You are on page 1of 77

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap daerah diwajibkan menyusun rencana

pembangunan jangka panjang secara terstruktur, terarah, terpadu, dan responsif terhadap

perubahan. Hal ini merupakan langkah penting dalam upaya mencapai visi dan misi

pembangunan jangka menengah dan jangka panjang di Kabupaten Bangka Tengah serta dalam

menghadapi tantangan strategis seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia, pertumbuhan

ekonomi, pembangunan infrastruktur, pelestarian lingkungan hidup, dan tata kelola

pemerintahan.

Sejak sebelum proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, desa atau entitas serupa

telah menjadi bagian integral dari masyarakat Indonesia, yang menonjolkan kesatuan masyarakat

dalam semangat gotong royong dan menghormati nilai-nilai budaya dan kearifan lokal di setiap

daerah. Setelah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan

berbagai peraturan yang mengatur tata kelola desa. Setiap regulasi yang dikeluarkan selalu

mengalami evaluasi dan penyesuaian pada peraturan berikutnya untuk meningkatkan kualitas

tata kelola desa.

Secara umum, koperasi adalah sebuah badan usaha bersama yang beroperasi di sektor

ekonomi, di mana anggotanya bersatu secara sukarela dan memiliki hak dan kewajiban yang

sama dalam usaha bersama untuk memenuhi kebutuhan mereka. Koperasi bertujuan untuk
2

meningkatkan kesejahteraan anggotanya berdasarkan prinsip kekeluargaan, bukan semata-mata

mencari keuntungan. Prinsip ini telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, terutama

dalam Pasal 33 ayat 1, yang menegaskan bahwa perekonomian Indonesia diatur sebagai usaha

bersama berdasarkan prinsip kekeluargaan.

Menurut Kartasapoetra dkk (2001:3), koperasi di Indonesia adalah sebuah perkumpulan

orang yang bukan semata-mata berkumpul atas dasar modal. Semua anggota koperasi, dengan

keseluruhan keanggotaan mereka, bersatu untuk bekerja sama berdasarkan prinsip persamaan,

bekerja untuk meningkatkan kepentingan ekonomi mereka sendiri dan masyarakat secara

keseluruhan.

Ada beberapa faktor yang memiliki dampak terhadap kesuksesan koperasi, sebagaimana

dijelaskan oleh Jochen Ropke (2003:170), bahwa "Keberhasilan dan perkembangan koperasi

dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk manajemen, pelayanan, modal, partisipasi anggota,

dan dukungan pemerintah."

Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) adalah koperasi yang didirikan dan

dijalankan untuk kepentingan Pegawai Negeri Sipil (PNS). KPRI tumbuh dan berkembang

dengan mengandalkan kekuatan anggota PNS dalam lingkup instansi pemerintahan. Ini menjadi

kekuatan sekaligus tantangan dalam pengelolaan KPRI. Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah

memiliki Koperasi Pegawai Negeri (KPN) yang bertujuan untuk membantu pegawai negeri

dalam berbagai aspek kehidupan mereka.

KPN awalnya memiliki 300 anggota/pegawai pada tahun 2010, namun karena berbagai

kendala, KPN tersebut akhirnya menjadi tidak aktif, menyebabkan penurunan partisipasi dan
3

loyalitas pegawai negeri sebagai anggota KPN. Setiap akhir tahun, KPN melakukan evaluasi

terkait partisipasi anggota.

Partisipasi anggota merupakan kunci keberhasilan anggota dan usaha koperasi. Secara

umum, partisipasi berarti meningkatkan peran serta individu yang memiliki visi dan misi yang

sama untuk mengembangkan organisasi atau usaha koperasi. Menurut Sitio dan Tamba

(2001:30), keberhasilan koperasi sangat terkait dengan partisipasi aktif anggota dalam koperasi,

yang akan mendorong kemajuan dan perkembangan koperasi sehingga dapat dianggap berhasil.

Dari hasil observasi awal dengan salah satu anggota KPN, terduga bahwa partisipasi

anggota dalam KPN Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah masih perlu ditingkatkan, terutama

dalam hal jumlah keanggotaannya. Hal ini terlihat dari Rapat Anggota Tahunan (RAT), di mana

hanya sebagian kecil anggota yang menghadiri, meskipun telah ada pemberitahuan melalui surat

undangan. RAT seharusnya memberikan kesempatan kepada anggota untuk menyampaikan

pendapat mereka tentang kinerja dan kepengurusan koperasi selama satu periode tertentu.

Namun, dalam setiap RAT yang diadakan, masih banyak anggota yang kurang peduli untuk

menghadirinya.

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, peneliti memutuskan untuk melakukan

penelitian tentang tingkat partisipasi anggota di Koperasi Pegawai Negeri Pemerintah Kabupaten

Bangka Tengah. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian dengan judul “Strategi Peningkatan

Keanggotaan Pada Koperasi Pegwai Negeri (KPN) Kabupaten Bangka Tengah”.

1.2 Rumusan Masalah


4

Berdasarkan latar belakang tersebut, faktor utama yang memengaruhi Koperasi Pegawai

Negeri (KPN) Kabupaten Bangka Tengah adalah partisipasi aktif anggota, yang menyebabkan

penurunan jumlah anggota dari tahun 2010 hingga 2023. Oleh karena itu, rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana strategi KPN meningkatkan partisipasi pegawai dalam keanggotaan KPN ?

2. Faktor-Faktor apa saja yang menjadi penghambat partisipasi pegawai dalam

keanggotaanKPN ?

3. Bagaimana model strategi KPN dalam meningkatkan partisipasi Pegawai Negeri Sipil di

Kabupaten Bangka Tengah ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini sebagai berikut :

1. Menganalisis strategi KPN meningkatkan partisipasi pegawai dalam keanggotaan KPN.

2. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat partisipasi pegawai dalam

keanggotaan KPN.

3. Menemukan model strategi KPN dalam meningkatkan partisipasi Pegawai Negeri Sipil di

Kabupaten Bangka Tengah.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari hasil penelitian ini baik secara teoritis maupun praktis adalah

sebagai berikut:

1. Manfaat teoritisnya adalah sebagai bahan kajian serta studi lebih lanjut terhadap

pengembangan ilmu pemerintahan khususnya pada bidang koperasi. Model yang

dihasilkan dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan serta pedoman bagi
5

pemerintah provinsi, kabupaten atau kota dalam meningkatkan partisipasi pegawai negeri

sipil dalam keanggotaan KPN.

2. Manfaat Praktisnya adalah memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Bangka

Tengah, tentang Strategi Peningkatan Keanggotaan Pada Koperasi Pegawai Negeri (KPN)

Kabupaten Bangka Tengah.

1.5 Sistematika Penulisan Tesis

Penyusunan struktur tesis ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas dan

mempermudah pemahaman terhadap isi yang terdapat di dalamnya.

Bab I : PENDAHULUAN

Di dalam bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan, manfaat,

dan sistematika penulisan tesis.

Bab II : TINJAUAN PUSTAKA

Di dalam bab ini memuat tentang landasan teori dan pengertian koperasi, strategi,

manajemen, partisipasi, loyalitas penelitian terdahulu, dan kerangka konseptual penelitian.

Bab III : METODE PENELITIAN

Di dalam bab ini memuat tentang jenis penelitian, unit analisis, partisipasi penelitian,

lokasi penelitian, teknik dan alat pengumpulan data, pedoman pertanyaan wawancara, serta

teknik analisis data.

Bab IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Di dalam bab ini memuat tentang deskripsi partisipan, hasil penelitian dan pembahasan

hasil penelitian.
6

Bab V : PENUTUP

Di dalam bab ini memuat tentang kesimpulan, implikasi penelitian, keterbatasan

penelitian, dan saran penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN – LAMPIRAN
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Birokrasi

2.1.1.1 Pengertian Birokrasi

Salah satu komponen krusial peradaban masa kini yang tidak bisa dihindari adalah

birokrasi. Birokrasi ini masuk akal mengingat tugas utama negara atau pemerintah adalah

menjamin kesejahteraan sosial masyarakat. Max Weber menciptakan istilah "birokrasi", yang

menggambarkan struktur tempat kerja yang hierarkis, impersonal, logis, legal, dan meritokratis.

Ada juga yang berpendapat bahwa birokrasi adalah jenis organisasi yang paling logis. Weber

menetapkan kualitas birokrasi yang ideal sebagai berikut:

1. a hierarchical system of authority (sistem kewenangan yang hirarkis),


2. a systematic division of labour (pembagian kerja yang sistematis),
3. a clear specification of duties for anyone working in it (spesifikasi tugas yang jelas),
4. clear and systematic diciplinary codes and procedures (kode etik disiplin dan prosedur
yang jelas dan sistematis),
5. the control of operations through a consistent system of abstract rules (kontrol operasi
melalui sistem aturan yang berlaku secara konsisten),
6. a consistent aPeraturan Pemerintahlication of general rules to specific cases (aplikasi
kaidah-kaidah umum ke hal-hal spesifik dengan konsisten),
7. the selection of employees on the basis of objectively determined qualification (seleksi
pegawai yang didasarkan pada kualifikasi standar yang obyektif),
8. a system of promotion on the basis of seniority or merit, or both (sistem promosi
berdasarkan senioritas atau jasa, atau keduanya).

Meskipun Max Weber dalam uraiannya tentang birokrasi tidak secara tegas membedakan

antara birokrasi publik dan swasta, Weber cenderung mengacu pada birokrasi publik. Di sisi lain,

Lance Castle memberikan definisi yang lebih khusus tentang birokrasi sebagai individu yang
8

diberi gaji untuk menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan. Dalam karya Harbani Pasolong,

Weber merangkum karakteristik birokrasi menjadi tujuh poin, yaitu:

1. Spesialisasi pekerjaan, yaitu semua pekerjaan dilakukan dengan sederhana, rutin, dan
dengan definisi tugas yang jelas.
2. Hierarki kewenangan yang jelas, yaitu sebuah struktur multitingkat yang formal dengan
posisi atau jabatan yang memastikan bahwa setiap jabatan yang lebih rendah diawasi dan
diawasi oleh yang lebih tinggi.
3. Formalisasi yang tinggi, di mana semua anggota organisasi dipilih berdasarkan kompetensi
yang ditunjukkan melalui pelatiah, pendidikan, atau latihan formal.
4. Penempatan pegawai yang didasarkan pada kemampuan, di mana keputusan tentang
seleksi dan promosi pegawai didasarkan pada kemampuan, kemampuan, dan prestasi
kandidat.
5. Bersifat tidak pribadi (impersonalitas): sanksi diterapkan secara uniform dan tanpa
perasaan untuk menghindari terlibat dengan preferensi dan kepribadian individu anggota.
6. Jejak karier bagi karyawan, yang berarti karyawan diharapkan mengejar karir mereka
dalam organisasi Para pekerja memiliki masa jabatan sebagai imbalan atas komitmen
mereka terhadap pekerjaan mereka. Ini berarti mereka akan dipertahankan meskipun
mereka kekurangan tenaga atau jika kemampuan mereka tidak lagi diperlukan.
7. Pejabat tidak dapat bebas memanfaatkan jabatan mereka untuk memenuhi kebutuhan
pribadi mereka, termasuk kebutuhan keluarga mereka, karena kehidupan organisasi
terpisah dari kehidupan pribadi mereka.

Menurut Weber, prinsip utama birokrasi adalah efisiensi. Untuk mencapai hal ini, sistem

pembagian kerja ditetapkan melalui spesialisasi pekerjaan yang berbeda. Di dalam korporasi,

perkembangan birokrasi dapat terjadi baik secara horizontal maupun vertikal (hierarki). Hal ini

juga menyoroti betapa pentingnya memiliki peraturan yang jelas di dalam birokrasi untuk

mengendalikan interaksi kerja secara impersonal. Orang-orang yang memiliki keahlian teknis

atau profesional di bidang profesinya masing-masing menduduki jabatan di birokrasi. Dalam

birokrasi, aturan tertulis adalah dasar untuk merekrut dan mempromosikan personel. Birokrat

mendapat bayaran (pay) sesuai dengan tugas yang dijalaninya dan memandang pekerjaannya

sebagai profesi seumur hidup. Peraturan yang berlaku secara formal (legalitas formal)

merupakan sumber legitimasi birokrasi.


9

Definisi birokrasi telah mengalami beberapa kali revisi karena kuatnya dukungan dan

kritik yang diterima gagasan Weber tentang birokrasi selama ini. Saat ini setidaknya ada tujuh

konsepsi kontemporer mengenai birokrasi: birokrasi sebagai organisasi yang rasional, birokrasi

sebagai inefisiensi organisasi, birokrasi sebagai wewenang yang dipegang oleh pejabat, birokrasi

sebagai administrasi negara (publik), birokrasi sebagai organisasi, dan birokrasi sebagai

masyarakat kontemporer.

Ada tiga kriteria dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan pemahaman

birokrasi kontemporer: Pertama, birokrasi Weberian dan Hegel serta birokrasi dalam arti positif

dan rasional (Biro-Rasionalitas). Kedua, birokrasi sebagai penyakit (Biro-Patologi), seperti yang

diutarakan oleh Karl Marx, Laski dalam Santoso, dan lain-lain. Ketiga, birokrasi yang tidak

memihak (Value-Free). Menurut Tjokrowinoto (1990), birokrasi dipandang oleh Birokrasi

Hegelian pada kategori pertama, Rasionalitas Biro, sebagai organisasi yang berfungsi sebagai

jembatan antara Negara yang mewakili kepentingan umum dan Masyarakat Sipil yang mewakili

kepentingan khusus dalam masyarakat. Sebaliknya, birokrasi Weberian memandang birokrasi

sebagai mesin administratif suatu organisasi yang landasannya adalah hubungan dominasi dan

wewenang yang legal-rasional, yaitu lembaga yang legitimasinya diperoleh dari undang-undang

dan pola hukum resmi. Menurut teori Weber, birokrasi sebuah aparat administratif memainkan

peran penting dalam perluasan dan evolusi suatu organisasi, dengan fokus pada proses yang

menegakkan struktur birokrasi yang dikontrol secara normatif dan membantu organisasi

mencapai tujuannya.

Pengertian Hegelian dan Weberian tidak pernah diperlihatkan dalam kenyataan

sebenarnya, menurut perspektif kedua, Biro-Patologi, yang merupakan reaksi terhadap

pandangan pertama. Menurut perspektif ini, birokrasi itu buruk, merugikan, dan tidak efektif.
10

Sudut pandang ketiga, Value-Free sebagaimana diartikulasikan oleh Almond dan Powell

dalam karya Santoso, berpendapat bahwa birokrasi harus dipandang sebagai birokrasi

pemerintah, yang berarti, sebagai kumpulan posisi dan kegiatan yang terstruktur secara formal,

bukan sebagai suatu hal yang baik atau buruk. kejahatan. Nawawi melanjutkan, birokrasi

diartikan sebagai suatu cara pelaksanaan tugas berdasarkan hierarki dan jabatan yang

mempunyai kekuasaan dan tanggung jawab, yang berinteraksi dan menentukan cara setiap unit

atau bagian kerja menyelesaikan tugasnya.

Menurut sudut pandang ini, birokrasi merupakan komponen yang sangat penting dan vital

dalam suatu organisasi yang mengontrol pembagian tugas dengan menetapkan peran dan tingkat

kekuasaan tertentu. Dengan kata lain, birokrasi adalah sistem yang dirancang untuk menegakkan

kesesuaian dan ketertiban di antara orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan

perusahaan.

Kajian ini berfokus pada birokrasi pemerintahan yang masuk dalam perspektif ketiga

(Value-free). Tersusun atas sekumpulan tugas dan jabatan yang terstruktur secara formal, dengan

sistem pelaksanaan tugas yang bersifat hierarkis dan jabatan yang mempunyai wewenang dan

tanggung jawab. Masing-masing unit atau bagian kerja mempengaruhi dan menentukan satu

sama lain dalam rangka melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi.

