You are on page 1of 9

Jurnal PG-PAUD Trunojoyo : Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Anak Usia Dini, Volume 7, Nomor 1,

April 2020, hal 1 –9, ISSN : 2528-3553 (online), ISSN: 2407-4454 (print)

PERAN LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP PEMBENTUKAN


KARAKTER ANAK USIA DINI DI JOGJA GREEN SCHOOL
Shofiyatuz Zahroh1
Na’imah2
1,2
Programstudi Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
email: shofi.zara@gmail.com, drnaimah24@gmail.com

Received (Bulan Januari 2020), Accepted (Bulan Februari 2020), Published (Bulan April 2020)

Abstract: The Role of Social Environment through the Development of Character in Early Childhood in
Jogja Green School. This study aims to examine the role of the environment on the formation of children's
character in Jogja Green School. The research method used is qualitative with a case study approach. Data
collection techniques used interviews with school principals and class teachers, observations of children in
Caterpillar A and Caterpillar classes as well as documentation studies such as daily plain activity, weekly plain
activity, daily notes, and children's work documented in the classroom. Data analysis techniques with data
reduction, then all data are presented with perfect and good exposure, and make conclusions and verify data.
The results showed that the social environment significantly influenced the formation of children's character
through learning strategies and methods. Jogja Green School together with parents and the community creates a
conducive environment in forming good character of children. The school always communicates with the family
through diary or meet directly related to the child's development, so parents understand that the education
provided at home must be in accordance with the education available at the school, besides that the school or
family has the task of providing stimulus to the community. The community does not teach children with negative
words, does not scold the child when the child accidentally destroys neighboring plants but rather gives an
understanding to the child, so the child must apologize when making a mistake.
Keywords: character education, school environment, family environment, early childhood.

Abstrak: Peran Lingkungan Sosial terhadap Pembentukan Karakter Anak Usia Dini di Jogja Green
School. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran lingkungan terhadap pembentukan karakter anak di Jogja
Green School. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik
pengumpulan data menggunakan wawancara kepada kepala sekolah dan guru kelas, observasi terhadap anak di
kelas Ulat A dan Ulat B serta studi dokumentasi seperti RPPH, RPPM, catatan harian, dan hasil karya anak yang
di dokumentasikan di dalam ruang kelas. Teknik analisis data dengan reduksi data, kemudian semua data
disajikan dengan sempurna dan paparan yang baik, dan melakukan penarikan kesimpulan serta verifikasi data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan sosial berpengaruh signifikan terhadap pembentukan karakter
anak melalui strategi dan metode pembelajaran. Jogja Green School bersama orang tua dan masyarakat
menciptakan lingkungan kondusif dalam pembentukan karakter anak yang baik. Pihak sekolah selalu
berkomunikasi dengan keluarga melalui catatan harian atau bertemu secara langsung terkait perkembangan anak,
sehingga orang tua memahami bahwa pendidikan yang diberikan di rumah harus sesuai dengan pendidikan yang
ada di sekolah, selain itu pihak sekolah ataupun keluarga memiliki tugas memberikan stimulus kepada
masyarakat. Masyarakat tidak mengajari anak dengan kata-kata negatif, tidak memarahi anak ketika tanpa
sengaja anak merusak tanaman tetangga melainkan memberikan pemahaman kepada anak, sehingga anak harus
meminta maaf apabila melakukan kesalahan.
Kata Kunci : pendidikan karakter, lingkungan sosial, lingkungan keluarga, anak usia dini.

Copyright (c) 2020 Shofiyatuz Zahroh, Na’imah


1
2 Jurnal PG-PAUD Trunojoyo : Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Anak Usia Dini, Volume 7, Nomor
1, April 2020, hal 1 –9, ISSN : 2528-3553 (online), ISSN: 2407-4454 (print)

