You are on page 1of 11
Buletin Penelitian Hasil Hutan Vol. 17 No.1 (1999) pp. 57 — 66 KOMPOSISI KIMIA KAYU Acacia mangium Willd DARI BEBERAPA TINGKAT UMUR HASIL TANAM ROTASI PERTAMA (Chemical composition of Acacia mangium Willd at several ages harvested from first rotation growth) Oleh/By : Rena M Siagian, Saptadi Darmawan dan Saepuloh Summary Mangium wood species has long been known as a suitable raw material for pulp. In order to get more optimum results for pulp, it is necessary to identify the basic properties of mangium wood at several harvest ages. The basic properties were specific gravity, acidity (pH) and wood chemical components. The mangium wood species was obtained from South Sumatera at 6, 7, 10, 11 and 12 years old, each of wich was taken from its first rotation growth. Research indicated that the increase in wood ages tended to increase the basic density (0.47 to 0.56) and pentosan content (16.69% to 17.84%). While cellulose content (52.12% to 50.53%), lignin content (29,81 % to 28,51 %), solubility in alcohol-benzene (6.77% to 50.53%), solubility in cold water (4.85% to 3.44%) and PH (6.7 to 5.7) tended to decrease. Responses of other chemical component with the increase in ages seem to be fluctuating for solubility in hot water (4.74% to 5.50%), solubility in NaOH (16.25% - 18.94%), ash content (0.31% to 0.83%) and silica content (0.06% to 0.46 %). Mangium wood with 6 and 12 years old had better values in its properties than with 7, 10 and 11 years. However, viewed from the cellulose content and its harvest age, mangium wood with 6 years old turned out to be the best. Keywords : Mangium wood, ages, chemical components and specific gravity Ringkasan Penggunaan kayu mangium (Acacia mangium Willd) sebagai bahan baku pulp sudah dikenal baik. Untuk memperoleh hasil yang lebih optimal maka perlu dilakukan penelitian mengenai sifat dasarnya pada beberapa tingkat umur. Sifat dasar yang diamati pada penelitian ini meliputi berat jenis, derajat keasaman (pH) dan komposisi kimia kayu umur 6, 7, 10, 11 dan 12 tahun hasil tanam rotasi I dari Sumatera Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bertambahnya umur kayu cenderung menaikkan berat jenis kayu dan kadar pentosan dengan nilai berkisar antara 0.47- 0.56 dan 16.69% - 17.84%. Sedangkan untuk kadar selulosa (52.12% - 50.53%), 57 kadar lignin (29.81% - 28.51%), kelarutan dalam alkohol-benzena (6.77% - 4.38%), kelarutan dalam air dingin (4.85% -3.44%) dan derajat keasaman (6.7 - 5.7) cenderung turun. Bertambahnya umur kayu memberikan nilai yang ber- fluktuatif untuk kelarutan dalam air panas (4.74% - 5.50%), kelarutan dalam NaOH (16.25% - 18.94%), kadar abu (0.31% - 0.83%) dan kadar silika (0.06% - 0.46%). Kayu mangium sebagai bahan baku pulp pada umur 6 dan 12 tahun menghasilkan komponen kimia lebih baik dari pada kayu umur 7, 10 dan 11 tahun. Tetapi apabila ditinjau dari kandungan selulosa dan dauanya maka kayu umur 6 tahun adalah yang terbaik. Kata kunci: Kayu mangium, umur, komponen kimia, berat jenis I. PENDAHULUAN Bahan baku pulp dari kayu merupakan bahan baku utama, lebih dari 90 persen produksi pulp dunia menggunakan serat sclulosa yang berasal dari kayu (Ditjen Kimia Dasar, 1993), Perkembangan industri pulp dan kertas di Indonesia sangat cepat dan terus dikembangkan yang diharapkan menjadi salah satu penghasil devisa negara yang cukup besar. Ditinjau dari potensi penyediaan bahan baku kayu, pembangunan industri pulp dan kertas di negara tropis pada umumnya dan khususnya di Indonesia dinilai lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan negara non tropis. Keunggulan ini diperoleh dari pertumbuhan riap tanaman yang cepat untuk menghasilkan bahan baku pulp berupa kayu, sehingga akan sarigat menunjang kestabilan dalam pencukupan suplai bahan baku. Salah satu jenis kayu yang diprioritaskan untuk dikembangkan pada hutan tanaman adalah mangium (Acacia mangium Willd). Mangium termasuk ke dalam Sub