You are on page 1of 17

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

“KERAPATAN DAN BERAT JENIS”

Disusun oleh :

Kelompok 3 Kelas 1B

Alya Putri Agashi (P17335122045) Silmi Adhia Fajar (P17335122078)

Resa Yunia Asih (P17335122072) Siska Sintia Putri (P17335122079)

Rifda Fadhila Akhwati (P17335122073) Syafira R. Briliantari (P17335122081)

Pembimbing Praktikum :

Apt. Yenni Ramadhani,S. Farm.

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG


JURUSAN FARMASI
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 KERAPATAN DAN BERAT JENIS

1.2 HARI, TANGGAL PRAKTIKUM


HARI : Jum’at
TANGGAL : 3 Februari 2023

1.3 TUJUAN PRAKTIKUM


1. Menentukan bobot jenis cairan dengan menggunakan piknometer
2. Menentukan kerapatan jenis ruahan, mampat dan kerapatan sejati zat padat

1.4 DASAR TEORI ( Resa Yunia Asih P17335122072 )

Kerapatan merupakan massa per unit volume suatu zat pada temperatur tertentu.
Sifat ini merupakan salah satu sifat fisika yang paling sederhana dan sekaligus merupakan
salah satu sifat fisika yang paling definitif, dengan demikian dapat digunakan untuk
menentukan kemurnian suatu zat. (Martin,1993)
Sifat ekstensif adalah suatu sifat yang besarnya tergantung pada jumlah bahan
yang sedang diselidiki. Sifat ekstensif meliputi massa maupun volume. Sifat intensif
adalah suatu sifat yang tidak tergantung pada jumlah bahan. Rapatan merupakan
perbandingan antara massa dan volume. Sifat – sifat intensif umumnya dipilih oleh para
ilmuwan untuk pekerjaan ilmiah karena tidak tergantung pada jumlah bahan yang sedang
diteliti. (Martin, 1990)
Perbandingan yang dinyatakan dalam decimal, dari berat suatu zat terhadap berat
dari standar dalam volume yang sama kedua zat mempunyai temperature yang sama atau
temperature yang telah diketahui disebut rapat jenis. Air digunakan untuk standar untuk
zat cair dan padat, hydrogen atau udara untuk gas. Dalam dunia farmasi, perhitungan
bobot jenis terutama menyangkut cairan, zat padat dan air merupakan pilihan yang tepat
untuk digunakan sebagai standar karena mudah didapat dan mudah dimurnikan.
(Lachman, 1994)
Bobot jenis suatu zat merupakan perbandingan antara bobot zat terhadap air
volume sama yang ditimbang di udara pada suhu yang sama. Penetapan bobot jenis
digunakan hanya untuk cairan, kecuali dinyatakan lain, didasarkan pada perbandingan
bobot zat di udara pada suhu 25° C terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang
sama. Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu yang telah ditetapkan
terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila pada suhu 25°C zat
berbentuk padat, tetapkan bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada masing – masing
monografi, dan mengacu pada air pada suhu 25°C. (Depkes RI, 1995)
Kerapatan air adalah 1,00 g/ml pada 4℃. Sistem perhitungan untuk kerapatan
larutan didasari pada nilai ini. Untuk menghitung nilai kerapatan suatu larutan, umumnya
larutan itu dibandingkan dengan air. Hal ini memudahkan untuk melihat apakah suatu
larutan akan bercampur atau tidak, karena dua larutan dengan kerapatan yang sangat
berbeda biasanya tidak dapat bercampur. Terdapat pengecualian, dimana larutan ionik
seperti larutan garam akan larut dalam air karena keduanya bersifat polar. Minyak yang
nonpolar tidak dapat larut dalam air meskipun kerapatan keduanya tidak jauh berbeda.
Keduanya gagal dicampurkan lebih disebabkan oleh sifat tersebut, dibandingkan dengan
kerapatannya. Contoh, kerapatan merkuri (13,5 g/ml) dan air (1,0 g/ml) relatif berbeda.
Perbedaan kerapatan relatif ini (kadang disebut Gravitas Spesifik) menyebabkan merkuri
terbenam di dasar wadah yang berisi air. Kerapatan relatif (gravitas spesifik) adalah rasio
dari kerapatan sampel pada 20℃ dibagi dengan kerapatan air pada 4℃. (Williams, 2003)
Rapatan yang merupakan perbandingan antara massa dan volume adalah sifat
intensif.Sifat-sifat intensif umumnya dipilih oleh para ilmuwan untuk pekerjaan ilmiah
karena tidaktergantung pada jumlah bahan yang sedang diteliti. Karena volume berubah
menurut suhusedangkan massa tetap, maka rapatan merupakan fungsi suhu.
(Petrucci, 1999)
Bobot jenis suatu zat menurut definisi lama adalah bilangan yang menyatakan
berapagram bobot 1 cm3 suatu zat atau berapa kg bobot 1 dm3 air pada suhu 40℃. Jadi,
bilanganyang menyatakan berapa kali bobot 1 dm3 suatu zat dengan bobot 1 dm3 air pada
suhu 40℃ disebut juga bobot jenis (Taba dkk., 2010).
Bila kerapatan suatu benda lebih besar daripada kerapatan air maka benda akan
tenggelam dalam air. Bila kerapatan lebih kecil maka benda akan mengapung. Untuk
benda-benda yang mengapung bagian volume sebuah benda tercelup ke dalam cairan.
Walaupun kebanyakan zat padat dan cairan mengembang sedikit bila dipanaskan dan
menyusut sedikit bila dipengaruhi pertambahan eksternal, perubahan dalam volume ini
relative kecil sehingga dapat dikatakan bahwa kerapatan kebanyakan berasal dari zat
padat dan cairan hampir tidak bergantung pada temperatur dan tekanan. Sebaliknya
kerapatan gas sangat bergantung pada temperatur dan tekanan, sehingga tekanan dan
temperatur harus dinyatakan bila memberikan kerapatan gas (Tipler, 1998).
Untuk menentukan atau mengukur bobot jenissuatu zat dapat menggunakan alat
seperti aerometer, neraca Wesphalt dan piknometer (Tabadkk, 2010).
Berat jenis suatu benda adalah massa jenis benda dibagi dengan massa jenis
standar. Massa jenis udara dipakai sebagai massa jenis standar untuk keadaan gas. Massa
jenis air dipakai sebagai patokan untuk benda cair dan benda padat. Jadi, berat jenis
hanyalah suatu perbandingan dari massa jenis suatu benda terhadap massa jenis substansi
standar (Bresnick, 2002).
BAB II

