Professional Documents
Culture Documents
Model Matematika Sir-Asi Epidemiologi Demam Berdarah Dengue: Disertasi
Model Matematika Sir-Asi Epidemiologi Demam Berdarah Dengue: Disertasi
DISERTASI
Oleh
HAMIDAH NASUTION
118110008/Ilmu Matematika
DISERTASI
Oleh
HAMIDAH NASUTION
118110008/Ilmu Matematika
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Dekan
BERDARAH DENGUE
merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan pembim-
Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program se-
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas
Penulis,
Hamidah Nasution
ii
iii
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melim-
ini dengan judul Model Matematika SIR - ASI Epidemiologi Demam Berdarah
Dengue (DBD), sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor pada
Program Studi Doktor Ilmu Matematika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pe-
ini penulis telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan, baik moril maupun
materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini juga dengan segala kerendahan
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum. selaku Rektor Universitas
3. Bapak Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Dok-
iv
disertasi ini.
6. Bapak Prof. Dr. Tulus, M.Si selaku co-promotor atas ketulusan hati dalam
7. Bapak Prof. Dr. Opim Salim Sitompul, M.Sc selaku Komisi Penguji, atas
8. Bapak Prof. Dr. Anton Abdullah Kamil selaku Komisi Penguji, atas kei-
khlasan dan kesabaran serta ketulusan hati dalam memberi bimbingan dan
Universitas Negeri Medan dan Bapak Dr. Asrin Lubis, M.Pd selaku Dekan
10. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Doktor Ilmu Matematika Fakultas
tidak dapat disebutkan satu persatu, yang memberi semangat dan do-
12. Sdri. Misiani, S.Si dan Staf Administrasi Departemen Matematika ser-
Secara khusus penulis menyampaikan dengan rasa hormat dan sayang un-
tuk ibunda tercinta Hj. Maslan Lubis yang senantiasa memberikan doa, do-
rongan, semangat dan cinta kasih walaupun dalam kondisi yang kurang sehat,
Semoga Allah SWT selalu memberi Rakhmat dan LindunganNya. Kepada Ayah
Kepada Ayahanda H. Aminuddin Nasution (alm) dan Ibu mertua Hj. Supiah
Imam Maulana dan Azzahra Adelia Putri, atas perhatian, kasih sayang, kesabar-
an dan doanya yang selalu memberi semangat kepada penulis dalam penyelesaian
da keluarga besar tercinta, Abang, kakak serta adik-adik yang selalu memberi
vi
an imu lain, pembaca dan pihak yang membutuhkan. Semoga disertasi ini mem-
Penulis,
Hamidah Nasution
vii
dari Ayah H. Aminuddin Nasution (alm) dan Ibu Hj. Maslan Lubis sebagai
anak ke delapan dari sebelas bersaudara. Pada tahun 1980 lulus dari SDN 12
Pada tahun 1992 lulus sarjana dari Jurusan Matematika Fakultas Matema-
tika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan. Kemudian
pada tahun 2009 menyelesaikan studi S2 di Program studi Ilmu Matematika Uni-
versitas Sumatera Utara Medan dengan memperoleh gelar Magister Sain (M.Si).
Selanjutnya pada tahun 2012, melanjutkan studi Doktor Ilmu Matematika Fa-
Utara Medan.
Saat ini, Hamidah Nasution bekerja sebagai staf pengajar di Program Stu-
Negeri Medan.
viii
Halaman
PERNYATAAN i
ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI ix
DAFTAR SINGKATAN xv
BAB 1 PENDAHULUAN 1
ix
BAB 7 KESIMPULAN 67
7.1 Kesimpulan 67
DAFTAR PUSTAKA 69
xi
xii
1.1 Angka Insiden DBD per 100.000 Penduduk di Indonesia Tahun 2009
(Sumber: Achmadi, 2010) 2
6.1 Dinamika populasi manusia dan nyamuk terhadap waktu untuk R0 <
1 (Sumber: Diolah Peneliti) 59
6.2 Dinamika populasi manusia dan nyamuk terhadap waktu untuk R0 >
1 (Sumber: Diolah Peneliti) 60
6.3 Bilangan Reproduksi Dasar (R0 ) dan Bilangan offspring Dasar (Q0 ) 62
6.4 Bilangan Reproduksi Dasar (Q0 ) dan Laju Kematian Akuatik (µ0 ) 64
6.6 Bilangan Reproduksi Dasar (R0 ) dan Laju Kematian Nyamuk (µm ) 65
xiii
xiv
DD Demam Dengue
DBD Demam Berdarah Dengue
SSD Sindroma Syok Dengue
AK Angka Kematian
Sh Susceptible Human
Ih Infected Human
Rh Recovered Human
Am Aquatic Mosquito
Sm Susceptible Mosquito
Im Infected Mosquito
SI Susceptible Infected
SIS Susceptible Infected Susceptible
SIR Susceptible Infected Recovered
SIRS Susceptible Infected Recovered Susceptible
SEIR Susceptible Exposed Infected Recovered
ASI Aquatic Susceptible Infected
TIE Time Infected Extrinstic
DFE Disease Free Equilibrium
WHO World Health Organitation
xv
PENDAHULUAN
negara, seperti Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik
Barat. Penyakit dengue ini merupakan masalah kesehatan yang penting bagi
masyarakat terutama bagi penduduk yang tersebar di daerah wilayah tropis dan
kan bahwa 2.5 milyar penduduk dunia berpotensi terjangkit penyakit dengue dan
75% atau sekitar 1.8 miliar orang berada di daerah Asia dan Fasifik. Diperkirak-
an setiap tahun ada 50 juta kasus penyakit dengue. Kebanyakan kasus dengue ini
menyerang anak-anak usia dibawah 5 tahun, dan 2, 5% penderita dengue ini ti-
dak bisa terselamatkan atau meninggal. Jumlah ini termasuk sangat besar, dan
patut untuk dijadikan suatu masalah kesehatan yang harus ditanggapi secara
serius.
dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Penyakit dengue merupakan salah
ngue (DBD) pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana
Kematian (AK) : 41, 3%). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke se-
luruh Indonesia. Insiden DBD di Indonesia pada tahun 1989 hingga 1995 antara
6 hingga 15 per 100.000 penduduk . Pada tahun 1998 terjadi kejadian luar biasa
(wabah) DBD dengan insiden 35 per 100.000 penduduk. Tercatat sudah empat
kali terjadi kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia, yaitu pada tahun 1988, 2004
dan 2006. Pada tahun 2009 jumlah kasus DBD di Indonesia sebanyak 158,912
per 100.000 penduduk. Pada gambar 1.1 diperlihatkan angka insiden DBD per
Gambar 1.1 Angka Insiden DBD per 100.000 Penduduk di Indonesia Tahun
2009 (Sumber: Achmadi, 2010)
tiga jenis penyakit yaitu : Demam dengue (DD) / Dengue Fever (DF), Demam
2011). Khusus pada penelitian ini yang dibahas adalah Demam Berdarah Dengue
(DBD).
Syok Dengue (SSD) adalah penyakit inveksi yang disebabkan oleh virus dengue.
II, DEN TYPE III dan DEN-TYPE IV (Esteva dan Vargas, 2003). Keempat
satu serotipe akan kebal terhadap serotipe tersebut, tetapi tidak kebal terhadap
Virus dengue menyebar pada tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang
terinfeksi. Penularan infeksi virus dengue pada manusia terjadi melalui gigitan
nyamuk. Nyamuk ini disebut vektor. Vektor nyamuk terdiri dari genus Aedes
(Stegomyia) dan Taxorhynchites. Nyamuk jenis Aedes terbagi dua yaitu nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus dan kedua nyamuk tersebut dapat menye-
barkan virus dengue pada populasi manusia (Otero, Barnak dan Solary, 2010).
Virus dengue tidak akan menyebar pada manusia tanpa adanya gigitan nyamuk.
Jadi nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus merupakan vektor utama penye-
bar virus dengue pada manusia. Jumlah populasi nyamuk Aedes aegypti akan
berpengaruh besar terhadap penularan penyakit DBD pada manusia. Hal ini
populasi manusia.
