You are on page 1of 97

ASUHAN KEPERAWATAN PRE DAN POST PADA Sdr.

Z DENGAN
FRAKTUR DIGITI I PEDIS DEXTRA DI RUANG KARMEL RUMAH
SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Presentasi Kasus Perawat Orientasi Tahun 2024
Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus

Disusun Oleh:

Alfina Yuan Febriyani, Amd. Kep


KATA PENGATAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan hikmah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan “Asuhan Keperawatan Pada Tn. Z Dengan FRAKTUR
DIGITI I PEDIS DEXTRA DI Ruang Karmel Rumah Sakit Mardi Rahayu
Kudus”. Dalam proses penyusunan asuhan keperawatan ini penulis
mendapatkan bantuan dan bimbingan dari banyak pihak untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Pujianto, M.Kes selaku Direktur Utama Rumah Sakit Mardi Rahayu
Kudus
2. Ns. Kusmiyarsih, S.Kep selaku Kepala Ruang Karmel Rumah Sakit Mardi
Rahayu Kudus
3. Ns. Kudri Astuti, S.Kep selaku pembimbing saya yang selalu memberikan
kesempatan,meluangkan waktu, tenaga, dan arahan kepada penulis untuk
menyeselaikan tugas asuhan keperawatan ini.
4. Kedua orang tua saya yang selalu memberikan support dan doa.
5. Seluruh rekan-rekan perawat dan staff ruang karmel yang selalu banyak
membantu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan asuhan keperawatan ini masih


jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan asuhan
keperawatan ini.

Kudus, 22 Januari 2024

Penul

i
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHUALUAN....................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Tujuan Penulisan...........................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4

A. Konsep Dasar Penyakit.................................................................................4

1. Definisi.......................................................................................................4

2. Anatomi Fisiologi......................................................................................6

3. Etiologi.....................................................................................................12

4. Klasifikasi................................................................................................13

5. Manifestasi Klinik....................................................................................14

6. Patofisiologi.............................................................................................15

7. Pathyway..................................................................................................16

8. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................17

9. Penatalaksanaan.......................................................................................17

B. Konsep Dasar Operasi.................................................................................21

1. Konsep Dasar Pre Operasi.......................................................................21

2. Konsep Kecemasan..................................................................................23

C. Konsep Dasar Post Operasi.........................................................................26

1. Definisi Post Operasi...............................................................................26

2. Jenis Operasi............................................................................................27

3. Konsep Nyeri............................................................................................29

D. Konsep Dasar Keperawatan........................................................................32

ii
1. Konsep Asuhan Keperawatan Pre Operasi..............................................32

2. Konsep Asuhan Keperawatan Post Operasi.............................................38

BAB III TINJAUAN KASUS..............................................................................43

A. Asuhan Keperawatan Pre Operasi...............................................................43

B. Asuhan Keperawatan Post Operasi.............................................................61

BAB IV PENUTUP..............................................................................................80

A. Simpulan......................................................................................................80

B. Saran............................................................................................................80

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................81

LAMPIRAN-LAMPIRAN...................................................................................84

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang baik karena trauma,
tekanan maupun karena adanya kelainan patologis (Pelawi & Purba,
2019). Fraktur dapat disebabkan oleh adanya trauma langsung maupun
trauma tidak langsung, diakibatkan oleh adanya benturan pada lengan
bawah yang menyebabkan fraktur tulang radius dan ulna merupakan
contoh dari trauma langsung. Jatuh bertumpu pada tangan yang
menyebabkan fraktur pada tulang klavikula atau radius distal merupakan
contoh dari trauma tidak langsung. Akibat dari trauma pada tulang
tergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Trauma tajam yang
langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan fraktur
dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut fraktur terbuka
(Sjamsuhidajat, 2017).
Penatalaksanaan Fraktur salah satunya dengan Open Reduction
Internal Fixation (ORIF). ORIF adalah tindakan medis dengan
pembedahan untuk mengembalikan posisi tulang yang patah. Tujuannya
dari tindakan orif adalah untuk mengembalikan fungsi pergerakan tulang
dan stabilisasi sehingga pasien diharapkan untuk memobilisasi lebih awal
setelah operasi (sudrajat, Waronah, E.Riyanti, dkk, 2019). Penelitian
sagaran, manjas dan Rassyid (2017) menunjukan presentase sebanyak
77,5% penanganan fraktur dilakukan pembedahan ORIF.
Masalah keperawatan yang umum terjadi pada pasien post operasi
ORIF fraktur yaitu Nyeri akut, gangguan mobilisasi dan resiko infeksi
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Tindakan pembedahan dan
terpasanganya gips menyebabkan pasien mengalami kesulitan
menggerakkan anggota tubuh sehingga menjadi gangguan mobilitas fisik
seperti sulit bergerak,berjalan,dan berpakaian. (Smelzer dan Bare, 2013).
Berdasarkan data Badan Kesehatan dunia World Health of Organization
(WHO) tahub 2020 menyatakan bahwa insiden fraktur semakin

1
meningkat, tercatat terjadi fraktur kurang lebih 13 juta jiwa dengan angka
pravelensi sebesar 2,7%. Kasus fraktur pada ekstermitas atas menempati
posisi kedua paling tinggi diindonesia yaitu 32,7%, setelah fraktur pada
ekstermitas bawah yaitu 67,9% (Kementrian Kesehatan RI, 2018).
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah korban kecelakaan lalu
lintas diwilayah Jawa tengah pada tahun 2018 tercatat jumlah korbaan
yang meninggal 4115 jiwa, korban dengan luka berat 97 jiwa, korban
dengan luka ringan 21967 jiwa.
Dari data yang didapat dari rekam medis di Rumah Sakit Mardi Rahayu
Kudus selama 3 tahun terakhir 2021-2023 ditemukan sebanyak 221 pasien
dengan fraktur digiti pedis di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus dan 7
pasien diruang karmel dengan fraktur digiti pedis .
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas maka penulis tertarik
untuk menyusun laporan berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PRE
DAN POST ORIF PADA Tn Z DENGAN FRAKTUR DIGITI I PEDIS
DEXTRA DI RUANG KARMEL RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU
KUDUS”

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Menerapkan Asuhan Keperawatan Pre dan Post operasi pada pasien
dengan fraktur digiti II di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus
khususnya diruang karmel dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang meliputi pengkajian,diagnose keperawatan,
intervensi, implementasi, evaluasi.

2. Tujuan Khusus
a) Laporan Asuhan Keperawatan ini dibuat untuk memenuhi masa
tugas orientasi pada tahun 2024
b) Dapat melakukan pengkajian pada Tn. Z dengan Fraktur digiti I
pedis dextra di Rumah Sakit Mardi Rahayu kudus.

2
c) Dapat menegakkan diagnose keperawatan pada Tn. Z dengan Fraktur
digiti I pedis dextra di Rumah Sakit Mardi Rahayu kudus.
d) Dapat membuat perencanaan tindakan keperawatan yang sesuai
dengan masalah keperawatan yang ada pada pasien Tn. Z dengan
Fraktur digiti I pedis dextra di Rumah Sakit Mardi Rahayu kudus.
e) Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn. Z dengan
Fraktur digiti I pedis dextra di Rumah Sakit Mardi Rahayu kudus.
f) Melakukan evaluasi dari pelaksanaan tindakan keperawatan yang
telah dilakukan pada pasien Tn. Z dengan Fraktur digiti II pedis
dextra di Rumah Sakit Mardi Rahayu kudus.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang baik karena trauma,


tekanan maupun karena adanya kelainan patologis (Pelawi & Purba,
2019). Fraktur dapat disebabkan oleh adanya trauma langsung maupun
trauma tidak langsung, diakibatkan oleh adanya benturan pada lengan
bawah yang menyebabkan fraktur tulang radius dan ulna merupakan
contoh dari trauma langsung. Jatuh bertumpu pada tangan yang
menyebabkan fraktur pada tulang klavikula atau radius distal
merupakan contoh dari trauma tidak langsung. Akibat dari trauma pada
tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Trauma
tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan
fraktur dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut fraktur
terbuka (Sjamsuhidajat, 2017). Close fraktur adalah patah tulang yang
tidak menyebabkan robeknya kulit (Smeltzer & Bare, 2002).
Tulang pedis adalah bagian paling bawah dari rangkaian tulang
ekstremitas bawah yang terdiri dari 7 buah tulang tarsal (tarsus), 5 buah
tulang metatarsal (metatarsus), dan 14 buah tulang phalanx (jari kaki).
Tujuh buah tulang tarsal membentuk setengah bagian posterior dari
tulang pedis. Tulang talus dan calcaneus menempati dua per tiga bagian
posterior dari tulang tarsal atau disebut hindfoot. Tulang cuboideum,
naviculare, dan tiga buah tulang cuneiform menempati satu per tiga
bagian anterior dari tulang tarsal atau disebut midfoot. Tulang
metatarsal menghubungkan tulang tarsal bagian posterior dengan tulang
phalanx bagian anterior. Secara bersama-sama tulang metatarsal dan
tulang phalanx membentuk setengah dari bagian anterior tulang pedis
atau disebut forefoot (Moore et al., 2018).
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang
rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan

4
umum, fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan tulang itu
sendiri, serta jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap. (Zairin Noor, 2016).
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu
tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga
sering kali terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan
keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau
ligamen yang robek, saraf yang putus, atau pembuluh darah yang pecah
sehingga dapat menjadi komplikasi pemulihan klien ( Black dan
Hawks, 2014).
Nyeri menurut (International Assossiation for The Study of Pain)
IASP adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan aringan yang actual atau potensial atau
cenderung merusak jaringan. Definisi keperawatan tentang nyeri adalah,
apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang
mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya (Brunner
& Suddarth’s, 2016). Nyeri adalah persepsi dalam kondisi sadar yang
dihasilkan dari stress lingkungan, dan muncul jika individu tidak
berhasil untuk menghindar dari situasi yang berbahaya dan terjadi
kerusakan. Nyeri merupakan pengalaman personal dan subjektif, dan
tidak ada dua individu yang merasakan nyeri dalam pola yang identic.
Nyeri biasanya dikaitkan dengan beberapa jenis kerusakan jaringan,
yang merupakan tanda peringatan (J.M. Black & Hawks, 2014).
Penyebab/Faktor predisposisi Menurut (Wahid, 2013) fraktur dapat
di sebabkan beberapa hal antara lain yaitu:
1) Kekerasan langsung Kekerasan langsung menyebabkan patah
tulangpada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering
bersifat fraktur terbuka dengan garis patahan melintang atau
miring
2) Kekerasan tidak langsung Kekerasan tidak langsung
menyebabkan patah tulang yang jauh dari tempat terjadinya

5
kecelakaan. Biasanya bagian patah adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat tarikan otot
sengat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, serta
penarikan
Open Reduction Internal Fixation (ORIF) adalah suatu
jenis operasi dengan pemasangan internal fiksasi yang dilakukan
ketika fraktur tersebut tidak dapat direduksi secara cukup dengan
close reduction, untuk mempertahankan posisi yang tepat pada
fragmen fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi
fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami
pergerakan. Internal fiksasi ini berupa intra medullary nail,
biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe
fraktur transvers (Potter & Perry, 2016). Open Reduction Internal
Fixation (ORIF) adalah sebuah prosedur bedah medis, yang
tindakannya mengacu pada operasi terbuka untuk mengatur
tulang, seperti yang diperlukan untuk beberapa patah tulang,
fiksasi internal mengacu pada fiksasi sekrup dan piring untuk
mengaktifkan atau memfasilitasi penyembuhan (Brunner &
Suddarth, 2015).

2. Anatomi Fisiologi
a) Tulang Pedis
Tulang pedis adalah bagian paling bawah dari rangkaian tulang
ekstremitas bawah yang terdiri dari 7 buah tulang tarsal (tarsus), 5
buah tulang metatarsal (metatarsus), dan 14 buah tulang phalanx
(jari kaki). Tujuh buah tulang tarsal membentuk setengah bagian
posterior dari tulang pedis. Tulang talus dan calcaneus menempati
dua per tiga bagian posterior dari tulang tarsal atau disebut
hindfoot. Tulang cuboideum, naviculare, dan tiga buah tulang
cuneiform menempati satu per tiga bagian anterior dari tulang

6
tarsal atau disebut midfoot. Tulang metatarsal menghubungkan
tulang tarsal bagian posterior dengan tulang phalanx bagian
anterior. Secara bersama-sama tulang metatarsal dan tulang
phalanx membentuk setengah dari bagian anterior tulang pedis atau
disebut forefoot (Moore et al., 2018).

Menurut (Moore et al., 2014) anatomi pedis antara lain :


1) Tarsal (kaki bagian posterior atau proksimal)
Tulang tarsal berjumlah tujuh buah tulang yang terdiri dari tulang
talus, calcaneus, cuboideum, naviculare, dan tiga buah tulang
cuneiform. Tulang talus merupakan satu-satunya yang
berartikulasi dengan tulang tungkai atau tulang calcaneus.
 Talus (tulang pergelangan)

7
Anatomi tulang talus terdiri dari corpus (tubuh), collum
(leher), dan caput (kepala). Permukaan bagian superior
atau trochlea tali, dicengkeram oleh dua buah tulang
malleolus dan mendapatkan beban tubuh dari tulang tibia.
Tulang talus merupakan satu-satunya tulang dari tarsalia
yang tidak memiliki perlekatan otot atau tendinosa.
Sebagian besar permukaan tulang talus dilapisi oleh tulang
lunak atau cartilage atau articularis. Corpus talus menahan
trochlea di bagian superior kemudian menyempit menjadi
processus posterior yang menggambarkan sulcus untuk
tendo flexor halluces longus, kemudian diapit oleh
tuberculum lateral yang menonjol dan tuberclum medial
yang kurang menonjol. Tulang talus berartikulasi di
bagian superior dengan tulang tibia dan fibula pada sendi
ankle, di bagian inferior dengan tulang calcaneus, dan di
bagian anterior dengan tulang naviculare. Tulang talus
terdiri dari bagian corpus (tubuh), collum (leher), dan
caput (kepala). Bagian corpus (tubuh) secara langsung
berartikulasi dengan tulang tibia dan fibula di bagian
distal, bagian collum (leher) berartikulasi dengan tulang
calcaneus, dan bagian caput (kepala) berartikulasi dengan
tulang naviculare (Lawrence E, 2019).

