You are on page 1of 9

Nama: Jamalan Majuda

Kelas: XII IPA.1

Tempat tanggal lahir: Palembang/12 Agustus 2006

Hobi: Membaca dan bermain catur

Pesan: Jangan sombong dengan keimanan, mendekati dan mencoba berdosa sekalipun jangan
karena sungguh tak akan sama lagi hidupmu setelah itu.

Kesan: Selama membuat cerpen inspirasi hanya dari cerita sederhana yang terlewat dipikiran
setelah ditentukan tema cerpen kami

Motto: Diam itu emas, diam terus emas milikmu tak berharga

Instagram: @mlnmjd

Twitter

Telegram

Email: Jamalan.majuda@gmail.com

Telepon: 0895-3225-77450
Aliran Sesat

Aku Malik seorang siswa kelas 2 SMA biasa sudah lama mengenal teman lamaku Azazil,
sahabat sejak kecil. Aku yakin bahwa aku sudah mengenalnya cukup baik, kami
menghabiskan waktu bersama bertahun-tahun, Ia adalah orang yang cukup lugu, kaku, dan
ambisi yang tinggi tapi kami memiliki banyak hal yang sama kami sering sama-sama suka
belajar untuk mendapat nilai yang bagus, kami sama-sama tidak suka berolahraga, satu hal
yang berbeda diantara kami adalah fakta bahwa dia selalu menolak untuk diajak beribadah
bersama, alih-alih melakukan banyak kegiatan, Azazil lebih sering membahas ide gila, dan
ambisinya. Dia sering mengatakan hal yang tidak masuk akal seperti dunia ini dikuasai oleh
satu kelompok, mendirikan bank untuk mata uang crypto, pesawat luar angkasa tenaga
bintang, hingga metode cepat memusnahkan manusia. Hal-hal yang seringkali aku tidak
pahami selalu diucapkanya meskipun begitu aku tau dia hanya seorang yang memiliki
imajinasi tinggi dan cukup kuakui beberapa idenya cukup menarik dan seru bila menjadi
sebuah cerita novel.

Suatu pagi disekolah, pengumuman terdengar jelas "sekolah dirumahkan dikarenakan guru
akan mengadakan rapat penting." Semua orang bersorak senang, teman-teman dikelasku
sontak merencanakan untuk pergi bermain futsal daripada pulang kerumah.Aku menolak
tawaran ajakan mereka, Azazil tidak menolak karena memang ia tidak pernah diajak, lalu
Azazil memiliki ide yang bagus ia mengajakku untuk pergi ke kafe dipuncak bukit yang
memiliki pemandangan indah.

" 'lik kita ke kafe baru di bukit merah yuk, kafe itu kan lagi viral, nanti kita liat pemandangan.
Oh iya aku punya cerita tentang bagaimana bisa kota kita ini selalu panas dan jarang hujan."
Azazil mengajakku pergi bersama.

" Ya tapikan itu cukup jauh, butuh hampir sejam untuk pergi kesana."

" Ah kamu kayak baru kemarin belajar naik motor, ayolah."

" okelah klo begitu"

"Sip, aku pesen tempat dulu kamu nyusul aja, pulang izin ke ortu aku mah ga perlu".
Kami berpencar, aku pulang dan bersiap dan Azazil langsung kesana memesan meja. Namun
saat aku sampai kesana tempat itu terlalu ramai aku tidak dapat melihat Azazil dimanapun
lantas hingga tanpa sadar aku hanya memesan kopi dan menunggu, Akupun pulang.

Dirumah aku akupun mendapat pesan dari orangtua Azazil yang bertanya apakah Azazil
bersamaku, aku terus terang tidak tahu dimana Azazil, aku yakin ucapakanku benar-benar
membuat khawatir orang tua Azazil karena bila tak bersamaku mereka tidak tahu bila Azazil
memiliki teman yang lain.