Berikut gambar seekor nyamuk Aedes aegypti sedang menggigit tubuh ma-
nusia. Bila nyamuk Aedes aegypti tersebut adalah nyamuk terinfeksi virus de-
ngue maka manusia akan ikut terinfeksi virus dengue. Sebaliknya jika nyamuk
Aedes aegypti yang sehat menggigit manusia yang terinfeksi viru dengue , maka
Siklus hidup nyamuk terdiri dari dua fase, yaitu fase akuatik yaitu fase da-
lam air (telur, larva dan pupae) dan fase adult yaitu fase nyamuk dewasa yang
terdiri dari nyamuk jantan dan nyamuk betina. Penularan virus dengue pada
nyamuk terdiri dari dua macam yaitu penularan secara horizontal dan penular-
an secara vertikal. Penularan virus dengue secara horizontal terjadi bila nyamuk
sehat menggigit manusia terinfeksi virus dengue, virus dengue yang ada pada tu-
buh manusia akan masuk dan menulari tubuh nyamuk sehingga nyamuk tersebut
akan terinfeksi, sedang penularan virus dengue secara vertikal adalah penularan
virus dengue dari nyamuk betina terinfeksi ke generasi berikutnya. Pada peneli-
tian ini akan membahas penyebaran virus dengue pada nyamuk secara horizontal
Berikut ini akan diberikan gambar siklus daur hidup nyamuk Aedes aegyp-
muk mulai dari telur, larva, pupa sampai nyamuk dewasa yang siap menggi-
mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki
masa dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa
keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan
waktu 7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak
mendukung.
Pencegahan epidemi dengue telah dimulai sejak tahun 1962, pencegahan ini
upaya penanggulangan epidemi dengue ini masih belum berhasil. Hal ini dise-
babkan banyak kendala baik secara teknis maupun non-teknis. Kendala tersebut
informasi.
menyangkut antara manusia dan nyamuk atau disebut juga antara pejamu (host)
dan vektor. Dalam hal ini pejamu adalah manusia dan vektor adalah nyamuk
sebagai penyebar penyakit. Salah satu cara untuk membantu memahami dan
delan matematika menjadi alat yang menarik bagi pemahaman epidemi penyakit
ide tentang komponen dari interaksi antara pejamu dan vektor. Model matema-
tika ini juga dapat digunakan untuk memprediksi, memahami dan mengembang-
Kooi, 2011). Melalui model matematika ini dapat diprediksi pada kondisi mana
virus dengue punah atau pada kondisi mana virus dengue akan menjadi endemik.
Dengan mengetahui dan memahami kondisi ini maka penyebaran virus dengue
demiologi, yaitu salah satu bagian matematika terapan yang membahas berbagai
gi, penurunan model matematika suatu penyakit cukup bervariasi, bisa melalui
model stokastik, model deterministik, model diskrit maupun model kontinu. Se-
cara khusus penelitian ini mengkaji perilaku penyebaran penyakit DBD dengan
memperhatikan fase akuatik pada nyamuk Aedes aegypti. Model yang digunakan
adalah model SIR (susceptible, infected, recovered) pada pejamu dan model ASI
Secara khusus penelitian ini akan mengkaji bilangan offspring dasar (basic
untuk tiap ekor nyamuk dewasa selama satu periode produktivitas.. Pengkajian
ka, dalam hal ini ada tiga titik ekuilibrium atau titik kesetimbangan yang diana-
lisis. Titik equilibrium pertama adalah titik eliminasi populasi nyamuk dengan
asumsi populasi nyamuk tidak ada tetapi populasi manusia ada. Dari kondisi
pertama ini akan diturunkan bilangan offspring dasar ( basic offspring number).
Titik equilibrium kedua adalah populasi nyamuk dan populasi manusia ada te-
tapi penyakit DBD tidak ada. Titik equilibrium kedua disebut juga titik bebas
penyakit (disease free equilibrium /DFE). Dan titik ekuilibrium ketiga adalah
populasi manusia, populasi nyamuk ada dan virus dengue atau penyakit DBD
ada. Pada kondisi ketiga ini akan dikaji titik endemik. Dengan menggunakan
metode next generation matrix, ditentukan kestabilan dari ketiga titik equilibri-
um, untuk menguji apakah model dari sistim epidemiologi yang dibangun stabil
atau tidak. Selanjutnya dengan pemilihan parameter yang sesuai dilakukan si-
sangat ditakuti dan dapat meresahkan banyak orang. Penyakit ini sangat mu-
dah terjangkit atau mewabah. Penyebaran penyakit DBD ini sangat bergan-
tung kepada jumlah populasi nyamuk sebagai vektor penyebar penyakit. Salah
satu cara untuk mengendalikan epidemi ini adalah membantu memahami dan
ter epidemiologi. Dalam hal ini perlu suatu pemodelan matematika yang meng-
Dengan menganalisis model tersebut akan diketahui pada kondisi bagaimana pe-
nyakit DBD tersebut akan menjadi endemi atau tidak. Berdasarkan hal tersebut
maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana mekanisme dan
bangkan fase akuatik pada vektor dan bagaimana dinamika dari populasi model
miologi dengue dengan fase akuatik dan untuk melihat dinamika populasi pada
Penyakit DBD adalah penyakit endemik yang melanda hampir semua wi-
nyatakan bahwa DBD merupakan penyakit tropis yang paling cepat menyebar
dan dikatakan sebagai ancaman pandemik baru. Bahkan pada tahun 2012 DBD
tercatat sebagai penyakit akibat virus yang penyebarannya paling cepat dan ber-
potensi epidemik diseluruh dunia. Tidak terkecuali Negara Indonesia yang terle-
tak di daerah tropis, beberapa tahun terakhir kasus penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) sering muncul di musim hujan dan pancaroba, khususnya bulan
Januari di awal tahun. Wabah DBD ini selalu terjadi setiap tahun di Indone-
sia. Jadi perlu suatu pemikiran untuk menanggulangi atau mencegah terjadinya
kit DBD ini, penelitian ini akan memberi landasan ilmiah yang diperlukan untuk
2. Mengembangkan model matematika SIR pada pejamu dan ASI pada vek-
pada saat terjadi ”zero growth rate” untuk setiap sub populasi.
KAJIAN PUSTAKA
Penyakit dengue merupakan demam akut yang disebabkan oleh virus de-
ngue yang termasuk kelompok genus Flaviviridae yang mempunyai empat jenis
serotipe, yaitu : DEN-I, DEN-II, DEN-III dan DEN-IV. Keempat jenis virus
ke dalam tiga bentuk penyakit yaitu: Demam Dengue (DD), Demam Berdarah
Dengue (DBD) dan Sindroma Syok Dengue (SSD). Penyakit dengue ini akan
menular pada manusia melalui gigitan nyamuk yang disebut sebagai vektor .
Nyamuk penyebar penyakit ini adalah nyamuk dari kelas Aedes yaitu nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Bosio, Thomas, Grimstad dan Ray, 1992).
7 hari yang ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis, diantaranya nyeri
dan leukopenia.
mam akut antara 2-7 hari. Penyakit DBD ini mempunyai empat fitur klinis
12
an plasma. Perbedaan utama dari DD dan DBD adalah pada DBD ditemukan
kebocoran plasma.
Sindroma Syok Dengue (SSD) ini adalah penyakit dengue yang merupakan
kelanjutan dari DBD. Semua kriteria yang ada pada DBD dimiliki oleh pende-
rita SSD. Sehingga bisa dikatakan bahwa penderita SSD ini adalah penderita
DBD yang syok dengan kebocoran plasma yang berlebihan sehingga berpotensi
yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyebaran penyakit DBD ini se-
dikenal sebagai model epidemik yang disebut juga model epidemiologi. Model
epidemi ini pertama kali dikenalkan oleh Ross pada tahun 1911. Model epidemi
ini digunakan untuk mengkaji penularan penyakit malaria dalam populasi ma-
an dari model epidemiologi. Dalam hal ini model yang diberikan masih berupa
model sederhana yang hanya mengkaji penyebaran pada populasi manusia. Se-
tiga sub populasi yakni sub populasi Susceptible, Infected dan Recovered yang
dikenal sebagi model SIR. Model epidemik SIR yang diusung oleh Kermack -
0
S = −βSI
0
I = βSI − αI
0
R = αI
(Esteva dan Vargas, 2000; Pongsumpun dan Tang,2003; Derouich dan Boutayeb,
2006; Ellner dan Guckenheimer, 2006). Kemudian model epidemi ini terus dikem-
bagkan sesuai dengan kebutuhan oleh peneliti . Pada tahun 1999 Ang mengkaji
ngue dengan mempertimbangkan masa inkubasi ekstrinsik (TIE) dan tanpa in-
kubasi ekstrinstik. Ada empat serotype virus dengue yang diutarakan yaitu
ini Pongsumpun membagi populasi manusia (Nh ) menjadi tiga sub populasi, ya-
itu sub populasi manusia rentan (Sh ), sub populasi manusia terinfeksi (Ih ) dan
manusia sembuh (Rh ). Kemudian membagi populasi nyamuk (Nm ) menjadi dua
sub populasi yaitu nyamuk rentan (Sm ) dan nyamuk terinfeksi (Im ). Hasilnya
an penyakit dengue antara lain telah dilakukan oleh Esteva dan Vargas (1998)
adalah konstan, sebesar (Nh ). Asumsi ini berarti bahwa laju kematian sama
an bahwa untuk waktu yang cukup lama (t → ∞) jumlah Aedes aegypti akan
A
mendekati suatu nilai konstan yaitu µv
. Selanjutnya dalam penelitian ini pe-
(1998).