PENDAHULUAN mendorong perkembangan anak menjadi lebih


Krisis yang dialami bangsa ini makin hari kian baik.
bertambah, dan belum ada solusi terbaik untuk Setiap anak lahir dengan potensi-potensi
beranjak dari krisis perilaku generasi bangsa. bawaan atau keturunan yang dimilikinya.
Maraknya ketimpangan sosial yang terjadi Sehingga, anak selalu memiliki pandangan
seperti diberitakan oleh banyak media, baik positif terhadap segala sesuatu hal, kecuali ia
cetak ataupun elektronik banyak di perankan dipengaruhi oleh orang-orang dewasa yang
oleh anak-anak. Misalnya, kasus pembunuhan, berada di sekitarnya, seperti salah satu hadis
pencabulan, bullying, perampokan dan lain yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
sebagainya. Fenomena ini menjadikan dari Abu Hurairah (Sukaimi,2013) yang
pendidikan karakter semakin hari semakin intinya adalah setiap anak dilahirkan dengan
mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Hal potensi-potensi yang menyertainya,baik
ini karena, pendidikan karakter diyakini potensi menjadi baik ataupun potensi menjadi
sebagai upaya paling tepat untuk keluar dari buruk, terganung bagaimana lingkungan
persoalan-persoalan yang telah mendunia ini memberikan stimulus terhadap anak. Apabila
(Kesuma, 2012). Namun ternyata, ada sisi lain anak mendapatkan stimulus positif, maka anak
yang mendorong perilaku anak yang jarang akan menjadi pribadi yang baik, begitu juga
diperhatikan oleh masyarakat, bahkan oleh sebaliknya, apabila anak mendapatkan
orang tua sebagai orang terdekat dengan anak. stimulus negatif maka anak akan menjadi
Lingkungan merupakan bagian penting pribadi yang buruk atau jahat. Stimulus negatif
lainnya setelah pendidikan karakter, hal ini yang diberikan lingkungan terhadap anak
karena pembentukan karakter anak tidak misalnya memberikan contoh yang buruk baik
terlepas dari lingkungan sosialnya. Kondisi disengaja ataupun tidak, serta terlalu keras
psikologis ibu saat mengandung juga ikut dalam membimbing anak (Suyadi, 2016).
mempengaruhi perkembangan anak (Tim Setiap anak memiliki hak untuk
Pustaka Familia, 2006). Ibu yang sedang mengembangkan potensi-potensi yang adalah
mengandung harus menjaga kestabilan di dalam dirinya, walaupun setiap anak
psikologis dan kesehatan fisiknya, agar anak mengalami proses perkembangan yang
mendapatkan nutrisi yang baik. Anak sebagai berbeda, sangat cepat, wajar dan ada pula yang
makhluk sosial atau Zoon Politicon jika sangat lambat (Hidayah, 2009). Proses
meminjam bahasa Socrates (Khasinah, 2013) perkembangan yang dilalui anak tentu
akan terus berinteraksi dengan lingkungan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
sosialnya untuk keberlangsungan hidupnya. Faktor internal berupa motivasi, setiap anak
Anak mengamati dan kemudian meniru memiliki motivasi yang berbeda-beda dalam
perilaku-perilaku yang tampak di hadapannya dirinya untuk tetep bersemangat dalam
(Mussen, 1984). Karena anak memiliki rasa menjalani kehidupan ini. Misalnya, anak
ingin tahu yang sangat tinggi, yang kemudian melakukan manipulasi perilaku dalam
disebut sebagai masa peka oleh Montessori interaksi sosialnya untuk memperoleh motivasi,
(Suyadi, 2016), masa peka ini merupakan anak memiliki rasa ingin tahu yang sangat
suatu masa dimana anak sangat memiliki besar terhada sesuatu hal, seingga anak akan
ketertarikan kepada setiap hal, baik yang dia terus mencari jawabannya hingga dirinya
lihat maupun yang dia dengar. Sehingga, masa merasa puas (Ostroff, 2013). Sedangkan faktor
peka ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya eksternal bisa berupa lingkungan sosial tempat
karena akan mempengaruhi perkembangan tinggal anak. Bagaimana anak berinteraksi
anak selanjutnya. Masa peka yang dimiliki dalam lingkungan sosialnya, apakah mereka
anak berbeda-beda, ada yang panjang dan ada lebih banyak mendapatkan energi-energi
yang pendek tergantung pada faktor keturunan positif yang akan mendoronganya menjadi
dan stimulasi yang diterima oleh anak (Hasan, lebih baik ataukah mereka lebih banyak
2010). Pada tahun-tahun pertama, keluarga mendapatkan energi negatif.
khususnya orang tua menjadi bagian penting Psikologi perkembangan merupakan
dalam perkembangan anak usia dini. Orang tua sebuah ilmu yang membahas tuntas setiap
harus mengetahui secara mendalam terkait tahap perkembangan yang dilalui oleh anak,
perkembangan anak, sehingga orang tua tugas perkembangan dan hambatan yang akan
mampu memberikan stimulus yang mampu dihadapi oleh anak, serta pembahasan isu

2
Jurnal PG-PAUD Trunojoyo : Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Anak Usia Dini, Volume 7, Nomor 1,
April 2020, hal 1 –9, ISSN : 2528-3553 (online), ISSN: 2407-4454 (print)