METODE PENGUJIAN

2.1 ALAT DAN BAHAN (Rifda Fadhila Akhwati P17335122073)

NO ALAT BAHAN
Cairan Zat padat
1. Piknometer Gliserin sukrosa
2 Gelas ukur 50 mL Paraffin cair
3. Timbangan digital
4. Pipet tetes
5. Corong kaca
6 Spatel

2.2 PROSEDUR KERJA (Siska Sintia Putri P17335122079)

2.2.1 Penentuan Bobot Jenis Cairan

1. Digunakan piknometer yang bersih dan kering


2. Ditimbang piknometer kosong beserta tutupnya. Catat bobot sebagai W1
3. Isi piknometer dengan aquadest dan timbang. Catat bobotnya sebagai W2
4. Piknometer dibersihkan dan dikeringkan kembali lalu diisi dengan cairan yang
akan di tentukan bobot jenisnya pada suhu yang sama, seperti pada pengukuran
aquadest. Jangan sampai terdapat gelembung. Timbang piknometer yang berisi
cairan tersebut dan catat bobotnya sebagai W3.
5. Hitung bobot jenis cairan dengan persamaan:
𝑤3−𝑤1
Bobot Jenis (BJ) = w2−w1

2.2.2 Penentuan kerapatan serbuk ruahan/ kerapatan serbuk nyata

1. Timbang zat padat ( Sukrosa) sebanyak 35 gram (W)


2. Masukkan zat padat ke dalam gelas ukur 100 mL
3. Ratakan permukaan zat padat dalam gelas ukur dengan spatel, tanpa mengetuk
gelas ukur. Catat volume pengamatan sebagai Vo.
4. Hitung kecepatann serbuk ruahan dengan persamaan:
W
Kerapatan Serbuk Ruahan =
𝑉𝑜