famili Mimosoidae, Famili Leguminoceac dan Ordo Rosales. Jenis ini merupakan tegakan asli Indonesia Bagian, Timur, Papua New Guinia dan Queensland yang mudah tumbuh. Mangium unggul dalam reboisasi kayu dan sangat tepat dijadikan sebagai salah satu tegakan dalam pembangunan HTI dengan riap rata-rata tahunan per hektar 20 m* — 50 m? (Silitonga, 1987). Dasar penilaian untuk menentukan apakah suatu species kayu baik digunakan sebagai bahan baku pulp, di antaranya adalah dengan mengetahui komponen kimia, derajat keasaman (pH) dan berat jenis kayu. Kualitas kayu sebagai bahan baku dipengaruhi juga oleh faktor penting lain seperti tempat tumbuh, teknik silvikultur yang diterapkan dan umur pohon. Selain itu rotasi penanaman diduga akan dapat berpengaruh terhadap sifat kayu sebagai bahan baku pulp. Dalam konteks pembangunan HTI untuk produksi kayu pulp diperlukan informasi yang tepat mengenai daur panen optimum pada umur tertentu, dimana pada umur tersebut akan diperoleh kualitas kayu yang terbaik sebagai sumber bahan baku dan layak ditinjau dari segi produksi dan ckonomi. Dari penelitian Siagian dan Komarayati (1998) terhadap komponen kimia kayu gmelina menyimpulkan bahwa pada umur 6 (enam) tahun pohon gmelina sudah cukup baik untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp. 58 Bul. Pen. Has. Hut. Vol. 17 No. 1 (1999) Objek yang diamati dalam penelitian ini hanya terbatas pada sifat dasar kayu seperti berat jenis, derajat keasaman (pH) dan komposisi kimia kayu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat dasar kayu mangium hasil tanam rotasi I pada berbagai tingkat umur dengan sasaran untuk mengetahui kesesuaian penggunaan kayu sebagai bahan baku pulp. I. BAHAN DAN METODE Kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah mangium (Acacia mangium Willd) berumur 6, 7, 10, 11 dan 12 tahun hasil tanam rotasi pertama yang berasal dari Hutan Tanaman Percobaan Balai Teknologi Reboisasi Palembang di Benakat, Sumatera Selatan. Bagian pohon yang dianalisa merupakan campuran dari pangkal, tengah dan ujung batang. Metode Norman dan Jenkins (Wise, 1944) digunakan untuk menetapkan kadar selulosa sedangkan kadar pentosan dihitung berdasarkan metode gravimetri (Raymond, 1972). Penetapan kadar abu, lignin, kelarutan dalam alkohol-benzena (1:2), NaOH 1% dan air panas masing-masing dilakukan berdasarkan metode standar ASTM D 1102, 1106, 1107 dan 1110 (ASTM, 1995). HI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik kayu Data karakterisrik kayu mangium yang meliputi berat jenis dan derajat keasaman pada berbagai tingkat umur secara lengkap disajikan pada Tabel 1. Berat jenis dapat mempengaruhi rendemen dan kualitas pulp yang akan dihasilkan. Secara umum dapat dinyatakan bahwa kayu dengan berat jenis tinggi dapat menghasilkan pulp yang sukar digiling dan mempunyai kekuatan sobek yang tinggi sedangkan kekuatan tarik, retak dan daya lipatnya rendah (Muliah, 1978). Tabel 1. Karakteristik kayu mangium Table 1. Characteristics of mangium wood Sifet kay Umur pohon (tahun), (Age of tee (yers)) (Wood properties) 6 7 | 1 | 4 | 12 | 49 | 59 | 79 | 99 | 109 Berat jenis (Specific gravity) | 052 | 047 | 0.48 | 051 | 056 | 038 | O41 | O41 | 041 | 042 Derajat keasaman (pH) | 67 | 66 | 60 | 57 | 59 Sumber (Source): 1) Kayu mangium dari Benakat Sumatera Selatan (Mangium wood from Benakat South Sumatera), Ginoga, 1997 Berat jenis kayu mangium pada penelitian ini berkisar antara 0,47 - 0,56 termasuk dalam kelompok berat jenis’rendah sampai sedang.. Menurut Supriana dan Bul. Pen. Has. Hut. Vol. 17 No. 1 (1999) 59 Siagian (1992) kayu dengan berat jenis antara 0.40 - 0.69 lebih disukai sebagai bahan baku pulp kertas karena diduga seratnya berdinding tipis dan memiliki lumen lebar schingga akan menghasilkan lembaran kertas dengan kekuatan relatif tinggi, permukaan lembaran halus dan padat serta cerah, Berat jenis juga akan menentukan kondisi pemasakan yang digunakan. Kayu dengan berat jenis tinggi