nature dan nurture (Demista, 2016). Nature keluarga seperti ayah, ibu, kakak, adik,
merupakan sifat khas yang dimiliki oleh nenek dan kakek menjadi modeling untuk
individu sejak ia lahir, atau bisa dikatakan anak. Namun, ternyata tidak hanya dari
dengan pembawaan. Sedangkan nurture anggota keluarga, melainkan juga oleh
adalah faktor lingkungan yang dapat orang lain yang berada di dalam keluarga,
mempengaruhi individu sejak masih di dalam seperti pengasuh anak atau baby sister.
kandungan sampai meninggal. Beberapa orang tua memilih untuk
Namun, dalam penelitian ini penulis menggunakan jasa pengasuh anak apabila
lebih menitik beratkan pada faktor nurture orang tua merasa tidak mampu dalam
atau lingkungan. Dimana, lingkungan sangat merawat anaknya, karena beberapa
mendominasi dalam pembentukan karakter pekerjaan. Beberapa hal yang
anak, baik lingkungan keluarga, lingkungan mempengaruhi anak di dalam lingkungan
sekolah yang juga termasuk lingkungan teman keluarga. Pertama, sikap dan kebiasaan
sebaya, lingkungan masyarakat dan orang tua. Kedua, pola asuh yang
lingkungan fisik tempat tinggal anak diterapkan orang tua. Ada empat pola
(Hekmawati, 2014). asuh yang bisa diterapkan oleh orang tua
(Santrock, 1995). Pola asuh demokratis,
Lingkungan Sosial Anak dimana anak diberikan kebebasan
Lingkungan merupakan segala sesuatu yang mengungkap pendapat di dalam keluarga
ada di sekitar anak, baik stimulus internal dalam pengambilan keputusan, namun
ataupun eksternal, baik secara fisiologis, orangtua tetap melakukan pengawasan
psikologis maupun sosio-kultural (Soemanto, serta kontrol yang kuat dan dorongan
1987).Lingkungan fisiologis meliputi segala yang positif terhadap anak (Suharsono,
kondisi jasmaniyah yang berada pada diri Fitriyani, & Upoyo, 2009). Pola asuh
individu, seperti pencernaan, gizi, pernafasan, otoriter, dimana pola asuh ini merupakan
air, vitamin dan lain sebagainya. Lingkungan kebalikan dari pola asuh demokratis,
psikologis berhubungan dengan segala dimana orang tua terlalu banyak menuntut
stimulus yang diterima oleh inidividu sejak dan mengatur anak tanpa mempedulikan
awal diciptakan sampai kematiannya. Stimulus pendapat anak (Apriastuti, 2013). Pola
ini tentu sangat mempengaruhi perilaku asuh permissive-indulgent, orang tua
individu seperti emosi, kapasitas intelektual, menganggap anak sebagai orang dewasa,
kebutuhan kecerdasan dan lain sebagainya. orang tua masih terlibat dalam masalah
Sedangkan lingkungan sosio-kultural anak, namun memberikan batasan,
merupakan segala stimulus yang berada di luar sehingga orang tua tidak terlalu menunut
diri individu hubungannya dengan perlakuan dan tidak terlalu memberi hukuman
orang lain terhadap individu. Seperti pola kepada anak (Suharsono, Fitriyani, &
hidup keluarga, kondisi masyarakat, kondisi Upoyo, 2009). Pola asuh permissive-
kelompok, bimbingan dan lain sebagainya indifferent lebih buruk dari jenis pola
(Dalyono, 1997). asuh ketiga, hal ini karena dalam pola
Seorang ahli psikologi Amerika, Sertain asuh ini orang tua benar-benar tidak ingin
juga memberikan pendapatnya terhadap apa tahu atau sangat tidak terlibat dalam
yang dimaksud dengan lingkungan (Purwanto, kehidupan anak (Inikah, 2015).
2007). Lingkungan yang disebut dengan Kedua, kondisi sosio-ekonomi
environment oleh Sertain merupakan segala keluarga menjadi salah satu faktor yang
kondisi yang dapat mempengaruhi setiap ikut mewarnai perkembangan anak
periaku, pertumbuhan, perkembangan dan (Gerungan, 2004). Kondisi sosial dan
proses hidup inidividu. ekonomi yang dimaksud adalah tidak
Ada empat jenis lingkungan yang dapat hanya kemampuan keluarga dalam hal
mempengaruhi tumbuh kembang anak (Yusuf, finansial, melainkan dorongan dan
2014). Diantaranya adalah sebagai berikut: dukungan dari keluarga yang dapat
1. Lingkungan keluarga mempengaruhi tumbuh kembang anak
Keluarga memiliki peran sentral menjadi lebih baik. Ketiga, keutuhan
dalam memberikan warna terhadap keluarga (Gerungan, 2004), terdiri dari
perkembangan anak. Seluruh anggota keluarga inti, yaitu ibu, ayah dan anak.

3
4 Jurnal PG-PAUD Trunojoyo : Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Anak Usia Dini, Volume 7, Nomor
1, April 2020, hal 1 –9, ISSN : 2528-3553 (online), ISSN: 2407-4454 (print)