Adzan Isya berkumandang akupun ikut khawatir keadaan sahabatku lalu akupun mendapat
telepon dari Azazil.

“Assalamu’alaikum dek ini apakah teman Azazil Arka?” Tanya seseorang yang tidak
kukenali suaranya.

“Iya, ini siapa ya?” Aku bertanya-tanya

“Dek temenmu tadi kecelakaan parah di jalan lintas, sekarang dia sedang dirumah sakit
umum Kota.”, Jelas orang itu yang membuat jantungku hampir berhenti.

“Baik pak saya segera kesana” Jawabku dikeadaan panik

Aku langsung menghubungi orangtuannya Azazil namun akulah yang pertama


berangkat kerumah sakit itu, terus terhubung dengan bapak yang menyelamatkan Azazil tadi
ku menemuinya didepan ruangan UGD, Bapak itu menceritakan Azazil berkendara ugal-
ugalan hingga tak sadar berbelok dan menabrak truk dilajur kanan. Aku sulit tuk berkata, aku
masih terbawa panik dan hanya dapat berterimakasih dan menceritakan tentang apa
hubunganku dengan Azazil, Ia adalah sahabatku.

Kutunggu hingga jam menunjuk pukul 10 malam, Azazil dipindah dari ruang UGD ke
ruang perawatan khusus, beruntung aku sudah dapat menjenguknya. Keadaan yang jauh lebih
buruk dari perkiraanku ia masih tak sadarkan diri tangan dan kakinya diperban dan kusadari
kakinya terlihat lebih pendek, aku pikir ini butuh setengah tahun untuk memulihka
keadaannya, aku tak dapat menanyakan dengan jelas apakah kakinya diamputasi karena para
dokter sibuk menangani pasien lain dari kecelakaan beruntun yang disebabkan oleh kelalaian
azazil itu, aku pulang saat keluarga Azazil sudah sampai aku harus bersiap sekolah besok
hari.

Lama Ia tak bersekolah, dua minggu dari hari kejadian Azazil masuk kelas yang memberikan
kejut bagi semua siswa dan guru, kakinya sudah dapat berjalan dengan lambat yang anehnya
kuingat kakinya diamputasi mungkin aku salah lihat, aku bertanya mengenainya.

“Aku sudah lebih sehat Malik, kau lihat sendiri aku sudah sehat, kecelakaan itu tidak begitu
parah”, Jelas Azazil

“Tidak parah matamu, aku lihat sendiri keadaanmu, aku senang kau membaik tapi bagaimana
bisa, ah tidak perlu dijawab kau perlu istirahat.”

Aku merasa sangat aneh, walaupun begitu hana dapat mendukung untuk
kesehatannya, diminggu2 selanjutnya tulang-tulangnya yang patah terlihat sehat dan dapat
digunakan kembali, bekas luka ang sudah tertutup, ia sudah sehat hampir seutuhnya.

“Allhamdulillah sudah makin sehat, pulang nanti aku kerumahmu ya, kita main untuk
merayakan ketidak masuk akalan waktu penyembuhanmu.”

“JANGAN!, Maksudku itu tidak perlu aku ada urusan sepulang sekolah ini, aku sedang tidak
bisa, lainkali saja.”

Aneh karena tidak pernah kutahu dia memiliki kesibukan lain, karena yang terjadi
kami selalu bersama dikegiatan apapun, aku menyadari sedikit demi sedikit keanehan pada
Azazil semenjak kecelakaan itu. Aku sangat antusias dengan penyembuhannya walau tak
masuk akal, namun dia seperti menjauh dariku, aku yakin ada yang disembunyikannya
dariku.

Sangat banyak hal yang berubah, Ia memimpin seluruh diskusi dalam kelas, semua
guru tau Azazil pintar tapi baru kali ini dia begitu aktif dalam kelas, Ia jelas menjauhiku
pikirku, maka aku tidak bisa tinggal diam, tak tahan apa yang disembunyikannya dariku.