Martin Albrow dalam Miftah Thoha (1995:87-92) menguraikan tujuh pendekatan dalam

memahami birokrasi. Pendekatan-pendekatan ini digunakan sebagai alat analisis untuk mengkaji

fenomena birokrasi yang umumnya ditemui di era modern. Berikut adalah tujuh konsepsi

birokrasi menurut Albrow:

1. Birokrasi sebagai Organisasi Rasional


11

Tujuan birokrasi, sebagai sebuah struktur organisasi, adalah efisiensi administratif, dengan
penekanan utama pada stabilitas dan efektivitas dalam organisasi yang besar dan
kompleks. Untuk mencapai tujuan organisasi, sejumlah tindakan yang didasarkan pada
nalar juga termasuk dalam gagasan birokrasi. Rasionalitas administratif didefinisikan oleh
Albrow sebagai "sebuah organisasi di mana individu menerapkan kriteria rasionalitas pada
tindakan mereka."
2. Birokrasi sebagai Inefesiensi Organisasi
Birokrasi seringkali menciptakan terlalu banyak formulir yang mengarah pada formalitas
yang berlebihan, duplikasi pekerjaan, departementalisme yang berlebihan, kurangnya
inisiatif, dan kecenderungan untuk terlalu bergantung pada preseden atau norma-norma
yang sudah ada sebelumnya. Selain itu, birokrasi sering kali kesulitan untuk belajar dari
kesalahannya sehingga sulit untuk berperilaku lebih baik. Para pejabat birokrasi seringkali
memanfaatkan peraturan untuk kepentingan pribadinya.
3. Birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat.
Birokrasi dapat didefinisikan sebagai sistem resmi pemerintahan atau sebagai pelaksanaan
wewenang oleh administrator yang berkualifikasi. Pejabat diberi wewenang untuk
merencanakan dan melaksanakan berbagai tugas dalam situasi ini. Selain itu, birokrasi
sering dianggap sebagai jenis otoritas yang dimiliki oleh elit formal.
4. Birokrasi sebagai administrasi negara (publik)
Baik dalam penyelenggaraan pemerintahan sipil maupun publik, birokrasi merupakan
komponen penting dalam struktur politik. Hal ini berlaku bagi setiap pegawai pemerintah.
Kerangka administratif yang dikenal sebagai birokrasi bertugas mengawasi bagaimana
sumber daya didistribusikan dalam suatu pemerintahan. Kebijakan negara dilaksanakan
dan diberlakukan melalui birokrasi.
5. Birokrasi sebagai administrasi yang dijalankan pejabat.
Birokrasi dianggap sebagai sebuah struktur organisasi. Dalam struktur tersebut, staf
administratif yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas sehari-hari menjadi elemen
kunci. Staf-staf ini terdiri dari individu yang diangkat untuk posisi tertentu, dan mereka
yang menduduki posisi tersebut disebut birokrat. Tugas-tugas yang dilakukan oleh birokrat
tersebut disebut sebagai administrasi.
6. Birokrasi sebagai suatu organisasi
Jenis organisasi yang luas, formal, dan kontemporer adalah birokrasi. Berdasarkan ciri-ciri
tersebut di atas, suatu organisasi dapat dikategorikan birokratis.
7. Birokrasi sebagai masyarakat modern
Dalam masyarakat moderen, birokrasi diartikan sebagai suatu keadaan di mana peraturan
pemerintah atau sektor swasta yang cukup besar dipatuhi oleh masyarakat. Birokrasi
perusahaan komersial besar dan birokrasi negara adalah sama dalam konteks ini. Suatu
masyarakat dianggap kontemporer asalkan sesuai dengan peraturan yang mengatur kedua
bentuk birokrasi tersebut.
12

Menurut Pryudi Atmosudirdjo dalam Harbani Pasolong (2007:72), birokrasi memiliki

tiga makna, yakni (1) sebagai suatu jenis organisasi tertentu, (2) sebagai sistem, dan (3) sebagai

jiwa kerja. Dalam konteks hubungan antar negara dalam berbagai aspek kehidupan, seperti sosial

politik, sosial ekonomi, dan bahkan kebudayaan, terjadi saling ketergantungan dan integrasi yang

semakin meningkat. Integrasi ini, terutama terlihat dalam bidang ekonomi, telah membentuk

realitasnya sendiri di luar mekanisme yang biasa terjadi di masa lampau. Oleh karena itu, sistem

kekuasaan dalam setiap negara cenderung mengalami perubahan dan terbagi menjadi tiga ranah,

yaitu negara, masyarakat, dan pasar, yang masing-masing memiliki peran dalam perubahan

kehidupan bersama di tiap-tiap negara. Realitas ini menjadi paradigma baru bagi penyelenggara

negara dalam merancang kebijakan-kebijakan kenegaraan, pemerintahan, dan pembangunan.

Menurut Jimly Ashiddiqie (2011:1), dalam melakukan pembaruan birokrasi di Indonesia,

penting untuk menjunjung nilai-nilai Pancasila. Selain itu, birokrasi yang berbasis Pancasila

harus memiliki etika yang baik dan berorientasi pada upaya membersihkan dan membenahi

sistem secara menyeluruh. Lebih lanjut, birokrasi yang berlandaskan Pancasila harus benar-benar

terkait dengan kelima sila Pancasila, yaitu:

Pertama, penting untuk menyadari bahwa, sesuai dengan jaminan konstitusi mengenai

kebebasan beragama yang terdapat dalam Pasal 29 ayat (1) UUD 1945, setiap warga negara

mempunyai hak dan kebebasan untuk memilih apakah akan beragama atau tidak. untuk memilih

percaya pada Tuhan atau tidak. Seseorang tidak boleh dipaksa untuk menganut suatu agama atau

aliran agama yang tidak dianutnya. Meski demikian, keimanan akan kehadiran Tuhan Yang

Maha Esa merupakan prasyarat baik bagi birokrasi maupun mereka yang bekerja di dalamnya.

Artinya, apa pun agamanya, seluruh pejabat dan aparatur harus bertawakal kepada Tuhan Yang
13

Maha Esa. Oleh karena itu, semua pegawai dan pejabat negara dan pemerintah diwajibkan oleh

hukum untuk memiliki iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kedua, penting untuk menjaga pendekatan yang adil, sopan, dan kemanusiaan dalam

kerangka birokrasi kita. Kepercayaan kepada Tuhan dan memperlakukan orang lain dengan kasih

sayang berjalan seiring. Kepercayaan kepada Tuhan sebagai otoritas tertinggi mengajarkan

bahwa egalitarianisme dan kesetaraan manusia adalah standar yang harus digunakan oleh semua

orang karena mereka adalah ciptaan Tuhan. Semua masyarakat harus diperlakukan dengan

hormat dalam birokrasi yang berdasarkan Pancasila, bukan sebagai objek melainkan sebagai

subjek yang berkontribusi terhadap pertumbuhan. Sikap egaliter ini mendorong berkembangnya

keadilan, dan kebudayaan nasional dapat maju secara seimbang melalui keyakinan terhadap nilai

ketuhanan dan kemanusiaan ini. Oleh karena itu, sudah menjadi rahasia umum bahwa kesalehan

dan keadilan saling berkaitan, dan keadilan juga dikaitkan dengan sikap yang menjunjung tinggi

prinsip agama. Hubungan tersebut menumbuhkan persamaan pemikiran, saling menerima

perbedaan, dan semakin kuatnya rasa persatuan nasional di antara keberagaman. Budaya egaliter

yang menghilangkan hierarki antara atasan dan bawahan harus tertanam dalam birokrasi kita

untuk mengurangi feodalisme. Meritokrasi, bukan praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN)

yang dilandasi kekerabatan, atau jaringan penghubung yang bertentangan dengan fundamental

good governance, harus menjadi landasan budaya birokrasi.

Birokrasi yang menganut nilai-nilai Pancasila harus demokratis, partisipatif, dan

mengedepankan konsep perdebatan guna mencapai kesepakatan, berdasarkan standar hukum dan

etika yang diterima dan disepakati bersama (rule of law dan rule ofetics). Akibatnya, birokrasi

kita tidak boleh terlalu hierarkis, terutama jika struktur atas dan bawah berjauhan. Selain itu,

karena tujuan utama pembentukan birokrasi pemerintahan adalah untuk melayani kepentingan
14

rakyat, maka birokrasi tidak bisa dibiarkan terisolasi dari rakyat yang dilayaninya. Oleh karena

itu, proses pengambilan keputusan dalam birokrasi Pancasila harus mengarahkan upaya untuk

secara progresif menutup kesenjangan hierarki atau antara jenjang jabatan tertinggi dan terendah,

serta kesenjangan yang ada dalam birokrasi antara pejabat dan pekerja.

Oleh karena itu, birokrasi Indonesia yang berdasarkan Pancasila di masa depan perlu

berkembang menjadi birokrasi yang benar-benar menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan,

bertindak adil dan beradab, bersatu dan populis dalam segala aspeknya, terutama dalam melayani

kepentingan publik. Selain itu, pelayanan birokrasi kepada masyarakat juga dituntut untuk

mendukung terciptanya struktur sosial yang berkeadilan bagi semua lapisan dengan tetap

berupaya untuk mengurangi kesenjangan kesejahteraan antara pegawai terendah dan pejabat

tertinggi. publik.

2.1.1.2 Perilaku Birokrasi

Perilaku dalam konteks organisasi merupakan manifestasi dari interaksi antara

karakteristik individu dan karakteristik organisasi itu sendiri. Menurut Notoatmodjo (2003:8),

perilaku adalah tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan dipelajari oleh suatu organisme.

Seiring individu membawa dirinya ke dalam kelompok atau organisasi, mereka membawa

berbagai kemampuan, keyakinan pribadi, harapan kebutuhan, dan pengalaman masa lalu.

Ketika karakteristik individu berbaur dengan karakteristik organisasi, perilaku dalam

organisasi, baik itu organisasi publik maupun privat, terbentuk. Miftah Thoha (2005:34) dalam

bukunya tentang Perilaku Organisasi, mengungkapkan bahwa perilaku merupakan hasil dari

interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan kata lain, perilaku organisasi adalah

hasil dari dinamika kompleks antara individu, struktur organisasi, budaya organisasi, dan konteks

eksternal yang memengaruhi mereka. Dengan pemahaman yang lebih dalam tentang perilaku
15

dalam organisasi, kita dapat menganalisis dan memahami bagaimana interaksi antara individu

dan organisasi memengaruhi kinerja, budaya, dan keberhasilan suatu organisasi.

Argyris and Schon, 1996 dalam Michael Beer (1994: 2) menyatakan bahwa:

“Organizational behavior is resistant to change due to human cognitive processes and


defensive routines. People make sense of past behavior by forming beliefs that rationalize
them and by escalating commitment to them. They also avoid embarrassment and threat
to self and others. These human characteristics prevent managers from learning that
their actual behavior - their theory in action -is inconsistent with their stated aspiration -
their espoused theory. These human characteristics cause organizational policies and
practices to persist in the face of new realities unless skills and norms of inquiry are
developed”.

Menurutnya perilaku organisasi tahan terhadap perubahan karena proses kognitif manusia

dan rutinitas defensif. Orang memahami perilaku masa lalu dengan membentuk keyakinan

bahwamerasionalisasi mereka dan dengan meningkatnya komitmen untuk mereka. Mereka juga

menghindarimalu dan ancaman terhadap diri dan orang lain.

Berikut, menurut Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2008:11) mereka

mendefinisikan perilaku organisasi (organizational behaviour) sebagai

“sebuah bidang studi yang menyelidiki pengaruh yang dimiliki oleh individu, kelompok,
dan struktur terhadap perilaku dalam organisasi, yang bertujuan menerapkan ilmu
pengetahuan semacam ini guna meningkatkan keefektifan suatu organisasi".

Robbins juga menjelaskan bahwa studi perilaku organisasi melibatkan perspektif mikro

yang menekankan pada individu-individu dan kelompok-kelompok kecil. Perilaku organisasi

memusatkan perhatiannya pada perilaku di dalam konteks organisasi, serta sejumlah indikator

prestasi dan variabel yang terkait dengan sikap yang dimiliki oleh para pegawai, dengan
16

kepuasan kerja menjadi fokus utama. Perilaku birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat mengandung serangkaian nilai-nilai tertentu yang mencirikan pekerjaan aparat

pemerintah dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Selanjutnya, menurut Ndraha (2003:35) birokrasi pemerintahan didefinisikan sebagai

struktur pemerintahan yang bertugas untuk menghasilkan layanan publik atau civil service

tertentu sesuai dengan kebijakan yang diterapkan, dengan mempertimbangkan berbagai pilihan

dari lingkungan sekitarnya. Selain itu, perilaku birokrasi juga dapat digambarkan sesuai dengan

model yang diuraikan oleh Ndraha (2003:522):

Gambar 2.1 Model Perilaku Birokrasi Ndraha (2003:522)

Analisis yang mendalam terhadap gambar di atas mengungkapkan bahwa perilaku

birokrasi adalah produk dari interaksi yang memiliki hubungan sebab akibat antara struktur

birokrasi dengan individu-individu yang menjabat di dalamnya, seperti pejabat Pemerintah

Daerah. Perilaku birokrasi terbentuk melalui interaksi antara dua faktor utama, yakni

karakteristik birokrasi dan karakteristik manusia, atau lebih spesifiknya, struktur organisasi dan
17

aktor individu. Setiap karakteristik ini memiliki kontribusi terhadap perilaku tertentu, dimana

hubungan antara karakteristik dan perilaku cenderung bersifat kausal. Sebagai contoh, dalam

konteks struktur organisasi, hierarki cenderung menghasilkan ketaatan bawahan terhadap atasan.

Di sisi lain, dalam konteks aktor individu, kebutuhan hidup mendorong mereka untuk mengejar

imbalan yang memadai dari organisasi. Namun, tingkat ketaatan terhadap atasan atau organisasi

dipengaruhi oleh sejauh mana imbalan tersebut dipenuhi. Informasi mengenai karakteristik

manusia dapat ditemukan dalam berbagai bidang studi seperti psikologi, psikologi industri,

perilaku organisasi, budaya perusahaan, dan disiplin ilmu perilaku lainnya. Variasi dalam

perilaku aktor juga bergantung pada lingkungan atau struktur internal, meskipun pengaruh dari

struktur eksternal seperti masyarakat atau pelaku usaha juga memiliki dampak. Namun, variabel

internal memiliki dominasi karena memiliki kekuatan dan peluang yang lebih besar. Aktor yang

mampu mengendalikan atau mempengaruhi struktur, terutama yang terlibat dalam pembentukan

struktur, cenderung memiliki keberlangsungan yang lebih baik. Namun, sebaliknya, aktor yang

memasuki struktur yang sudah mapan seringkali mengalami kesulitan dan bahkan mungkin

dieliminasi. Perilaku birokrasi yang bervariasi, mulai dari yang bersifat "soft" seperti ketaatan

dan keikhlasan, hingga yang bersifat "hard" seperti perintah, paksaan, penindasan, perlawanan,

dan permusuhan, merupakan hasil dari interaksi kompleks antara kedua faktor tersebut.

Sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Ndraha, Beer (1994 juga mengemukakan

konsep yang hampir sejalan, yaitu bahwa " Organizational behavior appears to be a product of

the confluence of several forces whose interaction and mutual adaptation governs the evolution

of the organization over time." Dengan demikian, perilaku organisasi dipandang sebagai hasil

dari dinamika interaksi dan penyesuaian antara berbagai faktor yang memengaruhi, yang

membentuk evolusi organisasi seiring berjalannya waktu.


18

Ndraha (2003:56), menyatakan bahwa untuk mengevaluasi perilaku birokrasi dalam

struktur organisasi pemerintah, kita dapat menggunakan lima karakteristik, yaitu 1) ketaatan, 2)

ketekunan kerja, 3) pertanggungjawaban, 4) kepuasan, dan 5) kedisiplinan. Menurut pandangan

peneliti, karakteristik-karakteristik ini erat terkait dengan cara pegawai atau aparat pemerintah

menjalankan tugas-tugasnya. Selaras dengan ini, Ndraha juga menyatakan bahwa dalam konteks

lingkungan pemerintahan, perilaku birokrasi yang dipengaruhi oleh para aktor juga mendapatkan

pengaruh dari karakteristik masyarakat yang merupakan konsumen dari produk-produk

pemerintahan.