Derouich dan Boutayeb (2006) membuat model pada kasus dua epidemik
dengan dua virus yang berbeda. Dinamika penyakit dikaji dengan melibatkan
populasi manusia dan populasi nyamuk. Model ini juga sudah mulai mengkaji
temen usia nyamuk, dan menambahkan kompartemen exposed pada manusia dan
nyamuk.
model matematika suatu penyakit sangat bervariasi, bisa melalui model stokas-
bentuk dalam bentuk persamaan differensial dengan asumsi setiap fungsi dalam
kompartemen merupakan fungsi yang kontinu dan proses epidemik yang terjadi
Model-model tersebut memiliki konsep yang sama yaitu dengan konsep pembagi-
lasi yaitu populasi manusia (Nh ) dan populai nyamuk (Nm ). Dalam populasi
19
model yang paling sederhana adalah model SIR, dimana populasi manusia dibagi
kedalam tiga sub populasi yaitu sub populasi manusia rentan (Sh ), sub populasi
manusia terinfeksi (Ih ) dan sub populasi manusia sembuh (Rh ). Manusia yang
rentan (Sh ) adalah manusia yang bukan imun yang tidak terkena infeksi tetapi
golongan ini dapat tertular penyakit. Manusia terinfeksi (Ih ) adalah manusia
yang terkena virus DBD dan dapat menularkan penyakit kepada individu lain
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Manusia sembuh (Rh ) adalah manusia
yang sembuh dari penyakit DBD. Kemudian populasi nyamuk terdiri dari dua
subpopulasi yaitu nyamuk rentan (Sm ) dan nyamuk terinfeksi (Im ). Nyamuk
rentan (Sm ) adalah nyamuk yang peka terhadap penyakit dengue. Nyamuk ter-
infeksi (Im ) adalah nyamuk yang dapat menularkan penyakit kepada individu
lain. Berikut ini akan dibahas beberapa model matematika epidemiologi penya-
masih diabaikan. Populasi manusia dibagi menjadi tiga subpopulasi, yaitu Su-
sceptible (S), Infected (I), dan Recovered (R) dengan total populasi adalah S +
sebagai berikut :
Pada gambar diatas menunjukkan bahwa setiap panah mewakili laju aliran
dari setiap individu memasuki dan meninggalkan kompartemen / kelas per sa-
tuan waktu. Laju pertumbuhan individu rentan (S) bertambah dengan adanya
kelahiran (λ) dan akan menurun secara alami dengan adanya kematian (µ) dan
ds
= λN − θS − µS (3.1)
dt
feksi rentan dan berkurang dengan adanya kematian alami (µ), kematian karena
infeksi DBD (α) dan proporsi perpindahan manusia terinfeksi ke manusia sembuh
(γ) ditulis :
dI
= θS − (µ + α + γ)I (3.2)
dt
dari infeksi dan menurun dengan adanya kematian alami (µ) ditulis :
dR
= γI − µR (3.3)
dt
dS
Sehingga : dt
= λN − θS − µS
dI
dt
= θS − (µ + α + γ)I
dR
dt
= γI − µR
Model matematika epidemiologi SIR ini terus berkembang dan berubah sesuai
Model SIR pada uraian berikut mengacu pada kajian Esteva-Vargas (1998).
keumuman model tersebut. Pada model tersebut diasumsikan bahwa tidak ada
sumber makanan lain untuk nyamuk selain darah manusia dan laju rekruitmen
konstan. Pada model SIR ini populasi nyamuk sebagai vektor sudah mulai di-
pertimbangkan. Model SIR ini juga dihubungkan dengan faktor dinamik. Selan-
tiga sub populasi yaitu manusia rentan (susceptible) Sh , manusia terinfeksi (infe-
terdiri dari dua sub populasi yaitu nyamuk rentan (susceptible) Sm dan nyamuk
terinfeksi (infected) Im .
Secara skematis, pola penyebaran penyakit DBD dengan model SIR dapat
Dengan :
Sh : manusia rentan
Ih : manusia terinfeksi
Rh : manusia sembuh
Sm : nyamuk rentan
Im : nyamuk terinfeksi
Dari gambar 3.2 dapat dilihat bagaimana interaksi manusia dan nyamuk
pada proses penyebaran penyakit DBD. Laju pertumbuhan manusia rentan ber-
tambah dengan adanya laju rekruitmen (Ah ) dan akan menurun dengan adanya
kematian alami (µh ) dan perpindahan manusia rentan ke manusia terinfeksi (Ih ).
bandingan antara banyak kontak antara nyamuk terinfeksi dengan manusia rent-
an (θh Im ) dikali dengan manusia rentan (Ah ) dibandingkan dengan total populasi
dSh bθh
= Ah − Sh Im − µh Sh (3.4)
dt Nh
rentan dan berkurang dengan adanya kematian alami (µh ),kematian karena in-
feksi DBD (α) dan proporsi perpindahan manusia terinfeksi ke manusia sembuh
(γh ) ditulis :
dIh θh
= Sh Im − (µh + α + γh )Ih (3.5)
dt Nh
ditulis :
dRh
= γh Ih − µh Rh (3.6)
dt
dengan adanya kelahiran (λm ) dan akan menurun dengan adanya kematian alami
dSm θm
= λm Nm − Sm Ih − µm Sm (3.7)
dt Nh
nyamuk rentan dan akan berkurang dengan adanya kematian , dan dapat ditulis
dengan :
dIm θh
= Sm Ih − µm Im (3.8)
dt Nh
Berdasarkan uraian diatas, model SIR untuk pejamu dan vector dapat di-
dSh θh
dt
= λ h Nh − S I
Nh h m
− µh Sh
dIh θh
dt
= S I
Nh h m
− (µh + α + γh )Ih
dRh
dt
= γh Ih − µh Rh
dSm θm
dt
= λ m Nm − S I
Nh m h
− µm Sm
dIm θh
dt
= S I
Nh m h
− µm Im
Salah satu model matematika epidemiologi pada penyakit DBD adalah mo-
SIR adalah pada model SEIR diberi tambahan periode laten, periode ini dikenal
dengan periode masa inkubasi dari virus. Pada dasarnya setiap individu yang
kena virus dengue belum bisa dikatakan langsung menularkan virus, tetapi virus
terlebih dahulu mengalami masa inkubasi. Melalui masa inkubasi inilah individu
bisa dikatakan terinfeksi atau tidak. Jika individu terinfeksi berarti individu ter-
sebut dapat menularkan virus (Pongsumpun, 2006). Periode laten disebut juga
Pada model SEIR ini, populasi manusia dibagi menjadi empat subpopulasi,
Siklus penularan virus dengue dari nyamuk ke manusia dimulai dari gigit-
an nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi pada manusia rentan. Dimana virus
dengue berada di kelenjar ludah nyamuk. Melalui gigitan nyamuk pada manu-
sia rentan akan menularkan virus yang berada dalam kelenjar ludah nyamuk ke
individu. Kemudian virus ini akan beredar di darah (viremia) yang berlangsung
selama sekitar 4-7 hari (Halstead,1998). Masa ini dikenal dengan masa inkubasi
sia rentan yang telah digigit nyamuk terinfeksi dinyatakan telah terbuka untuk
diinfeksi virus dengue. Manusia rentan yang sudah digigit nyamuk terinfeksi
Penularan virus dengue dari manusia ke nyamuk hanya dapat terjadi jika
yaitu suatu kondisi medis dimana virus dengue berada di dalam darah manusia.