8
a) Calcaneus (tulang tumit)
Calcaneus adalah tulang terbesar dan terkuat yang terdapat pada
tulang-tulang penyusun pedis. Fungsi tulang calcaneus pada
saat tubuh berdiri adalah membawa sebagian besar beban tubuh
dari tulang talus ke lantai. Sebesar dua pertiga permukaan
superior tulang calcaneus berartikulasi dengan tulang talus dan
pada permukaan anterior tulang calcaneus berartikulasi dengan
tulang cuboideum. Permukaan sisi lateral pada tulang calcaneus
memiliki crista oblique, trochlea fibulae, yang berfungsi
mengaitkan tendon untuk evertor kaki (otot yang
menggerakkan telapak kaki menjauh dari planum medianum).
Tulang calcaneus pada bagian posterior memiliki prominentia
yang berfungsi untuk menahan berat massif tuber calcanei, dan
juga memiliki tuberculum di bagian medial, lateral, dan
anterior. Tulang calcaneus bagian tuberculum media menempel
pada lantai selama manusia berdiri.
b) Tulang Naviculare
Tulang naviculare merupakan tulang yang berbentuk seperti kapal
yang terletak diantara caput tali di bagian posterior dan tiga
tulang cuneiform di bagian anterior. Permukaan sisi medial dari
tulang naviculare berproyeksi di sisi inferior untuk membentuk
tuberositas ossis navicularis, merupakan suatu tempat penting
yang berfungsi sebagai tempat tendon karena batas sisi medial
kaki tidak terletak di atas lantai seperti batas sisi lateral. Bagian
tersebut membentuk arcus longitudinalis pedis, yang harus di
topang pada bagian tengah. Tuberositas apabila terlalu
menonjol akan menyebabkan bagian medial sepatu tertekan
sehingga menyebabkan nyeri pada kaki.
c) Tulang Coboideum

9
Tulang cuboideum adalah tulang yang posisinya terletak di sisi
paling lateral pada baris distal pedis yang berbentuk kubus.
Permukaan sisi lateral dan sisi inferior tulang terdapat
tuberositas ossis cuboidei yang merupakan suatu sulcus untuk
tendo musculus fibularis longus.
d) Tulang Cuneiform
Tulang cuneiform terdiri dari tiga buah tulang yang dibagi
berdasarkan struktur posisinya pada tulang penyusun pedis
yaitu mediale (I), intermedial (II), dan lateral (III). Tulang
cuneiform medial adalah tulang yang ukurannya paling besar
dan tulang cuneiform intermedia adalah tulang yang ukurannya
paling kecil. Setiap tulang cuneiform berartikulasi dengan
tulang naviculare di sisi posterior dan dasar dari tulang
metatarsal yang sesuai dengan sisi anteriornya. Tulang
cuneiform sisi lateral juga berartikulasi dengan tulang
cuboideum.
2) Metatarsal (kaki anterior atau distal)
Tulang metatarsalia terdiri dari lima tulang yang diberi nomor dari
sisi medial ke sisi lateral kaki. Artikulasi tulang kaki yang
disebut tarsometatarsalia membentuk linea tarsometatarsalia
oblique yang menggabungkan titik tengah batas medial dan
lateral yang lebih pendek daripada kaki, sehingga metatarsal
dan phalanxes terletak di separuh sisi anterior dan tarsalia
terletak di separuh sisi posterior. Tulang metatarsal digiti I
ukurannya lebih pendek dan lebih kuat daripada tulang pedis
yang lain, sedangkan metatarsal digiti II ukurannya paling
panjang diantara tulang pedis yang lain. Setiap tulang
metatarsal mempunyai dasar pada sisi proksimal corpus, dan
caput di sisi distal. Dasar dari setiap tulang metatarsal
berartikulasi dengan tulang cuneiform dan cubodieum,
sedangkan caput beratikulasi dengan tulang phalanx dibagian
proksimalis. Dasar pada tulang metatarsal digiti I dan V

10
memiliki tuberositas besar yang memberikan perlekatan bagi
tendon. Permukaan plantar caput metatarsal digiti I terdapat
ossa sesamoidea dibagian sisi medial dan sisi lateral yang
menonjol. Semua tulang tersebut tertanam dalam tendon yang
berada di sepanjang permukaan plantar.
3) Phalanx
Tulang phalans berjumlah 14 tulang yang terdiri dari digiti I (ibu
jari) yang memiliki 2 bagian tulang phalanx yaitu sisi
proksimal dan sisi distal, serta 4 jari lain memiliki 3 bagian
tulang phalanx yaitu sisi proksimal, sisi medial, dan sisi distal.
Struktur tulang phalanx digiti I adalah pendek, lebar, dan kuat
sedangkan phalanxes sisi medial dan sisi distal digiti V dapat
menyatu saat memasuki usia lanjut. Tulang pedis membentuk
suatu unit fungsional yang dapat dilakukan penyebaran beban
pada bidang yang luas untuk mempertahanka keseimbangan
ketika berdiri, memungkinkan penyesuaian terhadap berbagai
permukaan, dan melakukan absorpsi tabrakan. Tulang-tulang
phalanx juga memindahkan beban dari tumit ke kaki depan
sesuai dengan kebutuhan saat berjalan dan berlari.
a. Arcus Pedis
Tulang ekstremitas bawah khususnya kaki memiliki
fleksibilitas sehingga mengalami deformasi saat terjadi
kontak antara kaki dengan lantai dikarenakan tulang
pedis terdiri dari banyak tulang yang saling berartikulasi
dibantu oleh ligamentum sehinggamengabsorpsi lebih
banyak tumbukkan. Arcus longitudinalis dan arcus
transversa secara pasif menopang dan menyusun tulang
tarsalia dan tulang metatarsalia, kemudian secara aktif
ditahan oleh tendon-tendon yang fleksibel sehingga
menambah kemampuan untuk menahan berat dan gaya
pegas pada kaki. Maka dari itu, daya yang jauh lebih
kecil dengan durasi yang lebih lama di transmisikan

11
melalui sistem skeletal. Fungsi arcus pada pedis yaitu
menyebarkan beban pada kaki, penyerapan terhadap
benturan antar tulang, sebagai penumpu selama berjalan,
berlari, dan melompat. Sifat dari arcus pedis yang lentur
dapat meningkatkan kemampuan pada kaki untuk
menyesuaikan terhadap perubahan kontur permukaan
yang dilewati. Sistem kerja dari arcus pedis yaitu seluruh
berat tubuh dipindahkan dari tulang tibia ke tulang talus,
lalu beban di pindahkan ke sisi posterior dari tulang
calcaneus dan ke sisi anterior dari tulang sesamoidea
metatarsali digiti I dan caput metatarsal digiti II,
kemudian tekanan tersebut dibagi ke sisi lateral dengan
caput metatarsal digiti III sampai V sebagai kenyamanan
dan keseimbangan. Titik-titik penahan berat yang
terdapat di arcus pedis memiliki struktur yang relatif
elastis, kemudian menjadi sedikit rata apabila diberikan
beban tubuh saat berdiri. Dalam keadaan normal arcus
pada pedis akan kembali ke bentuk kurvatura asli (recoil)
saat tubuh diangkat. Pars lateralis dan pars medialis
merupakan penyusun dari arcus pedis longitudinalis.
Keduanya bekerja sama secara fungsional dengan arcus
pedis transversus sebagai suatu kesatuan, berfungsi
menyebarkan beban tubuh ke seluruh arah. Arcus pedis
longitudinalis medialis terdiri dari tulang calcaneus,
tulang talus, tulang naviculare, tiga tulang cuneiform,
dan tiga tulang metatarsal.

3. Etiologi
Fraktur terjadi karena kelebihan beban mekanis pada suatu tulang, saat
tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan yang
mampu ditanggungnya. Jumlah gaya pasti yang diperlukan untuk
menimbulkan suatufraktur dapat bervariasi, sebagian bergantung pada

12
karakteristik tulang itusendiri. Fraktur dapat terjadi karena gaya secara
langsung, seperti saat sebuah benda bergerak menghantam suatu area
tubuh di atas tulang. Mekanisme trauma fraktur distal radius pada
dewasa muda yaitu jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,
maupun cedera pada olahraga. Pada dewasa tua, fraktur distal radius
dapat terjadi dari mekanisme dengan tenaga yang kecil seperti terjatuh
saat sedang berdiri atau berjalan (fragile fracture). Mekanisme yang
paling sering terjadi adalah jatuh dengan posisi dorsofleksi pada
pergelangan tangan dengan sudut bervariasi, seringkali antara 40-90
derajat. Trauma dengan energi tinggi yang diakibatkan oleh kendaraan
bermotor dapat menyebabkan fraktur kominutif atau displaced pada
distal radius. (Egol KA, Koval KJ, 2015).

4. Klasifikasi

Fraktur secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :

a) Complete Fractures
Complete fractures atau fraktur sempurna merupakan fraktur
dengan fragmen tulang terbelah menjadi dua atau lebih. Fraktur
transversal umumnya fragmen tulang tidak sampai berpindah
tempat, sedangkan pada fraktur impact fragmen tulang masih
menjadi satu menyebabkan garis fraktur tidak nampak jelas.
Gambaran fraktur yang terdapat di radiograf dapat digunakan
untuk memprediksi tindakan selanjutnya.
b) incomplete Fractures
ncomplete fracture atau fraktur tidak sempurna merupakan fraktur
dengan fragmen tulang tidak terbelah menjadi dua dan
periosteum tetap dalam kontinuitas. Fraktur greenstick
merupakan jenis fraktur dimana tulang akan melengkung atau
menjadi bengkok (digambarkan seperti patahan ranting yang
belum kering). Sering terjadi pada anak-anak karena tulangnya
lebih lunak daripada tulang orang dewasa. Fraktur pada anak-

13
anak juga dapat menyebabkan kelainan bentuk pada tulang
karena tidak terdapat retakan pada citra radiograf. Terdapat juga
fraktur yang menyebabkan tulang mengalami konselosa
menyilang yang disebut fraktur kompresi dan biasanya terjadi
pada orang dewasa.
c) Fraktur Tulang Talus
Fraktur talus dapat diklasifikasikan berdasarkan pembagian area
anatominya yaitu : kepala, leher, dan tubuh. Fraktur pada tubuh
tulang talus merupakan jenis fraktur yang paling sering terjadi
dengan prosentase sekitar 61% dan fraktur yang paling jarang
terjadi adalah fraktur pada kepala. 29% kasus fraktur talus yang
terjadi melibatkan fraktur pada bagian kepala dan leher, leher
dan tubuh, atau keseluruhan dari area anatomi tulang talus
(Caracchini et al., 2018).

5. Manifestasi Klinik
a) Nyeri
Menurut Parjoto (2006) nyeri adalah rasa yang tidak
menyenangkan dan merupakan pengalaman emosional yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual maupun
potensial dan terkadang nyeri digunakan untuk menyatakan
adanya kerusakan jaringan. Penyebab nyeri dapat disebabkan
oleh karena adanya rangsangan mekanisme, kimiawi danfisik
yang menimbulkan kerusakan pada suatu sistem jaringan.
b) Keterbatasan Lingkup Gerak Sendi
Keterbatasan lingkup gerak sendi merupakan suatu keadaan
dimana sendi tidak dapat digerakkan secara penuh.
Permasalahan ini disebabkan karena adanya nyeri sehingga
menyebabkan pasien takut atau tidak ingin bergerak dan
beraktivitas.
c) Penurunan Kekuatan Otot

14
Penurunan kekuatan otot terjadi jika dalam waktu yang lama dan
terjadi karena otot tidak digunakan secara maksimal. Maka
sering disebut disuse atrophy, masalah tersebut perlu dilakukan
penanganan dengan cepat berupa latihan-latihan gerak sehingga
memungkinkan terjadinya masalah tersebut kecil.
d) Functional Limitation
Pada functional limitation terdapat adanya keterbatasan aktivitas
fungsional seperti (1) Pasien kesulitan dalam dressing, (2)
Pasien kesulitan dalam aktifitas feeding, dan (3) Pasien
kesulitan ketika bathing.
e) Disability
Disability merupakan ketidakmampuan pasien dalam
melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan
disekitarnya yaitu pasien kesulitan mengikuti kegiatan
pengajian rutin yang mengharuskan pasien mengendarai motor
menuju ke tempat pengajian tersebut.

6. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma baik
secara langsung ataupun tidak langsung. Selain karena trauma, faktor
patologis juga dapat mempengaruhi terjadinya fraktur. Pada saat tulang
mengalami fraktur, terjadi kerusakan pembuluh darah yang akan
mengakibatkan pendarahan, maka volume darah akan menurun.
Cardiac Out Put (COP) menurun maka terjadi perubahan perfusi
jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi
edema lokal dan maka terjadi penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang akan
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai
tulang dan dapat terjadi gangguan neurovascular yang menimbulkan
nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu, fraktur
terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat
terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan

15
jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit (Andra
& Yessie, 2018)

16
7. Pathyway

Trauma, Patologis,

Degenerasi, Spontan
Gangguan
Fraktur Nyeri pola tidur

Pendarahan
Kerusakan Kehilangan cairan/ Tindakan ORIF
diperiostem pendarahan
Intregitas
Luka terb
Kerusakan Syok hipovolemik ( pasang p
kulit
jaringan plat,kawa
Cedera
vaskuler Peradangan Kekurangan
Luka operasi ,
volume cairan
terputusnya kontiunitas
Kerusakan rangka Perubahan jaringan
neuromuskular perfusi jaringan
Dipasang infus ,
tranfusi darah
Kurang informasi
Gangguan
Kerusakan
mobilitas fisik
intregitas kulit Resiko infeksi
Kurang
pengetahuan

Sumber ( Nurarif & Hardhi, 2015)

17
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan penunjang yang perludilakukan adalah sebagai berikut.:
b) X-ray , bertujuan menentukan lokasi/ luasnya fraktur
c) Scan tulang, bertujuan memperlihatkan fraktur lebih jelas,
mengidentifikasikerusakan jaringan lunak
d) Anteriogram, bertujuan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler
e) Hitung darah lengkap, ditandai hemokonsentras
f) meningkat, menurun padaperdarahan, peningkatan leukosit sebagai respon
terhadap peradangan
g) Kreatinin, ditandai trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klirensginjal
h) Profil koagulasi, ditandai perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah,transfusi atau cedera hati.