Single parent tentu sangat mempengaruhi menjadi faktor yang mempengaruhi


perkembangan anak, karena anak tidak perkembagan anak, menurut hasil
memiliki figur salah satu diantarnya. penelitian Jackson dan Hetzer.
Karena ayah ataupun ibu tidak bisa 3. Lingkungan sosial masyarakat
menjelma satu sama lain walupaun telah Lingkungan masyarakat merupakan
berusaha sangat keras. Selain itu, lingkungan yang paling luas dalam
keutuhan interaksi dalam keluarga juga kehidupan inidividu. Zastrow dalam
sangat penting. (Kurniawan, dkk, t.t.) mengatakan bahwa
Keempat, urutan kelahiran atau lingkungan masyarakat merupakan
kedudukan anak di dalam keluarga. Anak seluruh individu dan sistem, yang mana
tunggal akan menjadi satu-satunya pusat keduanya saling berinteraksi untuk
orang tua untuk mencurahkan segala membentuk pola hubungan. Sehingga,
kasih sayangnya, sehingga aak tunggal lingkungan masyarakat juga memiliki
cenderung manja, sulit bergaul dengan peran sentral dalam menanamkan nilai-
teman sebayanya, suka menarik perhatian nilai etika dan estetika dalam
orang dewasa dengan cara kekanak- pembentukan karakter anak (Subianto,
kanakan, dan sebagainya. Sementara anak 2013). Keadaan demografi, agama, kultur
dengan beberapa saudaranya akan berbagi budaya, adat dan kebiasaan (Ramayulis,
kasih sayang kedua orang tuanya 2009) inilah yang ikut mewarnai dalam
(Demista, 2009), sehingga anak kedua, perkembangan anak.
ketiga, keempat, dan seterusnya dalam 4. Lingkungan fisik
keluarga tersebut menunjukkan Lingkungan fisik juga memberikan
perkembangan yang lebih cepat pengaruh terhadap tumbuh kembang anak,
dibandingkan dengan anak yang pertama. misalnya suhu dan udara (Fathurrohman,
Hal ini karena, anak-anak yang lebih 2016). Sebagaimana lingkungan
muda akan lebih banyak meniru dan masyarakat, lingkungan fisik merupakan
belajar dari kakak-kakaknya. lingkungan dimana anak tinggal,
2. Lingkungan sekolah misalnya di desa atau di kota, di tempat
Sekolah merupakan lingkungan terpencil atau dekat kota, di pegungan
sosial kedua bagi anak setelah keluarga. atau tepi pantai. Misalnya, anak yang di
Anak belajar berinteraksi dengan besarkan di tepi pantai memiliki suara
pendidik sebagai agen of change dan yang lebih nyaring daripada anak yang
dengan teman sebaya. Dimana, keduanya berada di tempat lainnya
sama-sama mampu memberikan pengaruh
terhadap perilaku anak. Temna sebaya
merupakan partner yang sangat baik bagi Pendidikan Karakter
anak (Tarsidi, t.t.), sedangkan guru Mendengar kata karakter yang terlintas dalam
sebagai modeling dan sebagai mediator benak kita adalah perilaku, perilaku yang
(Maryatun, 2016), baik anatar anak atau ditunjukkan dalam bentuk ekspresi wajah
antaar anak dengan orang tua. ataupun tindakan seseorang yang lahir dari
Wellaman dan Husen telah dorongan hati dan pikiran. Sedangkan menurut
membuktikan melalui penelitiannya Helmawati (2014), pendidikan karakter
bawa sekolah memiliki peran yang sangat merupakan suatu usaha yang dilakukan dalam
dominan dalam tumbuh kembang anak, mengembangkan potensi-potensi dalam diri
terutama dalam perkembangan inteligensi. individu agar terbentuk watak, akhlak dan
Namun tidak hanya itu, sekolah juga kepribadian yang baik sebagai seorang
megembangkan aspek lainnya seperti manusia.
pembentukan sikap, kebiasaan, belajar Karakter berasal dari bahasa Yunani
bersama kelompok, belajar menahan diri yaitu “to mark” yang artinya menandai,
dan lain sebagainya (Titin, Nuraini, & menandai perilaku-perilaku individu.
Supriadi, 2014). Selain itu, perhatian guru, Sedangkan menurut Hernowo (Andrian, 2012)
besar kecilnya kelas serta metode atau karakter adalah watak, tabiat, sifat yang
model pembelajaran yang diterapkan mendasar dalam diri individu yang
kepada anak (Gerungan, 2004) juga membedakannya dengan orang lain. Secara

4
Jurnal PG-PAUD Trunojoyo : Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Anak Usia Dini, Volume 7, Nomor 1,
April 2020, hal 1 –9, ISSN : 2528-3553 (online), ISSN: 2407-4454 (print)