Kondisi ini berlangsung selama 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah de-
mam. Selanjutnya, virus memerlukan 8-10 hari yang menunjukkan masa inkubasi
rentan dianggap telah terbuka untuk diinfeksi oleh virus. Nyamuk-nyamuk ter-
Sh + Eh + Ih + Rh = Nh dan Sm + Em + Im = Nm
Serta
Sh : manusia rentan
Eh : manusia terpapar
Ih : manusia terinfeksi
Rh : manusia sembuh
Sm : nyamuk rentan
Em : nyamuk terpapar
Im : nyamuk terinfeksi
Proses perpindahan dari setiap sub populasi ke sub populasi lainnya dapat
dSh bθh
= λh Nh − Sh Im − µh Sh (3.9)
dt Nh
dEh bθh
= Sh Im − ρh Eh − µh Eh (3.10)
dt Nh
dIh
= ρh Eh − (γh + α + µh )Ih (3.11)
dt
dRh
= γh Ih − µh Rh (3.12)
dt
dSm bθm
= λm Nm − Sm Ih − µm Sm (3.13)
dt Nh
dEm bθm
= Sm Ih − ρm Em − µm Em (3.14)
dt Nh
dIm
= ρm Em − µm Im (3.15)
dt
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam virus
genus flaviviridae. Virus ini terbagi ke dalam empat jenis serotipe virus, yaitu
DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Seseorang yang terkena salah satu virus
akan kebal terhadap virus tersebut, tetapi tidak dengan virus yang lain. Arti-
nya tidak mungkin seseorang individu terserang dua kali oleh virus yang sama.
Penyebaran virus dengue ini pada manusia terjadi akibat gigitan nyamuk yang
dikenal sebagai vektor yang sudah terinfeksi atau nyamuk yang didalam air li-
urnya sudah mengandung virus dengue. Nyamuk yang paling dominan dalam
penyebar virus dengue adalah nyamuk betina Aedes aegypti. Selain nyamuk Ae-
des aegypti, nyamuk Aedes albopictus juga dapat menularkan virus dengue. Jadi
nyamuk ini merupakan vektor utama penyebar penyakit dengue . Tanpa vektor
Setiap manusia (individu) yang sehat akan berpotensi tertular oleh virus
dengue. Penularan terjadi apabila individu tersebut digigit oleh nyamuk Ae-
des aegypti yang sudah terinfeksi. Akibat gigitan ini manusia yang sehat akan
menjadi sakit, karena didalam darah manusia sudah mengandung virus dengue.
Virus ini akan mengalami masa inkubasi dalam tubuh manusia, (Pongsumpun,
30
2006).
Proses penyebaran virus dengue pada vektor nyamuk dapat dibagi dalam
dan vektor (nyamuk). Mekanisme ini dikenal dengan transmisi horizontal. Proses
transmisi ini terjadi jika nyamuk rentan menggigit dan menghisap darah manusia
virus dengue mengalami masa inkubasi, biasanya masa inkubasi ini hanya untuk
bisa dikatakan terbuka untuk infeksi dan siap menularkan virus dengue. Karena
hal ini di dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, virus dengue dapat tumbuh dan
berkembang biak tanpa menimbulkan kematian pada nyamuk. Dan apabila nya-
muk betina terinfeksi tersebut bertelur ada kemungkinan beberapa telurnya akan
langsung mengandung virus dengue dan sisanya bersih dari virus dengue (Freir
et al,1987; Shroyer,1990; Bosio et al,1992; Joshi et al, 2002, Guo et al, 2007) .
Selanjutnya apabila telur-telur ini menetas menjadi larva kemudian menjadi pu-
pa dan akhirnya menjadi adult (nyamuk dewasa) maka tidak semua adult yang
terlahir bersih dari virus dengue. Nyamuk dewasa yang terinfeksi dengan cara
penelitian ini memperhatikan vektor nyamuk pada fase akuatik. Karena fase
Gambar di bawah ini menjelaskan siklus hidup nyamuk, mulai dari telur
menetas menjadi larva kemudian menjadi pupa dan akhirnya menjadi nyamuk
dewasa (adult). Selama masa metamorfosis nyamuk dari telur menjadi larva
kemudian menjadi pupa, keadaan ini terjadi dalam air sehingga disebut fase
akuatik. Berikut ini diberikan gambar siklus hidup nyamuk Aedes aegypti.
yang disebut fase akuatik (A), fase akuatik ini yang akan menjadi perhatian
covered) pada pejamu (populasi manusia) dan ASI (aquatic, susceptible dan in-
1. Jumlah total populasi manusia dan total populasi nyamuk adalah konstan.
3. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini hanya meninjau satu sero-
4. Model yang dikembangkan pada populasi manusia pada kondisi awal semua
individu yang terlahir adalah manusia sehat yang tidak immun atau semua
5. Vektor perantara penyakit hanya nyamuk Aedes aegypti, tidak ada vektor
perantara lainnya.
6. Penelitian ini hanya membahas infeksi pertama dan tidak membahas ma-
dengue.
: subpopulasi fase akuatik (Am ), subpopulasi nyamuk rentan (Sm ) dan subpo-
pulasi nyamuk terinfeksi (Im ). Secara skematis pola penyebaran penyakit DBD
antara pejamu (manusia) dan vektor (nyamuk) dapat digambarkan dalam dia-
dimana:
Sh : manusia rentan
Ih : manusia terinfeksi
Rh : manusia sembuh
Am : nyamuk Akuatik
Sm : nyamuk rentan
Im : nyamuk terinfeksi
antara pejamu dan vektor. Pada populasi manusia semua kelahiran (λh ) masuk
kedalam susceptible (Sh ). Sub populasi manusia rentan (susceptible) akan ber-
pindah ke sub populasi terinfeksi (Ih ). Pada sub populasi terinfeksi ini individu
bisa dinyatakan dapat menularkan virus dengue. Kedua sub populasi akan meng-
dan akhirnya sub populasi terinfeksi akan berpindah ke sub populasi sembuh
(Rh ).
Pada populasi nyamuk semua nyamuk fase akuatik (Am ) masuk kepada
nyamuk rentan (Sm ), nyamuk rentan ini akan berpindah ke sub populasi ter-
inveksi (Im ) jika menggigit manusia terinfeksi (Ih ). Dalam hal ini nyamuk ti-
dak dimasukkan dalam kelompok terpapar, karena setiap nyamuk yang sudah
menggigit manusia akan terbuka menjadi terinfeksi dan tidak akan mengalami
kesembuhan, akan tetapi akan menjadi nyamuk terinfeksi yang siap menyebark-
an virus dengue pada manusia. Nyamuk terinfeksi tidak akan pernah mengalami
kesembuhan.
