agar ketersediaan air tanah tetap
terjaga, meskipun penggunaan dan pemanfaatan tanah dan ruang di atasnya terus terjadi.

Siklus hidrologi atau sering disebut juga sebagai siklus air dibedakan menjadi siklus
pendek, sedang dan siklus panjang1. Berikut adalah gambar-gambar yang menunjukkan
siklus hidrologi tersebut berdasarkan jenisnya.

Gambar 3.1. Skema Siklus Hidrologi Pendek

1
https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/hidrologi/jenis-siklus-air
19
Siklus hidrologi pendek atau kecil merupakan siklus yang paling sederhana karena
hanya melibatkan beberapa tahapan saja, yakni proses penguapan akibat bekerjanya sinar
matahari, kondensasi dan hujan. Hujan yang turun di permukaan bumi, akan menguap kembali.

Gambar 3.2. Skema Siklus Hidrologi Sedang

Siklus hidrologi sedang, memiliki tahapan yang lebih kompleks dari pada siklus pendek,
karena ada proses-proses yang relatif lebih detail. Proses tersebut adalah: (a) proses evaporasi,
yakni penguapan yang disebabkan oleh bekerja sinar matahari yang mengenai permukaan
bumi dan badan-badan air; (b) uap hasil evaporasi air bergerak menjadi awan; (c) awan yang
jenuh mencapai titik kondensasi dan menjadi; (d) hujan turun di permukaan bumi; (e) air
mengalir ke badan air dan menguap kembali.

20
Gambar 3.3. Skema Siklus Hidrologi Panjang
Siklus hidrologi panjang atau besar, mempunyai tahapan yang paling kompleks di
antara ketiga siklus. Tahapan tersebut adalah: (a) matahari menyinari permukaan Bumi yang
menyebabkan terjadinya penguapan: (b) proses evaporasi, yakni berubahnya air menjadi uap
air yang kemudian mengalami proses sublimasi; (c) proses sublimasi, yakni uap air berubah
bentuk menjadi awan yang mengandung kristal-kristal es; (d) awan setelah mencapai titik
kondensasi, menjadi hujan; (e) hujan turun ke permukaan bumi; (f) air meresap ke dalam
tanah dan mengalir di permukaan bumi dan badan-badan air; (g) air mengalami proses
penguapan kembali.
Meskipun terdapat jenis-jenis siklus hidrologi sebagaimana di atas, tetapi ada 4 hal
penting yang berproses pada semua jenis siklus hidrologi, yakni: (a) presipitasi, yakni air yang
turun ke permukaan bumi dalam bentuk hujan; (b) evaporasi, atau sering disebut dengan
penguapan, yakni perubahan air dari bentuk cair ke bentuk gas; (c) infiltrasi, yakni
meresapnya air ke dalam tanah; dan (d) limpasan permukaan, yakni air yang mengalir di atas
permukaan tanah (Gambar 3.4).

21
Gambar 3.4. Ilustrasi Siklus Hidrologi
Terlepas dari jenis-jenis siklus hidrologi yang ada, proses yang paling berpengaruh
terhadap kehidupan manusia adalah proses air di atas permukaan bumi. Secara umum air di
permukaan bumi terkonsentrasi pada badan-badan air dan pada akuifer air tanah, yakni
batuan/lapisan batuan yang mampu mengikat/menerima dan meloloskan air di dalam tanah.
Berikut ini adalah beberapa jenis batuan/lapisan batuan yang berhubungan dengan
keberadaan air tanah:
1. Akifer (Aquifer, reservoir air tanah, formasi pengikat air), adalah batuan/lapisan batuan
yang mampu mengikat/menerima dan meloloskan air, contoh: pasir
a. Akifer Bebas/Tidak tertekan
b. Akifer Tertekan
c. Akifer Melayang
d. Akifer Semi Tertekan

22
Gambar 3.4. Penampang Akifer Air Tanah
Gambar 3.5 di bawah menunjukkan ilustrasi penampang akifer, baik akifer bebas
(akifer terbuka) maupun akifer tertekan (akifer tertutup) serta penampang jenis sumur
dengan sumber yang berbeda. Sumur biasa (dalam gambar disebut sebagai sumur meja air
adalah sumur yang sumber airnya berasal dari akifer bebas, dengan kedalaman relatif
dangkal. Sumur-sumur model ini paling sering dijumpai dan biasa disebut dengan sumur
gali.