2.2.3 Penentuan kerapatan serbuk mampat

1. Lanjutkan proses praktikum menggunakan gelas ukur yang berisi serbuk pada
point b
2. Lakukan pengetukan gelas ukur b dengan ketukan seperti FI VI :
- Kecepatan ketuka 250 ketukan/menit (4 keteukan/detik)
- Ketinggian pengetukan 3mm
- Gunakan lap bersih sebagai alas pada proses pengetukan
3. Pengetukan dilakukan sebanyak 10x; 500x; dan 1250x. masing-masing catat
volume serbuk 𝑉10, 𝑉500, dan 𝑉1250. Jika perbedaan antara 𝑉500 dan 𝑉1250 ≤ 1mm,
maka catat 𝑉1250 sebagai 𝑉𝑓 . Jika perbedaaan antara 𝑉500 dan 𝑉1250 ≥ 1mm, maka
lakukan pengetukan lagi sebanyak 750x hingga perbedaan ≤ 1mm dan catat
volume akhir sebagai 𝑉𝑓 .
4. Hitung kerapatan mampat dengan persamaan:
𝑊
Kerapatan mampat = 𝑉
𝑓

2.2.4 Penetuan kerapatan sejati

1. Timbang piknometer kosong yang bersih dan kering beserta tutupnya (a).
2. Isi piknometer dengan 1 gram zat padat (sukrosa). Timbang piknometer berisi zat
padat beserta tutup (b).
3. Masukkan paraffin cair ke dalam piknometer berisi zat padat tersebut. Kocok
perlahan dan isi sampai penuh sampai tidak ada gelembung udara di dalamnya
4. Timbang piknometer berisi zat padat dan paraffin cair beserta tutupnya (c)
5. Bersihkan piknometer da nisi penuh dengan paraffin cair sampai tidak ada
gelembung di dalamnya
6. Timbang piknometer berisi paraffin cair dan tutupnya (d).
7. Hitung kerapatan sejati dengan persamaan:
(𝑏−𝑎)𝑥 𝐵𝐽 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑖𝑠𝑝𝑒𝑟𝑠𝑖
Kerapatan sejati = (𝑏+𝑑)−(𝑎+𝑐)

Keterangan :
a. Bobot piknometer kosong
b. Bobot piknometer + 1 g granul
c. Bobot piknometer + 1 g granul + cairan pendispersi
d. Bobot piknometer + cairan pendispersi ( paraffin cair)
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 HASIL PENGAMATAN (Silmi Adhia Fajar P17335122078)

3.3.1 Penentuan bobot jenis

Bahan Bobot Bobot Bobot Perhitungan Nilai


Piknometer Piknomet Piknomet Bobot Jenis (g/ml)
kosong (W₁) er Berisi er Berisi
Aquadest Zat Cair
(W2) (W3)
Gliserin 19,735 gram 30,1883 32,796 g Bj = W3-W1
gram W2-W1
=32.756 1-19,735gr
30.1885 -19,735gr
=1,2494 g/ml
Parafin 19, 735 30,1883 20,406 g Bj = W3-W1
cair gram gram W2-W1
=28.406 - 19.735 gr
30.1883-19,735gr
=0,8294 g/ml

3.3.2 Penentuan Kerapatan Ruahan

Sukrosa
W (g) 35 gram
V0 (ml) 72,5 ml
V10 (ml) 60.3 ml
Perhitungan Kerapatan =W
Ruahan (g/ml) Vo
= 35 gram
72,5 ml
=0,4827 gram /ml

3.3.3 Pentuan Kerapatan Mampat

Sukrosa
W (g) 35 gram
V0 (ml) 72,5 ml
V10 (ml) 60.3 ml
Perhitungan Kerapatan =W
Ruahan (g/ml) Vo
= 35 gram
72,5 ml
=0,4827 gram /ml

3.3.4 Penentuan Kerapatan Sejati

Sukrosa
W (g) 35 gram
V0 (ml) 72,5 ml
V10 (ml) 60.3 ml
Perhitungan Kerapatan =W
Ruahan (g/ml) Vo
= 35 gram
72,5 ml
=0,4827 gram /ml
3.2 PEMBAHASAN ( Alya Putri Agashi P17335122045, Resa Yunia Asih
P17335122072, Rifda Fadilah Akhwati P17335122073, Silmi Adhia Fajar
P17335122078, Siska Sintiaputri P17335122079, dan Syafira Raka Briliantari
P17335122081)