akan mengalami kesulitan penembusan larutan pemasak ke dalam scl kayu schingga membutuhkan bahan kimia pemasak yang lebih banyak dan pemasakan lebih lama dibandingkan dengan pemasakan kayu yang berat jenisnya lebih rendah untuk menghasilkan pulp dalam jumlah yang sama. Apabila dilihat dari masing-masing tingkat umur maka berat jenis untuk kayu mangium ini hampir sama. Berat jenis terkecil diperolch pada kayu umur 7 tahun (0,47) dan terus meningkat sampai umur 12 tahun (0,56). Kecenderungan ini sesuai dengan pendapat Haygreen dan Bowyer (1989) yang menyatakan bahwa sel kayu muda mempunyai dinding sel yang lebih tipis dan diameter scl yang lebih besar dari pada sel kayu dewasa. Begitu juga pendapat Oey Djoen Seng (1990), bahwa kayu pada umur yang lebih tua memiliki berat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu yang lebih muda. Akan tetapi kayu pada umur 6 tahun memberikan respon yang berbeda yaitu berat jenisnya lebih tinggi walaupun umurnya Icbih muda. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa pada tempat tumbuh mangium umur 6 tahun didominasi juga olch jenis makaranga schingga diduga pertumbuhan mangium terhambat. Pada pertumbuhan yang terhambat menyebabkan lebar riap kayu awal menjadi lebih sempit yang menyebabkan berat jenisnya lebih tinggi dibandingkan dengan kayu yang pertumbuhannya normal. Menurut Pandit (1991), lebar riap pertumbuhan dan nisbah antara kayu awal dan kayu akhir akan menentukan variasi berat jenis kayu dimana pada kayu akhir kerapatannya tiga kali kerapatan kayu awal. Hasil penelitian Ginoga (1997) pada jenis mangium dari Benakat pada beberapa tingkat umur juga menunjukkan kecenderungan peningkatan berat jenis dengan bertambahnya umur kayu. Berat jenis kayu mangium hasil penelitian Ginoga pada umur yang sama memiliki berat jenis yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan hasil yang diperolch dari penelitian ini. Berdasarkan hubungan antara umur dengan beral jenis kayu dapat di diperkirakan kondisi pemasakan dan rendemen yang akan dihasilkan. Pada kayu yang berumur lebih muda diperlukan kondisi pemasakan yang lebih ringan dibandingkan dengan kayu yang berumur lebih tua. Nilai derajat keasaman (pH) kayu mangium pada berbagai umur disajikan pada Tabel 1. Data tersebut menunjukkan bahwa nilai derajat keasaman kayu cenderung turun dengan meningkatnya umur pohon sampai umur 11 tahun (6,7 - 5,7) kemudian mengalami sedikit peningkatan pada umur 12 tahun menjadi 5,9. Jika dilihat dari nilai tersebut maka derajat keasaman mangium pada umur 10, 11 dan 12 tahun sudah termasuk sedikit asam. Nilai derajat keasaman merupakan ukuran konsentrasi ion - H (atau ion - OH) dalam larutan dan digunakan untuk menentukan sifat keasamannya, netral atau basa. Nilai pH kayu atau keasaman larutan berair di dalam kayu sangat penting untuk menilai berbagai penggunaan kayu. Logam yang berhubungan dengan kayu yang sifatnya asam dapat mengalami korosi serta mempeng2ruhi daya rekat perekat dan 60 Bul. Pen. Has. Hut. Vol. 17 No. 1 (1999) fiksasi pelindung kayu. Derajat keasaman kayu juga akan memberikan pengaruh berkaitan dengan produksi pulp, papan serat dan papan partikel (Fengel dan Wegener, 1995). Pada pembuatan serpih. sifat sedikit asam pada kayu akan berpengaruh terhadap pisau pembuat serpih dari logam yang mengakibatkan karat dan pada akhirnya menyebabkan pisau menjadi cepat tumpul. B. Komposisi kimia kayu mangium Secara lengkap data komposisi‘kimia kayu mangium disajikan pada Tabel 2. Kadar selulosa kayu mangium pada umur 7, 10, 11 dan 12 tahun hampir sama yaitu berkisar antara 50,53 % - 50,82 %. Perbedaan yang kecil ini disebabkan karena jaju pertumbuhan mangium setelah umur 7 tahun mulai konstan (Riyanto dan Kusnandar, 1994). Pada umur 6 tahun diperoleh kadar sclulosa relatif tinggi yaitu sebesar 52,12 %. Susunan kimia yang terbaik untuk pulp dan kertas adalah apabila kadar lignin, kelarutan dalam NaOH 1%, kelarutan dalam alkohol-benzena dan