9. Penatalaksanaan
Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke posisi semula
dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang. Cara
pertama penangan adalah proteksi saja tanpa reposisi atau imobilisasi, misalnya
menggunakan mitela. Biasanya dilakukan pada fraktur iga dan fraktur klavikula
pada anak. Cara kedua adalah imobilisasi luar tanpa reposisi, biasanya dilakukan
pada patahtulang tungkai bawah tanpa dislokasi. Cara ketiga adalah reposisi
dengan cara manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi, biasanya dilakukan pada
patah tulang radius distal. Cara keempat adalah reposisi dengan traksi secara
terus- menerus selamamasa tertentu. Hal ini dilakukan pada patah tulang yang
apabila direposisi akan terdislokasi di dalam gips. Cara kelima berupa reposisi
yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar. Cara keenam berupa reposisi
secara non- operatif diikuti dengan pemasangan fiksator tulang secara operatif.
Cara ketujuh berupa reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna yang
biasa disebut dengan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Cara yang
terakhir berupa eksisi fragmen patahantulang dengan prostesis (Sjamsuhidayat
dkk, 2010). Menurut (Istianah,2017) penatalaksanaan medis antara lain :
• Diagnosis dan penilaian fraktur
Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan untuk
18
mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai
untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
• Reduksi
Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran
garis tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka.
Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk
menarik fraktur kemudian,kemudian memanipulasi untuk mengembalikan
kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal atau kurang
memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka. Reduksi terbuka
dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal untuk mempertahankan
posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat fiksasi interrnal
tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan plat. Alat-alat tersebut
dimasukkan ke dalam fraktur melalui pembedahan ORIF (Open Reduction
Internal Fixation). Pembedahan terbuka ini akan mengimobilisasi fraktur
hingga bagiantulang yang patah dapat tersambung kembali.
• Retensi
Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan
mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat
atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang
mengalami fraktur.
• Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah
pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan.
Menurut Kneale dan Davis (2011) latihan rehabilitasi dibagi menjadi tiga
kategori
yaitu :
a) Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien
mempertahankanrentang gerak sendi dan mencegah timbulnya
pelekatan atau kontraktur jaringan lunak serta mencegah strain
berlebihan pada otot yang diperbaiki post bedah.
b) Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan
meningkatkan pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang
sehat, katrol atau tongkat. Latihan penguatan adalah latihan aktif
19
yang bertujuan memperkuat otot. Latihanbiasanya dimulai jika
kerusakanjaringan lunak telah pulih, 4-6 minggu setelah
pembedahan atau dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan
ekstremitas atas.
10. Komplikasi

Secara umum komplikasi fraktur terdiri atas komplikasi awal dan

komplikasilama (Karna, 2018).

A Komplikasi Awal
a) Syok.
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Hal inibiasanay terjadi pada fraktur. Pada beberapa
kondisi tertentu, syok neurogenik sering terjadi pada fraktur femur
karena rasa sakit yang hebat pada pasien. Kerusakan Arteri.
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh : tidak adanya
nadi : CRT (Cappillary Refil Time) menurun, sianosis bagian
distal,hematoma yang lebar, serta dingin pada ekstremitas yang
disebabkan olehtindakan emergensy pembidaian, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakanreduksi, dan pembedahan.
b) Sindrom Kompartemen Sindrom kompartemen
Suatu kondisi dimanaterjadi terjebaknya otot, tulang, saraf, dan
pembuluh darah dalam jaringan parut akibat suatu pembengkakan
dari edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Kondisi sindrom kompartemen akibat komplikasi
fraktur hanya terjadi pada fraktur yang dekat dengan persendian
dan jarang terjadi pada bagian tengah tulang. Tanda khas untuk
sindrom kompartemen adalah 5P : yaitu pain (nyeri lokal),
paralysis (kelumpuhan tungkai), pallor (pucat bagian distal),
parestesia (tidak ada sensasi) dan pullselesness (tidak ada denyut
nadi, perfusi yang tidak baik, dan CRT >3 detik pada bagian distal
kaki).

20
c) Infeksi.
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (suferpisial) dan
masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin (ORIF).
d) Avaskular Nekrosis. Avaskular nekrosis (AVN) terjadi karena
aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa
menyebabkan nekrosis tulang dan diawalidengan adanya
Volkman’s Ischemia.
e) Sindrom Emboli Lemak Sindrom emboli lemak (flat embolism
syndrom- FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
padakasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sesl-sel
lemak yang dihasilkan sumsum tulang kuning masuk ke aliran
darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang
ditandai dengan gangguan pernapasa, takikardi, hipertensi, taipnea,
dan demam.
B Komplikasi Lama
f) Delayed Union Delayed. Union merupakan kegagalan fraktur
berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
sembuh atau tersambung dengan baik. Ini desebabkan karena
penurunan suplai darah ke tulang. Delayed union adalah fraktur
yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan (tiga bulan
untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak
bawah).
g) Non-union. Disebut non-union apabila fraktur tidak sembuh dalam
waktu antara6-8bulan dan tidak terjadi konsolidasi sehingga
terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi
tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama infeksi yang disebut
sebagai infected pseudoarthrosis.Mal-union.

21
B. Konsep Dasar Operasi
1. Konsep Dasar Pre Operasi
a. Definisi Pre Operasi

Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh


(Smeltzer and Bare, 2008). Sementara itu Himpunan Perawat Kamar Bedah
Indonesia mendefinisikan tindakan operasi sebagai prosedur medis yang
bersifat invasif untuk diagnosis, pengobatan penyakit, trauma, dan
deformitas (HIPKABI, 2014). Pre operasi adalah tahap yang dimulai ketika
ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri ketika pasien
dikirim ke meja operasi. Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal
dari keperawatan perioperatif. Tahap ini merupakan awalan yang menjadi
kesuksesan tahap-tahap berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap
ini, akan berakibat fatal pada tahap berikutnya (HIPKABI, 2014).
Pengkajian secara integral dari fungsipasien meliputi fungsi fisik biologis
dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu
operasi. Persiapan sebelum operasi sangat penting dilakukan untuk
mendukung kesuksesan tindakan operasi. Persiapan operasi yang dapat
dilakukan diantaranya persiapan fisiologis merupakan persiapan yang
dilakukan mulai dari persiapan fisik, persiapan penunjang, pemeriksaan
status anastesi sampai informed consent. Selain persiapan fisiologis,
persiapan psikologis atau persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah
pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak
siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisik pasien (Smeltzer &
Bare, 2008).

b. Konsep Periopratif

Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk


menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien. Kata perioperatif adalah gabungan dari tiga
fase pengalaman pembedahan yaitu : pre operatif, intra operatif dan post
operatif (Hipkabi, 2014). Kata perioperatif adalah gabungan dari tiga fase
pengalaman pembedahan yaitu : pre operatif, intra operatif dan post operatif

22
(Kozier et al, 2010). Dalam setiap fase tersebut dimulai dan diakhiri dalam
waktu tertentu dalam urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah,
dan masing – masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan
yang luas yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan prose
keperawatan dan standart keperawatan (Brunner & Suddarth, 2010).

c. Fase Pre operatif


Fase pre operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi
bedah dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup
aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan
pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre
operatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan serta
pembedahan (HIPKABI, 2014).

d. Fase Intra operatif


Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk kamar bedah dan berakhir
saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan (HIPKABI, 2014). Lingkup
aktivitas keperawatan pada fase ini mencakup pemasangan infus,
pemberian medikasi intravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis
menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan
pasien. Dalam hal ini sebagai contoh memberikan dukungan psikologis
selama induksi anastesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu
mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-
prinsip kesimetrisan tubuh (Smeltzer, 2010).
e. Fase Post Operatif
Fase post operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan
(recovery room) dan berakhir berakhir dengan evaluasi tindak lanjut di
ruangan rawat inap, klinik, maupun di rumah. Pada fase ini focus
pengkajian meliputi efek agen anastesi dan memantau fungsi vital serta
mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada
peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan
indak lanjut, serta rujukan untuk penyembuhan, rehabilitasi, dan
pemulangan (HIPKABI, 2014).

23
2. Konsep Kecemasan
a. Pengertian
Pengertian Ansietas menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) adalah
kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek yang
tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017). Kecemasan yaitu suatu perasaan tidak santai
yang samar-samar karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai
suatu respons (penyebab tidak spesifik atau tidak ketahui oleh individu).
Perasaan yang takut tidak menentu sebagai sinyal yang menyadarkan
bahwa peringatan tentang bahaya akan dating dan memperkuat individu
mengambil tindakan menghadapi ancaman. Kejadian dalam hidup yang
menghadapi tuntunan, persaingan, serta bencana dapat membawa dampak
terhadap kesehatan fisik dan psikologis. Yang berdampak pada psikologis
dan menimbulkan kecemasan (Yusuf, Fitryasari & Nihayanti 2015).
Kecemasan merupakan penilaian dan respon emosional terhadap sesuatu
yang berbahaya. Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti
dan tidak berdaya. Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan
dalam hubungan interpersonal. Kecemasan merupakan suatu perasaan
yang berlebihan terhadap kondisi ketakutan, kegelisahan, bencana yang
akan datang, kekhawatiran atau ketakutan terhadap ancaman nyata atau
yang dirasakan (Saputro & Fazrin, 2017). Menurut Kurniati dkk., (2017)
kecemasan adalah respons yang tidak terfokus, membaur, yang
meningkatkan keaspadaan individu terhadap sebuah ancaman, nyata atau
dalam imaginasinya.
b. Tingkat Kecemasan
Menurut Mardjan (2016), tingkat kecemasan atau yaitu:
1) Cemas ringan merupakan perasaan bahwa ada sesuatu yang
berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori
meningkat dan membantu individu menfokuskan perhatian untuk
belajar, menyelesaikan masalah, berfikir, bertindak, merasakan,
dan melindungi dirinya sendiri.

24
2) Cemas sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada
sesuatu yang benar-benar berbeda, individu menjadi gugup atau
agitasi.
3) Cemas berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu
berbeda dan ada ancaman. Memperhatikan respons takut dan
distress. Ketika individu mencapai tingkat tertinggi ansietas, panic
berat, semua pemikiran rasional berhenti dan individu tersebut
mengalami respons fight
4) Panik berhubungan dengan ketakutan terror, karena mengalami
kehilangan kendali. Orang yang mengalami panic atau tidak
mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan, panic
melibatkan disorganisasi kepribadian, dengan panic terjadi
peningkatan aktivitas motoric, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan
kehilangan rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan
kehidupan dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama,
dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.

c. Alat Ukur Kecemasan


Skala Kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) Kecemasan
dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan menurut alat ukur
kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala
HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada
munculnya symptom pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut
skala HARS terdapat 14 symptom yang nampak, setiap item yang
diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 (Nol Persent) sampai dengan 4
(severe) sebagai berikut :
1) Perasaan cemas (ansietas) yang ditandai dengan cemas, firasat
buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.
2) Ketegangan yang ditandai dengan merasa tegang, lesu, tidak dapat
istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar,
gelisah.
3) Ketakutan ditandai dengan ketakutan pada gelap, ketakutan
ditinggal sendiri, ketakutan pada orang asing, ketakutan pada
25
binatang besar, ketakutan pada keramaian lalu lintas, ketakutan
pada kerumunan orang banyak
4) Gangguan tidur ditandai dengan sukar masuk tidur, terbangun pada
malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak
mimpi-
5) Gangguan kecerdasan ditandai dengan sukar konsentrasi, daya
ingat buruk, daya ingat menurun.
6) Perasaan depresi ditandai dengan kehilangan minat, sedih, bangun
dini hari, kurangnya kesenangan pada hobi, perasaan berubah
sepanjang hari
7) Gejala sensorik ditandai oleh tinitus, penglihatan kabur, muka mera
dan pucat, merasa lemah, perasaan ditusuk-tusuk.
8) Gejala somatik (otot) ditandai dengan nyeri pada otot, kaku,
kedutan otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil.
9) Gejala kardiovaskuler ditandai oleh takikardi (denyut jantung
cepat) berdebar-debar, nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa
lesu/lemas seperti mau pingsan, detak jantung menghilang berhenti
sekejap.
10) Gejala pernapasan ditandai dengan rasa tertekan atau sempit di
dada, perasaan terkecik, merasa nafas pendek/sesak, sering menarik
nafas panjang.
11) Gejala gastrointestinal ditandai dengan sulit menelan, mual, perut
melilit, gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum dan setelah
makan, rasa panas di perut, perut terasa kembung atau penuh,
muntah, buang air besar lembek, kehilangan berat badan, sukar
buang air besar (konstipasi).
12) Gejala urogenital ditandai oleh sering buang air kecil, tidak dapat
menahan kencing, tidak datang bulan (tidak haid), darah haid
berlebihan, darah haid amat sedikit, masa haid berkepanjangan,
masa haid amat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan,
menjadidingin (frigid), ejakulasi dini, ereksi melemah, ereksi
hilang, impoten.
13) Gejala otonom ditandai dengan mulut kering, muka merah, mudah
berkeringat, pusing, sakit kepala, kepala terasa berat, bulu-bulu
26
berdiri.Perilaku sewaktu wawancara ditandai dengan gelisah, tidak
tenang,
14) jari gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus
ototmeningkat, nafas pendek dan cepat, muka merah.

Cara penilaian kecemasan :

0 = Tidak ada gejala sama sekal

1 = Satu dari gejala yang ada

2 = Sedang/separuh dari gejala yang ada

3 = Berat/lebih dari ½ gejala yang ada

4 = Sangat berat semua gejala ada

Penilaian derajat kecemasan dengan cara :

- Skor kurang dari 14 = Tidak ada kecemasan

- Skor 14 – 20 = Kecemasan ringan

- Skor 21 – 27 = Kecemasan sedang

- Skor 28 – 41 = Kecemasan berat

- Skor 42 – 56 = Kecemasan berat sekali/panik

C. Konsep Dasar Post Operasi


1. Definisi Post Operasi
Post Operasi adalah periode yang dimulai dari selesainya prosedur operasi dan
pemindahan pasien ke area khusus untuk pemantauan seperti unit perawatan pasca
anestesi (PACU) dan dapat dilanjutkan setelah keluar dari rumah sakit sampai
semua pembatasan dicabut. Sementara untuk pasien yang dalam kondisi kritis
setelah dilakukan operasi akan langsung dipindahkan dari ruan operasi ke dalam
ruang perawatan intensif (ICU) (Donna D. Ignatavicius, et al., 2016). Setelah
prosedur operasi selesai, pasien memasuki masa postoperative. Periode post op
membutuhkan pengawasan ketat saat pasien selesai dari anestesi. Pasien kemudian
akan dipindahkan ke ruangan yang lain pada hari yang sama untuk menjalani

27
perawatan postoperative (Jim Keogh, 2019). Dapat disimpulkan bahwa periode
perawatan postoperative adalah periode perawatan yang dimulai sejak pasien
selesai dilakukan tindakan operasi dengan melakukan pengawasan ketat terhadap
perubahan kondisi kesehatan selama berada di ruang pemulihan atau ruang
perawatan pos anestesia hingga pasien dipindahkan ke ruang rawat biasa dan
kemudian pasien dibolehkan untuk keluar dari rumah sakit.