Gambar 3.5. Penampang Akifer dan Ilustrasi Sumur

23
Jenis sumur yang lain adalah sumur artesis, di mana airnya bersumber dari akifer
tertekan yang cenderung lebih dalam dan mempunyai tekanan tinggi. Tekanan ini
disebabkan karena keberadaan air di bawah lapisan kedap air dengan kedalaman yang
lebih dibanding dengan sumur biasa. Secara kualitas, air sumur artesis ini mempunyai
kandungan mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumur gali biasa.

2. Akiklud (Aquiclude, lapisan impermeable), adalah batuan/lapisan batuan yang mampu


mengikat/menerima air tetapi tidak mampu meloloskan air, contoh: lempung
3. Akifug (Aquifuge, formasi kedap air), adalah batuan/lapisan batuan yang tidak dapat
mengikat/menerima air, contoh: granit

Beberapa jenis batuan yang berhubungan dengan keberadaan air sebagaimana di atas
sangat mempengaruhi kondisi pertanahan dan sumberdaya alam lainnya, utamanya
berkenaan dengan karakteristik wilayah dan jenis penggunaan tanahnya. Misalnya, akifer
yang biasanya berupa pasir akan mudah menerima dan meresapkan air hujan ke dalam
tanah melalui proses infiltrasi dan perkolasi. Dalam hal ini yang dimaksud dengan infiltrasi
adalah perpindahan air dari atas ke dalam permukaan tanah, sedangkan perkolasi adalah
gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh (antara permukaan tanah sampai permukaan air
tanah) ke dalam zona jenuh air (di bawah permukaan air tanah).
Batuan/lapisan batuan yang mampu mengikat/menerima air tetapi tidak mampu
meloloskan air seperti lempung, cenderung mampu menerima air tetapi sulit untuk
meresapkan air. Wilayah yang didominasi oleh batuan yang bersifat aquiclude ini akan
mudah terjadi penggenangan atau malah sering terjadi banjir.
Sedangkan batuan yang bersifat kedap air, atau disebut dengan aquifuge ini tidak
mampu menerima dan melewatkan air. Biasanya hanya digunakan untuk bangunan atau
penggunaan lain yang tidak berhubungan dengan tanah.

B. Manajemen Sumberdaya Air


Manajemen sumberdaya air merupakan bagian dari upaya pengelolaan lingkungan
hidup sebagaimana di atur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
24
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam hal ini, perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Dalam hal perlindungan, terminologi yang ada dalam undang-undang di atas adalah
konservasi. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumberdaya alam untuk
menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. Dalam hal ini
konservasi sumberdaya alam meliputi, antara lain, konservasi sumberdaya air, ekosistem
hutan, ekosistem pesisir dan laut, energi, ekosistem lahan gambut, dan ekosistem karst.

Oleh karena itu, mengingat sumberdaya air adalah sumberdaya yang vital dan sangat
terkait dengan keberadaan tanah, maka diperlukan perlindungan dan pengelolaan
sumberdaya air yang meliputi:

1. Perencanaan

Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui


tahapan: (a) inventarisasi lingkungan hidup; (b) penetapan wilayah ekoregion; dan (c)
penyusunan Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH).
Penetapan wilayah ekoregion dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesamaan: (a)
karakteristik bentang alam; (b) daerah aliran sungai; (c) iklim; (d) flora dan fauna; (e)
sosial budaya; (f) ekonomi; (g) kelembagaan masyarakat; dan (h) hasil inventarisasi
lingkungan hidup.