kelarutan dalam air panas rendah. Sedangkan kadar holoselulosa dan c-selulosa cukup tinggi (Soenardi, 1974). Tabel 2. Komposisi kimia kayu mangium Table 2. Chemical composition of mangium wood aie Umurpohon (Age of tee) shun (years ) Kisificsi (Classification) 9 {Chemical component) Tinggi | Sedeng | Rendah 6] 7 | | 9 | w | 6a | 63 | 74 | | edorse) | (Low) 4, Setubsa (Coltdose),% | 62,12 | 60.69 | 80.58 | 50.53 | so.e2 | S307 | 5755 | e302 | 45 | 40-45 | 4 2. Lignin( Lignin), % 281 | 2967 | 2922 | 2.03 | 2051 | 2950] 3212| 72] 33 | 18-33 | 8 3 Pentosan (Pentosan), % | 16,69 | 17,08 | 17,14 | 17,60 | 17.84 | 1645 | 1692] 1408 [ 24 | 21-24 | 21 4, Kelarutan dalam (Soli in), % @ Atchobbenzena | 677 | 625 | 481 | 498 | 490 | 370] 553] 398 | 4 | 2-4 | 2 (Acohel-benzene), % b. NaOH 1% 1648 | 16,25 | 17,19 | 1894 | 1630 | 1404 | 1240] 1052 (196 NeOH), % ©. Airdingn 344 | 495 | 458 | 450 | 3a7 | 253 | 270 | 496 (Coldwater, 96 4. Ai penes 474 | 550 | 528 | 543 | 4a1 | 451 | 330 | 600 (Hot wate % 5. Abu (Ash), % 049 | og3 | 056 | ost | 04s | 128 [07a | oe | 6 | o2-6 | 02 6. Sika (Sita) % 014 | 046 | 012 | 005 | 016 | 07a [024 | 038 : Kelerangan (Remarks) 1) _Dinyatakan dalam persen terhadap bobot kayu kering oven ( Percentage based on oven cry weight) 2) Kayu gmelina asal Jawa Barat ( Gmelina wood from West Java ), Siagian den Komarayati, 1998 3) Kayu gmetina asal Kalimantan Timur, ( Gmelina wood from East Kalimantan), Siagian dan Kpmarayati, 1998 4) Kayu mangium asal Jawa Barat ( Mangium wood from West Java ), Siagian dan Purba, 5) Direktorat Jenderal Kehutanan (1976) Kadar selulosa kayu mangium untuk semua umur apabila diklasifikasi berdasarkan Komposisi Kimia Kayu Indonesia untuk kayu daun lebar (Ditjen Kehutanan, 1976) seperti disajikan pada Tabel 2, maka termasuk kedalam kelas dengan kadar selulosa tinggi yaitu di atas 45 %. Tingginya kadar selulosa Bul. Pen. Has. Hut. Vol. 17 No. 1 (1999) 61 tersebut menunjukkan bahwa kayu mangium pada berbagai tingkat umur terutama umur 6 tahun akan menguntungkan apabila digunakan sebagai bahan baku pulp. Akan tetapi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Siagian dan Komarayati (1998) mengenai kayu gmelina umur 6 tahun asal Jawa barat dan Kalimantan Timur serta Siagian dan Purba (1992) mengenai kayu mangium umur 7 tahun dari Jawa Barat (Tabel 2) kadar selulosa pada penelitian ini lebih rendah karena perbedaan jenis dan lokasi tempat tumbuh. Sclulosa merupakan bahan dasar pembuatan pulp dan kertas, dalam pembuatan lembaran pulp selulosa mempunyai daya gabung yang besar dan memudahkan terbentuknya jalinan antar serat. Casey (1980), juga menerangkan bahwa tujuan perlakuan kimia dalam proses pemasakan serpih kayu adalah untuk memperoleh serat selulosa sebanyak mungkin dengan cara melarutkan atau menghilangkan semaksimal mungkin komponen lignin. Lignin memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap pulp yaitu terhadap warna dan sifat fisik pulp. Dalam proses pembuatan pulp kimia, lignin harus dihilangkan. Kayu dengan kadar lignin tinggi akan membutuhkan bahan kimia yang lebih banyak dan kondisi pemasakan yang lebih keras. Pada penelitian ini kadar lignin kayu mangium cenderung turun dengan meningkatnya umur kayu. Kayu umur 6, 7, 10, 11 dan 12 tahun secara bertahap terus menurun dengan nilai berturut-turut sebesar 29,81 %, 29,67 %, 29,22 %, 29,03 % dan 28,51 %. Berdasarkan klasifikasi komponen kimia kayu pada Tabel 2 ‘kadar lignin kayu mangium termasuk kelas sedang dengan nilai diantara 18 % - 33 %. Hal ini menunjukkan bahwa kayu mangium pada semua umur yang diteliti cukup baik untuk dijadikan bahan baku pulp. Bila dibandingkan dengan kadar lignin kayu mangium pada umur yang sama asal Jawa Barat (Siagian dan Purba, 1992) maka kadar lignin kayu pada penelitian ini lebih tinggi dan pada jenis yang berbeda yaitu kayu gmelina umur 6 tahun (Siagian dan Komarayati, 1998) asal Jawa Barat maka nilainya hampir sama tetapi lebih rendah