2. Jenis Operasi
Jenis-jenis operasi bedah cukup beragam di mana ini berdasarkan pada pada
bagian tubuh yang perlu dibedah, seberapa mendesak pembedahan tersebut harus
segera dilaksanakan, jumlahsayatan yang pasien butuhkan, penggunaan alat, serta
tujuan pembedahan. Di bawah ini ada beberapa kategori jenis tindakan bedah
yaitu :
 Berdasarkan Jenis prosedur
1. Reseksi
2. Amputasi
3. Bedah rekontruksi
4. Bedah kecantikan
5. Cangkok
6. Penanaman Kembali
 Berdasarkan alat yang digunakan
1. Bedah mikroskopi
2. Bedah endoskopi
3. Bedah robotic
4. Bedah laser
 Berdasarkan jenis sayatan
1. Laparatomi
2. Laparaskopi
 Berdasarkan bagian tubuh
1. Bedah tulang
2. Bedah jantung
3. Bedah saluran pencernaan
4. Bedah mulut

28
Tindakan pembedahan pada ORIF dibagi menjadi 2 jenis metode
menurut (Kristanto, 2016), yaitu meliputi :

a) Reduksi Terbuka
Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan
diteruskan sepanjang bidang anatomi menuju tempat yang
mengalami fraktur. Fraktur diperiksa dan diteliti. Fragmen yang
telah mati dilakukan irigasi dari luka. Fraktur direposisi agar
mendapatkan posisi yang normal kembali. Sesudah reduksi
fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat ortopedik
berupa: pin, skrup, plate, dan paku.
Keuntungan : Reduksi Akurat, stabilitas reduksi tertinggi,
pemeriksaan struktur neurovaskuler, berkurangnya kebutuhan
alat imobilisasi eksternal, penyatuan sendi yang berdekatan
dengan tulang yang patah menjadi lebih cepat, rawat inap lebih
singkat, dapat lebih cepat kembali ke pola ke kehidupan
normal. Kerugian : Kemungkinan terjadi infeksi dan
osteomielitis tinggi.
b) Fiksasi Internal
Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi
eksternal,biasanya pada ekstrimitas dan tidak untuk fraktu lama
Post eksternal fiksasi, dianjurkan penggunaan gips. Setelah
reduksi, dilakukan insisi perkutan untuk implantasi pen ke
tulang. Lubang kecil dibuat dari pen metal melewati tulang dan
dikuatkan pennya. Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus,
antara lain: Observasi letak pen dan area, observasi kemerahan,
basah dan rembes, observasi status neurovaskuler. Fiksasi
internal dilaksanakan dalam teknik aseptis yang sangat ketat
dan pasien untuk beberapa saat mandapat antibiotik untuk
pencegahan setelah pembedahan.

29
3. Konsep Nyeri
a. Pengertian
Nyeri merupakan perasaan tubuh atau bagian tubuh seseorang yang
menimbulkan respon tidak menyenangkan dan nyeri dapat memberikan suatu
pengalaman alam rasa (Judha, 2012). Nyeri bersifat subjektif dan tidak ada
individu yang mengalami nyeri yang sama. Perawat perlu 12 mencari
pendekatan yang paling efektif dalam upaya pengontrolan nyeri (Potter &
Perry, 2006). Nyeri dapat disebabkan oleh berbagai stimulus seperti mekanik,
termal, kimia, atau elektrik pada ujung-ujung saraf. Perawat dapat mengetahui
adanya nyeri dari keluhan pasien dan tanda umum atau respon fisiologis tubuh
pasien terhadap nyeri. Sewaktu nyeri biasanya pasien akan tampak meringis,
kesakitan, nadi meningkat, berkeringat, napas lebih cepat, pucat, berteriak,
menangis, dan tekanan darah meningkat (Lukas, 2004 cit Wahyuningsih,
2014).
b. Tingkat Nyeri

1. Skala intensitas.

10 : Sangat dan tidak dapat dikontrol oleh klien.

9, 8, 7 : Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien dengan aktifitas

yang bisa dilakukan.

6 : Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk.

5 : Nyeri seperti tertekan atau bergerak.

4 : Nyeri seperti kram atau kaku.

3 : Nyeri seperti perih atau mules.

2 : Nyeri seperti melilit atau terpukul.

1 : Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan.

0 : Tidak ada nyeri.

2. Tipe nyeri

10 : tipe nyeri sangat berat.


30
7-9 : tipe nyeri berat.

4-6 : tipe nyeri sedang.

1-3 : tipe nyeri ringan.

c. Alat Ukur Nyeri


Ada beberapa cara untuk membantu mengetahui akibat nyeri menggunakan
skala assessment nyeri tunggal (uni-dimensional) dan multidimensi. Skala 23
unidimensional hanya mengukur intensitas nyeri, biasanya digunakan pada
nyeri akut, dan biasa digunakan untuk evaluasi outcome pemberian analgetik.
Skala unidimensional meliputi Visual Analog Scale (VAS), Verbal Rating
Scale (VRS), Numeric Rating Scale (NRS), dan Wong Baker Pain Rating
Scale. Sedangkan skala multi-dimensional mengukur intensitas dan afektif
nyeri, biasanya diaplikasikan pada nyeri kronis, dan bisa dipakai untuk
outcome assessment klinis. Skala multidimensional meliputi McGill Pain
Questionnaire (MPQ), The Brief Pain Inventory (BPI), Memorial Pain
Assessment Card, dan Catatan harian nyeri (Pain Diary) (Yudiyanta dkk,
2015).
1. Visual Analogue Scale (VASs)

Metoda menggunakan garis sepanjang 10 cm yang menggambarkan keadaan


tidak nyeri sampai nyeri yang sangat hebat. Pasien menandai angka pada garis
yang menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan. Keuntungan
menggunakan metoda ini adalah sensitif untuk mengetahui perubahan
intensitas nyeri, mudah dimengerti dan dikerjakan, dan dapat digunakan
dalam berbagai kondisi klinis. Kerugiannya adalah tidak dapat digunakan
pada anak-anak dibawah 8 tahun dan mungkin sukar diterapkan jika pasien
sedang berada dalam nyeri hebat (Morgan, 2013; Yudiyanta dkk, 2015).

31
2. Verbal Rating Scale (VRSs)

Metoda ini menggunakan suatu word list untuk menjelaskan nyeri yang
dirasakan. Pasien disuruh memilih kata-kata atau kalimat yang
menggambarkan karakteristik nyeri yang dirasakan dari word list yang ada.
Metoda ini dapat digunakan untuk mengetahui intensitas nyeri dari saat
pertama kali muncul sampai tahap penyembuhan (Morgan, 2013; Yudiyanta
dkk, 2015). Penilaian ini menjadi beberapa kategori nyeri yaitu: - tidak nyeri
(none) - nyeri ringan (mild) - nyeri sedang (moderate) - nyeri berat (severe) -
nyeri sangat berat (very severe)
3. Numerical Rating Scale (NRSs)

Metoda ini menggunakan angka-angka untuk menggambarkan range dari


intensitas nyeri. Pasien diberikan penjelasan bahwa jika tidak ada nyeri sama
sekali diberi angka 0, sedangkan nyeri yang paling hebat diberi angka 10.
Kemudian pasien diminta derajat nyeri dalam cakupan 0 sampai 10. Untuk
mempermudah biasanya disodorkan gambar skala 0-10 pada penderita untuk

32
diminta menentukan tempat derajat nyeri yang dideritanya (Morgan, 2013;
Yudiyanta dkk, 2015).
4. The Faces Pain Scale (Wong Baker Pain Rating Scale)

Metoda ini menggunakan mimik wajah pasien dan biasanya untuk menilai
intensitas nyeri pada anak-anak. Ekspresi yang bisa dinilai mulai dari tidak
sakitsampai sangat sakit (Morgan, 2013; Yudiyanta dkk, 2015). Faces Pain
Rating Scale (untuk anak).

D. Konsep Dasar Keperawatan


1. Konsep Asuhan Keperawatan Pre Operasi
a. Pengkajian Pre Operasi
Pengkajian keperawatan pre operasi merupakan tahap pengumpulan data
terkait kondisi pasien secara keseluruhan baik fisik maupun administrative
pasien sebelum pembedahan. Dalam pengkajian pre operasi ini juga
sekaligus untuk memeriksa kelengkapan persiapan pre operasi seperti
pemeriksaan fisik dan psikologi pasien, status kesehatan secara umum,
kesiapan berkas administrasi, pemahaman pasien dan keluarga terkait operasi
dan risikonya serta mengkaji kebutuhan transportasi sebelum operasi
(HIPKABI, 2014).
A. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, Tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan
diagnose medis
B. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan Pasien seperti mengeluh nyeri
pada pada kaki bagian fraktur
C. Riwayat penyakit sekarang
Kondisi dimana penyebab terjadinya keluhan utama muncul seperti terjatuh,

33
kecelakaan, atau trauma yang lainnya.
D. Riwayat penyakit dahulu
Ditanyakan penyabab luka pada pasien dan pernahkah sebelumnya
mengidap penyakit seperti ini, adakah alergi yang dimiliki dan riwayat
pemakaian obat
E. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan fraktur ekstremitas adalah
factor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteopporosis yang sering
terjadi pada
beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetik.
F. Pemeriksaan fisik
1.Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda
seperti:
Kesadaran penderita: apats, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik,
ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
2.Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk : Tekanan Darah : normal (100/80 -140/90mmHg), Nadi :
normal (60 sampai dengan 100 x/ menit), Suhu : normal (36,5 sampai
dengan 37,5O C), RR : normal (16 sampai dengan 24 x/ menit)
3. Secara sismatik dari kepala sampai kaki
4. Sistem integumen secara umum : Warna, tekstur, turgor kulit, teraba
hangat atau dingin, ada bekas luka atau tidak
a. Kepala :Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala
b. Leher: Tidak ada gangguan yaitu simetris, yaitu tidak,ada penonjolan,
reflek menelan ada.
c. Muka: Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak ada oedema.
d. Mata: Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena
tidak terjadi pendarahan).
e. Telinga: Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
34
f. Hidung: Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung
g. Mulut dan faring: tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
pendarahan, mukosa mulut tidak pucat.
h. Thoraks: Tak ada pergerakan otot intracostae, gerakan dada simetris.
i. Paru
Inspksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi: Pergerakan sama atau simetris.
Perkusi: Suara ketok sonor, tidak ada redup atau suara tambahan
lainnya.
Auskultasi: Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
ainnya seperti stridor dan ronchi.
j. Jantung
Inspeksi: Tidak tampak iktus kordis
Palpasi: Nadi meningkat, iktus tidak teraba
Auskultasi: Suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur
k. Abdomen
Inspeksi: Bentuk datar, simetris
Auskultasi: Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
Palpasi: Tugor baik, tidak ada defands moskuer, hepar tidak teraba.
Perkusi: Suara thympani, ada pantulan gelembung cairan.
l. genetalia :Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada
kesulitan BAB, tidak ada kesulitan buat BAK
G. Pola Kesehatan Fungsional menurut Virginia Henderson
1) Bernafas secara normal
Kemampuan pasien bernafas secara normal
2) Makan dan minum yang cukup
Kebutuhan asupan makan dan minum yang adekuat sesuai dengan
kebutuhan tubuh
3) Eliminasi (buang air besar dan kecil)
Kemampuan pasien buang air besar dan buang air kecil.
4) Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan
Kemampuan pasien untuk bergerak dan menjaga posisi yang diinginkan
5) Tidur dan istirahat
35
Pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat yang adekuat
6) Memilih pakaian yang tepat
Kemampuan pasien memilih pakaian yang cocok dan sesuai.
7) Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran yang normal dengan
menyesuaikan pakaian yang digunakan
Menjaga suhu tubuh dalam batas normal dengan menyesuaikan pakaian
dan kondisi lingkungan yang mungkin berubah.
8) Menjaga kebersihan diri dan penampilan
Kemampuan pasien menjaga tubuh tetap bersih dan terawat.
9) Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Pemenuhan kebutuhan rasa nyaman dan aman terhindar dari bahaya yang
bisa memperparah kondisi
10) Berkomunikasi
Kemampuan dalam berkomunikasi dengan orang lain dan
mengekspresikan emosi, keinginan, rasa takut dan pendapat.
11) Beribadah sesuai agama dan kepercayaan
Kemampuan memenuhi kebutuhan spiritual dalam beribadah sesuai
dengan keyakinan.
12) Bekerja
Kemampuan dalam bekerja sebagai modal untuk membiayai kebutuhan
hidup sesuai dengan kemampuan.
13) Bermain atau berpatisipasi dalam berbagai bentukrekreasi
Pemenuhan kebutuhan bermain atau terlibat dalam kegiatan rekreasi.
14) Kognitif Persepsi
Adanya sakit kepala, pusing, masalah penglihatan dan pendengaran,
kehilangan sensasi
kebas, geli, atau terbakar.

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk


membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawata melibatkan proses berfikir
kompleks tentang data yang dikumpulkan dar klien, keluarga, rekam medik dan
pelayanan kesehatan yang lain (Bararah & Jaurah, 2018).

36
1) Nyeri Akut (D.0077)
2) Ansietas (D.0080)
3)
2. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan pada pasien pre operasi menurut (SIKI, 2018) dan
(SLKI, 2018) adalah sebagai berikut

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


1. Nyeri akut Setelah dilakukan SIKI : Manajemen Nyeri
tindakan Observasi :
(0077)
keperawatan, maka a. Identifikasi lokasi,
masalah karakteristik, durasi,
Nyeri Akut akan teratasi frekuensi, kualitas,
dengan intensitas nyeri
Kriteria Hasil : b. Identifikasi skala nyeri
Tingkat nyeri Terapeutik :
a. Keluhan nyeri, dengan Berikan teknik
skor 3 nonfarmakologis
(sedang) untuk mengurangi rasa nyeri
b. Meringis, dengan skor Edukasi :
3 Jelaskan penyebab, periode,
(sedang) dan
pemicu nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
analgetik
2. Ansietas Tujuan : : Setelah Reduksi Ansietas (I.09314)
(D.0080) dilakukan Observasi:
tindakan keperawatan ▪ Identifikasi saat tingkat
diharapkan tingkat ansietas berubah
ansietas ▪ Identifikasi kemampuan
(L.09093) menurun mengambil keputusan
Kriteria hasil: ▪ Monitor tanda-tanda
55 ansietas
a. Perilaku gelisah pasien Terapeutik:
menurun ▪ Ciptakan suasana
b. Pola tidur pasien teraupetik untuk
meningkat menumbuhkan
c. Verbalisasi kepercayaan
kebingungan ▪ Temani pasien untuk
menurun mengurangi kecemasan,
d. Verbalisasi khawatir jika memungkinkan
akibat ▪ Pahami situasi yang
kondisi yang dihadapi membuat ansietas
menurun ▪ Dengarkan dengan penuh
e. Perilaku tegang pasien perhatian

37
menurun ▪ Gunakan pendekatanyang
tenang dan meyakinkan
▪ Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan Edukasi
▪ Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
▪ Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis, pengobatan,
dan prognosis ▪ Anjurkan
keluarga untuk
tetap bersama pasien
▪ Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan
▪ Latih teknik relaksasi

3. Implementasi Keperawatan
Impementasi keperawatan merupakan tahap dimana perawat melakukan tindakan
atau melaksanakan intervensi keperawatan pre operasi yang telah disusun
sebelumnya. Adapun dapat terjadi perubahan sesuai dengan kondisi dan
perkembangan pasien dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Implementasi
keperawatan ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan intervensi yang telah
disusun.
4. Evaluasi
Evaluasi keperawatan yang dilakukan adalah evaluasi proses dan hasil dari
tindakan implemantasi yang telah dilakukan oleh perawat yang mengacu pada
tujuan dan kriteria hasil yang sudah dibuat. Keberhasilan intervensi yang telah
dilakukan oleh perawat dapat dilihat dari hasil evaluasi. Evaluasi dibagi menjadi 2
(dua) tipe menurut Suarni & Heni (2017) yaitu :
a. Evaluasi proses (formatif)
Evaluasi ini menggambarkan hasil observasi dan analisis perawat
terhadap respon klien segera setelah dilakukan tindakan. Evaluasi formatif
dilakukan secara terus-menerus sampai tujuan yang telah ditentukan
tercapai.
b. Evaluasi hasil (sumatif)
Evaluasi yang dilakukan setelah semua semua aktivitas proses

38
keperawatan selesai dilakukan. Menggambarkan rekapitulasi dan
kesimpulan dari observasi dan analisis status kesehatan klien sesuai
dengan kerangka waktu yang ditetapkan dari awal post operasi sampai
pasien pulang atau sampai batas waktu tujuan awal asuhan keperawatan.