Jam istirahat kedua dimulai kudatangi dia tepat didepannya.


“Kenapa ‘lik, kenapa kau menghalangi jalanku?. Tanya Azazil dengan santai

“Aku ingin bertanya banyak hal denganmu.” Kataku

“Nanti saja aku lapar, aku mau ke kantin, minggir dulu Malik kita bahas nanti.” Ucap
Azazil dengan nada yang cepat.

“Tidak, kau jelas-jelas menyembunyikan sesuatu dariku, aku merasa aneh kenapa
tidak ada yang sadar akan penyembuhanmu. Sini kuliat tanganmu, jelas-jelas kulihat tangan
ini hancur diperban, dan apa yang kita lihat sekarang 2 Bulan dari kejadian bahkan bekas luka
pun tak nampak, Jangan kau kira aku bodoh ‘Zil, Hal gila apa yang kau lakukan.”

“Kau tidak berhak tau ini pilihanku, tidak ada yang tau seperti apa lukaku maka
mereka pasti mengira bahwa aku hanya tegores dan bisa dengan cepat dapat sembuh, kau
juga harusnya mengira begitu.”

“Kau sebaiknya beri tahu aku, beri aku penjelasan. Supaya aku tidak berpikiran buruk
tentangmu, Supaya aku tidak berpikir kau telah menciptakan mesin penyembuh canggih atau
kau telah mengoleskan obat untuk semua penyakit atau kau telah menjual jiwamu demi
kesehatan atau keabadian.” Kataku menekan Azazil

“Jaga ucapanmu Malik, kau mulai bicara aneh dan tidak masuk akal tidak ada hal
seperti itu, kau urus urusanmu sendiri, dan jangan ganggu jam istirahatku.” Tegas Azazil dan
melewatiku dengan kasar kekantin.

Malik tidak bisa menerima jawaban Azazil yang menghindar. Dia merasa ada yang
tidak beres dengan temannya itu. Dia mengikuti Azazil ke kantin dan mencoba
menghadangnya lagi.

“Zil, tolong berhenti sejenak. Aku khawatir tentangmu. Aku tahu kau tidak mungkin
sembuh begitu saja. Apa yang sebenarnya terjadi padamu? Apa yang kau sembunyikan
dariku?” Malik memohon dengan nada bersahabat.

Azazil menatap Malik dengan dingin. Dia merasa terganggu dengan keingintahuan
Malik. Dia tidak mau mengaku bahwa dia telah melakukan hal yang terlarang. Dia telah
menjual jiwanya ke aliran sesat yang menjanjikan kekuatan dan kesembuhan. Dia telah
melakukan ritual yang mengerikan dan mengorbankan nyawa orang lain demi mendapatkan
apa yang dia inginkan. Dia telah menjadi budak dari sesuatu yang jahat dan gelap.

“Aku tidak menyembunyikan apa-apa darimu. Aku hanya beruntung bisa sembuh
dengan cepat. Aku tidak perlu memberitahumu apa pun. Ini adalah urusanku sendiri. Kau
tidak perlu khawatir atau mencampuri hidupku. Aku baik-baik saja. Sekarang, biarkan aku
makan dengan tenang.” Azazil menjawab dengan nada tegas dan berusaha melepaskan diri
dari cengkeraman Malik.

Malik tidak mau menyerah. Dia merasa ada sesuatu yang salah dengan Azazil. Dia
melihat ada tanda aneh di leher Azazil. Seperti bekas gigitan atau luka bakar. Dia mencoba
menarik kerah baju Azazil untuk melihat lebih jelas. Azazil marah dan menampar tangan
Malik. Dia berteriak dengan suara keras.