2. Pemanfaatan
Pemanfaaran sumberdaya alam, termasuk sumberdaya air dilakukan berdasarkan hasil
perencanaan sebagaimana terdapat dalam RPPLH. Pemanfaatan sumberdaya alam
dilaksanakan berdasarkan daya dukungdan daya tampung lingkungan hidup dengan
memperhatikan: (a) keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup; (b) keberlanjutan
25
produktivitas lingkungan hidup; dan (c) keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan
masyarakat.
3. Pengendalian
Pengendalian pemanfaatan sumberdaya alam terhadap pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan
hidup. Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
meliputi: (a) pencegahan; (b) penanggulangan; dan (c) pemulihan. Instrumen
pencegahan pemanfaatan ruang terhadap pencemaran dan kerusakan dilakukan
melalui: (a) KLHS; (b) tata ruang; (c) baku mutu lingkungan hidup; (d) kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup; (e) amdal; (f) UKL-UPL; (g) perizinan; (h) instrumen
ekonomi lingkungan hidup; (i) peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan
hidup; (j) anggaran berbasis lingkungan hidup; (k) analisis risiko lingkungan hidup; (l)
audit lingkungan hidup; dan m. instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau
perkembangan ilmu pengetahuan.
4. Pemeliharaan

Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya: (a) konservasi sumber daya
alam; (b) pencadangan sumber daya alam; dan/atau (c) pelestarian fungsi atmosfer.
Konservasi sumberdaya alam meliputi kegiatan: (a) perlindungan sumber daya alam; (b)
pengawetan sumber daya alam; dan (c) pemanfaatan secara lestari sumber daya alam.

5. Pengawasan
Pengawasan dilakukan untuk memastikan bahwa pelaku usaha atau pihak-pihak yang
mendapatkan izin lingkungan oleh pemerintah tidak pelakukan pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini masyarakat juga diberikan peran untuk
terlibat dalam pengawasan sosial. Peran masyarakat dalam pengawasan dilakukan untuk:
(a) meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
(b) meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; (c)
menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat; (d)
menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan

26
sosial; dan (e) mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka
pelestarian fungsi lingkungan hidup.

6. Penegakan hukum

Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan
upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Sehubungan dengan
hal tersebut, perlu dikembangkan satu system hukum perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum
sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan
pembangunan lain. Dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana
lingkungan hidup, dapat dilakukan penegakan hukum terpadu antara penyidik pegawai
negeri sipil, kepolisian, dan kejaksaan di bawah koordinasi Menteri.

Beberapa hal di atas, perlu dipahami dan diupayakan untuk diimplementasikan secara
bersama-sama agar pemanfaatan sumberdaya alam termasuk di dalamnya adalah
sumberdaya air dapat memberikan kemanfaatan optimal dan terjaga kelestariannya. Terkait
dengan keberadaan sumberdaya air, beberapa agenda bersama dapat segera dilakukan.
Pertama, pemerintah kabupaten/kota segera menetapkan kawasan pertanian pangan
berkelanjutan, secara ketat mengendalikan alih fungsi, menjaga zona-zona resapan air dan
RTH serta menertibkan pihak-pihak yang melanggar RTRW maupun melakukan alih
fungsi lahan tanpa ijin. Kedua, masyarakat secara aktif dan partisipatif membuat zona-zona
resapan air secara mandiri, ikut mengawasi pihak-pihak yang mengalihfungsikan lahan
pertanian, memanfaatkan air secara bijaksana dan memelihara saluran-saluran air dari
limbah serta mengamankan sempadan sungai dari bangunan ataupun hunian yang
mengganggu aliran sungai. Ketiga, kalangan akademisi dan NGO secara kritis memberikan
pandangan dan masukan untuk kebijakan, mengedukasi masyarakat untuk ikut dalam
agenda penyelamatan tanah dan air serta melakukan pendampingan-pendampingan pada
masyarakat untuk menata wilayah dan huniannya. Keempat, pelaku bisnis menjalankan

27
usahanya secara tertib, taat azas dan menghindarkan dari perilaku spekulatif yang
merugikan banyak pihak. Gambar 3.6, merupakan artikel tentang perlindaungan tanah dan
air.

Gambar 3.6. Artikel Media Masa terkait Sumberdaya Tanah dan Air
(Sumber: Sutaryono, 2017)

TUGAS:

Baca dan cermati artikel di atas dan berikan komentar secara


kritis substansi artikel tersebut.