2. Konsep Asuhan Keperawatan Post Operasi


Pengkajian Post Operasi
Pengkajian keperawatan yang dilakukan dari mulai pasien dipindahkan
dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery room),
perawatan post anastesi di ruang pemulihan (recovery room), hingga
transportasi pasien keruang rawat, perawatan di ruang rawat inap sampai
pasien pulang (HIPKABI, 2014).
A. Keluhan Utama
Meliputi keluhan yang dirasakan setelah melakukan operasi
B. Riwayat kesehatan Sekarang
Terdapat luka setelah tindakan operasi pada bagian tubuh tertentu dengan
karakteristik bewarna merah, terasa lembut, bengkak, hangat, terasa nyeri
C.Laporan Operasi
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan dengan
menggunakan prosedur invasif, dengan tahapan membuka atau menampilkan
bagian tubuh yang ditangani. Pembukaan bagian tubuh yang dilakukan
tindakan pembedahan pada umumnya dilakukan dengan membuat sayatan,
setelah yang ditangani tampak, maka akan dilakukan perbaikan dengan
penutupan serta penjahitan luka (Sjamsuhidayat & Jong, 2016). Pembedahan
dilakukan untuk mendiagnosa atau mengobati suatu penyakit, cacat atau
cedera, serta mengobati kondisi yang tidak mungkin disembuhkan dengan
tindakan atau obat-obatan sederhana (Potter, P.A, Perry, 2016).
D. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : keadaan pasien saat diambil dari ruang recovery sampai
dengan di ruangan perawatan. Tanda yang perlu dicatat adalah kesadaran
pasien dengan menggunakan GCS (Gasglow Coma Scale) (apatis, sopor,
koma, gelisah, kompos metis) kesakitan atau keadaan penyakit (akut,
kronik, ringan, sedang, berat), kondisi mual muntah efek pemberian

39
anestesi.
2) Tanda-Tanda Vital
- Tekanan Darah : normal (120/80 mmHg)
- Nadi : normal (60 sampai dengan 100 x/ menit)
- Suhu : normal (36,5 sampai dengan 37,5O C)
- RR : normal (16 sampai dengan 24 x/ menit)
3) Head To Toe
4) Kondisi post operasi
- Keadaan balutan secara umum
- Kondisi kebutuhan kenyamanan pasien
- Karakteristik nyeri post operasi
E. Pola Kesehatan Fungsional menurut Virginia Henderson
1. Makan dan minum yang cukup
Kebutuhan asupan makan dan minum yang adekuat sesuai dengan
kebutuhan tubuh
2. Eliminasi (buang air besar dan kecil)
Kemampuan pasien buang air besar dan buang air kecil.
3. Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan
Kemampuan pasien untuk bergerak dan menjaga posisi yang diinginkan
4. Tidur dan istirahat Pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat yang adekuat
5. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Pemenuhan kebutuhan rasa nyaman dan aman terhindar dari bahaya yang
bisa memperparah kondisi
6. Bekerja
Kemampuan dalam bekerja sebagai modal untuk membiayai kebutuhan
hidup sesuai dengan kemampuan.
7. Kognitif Persepsi
Adanya kecemasan mengenai kondisi seperti sakit kepala, pusing, masalah
penglihatan
danpendengaran, kehilangan sensasi kebas, geli, atau terbakar.
2.3.2.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk


membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawata melibatkan proses

40
berfikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dar klien, keluarga, rekam
medik dan pelayanan kesehatan yang lain (Bararah & Jaurah, 2018).

Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan post Operasi Orif
fraktur digiti I & II:

1) Nyeri Akut (D.0077)


2) Gangguan mobilitas fisik (D-0054)
3) Resiko infeksi (D-0142)
2.3.2.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan pada pasien pre operasi menurut (SIKI, 2018) dan
(SLKI, 2018) adalah sebagai berikut :

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


1. Nyeri akut Setelah dilakukan SIKI : Manajemen Nyeri
tindakan Observasi :
(0077)
keperawatan, maka a. Identifikasi lokasi,
masalah karakteristik, durasi,
Nyeri Akut akan teratasi frekuensi, kualitas,
dengan intensitas nyeri
Kriteria Hasil : b. Identifikasi skala nyeri
Tingkat nyeri Terapeutik :
-Keluhan nyeri, dengan Berikan teknik
skor 3 nonfarmakologis
(sedang) untuk mengurangi rasa nyeri
-Meringis, dengan skor 3 Edukasi :
(sedang) Jelaskan penyebab, periode,
dan
pemicu nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
analgetik
2. Gangguan Tujuan : : Setelah SIKI: Dukungan ambulasi
dilakukan O:
mobilitas
tindakan keperawatan a. Identifikasi adanya nyeri
fisik (D- diharapkan pergerakan atau keluhan fisik lainnya
ektremitas meningkat b. Monitor frekuensi jantung
0054)
dengan kriteria hasil : dan tekanan darah sebelum
-pergerakan ektremitas memulai ambulasi
meningkat c. Identifikasi toleransi fisik
- nyeri menurun melakukan ambulasi
T:
a.Fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu (mis tongkat
,truk)

41
b.Libatkan keluarga untuk
membantu bpasien dalam
meningkatkan ambulasi
E:
a.Anjurkan melakukan
ambulalasi dini
3. Resiko Tujuan : Setelah SIKI: Perawatan luka
dilakukan tindakan O:
infeksi (D-
keperawatan diharapkan a.Monitor karateristik luka
0142) resiko infeksi menurun (mis
dengan kriteria drainase,warna,ukuran,bau)
-Nyeri menurun b.Monitor tanda-tanda infeksi
-Kemerahan menurun T:
a.Lepaskan balutan dan plester
secara perlahan
b.Bersihkan dengan cairan
NACL
c.Berikan salep yang sesuai
dengan jenis kulit/lesi
d.Pasang balitan sesuai jenis
luka
e. Pertahankan teknik steril
saat melakukan perawatan
luka
f. Ganti balutan sesuai jumlah
eksudat dan drainase
E:
a.Anjurkan mengomsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
K:
Kolaborasi pemberian
antibiotic, jika perlu

2.3.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ketikan melakukan implementasi intervensi
dilaksanakan sesuai rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan kemampuan
interpersonal, intelektual, dan teknikal, intervensi harus dilakukan dengan
cermat
dan efisien paa situasi yang tepat, keamanan fisik dan fisiologi dilindungi dan
didokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan.

2.3.2.5 Evaluasi

42
Evaluasi keperawatan yang dilakukan adalah evaluasi proses dan

hasil dari tindakan implemantasi yang telah dilakukan oleh perawat yang

mengacu pada tujuan dan kriteria hasil yang sudah dibuat. Keberhasilan

intervensi yang telah dilakukan oleh perawat dapat dilihat dari hasil evaluasi

43
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Asuhan Keperawatan Pre Operasi


Pengkajian

Tanggal pengkajian : 11 Januari 2024

Jam pengkajian : 04.00 WIB

Diagnosa medis : Fraktur Digiti I Pedis Dextra

1. Identitas Pasien
Nama : Sdr. Z
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Pendidikan : SMA
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Karang sambung, Kudus
Pekerjaan : Wiraswasta

Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 61 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Karang sambung, Kudus
Hubungan dengan pasien : Ibu Pasien

2. Keluhan Utama : Pasien mengatakan nyeri pada jari kaki kanan


3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien adalah seorang laki-laki bernama Sdr. Z
berusia 25 tahun dengan status belum menikah, pendidikan terakhir pasien SMA.
Pasien datang ke IGD Rs Mardi Rahayu Kudus pada tanggal 11 Januari 2024

44
pukul 20.31 WIB dengan keadaan composmentis, dengan keluhan nyeri pada jari
kaki kanan, nyeri akibat tabrakan motor dengan motor pada sore hari, pasien
khawatir jika jari kakinya patah sesampainya di IGD Rs Mardi Rahayu dilakukan
pemeriksaan dan memperoleh hasil TTV TTV; TD:116/88mmHg, Nadi:
111x/mnt, RR: 20x/mnt, Suhu: 37oC, SaO2: 98, rapi, laboratorium yang meliputi :
FBC, RDT, CT, BT,Skrining, dan pemeriksaan Rontgen foto wrish joint pedis dan
mendapat terapi infus RL 20 tpm, ketorolac 1 amp, ranitidine 1 amp oleh dokter
jaga di IGD, Pasien dibawa keruangan pada tanggal 12 Januari 2024 jam 04.00
WIB.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah dirawat : pasien tidak pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya..


Penyakit kronik dan menular : pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit
kronik dan menular
Riwayat kontrol : pasien tidak ada Riwayat control
Riwayat penggunaan obat : pasien mengatakan hanya mengkonsumsi obat biasa di
warung jika ada sakit ringan seperti flu, batuk, dan obat dari resep dokter keluarga
Ketika sakit
Riwayat alergi : pasien tidak mempunyai alergi obat maupun yang Lainnya
Riwayat operasi : pasien mengatakan tidak pernah dioperasi sebelumnya.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit TB paru, DM
maupun hipertensi.

45
6. Genogram

Keterangan:

: Laki- laki

: Perempuan

: Menikah

: Garis keturunan

: Meninggal

: Satu rumah

: Pasien

7. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : pasien tampak sakit sedang, pasien tampak meringis
Vital Sign
Tekakan darah : 145/104 mmHg
Nadi : 70 x/menit
Suhu : 36,3 ◦c
Respiratoty : 20 x/menit
SaO2 : 98%

46
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 M6 V5
2. 2. Pemeriksaan Nyeri :
P : nyeri pada pergelangan tangan kanan akibat terjatuh di
Sungai
Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk
R : pergelangan tangan kanan
S : skala nyeri 5 dari rentan nyeri terus menerus
8. Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional menurut Virginia Henderson
1. Pola Bernafas
- Sebelum sakit : Pasien dapat bernafas secara spontan
- Selama sakit : Pasien tidak ada keluhan, dapat bernafas secara spontan tanpa
bantuan oksigen
2. Makan dan minum yang cukup
- Sebelum sakit : Pasien tidak ada keluhan makan dan minum, pasien makan
3x sehari dengan menu nasi, lauk dan sayur, pasien memenuhi kebutuhan
cairan dengan minum kurang lebih 8 gelas sehari
- Selama sakit : Pasien dilakukan puasa untuk persiapan operasi pada 17
November 2023 selama 8 jam sebelum operasi
3. Eliminasi (buang air besar dan kecil)
- Sebelum sakit : Pasien tidak ada keluhan BAB dan BAK, BAB sehari
sekali, BAK tanpa bantuan alat
- Selama sakit : Pasien menggunakan pispot untuk BAK
4. Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan
- Sebelum sakit : Pasien tidak ada keluhan saat melakukan aktifitas
- Selama sakit : Pasien mengatakan aktifitasnya terbatas, karena saat
bergerak kaki kanan terasa nyeri dan susah saat bergerak atau berpindah
5. Tidur dan istirahat
- Sebelum sakit : Pasien tidak ada keluhan, pasien memenuhi kebutuhan
istirahat dan tidur kurang lebih 8 jam sehari
- Selama sakit : Pasien mengatakan sering terbangun karna nyeri pada kaki
Kanan.
6. Memilih pakaian yang tepat
- Sebelum sakit : Sebelum sakit pasien dapat memilih pakaianya sendiri,
47
tanpa bantuan orang lain
- Selama sakit : Selama sakit pasien pasien mengenakan pakaian dari
Rumah sakit, dengan bantuan orang lain
7. Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran yang normal dengan
menyesuaikan pakaian yang digunakan
- Sebelum sakit : Sebelum sakit pasien dapat memilih pakaianya sendiri
menyesuaikan dengan kondisi cuaca saat panas atau dingin
- Selama sakit : Selama sakit pasien mengenakan pakaian dari Rumah sakit,
dengan bantuan orang lain
8. Menjaga kebersihan diri dan penampilan
- Sebelum sakit : Sebelum sakit pasien dapat menjaga kebersihan diri dan
penampilan tanpa bantuan orang lain, mandi 2x sehari
- Selama sakit : Selama sakit pasien dibantu keluarga dan perawat untuk
menjaga kebersihan diri dan penampilan dengan sibin 2x sehari diatas
tempat tidur
9. Kebutuhan rasa aman dan nyaman:
- Sebelum sakit : Sebelum sakit pasien dapat memenuhi kebutuhan rasa
nyaman dan aman secara mandiri, pasien dapat menghindari dari ancaman
bahaya
- Selama sakit : Selama sakit pasien dibantu keluarga dan perawat untuk
menjaga rasa aman dan nyaman, dengan menaikkan penghalang saat tidur
dan membantu memposisikan pasien dengan nyaman
10. Berkomunikasi:
- Sebelum sakit : Sebelum sakit Pasien tidak ada hambatan dalam
berkomunikasi, Pasien berkumonikasi sehari-hari mengunakan bahasa
indonesia
- Selama sakit : Selama sakit pasien pasien terbatas berkomunikasi dengan
tetangga sekitar, hanya melalui media sosial
11. Beribadah sesuai agama dan kepercayaan
- Sebelum sakit : Sebelum sakit pasien dapat melakukan sholat tanpa ada
hambatan atau bantuan
- Selama sakit : Selama sakit pasien berdoa tempat tidur
12. Bekerja

48
- Sebelum sakit : Sebelum sakit pasien bekerja menjadi karyawan sebuah
spbu mini dikudus
- Selama sakit : Selama sakit pasien tidak bisa bekerja
13. Bermain atau berpatisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi
- Sebelum sakit : Sebelum sakit pasien dapat mengikuti kegiatan
dimasyarakat seperti pengajian rutin.
- Selama sakit : Selama sakit pasien tidak dapat mengikuti kegiatan di
masyarakat
14. Kognitif Persepsi
- Sebelum sakit : Sebelum sakit Pasien tidak mengatakan tidak pernah nyeri
hebat, dan cemas
- Selama sakit : pasien mengatakan tidak mengatkan tidak mengetahui
tentang penyakit yang dialami Pasiennya, Pasien mengatakan kaki takut
kalau tidak bisa semubuh total, Pasien mengatakan baru pertama kali
mengalami patah tulang dan tidak bisa di gerakkan, Pasien mengatkan
takut karna baru pertamakali akan di lakukan tindakan operasi.
- Skala Hars (LAMPIRAN): total nilai 21 yang artinya kecemasan sedang
9. Pemeriksaan Penunjang ( laborat, foto radiologi )
Hasil Radiologi
Hari/Tanggal : Kamis , 11/01/2024 Pemeriksaan : X-FOTO
PEDIS KANAN:
Klinis : Struktur ossa pedis kanan baik
- Avulasi/ loose bodies pars proxsimalphalank proximal digiti I os pedis
kanan
- Tak tampak dislokasi pedis joint –angkle joint kanan
KESAN