Pada praktikum Fisika Farmasi kali ini melakukan pengujian kerapatan dan bobot
jenis. Kerapatan sendiri adalah massa per unit volume suatu zat pada temperature dan
tertentu. Sedangkan berat jenis adalah konstanta/tanpa bahan yang bergantung pada suhu
untuk padat, cair, dan bentuk gas yang homogen. Didefinisikan sebagai hubungan dari
massa (M) suatu bahan terhadap volumenya atau bobot jenis adalah suatu karakteristik
bahan yang penting yang digunakan untuk pengujian identitas dari kemurnian bahan obat
dan bahan pembantu, terutama dari cairan dan zat seperti malam. Pada praktikum Fisika
farmasi kali ini kerapatan dan berat jenis zat yang ditentukan antara lain adalah sukrosa,
gliserin dan paraffin cair. Pada tiap-tiap kelompok mendapatkan zat cair yang berbeda.
Tujuan dari dilakukannya praktikum kali ini adalah untuk menentukan kerapatan dan
bobot dari masing-masing zat. Mengetahui metode yang digunakan, mengukur kerapatan
bobot jenis masing-masing zat. BJ digunakan untuk membandingkan kerjapatan
sedangkan kerapatan digunakan untuk membandingnya volume dan massa. Percobaan ini
dilakukan pada suhu sekitar 25℃ untuk mengoptimalkan pengukuran pada suhu ruangan.

Sampel yang digunakan oleh kelompok 6 adalah sukrosa, gliserin dan paraffin
cair. Sedangkan alat yang digunakan yang digunakan untuk menghitug kerapatan ruahan
dan kerapatan mampat adalah gelas ukur 100 Ml, sedangkan kerapatan sejati dan bobot
jenis adalah piknometer. Sebelum menggunakan alat-alat praktikum untuk melakukan
pengujian, piknometer harus dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu hingga tidak
ada sedikit air pun di dalamnya. Hal ini bertujuan untuk memperoleh bobot kosong dari
alat. Apabila masih terdapat titik air didalamnya, akan mempengaruhi hasil yang
diperoleh. Pada pengisian dengan sampel, harus diperhatian agar tidak terdapat
gelembung udara didalamnya karena hal tersebut akan mengurangi bobot sampel yang
akan diperoleh. Alat piknometer yang digunakan telah dilengkapi dengan thermometer,
sehingga dapat langsung diketahui suhu sampel tersebut.

Pada percobaan penentuan bobot jenis, hal yang pertama yang dilakukan adalah
menemukan bobot piknometer kosong dan kering. Hal ini dicatat sebagai pembanding
bobot dari perhitungan yang akan dilakukan. Selanjutnya, ditimbang piknometer yang
berisi aquadest menggunakan nerasa analitik sebanyak 3 kali dan dirata-ratakan hasil
penimbangannya. Ditimbangnya piknometer berisi aquadest adalah bertujuan untuk
perhitungan BJ dari sampel yang akan ditentukan BJnya. Selanjutnya adalah ditimbang
piknometer yang telah berisi sampel gliserin. Penimbangan gliserin juga dilakukan
sebanyak 3 kalidan dirata-ratakan hasil penimbangannya. Dari hasil penimbangan dan
perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh bobot jenis Gliserin adalah 1,2494 gram /ml.
Dalam Farmakope edisi 3 halaman 271, bobot jenis Gliserin adalah 1,255 sampai 1,260
gram hal tersebut menjadi acuan saat melakukan penetuan bobot jenis gliserin
menggunakan piknometer. Kemudian prosedur selanjutnya adalah ditimbang piknometer
yang telah berisi parrafin cair sebanyak 3 kali dan dirata-ratakan hasil penimbangnnya
kemudian dihitung BJ paraffin cair menggunakan data piknometer kosong dan
piknometer berisi aquadest yang sama dengan perhitungan BJ gliserin. Sehingga dari
perhitungan yang telah dilakukan dihasilkan BJ Parrafin cair adalah 0,8294 gram/ml. Hal
tersebut sesuai dalam literasi Farmakope edisi 3 halaman 474 yang dimana paraffin cair
adalah memiliki bobot jenis sekitar 0.870 g sampai 0,890. Hal tersebut memiliki
perbedaan namun tidak terlampau jauh. Hipotesis praktikan, hal tersebut disebabkan
karena konsentrasi dari paraffin cair yang kurang atau saat penimbangan terdapat
gelembung udara sehingga mengurangi bobot jenis dari paraffin cair.