umum, karakter merupakan ciri khas yang lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh
melekat dalam diri individu yang kemudian anak, sehingga orang tua harus mampu
dimunculkan dalam bentuk perilaku. Perilaku- menciptakan lingkungan keluarga yang
perilaku ini bisa diwujudkan dalam bentuk kondusif bagi anak. Begitu juga dengan
perilaku baik ataupun buruk yang nantinya lingkungan sekolah, guru harus mampu
mencerminkankan karakter anak. menciptakan lingkungan yang nyaman dalam
Pendidikan karakter merupakan suatu proses pembelajaran. Dalam hal ini bukan
cara yang digunakan untuk membantu individu hanya guru, melainkan seluruh staf yang ada di
agar mampu menyerap nilai-nilai etika yang Jogja Green School, baik bidang akademik,
inti (Thomas Lickona dalam Sudrajat, 2011). kebersihan, keamanan dan lain sebagainya.
Disinilah kenapa pendidikan karakter menjadi Sehingga anak mampu menangkap setiap
sangat penting, karena dengan pendidikan informasi yang disampaikan oleh guru. Selain
karakter perilaku-perilaku yang ditunjukkan itu, anak harus merasa aman dan nyaman
oleh individu akan terarah. Sehingga, guru berada di lingkungan sekolah, agar anak
yang menjadi pendidik bertugas untuk mampu menyerap dan mengimplementasikan
mengajarkan nilai-nilai yang baik kepada anak, nilai-nilai yang telah ia dapatkan di lingkungan
agar karakter yang terbentuk adalah karakter sekolah.
yang baik. Tentu guru telah Relasi teman sebaya yang masih dalam
mempertimbangkan nilai-nilai apa saja yang pembahasan lingkungan sekolah turut
bisa membentuk karakter yang baik dalam diri mewarnai pembentukan karakter anak. Selain
anak. meniru orang dewasa, anak-anak cenderung
meniru temn sebaya, mereka akan
METODE PENELITIAN mengevaluasi prilakumhya apakah sama, lebih
Metode penelitian ini menggunakan kualitatif baik atau lebih buruk daripada teman-teman
dengan pendekatan studi kasus. Studi kasus seusianya (Santrock, 2011). Sehingga, teman
digunakan untuk melihat secara mendalam, yang baik sangat dibutuhkan dalam
utuh dan komprehensif suatu persoalan perkembangan sosial anak usia dini (Hartup
individu atau kelompok (Yusuf, 2014). dalam Santrock, 2011). Relasi anak dengan
Sehingga akan diungkap secara detail atau teman sebaya juga dipengaruhi oleh relasi
mendalam tentang suatu kondisi yang sedang orang tua dengan anak. Apakah orang tua
diteliti. memberikan waktu yang panjang bagi anak
Teknik pengumpulan data menggunakan untuk bersama teman sebaya, bagaimana
wawancara kepada kepala sekolah dan guru perlakuan orang tua terhadap anak dalam hal
kelas, observasi terhadap anak di kelas Ulat A berpendapat dan lain sebagainya.
dan Ulat B dan studi dokumentasi seperti Lingkungan masyarakat pun demikian,
RPPH, RPPM, catatan harian, dan hasil karya anak yang hidup di lingkungan masyarakat
anak yang di dokumentasikan di dalam ruang yang kondusif akan memiliki karakter yang
kelas (Idrus, 2009). berbeda dengan anak yang hidup di
Teknis analisis data yang digunakan lingkungan masyarakat yang tidak terkontrol
mengacu pada konsep Miles dan Huberman atau tidak kondusif. Misalnya, anak yang
(Ghony, 2014) yaitu reduksi data, peneliti hidup di lingkungan masyarakat yang keras,
memilih data-data yang diperlukan dan banyak pelaku kriminal seperti pencopetan,
membuang data-data yang tidak diperlukan, perampokan dan lain sebagainya. Maka anak
kemudian semua data disajikan dengan akan tumbuh menjadi pribadi yang kasar,
sempurna dan paparan yang baik, kemudian keras kepala dan suka mengganggu teman-
penarikan kesimpulan serta verifikasi data. temannya. Berbeda dengan anak yang hidup di
lingkungan yang kondusif, maka ia akan
HASIL DAN PEMBAHASAN penuh wibawa, mampu mengaplikasikan nila-
Peran Lingkungan dalam Pembentukan nilai budaya masyarakat seperti jujur, sopan,
Sikap Anak ramah, bertanggung jawab dan lain sebagainya.
Lingkungan memiliki peran sentral dalam Demikian juga ligkungan fisik yang turut
pembentukan karakter anak, baik lingkungan mewarnai pembentukan karakter anak.
keluarga, lingkungan sekolah ataupun Misalnya, anak yang hidup di pesisir memiliki
lingungan masyarakat. Keluarga merupakan suara nyaring dibanding anak yang hidup di

5
6 Jurnal PG-PAUD Trunojoyo : Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Anak Usia Dini, Volume 7, Nomor
1, April 2020, hal 1 –9, ISSN : 2528-3553 (online), ISSN: 2407-4454 (print)

