You are on page 1of 9

A.

Definisi
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi. Luka bakar merupakan satu jenis trauma dengan morbilitas dan mortalitas tinggi
yang merupakan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.
B. Etiologi
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak
langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah
tangga. Selain itu, pejanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia juga
dapat menyebabkan lika bakar. Secara garis besar penyebab terjadinya luka bakar, yaitu:
a. Paparan Api
- Flame : akibat kontak langsung dengan api terbuka, dan menyebabkan cedera
langsung kejaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru
mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan
serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan
berupa cedera kontak.
- Benda Panas (kontak) Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka
bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak.
Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder
besi atau peralatan masak.
b. Scalds (air panas) Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan
semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan.
Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka
bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang
satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja,
luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial
dengan garis yang menandai permukaan cairan.
c. Uap Panas: Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator
mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari
uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas
dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
d. Gas Panas: Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan
oklusi jalan nafas akibat edema.
e. Aliran Listrik: Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan
tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan
percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
f. Zat Kimia (asam dan basa)
g. Radiasi
h. Sumber sinar matahari, terapi radiasi.
C. Patofisiologi
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada
di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas
menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka
bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya
cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari
keropeng luka bakar derajat III. Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya
mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan
terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin,
berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang
berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam.
Pada kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan
mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang terisap. Edema laring yang
ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas,
takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi
keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat hemoglobin dengan kuat
sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah
lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila
lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi
serta penyerapan kembali cairan edema kepembulih darah. Ini ditandai dengan
meningkatnya dieuresis. Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi.
Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang
mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau
antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit
penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi
kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya
karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.
D. Klasifikasi
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi,
adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung menjilat
tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling
aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron,
selain mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket
sehingga memperberat kedalaman luka bakar.
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar
derajat I, II, atau III:
a. Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan untuk
dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 5-7 hari
dan dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema dan
timbul dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar
derajat I adalah sunburn.
b. Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat
epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan tersebut
misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut.
Dengan adanya jaringan yang masih “sehat” tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3
minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat
dari pembuluh darah karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri.
Apabila luka bakar derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul
edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang menjadi
full-thickness burn atau luka bakar derajat III.
c. Derajat III
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau jaringan
yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi
dasar regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit
harus dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun
bula, karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah
tidak intak.
E. Manifestasi Klinik
manifestasi klinik yang muncul pada luka bakar sesuai dengan kerusakannya,
yaitu:
a. Grade I
Kerusakan pada epidermis, kulit kering kemerahan, nyeri sekali, sembuh dalam 3-7
hari dan tidak ada jaringan parut.
b. Grade II
Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edema subkutan, luka
merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh dalam 28 hari tergantung
komplikasi infeksi.
c. Grade III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah keputihputihan dan
hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri maka
perlu Skin graff.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, yaitu:
a. Hitung darah lengkap: peningkatan hematocrit menunjukkan konsentrasi sehubungan
pemindahan cairan. Menurutnya Hematokrit dan sel darah merah terjadi sehubungan
dengan kerusakan oleh panas terhadap pembuluh darah.
b. Leukosit akan meningkat sebagai respon inflamasi
c. Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cidera inhalasi
d. Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cidera jaringan, hipokalemia
terjadi bila diuresis
e. Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema jaringan
f. Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan
g. EKG : Tanda iskemik miokardial dapat terjadi pada luka bakar
h. Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya.
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan tempat pasien
dirawat melibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin ilmu antara lain
mencakup penanganan awal (ditempat kejadian), penanganan pertama di unit gawat
darurat, penanganan diruangan intensif dan bangsal. Tindakan yang dilakukan antara lain
terapi cairan, fisioterapi dan psikiatri pasien dengan luka bakar memerlukan obat-obatan
topikal karena eschar tidak dapat ditembus dengan pemberian obat antibiotik sistemik.
Pemberian obatobatan topikal anti mikrobial bertujuan tidak untuk mensterilkan luka
akan tetapi untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme dan mengurangi kolonisasi,
dengan pemberian obat-obatan topikal secara tepat dan efektif dapat mengurangi
terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis yang seringkali masih terjadi penyebab
kematian pasien.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. Pengkajian
Data Subjektif

a. Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, status perkawinan,

pendidikan, pekerjaan, golongan darah, no registrasi, tanggal MRS, diagnosa medis.

b. Keluhan utama

Merupakan keluhan paling menonjol.

c. Riwayat penyakit sekarang


Merupakan informasi tentang keadaan dan keluhan-keluhan klien serta timbul

serangan yang baru timbul atau sering hilang timbul, durasi, kronologis, dan frekuensi

serangan nyeri.

d. Riwayat penyakit masalalu, meliputi riwayat yang pernah diderita oleh klien terutama

penyakit yang mendukung munculnya penyakit.

e. Riwayat penyakit keluarga. Informasi dapat digali tentang usia dan status kesehatan

anggota keluarga yang bertali darah. Status kesehatan keluarga meliputi riwayat

penyakit yang pernah diderita keluarga klien terutama gangguan kardiovaskuler.

f. Pola aktifitas sehari-hari.

g. Pola nutrisi dan metabolism

h. Pola elimenasi

i. Pola tidur dan istirahat.

Data objektif

1. Keadaan umum

Keadaan umum yaitu baik atau buruknya keadaan klien, yang di catat yaitu:

a. Keadaan penderita :keadaan yang dialami klien.

b. Kesakitan, keadaan penyakit.

c. Tanda-tanda vital.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan biasanya menggunakan tehnik, inspeksi,

palpasi, perkusi, auskultasi. Pemeriksaan fisik dilakukan persistem secara berurutan.

a. Rambut, dan hygen kepala.

b. Mata kanan dan kiri.


c. Hidung.

d. Mulut dan tenggorokan.

e. Telinga

f. Leher.

g. Dada/ thoraks

h. Abdomen

i. Pencernaan

j. Ekstremitas.

B. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan Pertukaran Gas.

b. Gangguan Integritas Kulit/ Jaringan.

c. Gangguan Rasa Nyaman.

C. Intervensi

a. Gangguan Pertukaran Gas

Obsevasi :

- Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya nafas.

- Monitor pola nafas

- Monitor kemampuan batuk efektif

- Monitor adanya produksi sputum

- Monitor adanya sumbatan jalan nafas

- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

- Auskultasi bunyi nafas

- Monitor saturasi oksigen


- Monitor nilai AGD

- Monitor hasil x-ray thoraks

Terapiotik:

- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

- Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi:

- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.

b. Gangguan integritas kulit/ jaringan

Observasi:

- Identifikasi penyebab integritas kulit

Terapiotik:

- Ubah posisi dua jam sekali jika terjadi tirah baring

- Gunakan produk berbahan ringan/ alami dan hipo alergik pada kulit sensitive

- Hindari produk berbahan alcohol pada kulit kering

Edukasi:

- Anjurkan minum air yang cukup

- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

- Anjurkan meningkatkan buah dan sayur

- Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku ajar

ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 73-5.

Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.

Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL,

Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s principal surgery. 8 th ed. USA: The McGraw-

Hill Companies; 2007.

Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F, Hirshon JM, Halamka J,
Adler J, editors. Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com. 28 Agusuts 2009.

You might also like