Praktikum selanjutnya adalah menentukan kerapatan ruahan. Kerapatan serbuk


ruahan adalah perbandingan antara massa serbuk yang belum dimampatkan terhadap
volume termasuk kontribusi volume antar partikel. Oleh karena itu, kerapatan serbuk
ruahan tergantung pada kepadatan partikel serbuk dan susunan partikel serbuk. Satuan
internasional kilogram per meter kubik (Kg/m3). Karena pengukuran dilakukan dengan
menggunakan gelas ukur maka kerapatan serbuk ruahan dinyatakan dalam gram per
mililiter (g/ml). Hal ini dapat juga dinyatakan dalam gram per centimeter kubik (g/cm3).
Sifat dari kerapatan serbuk tergantung pada penanganan seperti persiapan, perlakukan,
dan penyimpanan. Partikel-partikel dapat dikemas untuk memiliki berbagai kerapatan
serbuk ruahan, tetapi sedikit gangguan pada serbuk dapat menyebabkan perubahan pada
kerapatan serbuk ruahan. Keberulangan pengukuran yang baik seringkali sulit diperoleh
sehingga dalam pelaporan hasil harus dinyatakan secara rinci bagaimana pengukuran
tersebut dilakukan. Kerapatan serbuk ruahan ditetapkan dengan mengukur volume contoh
serbuk yang telah diayak dan diketahui bobotnya kemudian dimasukkan ke dalam gelas
ukur (metode 1). Sehinga pada praktikum kali ini, praktikan menimbang serbuk sukrosa
sebanyak 35 gram menggunakan neraca analitik dan kemudian dimasukkan ke dalam
gelas ukur 100,0 ml dimana skala terkecilnya adalah 1 ml. Setelah 35 gram sukrosa
dimasukkan, gelas ukur tidak boleh diketuk-ketuk. Hal tersebut adalah agar didapatkan
serbuk ruahan atau rapatan nyata dari sukrosa 35 gram. Kemudian sukrosa diratakan agar
bisa dibaca skalanya. Dan setelah dihitung, didapatkan kerapatan ruahan sukrosa 35 gram
adalah 0.4827 gram/ml. Data ini akan digunakan untuk menentukan kerapatan mampat
pada prosedur selanjutnya.

Prosedur selanjutnya adalah menentukan kerapatan mampat dari serbuk sukrosa


yang telah dilakukan pada prosedur sebelumnya yaitu kerapatan ruahan. Langkah
selanjutnya adalah dengan melakukan pengetukan gelas ukur sebanya 10x, 500x dan
1250x. Menurut Farmakope edisi 4, pengetukan dilakukan sebanyak 250 ketukan/1 menit
(4 ketukan/detik) dengan tinggi maksimal pengetukan adalah 3 mm. Dicatat masing-
masing volume serbuk mampat sebagai V18, V500, dan V1250. Jika perbedaan antara V500
dan V1250 kurang dari 1 mm, maka dicatat V1250 sebagai Vf. Jika perbedaan antara V500
dan V1250 lebih dari 1 mm, maka dilakukan Kembali pengetukan lagi sebanyak 750x
hingga perbedaan kurang dari 1 mm. Ketika dilakukan prosedur tersebut, diperoleh hasil
akhir V500 dan V1250 adalah 57,5 ml dan 56,5 ml. sehingga Ketika dihitung selisihnya
adalah 1 mm dan dihitung kerapatan mampatnya. Dari data yang diperoleh maka dapat
dihitung kerapatan mampatnya yaitu 0,6194 gram/ml.

Setelah dilakukan perhitungan kerapatn mampat dan kerapatan ruahan, maka


selanjutnya adalah menghitung kerapatan sejati. Penentuan kerapatan sejati adalah
dengan menggunakan piknometer. Data yang digunakan adalah data dari penentuan bobot
jenis yaitu meliputi data piknometer kosong dan bobot piknometer+Paraffin cair.
Sehingga dari data tersebut dilengkapi dengan menimbang sampel yaitu sukrosa 1 gram.
Kemudian menimbang sukrosa dengan paraffin cair, dan dengan data tersebut diperoleh
rapatan sejati dari sampel sukrosa 1 gram dan paraffin cair sebagai zairan pendispersinya
adalah 1.4088 gram/ml.
Dari praktikum yang telah dilakukan, ada beberapakan factor yang mempengaruhi
hasil kerapatan dan bobot jenis yang diperoleh. Factor yang mempengaruhi adalah
sebagai berikut :