pegunungan. Hal ini karena dipengaruhi memanjakan anak, karena nenek atau kakek
kondisi fisik lingkungan, dimana di pinggir lah yang cemderung selalu memanjakan
pantai kita harus mengeraskan suara untuk cucunya. Misalnya, di sekolah dan di rumah
didengar oleh lawan bicara, karena suara kita anak boleh makan permen dua kali dalam
beradu dengan ombak. seminggu, kemudian ketika anak main ke
Keempat elemen ini harus selaras agar rumah nenek, anak diperbolehkan makan
mampu mengkondisikan lingkungan menjadi permen setiap hari. Nah, hal ini merusak apa
representatif untuk pembelajaran karakter, yang telah dibangun oleh guru dan orang tua.
tentu harus berkesinambungan satu sama lain. Maka orang tua berkewajiban menstimulus
Terutama lingkungan keluarga dan lingkungan nenek dan kakek, agar seluruh pendidikan dari
sekolah, seperti yang dilakukan oleh para guru berbagai lingkungan bisa searah dan
di Jogja Green School dengan para orang tua pembentukan karakter anak bisa segera
peserta didik. Ada buku penghubung yang tercapai dengan baik.
dirancang khusus oleh Jogja Green School Oleh karena anak usia dini bukanlah
untuk berkomunikasi dengan para orang tua orang dewasa mini, maka pendidikan karakter
terkait perkembangan anaknya. Melalui buku harus disesuaikan dengan perkembangan
penghubung ini, orang tua mengetahui apa moral anak. Dimana, perkembangan moral
yang telah dilakukan oleh anak-anaknya di anak terdapat tiga tahapan: Pertama, premoral.
sekolah. Selain itu, orang tua juga mengetahui Pada tahap ini anak belum mengetahui apa-apa
apa yang terjadi pada anaknya di sekolah, baik itu moral, etika, aturan dan susila. Maka
apakah anak menangis, bertengkar dengan dari itulah, di sekolah anak diwajibkan untuk
teman, tidak mau makan sendiri dan lain bersikap baik dengan teman seusianya,
sebagainya. Contoh catatan guru untuk orang menghormati guru dan saling tolong menolong.
tua anak, “Hari ini si A tidak mau makan Selain dibiasakan berperlaku baik, guru juga
sendiri, tolong di support ya”. Kemudian, menjadi contoh bagi anak. Apabila anak
orang tua peserta didik memberikan feed back melakukan kesalalahan, guru akan ada untuk
“Bagaimana si A hari ini?, kemarin sudah saya menegur dan memperbaikinya. Misalnya, anak
support agar ia kembali mau untuk makan lupa untuk megatakan “terimakasih” kepada
sendiri dan lain sebagainya”. Komunikasi cooking saat meletakkan piring di dapur, maka
seperti ini sangat penting dan mempengaruhi guru akan menegr anak, kenapa anak tidak
proses pembelajaran serta perkembangan anak mengucapkan “terimakasih”. Hal-hal sepele
usia dini, hal ini agar stimulasi yang diberikan ini merupakan pembelajaran yang sangat
sekolah dan orang tua di dalam keluarga sama. berharga bagi anak.
Apabila stimulasi yang diberikan orang tua Kedua, moral realism. Pada tahap ini,
dan guru berbeda, maka akan menimbulkan anak telah berada pada tahap yang lebih tinggi,
suatu pertentangan dalam diri anak, misalnya dimana anak telah mengenal etika, moral,
anak sulit untuk mandiri. Misalnya di rumah aturan dan susila, sehingga anak telah mampu
anak dimanja melakukan segala sesuatunya berperilaku sesuai dengan aturan tersebut.
dilayani oleh ibu dan ayahnya, sedangkan di Anak-anak di Jogja Green School usia 2-3
sekolah anak diajari untu mandiri, melakukan tahun yang berada di kelas Kupu-kupu A telah
segala sesuatunya sendiri. Maka dari itulah, mampu mempraktikkan perilaku-perilaku baik
peran orang tua harus mnjadi top management yang dicontohkan oleh guru. Mereka telah
di rumah (Mutiah, 2010), yaitu memperhatikan mengetahui perilaku-perilaku seperti apa yang
setiap perilaku, sikap dan ucapannya, karena dianggap baik dan dianggap burruk oleh orang
anak akan mengamati dan kemudian meniru dewasa.
apa yang dilakukan oleh orang tua. Orang tua, Ketiga, moral relativism. Ini merupakan
harus menjadi figur teladan yang baik bagi puncak dari perkembangan moral, dimana
anak, sehingga orang tua harus benar-benar pada tahap ini anak telah mampu
jeli dri hal-hal kecil sampai hal-hal besar menginternalisasi nilai-nilai yang ada,
seperi membuat suatu keputusan dan menjadi sehingga anak mampu beertindak atas
pemimpin. pertimbangan moral yang ada di dalam dirinya,
Lingkungan keluarga termasuk juga bukan karena aturan dan pengaruh orang lain
nenek dan kakek, orang tua harus mampu (Piaget dalam Suyanto, 2012). Sebagian anak
menstimulasi nenek dan kakek agar tidak

6
Jurnal PG-PAUD Trunojoyo : Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Anak Usia Dini, Volume 7, Nomor 1,
April 2020, hal 1 –9, ISSN : 2528-3553 (online), ISSN: 2407-4454 (print)