Tuliskan dalam format critical review sepanjang 1 – 2 halaman

28
C. Hubungan Sumberdaya Air dengan Kebijakan Pertanahan
Keseimbangan alam telah tertata sedemikian rupa mengikuti Moral Alam, yang
bahasa ilmiahnya disebut sebagai ekosentrisme, yakni pandangan yang mengutamakan
kelestarian alam dan lingkungan. Pandangan ini sering dihadapkan dengan
antroposentrisme yang mengagungkan pemenuhan kebutuhan manusia dengan
mengeksploitasi alam dan lingkungan. Pergeseran pandangan ekosentrisme ke
antroposetrisme inilah menjadikan lingkungan hidup sebagai sebuah sistem equal menjadi
ternafikan. Akibat berkurangnya atau bahkan hilangnya keseimbangan lingkungan alam,
maka kualitas lingkungan berkurang dan berujung pada terjadinya berbagai bencana.
Berkenaan dengan hal di atas, saatnya kita menengok kembali dan menempatkan
moral alam sebagai pertimbangan utama dalam proses-proses pembangunan. Satu hal yang
penting adalah berkenaan dengan kebijakan pertanahan. Kebijakan pertanahan sering hanya
dimaknai sebagai pemberian hak atas tanah dan sertifikasi saja, tanpa mempertimbangkan
aspek yang lain. Padahal berbagai aspek lainnya seperti penatagunaan tanah, penataan
ruang, pemberian izin lokasi, pertimbangan teknis pertanahan dan hal-hal lain merupakan
hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan pertanahan.
Berbagai dampak kebijakan pertanahan terhadap kondisi sumberdaya air dapat
disebutkan antara lain: (a) banjir dan penggenangan; (b) kekeringan; (c) longsor; (d)
berkurangnya ruang terbuka hijau; (e) pencemaran; (f) berkembangnya slump area; dan
lain-lain. Berikut ini adalah beberapa contoh kasus yang berhubungan dengan kebijakan
pertanahan terkait sumberdaya air dan sumberdaya alam lainnya.

Kasus 1:
Keterbatasan zona resapan air dan ketersediaan ruang terbuka hijau dapat menyebabkan
beberapa persoalan, utamanya banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau.
Kondisi tersebut juga terjadi di wilayah Yogyakarta. Pada tahun 2015 saja alih fungsi lahan
pertanian untuk permukiman, industri maupun jalan mencapai 1.814 ha (KR, 6-3-2017).
Untuk Kabupaten Sleman yang merupakan kawasan resapan air, alih fungsi lahan pada
tahun tersebut mencapai 506 ha atau sebesar 3,54%. Tidak berbeda dengan kondisi lahan
pertanian, kondisi airpun sudah semakin kritis. Kajian Dinas PUP-ESDM beberapa waktu
29
lalu menemukan bahwa penurunan muka air tanah terjadi secara permanen, dengan rata-rata
20 – 30 cm pertahun. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi sumberdaya air sangat terkait
dengan kebijakan pertanahan dan kebijakan pembangunan.

TUGAS:

Baca dan cermati kasus 1 dan artikel pada Gambar 3.6. di atas dan berikan komentar
secara kritis substansi kasus dan artikel tersebut.
Tuliskan dalam format critical review sepanjang 1 – 2 halaman dengan spasi tunggal dan
kuatkan dengan data-data yang anda dapatkan.

Gambar 3.7. Artikel Media Massa Terkait Ruang Hijau


Kasus 2:
Dalam konteks bencana banjir dan tanah longsor, hak atas tanah tidak hanya dimaknai
sebagai hak penguasaan dan pemilikan saja, mengingat dalam moral alam, air ditempatkan
sebagai entitas yang juga mempunyai hak. Air mempunyai hak untuk menguap, mengalir
ke tempat yang lebih rendah dan meresap ke dalam tanah. Persoalannya hak air atas tanah

30
agar bisa mengalir secara wajar telah diambil oleh masyarakat untuk rumah tinggal dan
tempat pembuangan sampah. Dalam hal ini adalah hak atas tanah pada sempadan sungai.
Tanah pada sempadan sungai, bukanlah hak negara atau bahkan masyarakat, tetapi adalah
hak air. Apabila hak air atas tanah (sempadan sungai) diambil dan dihaki oleh pihak lain,
maka air akan mengambil haknya melalui banjir. Demikian pula, hak air atas ruang-ruang
terbuka hijau dan zona resapan di daerah atas diambil untuk berbagai macam bangunan,
maka air akan mengambil haknya melalui rekahan-rekahan yang masih ada, yang berujung
pada tanah longsor. Kasus ini menunjukkan bahwa persoalan sumberdaya air sangat terkait
dengan kebijakan pertanahan (pemberian hak dan penatagunaan tanah) sebagaimana
diilustrasikan pada Gambar 3.8 dan 3.9.