Berdasarkan keseluruhan uraian teoritis tentang perilaku birokrasi maka diperlukan

penjabaran sub variabel dari variabel perilaku birokrasi. Sub variabel- sub variabel pengukuran

dari variabel perilaku birokrasi dalam penelitian ini dirumuskan dengan mengacu pada teori dan

konsep tentang pengukuran perilaku birokrasi yang telah dipaparkan sebelumnya. Untuk itu sub

variabel pengukuran perilaku birorasi dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Sub variabel Individu

Berdasarkan pandangan Stephen P. Robbins dan Timothy A.Judge (2008:11) dalam

disiplin ilmu perilaku individu, beberapa aspek yang terkait dengan pribadi seorang aktor

birokrasi, seperti pengetahuan, motivasi, kepribadian, efektivitas kepemimpinan, dan emosi,

dinilai memiliki pengaruh yang signifikan. Robbins dan Judge juga mengemukakan bahwa

terdapat beberapa variabel dependen yang dapat memengaruhi perilaku individu dalam konteks

berorganisasi, seperti produktivitas dan kehadiran. Sementara itu, menurut Ndraha, untuk

mengevaluasi perilaku birokrasi dalam struktur organisasi pemerintah, kita dapat menggunakan

lima karakteristik, yaitu 1) ketaatan, 2) ketekunan kerja, 3) pertanggungjawaban, 4) kepuasan,


19

dan 5) kedisiplinan. Menurut pandangan peneliti ini, karakteristik-karakteristik tersebut erat

terkait dengan aktivitas pegawai atau aparat pemerintah dalam menjalankan tugas-tugas mereka.

2. Sub variabel Kelompok

Menurut John Suprihanto (1994:19), perilaku birokrasi dalam konteks kelompok dapat

tercermin melalui beberapa faktor level kelompok, terutama dalam konsep produktivitas yang

dianggap sebagai salah satu faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku

kelompok dalam sebuah birokrasi. Faktor-faktor ini tercermin melalui komunikasi, konflik, kerja

tim, dan proses pengambilan keputusan yang dilakukan secara bersama-sama oleh anggota

kelompok. Dengan demikian, perilaku birokrasi dalam kelompok dapat dipahami melalui

dinamika interaksi antara anggota kelompok yang memengaruhi produktivitas serta proses

komunikasi, penyelesaian konflik, kerja tim, dan pengambilan keputusan dalam konteks

birokrasi.

3. Sub variabel Struktur

Berdasarkan pandangan Ndraha (2009: 35) dan Stephen P. Robbins dan Timothy A.Judge

(2008: 11), struktur organisasi dianggap sebagai salah satu indikator perilaku organisasi. Struktur

pemerintahan, misalnya, memiliki fungsi untuk menghasilkan layanan publik atau civil service

tertentu sesuai dengan kebijakan yang diterapkan, dengan mempertimbangkan berbagai pilihan

yang ada di lingkungan sekitarnya. Fungsi dari setiap jabatan di dalam struktur organisasi

menjadi salah satu parameter yang dapat memengaruhi perilaku pelaku birokrasi. Dengan

demikian, struktur organisasi tidak hanya mencerminkan bagaimana suatu organisasi diatur,

tetapi juga memainkan peran penting dalam membentuk perilaku individu yang terlibat di

dalamnya, termasuk pelaku birokrasi.

2.1.2 Koperasi
20

2.1.2.1 Sejarah Perkembangan Koperasi

Pada pertengahan abad ke-19, kira-kira tahun 1844, koperasi mulai bermunculan dan

berkembang di Inggris. Charles Howard memulai koperasi pertama di desa Rochdale. Namun,

sebelum masa ini, koperasi berakar pada abad ke-18, khususnya setelah Revolusi Industri dan

perluasan sistem kapitalis. Kondisi ekonomi yang menantang yang dihadapi oleh kelompok yang

kurang beruntung secara ekonomi, khususnya pekerja berpenghasilan rendah, memunculkan

gerakan ini. Gerakan ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan perekonomian yang

disebabkan oleh tekanan dari para pemilik usaha yang melemahkan perekonomian di wilayah

tersebut (Moonti, 2016: 1).

Gerakan koperasi dimulai di Inggris dan dengan cepat berkembang ke negara-negara lain

di Eropa, Amerika, dan Asia, termasuk Indonesia. R.A. Wiradmaja meluncurkan koperasi

pertama di Indonesia pada abad ke-19, pada tahun 1896. Namun secara resmi, gerakan koperasi

Indonesia baru berdiri pada tanggal 12 Juli 1947, pada konferensi perdananya yang diadakan di

Tasikmalaya.

Salah satu komponen penting masyarakat kontemporer adalah sistem perbankan. Untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan standar hidup, fungsi utamanya adalah

mengumpulkan uang publik dan menyalurkannya kepada peminjam untuk digunakan dalam

sektor produksi atau investasi serta untuk pembelian produk dan jasa. Oleh karena itu, sistem

keuangan sangatlah penting bagi perekonomian dan kehidupan masyarakat.

Koperasi sejalan dengan cita-cita nasional di Indonesia, namun perkembangannya kurang

menjanjikan. Meskipun pemerintah telah bekerja keras untuk merevitalisasi dan memperkuat

koperasi di masyarakat, namun mereka tetap menghadapi pasang surut dalam perjalanannya.

Koperasi dianggap sebagai tumpuan perekonomian rakyat. Tidak banyak perubahan yang terjadi
21

di dalam koperasi itu sendiri, meskipun pada kenyataannya organisasi-organisasi yang berbadan

hukum koperasi kini mempunyai akses terhadap berbagai fasilitas. Meskipun demikian, dapat

dipastikan bahwa hanya sebagian kecil koperasi yang terus beroperasi dalam masyarakat

modern.

Koperasi adalah kumpulan individu yang memiliki tujuan atau hasrat bersama. Dengan

demikian, koperasi merupakan hasil perkumpulan individu-individu yang memiliki tujuan

bersama. Anggota koperasi adalah orang-orang yang aktif mendirikan koperasi yang dilandasi

atas dasar rasa kekeluargaan dan gotong royong. Koperasi meminjamkan uang atau produk satu

sama lain secara khusus. Koperasi hadir dalam berbagai bentuk, namun pendiriannya ditentukan

oleh keinginan para anggotanya.

2.1.2.2 Pengertian Koperasi

Orang perseorangan atau badan hukum koperasi dapat menjalankan usahanya sebagai

badan usaha berdasarkan pengertian koperasi yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 25

Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 1. Kegiatan operasionalnya dilandasi oleh cita-cita koperasi dan

berfungsi sebagai penggerak perekonomian negara. orang-orang, didasarkan pada cita-cita

keluarga.

Menurut penafsiran berbeda mengenai koperasi yang diberikan (Subandi, 2015: 18) oleh

ILO (dikutip oleh Edilius & Sudarsono), koperasi adalah kumpulan orang-orang yang

mempunyai perekonomian terbatas yang kemudian menyediakan modal yang diperlukan melalui

suatu organisasi di bawah pengawasan demokratis. dan setuju untuk mengambil risiko dan

imbalan yang sepadan dengan pekerjaan yang mereka lakukan.

Oleh karena itu, koperasi beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip koperasi dan berfungsi

sebagai gerakan ekonomi kerakyatan yang dilandasi oleh konsep kekerabatan, baik itu badan
22

hukum koperasi maupun badan usaha yang beranggotakan perseorangan. Oleh karena itu, para

anggotanya diharuskan untuk bekerja sama dan mendukung satu sama lain.

Cara lain untuk memandang koperasi adalah sebagai sekelompok orang yang memiliki

tujuan atau kepentingan yang sama. Oleh karena itu, koperasi merupakan produk kumpulan

orang-orang yang mempunyai tujuan yang sama. Setelah itu, kelompok ini bergabung dengan

koperasi yang mereka dirikan. Kekeluargaan dan gotong royong menjadi landasan berdirinya

koperasi, khususnya dalam hal peminjaman uang atau produk kepada anggota yang

membutuhkan (Kasmir, 2016: 252).

Koperasi adalah organisasi yang didirikan oleh orang-orang dengan sedikit sumber

keuangan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan finansial para anggotanya (Moonti, 2016:

12).

Hatta berpendapat bahwa koperasi merupakan upaya untuk meningkatkan taraf hidup

dalam jangka panjang melalui kolaborasi. Berdasarkan gagasan bahwa “setiap orang membantu

semua orang dan setiap orang membantu semua orang”, sikap saling membantu ini

menginspirasi orang untuk melayani orang lain (Sattar, 2017: 30).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa koperasi adalah suatu

bentuk usaha patungan yang terdiri dari orang-orang yang mempunyai tujuan dan kepentingan

yang sama, yang dilandasi oleh konsep kekerabatan untuk meningkatkan kesejahteraan

anggotanya dan masyarakat luas. Saling berkolaborasi dan kerjasama anggota merupakan ciri

khas koperasi.

2.1.2.3 Landasan, Asas, dan Tujuan Koperasi

2.1.2.3.1 Landasan Koperasi


23

Menurut UU No. 25 Tahun 1992 tentang pokok-pokok perkoperasian, koperasi Indonesia

memiliki landasan yang menjadi pedoman dalam menentukan tujuan, arah, kedudukan, serta

peran koperasi terhadap pelaku ekonomi lain dalam sistem perekonomian Indonesia (Subandi,

2015: 21) Sebagai berikut:

a. Landasan idiil, sesuai dengan bab II UU No. 25 Tahun 1992, landasan idiil koperasi

Indonesia adalah Pancasila.

b. Landasan struktural ialah Undang Undang Dasar 1945.

2.1.2.3.2 Asas Koperasi

Berdasarkan pasal 2 UU No. 25 Tahun 1992, asas koperasi yang ditetapkan adalah asas

kekeluargaan.

2.1.2.3.3 Tujuan Koperasi

Tujuan utama pendirian koperasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota,

terutama, dan masyarakat secara umum. Kesejahteraan yang dimaksud tidak hanya terkait

dengan aspek ekonomi dan pencarian keuntungan semata. Lebih dari itu, kesejahteraan juga

mengacu pada pemberdayaan komunitas, kreativitas, dan pengembangan potensi sesuai dengan

prinsip demokrasi, keadilan, dan kesetaraan. Hal ini sering disebut sebagai pembentukan

masyarakat madani atau civil society (M. Azrul Tanjung: 2005).

Tujuan koperasi sesuai dengan Pasal 3 UU No. 25 Tahun 1992 menyatakan bahwa

koperasi bertujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota, terutama, dan masyarakat pada

umumnya, serta turut serta dalam membangun struktur ekonomi nasional dengan tujuan

menciptakan masyarakat yang maju, adil, dan sejahtera berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945.


24

2.1.2.4 Peran dan Fungsi Koperasi

Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Pasal 4 menjelaskan bahwa fungsi dan

peran koperasi yaitu:

a. Mengembangkan potensi dan keterampilan ekonomi anggota koperasi pada tingkat

individu dan kelompok untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial pribadi

dan masyarakat secara keseluruhan.

b. Terlibat dalam upaya proaktif yang bertujuan untuk meningkatkan standar hidup individu

dan masyarakat pada umumnya.

c. Memperkuat perekonomian kerakyatan sebagai penopang utama dan sumber kekuatan

dalam menjaga ketahanan perekonomian negara, dengan koperasi sebagai titik fokusnya.

d. Bersinergi sesuai dengan nilai-nilai demokrasi ekonomi dan kekeluargaan dalam rangka

mewujudkan dan menumbuhkan perekonomian nasional.

Terkait dengan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, koperasi memiliki peran

yang sangat penting dalam ranah ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, pengembangan dan

pertumbuhan berkelanjutan dari badan usaha koperasi merupakan hal yang sangat diperlukan.

Dengan semakin banyaknya kegiatan ekonomi yang dijalankan oleh masyarakat melalui

koperasi, ekonomi kerakyatan menjadi lebih kuat, yang pada gilirannya akan berkontribusi pada

stabilitas pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan.

Fungsi dan peran koperasi menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 25 tahun

1992 tentang perkoperasian, yaitu sebagai berikut:

1) Untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial, menumbuhkembangkan dan

mengembangkan potensi dan bakat ekonomi setiap anggota, baik secara pribadi maupun

kolektif.
25

2) Berpartisipasi aktif dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dan masyarakat luas

melalui berbagai inisiatif.

3) Membangun perekonomian kerakyatan sebagai penopang utama penopang menjaga

kekokohan dan daya tahan perekonomian nasional. Koperasi memainkan peran penting

ini.

4) Mengupayakan terwujudnya dan tumbuhnya perekonomian nasional melalui usaha

koperasi yang dilandasi nilai-nilai demokrasi ekonomi dan kekeluargaan.

2.1.2.5 Prinsip Koperasi

Menurut referensi yang dikutip dari (Sattar, 2017: 46), UU No. 25 Tahun 1992 pasal 5

bab III menetapkan prinsip-prinsip koperasi.

a. Siapapun dapat bergabung dalam koperasi atas dasar sukarela dan tanpa batasan.

b. Pengambilan keputusan secara demokratis adalah norma dalam administrasi koperasi,

dimana setiap anggota mempunyai suara yang setara.

c. Sisa hasil usaha koperasi dibagikan secara merata kepada para anggota berdasarkan

besarnya jasa usaha atau sumbangan yang diberikan masing-masing.

d. Menawarkan kompensasi atas modal yang dibatasi, sehingga keuntungan peserta tidak

ditentukan oleh berapa banyak uang yang mereka keluarkan.

e. Koperasi tidak dapat beroperasi atau bergantung secara finansial pada pihak luar untuk

mengelola operasionalnya, sebaliknya mereka harus mandiri.

Berikut penjelasan mengenai prinsip koperasi menurut UU No. 25 Tahun 1992:

a. Sifat Kesukarelaan Dalam Keanggotaan Koperasi

Dalam hal ini ditegaskan bahwa keikutsertaan dalam koperasi harus bersifat sukarela dan

tidak dapat dipaksakan oleh pihak manapun. Setiap anggota koperasi juga mempunyai
26

pilihan untuk berhenti sesuai dengan pedoman yang dituangkan dalam anggaran dasar

organisasi.

b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis

Pedoman ini sangat menekankan sifat kolaboratif dan kesepakatan bersama dalam

pengelolaan koperasi. Dalam kepengurusan koperasi, keputusan anggota membawa proses

demokrasi. Para anggota koperasi memegang wewenang kolektif dan mengambil semua

keputusan.

c. Pembagian SHU Dilakukan Secara Adil Dan Sebanding Dengan Besarnya Jasa Usaha

Yang Dilakukan Oleh Masing-Masing Anggota

Dalam situasi khusus ini, setiap anggota yang aktif terlibat dalam kegiatan koperasi berhak,

dibandingkan dengan anggota yang tidak aktif, atas bagian yang lebih tinggi dari sisa

pendapatan perusahaan. Jasa koperasi dibiayai oleh anggota yang memanfaatkannya, dan

dalam mengalokasikan sisa hasil usaha akan diperhitungkan nilai jasa yang diperoleh

anggota. Dalam koperasi, tata cara transaksi ini disebut dengan jasa bisnis.

d. Pemberian Balas Jasa Yang Terbatas Terhadap Modal

Pada dasarnya, modal digunakan untuk menyediakan layanan berkualitas tinggi yang

memenuhi permintaan anggota dan masyarakat lokal. Gagasan ini menyoroti perlunya

koperasi untuk mampu menghasilkan nilai tambah dari kesenjangan antara modal dan

biaya pelayanan. Kontribusi modal anggota tidak menentukan besarnya imbalan yang

diperolehnya; melainkan ditentukan oleh kinerja dan kemampuan koperasi. Dalam hal ini

tujuan permodalan pada koperasi adalah untuk memberikan manfaat bagi anggotanya serta

masyarakat luas, selain untuk mencari keuntungan. Gagasan tentang layanan terbatas
27

menekankan perlunya tingkat bunga yang diterapkan pada modal tidak boleh lebih tinggi

dari tingkat bunga pasar.

e. Kemandirian

Dalam konteks koperasi, independensi berkaitan dengan kapasitas koperasi untuk secara

mandiri menentukan pilihan mengenai operasi dan strukturnya. Hal ini menyoroti

pentingnya koperasi memiliki motivasi diri dan rasa percaya diri dalam kemampuannya

mencapai tujuan secara independen dari pihak eksternal. Dengan kata lain, kemandirian

memberdayakan koperasi untuk mengelola operasi organisasi dan ekonomi secara mandiri

dan memiliki keyakinan pada kemampuan mereka sendiri untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan.

f. Pendidikan Perkoperasian

Kemampuan koperasi untuk berhasil sangat bergantung pada seberapa aktif anggotanya

berkontribusi terhadap pertumbuhan organisasi. Pendidikan tentang prinsip-prinsip kerja

sama harus diberikan untuk mendorong keterlibatan aktif ini. Anggota dapat memahami

keuntungan yang diperoleh, tujuan pendirian organisasi, dan taktik yang diperlukan untuk

memenuhi tujuan tersebut melalui pendidikan. Anggota juga lebih siap untuk memutuskan

apakah akan bergabung atau tidak dengan koperasi setelah mengenyam pendidikan. Untuk

menjamin bahwa peserta mempunyai beragam informasi, kemampuan yang diperlukan,

dan sumber daya berkualitas tinggi, pendidikan juga penting. Anggota bersiap untuk

memahami cita-cita, prinsip, dan tata cara koperasi melalui pendidikan koperasi.

g. Kerja Sama antar Koperasi


28

Setiap koperasi mengelola disiplin bisnis yang berbeda; bahkan ada yang membawahi

bidang usaha terkait. Tujuannya adalah menjadikan masyarakat secara keseluruhan dan

kesejahteraan individu-individunya pada khususnya menjadi lebih baik. Untuk melakukan

hal ini, diperlukan kolaborasi yang saling melengkapi, di mana masing-masing mitra

memanfaatkan keunggulan uniknya dan mengatasi kekurangannya untuk menghasilkan

hasil terbaik.