dari gmelina asal Kalimantan Timur umur 6 tahun (Tabel 2). Kadar pentosan kayu mangium yang diteliti mengalami peningkatan dengan bertambahnya umur kayu. Pada umur 6 tahun mengandung pentosan sebesar 16,69 % dan terus meningkat sampai umur 12 tahun dengan kadar pentosan sebesar 17,84 %, data selengkapnya disajikan pada Tabel 2. Apabila diklasifikasikan berdasarkan komponen kimia kayu, maka kadar pentosan kayu mangium termasuk ke dalam kelas rendah, karena kadar pentosannya berada di bawah 21 %. Kadar pentosan pada penelitian ini nilainya hampir sama dengan hasil penelitian Siagian dan Komarayati (1997) pada kayu gmelina umur 6 tahun dan lebih tinggi dari kayu mangium umur 7 tahun asal Jawa Barat (Tabel 2). Pentosan adalah bagian dari hemiselulosa yang terdapat dalam dinding sel. Hemiselulosa mudah menyerap air, bersifat plastis dan mempunyai permukaan kontak antar molekul yang lebih Iuas sehingga dapat memperbaiki ikatan antar serat, kckuatan tarik dan retak dari lembaran pulp. Sebaliknya kadar hemiselulosa terlalu tinggi dapat menurunkan kekuatan sobck pulp (Rydholm, 1976 dalam Siagian dan Komarayati, 1998). Rendahnya kadar pentosan menyebabkan serat lebih mudah dibentuk secara mekanis dan kontak antar serat dapat lebih sempurna karena salah satu sifatnya yang elastis dan dapat mengembangkan serat. Kandungan pentosan yang terlalu 62 Bul. Pen. Has, Hut. Vol. 17 No. 1 (1999) tinggi dapat menyebabkan kerapuhan benang rayon atau turunan selulosa yang dihasilkan (Sjostrom, 1981 dalam Pari dan Sacpuloh, 1997). Umumnya ekstraktif (sari) berada dalam se: parenkim jari-jari yang berhubungan dengan pembuluh. Zat ckstraktif selain mengandung resin, ada juga lemak, lilin dan sterol yang susunannya beragam (Achmadi, 1990). Menurut Rydholm dalam Siagian dan Komarayati (1998), kadar sari merupakan persenyawaan organik yang dapat larut dalam pelarut netral seperti alkohol, benzena, ascton, eter dan air. Bagian yang larut dalam air adalah gula, pati, zat warna, garam dan tanin. Sedangkan yang larut dalam pelarut netral meliputi tanin, zat warna, minyak, atsiri resin, lemak dan lilin. Kadar ekstraktif kayu mangium pada beberapa tingkat umur selengkapnya disajikan pada Tabel 2. Kadar ckstraktif yang larut dalam alkohol-benzena (1:2) berkisar antara 4,38 % - 6,77 %. Kadar ekstraktif tertinggi diperoleh saat kayu berumur 6 tahun (6,77 %) kemudian diikuti kayu yang berumur 7 tahun (6,25 %), sedangkan padd kaya umur 10, 11 dan 12 tahun nilainya tidak jauh berbeda yaitu berkisar antara 4.38 % - 4.90 %. Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa pengaruh umur terhadap kadar ekstraktif yang larut dalam alkohol-benzena menunjukkan kecenderungan yang menurun dengan meningkatnya umur pohon walaupun terjadi sedikit peningkatan pada umur 12 tahun. Apabila dilakukan Klasifikasi berdasarkan komponen kimia kayu (Tabel 2) maka kadar ekstraktif untuk kayu mangium pada semua umur termasuk kedalam klasifikasi tinggi karena keseluruhan nilainya berada diatas 4 %. Kondisi ini tentunya akan sangat merugikan kayu sebagai bahan baku pulp. Keberadaan ckstraktif tersebut dapat menghambat permukaan noktah pada serat sehingga akan mengganggu penembusan larutan pemasak ke dalam serpih. Kayu de- ngan kandungan ekstraktif tinggi umumnya menghasilkan rendemen pulp lebih rendah dibandingkan kayu dengan kandungan ckstraktif rendah. Menurut Fengel dan Wegener (1995) komposisi ekstraktif berubah selama pengeringan kayu, terutama senyawa tak jenuh, lemak dan asam lemak terdegradasi. Fakta ini penting untuk produksi pulp karena ckstraktif tertentu dalam kayu segar mungkin menyebabkan noda kuning (gangguan getah) atau penguningan pulp, ckstraktif dapat juga mempengaruhi kekuatan pulp. Sedangkan menurut Siagian dan Purba (1994), kandungan ckstraktif kaya yang tinggi terutama yang larut dalam alkohol-benzena dapat menghambat proses pengolahan pulp karena akan terjadinya reaksi senyawa ini dengan larutan pemasak. Hal ini akan