tlah sampai pada tahap ini, namun sebagian diolok-olok, ia mengetahui bahwa itu adalah
lagi masih berada dalam tahap 1 dan 2. hal yang buruk, serta dapat menimbulkan
situasi yang semakin buruk, seperti anak yang
diolok-olok tersebut akan melapor guru dan
orang tuanya. Maka sebelum hal itu terjadi,
anak harus melakukan tindakan, yaitu melerai
Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter menjadi sangat penting dan memberika nasehat kepada yang mengolo-
karena memiliki lima tujuan berikut. Pertama, olok serta yang diolok-olok, bahwa perbuatan
mengembangkan potensi-potensi afektif yang itu adalah hal yang tidak baik serta mereka
ada dalam diri anak yang memiliki karakter harus berjanji tidak akan mengulanginya. Hal-
bangsa. Kedua, mengembangkan kebiasan dan hal semacam ini telah mampu dilakukan oleh
perilaku-perilaku anak yang positif selaras peserta didik di Jogja Green School.
degan nilai-nilai universal dan tradisi budaya Seluruh peserta didik di Jogja Green
bangsa yang religius. Ketiga, menanamkan School bisa dikatakan bahwa karakternya telah
jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab terbentuk, tentu karakter yang baik yang
dalam diri anak. Keempat, mengembangkan dimaksud dalam hal ini. Ketika kita amati
kemampuan dalam diri anak, agar anak anak-anak di dalam maupun di luar kelas,
menjadi pribadi yang mandiri dan kreatif. tidak ada anak-anak yang rebutan mainan,
Kelima, menciptakan lingkungan sosial yang kursi, dan barang-barag lainnya. Mereka
kondusif untuk belajar, menjadi pribadi yang dengan senang hati akan mengatakan
jujur, kreativitas dan persahabatan (Judiani, “bolehkah aku ikut bermain” atau “mainannya
2010). gantian ya”. Terlihat sangat sepele, namun
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan anak yang belum terbentuk karakternya, maka
di atas pengelolaan sekolah harus efektif ia akan menjarah secara paksa mainan
dalam membentuk karakter anak. Bagaimana tersebut, atau merajuk kepada guru untuk
pihak sekolah merancang pedidikan karakter bermain mainan yang sedang dimainkan
untuk peserta didik, melaksanakan strategi temannya. Dengan demikian sudah jelas
yang telah disusun serta mengendalikannya bahwa pembentukan karakter sejak usia dini
melalui kegiatan-kegiatan yang mendukung sangat dibutuhkan, karena jika karakter anak
pendidikan karakter (Wibowo, 2013). Jogja belum terbentuk tidak ada dorongan semangat
Green School telah melakukan pengelolaan (Montessori, 1995) kepada anak untuk
yang baik, bagaimana lingkungan sekolah berperilaku baik, sesuai dengan norma-norma
terintegrasi dengan pendidikan karakter anak. agama, adat-istiadat dan budaya masyarakata
Hal ini bisa dilihat dari nilai-nilai yang setempat.
ditanamkan oleh pendidik kepada peserta didik,
seperti harus saling berbagi, menghormati SIMPULAN
orang dewasa, toleransi dan lain sebagainya. Lingkungan sosial memiliki peran sangat
Selain itu, kurikulum yang dikembnagkan juga signifikan terhadap perkembagan anak,
sangat penting untuk diperhatikan, model terutama dalam pembentukan karakter anak.
pembelajaran serta tenaga pendidik yang Baik lingkungan keluarga, sekolah, teman
mampu menjadi modeling atau teladan bagi sebaya, sosial masyarakat dan lingkungan fisik.
peserta didik. Sehingga, pendidikan karakter di Keseluruhan aspek lingkungan ini merupakan
Jogja Green School benar-benat terwujud satu kesatuan yang tak terpisahkan, harus
dengan baik. saling mendukung dalam mewujudkan kondisi
Ada tiga poin penting yang menjadi yang kondusif dalam menumbuhkan karakter
penyebab terbentuknya karakter dalam diri anak. Sehingga, karakter yang terbentuk
anak. Ketiga poin penting ini saling adalah dari potensi-potesi baik dalam diri anak.
berhubungan satu sama lain, yaitu
pengetahuan moral, perasaan moral dan DAFTAR PUSTAKA
perilaku moral (Lickona, 2008). Apabila Andriani, Tuti. (2012). Permainan Tradisional
karakter anak telah terbentuk dengan baik, Dalam Membentuk Karakter Anak Usia
maka keputusan-keputusan yang diambilnya Dini. Sosial Budaya 9 (1): 121–36.
meliputi tiga poin ini. Misalnya, seorang anak https://doi.org/10.24014/sb.v9i1.376.
mendapati seorang temannya yang sedang

7
8 Jurnal PG-PAUD Trunojoyo : Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Anak Usia Dini, Volume 7, Nomor
1, April 2020, hal 1 –9, ISSN : 2528-3553 (online), ISSN: 2407-4454 (print)

Apriastuti, Dwi Anita. (2013). Analisis Judiani, Sri. (2010). Implementasi Pendidikan
Tingkat Pendidikan Dan Pola Asuh Karakter di Sekolah Dasar Melalui
Orang Tua Dengan Perkembangan Anak Penguatan Pelaksanaan Kurikulum
Usia 48 – 60 Bulan. Bidan Prada: Judiani. Jurnal Pendidikan dan
Jurnal Publikasi Kebidanan Akbid Kebudayaan.” Oktober 2010.
YLPP Purwokerto 4 (01). http://jurnaldikbud.kemdikbud.go.id/ind
http://ojs.akbidylpp.ac.id/index.php/Pra ex.php/jpnk/article/view/519/358.
da/article/view/28. Kesuma, Dharma dkk. (2012). Pendidikan
Dalyono, M. (1997). Psikologi Pendidikan. Karakter: Kajian Teori dan Praktik di
Jakarta: Rineka Cipta. Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Khasinah, Siti. (2013). Hakikat Manusia
Peserta Didik: panduan bagi orang tua Menurut Pandangan Islam Dan Barat.
dan guru dalam memahami psikologi JURNAL ILMIAH DIDAKTIKA: Media
anak usia,SD,SMP, dan SMA. Bandung: Ilmiah Pendidikan Dan Pengajaran 13
Rosdakarya. (2).
Demista. (2016). Psikologi Perkembangan https://doi.org/10.22373/jid.v13i2.480.
Peserta Didik. Bandung: Remaja Kurniawan, dkk, Didik. t.t. Pengaruh Perhatian
Rosdakarya. Orangtua, Motivasi Belajar, dan
Familia, Tim Pustaka. (2006). Warna-Warni Lingkungan Sosial terhadap Prestasi
Kecerdasan Anak dan Belajar Matematika Siswa SMP. Jurnal
Pendampingannya. Yogyakarta: Riset Pendidikan Matematika. Diakses 6
Kanisius. Oktober 2019.
Fathurrohman, Muhammad. (2016). https://journal.uny.ac.id/index.php/jrpm/
Pembawaan, Keturunan, Dan article/view/2674/2227.
Lingkungan Dalam Perspektif Islam. Lickona, Thomas. (2013). Pendidikan
KABILAH : Journal of Social Karakter: Panduan Lengkap Mendidik
Community 1 (2): 379–406. Siswa menjadi Pintar dan Baik.
Gerungan, W.A. (2004). Psikologi Sosial. Bandung: Nusa Media.
Bandung: Refika Aditama. Maryatun, Ika Budi. (2016). Peran Pendidik
Ghony, M. Djunaidi, & Fauzan Almanshur. PAUD Dalam Membangun Karakter
(2014). Metodologi Penelitian Anak. Jurnal Pendidikan Anak 5
Kualitatif. Jogjakarta: R-Ruzz Media. (1).https://doi.org/10.21831/jpa.v5i1.12
Hasan, Mimunah. (2010). PAUD: Pendidikan 370.
Anak Usia Dini. Yogyakarta: Diva Mussen, Paul Henry dkk. (1987).
Press. Perkembangan dan Kepribadian Anak.
Hidayah, Rifa. (2009). Psikologi Pengasuhan Jakarta: Erlangga
Anak. Malang: UIN Malang Press. Mutiah, Diana. (2010). Psikologi Bermain
Helmawati. (2014). Pendidikan Keluarga: Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana
Teoretis dan Praktis. Bandung: Remaja Montessori, Maria. (1995). The Absorbent
Rosdakarya. Mind: Pikiran yang Mudah Menyerap.
Idad, Suhada. (2016). Psikologi Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Perkembangan Anak Usia Dini Suyadi, Maulidya Ulfah. (2016). Konsep
Rudhatul Athfal. Bandung: Remaja Dasar PAUD. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset. Rosdakarya
Idrus, Muhammad. (2009). Metode Penelitian Ostroff, Wendy L. (2013). Memahami Cara
Ilmu Sosial: Pendektan Kualitatif dan Anak-Anak Belajar: Membawa Ilmu
Kuantitatif, Edisi Kedua. Jakarta: Perkembangan Anak ke dalam Kelas.
Erlangga. Jakarta: Indeks
Inikah, Siti. (2015). Pengaruh Pola Asuh Purwanto, M. Ngalim. (2007). Psikologi
Orang Tua dan Kecemasan Komunikasi Pendidikan. Bandung: Remaja
terhadap Kepribadian Peserta Didik. Rosdakarya
Jurnal Bimbingan Konseling Islam 6 Santrock, John W. (1995). Life-Span
(1): 19–37. Development: Perkembaangan Masa
https://doi.org/10.21043/kr.v6i1.1038.