2.1.3 Strategi Pengembangan

2.1.3.1 Pengertian Strategi

Intinya, “strategi” menggambarkan tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan

tertentu. Strategi militer inilah yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan

sebagai strategi. Secara umum, strategi adalah serangkaian tindakan terencana yang

dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut Grifin yang dikutip Saefullah (2006), strategi adalah suatu rencana rinci yang

bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, strategi dapat dianggap sebagai

sarana atau pendekatan untuk mencapai tujuan organisasi dan memberdayakannya untuk

mengungguli pesaingnya.

Strategi adalah serangkaian aktivitas dengan banyak potensi yang memerlukan alokasi

sumber daya besar dari perusahaan atau lembaga serta pilihan dari manajemen tingkat atas.

Selain itu, strategi berfokus pada masa depan karena memiliki dampak jangka panjang terhadap

perkembangan jangka panjang suatu organisasi atau lembaga, seringkali dalam periode lima

tahun.

Herawati mengartikan strategi sebagai “kumpulan tujuan yang dimaksudkan untuk

mencapai tujuan akhir atau sasaran utama, yaitu suatu rencana terpadu yang menyatukan seluruh
29

pemangku kepentingan atau mayoritas perusahaan atau instansi”. Strategi ini juga bersifat

inklusif karena mencakup semua aspek penting dalam organisasi atau lembaga dan

mengintegrasikan seluruh komponen rencana untuk memastikan bahwa keduanya saling

melengkapi dan memperkuat satu sama lain." (Saputra, 2020).

Menurut (Kenneth, 2014), strategi adalah serangkaian tujuan, sasaran, atau sasaran

kebijakan beserta rencana penting yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini

dapat dicapai dengan menentukan jalur bisnis yang dipilih perusahaan atau jenis usaha yang

ingin dijalankan.

Strategi adalah teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran jangka panjang

perusahaan. Ini terdiri dari inisiatif tindak lanjut dan penentuan prioritas alokasi sumber daya

yang diperlukan untuk melaksanakan rencana tersebut (Diah, 2004).

Tindakan utama yang dipilih untuk melaksanakan misi organisasi dan mencapai visinya

disebut strategi. Dengan menggunakan taktik ini, perusahaan menetapkan pola pengambilan

keputusan yang mempengaruhi setiap tindakan yang dilakukan. Sebuah perusahaan atau lembaga

dapat memobilisasi dan secara efektif mengarahkan seluruh sumber daya organisasi dengan

menggunakan strategi.

Chander mendefinisikan strategi sebagai sarana untuk mencapai tujuan organisasi melalui

pertimbangan yang cermat terhadap tujuan jangka panjang, inisiatif tindak lanjut, dan prioritas

alokasi sumber daya.

2.1.3.2 Jenis, Fungsi, dan Tujuan Strategi

Strategi dapat dibedakan menjadi dua sebagai berikut:

a. Strategi Besar (Grand Strategy)


30

Strategi besar adalah rencana menyeluruh yang terdiri dari langkah-langkah signifikan

yang diambil suatu organisasi atau lembaga untuk mencapai tujuan jangka panjang.

Pertumbuhan, stabilitas, dan pemangkasan adalah tiga kategori utama yang biasanya dibagi

menjadi rencana besar.

b. Strategi Global

Ada tiga kategori dalam strategi global sebagai berikut:

1) Standarisasi kampanye periklanan dan desain produk secara global disebut sebagai

strategi globalisasi.

2) Pendekatan multidomestik melibatkan penyesuaian iklan dan desain produk dengan

kebutuhan unik masing-masing negara. Dengan menggunakan taktik ini, perusahaan

global bekerja di banyak negara dengan menyesuaikan desain produk dan iklannya

untuk memenuhi permintaan regional.

3) Pendekatan transnasional menggabungkan fleksibilitas untuk mengakomodasi

permintaan lokal di berbagai negara dengan kolaborasi seluruh dunia untuk mencapai

efisiensi. (Amelia, 2015)

Fungsi dari strategi pada dasarnya adalah memastikan implementasi yang efektif. Untuk

mencapai hal tersebut, terdapat lima fungsi yang harus dilakukan secara simultan, yaitu:

a) Berkomunikasi visi yang ingin dicapai kepada pihak lain.

b) Menghubungkan kekuatan atau keunggulan organisasi dengan peluang yang ada di

lingkungan sekitarnya.

c) Memanfaatkan kesuksesan saat ini sambil mengeksplorasi peluang baru.

d) Menciptakan dan mengelola sumber daya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

e) Merespons dan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi secara terus-menerus..


31

Tujuan dari strategi ini adalah untuk mencapai posisi unggul dalam persaingan dengan

bank-bank lainnya. Selain itu, tujuan strategi juga termasuk mempertahankan keberlangsungan

kehidupan bank dalam jangka panjang. (saefullah,2006)

2.1.3.3 Implementasi Strategi

Implementasi strategi dapat dilakukan dengan baik melalui beberapa langkah kunci,

termasuk pengembangan struktur organisasi yang mendukung strategi, pengembangan

perencanaan dan kebijakan yang tepat. Selain itu, upaya untuk menerapkan strategi secara efektif

juga melibatkan penciptaan budaya perusahaan yang mendukung, pola kepemimpinan yang

sesuai, dan pengelolaan sumber daya manusia yang efisien. Pengendalian strategi juga penting

untuk mengevaluasi kinerja organisasi terhadap strategi yang diadopsi, sehingga memungkinkan

untuk mendapatkan umpan balik yang diperlukan untuk pengembangan strategi di masa yang

akan datang.

Secara keseluruhan, sebuah strategi terdiri dari berbagai elemen yang selalu

dipertimbangkan dalam menetapkan dan melaksanakannya. Elemen-elemen tersebut mencakup:

a) Kompetensi yang berbeda

Kompetensi yang berbeda merujuk pada kemampuan atau keahlian yang dimiliki oleh

sebuah bank yang membuatnya unggul atau lebih baik dibandingkan dengan bank-bank

lainnya.

b) Ruang lingkup

Ruang lingkup merujuk pada lingkungan di mana organisasi beroperasi dan melakukan

aktivitasnya. Strategi yang akan dilaksanakan oleh organisasi mencakup semua faktor dan

kondisi yang ada dalam ruang lingkup tersebut.

c) Distribusi sumber daya


32

Distribusi sumber daya merujuk pada cara organisasi memanfaatkan dan mengalokasikan

sumber daya yang dimilikinya dalam merancang dan melaksanakan strategi organisasi.

(Saefullah, 2006)

2.1.3.4 Pengertian Pengembangan

Istilah pengembangan berasal dari kata kerja “kembang”, yang menunjukkan

pertumbuhan, perluasan, atau tindakan untuk memperbaiki sesuatu. Pembangunan, secara umum,

mengacu pada inisiatif yang diambil oleh perusahaan, negara, dan masyarakat untuk memperkuat

dan memperluas kapasitas usaha kecil agar menjadi lebih kuat dan mandiri. Koperasi

menerapkan taktik pengembangan yang tidak jauh berbeda dengan bisnis lainnya.

Kutipan dari (Latif, 2015) menyatakan bahwa Gibson mendefinisikan pengembangan

sebagai proses mengintegrasikan aktivitas individu dalam perluasan dan pengembangan tujuan

perusahaan guna mendorong kinerja organisasi. Tujuan dari prosedur ini adalah untuk

menghasilkan perubahan yang sejalan dengan tujuan organisasi.

Menurut Siagian (2004), pengembangan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu

pengembangan pasar dan pengembangan produk. Pengembangan pasar adalah upaya untuk

mempertahankan pelanggan yang sudah ada agar tetap loyal. Salah satu cara untuk melakukan

pengembangan pasar adalah dengan menciptakan produk baru yang diharapkan dapat menarik

minat dan keinginan konsumen. Selain itu, pengembangan pasar juga bisa berarti memperluas

penjualan produk utama perusahaan atau organisasi ke pasar-pasar baru. Sementara itu,

pengembangan produk melibatkan peluncuran produk baru ke pasar yang sudah ada. Strategi

pengembangan produk dapat mencakup beberapa langkah, seperti mengembangkan dan

memperkenalkan produk baru, memperluas variasi produk yang sudah ada, serta menambah atau

memperbaiki model dan bentuk produk yang telah ada sebelumnya (Latif, 2015).
33

Menurut Anoraga dan Widiyanti (2007), terdapat dua langkah penting yang harus diambil

untuk mempercepat pengembangan koperasi. Pertama, memberikan akses yang lebih besar

kepada koperasi untuk mendapatkan modal usaha. Kedua, melakukan penyesuaian terhadap

peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dalam dunia usaha. (Alifah, 2017).

Jadi dapat dikatakan bahwa pengembangan adalah proses yang digunakan untuk

mengubah sesuatu dari kecil menjadi besar, terutama dalam konteks bisnis, di mana hal ini

mencakup transformasi usaha kecil agar dapat bersaing efektif dengan pesaing lain di pasar.

2.1.3.5 Strategi Pengembangan

Di Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah, strategi pengembangan koperasi diharapkan

menjadi sebuah solusi penting dan platform ekonomi bagi aparatur sipil negara (ASN). Koperasi

diupayakan untuk berkembang sebagai entitas usaha yang mendukung gerakan ekonomi rakyat

(Suhartono, 2011).

Menurut kutipan (Suhartono, 2011), terdapat sejumlah langkah yang dapat dilaksanakan

untuk menggalakkan pertumbuhan koperasi yaitu:

a. Program pembangunan yang komprehensif khususnya di bidang perekonomian dapat

dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan koperasi melalui pelaksanaan kebijakan

pemerintah.

b. Mendistribusikan sumber daya luar dari luar koperasi, seperti uang dan tenaga kerja terampil.

c. Pembangunan perlu dipikirkan secara matang, berjangka panjang, dan disebarkan secara

merata ke beberapa industri.

d. Pemerintah harus membantu melindungi koperasi dari bahaya kegagalan ketika mereka masih

dalam tahap awal yang rentan.


34

e. Sejalan dengan amanat konstitusi, pengembangan koperasi harus dilakukan secara sungguh-

sungguh dan berkelanjutan oleh banyak pihak, termasuk pemerintah.

Menurut kutipan dari (Wulandari dan Entri Sulistari, 2017), dalam mengembangkan

koperasi, terdapat beberapa strategi pengembangan yang dapat dilakukan, antara lain:

a. Meningkatkan upaya promosi

b. Mengembangakan layanan simpan pinjam

c. Memperkuat mekanisme pengawasan oleh otoritas yang berwenang

d. Menyelenggarakan program pelayanan, edukasi, dan penyuluhan untuk meningkatkan

pemahaman tentang peran koperasi

2.1.4 Manajemen

2.1.4.1 Pengertian Manajemen

Mary Parker Follett menyatakan bahwa manajemen adalah seni dalam menyelesaikan

tugas melalui kerjasama orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satu tujuan tersebut

adalah untuk mencapai keuntungan. Organisasi bisnis biasanya melaksanakan berbagai kegiatan

seperti produksi, pemasaran, manajemen sumber daya manusia, dan pengelolaan keuangan untuk

mencapai tujuan tersebut.

Merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, dan mengawasi orang-orang dan

sumber daya organisasi lainnya hanyalah beberapa tugas yang membentuk proses manajemen,

menurut Nickels dan Mchugh, yang mencoba mencapai tujuan organisasi. Tahap perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan, dan pengendalian merupakan rangkaian tindakan

dalam proses manajemen organisasi perusahaan.


35

Menurut G. R. Terry, terdapat empat fungsi utama dalam manajemen yang dikenal

dengan akronim POAC, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

penggerakan/pengarahan (actuating), dan pengawasan/pengamatan (controlling). Fungsi-fungsi

utama manajemen ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Planning (perencanaan)

Perencanaan merupakan elemen kunci dalam pengelolaan perusahaan atau institusi. Dalam

kerangka manajemen, ditekankan bahwa setiap individu (bukan hanya organisasi) perlu

melakukan perencanaan untuk semua aktivitas yang akan dilakukan di masa mendatang

guna mencapai hasil yang terbaik. Secara umum, semua proses perencanaan melibatkan

empat tahapan berikut:

a) Menetapkan sasaran atau rangkaian sasaran,

b) Menggambarkan situasi saat ini,

c) Mengenali semua faktor pendukung dan penghambat,

d) Merancang rencana atau rangkaian tindakan untuk mencapai sasaran.

2) Organizing (pengorganisasian)

Organizing merupakan proses pengorganisasian menjamin sumber daya fisik dan manusia

yang dibutuhkan untuk menjalankan strategi dan mencapai tujuan organisasi. Hal ini juga

mencakup pengalokasian tanggung jawab, memecah pekerjaan menjadi tugas-tugas

terpisah, dan menentukan siapa yang bertanggung jawab menyelesaikan apa.

3) Actuating (pelaksanaan)

Proses actuating memerlukan pengalokasian tugas sesuai dengan tujuan perusahaan. Ini

bukanlah langkah perencanaan dan pengorganisasian dalam strategi; ini adalah tahap

eksekusi. Dalam lingkungan organisasi, pengaktifan mengubah rencana menjadi tindakan.


36

George R. Terry mendefinisikan mobilisasi sebagai upaya untuk membangkitkan motivasi

anggota kelompok dan mendorong mereka untuk berusaha mencapai tujuan kolektif dan

pribadi organisasi.

Jadi, penggerakan (actuating) dapat diartikan sebagai tindakan yang bertujuan untuk

mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan dan upaya-upaya organisasi. Ini mencakup

usaha untuk menggerakkan orang-orang agar bekerja sendiri atau dengan kesadaran

bersama demi mencapai tujuan yang diinginkan dengan efektif. Peranan penggerakan

sangat penting dalam usaha mencapai tujuan, karena keberhasilan bergantung pada

seberapa baik orang-orang dapat diarahkan untuk bekerja sesuai dengan aturan dan

panduan yang telah ditetapkan. Menurut Koontz dan O'Donnell, dalam pelaksanaannya,

pengarahan memainkan peran yang signifikan dalam hubungan antara aspek individual

yang dipengaruhi oleh peraturan yang harus dipatuhi dan pembagian tugas yang efektif

untuk mencapai tujuan.