1. Penimbangan
Kesalahan akibat penimbangan yang disebabkan karena timbangan yang
digunakan adalah berda-beda. Sehingga hasil penimbangan antara timbangan
yang satu dengan yang lain belum tentu sama.
2. Cara Penutupan Piknometer Yang Salah
Terlalu cepat dapat menyebabkan air yang tumpah terlalu banyak sehingga
tentu mempengaruhi berat pada penimbangan.
3. Pengaruh Perubahan Suhu
Perubahan suhu yang telalu cepat menyebabkan cairan didalam piknometer
memuai/menyusut dengan tidak sangat semestinya, pada waktu timbang zat
tersebut memberikan hasil yang berbeda dengan yang telah ditentukan.
4. Piknometer Yang Belum Kering Dan Bersih
Piknometer demikian yang belum bisa digunakan untuk penentuan kerapatan
dan bobot jenis, masih ada cairan/kontaminan yang tertinggal didalamnya
sehingga tentu saja mempengaruhi hasil akhir.
5. Volume Air Yang Tidak Tepat
Volume air yang dimasukkan dalam piknometer harus tepat dengan yang
telah ditentukan, karena jika terlalu banyak atau terlalu sedikit maka akan
mempengaruhi hasil akhir.
6. Sampel Yang Terkontaminasi
Sampel yang terkontaminasi tentu saja akan memberikan hasil yang
menyimpang, karen kemurnian zat tersebut sudah berbeda dengan zat yang masih
murni.

3.3 KESIMPULAN ( Alya Putri Agashi P17335122045)

1. Diperoleh bobot jenis gliserin yaitu sebesar 1,2494 gram/mL. Bobot jenis tersebut
sesuai dengan literatur (Farmakope edisi III hal 271), bobot jenis gliserin adalah
1,255 gram/mL sampai 1,260 gram/mL. Hal tersebut memiliki perbedaan, namun
tidak terlampau jauh.
2. Diperoleh bobot jenis parafin cair yaitu sebesar 0,8294 gram/mL. Bobot jenis
tersebut sesuai dengan literatur (Farmakope edisi III hal 474), bobot jenis parafin
cair adalah 0,870 gram/mL sampai 0,890 gram/mL. Hal tersebut memiliki
perbedaan, namun tidak terlampau jauh.
3. Diperoleh kerapatan serbuk ruahan sukrosa 35 gram yaitu sebesar 0,4827
gram/mL.
4. Diperoleh kerapatan serbuk mampat sukrosa 35 gram yaitu sebesar 0,6194
gram/mL.
5. Diperoleh kerapatan sejati sukrosa 1 gram adalah 1,2494 gram/mL.
3.4 DAFTAR PUSTAKA ( Syafira Raka Briliantari P17335122081)

Bresnick, Stephen. 2002. Intisari Kimia Umum. Jakarta: Erlangga

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI

Lachman, L., dkk . 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industi II. Edisi ketiga. Jakarta:
UI Press

Martin, Alfred. 1990. Farmasi Fisika Jilid III. UI Press. Jakarta

Martin, A., 1993 Farmasi Fisika. Universitas Indonesia. Jakarta


3.5 LAMPIRAN

Bobot piknometer kosong Penimbangan pertama


Penimbangan kedua
+ tutupnya piknometer + aquades
piknometer +aquades

Penimbangan ketiga Penimbangan pertama Penimbangan kedua


piknometer + aquades piknometer + gliserin piknometer + gliserin

Penimbangan ketiga Penimbangan sukrosa Penimbangan sukrosa 1


piknometer + gliserin 35.001 gram gram

Bobot piknometer + 1 Penimbangan pertama Penimbangan kedua


gram sukrosa piknometer + sukrosa + piknometer + sukrosa +
parafin cair parafin cair

Penimbangan ketiga Penimbangan pertama Penimbangan kedua


piknometer + sukrosa + piknometer + parafin cair piknometer + parafin cair
parafin cair + tutupnya + tutupnya
Penimbangan ketiga
piknometer + parafin cair
+ tutupnya

You might also like