49
Nama : Sdr. Z RM : 637xxx
Tanggal Periksa : 12-01-2024 Jam : 02:45

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


HEMATOLOGI
Complete Blood Count/CBT
Hemoglobin 13.8 g/dl 13.2-17.3
Lekosit 11.20 10^3/ul 3.6-11.0
MCV 76 Fl 80-100
MCH 28 Pg 26-34
MCHC 37 g/dl 32-36
Hematokrit 37.80 % 41-52
Trombosit 221 10^3/ul 150-400
Eritrosit 5.0 10^6/ul 4.40-5.90
RDW 13.8 % 11.5-14.5
PDW 11.1 Fl 10-18
MPV 9.2 Fl 6.8-10
Golongan darah& Rhesus
Golongan Darah AB
Rhesus Positif
Gula darah sewaktu 89 Mg/Dl 75-110
Natrium 139.8 Mmol/L 135-147
Kalium 3.27 Mmol/L 3.5-5.1
Kalcium 8.6 Mg/Dl 8.8-10.3
MUNOSEROLOGI

50
HbsAg Stik Negatif Negatif

10. Terapi Medis

Nama obat Dosis Cara pemakaian Indikasi


Ketorolac Inj IV Obat yang digunakan untuk
menghilangkan rasa sakit
seperti sakit kepala, sakit
gigi, radang sendi, dan
nyeri otot.
Ranitidine Inj IV Obat ini biasa digunakan
dalam pengobatan tukak
lambung, gastroesofageal
refluks disease (GERD),
infeksi Helicobacter pylori,
atau sindrom Zollinger-
Ellison.
RL 500ml 20 tpm IV Untuk membantu
keseimbangan
air dan elektrolit dalam
tubuh
Inf 20 tpm IV Untuk membantu perbaikan
Hydromal cairan ektraseluler pada
keadaan turunnya volume
cairan interstisial yang
tidak disebabkan oleh
pendarahan abnormal atau
berlebiban.
Inj 2 x 1 gr IV Untuk mencegah infeksi
Cefriaxon saat operasi
Inj 300mg IV Untuk mencegah infeksi
Neminos 2x1 vial
Maxigesic 3 x 1 vial IV Untuk membantu
mengurangi nyeri saat

51
setelah operasi
Inj Pranza 1 x 1 ampl IV Digunakan untuk
meredakan gejala nyeri ulu
hati akibat meningkatnya
asam lambung

3.1.2 Analisa Data Pre operasi

No Hari/ Data Fokus Etiologi Problem


Tanggal/
Jam
1. Jumat/2- DS : Pasien mengatakan Agen Nyeri akut
01- nyeri pencedera (D-0077)
24/04.00 Pada jari kaki fisik
WIB kanan, karena tertabrak
motor
P : Nyeri akibat fraktur
Q : Seperti di tusuk – tusuk
R : nyeri di jari kaki kanan
S : Skala 5
T : terus menerus
DO :
- Keadaan umum pasien
baik
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak menahan
nyeri
- Skala nyeri 5
- Monitoring TTV :
TD : 145/104 mmHg,
N :70 x/menit
S : 36,4C
RR : 20 x/menit

52
Spo2 : 98%
2. Jumat/2- DS : Ansietas Kekhawatira
01- - Pasien mengatakan cemas (D.0080) n
24/04.00 dan khawatir mengalami
WIB - Pasien mengatakan baru kegagalan
pertama kali operasi
- Pasien mengatakan takut
jika operasi gagal
DO :
- Pasien tampak gelisah
- Pasien tampak cemas dan
khawatir
- Skala cemas 27

3.1.3 Prioritas Masalah

Berdasarkan dari hasil analisis pre operasi maka didapatkan prioritasmasalah

yaitu :

a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (D.0077)


b. Ansietas b.d Kekhawatiran mengalami kegagalan (D.0080)

3.1.4 Intervensi Pre Operasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1. Nteri Akut (D- Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.08238)
0077) b.d agen perawatan 1x 24jam Observasi :
pencedera maka masalah Nyeri • Identifikasi
fisik Akut lokasi,karakteristik, durasi,
akan teratasi dengan frekuensi, kualitas,
kriteria hasil: intensitas nyeri
Tingkat Nyeri • Identifikasi skala nyeri
• Keluhan nyeri Terapeutik :
skala 1 • Berikan teknik non
(menurun) farmakologis untuk

53
• Meringis skala 1 mengurangi rasa nyeri
(menurun) Edukasi :
• Kesulitan tidur • Jelaskan stategi meredakan
skala 1 nyeri
(menurun) • Ajarkan teknik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi : Kolaborasi
pemberian
Analgetik
2. Ansietas (D- Tujuan : : Setelah Reduksi Ansietas (I.09314)
0080) b.d dilakukan tindakan Observasi: ▪ Identifikasi saat
kekhawatiran keperawatan 1 x 24 tingkat
mengalami jam ansietas berubah
kegagalan diharapkan tingkat ▪ Monitor tanda-tanda
nsietas ansietas
menurun Terapeutik:
Kriteria hasil: ▪ Temani pasien untuk
a. Perilaku gelisah mengurangi
pasien menurun kecemasan, jika
b. Pola tidur pasien memungkinkan
meningkat ▪ Pahami situasi yang
c. Verbalisasi membuat ansietas
kebingungan ▪ Gunakan pendekatan
menurun yang tenang dan
d. Verbalisasi meyakinkan
khawatir ▪ Motivasi
akibat kondisi yang mengidentifikasi situasi
dihadapi menurun yang memicu
e. Perilaku tegang kecemasan
pasien menurun Edukasi
▪ Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama

54
pasien
▪ Latih kegiatan
pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
▪ Latih teknik relaksasi

3.1.5 Implementasi Pre Operasi

No Tanggal/ Implementasi Respon TTD


Hari/ Jam
1. 12 januari Mengidentifikasi DS :
2024/juma lokasi, - Pasien mengatakan
t/ 04.00 wib karakteristik, durasi, nyeri pada jari kaki
frekuensi, kualitas, kanan
dan P : Nyeri fraktur
intensitas nyeri. pergelangan
kanan akibat
tabrakan dengan
motor
Q : Seperti di tusuk
– tusuk
R : jari kaki kanan
S : Skala 5
T : terus menerus
DO :
- Keadaan umum
pasien cukup
- Pasien tampak
meringis
- Pasien tampak
menahan nyeri
- Skala nyeri 5
- Monitoring TTV :
TD : 145/104

55
mmHg,
N : 170 x/menit
S : 36,3C
RR : 20 x/menit
SPO2 : 98%
2. 12 januari Mengidentifikasi DS :
2024/juma saat tingkat - Pasien mengatakan
t/04.10 ansietas berubah cemas dan
▪ Memonitor tanda- khawatir
tanda ansietas - Pasien mengatakan
takut jika
operasi gagal
DO :
- Pasien tampak
gelisah
- Pasien tampak
cemas dan
khawatir, Skala
cemas 27
3. 12 januari Memberikan teknik DS: Pasien
2024/juma nonfarmakologi mengatakan rasa
t/04.25 untuk mengurangi nyeri
rasa nyeri (ajarkan berkurang dan lebih
teknis nafas dalam) tenang
• Mengedukasi setelah diajarkan
penyebab, priode tehnik relaksasi
dan pemicu nyer nafas dalam.
DO :
• Pasien tampak
rileks
• Pasien tampak
mengikuti
arahan perawat saat

56
melakukan
Teknik relaksasi
nafas dalam
• Pasien tampak
lebih tenang
• Skala nyeri 4
4. Jumat 12/1/24 Memahami DS:
05.00 situasi yang - Pasien mengatakan
membuat cemas dan
ansietas khawatir sudah
Menggunakan berkurang
pendekatan yang DO :
tenang dan - Pasien tampak
meyakinkan nyaman
Memotivasi - Pasien tampak
mengidentifikasi tidak cemas
situasi yang dan tidak khawatir
memicu - Pasien tampak
kecemasan rileks
5. Mengukur tanda Ds: pasien
tanda vital mengatakan sulit
dan Monitor tanda- tidur akibat
tanda nyeri, bergerak
ansietas sedikit terasa nyeri
Do: KU sakit
sedang, Kes.CM,
Tangan
kiri terpasang Arm
sling, wajah tampak
menahan nyeri
- Td =
143/103Mmhg,
- N= 77x/menit,

57
- S= 36.2’C
- RR= 20 x/menit,
- SPO2= 98%
Jumat 12/1/24 1. Menjelaskan Ds : kelurga
prosedur mengatakan
operasi, termasuk lebih mengerti
sensasi yang tentang
mungkin penyakit yang di
dialami alami
2. Menganjurkan oleh Sdr. Z
keluarga Do :
untuk tetap bersama - Keluarga sudah
pasien memahami dan
setuju
untuk tindakan yang
di berikan mulai
dari persiapan
operasi hingga
operasi
- Pasien dan
keluarga sudah
menanda
tangani persetujuan
tindakan Operasi
Jumat/12/1/24 Melakukan s : pasien
pengkajian nyeri mengatakan nyeri
dan tanda-tanda vital pada
Kaki kanan
- P : Pasien
mengatakan nyeri
saat
digerakan
- Q : seperti terusuk-

58
tusuk
- R : kaki
kanan(bahu)
- S : skala 5
- T : Hilang timbul
Do : KU sakit
sedang, Kes.CM,
- Td =
143/103Mmhg,
- N= 87x/menit,
- S= 36.4’C
- RR= 20 x/menit,
- SPO2= 97%
Jumat/12/1/24 Mengkolaborasi DS :
pemberian analgetik Pasien mengatakan
nyeri pada
Kaki
DO :
• Pasien tampak
meringis
• Skala nyeri 5
Menganjurkan DS :
keluarga untuk - Keuarga Pasien
tetap bersama mengatakan
pasien bersedia untuk tetap
bersama
Melatih kegiatan pasien
pengalihan untuk Pasien mengatakan
mengurangi bersedia
ketegangan untuk operasi
melatih teknik
Melatih teknik relaksasi untuk
relaksasi mengurangi

59
ketegangan
DO :
- Pasien tampak
nyaman
- Pasien tampak
tidak cemas
dan tidak khawatir
- Pasien tampak
rileks
Memberikan tehnik Ds : Pasien masih
non merasaa nyeri
farmakologi untuk area jari kaki kanan
mengurangi nyeri Do : pasien tampak
(teknik menahan
relaksasi nafas Nyeri
dalam)
Memfasilitasi Ds : Pasien
istirahat mengatakan belum
dan tidur bisa tidur nyenyak
Ds : Pasien tampak
lemah

c.1.6 Evaluasi

Hari/ Dx Evaluasi Ttd


Tanggal/ Kep
Jam
Jumat/ 1 S:
12-1-24/ - Pasien mengatakan nyeri pada jari
kaki
kanan
P : Nyeri fraktur jari kaki kanan
Q : Seperti di tusuk – tusuk

60
R : pergelangan tangan kanan
S : Skala 5
T : terus menerus
O:
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak menahan nyeri
- Monitoring TTV :
TD : 135/91 mmHg,
N : 74 x/menit
S : 36 C
RR : 20 x/menit
Spo2 : 98%
A :Masalah teratasi sebagian
P:Lanjutkan intervensi
- Monitor tanda-tanda vital
- Lakukan pengkajian nyeri secara
komperhensif meliputi
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi
dan factor
pencetus.
- Ajarkan pasien teknik non
farmakologi
(relaksasidistraksi, Napas dalam)
- Kolaborasikan dengan Dokter dalam
pemberian
Analgetik
2 S:
- Pasien mengatakan lebih memahami
penyakit dan
tujuan prosedur tindakan operasi
- Pasien mengatakan bersedia
mengiuti prosedur
persiapan tindakan operasi

61
O:
- Pasien sudah lebih tenang, skala 13,
dan mengatakan
lebih memahami petingnya tindakan
yang akan di
berikan manfaat untuk Pasien
- Pasien juga sudah menandatangani
persetujuan tindakan
operasi
- Pasien dan keluarga sudah siap untuk
mengikuti semua
prosedur persiapan operasi sampai
selesai operasi
A : Masalah keperawatan Ansietas
teratasi
P : hentikan Intervnsi

B. Asuhan Keperawatan Post Operasi


1. Pengkajian

Pengkajian post operasi dilakukan pada tanggal 13 Januari 2024

a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi pada ibu jari kaki kanan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien diantar dari ruang Karmel menuju ruang operasi untuk
dilakukan tindakan operasi OPEN REDUCTION pada tangal 13 Januari
2024 pada pukul 10.30 WIB. Selanjutnya pasien mendapatkan anestesi
Regional. Pada Pukul 11.30 operasi selesai dan pasien di pindahkan ke
recovery room untuk dipantau dahulu keadaan umum pasien dan di
dapatkan hasil pemeriksaan TD : 130/80 mmHg, N : 90x/mnt, S : 36OC,
RR : 20x/mnt, SaO2 : 99%. Pasien mengatakan mengantuk dan belum
dapat menggerakan kaki kanannya. Setelah keadaan membaik pasien
dipindahkan keruang Karmel pada pukul 12.00 dan didapatkan