menurunkan rendemen pulp dan kemungkinan terjadinya noda (pitch trouble) dalam lembaran kertas yang dihasilkan. Kefarutan dalam NaOH 1% kayu mangium pada berbagai umur, ternyata tidak memberikan pengaruh yang berarti karena nilainya berfluktuatif. Kelarutan yang tertinggi diperolch saat kayu berumur 11 tahun (18,94 %) dan terendah pada umur 7 tahun (16,25 %), Apabila dilihat dari kisaran nilai di atas maka kayu mangium cukup baik digunakan sebagai bahan baku pulp. Kelarutan dalam NaOH 1% menunjukkan tentang adanya karbohidrat dengan berat molekul rendah dan adanya kayu yang rusak oleh organisme perusak kayu, schingga diharapkan nilainya serendah mungkin. Pengaruh umur terhadap kelarutan dalam air dingin menunjukkan kecenderungan yang menurun dengan meningkatnya umur kayu setelah 7 tahun walaupun pada awalnya mengalami peningkatan. Kelarutan dalam air dingin pada umur 6 tahun memberikan nilai yang terkecil yaitu 3,44 % dan terbesar pada umur 7 tahun (4,85 %). Pen, Has. Hut. Vol. 17 No. 1 (1999) 63 Kelarutan dalam air panas memberikan nilai yang berfluktuasi terhadap pengaruh umur dengan kisaran antara 4,74 % - 5,50 %. Secara umum dapat dikatakan bahwa umur pohon tidak memberikan pengarvh terhadap kandungan zat yang Jarut dalam air panas. Menurut Fengel dan Wegener (1995) komponen utama dari bagian kayu yang dapat larut dalam air terdiri atas karbohidrat, protein dan garam-garam organik. Nilai kelarutan dalam air panas lebih besar dibandingkan dengan kelarutan dalam air dingin. Hal ini disebabkan adanya tanin yang larut dalam air panas (Fengel dan Wegener, 1995) dan adanya hidrolisa lemah beberapa bagian lignin serta akan menghasilkan asam organik bebas dan metanol dalam fulfuralnya (Siagian dan Komarayati, 1998). Secara umum kadar ekstraktif dari berbagai kelarutan pada penelitian ini nilainya lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian Siagian dan Purba (1992) pada kayu mangium asal Jawa Barat serta kayu gmelina asal Jawa Barat dan Kalimantan Timur (Siagian dan Komarayati, 1998) pada umur yang sama (Tabel 2). Kadar abu kayu mangium berkisar antara 0,31 % - 0,83 %. Apabila dilihat dari pengaruh umur ternyata nilainya berfluktuatif, dimana kadar abu tertinggi dicapai saat pohon berumur 7 tahun dan terendah pada umur 11 tahun, Berdasarkan Klasifikasi komponen kimia kayu, nilai kadar abu yang dihasilkan masih tergolong kedalam kelas sedang dengan nilai di antara 0,2 % - 6 %. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa kadar abu yang diperoleh nilainya lebih rendah (Tabel 2) dibandingkan dengan hasil penelitian Siagian dan Komarayati (1998) serta Siagian dan Purba (1992) pada umur yang sama. Abu merupakan komponen anorganik kayu yang jumlahnya jarang melebihi 1 % dari berat kayu kering yang terdiri dari komponen logam yang paling banyak jumlahnya adalah kalsium diikuti kalium dan magnesium serta garam logam seperti karbonat, silikat, oksalat dan fosfat (Sjostrom, 1995). Menurut Fengel dan Wegener (1995) dalam banyak kayu jumlah kalsium hingga 50 % dan lebih dari unsur total dalam abv kayu. Sjostrom (1995) juga mengemukakan bahwa pada bahan baku kayu untuk pulp tidak semua ion logamnya dapat dihilangkan schingga pulp akhir biasanya juga sedikit banyak mengandung kotoran anorganik. Ion logam berat seperti besi, kobalt dan mangan berpengaruh negatif terhadap proses penggelantangan dan derajat putih pulp. Kadar silika kayn mangium memberikan nilai yang berfluktuatif, pada umur 6 tahun (0,14 %), 7 tahun (0,46 %), 10 tahun (0,12 %), 11 tahun (0,06 %) dan 12 tahun (0,16 %). Bahan baku kayu untuk pulp diharapkan memiliki kadar silika rendah, Tingginya kadar silika pada kayu dapat mempercepat tumpulnya mata gergaji atau pisau pembuat serpih. Kadar silika pada penelitian ini nilainya lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Siagian dan Purba (1992) mengenai kayu mangium asal Jawa Barat pada umur yang sama dan bila dibandingkan dengan kayu gmelina (Siagian