You are on page 1of 6

TUGAS ANALISIS AGRESI

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata kuliah: Psikologi Sosial
Dosen pengampu: Fety Novianty, M.Pd

Disusun Oleh

Marwati Ulfah (122010024)


Kelas A Pagi

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIDKAN PERSATUAN


GURU REPUBLIK INDONESIA
(IKIP-PGRI PONTIANAK)
2024
Analisis Agresi
A. Pengertian Agresi
Agresi sering kali diartikan sebagai perilaku yang dimaksudkan untuk melukai
orang lain baik secara fisik ataupun psikis (Rahman, 2013). Agresivitas atau perilaku
agresif merupakan tindakan yang dilakukan untuk menyakiti atau melukai seseorang,
yang merupakan suatu luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu yang
ditampakkan dalam pengrusakan terhadap manusia ataupun benda dengan unsur
kesengajaan yang diekspresikan dengan kata-kata (verbal) dan perilaku (nonverbal).
Kecenderungan Agresi adalah tanggapan emosi tak terkendali yang
mengakibatkan timbulnya perilaku yang merusak, menyerang, dan melukai. Tindakan
ini dapat ditujukan pada orang lain, lingkungan maupun diri sendiri yang disebabkan
oleh frustasi yang mendalam dan kekecewaan yang terjadi pada diri individu.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa agresi merupakan
kecenderungan individu baik secara verbal atau fisik yang dilakukan dengan disengaja
untuk melukai individu lain yang tidak menginginkan tingkah laku tersebut. Hal ini
dilakukan dengan rasa permusuhan atau kemarahan dan Jika individu cenderung
agresi, maka individu tersebut cenderung untuk melukai individu yang tidak
menginginkan tingkah laku tersebut.

B. Teori-Teori Agresi
1) Teori Bakat atau Bawaan
Teori bakat atau bawaan terdiri atas teori Psikoanalisis dan teori Biologi.
a. Teori Naluri atau Psikoanalisis Freud dalam teori psikoanalis klasiknya
mengemukakan bahwa agresi adalah satu dari dua naluri dasar manusia.
b. Teori Biologi Teori biologi mencoba menjelaskan prilaku agresif, baik dari
proses faal maupun teori genetika (ilmu keturunan). Yang mengajukan proses
faal antara lain adalah Moyer (1976) yang berpendapat bahwa perilaku
agresif ditentukan oleh proses tertentu yang terjadi di otak dan susunan
syaraf pusat. Demikian pula hormon laki-laki (testoteron) dipercaya sebagai
pembawa sifat agresif.
2) Teori Lingkungan atau teori Environmentalis
Inti dari teori ini adalah bahwa perilaku agresi merupakan reaksi terhadap
peristiwa atau stimulasi yang terjadi di lingkungan.
a. Teori Frustasi-Agresi Klasik Teori yang dikemukakan oleh Dollard dkk.
(1939) dan Miller (1941) ini intinya berpendapat bahwa agresi dipicu oleh
frustasi. Frustasi itu sendiri artinya adalah hambatan terhadap pencapaian
suatu tujuan. Dengan demikian, agresi merupakan pelampiasan dan perasaan
frustasi.
b. Teori Frustasi-Agresi Baru Dalam perkembangannya kemudian terjadi
beberapa modifikasi terhadap teori Frustasi-Agresi yang klasik. Salah satu
modifikasi adalah dari Burnstein & Worchel (1962) yang membedakan
antara frustasi dengan iritasi. Jika suatu hambatan terhadap pencapaian tujuan
dapat dimengerti alasannya, yang terjadi adalah iritasi (gelisah, sebal), bukan
frustasi (kecewa, putus asa). Selanjutnya, Berkowitz (1978,1989)
mengatakan bahwa frustasi menimbulkan kemarahan dan emosi marah inilah
yang memicu agresi. Marah itu sendiri baru timbul jika sumber frustasi
dinilai mempunyai alternatif perilaku lain daripada perilaku yang
menimbulkan frustasi itu.
c. Teori belajar Sosial Teori belajar sosial lebih memperhatikan faktor tarikan
dari luar. Bandura (dalam Sarwono, 2002) mengatakan bahwa dalam
kehidupan sehari-hari pun perilaku agresif dipelajari dari model yang dilihat
dalam keluarga, dalam lingkungan kebudayaan setempat atau melalui media
massa.
3) Teori Kognisi
Teori kognisi berintikan pada proses yang terjadi pada kesadaran dalam membuat
penggolongan (kategorisasi), pemberian sifat-sifat (atribusi), penilaian, dan
pembuat keputusan.
Orang yang dalam keadaan frustrasi biasanya mencari sasaran untuk
menghilangkan atau mengurangi rasa frsutrasinya itu. Sasaran yang paling sering
diburu adalah sumber frustrasi. Tentu saja konsep ini tidak bisa dikenakan pada
profesi yang berhubungan dengan hukuman, seperti eksekutor, sebab mereka bukan
karena frustrasi melakukan hal itu, tetapi lebih menekankan sebagai pekerjaan. Dalam
kenyataannya, tidak semua penyaluran frustrasi melalu agresi ditujukan pada
sumbernya, tetapi pada pihak lain. Sehingga muncullah istilah displaced aggression.
Sasaran pengganti ini biasanya adalah obyek yang memiliki kesamaan dengan sumber
frustrasi. Selain itu apabila tidak ditemukan sasaran yang mirip akan dialihkan kepada
objek terdekat.
C. Agresi dan Marah (Anger)
Menurut Buss dan Perry (1992) ada 4 jenis perilaku, yaitu kemarahan,
permusuhan, agresi verbal, dan agresi fisik. Ditambahkan pula oleh Santrock (2003),
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi agresivitas adalah identitas diri, kontrol, diri,
usia, jenis kelamin, harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, kehidupan
dalam keluarga, pengaruh teman sebaya, kelas sosial ekonomi serta kualitas tempat
tinggal. Beberapa faktor yang mengenai agresi sangat sering ditemukan sebagai
pengarah dan pencetus kemunculan agresi diantaranya adalah frustasi, stres,
deindividuasi, kekuasaan dan kepatuhan, kehadiran senjata, provokasi, obat-obatan
dan alkohol, serta suhu udara (Koeswara,1988). Baron dan Byrne (1994)
mengelompokkan agresi menjadi tiga pendekatan dalam menerangkan penyebab dasar
perilaku agresi, yaitu: faktor biologis, faktor eksternal, dan faktor belajar.
a) Faktor Biologis
Menurut pendekatan ini, agresi pada manusia seperti telah diprogramkan untuk
kekerasan dari pembawaan psikologis secara alami instinct theory seseorang
menjadi agresif karena hal itu merupakan bagian alami dari reaksi mereka.
Sigmund Frued yang merupakan pelopor teori ini mengatakan bahwa agresif
muncul dari naluri atau instinct keingingan yang kuat (thanatos) yang diproses
oleh setiap individu (Baron& Byrne, 1994).
b) Faktor Eksternal
Hal lain yang dipandang penting dalam pembentukan perilaku agresi adalah
faktor eksternal. Menurut Dollard (dalam Praditya, 1999), frustasi yang
diakibatkan dari percobaan-percobaan yang tidak berhasil untuk memuaskan
kebutuhan, akan mengakibatkan agresif. Frustrasi akan terjadi jika keinginan atau
tujuan tertentu dihalangi. Berkowitz (1993) mengatakan bahwa frustasi
menyebabkan sifat siag auntuk bertindak secara agresif karena kehadiran
kemaharan (anger) yang disebabkan oleh frustasi itu sendiri. Apakah individu
bertindak secara agresif maupun tidak bergantung dari kehadiran isyarat agresif
yang memicu kejadian aktual agresi tersebut. Jadi perilaku agresif mempunyai
bermacam-macam penyebab, di mana frustasi hanyalah salah satunya. Sears dkk
(1994) menambahkan bahwa meskipun frustasi sering menimbulkan kemarahan,
dalam kondisi tertentu hal tersebut tidak terjadi.
Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa peningkatan frustasi tidak
otomatis menimbulkan perilaku agresi, melainkan terdapat beberapa faktor lain yang
dapat mengakibatkan terjadinya agresi. Pada kenyataannya, timbulnya perilaku agresif
dilihat dari dua kondisi, yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal.
Kondisi internal terdiri dari:
1) Kepribadian
2) Hubungan interpersonal yang salah satunya adalah komunikasi
3) Kemampuan
Kondisi eksternal terdiri dari:
A. Frustasi
B. Provokasi langsung yang bersifat verbal ataupun fisik yang mengenai kondisi
pribadi
C. Faktor Belajar