TUGAS:

Baca dan cermati kasus 2 dan artikel pada Gambar 3.6 dan 3.7, berikan komentar
secara kritis substansi kasus dan artikel tersebut.

Tuliskan dalam format critical review sepanjang 1 – 2 halaman dengan spasi tunggal
dan kuatkan dengan data-data yang anda dapatkan, untuk masing-masing artikel
berdasarkan kasus yang dipaparkan.

31
Gambar 3.8. Artikel Media Massa Terkait Hak Air

(Sumber: Sutaryono, 2016)

Gambar 3.9. Artikel Media Massa Terkait Pembangunan Perumahan


(Sumber: Sutaryono, 2013)

32
MODUL IV
PEMANFAATAN DATA SUMBERDAYA ALAM
UNTUK KEBIJAKAN PERTANAHAN

Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) yang hendak


dicapai melalui Modul III ini adalah:

Peserta Didik Mampu Memanfaatkan data sumberdaya alam


dan sumberdaya agraria untuk pengambilan kebijakan
pertanahan

A. Pemberian Hak Atas Tanah

Berdasarkan Pasal 16 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar


Pokok-Pokok Agraria, disebutkan bahwa hak-hak atas tanah meliputi:
1. hak milik,
2. hak guna-usaha,
3. hak guna-bangunan,
4. hak pakai,
5. hak sewa,
6. hak membuka tanah,
7. hak memungut hasil hutan,
8. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan
dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara.
Bermacam-macam hak atas permukaan bumi atau hak atas tanah tersebut dapat
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain serta badan-badan hukum. Hak-hak atas tanah memberi wewenang
untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta
ruang yang ada di atasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung

33
berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini
dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Berdasarkan ketentuan
tersebut, makna dikuasai oleh negara berarti negara sebagai organisasi kekuasaan tertinggi
dari bangsa Indonesia untuk: (a) mengatur & menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan,
persediaan & pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa; (b) menentukan & mengatur
hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; (c)
menentukan & mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang & perbuatan-
perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Berkenaan dengan hal di atas, setiap warga negara Indonesia baik laki-laki maupun
perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh hak atas tanah serta
mendapat manfaat dan hasilnya baik bagi diri sendiri maupun bersama keluarganya. Hak-
hak atas tanah apapun yang dipunyai oleh seseorang, kelompok, badan hukum harus
mempunyai fungsi sosial, sehingga tidak dapat dibenarkan akan digunakan semata-mata
untuk kepentingan pribadi. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan
sifat dari hak atas tanah tersebut, sehingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan
kebahagiaan yang mempunyainya maupun masyarakat dan Negara.
Dalam hal ini pemberian hak atas tanah adalah penetapan pemerintah yang
memberikan suatu hak atas tanah negara, termasuk perpanjangan jangka waktu hak dan
pembaharuan hak serta pemberian hak di atas hak pengelolaan (Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak
Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah). Pemberian hak meliputi Hak Milik, Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
Pemberian hak tersebut dapat dilaksanakan dengan keputusan pemberian hak secara
individual atau kolektif atau secara umum.
Skema pemberian hak atas tanah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dapat dilihat pada Gambar 4.1. Dalam proses pemberian hak tersebut, harus
didasarkan dan mempertimbangkan kondisi fisik sumberdaya alamnya, baik pada bidang-

34
bidang tanah yang akan diberikan haknya maupun kondisik fisik lingkungan yang
mempenagruhinya.

Data

Sumberdaya

Alam

Gambar 4.1. Skema Pemberian Hak Atas Tanah


Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak
Pengelolaan, baik secara tersirat maupun tersurat dalam setiap proses pemberian hak atas
tanah (Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan)
35
harus memperhatikan dan sesuai dengan RTRW. Dalam hal ini, beberapa persyaratannya
seperti Izin Lokasi untuk pemberian HGU dan HPL harus sesuai dengan RTRW. Hal ini
menunjukkan bahwa aspek fisik sumberdaya alam yang direpresentasikan dalam produk-
produk rencana tata ruang harus dipatuhi dalam pemberian hak atas tanah.