“Jangan sentuh aku! Jangan ganggu aku! Jangan ikut campur dalam urusanku! Aku
tidak butuh teman sepertimu! Aku tidak butuh siapa-siapa! Aku sudah punya kekuatan yang
kau tidak bisa bayangkan! Aku sudah punya segalanya yang kau tidak bisa dapatkan! Aku
sudah punya tuan yang kau tidak bisa lawan! Aku sudah punya jalan yang kau tidak bisa
ikuti! Aku sudah punya nasib yang kau tidak bisa ubah!” Azazil mengeluarkan kata-kata
yang membuat Malik terkejut dan takut.

Dia melihat mata Azazil begitu kosong. Dia melihat kulit Azazil menjadi pucat dan
dingin. Dia melihat Azazil telah berubah menjadi sesuatu yang bukan manusia lagi.

Malik terpaku melihat perubahan yang terjadi pada Azazil. Dia tidak percaya bahwa
temannya yang dulu baik dan ceria telah menjadi makhluk yang mengerikan dan jahat. Dia
merasa bersalah karena tidak bisa mencegah hal ini terjadi. Dia merasa bertanggung jawab
untuk menyelamatkan Azazil dari cengkeraman aliran sesat yang telah merusak jiwanya.
Malik mencoba menenangkan diri dan berpikir dengan cepat. Dia ingat bahwa dia pernah
membaca tentang aliran sesat yang menawarkan kekuatan dan kesembuhan dengan cara yang
tidak wajar. Dia ingat bahwa ada beberapa tanda yang bisa mengidentifikasi anggota aliran
sesat tersebut. Salah satunya adalah tanda di leher yang seperti bekas gigitan atau luka bakar.
Tanda itu adalah simbol dari perjanjian yang dibuat antara anggota aliran sesat dengan
tuannya yang jahat.
Dari tanda itu aku mencari tahu lebih lanjut mengenai kelompok pemujaan yang dia
ikuti. Tak kusangka memang tidak asing, Azazil telah terseret kepada sebuah kelompok
paham ekstrimis satanis yang menjanjikan keabadian dan kekayaan bagi pengikutnya, lebih
lanjut lagi kubaca di artikel berita difacebook sepuluh tahun lalu yang mewawancarai
petinggi aliran sesat ini. Aneh sekali mengapa tidak ada tindak lanjut dari pihak kepolisian
atau masyarakat atas kemungkaran ini, biasanya kelompok semacam ini tidak lain hanyalah
penipuan berbasis skema ponzi, mengapa yang satu ini tidak tumpas.

Mereka bahkan menyampaikan undangan secara terbuka untuk orang-orang yang


ingin mengikuti sekte sesat mereka,

“Bukit selatan dimalam hari, datang dan akan kami sambut kalian dengan baik wahai
masyarakat yang hidup sengsara lagi penuh penderitaan, datanglah, akan kami terangi
kalian.” Ucapan petinggi sekte ini disebuah saluran televisi lokal.

Ditengah kekagetanku aku berpikir, Bukit selatan bukit ini adalah bukit dimana kafe
berencana bertemu, lokasi kecelakaan Azazil pun sudah tidak jauh dari bukit, Azazil pun
sering menghilang disetiap malam sabtu menurut keterangan orangtuanya, aku harus
memanfaatkan momen kali ini, aku akan menyelamatkan temanku malam ini juga.

Malik merasa tanggung jawab untuk menyelamatkan Azazil dari pengaruh kelompok
sesat tersebut. Dia merenung sejenak, mencari cara untuk menghadapi situasi ini tanpa
membahayakan dirinya sendiri. Dalam hatinya, Malik bersumpah untuk membawa Azazil
kembali kepada kehidupan yang normal dan menjauhkannya dari kegelapan yang
membelenggu.

Malam itu, Malik bersiap-siap untuk mencari tahu lebih banyak tentang kegiatan
kelompok sesat tersebut dan mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi dengan Azazil.
Dia tahu bahwa dia harus berhati-hati, karena kelompok semacam ini bisa membahayakan
nyawa.