Pendekatan belajar adalah pendekatan yang lebih kompleks dalam


menerangkan agresi. Agresi merupakan tingkah laku yang dipelajari dan melibatkan
faktor-faktor eksternal (stimulus) sebagai elemen-elemen pembentuk pada agresi
tersebut. Pendekatan ini dikembangkan lagi dalam ruang lingkup yang lebih luas
disamping melibatkan faktor-faktor eksternal dan internal. Faktor tersebut adalah faktor
sosial atau situasional.

D. Mengendalikan Marah dan Agresi


Setiap orang pasti mengalami emosi marah, dan tidak mudah untuk
menghindarkan diri dari emosi dan marah. Yang membedakan antara satu orang
dengan yang lainnya adalah perbedaan biologis, kepribadian, pemrosesan kognitif,
dan pengalaman subjektif masing-masing dengan lingkungannya. Faktor-faktor itulah
yang membuat diantara kita mudah marah dan tidak mudah marah. Pengalihan
(displacement) adalah kecenderungan untuk secara tidak langsung mengekpresikan
impuls-impuls yang tidak diharapkan, atau mengekpresikan frustasi terhadap target
yang bukan sumber frustasi.
Setiap orang harus mampu mengendalikan suatu amarah agar tidak menjadi
sebuah agresi yaitu dengan cara:
1) Mengenali ciri kemarahan, misalnya denyut nadi cepat, berkeringat dan wajah
memerah.
2) Mencoba untuk melakukan relaksasi, misalnya melakukan pernapasan dalam,
meditasi, relaksasi otot.
3) Menjauh dari situasi yang bisa menimbulkan kemarahan.
4) Olahraga secara teratur bisa meningkatkan hormon kebahagiaan.
5) Mencari support system dan dukungan sosial.
6) Mengalihkan perhatian pada berbagai kegiatan positif.
7) Menghilangkan prasangka dan pikiran negatif.
8) Belajar menerima dan mengeksplorasi emosi.
9) Belajar mengenai mindfulness.

Sumber :
Faturochman. 2009. Pengantar Psikologi Sosial. Yogyakarta: Penerbit Pinus.
Abdul Rahman, Agus. 2014. Psikologi Sosial (Integrasi Pengetahuan Wahyu dan
Pengetahuan Empirik). Jakarta: Rajawali Pers.
https://id.scribd.com/doc/93337582/Agresi-Dalam-Perspektif-Psikologi-Sosial

You might also like