B. Perizinan di Bidang Pertanahan


Perizinan di bidang pertanahan tidak terlepas dari berbagai perizinan dalam
pemanfaatan ruang. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 Tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang, berbagai Izin pemanfaatan ruang dapat berupa:
1. izin prinsip;
2. izin lokasi;
3. izin penggunaan pemanfaatan tanah;
4. izin mendirikan bangunan; dan
5. izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berbagai perizinan sebagaimana di atas, baik secara langsung maupun tidak
langsung harus mendasarkan dan mempertimbangkan data-data sumberdaya alam.
Dalam hal ini data-data sumberdaya alam tidak hanya terbatas pada data-data
pertanahan, tetapi juga data-data sumberdaya alam dalam persepektif yang lebih luas.
Seperti karakteristik fisik-alamiah masing-masing unsur sumberdaya alam, jenis
penggunaan tanah, pola penggunaan tanah dan pemanfaatan, serta faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukannya, jenis-jenis dan pola penguasaan dan pemilikan tanah,
serta faktor-faktor yang mempengaruhinya serta implikasi karakteristik fisik-sosio-
ekonomi dan yuridis terhadap sumberdaya alam yang menjadi objek perijinan.

TUGAS

Uraikan beberapa persyaratan perizinan di bidang pertanahan


sebagaimana di atas, yang berhubungan dengan data dan informasi
sumberdaya alam.

Bedakan antara persyaratan perizinan yang satu dengan perizinan yang


36
lain.
C. Perencanaan Penggunaan Tanah

Gambar 4.2. Kunci Penggunaan Tanah

Pengertian perencanaan penggunaan tanah menurut Working Group on Land Use


Planning (WGLUP) adalah “Land Use Planning (LUP) is an iterative process based on the
dialogue amongst all stakeholders aiming at the negotiation and decision for a sustainable
form land use in rural areas as well as initiating and monitoring its implementation” (Amler,
B. etc., 1999). Terjemahan bebasnya perencanaan penggunaan tanah merupakan sebuah proses
yang didasarkan pada dialog antar semua stake holder yang berisikan negosiasi dan keputusan
untuk mewujudkan keberlanjutan penggunaan tanah di wilayah perdesaan secara baik, mulai
tahapan inisiasi, pelaksanaan sampai monitoring. Dalam hal ini objek yang direncanakan
37
adalah penggunaan tanah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah, yang dimaksud dengan penggunaan tanah adalah wujud tutupan
permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia. Apabila
dikaitkan dengan definisi perencanaan penggunaan tanah, maka penggunaan tanah yang
menjadi objek perencanaan adalah penggunaan tanah yang merupakan buatan manusia.

Adapun keputusan untuk mewujudkan penggunaan tanah secara berkelanjutan harus


mendasarkan pada dua kunci penggunaan tanah sebagaimana Gambar 4.2, yakni bisa dan tidak
bisa serta boleh dan tidak boleh. Bisa dan tidak bisa berhubungan dengan potensi fisik serta
karakteristik wilayah yang akan direncanakan, sedangkan boleh tidak boleh berkenaan dengan
aspek yuridis dan kebijakan yang biasanya didasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah.

Prinsip-prinsip penggunaan tanah sebagaimana disebutkan oleh WGLUP (Amler, B.


etc., 1999) adalah sebagai berikut:

1. rencana penggunaan tanah harus berorientasi pada kondisi lokal, baik metode maupun
substansinya;
2. rencana penggunaan tanah mempertimbangkan pandangan-pandangan budaya dan
bangunan-bangunan yang didasarkan pada kearifan lokal;
3. rencana penggunaan tanah mempertimbangkan strategi tradisional untuk penyelesaian
masalah dan konflik
4. rencana penggunaan tanah mempunyai asumsi bahwa sebuah konsep mengenai
pembangunan perdesaan adalah sebuah proses bottom up untuk menolong diri sendiri
(mandiri) dan menciptakan responsibilitas diri;
5. rencana penggunaan tanah adalah sebuah proses dialog, menciptakan prakondisi untuk
keberhasilan dalam negosiasi dan kerjasama antar stake holder;
6. rencana penggunaan tanah adalah sebuah proses menuju pada peningkatan kapasitas
partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan;
7. rencana penggunaan tanah memerlukan transparansi, oleh karena itu akses yang luas
terhadap informasi bagi semua partisipan merupakan suatu prasyarat yang harus dipenuhi;