fase akuatik pada nyamuk Aedes aegypti dengan melihat interaksi antara pejamu
(host) dan nyamuk (vektor) dari diagram kompartemen di atas dapat diartikan
sebagai berikut :
alami (µh ) dan proporsi perpindahan manusia rentan ke manusia terinfeksi. Da-
dipengaruhi oleh peluang kontak antara nyamuk terinfeksi dengan manusia rent-
an (θh ). Nilai peluang ini diperoleh dari perkalian antara peluang transmisi
virus dari nyamuk terinfeksi ke manusia rentan dengan rata-rata gigitan nyamuk
dSh bθh Ih Sh
= µ h Nh − − µh Sh (4.1)
dt Nh
nya faktor kematian (µh ) dan proporsi perpindahan manusia rentan ke manusia
sembuh, ditulis:
dIh bθh Ih Sh
= − ρh Ih − µh Ih (4.2)
dt Nh
dRh
= ρh Ih − µh Rh (4.3)
dt
Laju pertumbuhan nyamuk dalam fase akuatik (Am ) dipengaruhi oleh ting-
nyamuk oviposisi ke nyamuk rentan dan kematian alami dari nyamuk fase aku-
atik, ditulis :
dAm Am
= kqm (1 − )(Sm + Im ) − ηAm − µa Am (4.4)
dt C
dahan nyamuk akuatik, faktor kematian dan proporsi perpindahan nyamuk rent-
dSm bθm Ih Sm
= ηAm − − µm Sm (4.5)
dt Nh
dIm bθm Ih Sm
= − µm Im (4.6)
dt Nh
Berdasarkan uraian di atas, sistim dinamik model matematika SIR - ASI epide-
dSh bθh Ih Sh
dt
= µ h Nh − Nh
− µh Sh
dIh bθh Ih Sh
dt
= Nh
− ρh Ih − µh Ih
dRh
= ρh Ih − µh Rh (4.7)
dt
dAm Am
dt
= kqm (1 − C
)(Sm + Im ) − ηAm − µa Am
dSm bθm Ih Sm
dt
= ηAm − Nh
− µm Sm
dIm bθm Ih Sm
dt
= Nh
− µm Im
Dengan syarat:
Sh + Ih + Rh = Nh dan Sm + Im = Nm
Karena total populasi pejamu dan vektor adalah konstan artinya laju kelahiran
sama dengan laju kematian, maka laju perubahan untuk kedua populasi sama
d d
N
dt h
= 0 dan N
dt m
=0
Dan dari pers(4) dapat ditentukan bahwa λh = µh untuk populasi manusia dan
ρAm
untuk populasi nyamuk Nm = µm
tika, dalam hal ini ada tiga titik ekuilibrium atau titik kesetimbangan yang
dengan asumsi populasi nyamuk tidak ada, populasi manusia ada, penyakit DBD
tidak ada . Dari titik ekuilibrium pertama ini akan ditentukan bilangan offspring
dasar (basic offspring number) Q0 . Titik equilibrium kedua adalah populasi nya-
muk dan manusia ada tetapi penyakit DBD tidak ada. Titik equilibrium kedua
ini disebut juga titik bebas penyakit (disease free equilibrium (DFE)). Titik ekui-
librium ketiga adalah populasi manusia dan nyamuk ada dan penyakit atau virus
DBD ada. Pada titik ekuilibrium ketiga ini akan dikaji titik endemik. Untuk
ketiga titik equilibrium akan ditentukan kestabilan dan simulasi numerik untuk
memprediksi berapa jumlah penderita pada saat yang akan datang. Keadaan ini
bisa dilihat dengan cara menentukan titik ekuilibrium atau titik kesetimbangan
dari sistim persamaan (4.7). Titik equilibrium tersebut dapat ditentukan pada
saat terjadi ”zero growt rate” untuk setiap sub populasi. Analisis titik equilibrium
pada sistim persamaan diferensial sering digunakan untuk mencari solusi yang
tidak berubah menurut waktu. Pada sub-bab ini dicari titik equilibrium dari
persamaan (4.7) pada daerah yang memiliki makna secara biologi disebut Ω,
dengan :
Titik equilibrium atau titik kesetimbangan pada model SIR-ASI enam di-
mensi sangat penting, karena titik-titik ini yang menjadi dasar menentukan bi-
langan offspring dasar (basic offspring number) Q0 , titik bebas penyakit (free
dSh bθh Ih Sh
dt
= µ h Nh − Nh
− µh Sh
dIh bθh Ih Sh
dt
= Nh
− ρh Ih − µh Ih
40
dRh
dt
= ρh Ih − µh Rh
dAm Am
= kqm (1 − )(Sm + Im ) − ηAm − µa Am (5.2)
dt C
dSm bθm Ih Sm
dt
= ηAm − Nh
− µm Sm
dIm bθm Ih Sm
dt
= Nh
− µm Im
bθh Ih Sh
µ h Nh − Nh
− µh Sh = 0
bθh Ih Sh
Nh
− ρh Ih − µh Ih = 0
ρh Ih − µh Rh = 0
Am
kqm (1 − )(Sm + Im ) − ηAm − µa Am = 0 (5.3)
C
bθm Ih Sm
ηAm − Nh
− µm S m = 0
bθm Ih Sm
Nh
− µm Im = 0
Dari hasil ini akan diperoleh tiga jenis titik ekuilibrium pada Ω, yaitu titik
titik kesetimbangan yang hanya memuat nilai populasi manusia (Sh ) ada, popu-
lasi nyamuk tidak ada dan penyakit tidak ada. Titik equilibrium bebas penyakit
nyamuk akuatik ada dan populasi nyamuk ada, tetapi penyakit tidak ada. Titik
equilibrium endemik E2 adalah titik tetap yang memuat populasi manusia ada,
populasi nyamuk akuatik ada, populasi nyamuk ada dan penyakit ada. Pada
titik equilibrium endemik menyatakan bahwa virus dan sel terinfeksi akan selalu
C(ηcm − ηµm − µa µm )
E1 (Sh , Ih , Rh , Am , Sm , Im ) = (Nh , 0, 0, ,
cm η
C(ηcm − ηµm − µa µm )
, 0) (5.5)
cm µ m
(Sh ) sama dengan jumlah total manusia (Nh ). Titik E0 menyatakan bahwa
kondisi setimbang terjadi apabila seluruh populasi manusia bebas dari penyakit
DBD. Titik E0 juga menunjukkan bahwa populasi nyamuk tidak ada, sehingga
Dari analisis titik E0 ini diturunkan bilangan offspring dasar (basic offsp-
ring number) Q0 . Angka ini merepresentasikan jumlah nyamuk yang lahir dari
tiap ekor nyamuk dewasa selama satu periode produktivitas nyamuk dewasa.
Metode yang digunakan untuk mencari Q0 adalah dengan metode next genera-
yaitu :
dAm Am
= kqm (1 − )(Sm + Im ) − ηAm − µa Am dan (5.7)
dt C
dAm
Kemudian dengan mengasumsikan dt
= 0 dan Nm = 0, maka (5.7) dan (5.8)
menjadi :
Am
0 = kqm (1 − )(Sm + Im ) − ηAm − µa Am dan0 = ηAm − µm Nm (5.9)
C
pada dAm dan F2 adalah interaksi nyamuk akuatik (pradewasa) dan nyamuk
dewasa pada dNm , kemudian V1 dan V2 adalah laju perpindahan antar kompar-
Am
F1 = kqm (1 − )Nm ; F2 = 0 (5.10)
C
Persamaan (5.10) dan (5.11) dibentuk kedalam matriks Jacobian untuk F dan
V diperoleh :
− kqmCNm kqm (1 − ACm )
F = (5.12)
0 0
η + µa 0
V = (5.13)
−η µm
" 1
#
0 kqm 0
Misalkan K = F V −1 = η+µa
η 1 maka
0 0 (η+µa )µm µm
kqm η kqm
K= (η+µa )µm µm (5.16)
0 0
Dengan menggunakan operasi aljabar linier nilai eigen dari matriks K dapat
identitas, maka :
cm η kqm kqm η kqm
(η+µa )µm µm λ 0 (η+µa )µm
−λ µm
det( − ) = det (5.17)
0 0 0 λ 0 −λ
Sehingga diperoleh :
cm η
λ[(λ − )] = 0 (5.18)
(η + µa )µm
kqm η
Diperoleh nilai λ1 = 0 dan λ2 = (η+µa )µm
Nilai eigen yang diperoleh dipilih yang
bernilai maksimum dan nilai ini yang menjadi bilangan offspring dasar (basic
kqm η
Q0 = (5.19)
(η + µa )µm
fase akuatik dan nyamuk dewasa. Semakin besar laju transisi nyamuk pra dewasa
ke nyamuk dewasa (η) maka nilai Q0 makin besar. Semakin besar nilai Q0
titik bebas penyakit ditentukan oleh bilngan offspring dasar. Apabila Q0 > 1
ada. Akan tetapi titik equilibrium E1 ini menunjukkan bahwa tidak ada virus
kedua yang dihasilkan oleh satu orang penderita yang terinfeksi dan dapat menu-
√
Di dalam beberapa literatur menyebutkan bilangan R0 sebagai bilangan
DBD yang terjadi apabila seorang penderita digabungkan pada populasi orang
R0 = τ (F V −1 ) (5.20)
Persamaan (5.20) merupakan spektral radius atau nilai eigen terbesar dari
Jacobian infeksi sekunder pada E1 , dan V −1 adalah matriks periode infeksi pada
dIh bθh Im Sh
dt
= Nh
− ρh Ih − µh Ih
dIm bθm Ih Sm
= − µm Im (5.21)
dt Nh
bθh Im Sh bθm Ih Sm
F1 = ; F2 = (5.22)
Nh Nh
V1 = ρh Ih + µh Ih ; V2 = µm Im (5.23)
1 cη 1
E2 = (Sh = Nh , Ih = 0, Rh = 0, Am = C(1 − ), Sm = (1 − ), Im = 0)
Q0 µm Q0
(5.25)
Kemudian ditentukan V −1 :
diperoleh :
1
−1 ρh +µh
0
V = 1 (5.27)
0 µm
Misalkan K = F V −1 diperoleh :
" bθh #
0 µm
K= bθm cη(1− Q1 ) (5.28)
µm Nh (ρh +Ih )
0
0
secara tidak langsung. Artinya virus dengue tidak dapat menular dari manusia
ke manusia atau dari nyamuk ke nyamuk lain. Kemudian dari (5.28) menyata-
kan seekor nyamuk dapat menginfeksi manusia sebesar bθh selama periode waktu
1
µm
, selanjutnya seorang manusia terinfeksi dapat menularkan infeksi sebanyak
bθm cη(1− Q1 ) 1
Nh
0
nyamuk selama periode waktu µm (ρh +µh )
. Faktor generasi dari nya-
bθh
muk ke manusia sebesar µm
, dan faktor generasi dari manusia ke nyamuk sebesar
bθm cη(1− Q1 )
0
µm Nh (ρh +Ih )
.