dar Komarayati, 1998) maka nilainya lebih kecil (Tabel 2). IV.KESIMPULAN DAN SARAN 1. Pengaruh umur tanaman mangium terhadap berat jenis kayu memberikan kecenderungan yang meningkat dengan bertambahnya umur pohon. Berat jenis 64 Bul. Pen. Has. Hut. Vol. 17 No 1 (1999) kayu mangium berkisar antara 0,47 - 0,56. Ditinjau dari berat jenis kayu tersebut maka kayu mangium cukup baik digunakan sebagai bahan baku pulp. 2. Berdasarkan klasifikasi komponen kimia untuk kayu daun lebar Indonesia, kayu mangium yang diteliti menghasilkan kadar sclulosa dalam kelas tinggi (50,53 % - 52,12 %), lignin sedang (28,51 % - 29,81 %), pentosan rendah (16,69 % - 17,84 %), ckstraktif tinggi (4,38 % - 6,77 %) dan abu sedang (0,31 % - 0,83 %) schingga kayu mangium ini baik digunakan sebagai bahan baku pulp. Akan tetapi juga perlu mendapat perhatian karena kadar ckstraktifnya yang tinggi. 3. Perbedaan umur pohon memberikan pengaruh yang berbeda terhadap komposisi kimia kayu. Nilai derajat keasaman, kadar selulosa, kadar lignin, kelarutan dalam alkohol-benzena dan air dingin secara umum menunjukian kecenderungan yang menurun dengan bertambahnya umur pohon sedangkan kadar pentosan cenderung meningkat. Untuk kadar abu, silika, kelarutan dalam NaOH 1% dan air panas memberikan respon yang berfluktuatif dengan bertambahnya umur pohon. 4. Ditinjau dari berat jenis dan komposisi kimia kayu maka kayu pada umur 6 dan 12 tahun memiliki nilai lebih baik dibandingkan kayu umur 7, 10 dan 11 tahun. Selanjutnya apabila ditinjau hanya dari kandungan selulosa dan umur daur maka kayu yang berumur 6 tahun adalah yang terbaik dan disarankan untuk digunakan sebagai bahan baku pulp kertas. DAFTAR PUSTAKA Achmadi, S. S. 1990. Kimia Kayu. Pusat Antar Universitas IPB. Bogor. ASTM. 1995. Annual Book of ASTM Standards Sect 4, Vol. 4.10-Wood, Philadelphia. Casey, J. P. 1980. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology, Third Edition, Vol. 1. A Willey-Interscience Publisher Inc., New York. Direktorat Jenderal Kehutanan. 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia. Departemen Pertanian, Jakarta. Direktorat Jenderal Kimia Dasar. 1993. Perencanaan Supply Kayu Sebagai Bahan Baku Industri Pulp di Indonesia. Makalah pada Latihan Manajemen Industri Kehutanan, Bogor. Fengel, D. dan G. Wegener. 1995. Kayu, Kimia Ultra Struktur Reaksi-reaksi. Terjemahan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Ginoga, B. 1997. Beberapa sifat kayu mangium (Acacia mangium Willd) pada beberapa tingkat umur. Buletin Penelitian Hasil Hutan 15 (2) : 132 - 149. Haygreen, J. G. dan J. L. Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar. Terjemahan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Muliah. 1978. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Berat Jenis Kayu. Simposium Selulosa dan Kertas Ke-II. Balai Besar Selulosa, Bandung. Bul. Pen. Has. Hut. Vol. 17 No. 1 (1999) 65 Ors Palmer, E. R. ; J. S. Johnson ; J. A. Gibbs ; S. Ganguli and A. P. Dutta. 1984. Pulping characteristics of Gmelina arborea grown in plantations in the Solomon Islands. Tropical Development and Research Institute 12 p. Pandit, 1. K. 1991. Anatomi, Pertumbuhan dan Kualitas Kayu. Bidang Studi [mu Pengetahuan Kehutanan. Fakultas Pasca Sarjana IPB, Bogor. Pari, G. dan Saepuloh. 1997. Analisis kimia 9 jenis kayu dari Irian Jaya. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 13(4) : 87-93. Raymond, A.Y. 1972. Wood Chemistry Laboratory Procedurs. College of Forest Resources. University of Washington. Rydholm, S. A. 1976. Pulping Processes Interscience Publishers. New York- London-Sidney. Riyanto, H. D. dan E. Kusnandar.1994. Kurva Pertumbuhan dan Laju Pertumbuhan Diameter Acacia mangium. Balai Teknologi Reboisasi, Palembang. Oey Djoen Seng. 1990. Berat Jenis dari Kayu-kayu Indonesia dan Pengertian Beratnya Kayu untuk Keperluan Praktek. Pengumuman, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor. Siagian, R. M dan K. Purba. 