62
pemeriksaan TD : 140/105 mmHg, S : 36OC, N: 92x/mnt, RR:20x/mnt,
SpO2 : 97%, pasien mengeluh nyeri di post operasi , terasa seperti
tertusuk-tusuk, dan nyeri hilang timbul, skala nyeri 5. Dan
menganjurkan pasien untuk memberi bantal pada kaki kiri sesuai advis
dokter,boleh minum dan makan.
c. Laporan Operasi
Tanggal Operasi : 13/01/2024
Diagnose pre-oprasi : Open Fraktur Digiti I Pedis Dextra
Diagnosa post-operasi : Fraktur Digiti I Pedis Dextra.
Nama Prosedur : Open Reduction
Jam operasi dimulai : 10.30 WIB
Jam operasi selesai : 11.30 WIB
Lama operasi : 60 menit
Jenis anestesi : Regional
Macam Pembedahan : Open Reduction
d. Pemeriksaan Fisik
1 Keadaan pasien
a) Keadaan Umum : pasien tampak sakit sedang
b) Kesadaran : Compomentis, GCS 15 (E:4, M:6. V;5)
c) Tanda tanda vital
- Tekanan darah: 140/105 mmHg
- Nadi : 92x/menit
- Pernapasan : 20x/menit
- Suhu : 36OC
- SaO2 : 98%
- TB : 170 cm
- BB : 60Kg
2 Skala nyeri (PQRST)
- P: Pasien mengatakan nyeri post operasi saat digerakan
- Q: seperti terusuk-tusuk
- R: tangan kiri
- S : skala 5
- T : Hilang timbul
3 Head to toe
63
1) Kepala
a) Bentuk Kepala : Mesochepal, tidak ditemukan adanya
benjolan pada kepala, rambut hitam
b) Kulit kepala : kulit kepala bersih tidak ada ketombe
c) Rambut : penyebaran rambut merata, warna hitam, tidak bercaban
2) Wajah
a) Wajah : wajah oval, ada luka lecet
b) Mata : mata simetris , tidak ada pembekakan pada kelopak mata
c) Hidung : tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada secret
atau sumbatan di hidung
d) Mulut : bibir berwarna coklat, mukosa lembab
e) Telinga : telinga bersih, tidak ada serumen
3) Leher
Tidak ada pembekakan di kelenjar tiroid
4) Pemeriksaan Thoraks (Sistem Pernapasan)
a) Inspeksi: pola nafas teratur, bentuk dada simetris, pergerakan
dada simetris, tidak menggunakan alat bantu
a) Perkusi : suara ketok sonor, tidak ada redup atau suara tambahan
c) Palpasi : pengembangan pada dada simetris, vocal fremitus kanan
dan kiri simetris
d) Auskultasi: suara nafas vasikuler, tidak ada whezzing dan ronchi
5) Pemeriksaan Jantung
a) Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
b) Perkusi: bunyi pekak/datar
c) Palpasi : ictus cordis teraba pada intakosta ke 3 dan ke 4
d) Auskultasi: CRT < 2 detik, Bunyi jantung I terdengar lup dan
bunyi jantung II terdengar dup. Tidak ada bunyi jantung
tambahan.
6) Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi: Bentuk abdomen datar
b) Auskultasi: bising usus 8x /menit
c) Palpasi : tidak ada nyeri tekan
d) Perkusi: suara abdomen tympani
7) Genetalia
64
Genetalia tampak bersih, tidak ada kemerahan atau pembengkakan
pada genetalia. Urine warna kuning jernih.
8) Integumen
Warna kulit coklat, tekstur halus, turgor kulit elastis, teraba hangat.
9) Ekstermitas
a) Ekstermitas Atas
Pergerakan sendi pada tangan kanan bebas, terpasang infus RL 20
tpm pada tangan kanan.
b) Ekstermitas Bawah
Pergerakan kaki kanan terganggu.
e. Pengkajian Pola Henderson
1. Makan dan minum yang cukup
- Nafsu makan pasien sedikit menurun akibat menahan nyeri
2. Eliminasi (buang air besar dan kecil)
- Pasien dibantu oleh keluarga dalam menggunakan pispot
3. Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan
- Pasien sulit bergerak akibat merasakan nyeri di kaki kiri ketika
badan bergerak sehingga butuh bantuan anggota keluarga saat bergerak
4. Tidur dan istirahat
- Pasien ketika tidur sering terbangun akibat merasakan nyeri hilang
timbul di kaki kanan
5. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
- Pasien mengatakan butuh banyak bantuan ketika bergerak untuk
meringankan rasa nyeri kaki kanan ketika bergerak
6. Bekerja
- Pasien mengatakan sulit untuk beraktifitas dengan leluasa akibat
masih merasakan nyeri
7. Kognitif Persepsi
- Pasien mengatakan sudah tidak cemas karena operasi sudah
berjalan dengan lancar, hanya saja nyeri yang dirasakan masih hilang
timbul.
f. Pemeriksaan Penunjang Post Operasi
Pemeriksaan Radiologi
Hari/Tanggal : Sabtu 13 Januari 2024
65
Pemeriksaan : X-Foto Pedis Kanan Post Operasi
Klinis : Post Orif
- Terpasang fikasi interna phalang pada digiti I dan II pedis dextra
- Kedudukan phalang digiti I pedis dextra baik
-Kedudukan phalang digiti II pedis dextra baik
Kesan perbaikan Post Orif

g. Terapi Medis Post Operasi

h. Nama obat Dosis Cara Indikasi


pemakaian
Ketorolac Inj IV Obat yang
digunakan
untuk
menghilangkan
rasa sakit
seperti sakit
kepala, sakit
gigi, radang
sendi, dan nyeri
otot.
Ranitidine Inj IV Obat ini biasa
digunakan
dalam
pengobatan
tukak lambung,
gastroesofageal

66
refluks disease
(GERD), infeksi
Helicobacter
pylori, atau
sindrom
Zollinger-
Ellison.
RL 500ml 20 tpm IV Untuk
membantu
keseimbangan
air dan elektrolit
dalam tubuh
Inf Hydromal 20 tpm IV Untuk
membantu
perbaikan cairan
ektraseluler
pada keadaan
turunnya
volume cairan
interstisial yang
tidak
disebabkan oleh
pendarahan
abnormal atau
berlebiban.
Inj Cefriaxon 2 x 1 IV Untuk
gr mencegah
infeksi saat
operasi
Inj Neminos 300mg IV Untuk
2x1 mencegah
vial infeksi
Maxigesic 3 x 1 IV Untuk
vial membantu
67
mengurangi
nyeri saat
setelah operasi
Inj Pranza 1 x 1 IV Digunakan
ampl untuk
meredakan
gejala nyeri ulu
hati akibat
meningkatnya
asam lambung

i. Analisa Data

A.Hari/ Data Fokus Etiologi Problem


Tanggal/
1. Sabtu/ DS : Pasien mengatakan Agen Nyeri akut
13-01-24 nyeri pencedera (D-0077)
Pada jari kaki fisik (mis
kanan, post operasi prosedur
P : Nyeri akibat post operasi operasi)
Q : Seperti di tusuk – tusuk
R : nyeri di jari kaki kanan
S : Skala 5
T : terus menerus
DO :
- Keadaan umum pasien
cukup
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak menahan
nyeri
- Skala nyeri 5
- Monitoring TTV :
TD : 140/105 mmHg,
N :92 x/menit
S : 37 C
RR : 20 x/menit
Spo2 : 98%
2. Sabtu/ DS : Kerusakan Gangguan
13-01- - Pasien mengatakan sulit intregitas mobilitas
24/ menggerakan jari kaki kanan struktur fisik (D-
- Pasien mengatakan nyeri tulang 0054)
jika menggerakan kaki kanan
DO :
- Pasien tampak lemah

68
- Pasien tampak gerakan
terbatas pada kaki kanannya

3. Sabtu/ DS: Efek Resiko


13-2-24 -Pasien mengatakan ada luka prosedur infeksi (D-
operasi dijari I dan II kaki invasif 0142)
kanan
DO:
Terdapat luka operasi pada
digiti I dan II
Terlihat luka skinlose
disekitar luka operasi

j. Prioritas Masalah

a. Nyeri akut b.d agen cidera fisik (prosedur operasi) (D.0077)

b. Hambatan Mobilitas fisik b.d Kerusakan intregitas struktur tulang (D-0054)

c. Resiko Infeksi b.d Prosedur invasive (D.0142

k. Intervensi

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


1. Nyeri akut Setelah dilakukan SIKI : Manajemen Nyeri
(0077) tindakan Observasi :
keperawatan, maka a. Identifikasi lokasi,
masalah karakteristik, durasi,
Nyeri Akut akan teratasi frekuensi, kualitas,
dengan intensitas nyeri
Kriteria Hasil : b. Identifikasi skala nyeri
Tingkat nyeri Terapeutik :
-Keluhan nyeri, dengan Berikan teknik
skor 3 nonfarmakologis
(sedang) untuk mengurangi rasa nyeri
-Meringis, dengan skor 3 Edukasi :
(sedang) Jelaskan penyebab, periode,
dan
pemicu nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
analgetik
2. Gangguan Tujuan : : Setelah SIKI: Dukungan ambulasi

69
mobilitas dilakukan O:
fisik (D- tindakan keperawatan a. Identifikasi adanya nyeri
0054) diharapkan pergerakan atau keluhan fisik lainnya
ektremitas meningkat b. Monitor frekuensi jantung
dengan kriteria hasil : dan tekanan darah sebelum
-pergerakan ektremitas memulai ambulasi
meningkat c. Identifikasi toleransi fisik
- nyeri menurun melakukan ambulasi
T:
a.Fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu (mis tongkat
,truk)
b.Libatkan keluarga untuk
membantu bpasien dalam
meningkatkan ambulasi
E:
a.Anjurkan melakukan
ambulalasi dini

3. Resiko Tujuan : Setelah SIKI: Perawatan luka


infeksi (D- dilakukan tindakan O:
0142) keperawatan diharapkan a.Monitor karateristik luka
resiko infeksi menurun (mis
dengan kriteria drainase,warna,ukuran,bau)
-Nyeri menurun b.Monitor tanda-tanda infeksi
-Kemerahan menurun T:
a.Lepaskan balutan dan plester
secara perlahan
b.Bersihkan dengan cairan
NACL
c.Berikan salep yang sesuai
dengan jenis kulit/lesi
d.Pasang balitan sesuai jenis

70
luka
e. Pertahankan teknik steril
saat melakukan perawatan
luka
f. Ganti balutan sesuai jumlah
eksudat dan drainase
E:
a.Anjurkan mengomsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
K:
Kolaborasi pemberian
antibiotic, jika perlu

l. Implementasi

No Tanggal/ Implementasi Respon TTD


Hari/ Jam
1. 13 januari Mengidentifikasi DS :
2024/Sabt lokasi, - Pasien mengatakan
u 15.00 karakteristik, durasi, nyeri pada jari kaki
wib frekuensi, kualitas, kanan
dan P : Nyeri post operasi
intensitas nyeri. Q : Seperti di tusuk –
tusuk
R : jari kaki kanan
S : Skala 5
T : terus menerus
DO :
- Keadaan umum
pasien cukup
- Pasien tampak
meringis
- Pasien tampak

71
menahan nyeri
- Skala nyeri 5
- Monitoring TTV :
TD : 140/105 mmHg,
N : 92 x/menit
S : 36 C
RR : 20 x/menit
SPO2 : 98%

2. 15.15 WIB Berikan tekni DS : Pasien


relaksasi mengatakan
nafas dalam untuk mau diajarkan teknik
mengurangi rasa relaksasi nafas dalam
nyeri ketika nyeri timbul
DO : pasien tampak
mengikuti instruksi
yang di ajarkan
perawat
3. Menganjurkan Pasien Ds : Pasien
mengkomsumsi tinggi mengtakan akan
Protein melakukan sesuai
anjuran yang di
rumah
sakit
Do : Pasein setujuh
dan
bersedia untuk
mengikuti prosedur
15.30 Memonitor tanda dan DS : pasien
gejala infeksi lokal mengtakan
dan nyeri pada area luka
sistematik post op kaki kanan
Do : Luka operasi

72
tidak
rembers dan tampak
16.00 pemberian analgesik Ds : Pasein
mengatkan nyeri
seperti senut-senut
Do :Menyembung
infus maxigesic
20.00 pemberian antibiotik Ds : Pasein
mengatakan
nyeri seperti senut-
senut
Do : Memberikan
23.00 pemberian analgesik Ds : Pasein
mengatkan nyeri
seperti senut-senut
Do : memberikan
injeksi
Ketorolac lewat IV
14/01/24 - Identifikasi skala Ds : Pasien
07.30 nyeri, mengatakan
Identisikasi respon nyeri kaki kiri
nyeri - P : nyeri pada kaki
verbal dan TTV kanan
bila digerakkan
- Q : tertusuk- tusuk
- R : kaki kanan
- S : skala nyeri 5
- T : hilang timbul
Do: keadaan umum
pasien
sakit sedang,
kesadaran
composmentis Akral

73
hangat, nadi kuat,
terdapat
balutan kasa di kaki
kanan
- Td : 118/94mmHg,
- Nadi : 76x/menit,
- Suhu : 36.4C,
-RR : 20 x/menit
Spo : 98%
07.45 Anjurkan untuk DS : Pasien
melakukan mengatakan
teknik relaksasi nyeri seperti di tusuk-
tusuk
DO : Ajarkan Pasien
relaksasi nafas dalam
08.00 Kolaborasi pemberian Ds : Pasein
analgesik mengatakan
nyeri seperti senut-
senut
Do : Menyembung
infus maxigesic,inj
cefriaxon,inj
ketorolac,inj
ondansetron
09.00 Memonitor tanda dan DS : pasien
gejala infeksi lokal mengtakan
dan nyeri pada area luka
sistematik post op kaki kanan
Do : Luka operasi
tidak
rembers dan tampak
10.00 Menganjurkan Pasien Ds : Pasien
mengkomsumsi tinggi mengtakan akan

74
protein melakukan sesuai
anjuran yang di
rumah
sakit
Do : Pasein setujuh
dan
bersedia untuk
mengikuti prosedur

15/01/24 - Identifikasi skala Ds : Pasien


nyeri, mengatakan
Identisikasi respon nyeri kaki kanan
nyeri - P : nyeri pada kaki
verbal dan TTV kanan
bila digerakkan
- Q : tertusuk- tusuk
- R : kaki kanan
- S : skala nyeri 4
- T : hilang timbul
Do: keadaan umum
pasien
sakit sedang,
kesadaran
composmentis Akral
hangat, nadi kuat,
terdapat
balutan kasa di kaki
kanan
- Td : 135/95mmHg,
- Nadi :72x/menit,
- Suhu : 37.5C,
-RR: 20 x/ mnit
Spo : 97%

75
09.00 Memberikan teknik DS: Pasien
nonfarmakologi mengatakan rasa
untuk mengurang nyeri
berkurang dan lebih
tenang
setelah diajarkan
tehnik relaksasi
nafas dalam.
DO
Pasien tampak rileks
Pasien tampak
mengikuti
arahan perawat saat
melakukan Teknik
relaksasi
nafas dalam
Pasien tampak lebih
tenang
Skala nyeri 4
09.30 Melakukan perawatan Ds : Pasien
luka karena luka ada mengatakan ini
rembesan: hari ke-2 setelah
• Lepaskan balutan Operasi
dan plester secara Do : Luka tampak
perlahan bersih
• Bersihan dengan dan tidak ada
cairan NaCl pembengkakan dan
• Bersihkan jaringan nanah pada luka
nekrotik operasi
• Berikan salepyang - Luka di bersihkan
sesuai kult/lesi Dengan kassa, NS
• Pasang balutan dan cuticell, betadine
sesuai jenis luka