Dengan menggunakan operasi aljabar linier nilai eigen dari matriks K dapat
identitas, maka :
bθh
−λ
µm
det(K − λI) =
0 0 (5.29)
bθmCη(1−
1 )ρ
Q0
µm Nh (ρh +µh )
−λ
Nilai eigen yang diperoleh dipilih yang bernilai maksimum. Spektral radius
dari K adalah: s
1
Cη (1 − )θ θ b2
Q0 h m
τ (K) = (5.30)
Nh (ρh + µh )µ2m
1
Cη (1 − )θ θ b2
Q0 h m
R02 = (5.31)
Nh (ρh + µh )µ2m
Atau :
1
Cη (1 − )θ θ b2
Q0 h m
R0 = (5.32)
Nh (ρh + µh )µ2m
Nilai R0 pada (5.32) bergantung pada parameter dari nyamuk dan manu-
sia. Perkalian koefisien-koefisien transmisi dan kuadrat dari laju gigitan nyamuk
θh θm b2 menjelaskan bahwa kasus baru DBD terjadi hanya bila seekor nyamuk
berhasil mentransmisi virus dengue ke manusia bila nyamuk tersebut sudah ter-
R0 < 1, artinya jika nyamuk dilapangan tidak ada maka penyakit DBD
2. Jika bilangan offspring dasar Q0 > 1 dan bilangan reproduksi dasar R0 <
1,artinya ada nyamuk dilapangan tetapi tidak menularkan virus DBD. Hal
bebas penyakit.
3. Jika bilangan offspring dasar Q0 > 1, dan bilangan reproduksi dasar R0 >
yang menunjukkan bahwa selama masa infeksi telah dihasilkan lebih dari
satu kasus sekunder. Kondisi ini juga menunjukkan keadaan endemik. Jadi
muk aquatik (pradewasa) dan populasi nyamuk rentan ada. Dan pada titik tetap
E2 ini menunjukkan bahwa keberadaan virus dengue atau sel yang terinfeksi su-
dah ada. Titik E2 juga menyatakan bahwa akan selalu ada sebagian manusia
yang terinfeksi virus dengue. Kondisi ini yang disebut kondisi endemik dari
maka kondisi endemik tidak akan terjadi dan dalam hal ini penyakit DBD akan
musnah.
(µh Nh (Cb2 ηkqm θh θm −Cb2 ηµm θh θm −Cb2 µa µm θh θm −kρNh µ2m qm −kNh µh µ2m qm ))
2. Ih = ((ρh +µh )θm (Cbηkqm θh −Cbηµm θh −Cbµa µm θh +kNh qm µh µm )b)
(ρh Nh (Cb2 ηkqm θh θm −Cb2 ηµm θh θm −Cb2 µa µm θh θm −kρNh µ2m qm −kNh µh µ2m qm ))
3. Rh = ((ρh +µh )θm (Cbηkqm θh −Cbηµm θh −Cbµa µm θh +kNh qm µh µm )b)
4.
((kqm − µm )η − µa µm )C
Am = (5.34)
kηqm
((Cb2 ηkqm θh θm −Cb2 ηµm θh θm −Cb2 µa µm θh θm −kρNh µ2m qm −kNh µh µ2m qm )µh )
6. Im = kqm µm bθh (bµh θm µh +ρh µm +µh µm )
Uji kestabilan lokal dapat dilakukan dengan metode karakteristik Diekmann dan
Heesterbeek (2000) atau metode matriks Horn dan Johnson (2000). Berikut
diberikan beberapa defenisi dan teorema yang berhubungan dengan analisis kes-
tabilan.
y1 = f1 (x1 , x2 , ..., xn ),
y2 = f2 (x1 , x2 , ..., xn ),
..
.
Teorema 5.1 :
Sistem x(t) = Ax(t) adalah stabil asimtotis jika dan hanya jika semua
nilai eigen dari A, yaitu λi (A) bernilai negatif atau mempunyai bagian real yang
negatif. (Zhou,1996)
Teorema 5.2 :
punyai bagian real negatif jika dan hanya jika det(Hj > 0, j = 1, 2, ..., n). (Mer-
kin,1997).
Uji kestabilan lokal pada titik E0 dengan menggunakan analisis nilai eigen
Dari matriks (5.38) memperlihatkan bahwa semua nilai pada diagonal uta-
diagonal dan determinan matriks oleh Horn dan Johnson (2000) serta teorema
(5.2). dengan menggunakan software Maple 18 maka matriks −JE0 dari matriks
0. Jadi jelas dari teorema (5.2) jika det > 0, maka akar-akar karakteristiknya
bernilai negatif. Oleh karena itu titik keseimbangan E0 adalah stabil asimtotik
local. Determinan positif tercapai jika nilai dari µh > 0, µm > 0, (η + µa ) >
0, (ρ + µh ) dan (γ + µh ) > 0.
Bukti :
Uji kestabilan lokal dapat menggunakana analisis nilai eigen dari matriks
tikan dengan analisis nilai eigen matriks Jacobian dan metode analisis diagonal
Dari matriks (5.40) memperlihatkan bahwa semua nilai pada diagonal uta-
diagonal dan determinan matriks oleh Horn dan Johnson (2000) serta teorema
(5.2). dan bantuan software Maple 18 maka matriks (−JE1 ) dari matriks (5.40)
mempunyai determinan :
Persamaan (5.42) menjelaskan bahwa jika Q0 > 1 dan R02 < 1 maka
Det(−JE1 ) > 0. Akibatnya menurut Horn dan Johnson (2000), maka semua
nilai eigen dari matriks (JE1 ) bernilai negatif. Oleh karena itu titik equlibri-
um (E1 ) stabil asimtotik Lokal. Persamaan (5.43) juga menjelaskan bahwa nilai
Kondisi endemik terjadi bila R0 > 1, kondisi ini menyatakan bahwa kebera-
daan virus dengue atau sel yang terinfeksi sudah ada. Titik E2 juga menyatakan
bahwa akan selalu ada sebagian manusia yang terinfeksi virus dengue. Uji kes-
tabilan lokal pada titik E2 dengan dengan analisis nilai eigen matriks Jacobian
dan metode analisis diagonal dan determinan matriks oleh Horn dan Johnson
(2000).
4.
((kqm − µm )η − µa µm )C
Am = (5.44)
kηqm
kut :
(η+µa )µm (η+µa )µm
− kqµmmη
η η
0 0 0
η −a1 0 0 a2 0
JE2 = 0 a3 −µm 0 −a4 0
(5.45)
0 0 a5 −a6 0 0
0 0 −a7 −a8 −ρ − µh 0
0 0 0 0 ρ −µh
Dengan :
gonal utamanya bernilai negatif. Oleh karena itu dengan menggunakan metode
analisis diagonal dan determinan matriks oleh Horn dan Johnson (2000) serta te-
orema (5.2). dan bantuan software Maple 18 maka matriks (−JE2 ) dari matriks
bahwa semua bilangan pada diagonal utamanya bernilai negatif. Oleh karena
itu dengan menggunakan metode analisis diagonal dan determinan matriks oleh
Horn dan Johnson (2000) serta teorema (5.2). dan bantuan software Maple 18
(5.19) dan bilangan reproduksi dasar (R0 ) pada persamaan (5.31) maka persa-
Dari persamaan (5.47) menunjukkan bila R0 > 1 dan Q0 > 1 maka deter-
minan akan bernilai positif. Keadaan ini juga menunjukkan bahwa keberadaan
populasi nyamuk yang lebih besar dari 1 dan ambang batas R0 > 1 menunjukkan
bahwa kondisi endemik, yaitu kondisi yang menyatakan bahwa keberadaan virus
dengue atau sel yang terinfeksi sudah ada. Persamaan (5.47) menjelaskan bahwa
jika Q0 > 1 dan R0 > 1 maka det(−JE1 ) > 0. Akibatnya menurut Horn dan
Johnson (2000), maka semua nilai eigen dari matriks (JE2 ) bernilai negatif. Oleh
karena itu titik equilibrium (E2 ) atau titik equilibrium endemik stabil asimtotik
lokal.