1992. Teknik Pengolahan Acacia mangium Willd untuk Pulp Kertas. Diskusi Hasil Penelitian HTI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta. Siagian, R. M. dan K. Purba. 1994. Uji Coba Pembuatan Pulp dan Kertas Acacia mangium. Makalah Utama Diskusi Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor. Siagian, R. M. dan S. Komarayati. 1998. Pengaruh umur terhadap komposisi kimia kayu Gmelina arborea Roxb. Buletin Penelitian Hasil Hutan 15(6) : 395-404. Silitonga, T. 1987. Acacia mangium Profil Pohon Gulma yang Sedang Berubah Status. Diskusi Hutan Tanaman Industri. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta. Sjostrom, E. 1995. Kimia Kayu. Dasar-dasar dan Penggunaan. Edisi kedua. Terjemahan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Soenardi. 1974. Hubungan Antara Sifat-sifat Kayu dan Kualitas Kertas. Berita Sclulosa 20 (3). Supriana, N. dan R. M. Siagian. 1992. Hutan Tanaman dan Mutu Kayu Sebagai Bahan Baku Industri Pulp Kertas. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Wise, L. E. 1994. Wood Chemistry. Reinhold Publisher Corporati 66 Bul. Pen. Has. Hut. Vol. 17 No. 1 (1999 PETUNJUK BAGI PENULIS BAHASA = Naskah ditulis dalam bahasa Gedonesia dengan ringkasan dalam bahasa Iegess atau dalam bahasa Inggris dengan segkesan dalam bahasa Indonesia. FORMAT - Naskah diketik di atas kertas keazrto putih pada suatu permukaan dengan 2 spesi. Pada semua tepi kertas disisakan ruang kosong minimal 3,5 cm JUDUL = Sudul dibuat tidak lebih dari 2 aris dan harus mencerminkan_ isi tulisan Nama penulis dicantumkan di bawah judul RINGKASAN : Ringkasan dibuat tidak lebih dex 200 kata berupa intisari permasalahan secara menyeluruh, dan bersifat informatif seengenai hasil yang dicapai. S474 KUNCT . Kata kunei dicantumkan di tewah ringkasan TABEL = Judul Tabel dan keterangan yang Gperlukan ditulis dalam bahasa Indonesia den Inggris dengan jelas dan singkat. Tabel harus diberi nomor. Penggunaan tanda koma () dan titik () pada angka di dalam tabel seasing-masing menunjukkan nilai pecahan/ éesimal dan kebulatan seribu. GAMBAR GARIS : Gratik dan ilustrasi lain yang berupa gambar garis harus kontras dan buat dengan tinta hitam. Setiap gambar garis harus diberi nomor, judul dan kete- rangan yang jelas, dalam bahasa Indonesia dan Inggris. FOTO : Foto harus mempunyai ketajaman yeng baik, diberi judul dan keterangan seperti pada gambar. DAFTAR PUSTAKA : Daftar pustaka yang Sevjuk harus disusun menurut abjad nama pengarang dengan mencantumkan tahun pcnerbitan, seperti teladan berikut Allan, JE. NOTES FOR AUTHORS LANGUAGE : Manuscripts must be written’ in Indonesia with English summary or vice verse. FORMAT ; Manuscripts should be typed double spaced on one face of A4 white paper. A 3,5 cm magin should be left all sides. TITLE : Title must not exceed two lines and should reflect the content of the manuscript. The author's name follows immediately under the title SUMMARY : Summary must not exceed 200 words, and should ‘comprise informative essence of the entire content of the article KEYWORDS : Keywords should be written following a summary TABLE : Title of tables and all necessary remarks must be written both in Indonesia and English, Tables should be numbered. The uses of comma (,) and point () in all figures in the table indicate a decimal fraction, and a thousand multiplication, respectively LINE DRAWING : Graphs and other line drawing illustrations must be drawn in high contrast black ink. Each drawing must be numbered, titled and supplied with necessary remarks‘in Indonesia and English. PHOTOGRAPH : « Photographs submitted should have high contrast, and must be supplied with necessary information as line drawing REFERENCE : Reference must be_listed in alphabetical order of author's name with their year of publications as in the following example : 1961. The determination of copper by atomic absorption spectro photometry. Spectrochim. Acta, 17, 459 - 466

You might also like