4) Controlling (pengawasan)

Controlling adalah proses memastikan bahwa kegiatan operasional di lapangan sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan. Ini berarti memverifikasi

apakah apa yang terjadi di lapangan sesuai dengan apa yang direncanakan. Dengan

demikian, pengendalian bertujuan untuk mengidentifikasi kesalahan, penyimpangan, cacat,

atau hal-hal negatif lainnya yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan rencana.

(Ikhsani,2019)

Oleh karena itu, Controlling adalah proses memastikan bahwa kinerja aktual sesuai dengan

kinerja yang direncanakan. Hal ini dicapai dengan membandingkan kinerja nyata dengan

tolok ukur yang telah ditetapkan. Manajer perlu memberikan respons yang tepat jika
37

terdapat perbedaan besar antara kinerja yang dihasilkan dan apa yang diantisipasi.

Misalnya, manajer mungkin meningkatkan upaya promosi mereka untuk meningkatkan

penjualan jika mereka tidak mencapai sasaran.

2.1.4.2 Pentingnya Manajemen

Manajemen adalah suatu elemen yang esensial bagi setiap organisasi. Segala usaha yang

dilakukan akan menjadi tidak efektif dan pencapaian tujuan akan sulit terwujud tanpa adanya

manajemen. Terdapat tiga alasan utama mengapa manajemen sangat diperlukan, yaitu:

1) Pentingnya manajemen terletak pada kemampuannya untuk membantu organisasi

mencapai tujuan yang telah ditetapkan, serta mendukung individu dalam mencapai tujuan

pribadi mereka.

2) Manajemen membantu menjaga keseimbangan antara berbagai tujuan, sasaran, dan

kegiatan yang mungkin saling bertentangan antara berbagai pihak yang terlibat dalam

organisasi.

3) Manajemen memainkan peran penting dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas

organisasi, yang dapat diukur dengan berbagai metode, termasuk tingkat efisiensi dan

efektivitas operasional.

2.1.4.3 Manajemen Strategi

Certo memberikan definisi manajemen strategi sebagai proses analisis, pengambilan

keputusan, dan tindakan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk menghasilkan dan

mempertahankan keunggulan kompetitif. Definisi ini menggarisbawahi dua aspek penting dari

manajemen strategis. Pertama, manajemen strategis merupakan proses berkelanjutan di dalam

perusahaan, yang melibatkan analisis, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan tindakan. Kedua,

manajemen strategis mempelajari alasan di balik kemampuan suatu perusahaan untuk


38

mengungguli pesaingnya. Manajer harus menentukan cara agar perusahaan mampu menciptakan

keunggulan kompetitif yang tidak hanya unik dan berharga, tetapi juga sulit untuk ditiru atau

digantikan, sehingga dapat bertahan dalam jangka waktu yang panjang.

Dalam buku yang diedit oleh Eddy Yunus, Wheelen menyatakan bahwa manajemen

strategis adalah serangkaian pilihan dan aktivitas manajerial yang dimaksudkan untuk

menciptakan rencana pemenang untuk mencapai tujuan organisasi. Analisis SWOT digunakan

dalam prosedur ini. KERJA KERAS. membantu dalam menentukan variabel eksternal dan

internal yang mempengaruhi keberhasilan perusahaan dan mengembangkan strategi yang

berhasil dalam keadaan ini. (Eddy,2016).

Dapat diinterpretasikan bahwa manajemen strategis merupakan keterampilan dan

pengetahuan yang melibatkan penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi keputusan-keputusan

lintas. Fokusnya terletak pada proses menerapkan tujuan organisasi, merumuskan kebijakan, dan

perencanaan untuk mencapai tujuan, serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan

kebijakan dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi. Manajemen strategis mencakup

penggabungan aktivitas dari berbagai fungsi dalam bisnis untuk mencapai tujuan organisasi.

Manajemen strategis melibatkan sembilan tugas kunci yang esensial, yaitu:

1) Pengembangan misi perusahaan yang mencakup pernyataan luas tentang tujuan, filosofi,

dan arah perusahaan.

2) Melakukan analisis mendalam terhadap kondisi dan kemampuan internal perusahaan.

3) Mengevaluasi lingkungan eksternal perusahaan, termasuk faktor persaingan dan faktor-

faktor kontekstual lainnya.


39

4) Menganalisis berbagai pilihan yang tersedia untuk perusahaan dengan menyesuaikan

sumber daya internalnya dengan kondisi lingkungan eksternal.

5) Mengidentifikasi opsi terbaik dengan mengevaluasi setiap alternatif berdasarkan pada misi

perusahaan.

6) Memilih serangkaian tujuan jangka panjang dan strategi utama yang akan mendukung opsi

terbaik tersebut.

7) Implementasi strategi yang dipilih dengan merancang langkah-langkah taktis yang

diperlukan untuk menerapkan tujuan dan strategi perusahaan.

8) Pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja perusahaan untuk memastikan bahwa strategi

yang dijalankan sesuai dengan rencana dan mencapai hasil yang diharapkan.

9) Adaptasi dan penyesuaian strategi secara berkala sesuai dengan perubahan lingkungan

eksternal dan internal yang mungkin terjadi.

2.1.4.4 Manajemen Koperasi

Manajemen dalam koperasi memiliki peran penting dalam mengelola berbagai bidang

usaha yang dimiliki oleh koperasi tersebut. Tujuan utamanya adalah agar usaha koperasi dapat

berjalan dengan baik dan memberikan manfaat bagi anggotanya serta masyarakat sekitarnya.

Selain itu, manajemen koperasi juga bertugas untuk mengatasi berbagai masalah yang muncul,

baik itu berasal dari internal koperasi maupun dari faktor eksternal, sehingga koperasi dapat

berkontribusi secara signifikan terhadap perekonomian Indonesia. (Triana sofiani,2014).

Menurut Suharsono Sagir, sistem manajemen dalam lembaga koperasi harus menekankan

pada manajemen partisipatif yang mempromosikan kebersamaan dan keterbukaan. Hal ini

bertujuan agar setiap anggota koperasi, baik yang terlibat langsung dalam pengelolaan
40

(kepengurusan usaha) maupun yang tidak (anggota biasa), merasa memiliki tanggung jawab

bersama terhadap keberlangsungan organisasi koperasi.

2.1.5 Loyalitas

2.1.5.1 Pengertian Loyalitas

Loyalitas adalah keadaan setia atau kesetiaan yang terwujud tanpa paksaan, tetapi berasal

dari kesadaran individu. Upaya yang dilakukan untuk membangun loyalitas anggota cenderung

memengaruhi sikap mereka. Konsep loyalitas anggota lebih menekankan pada perilaku

pengabdian atau kesetiaan mereka terhadap organisasi atau entitas tertentu.

Loyalitas merupakan suatu nilai yang tidak dapat diperoleh dengan uang. Hal ini

menunjukkan bahwa loyalitas hanya dapat diperoleh melalui hubungan yang kuat dan saling

percaya antara individu atau organisasi. Membangun loyalitas dari seseorang bukanlah tugas

yang mudah dilakukan, namun menjaga loyalitas tersebut merupakan suatu hal yang jauh lebih

sulit. Dalam konteks ini, kehilangan loyalitas seseorang lebih mudah terjadi dibandingkan

dengan mendapatkannya.

Salah satu faktor yang termasuk dalam penilaian seorang pegawai adalah loyalitas, yang

meliputi kesetiaan terhadap pemberi kerja, jabatan, dan tempat kerja. Dedikasi karyawan

ditunjukkan dengan kesediaannya untuk menjunjung tinggi dan mendukung perusahaan baik di

dalam maupun di luar tempat kerja, terutama dalam menghadapi kesulitan atau kritik dari pihak

luar yang ceroboh. (Hasibuan,2011)

Loyalitas memiliki peran yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu koperasi,

terutama di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat. Loyalitas tercermin dari tingkat

antusiasme anggota terhadap layanan atau produk yang ditawarkan oleh koperasi. Hal ini
41

menunjukkan komitmen yang mendalam dari anggota koperasi dalam memilih dan mendukung

produk atau layanan tersebut untuk jangka panjang, meskipun terdapat tekanan dari kondisi pasar

atau upaya pemasaran yang dapat mempengaruhi keputusan anggota untuk beralih.

Loyalitas merupakan hasil dari penggabungan proses intelektual dan emosional di mana

koperasi dan anggota saling terhubung melalui hak mutlak koperasi yang mampu meningkatkan

kualitas produk, baik dalam bentuk jasa maupun barang. Dari sudut pandang lain, loyalitas dapat

diinterpretasikan sebagai bentuk kesetiaan seseorang terhadap suatu produk, baik itu jasa

maupun barang, yang disediakan oleh sebuah perusahaan. (Mantauv,2015)

Loyalitas mencerminkan kesetiaan atau kepatuhan terhadap suatu organisasi. Dalam

konteks perusahaan, loyalitas menunjukkan kesediaan pelanggan untuk menggunakan produk

perusahaan secara berkelanjutan dalam jangka panjang. Menurut Fandy Tjiptono dan Gregorius

Candra, loyalitas adalah komitmen konsumen terhadap sebuah merek, toko, atau pemasok, yang

tercermin dari sikap yang sangat positif dan kebiasaan pembelian ulang secara konsisten. Scoot

Robinette dan Claire Brand lebih lanjut mendefinisikan loyalitas sebagai faktor kunci untuk

meraih keuntungan yang signifikan.

Berdasarkan beberapa teori yang telah disebutkan, loyalitas di dalam konteks perbankan

adalah komitmen sukarela dari nasabah untuk tetap menggunakan layanan suatu bank dalam

jangka panjang, tanpa adanya tekanan atau paksaan dari pihak manapun. Tugas dan tanggung

jawab bank tidaklah ringan; tidak hanya menarik minat nasabah, tetapi juga menjadikan mereka

sebagai sumber pendapatan yang signifikan, dengan harapan tetap setia terhadap bank tersebut.

(Febriyanti,2002)
42

Dalam interpretasi yang lebih luas, loyalitas dapat diartikan sebagai sikap atau tindakan

memberikan dukungan dan ketaatan yang teguh serta konsisten terhadap seseorang atau sebuah

institusi. (Muhammad Said A-Qahthani, Al- Wala Wal-Bara)

Ada beberapa cara dalam mencapai kesadaran loyalitasyaitu sebagai berikut:

a. Kesadaran loyalitas dicapai dengan menyelesaikan tugas dengan antusias dan

menghasilkan hasil terbaik.

b. Anggota kelompok menunjukkan pengabdian mereka melalui kontribusi mereka, yang

meliputi pembicaraan, pemecahan masalah, berbagi ide, dan pemecahan masalah formal

dan informal. Semua hal yang membantu anggota menyadari kesetiaan mereka adalah

bagian dari fungsi kedua bagian ini. (Bernadine R Wirjana,2006)

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi loyalitas anggota sebagai berikut:

a. Meningkatkan loyalitas anggota masuk akal jika menyangkut alasan yang masuk akal.

Menurut konsep loyalitas, faktor-faktor yang berkontribusi terhadap penurunan loyalitas

anggota antara lain adalah tingkat popularitas organisasi, tingkat keterlibatan anggota

dalam peran, fasilitas yang ditawarkan, dan layanan lain yang diberikan organisasi kepada

anggotanya.

b. Peningkatan loyalitas anggota yang bersifat emosional terkait dengan aspek-aspek yang

menyangkut perasaan atau ekspresi diri. Faktor-faktor emosional yang meningkatkan

loyalitas anggota, sesuai dengan definisi loyalitas, termasuk penilaian positif terhadap

pekerjaan, kondisi lingkungan organisasi yang kondusif, kenyamanan dalam menghadapi

tantangan organisasi, hubungan yang baik dengan pimpinan, serta saling menghargai

prestasi anggota dalam organisasi.


43

c. Ciri-ciri pribadi anggota dikaitkan dengan aspek kepribadian yang meningkatkan loyalitas

anggota. Menurut gagasan loyalitas, ciri-ciri kepribadian termasuk kegembiraan dalam

bekerja, ketahanan terhadap kebosanan, keterlibatan aktif, loyalitas terhadap organisasi,

kolaborasi dengan anggota lain, dan kecintaan terhadap budaya dan nilai-nilai organisasi,

semuanya berkontribusi pada peningkatan loyalitas anggota. (Soekidjo notoadmodjo,2003)

Siswanto mengemukakan aspek-aspek loyalitas pada individu yang menekankan

pelaksanaan tugas oleh karyawan meliputi:

d. Taat pada peraturan

Penerapan setiap kebijakan dalam perusahaan untuk mengatur dan memfasilitasi

pelaksanaan tugas oleh manajemen harus dipatuhi dan dijalankan dengan baik. Hal ini akan

menciptakan kedisiplinan yang bermanfaat bagi perusahaan dalam mencapai tujuan.

e. Tanggung jawab pada perusahaan

Karyawan dipengaruhi oleh sifat pekerjaan mereka dan cara mereka melaksanakannya.

Karyawan akan mengembangkan rasa keberanian dan akuntabilitas terhadap risiko yang

terjadi dari aktivitas yang dilakukan berdasarkan kemampuan mereka untuk melakukannya

dengan benar dan kesadaran mereka terhadap setiap bahaya yang terkait dengan

pelaksanaannya.

f. Kemauan untuk bekerja sama

Perusahaan dapat mencapai tujuan melalui kerja tim yang tidak mungkin dicapai oleh

individu sendirian.

g. Rasa memiliki
44

Pekerja yang memiliki rasa kepemilikan dan keterlibatan dalam bisnis akan lebih terdorong

untuk mempertahankan dan berkontribusi terhadap kesuksesan bisnis. Pada gilirannya, hal

ini dapat menginspirasi loyalitas karyawan terhadap pencapaian tujuan bisnis bersama.

h. Kesukaan terhadap pekerjaan

Pengusaha perlu menyadari bahwa para pekerja datang ke tempat kerja setiap hari sebagai

manusia seutuhnya, dengan membawa serta seluruh kemanusiaan mereka untuk

melaksanakan pekerjaan mereka. (Siswanto,2010)

2.1.6 Partisipasi

Istilah "partisipasi" telah menjadi umum dalam percakapan sehari-hari, baik di kalangan

ahli maupun masyarakat umum. Namun, sampai saat ini, belum ada definisi yang diterima secara

luas tentang konsep partisipasi. Ini disebabkan oleh variasi sudut pandang yang digunakan untuk

memberikan pemahaman atau definisi tentangnya.

" Seseorang dikatakan berpartisipasi ketika mereka terlibat secara intelektual, emosional,

atau psikologis dalam suatu situasi yang memotivasi mereka untuk berkontribusi pada upaya

yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan merasa bertanggung jawab

untuk melakukannya." (Syamsuddin Adam dalam Prasetya, 2008:54).

Menurut Salusu (1998:104) "Partisipasi pada dasarnya merupakan kebutuhan psikologis

yang mendasar bagi setiap individu, di mana manusia secara alami cenderung untuk terlibat

dalam berbagai aktivitas kelompok. Konsep partisipasi mencakup keterlibatan individu dalam

proses pembangunan, yang sering kali didorong oleh motif dan keyakinan akan nilai-nilai

tertentu yang diyakini oleh individu tersebut."

Partisipasi sering kali diartikan sebagai keikutsertaan atau turut serta dalam suatu

kegiatan, menunjukkan adanya keterlibatan dari berbagai pihak. Secara etimologis, kata
45

"partisipasi" berasal dari bahasa Inggris "participation", yang merupakan kata benda yang

mengacu pada seseorang yang ikut mengambil bagian dalam suatu kegiatan atau menjadi

peserta. Kata kerja "to participate" berarti ikut serta atau mengambil bagian dalam sesuatu, dan

"participation" merujuk pada tindakan mengambil bagian atau keterlibatan dalam sebuah

aktivitas.