Dengan hati penuh tekad, Malik menuju bukit selatan tempat kelompok sesat tersebut
mengadakan pertemuan. Dia mencoba menyusup dengan hati-hati, menyelinap melalui
pepohonan dan bebatuan, berusaha tidak terlihat oleh para pengikut kelompok sesat.
Sesampainya di sana, Malik melihat sebuah ritual aneh sedang berlangsung. Api
unggun berkobar di tengah lingkaran orang-orang yang mengenakan pakaian serba hitam.
Azazil terlihat berdiri di tengah-tengah mereka, wajahnya tanpa ekspresi.

Tanpa diduga, Malik melihat sesosok makhluk gelap yang tampaknya menjadi pusat
ritual. Dia tahu bahwa inilah tuan yang telah menggoda Azazil. Malik tahu bahwa dia harus
bertindak cepat sebelum Azazil benar-benar terperangkap oleh kekuatan gelap tersebut.

Dengan hati-hati, Malik merangkak mendekati tempat itu. Dia merasakan kegelapan
yang mendalam, tetapi tekadnya untuk menyelamatkan Azazil memandu langkahnya. Ketika
dia mendekat, dia melihat Azazil mulai tersadar dari keadaan tidak sadar.

"Azazil! Ayo pergi dari sini! Ini tidak benar!" Malik berteriak kepada temannya.

Azazil menatap Malik, matanya seakan kembali memiliki kejernihan. Namun, dia
terlihat bingung dan terpengaruh oleh kekuatan gelap di sekitarnya.

"Malik, kau tidak mengerti. Ini memberiku kekuatan yang luar biasa. Aku tidak ingin
kembali seperti dulu," kata Azazil dengan suara yang terdengar aneh.

Malik mencoba meyakinkan Azazil dengan penuh kasih sayang. "Azazil, kekuatan itu
palsu. Ini adalah kegelapan yang merusakmu. Kau harus kembali kepada kehidupan yang
sebenarnya. Kita bisa melalui ini bersama."

Namun, para pengikut kelompok sesat mulai menyadari kehadiran Malik. Mereka
berusaha menghentikannya, tetapi Malik dengan cepat berlari mendekati Azazil dan meraih
tangannya.

"Sialan! Kau mengganggu ritual kami!" teriak salah satu pengikut kelompok sesat.

Tanpa ragu, Malik menarik Azazil menjauh dari kegelapan. Mereka berdua berlari
secepat mungkin, melewati pepohonan dan bebatuan, menjauh dari tempat yang penuh
dengan energi gelap.

Setelah melarikan diri dari bukit selatan, Malik membawa Azazil ke tempat yang
aman. Mereka duduk bersama, mengobrol, dan Malik berusaha menjelaskan betapa
berbahayanya kekuatan yang sedang dicari Azazil.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, Malik. Aku merasa seperti ada sesuatu yang
mempengaruhi pikiranku," ujar Azazil dengan wajah penuh kebimbangan.

Malik memahami bahwa Azazil mungkin masih terpengaruh oleh sisa-sisa kekuatan
gelap. Mereka berdua memutuskan untuk mencari bantuan profesional untuk membersihkan
diri Azazil dari pengaruh tersebut.

Peristiwa ini mengubah hidup Azazil dan Malik, tetapi tidak dengan akhir yang
bahagia. Meskipun keluarga mereka mencoba mencari bantuan profesional, kekuatan gelap
terus merajalela dalam diri Azazil dan Malik pun ikut terpengaruh, tanpa dapat berbuat
banyak, menyaksikan anak-anak mereka terperangkap dalam kegelapan yang tak
terhindarkan. Azazil dan Malik, setiap hari, semakin menjadi bagian dari entitas gelap yang
kini mengendalikannya. Dan kehidupan mereka terhanyut dalam kegelapan abadi yang tak
terbayangkan. Yang tersisa hanya luka batin dan keputusasaan yang merayap di antara
bayang-bayang malam.

You might also like