8
Jurnal PG-PAUD Trunojoyo : Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Anak Usia Dini, Volume 7, Nomor 1,
April 2020, hal 1 –9, ISSN : 2528-3553 (online), ISSN: 2407-4454 (print)

Hidup, edisi kelima jilid 1. Jakarta: Anak: Tinjauan Psikologi


Erlangga Perkembangan Islam. Marwah: Jurnal
Santrock, Johns W. (2012). Life-Span Perempuan, Agama Dan Jender 12
Development: Perkembangan Masa (1): 81–90.
Hidup, edisi ketigabelas, jilid 1. https://doi.org/10.24014/marwah.v12i
Jakara: Erlangga 1.515.
Soemanto, Wasty. (1987). Psikologi Suyanto, Slamet. (2012). Pendidikan Karakter
Pendidikan: Landasan Kerja untuk Anak Usia Dini. Jurnal
Pimpinan Pendidikan. Jakarta: Bina Pendidikan Anak.
Aksara. https://journal.uny.ac.id/index.php/jpa/
Subianto, Jito. (2013). Peran Keluarga, article/view/2898/2414.
Sekolah, Dan Masyarakat Dalam Tarsidi, Didi. t.t. Peranan Hubungan Teman
Pembentukan Karakter Berkualitas. Sebaya dalam Perkembangan
Edukasia : Jurnal Penelitian Kompetensi Sosial Anak, 9.
Pendidikan Islam 8 (2). Titin, Titin, Nuraini Nuraini, & Supriadi
https://doi.org/10.21043/edukasia.v8i2 Supriadi. (2014). Peran Sekolah
.757. sebagai Agen Sosialisasi dalam
Sudrajat, Ajat. (2011). MENGAPA Pembentukan Kepribadian Akhlak
PENDIDIKAN KARAKTER?. Jurnal Mulia Siswa Smas. Info:eu-
Pendidikan Karakter 1 (1). repo/semantics/article, Tanjungpura
https://doi.org/10.21831/jpk.v1i1.1316 University.
. https://www.neliti.com/publications/19
Suharsono, Joko Tri, Aris Fitriyani, & Arif 0828/peran-sekolah-sebagai-agen-
Setyo Upoyo. (2009). Hubungan Pola sosialisasi-dalam-pembentukan-
Asuh Orang Tua terhadap kepribadian-akhlak-mulia.
Kemampuan Sosialisasi pada Anak Yusuf, A. Muri. (2014). Metode Penelitian
Prasekolah di TK Pertiwi Purwokerto Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian
Utara. Jurnal Keperawatan Soedirman Gabungan. Jakarta: Kencana.
4(3): 112–18. Yusuf, Syamsu. (2014). Psikologi
https://doi.org/10.20884/1.jks.2009.4.3 Perkembangan, Anak dan Remaja.
.239. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sukaimi, Syafi’ah. (2013). Peran Orang Tua
Dalam Pembentukan Kepribadian

You might also like