Menurut Juliantara (2002:87), inti dari partisipasi adalah berfungsinya sistem

pemerintahan di mana tidak ada kebijakan yang diambil tanpa adanya persetujuan dari rakyat,

sementara fokus yang akan diusahakan adalah proses pemberdayaan. Lebih jauh dijelaskan

bahwa tujuan pengembangan partisipasi meliputi:

Pertama, partisipasi memungkinkan masyarakat untuk mengorganisasi diri secara mandiri


(otonom), mempermudah penanganan situasi yang sulit, dan memberdayakan mereka untuk
menolak kecenderungan yang merugikan. Kedua, partisipasi bukan hanya sebagai alat untuk
mengekspresikan aspirasi dan memperjuangkannya, tetapi juga sebagai jaminan bahwa
kepentingan masyarakat tidak akan diabaikan. Ketiga, melalui partisipasi masyarakat, persoalan
dalam dinamika pembangunan dapat diatasi dengan lebih efektif. (Juliantara, 2002: 89-90).

Literatur klasik selalu menunjukkan bahwa partisipasi adalah keterlibatan masyarakat

dalam berbagai tahap pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi

program. Namun, makna substantif yang terkandung dalam urutan-urutan partisipasi adalah

suara (voice), akses, dan kontrol (Juliantara, 2002:90-91). Pengertian dari masing-masing sekuen

tersebut di atas adalah:

1. Voice merujuk pada hak dan tindakan individu dalam menyampaikan aspirasi, gagasan,

kebutuhan, dan tuntutan terhadap komunitas atau pemerintah setempat.

2. Access mengacu pada kemampuan untuk memengaruhi kebijakan dan terlibat dalam

pengelolaan barang publik, termasuk akses terhadap layanan publik.


46

3. Control menggambarkan keterlibatan masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan tugas-

tugas pemerintah, menciptakan pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan responsif

terhadap kebutuhan masyarakat.

Partisipasi merupakan keterlibatan setiap individu dalam suatu kegiatan, merupakan

upaya dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam konteks pembangunan

nasional, partisipasi masyarakat menjadi kunci untuk meningkatkan kualitas hidup menuju

masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

Masyarakat, sebagai subjek pembangunan, diminta untuk memberikan kontribusi dalam upaya

pembangunan. Kesediaan untuk memberikan kontribusi ini tidak terjadi begitu saja, tetapi

dipengaruhi oleh berbagai motivasi yang memotivasi individu. Selain itu, pemerintah juga

memiliki peran penting dalam membangkitkan kesadaran masyarakat terhadap pembangunan.

Seperti yang dijelaskan oleh S.P. Siagaan, penggerakan merupakan serangkaian proses untuk

memberikan motivasi kepada bawahan agar mereka mau bekerja dengan sepenuh hati demi

mencapai tujuan organisasi dengan efisiensi dan ekonomis.

Selain upaya pemerintah dalam mendorong partisipasi, faktor motivasi juga menjadi

pendorong utama. Motivasi-motivasi ini memainkan peran krusial dalam menentukan tingkat

partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan ditentukan oleh:

1. Kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat,

2. Minat atau ketertarikan masyarakat terhadap suatu kegiatan atau program,

3. Adat istiadat dan sifat komunial yang mengikat setiap anggota masyarakat satu sama lain

Menurut penjelasan tersebut, jelas bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan

dipengaruhi oleh kebutuhan yang terdapat di dalamnya, yang mencakup berbagai kepentingan.

Selain itu, tingkat partisipasi juga sangat bergantung pada interaksi antara masyarakat dan
47

pemerintah. Interaksi ini mencakup hubungan saling pengertian dan dukungan antara kedua

belah pihak. Tanpa adanya hubungan seperti itu, implementasi kebijakan pembangunan oleh

pemerintah akan sulit diterima dan dijalankan oleh masyarakat.

Partisipasi masyarakat menurut Hetifah Sj. Soemarto (2003:78) merupakan suatu proses

di mana warga, baik secara individu maupun dalam kelompok sosial dan organisasi, turut serta

dalam memengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan kebijakan yang langsung

memengaruhi kehidupan mereka.

2.2 Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang relefan terhadap penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

Nama, Tahun dan Variabel


No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian
1. Djufri Rays Strategi Strategi pengembangan

Pattilouw,“Strategi Pengembangan koperasi yang diterapkan

Pengembangan Koperasi Koperasi oleh koperasi di Kabupaten

Di Kabupaten Buru Buru Selatan terdiri dari

Selatan”, 2017, Jurnal beberapa langkah kunci.

Ekonomi Vol. 11, No. 2 Pertama, dilakukan

regenerasi atau pemurnian

kembali visi, misi, dan

tujuan koperasi dengan


48

Nama, Tahun dan Variabel


No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian
mengutamakan

kesejahteraan anggota

sebagai landasan utama.

Kedua, terjadi reorientasi

fokus pengembangan

koperasi untuk lebih

menekankan pada

optimalisasi potensi

ekonomi daerah. Selain itu,

ada juga upaya revitalisasi

program-program

pembinaan koperasi oleh

pemerintah untuk

memberikan dukungan

yang lebih besar. Dengan

menerapkan strategi ini,

diharapkan koperasi dapat

memperkuat posisinya

dalam mendukung ekonomi

lokal serta memberikan

manfaat yang lebih besar

bagi anggotanya dan


49

Nama, Tahun dan Variabel


No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian
masyarakat sekitar.

2. Ardhuan Yuananda (2013) Strategi Pendekatan optimal untuk

dalam Jurnal Ekonomi Pengembangan dijalankan adalah strategi

Pembangunan, Vol. 2, no. Koperasi pertumbuhan dan

3, 2013 dengan judul pembangunan, yang

“Strategi Pengembangan melibatkan langkah-langkah

Koperasi Samitra seperti penetrasi pasar,

Kecamatan Semarang ekspansi pasar, dan inovasi

Selatan Kota Semarang” produk untuk meningkatkan

pangsa pasar serta

mengembangkan jangkauan

produk yang ditawarkan.

3. Desi Pratiwi (2019) Strategi Dalam upaya meningkatkan

dengan judul, “Strategi Pengembangan laba, KPRI Guyub Rukun

Pengembangan Koperasi Koperasi dalam Banjarmangu menerapkan

Dalam Meningkatkan Meningkatkan serangkaian strategi yang

Laba (Studi Kasus Laba mencakup: diversifikasi

Koperasi Pegawai usaha dan eksplorasi

Republik Indonesia peluang bisnis baru,

(KPRI) Guyub Rukun peningkatan layanan kepada

Kecamatan Banjarmangu, anggota, peningkatan

Kabupaten kompetensi sumber daya


50

Nama, Tahun dan Variabel


No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian
Banjarnegara)”. manusia, peningkatan

jumlah simpanan,

peningkatan efisiensi

pengeluaran koperasi,

penanganan masalah

internal dengan cepat,

peningkatan modal

koperasi, menetapkan target

minimum bagi setiap unit

usaha, dan memberikan

motivasi kepada anggota.

4. Farid Rahmandinata, Analisis Potensi Potensi dalam

Zulfadil dan Rosyetti Dan Strategi pengembangan usaha

(2020), dalam jurnal Pengembangan koperasi sekunder

Tepak Manajemen Bisnis, Usaha Koperasi mencakup kemampuan

Vol. 12, No. 3, Edisi Juli koperasi untuk bertumbuh

2020, dengan judul dan memberikan kontribusi

“Analisis Potensi Dan bagi kesejahteraan anggota

Strategi Pengembangan melalui kolaborasi yang

Usaha Koperasi Sekunder produktif, efektif, dan

Pegawai Republik berkelanjutan. Sebagai

Indonesia (KPRI) Di entitas ekonomi-sosial,


51

Nama, Tahun dan Variabel


No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian
Provinsi Riau”. koperasi memiliki sifat-sifat

yang memungkinkannya

mengelola berbagai potensi

yang ada secara lebih

efisien, termasuk

keragaman sumber daya

alam dan keragaman aspek

sosial-budaya.

5. Imam Suhartono (2011), Strategi Dengan pengakuan

dalam Jurnal Among Pengembangan kerjasama sebagai salah

Makarti, Vol. 4, No. 7, Koperasi satu prinsip dasar koperasi

Edisi Juli 2011, dengan Berorientasi di Indonesia, hal ini secara

judul:“Strategi Bisnis signifikan akan mendorong

Pengembangan Koperasi koperasi untuk memperluas

Berorientasi Bisnis”. jaringan usahanya, tidak

hanya melalui kerjasama

antar-koperasi, tetapi juga

melalui kemitraan dengan

entitas bisnis lain, baik itu

dalam skala lokal, nasional,

regional, maupun

internasional.
52

Nama, Tahun dan Variabel


No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian
6. Adriano Dias de Carvalho Strategi dan Koperasi harus menetapkan

(2012), dalam Pengembangan fondasi filosofis

International Journal of Koperasi organisasinya untuk

Accounting an Financial mengarahkan masa

Reporting, January 2012, depannya. Langkah ini

dengan judul The diimplementasikan melalui

Cooperative Development penetapan misi koperasi dan

And Strategy. justifikasi eksistensinya.

Keberhasilan organisasi

koperasi tergantung pada

keterlibatan aktif anggota

dan karyawan dalam

mewujudkan misi tersebut.

Dalam situasi

ketidaksepakatan, prioritas

harus diberikan pada

kepentingan kolektif

daripada kepentingan

pribadi bagi setiap anggota.

7. oleh I Made Mahadi Strategi Menurut Dinas Koperasi

Dwipradnyana (2020), Pengembangan dan UKM Provinsi Bali,

dalam Majalah Ilmiah Koperasi terdapat empat


53

Nama, Tahun dan Variabel


No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian
Untab, Vol. 17 No.2 permasalahan utama yang

September 2020, dengan dihadapi koperasi di Bali,

judul “Strategi yakni rendahnya kualitas

Pengembangan Koperasi SDM pengelola koperasi,

Di Era Digital Pada pertumbuhan koperasi yang

Koperasi Yang Ada Di lambat, keterbatasan dalam

Provinsi Bali”. pemasaran produk dan

kemitraan, serta sulitnya

akses permodalan bagi

koperasi. Untuk mengatasi

tantangan ini, strategi yang

dapat dikembangkan

meliputi pengukuran kinerja

non-keuangan koperasi,

restrukturisasi, peningkatan

daya saing, rebranding, dan

pengembangan sistem IT.

Berdasarkan hasil

penelitian, disarankan untuk

fokus pada strategi yang

sama dalam menghadapi era

digital, dengan penekanan


54

Nama, Tahun dan Variabel


No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian
pada pengukuran kinerja

non-keuangan,

restrukturisasi, peningkatan

daya saing, rebranding, dan

integrasi sistem IT.

8. Maria Erra Setianingrum Partisipasi Untuk meningkatkan

(2013) dengan judul, Anggota, keberhasilan usaha,

“Pengaruh Partisipasi Pelayanan partisipasi aktif anggota

Anggota dan Pelayanan Kredit, dan dalam berbagai kegiatan

Kredit Terhadap Keberhasilan yang diselenggarakan oleh

Keberhasilan Usaha Usaha KPRI Kopekoma menjadi

Koperasi Pegawai hal yang sangat penting,

Republik Indonesia terutama dalam rapat-rapat,

(KPRI) KOPEKOMA penyediaan modal, dan

Kota Magelang”. pemanfaatan layanan yang

disediakan oleh koperasi.

Perlu juga peningkatan

dalam pelayanan kredit agar

anggota semakin puas

dengan layanan yang

diberikan oleh koperasi.

Untuk mempertahankan
55

Nama, Tahun dan Variabel


No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian
keberhasilan usaha koperasi

yang telah dicapai, penting

untuk terus mendorong

partisipasi aktif anggota

dengan mengajak mereka

untuk merasa memiliki dan

mempertahankan

kesuksesan koperasi, serta

terus melibatkan mereka

dalam proses pengambilan

keputusan dan pembinaan.

9. Tonich S. Sapitri, Y.I. Upaya Pengurus Penelitiannya menunjukkan

Nyalung (2019) dengan Koperasi bahwa pelatihan adalah cara

judul, “Upaya Pengurus Pegawai Negeri pertama Koperasi Pegawai

Koperasi Pegawai Negeri Telaga Mangku Negeri (KPN) Telaga

Telaga Mangku Dalam Dalam Mangku meningkatkan

Mensejahterakan Anggota Mensejahterakan kualitas anggota. Kedua,

di Desa Baun Bango Anggota usaha untuk meningkatkan

Kecamatan Kamipang pendapatan anggota, seperti

Kabupaten Katingan”. memberikan pinjaman

kepada anggota.

10. Sri Watini (2021) dengan Strategi Hasil penelitian


56

Nama, Tahun dan Variabel


No Hasil Penelitian
Sumber Penelitian
judul, “Strategi Pengembangan menunjukkan bahwa

Pengembangan Koperasi Koperasi Dalam strategi pengembangan

Dalam Meningkatkan Sisa Meningkatkan koperasi dapat

Hasil Usaha (Studi Kasus Sisa Hasil Usaha meningkatkan sisa hasil

Pada Koperasi Pegawai usaha dengan meningkatkan

Republik Indonesia partisipasi anggota dan

Mempeng Kaligondang jumlah anggota, rebranding

Purbalingga)”. koperasi, mengeksplorasi

dan menemukan peluang

bisnis tambahan,

memberikan penghargaan

kepada anggota yang aktif,

menggunakan software

dalam transaksi, menambah

modal koperasi, dan

menetapkan target belanja

minimum bagi anggota.

Berdasarkan tabel 2.1 di atas maka dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1. Penelitian "Strategi Pengembangan Koperasi Di Kabupaten Buru Selatan" ditulis oleh

Djufri Rays Pattilouw (2017) dalam Jurnal Ekonomi Vol. 11, No. 2. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa koperasi di Kabupaten Buru Selatan menggunakan strategi untuk


57

pengembangan koperasi untuk merevitalisasi visi, misi, dan tujuan koperasi yang berpusat

pada kesejahteraan anggota. Selanjutnya, fokus pengembangan koperasi dikembalikan ke

arah optimalisasi potensi ekonomi daerah, dan program pembinaan koperasi pemerintah

diperbarui. Sama dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, mereka akan

menganalisis strategi pengembangan koperasi secara bersamaan. Meskipun ada perbedaan,

peneliti melakukan penelitian di Kabupaten Bangka Tengah.

2. Penelitian yang ditulis oleh Ardhuan Yuananda (2013) di Jurnal Ekonomi Pembangunan,

Volume 2, Nomor 3, yang berjudul "Strategi Pengembangan Koperasi Samitra Kecamatan

Semarang Selatan Kota Semarang". Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan

terbaik untuk diterapkan adalah pertumbuhan dan pengembangan atau pertumbuhan dan

pembangunan melalui penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk.

Sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, ini berkaitan dengan

penentuan strategi. Perbedaannya adalah objek yang diamati adalah karyawan atau ASN

dari pemerintah Kabupaten Bangka Tengah.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Desi Pratiwi (2019) berjudul "Strategi Pengembangan

Koperasi Dalam Meningkatkan Laba (Studi Kasus Koperasi Pegawai Republik Indonesia

(KPRI) Guyub Rukun Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara)" menemukan

bahwa KPRI Guyub Rukun Banjarmangu menggunakan beberapa strategi untuk

mengembangkan koperasi untuk meningkatkan laba, seperti mencari peluang usaha baru,

meningkatkan pelayanan, dan meningkatkan kualitas. Sama dengan penelitian yang akan

dilakukan oleh peneliti, mereka akan menganalisis strategi pengembangan koperasi secara

bersamaan. Sementara perbedaan terletak pada objek yang ditingkatkan, peneliti bertujuan
58

untuk meningkatkan keterlibatan ASN Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah dalam

koperasi.

4. Penelitian "Analisis Potensi dan Strategi Pengembangan Usaha Koperasi Sekunder

Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Di Provinsi Riau" adalah penelitian yang diterbitkan

oleh Farid Rahmandinata, Zulfadil, dan Rosyetti (2020) dalam jurnal Tepak Manajemen

Bisnis, Vol. 12, No. 3, Edisi Juli 2020. Penelitiannya menemukan bahwa ada kemungkinan

untuk mengembangkan usaha koperasi sekunder yang memungkinkan koperasi untuk maju

dan membantu anggotanya dalam meningkatkan kesejahteraan melalui upaya kolektif yang

produktif, efisien, dan berkelanjutan. Koperasi, sebagai organisasi sosial-ekonomi,

memiliki karakteristik yang sesuai untuk mengelola potensi mereka secara optimal,

termasuk keragaman sumber daya alam dan sosial-budaya. Penelitian ini sama-sama

menganalisis strategi pengembangan koperasi; namun, peneliti tidak menganalisis potensi

koperasi.