38
8. deferensiasi stake holder dan pendekatan gender adalah prinsip pokok dalam rencana
penggunaan tanah;
9. rencana penggunaan tanah berbasis kerjasama interdisipliner;
10. rencana penggunaan tanah adalah suatu proses iteratif, fleksibel dan terbuka, berbasis
pada penemuan-penemuan dan perubahan-perubahan baru;
11. rencana penggunaan tanah berorientasi pada implementasi.

Prinsip-prinsip di atas diorientasikan untuk mendapatkan sasaran rencana penggunaan


tanah sebagai berikut:

1. mempertahankan kelestarian lingkungan hidup;


2. menyediakan lahan untuk kepentingan umum
3. melindungi masyarakat dari kemungkinan menderita kerugian yang besar, yaitu untuk
berbagai kegiatan dengan faktor eksternalitas negatif yang tinggi;
4. menciptakan/menjaga keindahan dan kenyamanan suatu lingkungan
5. agar terdapat efisiensi dalam penyediaan sarana prasarana wilayah;
6. melindungi kepentingan masyarakat kecil;
7. menghindari penggunaan lahan yang pincang sehingga tidak efisien;
8. menghindari penggunaan lahan yang tidak memberikan sumbangsih yang optimal.

Berdasarkan prinsip-prinsip dan sasaran rencana penggunaan tanah sebagaimana di


atas, maka diperlukan berbagai data dan informasi sumberdaya alam yang menjadi faktor-
faktor penting dalam kebijakan perencanaan penggunaan tanah di suatu wilayah.

TUGAS

Uraikan dan jelaskan berbagai data dan informasi sumberdaya alam


yang berhubungan dan dipersyaratkan dalam perencanaan penggunaan
tanah.

Jelaskan peran masing-masing data dan informasi serta pentingnya data


dan informasi tersebut dalam perencanaan penggunaan tanah. 39
DAFTAR PUSTAKA

Amler, B. etc., 1999. Land Use Planning: Methods, Strategies and Tools. Deuscche
Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ). Eschborn, Germany.

Beek, K.J., 1978, Land Evaluation for Agricultyral Development; Same Explorations of
Land-use Systems Analysis with Particular Reference to Latin America, Wageningen:
ILRI.

Dusseldorp, D.B.W.M., Van, 1971, Planning of Service Centres in Rural Areas of


Developing Countries, Wageningen: ILRI.

Jayadinata, Johara T. 1992. Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan dan
Wilayah, Penerbit ITB. Bandung

Katili, J. 1959. Pengantar Geologi Umum. Balai Pendidikan Guru, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Bandung.

Nelson, De Von, 1986, Guidelines for Rural Land Use Planning in Deve-lopment Countries,
Rome: Intrdepartemental Working Group, FAO.

Ritohardoyo, Su. 2000. Penggunaan Lahan II (Pengantar Perencanaan Penggunaan Lahan)


Yogyakarta: PS. Pembangunan Wilayah, Fakultas Geografi, UGM.

Sadyohutomo, M. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah. Bumi Aksara. Jakarta.

Santosa, LW, Muta’ali, L 2014, Bentang Alam dan Bentang Budaya: panduan kuliah kerja
lapangan pengenalan bentanglahan, Badan Penerbit Fakultas Geografi, Yogyakarta.

Siderius, W., 1986, Land Evaluation for Land Use Planning and Conser-vation in Sloping
Areas, Wageningen: ILRI.

Sutaryono, 2007. Dinamika Penataan Ruang dan Peluang Otonomi Daerah. TuguJogja Grafika.
Yogyakarta.
Sutaryono, 2016. Hak (Air) Atas Tanah. Opini SKH Kedaulatan Rakyat, 22-04-2016 hal 12.

Tarigan, Robinson. 2008. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Bumi Aksara. Jakarta.

Thornbury, WD 1954, Principles of geomorphology, John Wiley and Sos, London-New York

40

You might also like