Dinamika populasi yang dianalisis melalui simulasi model SIR - ASI adalah
untuk kondisi R0 < 1 dan untuk R0 > 1 . Untuk mendapatkan hasil dari simula-
populasi. Dalam hal ini ketidak lengkapan parameter yang tersedia di Indonesia
maka sebagian parameter dirujuk pada kajian dari negara tetangga Indonesia
yaitu Malaysia, Singapore dan Thailand. Hal ini dilakukan karena iklim dan
geografis Indonesia hampir sama dengan iklim dan geografis Negara-negara ter-
58
Berikut ini diberikan simulasi tentang dinamika populasi manusia dan po-
pulasi nyamuk terhadap waktu t. Pada simulasi ini dilakukan untuk kasus R0 < 1
dengan syarat awal bahwa terdapat sejumlah populasi manusia dan nyamuk yang
sudah terinfekasi. Nilai parameter yang digunakan adalah parameter yang ada
pada tabel (5.1) untuk R0 < 1 digunakan nilai µh0 =0.000046; µa =0.03 ; θh =0.65;
Gambar 6.1 Dinamika populasi manusia dan nyamuk terhadap waktu untuk
R0 < 1 (Sumber: Diolah Peneliti)
Gambar 6.1 menunjukkan bahwa jumlah manusia rentan (Sh ) setelah ter-
tular virus dari awal simulasi mengalami penurunan hingga stabil ke titik 0.1952.
Lain halnya dengan kondisi manusia terinfeksi (Ih ) dari awal mengalami pening-
katan kemudian menurun hingga stabil ke titik 0. Pada sub populasi manusia
sembuh (Rh ) dari awal simulasi mengalami peningkatan hingga stabil ke titik
Pada sub populasi nyamuk akuatik dari awal menurun seiring dengan ber-
pindah menjadi nyamuk rentan dan stabil ke titik 0.3404. Sedang nyamuk ter-
infeksi dari awal simulasi mengalami penurunan hingga stabil ke titik 0. Dapat
disimpulkan bahwa sub populasi manusia terinfeksi dan sub populasi nyamuk
terinfeksi stabil menuju nol. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan ini ini adalah
Berikut ini diberikan simulasi tentang dinamika populasi manusia dan po-
pulasi nyamuk terhadap waktu t. Pada simulasi ini dilakukan untuk kasus R0 > 1
dengan syarat awal bahwa terdapat sejumlah populasi manusia dan nyamuk yang
sudah terinfekasi. Nilai parameter yang digunakan adalah parameter yang ada
pada tabel (5.1) untuk R0 > 1 digunakan nilai µh0 =0.000046; µa =0.4 ; θh =0.65;
Gambar 6.2 Dinamika populasi manusia dan nyamuk terhadap waktu untuk
R0 > 1 (Sumber: Diolah Peneliti)
Gambar 6.2 menunjukkan bahwa jumlah manusia rentan (Sh ) setelah tertu-
lar virus dari awal simulasi mengalami penurunan hingga stabil ke titik 0.006342.
Lain halnya dengan kondisi manusia terinfeksi (Ih ) dari awal mengalami pening-
katan kemudian menurun hingga stabil ke titik 0.00005. Pada sub populasi ma-
nusia sembuh (Rh ) dari awal simulasi mengalami peningkatan hingga stabil ke
titik (Sh ) = 1 − (Sh + Ih ) = 0.9936. Pada sub populasi akuatik dari awal menu-
run seiring dengan berpindah menjadi nyamuk rentan dan stabil ke titik 0.00583.
Sedang nyamuk terinfeksi dari awal simulasi mengalami penurunan hingga stabil
ke titik 0.00677. Dapat disimpulkan bahwa sub populasi manusia terinfeksi dan
sub populasi nyamuk terinfeksi stabil ke titik lebih besar dari 0, artinya akan
ada selalu virus dilapangan. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan ini ini adalah
keadaan endemik.
kitnya penyakit DBD. Basic offspring Number Q0 adalah bilangan yang menun-
jukkan jumlah nyamuk akuatik yang lahir dari nyamuk betina dewasa selama
dengue menjadi endemik, tetapi jika Q0 < 1, artinya nyamuk tidak ada atau
kondisi endemik tidak mungkin terjadi. Berikut ini diberikan simulasi antara
Nilai parameter pada gambar 6.3 yang digunakan adalah parameter yang
ada pada tabel (6.1) untuk R0 > 1 digunakan nilai µh ,=0.000046; µa =0.4 ;
Gambar 6.3 Bilangan Reproduksi Dasar (R0 ) dan Bilangan offspring Dasar (Q0 )
(Sumber : Diolah Peneliti)
(R0 ) meningkat seiring dengan bertambahnya nilai bilangan offspring dasar (Q0 ).
Gambar tersebut juga memperlihatkan bahwa semakin besar nilai (η) maka bi-
langan offspring dasar (Q0 ) akan semakin besar dan mengakibatkan nilai bilang-
an reproduksi dasar juga semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa laju laju
dan R0 . Beberapa nilai penting dari hasil simulasi pada gambar (6.3) yaitu :
1. Semakin besar laju transisi nyamuk akuatik ke nyamuk dewasa (η) maka
2. Bila Q0 < 1 dan R0 < 1 maka virus DBD tidak ada, kondisi ini menun-
jukkan bahwa penyakit DBD akan punah. Hal ini terjadi ketika η=0.05.
hal ini menunjukkan bahwa walaupun Q0 ada belum tentu virus DBD
menjadi endemik. Kondisi ini bisa dilihat ketika η=0.05, pada kondisi
η=0.09 keadaan ini terjadi ketika Q0 < 4 dan pada η=0.15 kondisi ini
4. Dari gambar diatas juga menunjukkan bahwa DBD akan endemik bila Q0
dan R0 sudah melewati garis ambang batas dalam hal ini Q0 > 1 dan
R0 > 1 . Kondisi ini terjadi pada η=0.09 dan Q0 > 4 serta pada η=0.15
dan Q0 > 2.
Dari gambar hasil simulasi diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menghin-
dari kondisi endemik hal yang perlu dilakukan adalah menekan Q0 < 1, untuk
mencapai ini salah satu strategi yang digunakan adalah menekan laju transisi
µa .
Berikut ini diberikan simulasi bilangan offspring dasar (Q0 ) dengan laju
kematian akuatik (µa ) yang berada pada [0.01,0.50]. Dalam hal ini rata-rata
laju transisi akuatik (η) dibuat bervariasi dan parameter lainnya sesuai dengan
tabel (6.1).
Gambar 6.4 Bilangan Reproduksi Dasar (Q0 ) dan Laju Kematian Akuatik (µ0 )
(Sumber : Diolah Peneliti)
tik, atau jumlah (Q0 ) semakin besar dengan laju kematian akuatik yang semakin
kecil. Gambar (6.4) juga menunjukkan bahwa semakin besar laju transisi akuatik
dengan rata-rata laju oviposisi (cm ) yang berada pada [0,12] dan variasi laju
transisi akuatik (η) Dalam hal ini rata-rata laju transisi akuatik (η) dibuat ber-
variasi dan parameter lainnya sesuai dengan tabel (5.1). Gambar yang dihasilkan
menunjukkan bahwa bilangan offspring dasar (Q0 ) berbanding lurus dengan laju
oviposisi, artinya semakin besar nilai (cm ) maka nilai (Q0 ) juga semakin besar
Gambar 6.5 Bilangan Reproduksi Dasar (Q0 ) dan Laju Oviposisi (cm )
(Sumber : Diolah Peneliti)
sar (R0 )dengan laju kematian nyamuk (µm ). Dalam hal ini nilai laju transisi
akuatik (η) masih dibuat bervariasi Dalam hal ini rata-rata laju transisi akuatik
(η) dibuat bervariasi dan parameter lainnya sesuai dengan tabel (6.1).
Gambar 6.6 Bilangan Reproduksi Dasar (R0 ) dan Laju Kematian Nyamuk (µm )
(Sumber : Diolah Peneliti)
makin menurun seiring dengan bertambahnya nilai µm , dan sebaliknya (R0 ) akan
an terjadinya endemic. Dari gambar (6.3) nilai R0 > 1 dicapai ketika nilai µm
KESIMPULAN
7.1 Kesimpulan
bagian dari model matematika epidemiologi DBD. Model ini dapat membuktik-
tidak terjangkit DBD dan tak satupun nyamuk terkena virus DBD, hal ini bisa
dilihat dari hasil simulasi,dimana sub populasi manusia terinfeksi dan nyamuk
terinfeksi stabil menuju titik nol. Kondisi ini disebut juga kondisi bebas penyakit
atau disebut juga kondisi dimana penyakit DBD berangsur-angsur akan musnah.