5. Penelitian "Strategi Pengembangan Koperasi Berorientasi Bisnis", karya Imam

Suhartono(2011), diterbitkan pada Juli 2011 dalam Jurnal Among Makarti, Vol. 4, No. 7.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan kerjasama sebagai salah satu prinsip

utama koperasi di Indonesia akan secara langsung meningkatkan koperasi sehingga

mengembangkan jaringan usaha yang mencakup kerjasama antara koperasi sendiri, serta

antara koperasi dan badan usaha lain pada skala lokal, nasional, regional, dan internasional.

Persamaan dengan penelitian peneliti adalah terkait dengan strategi peningkatan koperasi.

Meskipun ada perbedaan, peneliti ingin meningkatkan partisipasi anggota dengan

memasukkan keanggotaan.
59

6. Adriano Dias de Carvalho (2012) melakukan penelitian yang dipublikasikan pada Januari

2012 dalam International Journal of Accounting and Financial Reporting dengan judul

The Cooperative Development and Strategy. Hasil penelitian yang dia lakukan

menunjukkan bahwa koperasi harus membuat filosofi organisasi untuk menentukan masa

depan dan kemudian melanjutkan dengan misi dan alasan keberadaan koperasi. Anggota

dan karyawan organisasi koperasi akan melakukan tugas mereka dengan baik. Jika ada

konflik, setiap anggota harus mengutamakan kepentingan kelompok daripada kepentingan

pribadi. Sangat mirip dengan penelitian peneliti dalam hal strategi. Perbedaan peneliti

adalah bahwa mereka menekankan hubungan antara peningkatan sumber daya manusia

pada koperasi.

7. Peneliti lain, I Made Mahadi Dwipradnyana (2020), dalam publikasi Majalah Ilmiah

Untab, Vol. 17 No.2 September 2020, menginvestigasi "Strategi Pengembangan Koperasi

Di Era Digital Pada Koperasi Yang Ada Di Provinsi Bali". Dalam risetnya, Dwipradnyana

menyoroti empat permasalahan utama koperasi di Bali, sebagaimana diidentifikasi oleh

Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali: rendahnya kualitas SDM pengelola koperasi,

pertumbuhan koperasi yang lambat, keterbatasan dalam pemasaran produk dan kemitraan,

serta kendala dalam akses permodalan. Dari hasil penelitian tersebut, diusulkan sejumlah

strategi potensial untuk memperbaiki kondisi tersebut, termasuk pengukuran kinerja non-

finansial koperasi, restrukturisasi, peningkatan daya saing melalui rebranding, serta

pemanfaatan sistem IT dalam pengembangan. Rekomendasi tersebut mencerminkan

kesesuaian dengan tema yang diangkat dalam penelitian tersebut, yaitu strategi koperasi di

era digital. Meskipun demikian, perbedaan utama dengan penelitian yang dijelaskan adalah

fokusnya; penelitian ini lebih terfokus pada upaya meningkatkan kualitas sumber daya
60

manusia di dalam koperasi, sementara Dwipradnyana menyoroti aspek-aspek yang lebih

luas terkait dengan pengembangan koperasi secara keseluruhan di tengah era digital.

8. Penelitian oleh Maria Erra Setianingrum (2013) berjudul "Pengaruh Partisipasi Anggota

dan Pelayanan Kredit Terhadap Keberhasilan Usaha Koperasi Pegawai Republik

Indonesia (KPRI) KOPEKOMA Kota Magelang" menyoroti pentingnya partisipasi anggota

dan pelayanan kredit terhadap kesuksesan usaha Koperasi Pegawai Republik Indonesia

(KPRI) KOPEKOMA di Kota Magelang. Temuan dari penelitian tersebut menekankan

perlunya keterlibatan aktif anggota dalam berbagai kegiatan KPRI KOPEKOMA,

khususnya dalam rapat-rapat, permodalan, dan pemanfaatan layanan yang disediakan oleh

koperasi. Selain itu, ditekankan pula pentingnya peningkatan pelayanan kredit agar

anggota merasa semakin puas dengan layanan yang diberikan oleh koperasi. Untuk

mempertahankan dan meningkatkan kesuksesan usaha koperasi, ditekankan perlunya terus

mendorong partisipasi aktif anggota serta membangun kesadaran mereka untuk secara

bersama-sama mempertahankan dan meningkatkan kinerja koperasi. Meskipun kedua

penelitian ini sama-sama menyoroti pentingnya partisipasi anggota dalam koperasi,

perbedaan utamanya terletak pada pendekatan analisis. Penelitian ini lebih berfokus pada

strategi konkrit untuk meningkatkan partisipasi anggota, sementara penelitian sebelumnya

lebih berorientasi pada hasil temuan tentang dampak partisipasi anggota dan pelayanan

kredit terhadap kesuksesan usaha koperasi.

9. Penelitian yang dilakukan oleh Tonich S. Sapitri dan Y.I. Nyalung (2019) dengan judul

"Upaya Pengurus Koperasi Pegawai Negeri Telaga Mangku Dalam Mensejahterakan

Anggota di Desa Baun Bango Kecamatan Kamipang Kabupaten Katingan" menyoroti

berbagai upaya yang dilakukan oleh Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Telaga Mangku
61

untuk meningkatkan kesejahteraan anggota di Desa Baun Bango, Kecamatan Kamipang,

Kabupaten Katingan. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa KPN Telaga

Mangku memperhatikan peningkatan kualitas anggota melalui penyelenggaraan pelatihan.

Selain itu, mereka juga melakukan kegiatan pemberian pinjaman kepada anggota untuk

meningkatkan pendapatan mereka. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang

akan dilakukan oleh peneliti adalah keduanya menekankan pentingnya meningkatkan

kualitas anggota dalam koperasi. Namun, perbedaannya terletak pada pendekatan strategis.

Penelitian yang direncanakan oleh peneliti akan lebih fokus pada analisis strategi konkret

yang digunakan untuk meningkatkan kualitas anggota koperasi, sementara penelitian

sebelumnya lebih menyoroti upaya konkret yang telah dilakukan oleh KPN Telaga

Mangku dalam konteks spesifik Desa Baun Bango.

10. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Watini (2021) dengan judul "Strategi Pengembangan

Koperasi Dalam Meningkatkan Sisa Hasil Usaha (Studi Kasus Pada Koperasi Pegawai

Republik Indonesia Mempeng Kaligondang Purbalingga)" mengidentifikasi berbagai

strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan sisa hasil usaha dalam konteks

Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Mempeng Kaligondang di Purbalingga.

Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa strategi pengembangan koperasi yang

efektif untuk meningkatkan sisa hasil usaha meliputi peningkatan partisipasi anggota dan

penambahan jumlah anggota, rebranding koperasi, pengembangan usaha baru, pemberian

reward kepada anggota yang aktif, penerapan perangkat lunak dalam transaksi,

peningkatan modal koperasi, dan penetapan target minimum belanja bagi anggota.

Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah

keduanya fokus pada penyelidikan terkait strategi yang dapat digunakan untuk
62

mengembangkan koperasi. Namun, perbedaannya terletak pada fokusnya; penelitian yang

direncanakan oleh peneliti akan lebih menekankan pada peningkatan partisipasi anggota

dari segi strategi, sementara penelitian sebelumnya lebih menyoroti berbagai strategi yang

dapat digunakan secara umum untuk meningkatkan sisa hasil usaha koperasi.

2.3 Kerangka Konseptual Penelitian

Menurut Sugiono (2010:60), kerangka berfikir adalah model konseptual yang

menjelaskan bagaimana teori berinteraksi dengan berbagai elemen yang telah ditentukan sebagai

masalah penting. Kerangka pikir penelitian ini mencakup teori-teori yang relevan dengan

masalah penelitian untuk membantu mencapai tujuan penelitian. Kerangka pikir ini berfungsi

sebagai garis besar yang akan membimbing penelitian.

Peneliti menggunakan struktur penelitian ini untuk mempermudah proses penelitian dan

mencapai hasil yang diinginkan. Bagaimana birokrasi pemerintahan berfungsi dimulai sebagai

fokus penelitian ini. Kemudian peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal seperti koperasi,

strategi, manajemen, loyalitas, dan partisipasi. Ini karena dalam penelitian ini peneliti memeriksa

strategi untuk meningkatkan keanggotaan koperasi.

Metode analisis SWOT digunakan oleh peneliti untuk membuat model strategi untuk

meningkatkan keanggotaan koperasi. Mereka melakukan ini dengan menganalisis dan

mengidentifikasi berbagai komponen secara menyeluruh untuk membuat strategi yang dimaksud.

Didasarkan pada logika, analisis ini memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang

(opportunities) sambil meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Untuk

meningkatkan keanggotaan Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Kabupaten Bangka Tengah, hasil

analisis SWOT akan digunakan sebagai role model.


63

Gambar 2.2
Kerangka Konseptual Penelitian

MANAJEMEN

KOPERASI PEGAWAI NEGERI (KPN)


(pasal 1 ayat 1, UU No. 25 Tahun 1992)

FAKTOR PENGHAMBAT PENINGKATAN KEANGGOTAAN


SRTATEGI PENINGKATAN KEANGGOTAAN

PLANING ORGANIZING ACTUATING CONTROLING


64

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis metode penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah penelitian lapangan.

Penelitian lapangan melibatkan pengamatan langsung tentang suatu fenomena di lokasi

penelitian dalam konteks ilmiah. Selain hanya mengamati dan menggambarkan objek penelitian,

peneliti juga melakukan eksplorasi data dan fakta yang ada di lapangan. Pelaksanaan strategi

peningkatan keanggotaan Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Kabupaten Bangka Tengah tidak

hanya kontekstual, melainkan juga melibatkan tafsiran kualitatif untuk memberikan pemahaman

yang holistik dan terintegrasi tentang proses tersebut.

Cresswell (2013:4) menyatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan pendekatan untuk

mengeksplorasi dan memahami makna yang dianggap berasal dari masalah sosial atau

kemanusiaan oleh individu atau kelompok tertentu. Proses kualitatif ini melibatkan langkah-
65

langkah penting seperti merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur,

mengumpulkan data secara spesifik dan dari partisipan yang relevan, menganalisis data secara

induktif dari tema-tema yang spesifik ke tema-tema yang lebih umum, dan menafsirkan makna

dari data tersebut.

Menurut Effendy (2010:117), penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang bertujuan

untuk menjelaskan dan menganalisis perilaku manusia baik secara individu maupun dalam

kelompok, serta prinsip-prinsip, kepercayaan, pemahaman, pemikiran, dan persepsi yang dimiliki

oleh mereka. Metode kualitatif juga berguna untuk mengungkapkan dan memahami aspek-aspek

yang tersembunyi di balik fenomena yang kurang dipahami, serta memberikan detail-detail

kompleks tentang fenomena yang sulit dijelaskan secara langsung (Straus & Corbin, 2007 : 5).

Lebih lanjut, Cresswell (2013:261) menjelaskan bahwa proses induktif bertujuan untuk

menunjukkan upaya peneliti dalam mengelola tema-tema dan data penelitian secara berulang-

ulang hingga berhasil membangun serangkaian tema yang terintegrasi.

Dalam penelitian ini, digunakan desain deskriptif. Nazir (2008:55) menjelaskan bahwa

penelitian deskriptif bertujuan untuk mempelajari masalah-masalah yang ada dalam masyarakat,

termasuk tata cara yang berlaku serta situasi-situasi tertentu, seperti hubungan, kegiatan, sikap,

pandangan, dan proses yang tengah berlangsung, beserta pengaruhnya terhadap fenomena yang

diamati. Dalam metode deskriptif, peneliti dapat melakukan perbandingan antara fenomena-

fenomena tertentu, menjalankan klasifikasi, dan melakukan penelitian terhadap fenomena-

fenomena tersebut, sehingga seringkali disebut sebagai survei normatif. Melalui pendekatan

deskriptif ini, peneliti juga mengeksplorasi kedudukan atau status fenomena serta faktor-faktor

yang terlibat, serta melihat hubungan antara satu faktor dengan faktor lainnya.
66

Dengan menggunakan desain deskriptif, penulis dapat memberikan gambaran yang

mendalam dan komprehensif serta memahami makna yang terkandung dalam objek penelitian

berdasarkan persepsi para pelaku di lapangan. Metode deskriptif, menurut Strauss dan Corbin

(1998:16-19), adalah cara untuk mengkomunikasikan informasi dengan menggambarkan obyek

menggunakan kalimat, seperti menyampaikan informasi tentang kejadian, orang, atau tempat.

Secara singkat, pendekatan deskriptif melibatkan penyajian detail yang dipilih secara selektif

oleh peneliti, baik dari kesadaran maupun ketidaksadaran, melalui pengamatan menggunakan

indera seperti pendengaran dan penglihatan yang dianggap penting. Selain itu, pendekatan

deskriptif juga penting sebagai dasar untuk abstraksi, interpretasi data, dan pengembangan teori.

Dalam penelitian kualitatif dengan menggunakan desain deskriptif, instrumen utama

adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu, peneliti diharapkan untuk secara proaktif mencari

data dari peristiwa yang terjadi yang relevan dengan masalah dan tujuan penelitian. Sebagai

instrumen penelitian, peneliti perlu terlibat secara langsung dalam penelitian tersebut melalui

pengamatan partisipan, sehingga dapat menghindari spekulasi dan manipulasi data yang

mungkin terjadi. Hal ini sejalan dengan pandangan Saefullah (2003:5) yang menyatakan bahwa

dalam penelitian kualitatif, peneliti juga merupakan instrumen penelitian. Kevalidan data dan

informasi yang dikumpulkan sangat tergantung pada keahlian, keterampilan, dan pengalaman

peneliti, serta pemahaman tentang karakteristik lapangan di mana penelitian dilakukan.

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, pemilihan desain kualitatif-deskriptif dalam

penelitian ini dianggap sangat tepat, terutama dalam konteks ilmu-ilmu sosial, termasuk ilmu

pemerintahan. Oleh karena itu, penggunaan metode kualitatif dalam penelitian ini merupakan

strategi yang sesuai untuk mengumpulkan informasi dan memahami realitas objek penelitian

secara mendalam dan detail.


67

3.2 Unit Analisis

3.2.1 Partisipasi Penelitian

Pada penelitian ini, yang dijadikan partisipan penelitian adalah aparatur sipil negara

(ASN) Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah. Penentuan partisipan ini meliputi, (1) Ketua dan

pengurus KPN Kabupaten Bangka Tengah, (2) Anggota aktif pada KPN Kabupaten Bangka

Tengah, (3) ASN Kabupaten Bangka Tengah yang belum menjadi anggota KPN

3.2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di KPN Kabupaten Bangka Tengah yang beralamatkan di Jl.

Titian Puspa Utama Nomor 1 Kabupaten Bangka Tengah.

3.3 Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah berbagai cara yang digunakan untuk mengumpulkan data,

menghimpun, mengambil, atau menjaring data penelitian. Hal ini didukung oleh pendapat Nazir

(2011 : 174) yang menjelaskan bahwa pengumpulan data adalah prosedur sistematis dan standar

untuk memperloleh data yang diperlukan. Pada pengumpulan data ini, peneliti berusaha

memahami berbagai tehnik pengumpulan data agar mendapatkan data yang terukur sesuai

dengan tujuan penelitian untuk memahami proses pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dan

pendapatan asli desa.

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, penulis menggunakan

teknik pengumpulan data sebagai berikut:


68

3.3.1 Teknik Pengamatan Langsung (Observasi Lapangan)

Peneliti berupaya turun ke lapangan langsung untuk mengamati prilaku, aktivitas dan

fenomena-fenomena yang terjadi pada ASN Kabupaten Bangka Tengah. Peneliti mengamati

upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintahan Kabupaten Bangka Tengah dalam memotivasi

peningkatan keanggotaan KPN.