76
• Pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
09.45 Memberikan DS Pasien
perawatan kulit pada mengatakan
area Iuka bersedia diberikan
▪ Menjelaskan tanda perawatan kulit pada
dan gejala infeksi area
▪ Mengajarkan cara Iuka
cuci tangan dengan • Pasien mengatakan
benar bersedia dijelaskan
tanda
dan gejala infeksi dan
cara
cuci tangan dengan
benar
DO :
• Pasien tampak
mengerti
tanda dan gejala
infeksi
dan cara cuci tangan
dengan benar
10.00 Mengkolaborasi DS: Pasien
pemberian analgetik mengatakan nyeri
pada
luka post op di kaki
kanan kanan sudah
berkurang
DO :
• Pasien tampak
rilek,tenang
• Skala nyeri 3

77
13.00 Menjelaskan tentang DS : Pasien
resiko infeksi mengatakan mengerti
tentang pergertian
infeksi, tanda gejala
infeksi, dan makanan
yang harus
dikonsumsi untuk
proses penyembuhan
luka
DO : pasien tampak
memahami tentang
materi yang telah
disampaikan

3.2.6 Evaluasi

Hari/Tanggal Dx Evaluasi
Sabtu/13 1 S: Pasien mengatakan nyeri pada jari kaki kanan post
Januarii 24 op
- Pasien mengatakan nyeri saat bergerak
P : Nyeri akibat luka post op
Q : Seperti di tusuk – tusuk
R : nyeri di pergelangan tangan kanan
S : Skala 4
T : hilang timbul
O:
- Keadaan umum pasien sakit sedang
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak menahan nyeri
- tampak ada luka post op dilengan sebelah kanan
- Monitoring TTV :
TD : 140/105 mmHg
S : 36 C

78
RR : 20 x/ menit
N : 98 x/ menit
SPO2 : 98%
A:
Masalah belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
-anjurkan teknik non farmakologi, relaksasi nafas
panjang, kolaborasi pemberian analgetik ketorolac

Minggu/14 2 S: Pasien mengatakan kaki sulit untuk digerakan


Januari 2024 - P : nyeri pada kaki kanan bila digerakkan
- Q : tertusuk- tusuk
- R : kaki kanan
- S : skala nyeri 4
- T : hilang timbul
O:
TD :114/ 94 mm/hg
N : 76 x/menit
S: 36,4C
RR : 20x/menit
SPO: 98%
- keadaan umum pasie sakit sedang
- Tampak lemah
- Gerakan pada kaki terbatas
A: Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- anjurkan melakukan ambulasi dini
- fasilitasi aktifitas ambulasi ( seperti kruk,tongkat)

Senin/ 15 3 S: Pasien mengatakan terdapat luka post operasi dijari


Januari 2024 kaki, tidak paham tentang cara merawat luka
O : Luka tampak masih basah, luka skinloose, tidak ada

79
tanda-tanda ada nanah.
TD :135/ 95 mm/hg
N :72 x/menit
S: 37,5C
RR : 20x/menit
SPO: 97%
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

80
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Setelah melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien Sdr.Z dengan Asuhan
Keperawatan Pre dan Post Fraktur Digiti I Pedis Dextra dengan pembedahan Orif
terpasang fiksasi phalang , dengan hasil diagnosa keperawatan nyeri, ansietas,
gangguan mobilitas fisik dan resiko infeksi yang telah dilakukan perawatan di Ruang
Karmel Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus yang dilakukan selama 3 hari pada tanggal
13 januari sampai 15 Januari 2024. Penulis melakukan asuhan keperawatan secara
sistematis mulai dari tahapan pengkajian, intervensi, implementasi, sampai dengan
evaluasi. Selain itu penulis juga memperoleh tambahan pengetahuan tentang penyakit
Fraktur Digiti dan tindakan pembedahan pemasangan fiksasi phalang internal , dan
dapat menemukan tindakan- tindakan yang tepat untuk mengurangi masalah
keperawatan pasien seperti tingkat nyeri pasien berkurang mencegah resiko infeksi
pada pasien post operasi.

B. Saran
1. Bagi Penulis
Laporan ini dapat menjadi acuan asuhan keperawatan dan bermanfaat
untuk kedepannya. Diharapkan bagi penulis mampu menerapkan asuhan
keperawatan secara tersistematis.
2. Bagi Rumah Sakit
Dapat mempertahankan pelayanan keperawatan serta meningkatkan
pelayananan kesehatan baik tenaga keseahatan maupun tenaga medis dan
memberikan asuhan keperawatan lebih baik lagi
3. Bagi Pembaca
Diharapkan laporan ini mampu menjadi sumber pengetahuan mengenai
asuhan keperawatan pasien dengan fraktur Digiti pedis dextra. Adapun laporan
ini memiliki banyak keurangan sehingga dapat dijadikan evaluasi untuk
penulis berikutnya.

81
DAFTAR PUSTAKA

Afroh, F., Judha, M., & Sudarti. (2012). Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Andra Saferi & Yessie Mariza P. (2018).Keperawatan Medikal Bedah 2 :Nuha Medika.
Yogyakarta.

Bararah, T., & Jauhan, M. (2013). Asuhan keperawatan: Panduan Lengkap Menjadi Perawat
Profesional (Jilid 2). Jakarta: Prestasi Pustaka

Black, J.M., & Hawks, J.H. (2014). Clinical Management for Positive Outcomes in Pain.
Dalam Medical-Surgical Nursing: Clinical Management for Positive Outcomes (9th
ed.). St. Louis, MO: Elsevier Health Sciences.

Black, J.M., & Hawks, J.H. (2014). Medical-Surgical Nursing: Clinical Management for
Positive Outcomes (9th ed.). St. Louis, MO: Elsevier Health Sciences.

Brunner & Suddarth, 2010. Keperawatan Medical Bedah, Edisi 8, Vol 2, Jakata; EGC

Brunner & Suddrath. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Brunner, L.S., & Suddarth, D.S. (2016). Brunner & Suddarth's Textbook of Medical-Surgical
Nursing (13th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer Health.

D’Elia, G., Caracchini, G., Cavalli, L., dan Innocenti, P., 2009. “Bone fragility and imaging
techniques”. Clinical Cases in Mineral and Bone Metabolism 6:234-246.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2018). Laporan Tahunan Kecelakaan Lalu Lintas
Provinsi Jawa Tengah.

HIPKABI. (2014). Buku Keterampilan Dasar Bagi Perawat Kamar Bedah. Jakarta: Hipkabi
Press.

International Association for the Study of Pain (IASP). (n.d.). Pain Terms and Definitions.
Tersedia pada: https://www.iasp-pain.org/Education/Content.aspx?ItemNumber=1698

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Laporan Nasional Riset Kesehatan


Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kristanto, Andi. 2016. Media Pembelajaran. Surabaya: Bintang Surabaya

82
Moore et al. (2018). The world at their feet: a combined historical ranking of nations
competing in football and futsal. American Journal of Science and Medicine, 2018,
Vol. 6, No 2, 49-59.

Moore., J. .(2014). Policy in Practice: Enabling and inhibiting factors for the success of
suspension centres.Australian Journal of Teacher Education, Volume 39 | Issue 11
Article 7, Edith Cowan University, Australia.

Pelawi, A., & Purba, J. S. (2019). Teknik Pemeriksaan Fraktur Wrist Join Dengan Fraktur
Sepertiga Medial Tertutup. Jurnal Radiologi, 7(1), 22–27

Potter, P.A, Perry, 2016). (2016). Buku Ajar Fundamental: Konsep, Proses dan Praktik. In P.
dan P. I. E. (4th ed. )

Potter., A, & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
Dan Praktik, edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC.

Saputro, H., & Fazrin, I. (2017). Penurunan tingkat kecemasan anak akibat hospitalisasi
dengan penerapan terapi bermain. JKI (Jurnal KonselingIndonesia), 3(1) : 9-12.

Sjamsuhidajat R, De Jong W, Editors. (2017). Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De Jong.
Sistem Organ dan Tindak Bedahnya (1). 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;

Smeltzer S dan Bare B. 2002 . Buku ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
edisi 8 Volume 1,2. Jakarta: penerbit Buku Kedokteran Indonesia EGC

Smeltzer S dan Bare B. 2010 . Buku ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
edisi 8. Volume 2. Jakarta: penerbit Buku Kedokteran Indonesia EGC

Smeltzer, Suzanne C.; Brenda G. Bare, 2008, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth Vol. 2, EGC, Jakarta.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Wahid. A. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. TIM

83
World Health Organization (WHO). (2020). Global report on falls prevention in older age.
Geneva: World Health Organization. Tersedia pada:
https://www.who.int/publications/i/item/9789241563536

84
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS)

Nama Responden : Sdr. Z

Tanggal Pemeriksaan : 13 Januari 2024

Skor:

0 = tidak ada 1= ringan

2= sedang

3= berat

4= berat sekali

Total Skor: 27

kurang dari 14= tidak ada kecemasan

14-20 = kecemasan ringan

21-27 = kecemasan sedang

28-41 = kecemasan berat

42-56 = kecemasan berat sekali

NO GEJALA KECEMASAN 0 1 2 3 4
1 Perasaan cemas 1
Firasat buruk Mudah
tersinggung
Takut akan pikiran sendiri
Cemas
2 Ketegangan 2
Merasa tegang
Lesu
Mudah terkejut
Tidak dapat istirahat dengan tenang

85
Mudah menangis
Gemetar
Gelisah
3 Ketakutan 1
Pada gelap
Ditinggal sendiri
Pada orang asing
Pada kerumunan banyak orang
Pada keramaian lalu lintas
Pada binatang besar
4 Gangguan Tidur 0
Sukar memulai tidur
Terbangun malam hari
Mimpi buruk
Tidur tidak nyenyak
Bangun dengan lesu
Banyak bermimpi
Mimpi menakutkan
5 Gangguan kecerdasan 0
Daya ingat buruk
Sulit berkonsentrasi
Daya ingat menurun
6 Perasaan depresi 3
Kehilangan minat
Sedih
Berkurangnya kesukaan pada hobi
Perasaan berubah-ubah
Bangun dini hari
7 Gejala somatik (otot-otot) 3
Nyeri otot
Kaku Kedutan
otot Gigi
gemertak

86
Suara tak stabil
8 Gejala sensorik 2
Telinga berdengung
Penglihatan kabur
Muka merah dan pucat
Merasa lemah Perasaan
ditusuk-tusuk
9 Gejala kardiovaskuler 2
Denyut nadi cepat
Berdebar-debar
Nyeri dada
Rasa lemah seperti mau pingsan
Denyut nadi mengeras
Detak jantung menghilang
(berhenti sekejap)
10 Gejala pernafasan Rasa 1
tertekan di dada
Perasaan tercekik
Merasa nafas pendek/sesak
Sering menarik nafas panjang
11 Gejala gastrointestinal 2
Sulit menelan
Mual
Muntah
Perut terasa penuh dan kembung
Nyeri lambung sebelum makan
dan sesudah
Perut melilit Gangguan
pencernaan
Perasaan terbakar diperut
Buang air besar lembek
Konstipasi
Kehilangan berat badan

87
12 Gejala urogenitalia 0
(perkemihan dan kelamin)
Sering kencing
Tidak dapat menahan kencing
Tidak datang bulan
Darah haid berlebihan
Darah haid amat sedikit
Masa haid berkepanjangan
Masa haid amat pendek
Haid beberapa kali dalam sebulan
Menjadi dingin (frigid)
Ejakulasi dini
Ereksi lemah
Ereksi hilang
Impotens
13 Gejala otonom Mulut 3
kering Muka merah
Mudah berkeringat
Sakit kepala
Bulu roma berdiri
Kepala terasa berat
Kepala terasa sakit
14 Tingkah laku (sikap) pada wawancara 1
Gelisah
Tidak terang
Mengerutkan dahi
Muka tegang
Nafas pendek dan cepat
Muka merah
Jari gemetar
Otot tegang/mengeras
SKOR 21

88
Keterangan:

Skor kurang dari 14 = Tidak ada kecemasan

Skor 14 – 20 = Kecemasan ringan

Skor 21 – 27 = Kecemasan sedang

Skor 28 – 41 = Kecemasan berat

Skor 42 – 56 = Kecemasan berat sekali/panik

I. LEMBAR KONSUL
LEMBAR KONSULTASI
Nama :
Judul :
Pembimbing :
Ruangan :

No Hari Tanggal Konsultasi Tanda Tangan

II. SATUAN ACARA PENYULUHAN


TOPIK : Resiko Infeksi
SASARAN : Keluarga dan Sdr.Z
TEMPAT : Ruang Karmel
HARI / TANGGAL : Senin/ 15 Januari 2024
WAKTU : 13.00 WIB
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan edukasi selama 15 menit pasien mampu memahami dan
Memperhatikan tentang resiko infeksi
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah dilakukan edukasi kesehatan diharapkan keluarga pasien mampu:
a. Memahami Definisi Resiko Infeksi
b. Mengetahui Penyebab Resiko Infeksi
c. Mengetahui Tanda dan Gejala Infeksi

89
d. Memahami cara Pencegahan Infeksi
3. Materi Penyuluhan
a. Definisi Resiko Infeksi
b. Penyebab Resiko Infeksi
c. Tanda dan Gejala Infeksi
d. Cara Pencegahan Infeksi
4. Metode
Demokrasi
5. Media
Leaflet
6. Evaluasi
a. Pasien mampu meenjawab tentang pengertian infeksi
b. Pasien mampu menjawab tentang resiko infeksi
c. Pasien mampu menjawab tentang tanda dan gejala infeksi
7. Sumber
Morison, Moya J, 2004, Manajemen luka, Jakarta : EGC

90
MATERI SAP
1. Pengertian Resiko Infeksi
Infeksi adalah masuknya bakteri atau kuman kedalam tubuh dan jaringan yang
terjadi pada individu
2. Penyebab Infeksi
I. Adanya benda asing atau jaringan yang sudah mati didalam tubuh
II. Luka terbuka dan kotor
III. Gizi buruk
IV. Daya tahan tubuh lemah
V. Mobilitas terbatas atau kurang gerak
3. Tanda gejala infeksi
i. Merasa panas pada luka atau tubuh
ii. Merasa sakit atau nyeri pada daerah luka
iii. Ada kemerahan pada kulit sekitar luka
iv. Terjadi bengkak pada daerah luka
v. Luka berbau tidak sedap
4. Cara pencegahan infeksi
i. Mandi 2 kali sehari , daerah yang terbalut luka jangan terkena air atau
basah karena dapat meningkatkan kelembaban pada kulit yang terbungkus
sehingga dapat menjadi tempat berkembang biak kuman dan bakteri.
ii. Makanan yang dibutuhkan adalah makanan yang mengandung protein dan
tinggi kalori, makanan yang mengangdung protein misalnya susu, telur,
madu, roti, ikan laut, dan kacang-kacangan.
iii. Ganti balutan minimal 2 hari sekali
- Mencuci tangan sebelum dan sesudah menganggi balutan
- Alat yang digunakan dalam keadaan steril dan bersih
- Minum obat sesuai anjuran, misalnya antibiotic untuk mencegah
infeksi

91
LEAFLET

92
93

You might also like