Model SIR - ASI ini juga menunjukkan bahwa pada keadaan R0 < 1, sub po-
pulasi manusia terinfeksi dan sub populasi nyamuk terinfeksi masih ada, hal ini
bisa dilihat dari simulasi yang menunjukkan bahwa kedua sub populasi tersebut
mencapai titik kestabilan lebih besar dari nol. Kedaan ini disebut juga keadaan
endemik.
buhan dari nyamuk Aedes agypti sebagai vektor pembawa virus. Besarnya laju
an endemik. Hal ini bisa diperlihatkan dari simulasi, semakin besar laju transisi
nyamuk akuatik ke nyamuk dewasa (η), maka bilangan offspring dasar (Q0 ) ak-
67
besar. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap keadaan penyakit yang akan
Laju transisi nyamuk akuatik ke nyamuk dewasa (η) dapat dilihat dari
phase akuatik. Phase ini sangat mempengaruhi laju pertumbuhan nyamuk. Ji-
akan menyebabkan endemik, Oleh karena itu pencegahan DBD yang efektif ada-
lah dengan cara mengontrol pertumbuhan nyamuk secara periodik dengan cara
menekan laju transisi nyamuk akuatik ke nyamuk dewasa (η). Hal ini efektif
Informasi lain dari hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah tiap su-
bpopulasi pada pada populasi manusia dan nyamuk akan stabil ke titik kesetim-
bangan tanpa penyakit ketika R0 < 1, dan stabil ke titik kesetimbangan endemik
ketika R0 > 1.
meter. Perlu suatu penelitian yang khusus menentukan nilai parameter dimana
sub populasi sesuai dengan daerah yang diteliti. Model SIR - ASI ini mengga-
sumsikn bahwa populasi manusia dan populasi nyamuk adalah konstan, untuk
69
Cote M.J dan Stein W.E, (2000) ”An Erlang-based Stochastic Model for Patient
Flow”, Omega International Journal of Management Science, 28(3), pp.
347-359
Delia D., (2006) ”Annual Bed Statistics Give a Misleading Picture of Hospital
Surge Capacity”, Annals of Emergency Medicine, 48: 384-388.
Devaraj S., Ow T. T., dan Kohli R.,(2013) Examining the Impact of Informa-
tion Technology and Patient Flow on Healdicare Performance: A Theory
of Swift and Even Flow (TSEF) Perspective, in: Journal of Operations
Management, Volume 31, Issue 4, pp. 181-192,.
Dr Keith Hurst, Senior Lecturer, Nuffield Institude for Health, Leeds Univer-
sity, 71 Clarendon Road, Leeds LS2 9PL, telepon: 0113 34369985, e-mail
k.hurst@leeds.ac.uk/
El-Darzi, E., Vasilakis, C., Chaussalet, T., Millard, P.H., (1998). A simuation
modeling approach to evaluating length of stay, occupancy, empatiness and
bed blocking in a hospital geriatric department, Health Care Manage. Sci.
1,143-149.
Elkhuizen S. G., Bor G., Smeenk M., Klazinga N. S., Bakker P. J. M. (2007)Ca-
pacity management of nursing staff as a vehicle for organizational impro-
vement. BMC Heakth Services Research, 7:196.
Gallivan S., Utley M., Treasure T., dan Valencia O. (2002), Booked Inpatient
Admissions and Hospital Capacity: Madiematical Modelling Study, British
Medical Journal, 324: 280-282.
Guo M, Wagner M dan West C, (2004) Outpatient Clinic Scheduling a Simula-
tion Approach, in: Proceedings of the 2004 Winter Simulation Conference,
pp.1981-1987.
Halloran E. J, Vermeersch P. E. H. (1987). Variability in Nurse Staffing Re-
search data Collection and the Method of Reporting, Journal of Nursing
Administration, pp. 17:26-34.
Hashimoto F., dan Bell S (1996)., Improving Outpatient Clinic Staffing and Sche-
duling with Computer Simulation, Journal of General Internal Medicine,
11(3): 182-184.
Hung, R. (2002). A note on nurse self-scheduling Nursing Economics 20 (1):
37-39.
Hung G.R, Whitehouse S R, O’Neill C B, Gray A P dan Kissoon N M.(2007)
”Computer Modelling of Patient Flow in a Paediatric Emergency De-
partment Using Discrite Event Simulation” Paediatric Emergency Care,
23(1):5-10,
Hurst. K. (2003). Selecting and Applying Methods for Estimating the Size and
Mix of Nursing Teams, Leeds, Nuffield Institute for Health, pp. 1-19.
Kao E.P.C, Tung G.G. (1981). Aggregate Nursing Requirement Planning in a
Public Health Care Delivery Sistem, Socioecon Plann Sci, Vol. 15, pp. 119-
127.
Kanter R K, dan Moran J R (2007), ”Hospital Emergency Surge Capacity:
an Empiric New York Statewide Study” Annals of Emergency Medicine,
50(3),pp.314-319
Kim S. C., Horowitz I., Young K. K, Buckley T. A., (1999) Analysis of Capacity
Management of the Intensive Care Unit in a Hospital, European Journal
of Operational Research 115: 36-46.
Klein M. G., dan Reinhardt G., (2012) Emergency Department Patient Flow
Simulations Using Spreadsheets, in. Simulation in Healthcare: The Journal
of the Society for Simulation in Healthcare, Volume 7, Issue 1, pp. 40-47.
Kokangul, A., (2008). A combination of deterministic and stochastic approa-
ches to optimized bed capacity in a hospital unit, Computer Method and
Programs in Biomedicine 90, 56-65.
Kopach R, DeLaurentis PC, Lawley M, Muthuraman K, Ozsen L., Rardin R,
Wan H, Intrevado P, Qu dan Wills D (2007 ), Effects of Clinical Cha-
racteristics on Successfull Open Access Scheduling, Health Care Manage
Science, 10: 111-124.
Ma G. Demeulemester (2012) A multilevel integrative approach to hospital case
mix and capacity planning, Computers & Operations Researech.
Lovejoy W S dan Li Y (2002)”Hospital Operating Room Capacity Expansion”
Management Science, 48(11),pp. 1369-1387
Lowery J C (1996), Design of Hospital Admissions Scheduling System Using
Simulation, in: Proceedings of the 1996 Winter Simulation Conference, pp.
1199-1204.
Ma, G. & Demeulemester, L. (2013). A multilevel integrative approach to hospi-
tal case mix and capacity planning, Computers & Operations Researech,40,
2198-2207.
Marshall A, Vasilakis C, Elia El-darzi (2005), ”Length of Stay-based Patient
Folw Model: Recent Developments and Future Direction”, Health Carem
Manajement Science 8(3): 213-220
McGowan E., Truwit J. D., Cipriano P., Howell R. E., VanBree M., Garson Jr
A., dan Hanks J. B., (2007) ”Operating Room Efficiency and Hospital Ca-
pacity: Factor Affecting Operating Room Use During Maximum Hospital
Census”, Journal of the American College of Surgeons, 204: 865-872.
Medeiros D J, Swenson E, dan Deflitch C (2008), ”Improving Patient Flow in
a Hospital Emergency Department”, in:Proceedings of the 2008 Winter
Simulation Conference, pp. 1526-1531
Miller, M. L. (1984). Implementing self-scheduling Journal of Nursing Adminis-
tration 14 (3): 33-36.
Miro O, Sanchez M, Espinosa G,Coll-Vinent, Bragulat E, Milla J,(2003). ”Ana-
lysis of Patient Flow in The Emergency Department and The Efect of an
Extensive Reorganisation”, Emergency Medicine Journal, 20(2): 143-148
Nayak S. K., Padhy S. K., dan Panigrahi S. P.,(2012) A Novel Algorithm for
Dynamic Task Scheduling, in: Future Generation Computer Systems, Vo-
lume 28, Issue 5, pp. 709-717.
Nguyen, J.M., Six, P., Anoioli D., Glemain P., Potel G., Kombrail P., Le Beux
P., (2005) A simple method to optimize hospital bed capacity, Int.J. Med
Inform 74, 39-49.