Penulis berusaha untuk menjaring berbagai data tambahan dengan mengamati fenomena

yang ada dan belum terungkap yang akan dipadukan dengan teknik pengumpulan data lainnya.

3.3.2 Teknin Wawancara

Wawancara dilakukan dengan cara berdiskusi mengenai objek penelitian dengan

informan dan partisipan terpilih. Menurut Nazir, “Wawancara adalah proses memperoleh

informasi untuk keperluan penelitian dengan cara mengajukan pertanyaan dan menjawab secara

tatap muka antara penanya atau pewawancara dengan penjawab atau responden dengan

menggunakan alat yang disebut pedoman wawancara.”

Dengan menggunakan pedoman wawancara atau melakukan wawancara terbuka, peneliti

mengajukan pertanyaan kepada informan dan memberikan jawaban, sehingga memberikan

kesempatan kepada informan untuk menyampaikan pemikiran dan gagasannya mengenai

fenomena penelitian. Tujuan wawancara ini adalah untuk mendapatkan informasi rinci mengenai

pokok bahasan langsung dari informan.

Untuk menuliskan kembali hasil wawancara dalam bentuk tertulis yang telah

dimodifikasi agar mencerminkan hasil percakapan dengan berbagai informan, peneliti juga

mencatat informasi dari sumber informasi pada saat wawancara dan membuat catatan pada saat

melakukan wawancara.
69

3.3.3 Dokumentasi

Dengan menggunakan data-data tertulis yang berkaitan dengan permasalahan penelitian

baik dari dokumentasi atau buku, surat kabar, majalah, maupun pendapat mengenai undang-

undang dan pendapat-pendapat yang terkait dengan gagasan mendasar pelaksanaan

pemberdayaan masyarakat dalam upaya meningkatkan pendapatan asli desa—begitulah teknik

ini dilakukan. . Analisis dokumentasi diperkirakan akan membantu memperjelas masalah yang

sedang diselidiki.

3.4 Pedoman Pertanyaan Wawancara

Penelitian ini menggunakan pedoman pertanyaan wawancara kualitatif dengan penekanan

pada pertanyaan terbuka atau mendalam daripada pertanyaan tertutup. agar dapat memahami

lebih dalam mengenai cara pandang dan pendapat informan dan partisipan sekaligus menjawab

pertanyaan dalam arti yang lebih luas. Anda dapat memperluas atau memodifikasi pertanyaan

selama mengikuti pedoman wawancara.

3.5 Teknik Analisis Data

Menurut Cresswell (2013:261), analisis data merupakan suatu proses berkesinambungan

yang terjadi sepanjang penyelidikan. Peneliti sering kali menggunakan proses analitik generik

dan metodologi tertentu saat melakukan jenis penelitian ini, yang memerlukan penilaian

informasi partisipan.

Langkah pertama dalam pendekatan analisis data penelitian ini adalah meninjau semua

data yang dapat diakses dari berbagai sumber, termasuk wawancara dan rekaman informasi dari

dokumen. Dalam penelitian ini, reduksi data merupakan langkah awal dalam prosedur analisis

data. Penulis melakukan analisis rinci dan selanjutnya mengkategorikan data lapangan yang

berkaitan dengan taktik keanggotaan KPN sebagai bagian dari prosedur reduksi data.
70

Langkah penulis selanjutnya adalah memberikan sinopsis yang metodis dan informatif

yang akan membantu pembaca dengan cepat mengidentifikasi gagasan utama, yaitu taktik

pertumbuhan keanggotaan. Setelah itu, penulis membuat penilaian sementara berdasarkan

informasi yang dikumpulkan dari beberapa sumber sambil mencari bukti lebih lanjut yang

mendukungnya.

Pada tahap ini penulis mengevaluasi kesimpulan yang akan diambil dengan

membandingkan fakta dari suatu hipotesis tertentu. Penulis mengambil tindakan ini untuk

memverifikasi keakuratan temuan analisis dan menarik kesimpulan yang dapat dipercaya.

Para peneliti menerapkan analisis SWOT untuk mengidentifikasi model atau taktik

untuk meningkatkan keanggotaan. Menurut Rangkuti (2006), analisis SWOT melibatkan

identifikasi berbagai aspek secara metodis untuk mengembangkan strategi organisasi. Analisis

ini didasarkan pada penalaran yang dapat mengurangi bahaya dan kelemahan sekaligus

memaksimalkan kekuatan dan peluang.

Analisis SWOT digunakan untuk mengevaluasi perbandingan antara faktor eksternal

dan internal. Faktor eksternal meliputi peluang dan ancaman, sementara faktor internal

mencakup kekuatan dan kelemahan. Matriks SWOT dapat ditemukan dalam Tabel 3.1 di bawah

ini:

Table 3.1 Matriks SWOT

S–W STRENGTH (S) WEAKNESSES (W)

(Tentukan 5-10 faktor (Tentukan 5-10 faktor


kekuatan internal) kelemahan internal)

O–T

OPPORTUNITIES (O) Strategi SO Strategi WO


71

(Tentukan 5-10 faktor Daftar kekuatan untuk Daftar untuk


peluang eksternal) meraih keuntungan dari memperkecil kelemahan
peluang yang ada dengan memanfaatkan
keuntungan dari peluang
yang ada
THREATS (T) Strategi ST Strategi WT

(Tentukan 5-10 faktor Daftar kekuatan untuk Daftar untuk


ancaman eksternal) menghindari ancaman memperkecil kelemahan
dan menghindari
ancaman
Sumber: Rangkuti, 2006

Berdasarkan Matriks SWOT diatas maka didapatkan 4 langkah strategi yaitu sebagai berikut :

1. Strategi SO

Pendekatan ini dikembangkan sesuai dengan filosofi perusahaan, yang bertujuan untuk

memaksimalkan kemungkinan dengan menggunakan seluruh keterampilan yang dimiliki.

Kekuatan internal perusahaan digunakan oleh strategi SO untuk menangkap kemungkinan-

kemungkinan di luar.

2. Strategi ST

Strategi ini memanfaatkan keunggulan bisnis untuk mengalahkan musuh. Tujuan dari

strategi ST adalah untuk memitigasi dampak risiko eksternal dengan menggunakan

kekuatan internal perusahaan.

3. Strategi WO

Penerapan pendekatan ini didasarkan pada memaksimalkan kekuatan yang ada dan

memanfaatkan kemungkinan-kemungkinan yang ada. Dengan memanfaatkan

kemungkinan-kemungkinan luar, pendekatan WO berupaya memperkuat kelemahan

internal.
72

4. Strategi WT

Strategi yang berfokus pada tindakan defensif ini bertujuan untuk mengurangi kerentanan

dan menghindari bahaya. Dengan menghindari bahaya eksternal, metode WT berupaya

mengurangi kerentanan internal.

Analisis SWOT didapat dari faktor-faktor strategi eksternal dan faktor-faktor internal.

Selanjutnya penulis menyusun tabel Faktor-faktor Strategis Eksternal (External Strategic

Factors Analysis Summary/EFAS), dengan langkah sebagai berikut :

1. Menyusun faktor peluang dan ancaman pada kolom 1.

2. Memberikan bobot masing-masing faktor pada kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting)

sampai dengan 0,0 (tidak penting). Bobot dari semua faktor strategis yang berupa peluang

dan ancaman ini harus berjumlah 1.

3. Menghitung rating dalam (dalam kolom 3) untuk masing-msing faktor dengan memberi

skala mulai dari 4 (sangat baik/outstanding) sampai dengan 1 (sangat tidak baik/poor)

berdasarkan pengaruh faktor tersebut pada kondisi organisasi. Pemberian nilai rating untuk

peluang bersifat positif, artinya peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika

peluangnya kecil diberi nilai +1. Sementara untuk rating ancaman bersifat sebaliknya, yaitu

jika nilai ancamannya besar, maka ratingnya -4 dan jika nilai ancamannya kecil, maka

nilainya -1.

4. Mengalikan bobot faktor pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3. Hasilnya adalah skor

pembobotan untuk masing-masing faktor.

5. Menghitung jumlah skor pembobotan. Nilai ini adalah untuk memetakan posisi organisasi

pada diagram analisis SWOT.

Tabel 3.2
73

Faktor-Faktor Strategis Eksternal


(Eksternal Strategic Factors Analysis Summary/EFAS)

Skor
Faktor-faktor
Bobot Rating Pembobotan
Strategis Eksternal
(Bobot x Rating)

Peluang
(Opportunities/O) :

 Peluang 1 bobot peluang 1 rating peluang 1

 Peluang 2 bobot peluang 2 rating peluang 2

Jumlah O a B

Ancaman

(Threats/T) :
bobot ancaman 1 rating ancaman 1
 Ancaman 1
 Ancaman 2 bobot ancaman 2 rating ancaman 2

Jumlah T c D

Total (a+c) = 1 (b+d)

Sumber : Rangkuti, 2006

Kemudian penulis melakukan analisis faktor strategis internal adalah analisis yang

menilai prestasi/kinerja yang merupakan faktor kekuatan dan kelemahan yang ada untuk

mencapai tujuan organisasi. Seperti halnya pada Analisis Faktor Strategis Eksternal, maka
74

dengan cara yang sama menyusun tabel Faktor-faktor Strategis Internal (Internal Strategic

Factors Analysis Summary/IFAS). Bentuk tabel IFAS adalah sepeti terlihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3
Faktor-Faktor Strategis Internal
(Internal Strategic Factors Analysis Summary / IFAS)

Skor
Faktor-faktor Pembobotan
Bobot Rating
Strategis Internal (Bobot x
Rating)

Kekuatan
(Stregths/S) :

 Kekuatan 1 bobot kekuatan 1 rating kekuatan 1


 Kekuatan 2
bobot kekuatan 2 rating kekuatan 2

Jumlah S A B

Kelemahan
(Weaknesses/W):

 Kelemahan 1
bobot kelemahan 1 rating kelemahan 1
 Kelemahan 2
bobot kelemahan 2 rating kelemahan 2

Jumlah W C D

Total (a+c) = 1 (b+d)

Sumber : Rangkuti, 2006


75

DAFTAR PUSTAKA

Abdi, Husnul.2020. “Pengertian Jenis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Kenali


Perbedaannya,Gramedia, Jakarta.
Baptiste, I. (2001). Qualitative Data Analysis: Common Phase, Strategic Differences. Forum:
Qualitative Social Research, 2:3, pp.n.p, http://www.qualitative-research.net/fgs. Diakses
tanggal 09 Januari 2024.
Carvalho, Adriano Dias de. The Cooperative Development and Strategy, International Journal
of Accounting an Financial Reporting, January 2012.
Dwipradnyana, I Made Mahadi dkk. “Strategi Pengembangan Koperasi Di Era Digital Pada
Koperasi Yang Ada Di Provinsi Bali”, Majalah Ilmiah Untab, Vol. 17 No. 2 September
2020, (Bali: Untab, 2020).
Effendi, Rustam, dkk. 2018. “Konsep Koperasi Bung Hatta Dalam Perspektif Ekonomi
Syariah”, dalam Jurnal Al Hikmah, Vol. 15, No. 1.
Hendra, Testru. 2016. “Pembangunan Ekonomi Islam Dengan Pengembangan Koperasi
Syariah”, dalam Jurnal Maqdis, Vol. 1, No. 1.
Irawati, Dany Alifah, dkk. “Strategi Pengembangan Koperasi Peternak Galur Murni Di
Kabupaten Jember”, Jurnal Aplikasi Bisnis dan Manajemen Vol. 3 No. 1 Januari 2017,
(Bogor: IPB, 2017).
Latif, Syarifudin. “Strategi Meningkatakan Pendapatan Usaha Pertokoan Koperasi Pegawai
Republik Indonesia (KPRI) “Amal Bhakti” Kantor Kementrian agama Banjarnegara “,
dalam Tesis (Yogyakarta:STIE Widya Wiwaha). 2016.
Moonti, Usman. 2016. Bahan Ajar Mata Kuliah Dasar-Dasar Koperasi. Interpena:Yogyakarta.
Noviantia, Syamsu Hadi. “Pengaruh Pengetahuan Perkoperasian. Kualitas Pelayanan dan
Partisipasi Anggota Terhadap Perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) anggota KUD
Banyumanik Kota Semarang”. Dalam Economic Analysis Journal, edisi 2017.
Oxford English Dictionary. (1992). 2 ed. Oxford: Oxford University Pres
Pama, Violeta Inayah. “Peran Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Universitas Riau
Dalam Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi Anggota Di Pekanbaru”. dalam Skripsi
(Riau:Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau). 2010.
Pattilouw, Djufri Rays. Strategi Pengembangan Koperasi Di Kabupaten Buru Selatan”dalam
Jurnal Ekonomi, Vol. 11, No. 2, Edisi Desember 2017.
76

Pratiwi, Desi. “Strategi Pengembangan Koperasi Dalam Meningkatkan Laba (Studi Kasus
Koperasi Pegawai Republik Indonesia (Kpri) Guyub Rukun Kecamatan Banjarmangu,
Kabupaten Banjarnegara)” (2019).
Rahayu, Isti Evrilla. “Strategi Bisnis Dalam Meningkatkan Pendapatan Pedagang Kaki Lima Di
Alun-alun Ponorogo”, dalam Skripsi (Ponorogo:IAIN Ponorogo). 2020.
Rangkut, Freddy. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Rahmandinat, Farid, dkk. “Analisis Potensi Dan Strategi Pengembangan Usaha Koperasi
Sekunder Pegawai Republik Indonesia (Kpri) Di Provinsi Riau” dalam jurnal Tepak
Manajemen Bisnis, Vol. 12, No. 3, Edisi Juli 2020.
Samsu. 2017. Metodologi Penelitian (Teori Dan Aplikasi Penelitian Kualitatif, Kuantitatif,
Mixed Methods, serta Research & Development). Pusaka:Jambi.
Setianingrum, Maria Erra. “Pengaruh Partisipasi Anggota dan Pelayanan Kredit Terhadap
Keberhasilan Usaha Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Kopekoma Kota
Magelang”. dalam Skripsi (Semarang:Universitas Negeri Semarang). 2013.
Siyoto. Sandu dan Ali Sodik. 2015. Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta:Literasi Media
Publishing.
Solihin, M dan Ratmono, D. 2013. Analisis SEM-PLS dengan Warp PLS 3.0 untuk Hubungan
Nonlinier dalam Penelitian Sosial dan Bisnis. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:Alfabeta.
Suhartono, Imam. 2011. “Strategi Pengembangan Koperasi Berorientasi Bisnis”, dalam Jurnal
Among Makarti, Vol. 4, No. 7.
Syaiful, Muhammad dan hasan Aedy. 2016. “Strategi Koperasi Dalam Meningkatkan
Kesejahteraan Anggota”, dalam Jurnal Progres Ekonomi Pembangunan, Vol. 1, No. 1.
UU No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian
Vance, C. D. (1955). Functional Control and Corporate Performance in Large Scale Industrial
Enterprises. University of Massachusetts, Amherst.
Vance, C. D. (1968). The Corporate Director: A Critical Evaluation. Ill: Dow Jones-
Irwin, Homewood.
Weir, C. and D. Laing. (1999). The Governance-Performance Relationship: The Effects of
Cadbury Compliance on UK Quoted Companies. Paper disajikan pada European
Accounting Conference. 28 April 1999, Bordeaux, Perancis.
Wulandari. Mei dan Entri Sulistari. 2018.” Strategi Pengembangan Koperasi (Studi Kasus Pada
Koperasi Simpan Pinjam Mentai Dana Mandiri Salatiga)”, dalam artikel FKIP Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga.
Yuananda, Ardhuan. “Strategi Pengembangan Koperasi Samitra Kecamatan Semarang Selatan
Kota Semarang”, dalam Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 2, No.3.
77

Yukl, G. and C. M. Falbe. (1991). Importance of Different Power Sources in Downward and
Lateral Relations. Journal of Applied Psychology, Vol. 76, No. 3, pp.416-424.
Zald, M. (1986). The Sociology of Enterprise, Accounting and Budget Rules: Implication for
Original Theory. Accounting, Organization and Society, Vol. 11, pp.327-340. Diakses
tanggal 16 Januari 2006, dari ABI/INFORM Global Distance.

You might also like