You are on page 1of 26
BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 8 TAHUN 2019 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL SERTA Menimbang PELARANGAN MINUMAN OPLOSAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA a. BUPATI SLEMAN, an minuman beralkohol, bahwa peredaran dan penjud serta minuman oplosan telah memberikan dampak buruk bagi kehidupan masyarakat sehingga perlu mendapatkan perhatian serius semua pihak, baik aparat pemerintah, tokoh masyarakat maupun masyarakat pada umumnya; bahwa dalam rangka menjaga kesehatan, keamanan dan ketertiban sosial perlu pengendalian dan pengawasan terhadap minuman_ beralkohol, serta pelarangan terhadap minuman oplosan karena bertentangan dengan nilai-nilai sosial, keagamaan, ketertiban dan seluruh aspek peri kehidupan masyarakat bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), (2), (4), dan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, — perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, _serta Pelarangan Minuman Oplosan; Mengingat Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 44); Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang Penetapan Mulai Berlakunya Undang-Undang Tahun 1950 Nomor 12, 13, 14 dan 15 dari Hal Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten di Jawa. Timur/Tengah/Barat dan Daerah _Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 59); Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan pengawasan Minuman Beralkohol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 190); Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M- DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/ 1/2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol; 7. Peraturan Daerah Daerah Istemewa Yogyakarta Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol serta Pelarangan Minuman Oplosan (Lembaran Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Nomor 15, Tambahan Lembaran Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 15); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SLEMAN dan BUPATI SLEMAN MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL, SERTA PELARANGAN MINUMAN OPLOSAN. BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Minuman Beralkohol adalah minuman yang mengandung til. alkohol atau’ etanol_-«« (C2HsOH) ~—_yang diproses dari bahan hasil _pertanian yang — mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi_ dan destilasi_ atau fermentasi tanpa distilasi, 2. Minuman Oplosan adalah minuman yang dibuat dengan cara mencampur, meramu, menyeduh dan/atau dengan cara_ lain menambahkan bahan-bahan tertentu ke dalam etil alkohol dengan atau tanpa zat yang mengandung etil alkohol yang bereaksi menjadi racun dan membahayakan kesehatan atau jiwa manusia. 3. Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan proses pengadaan, peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol. 1l. Pengawasan adalah kegiatan mengawasi proses pengadaan, peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol. Pengadaan Minuman Beralkohol, yang selanjutnya disebut Pengadaan, adalah kegiatan penyediaan Minuman Beralkohol oleh produsen untuk produk dalam negeri atau oleh Importir Terdaftar Minuman Beralkohol untuk produk impor. Peredaran Minuman Beralkohol yang selanjutnya disebut Peredaran adalah kegiatan menyalurkan Minuman Beralkohol yang dilakukan oleh distributor, sub distributor, pengecer, atau penjual langsung untuk diminum di tempat. Penjualan Minuman Beralkohol yang selanjutnya disebut Penjualan adalah kegiatan usaha menjual Minuman Beralkohol untuk dikonsumsi. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha perseorangan atau badan usaha yang dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang melakukan kegiatan usaha perdagangan Minuman Beralkohol. Pengecer Minuman Beralkohol yang selanjutnya disebut Pengecer adalah perusahaan yang menjual Minuman Beralkohol kepada konsumen akhir dalam bentuk kemasan di tempat yang telah ditentukan. . Penjual Langsung Minuman Beralkohol untuk diminum di tempat yang selanjutnya disebut Penjual Langsung adalah perusahaan yang menjual Minuman Beralkohol kepada konsumen akhir untuk diminum di tempat yang telah ditentukan. Toko Bebas Bea adalah tempat penimbunan berikat untuk menimbun barang asal impor dan/atau barang asal daerah pabean untuk dijual kepada orang tertentu. . Produsen adalah setiap bentuk usaha perseorangan atau badan usaha yang dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang melakukan kegiatan produksi Minuman Beralkohol. . Importir TerdaftarsMinuman Beralkohol, yang selanjutnya disingkat IT- MB, adalah perusahaan yang mendapatkan penetapan untuk melakukan kegiatan impor Minuman Beralkohol. 14. Distributor adalah perusahaan penyalur yang ditunjuk oleh produsen Minuman Beralkohol dan/atau IT-MB untuk mengedarkan Minuman Beralkohol produk dalam negeri dan/atau produk impor dalam partai besar di wilayah pémasaran tertentu. 15. Sub Distributor adalah perusahaan penyalur yang ditunjuk oleh produsen Minuman Beralkohol, IT-MB dan/atau Distributor untuk mengedarkan Minuman Beralkohol produk dalam negeri dan/atau produk impor dalam partai besar di wilayah pemasaran tertentu. 16. Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol, yang selanjutnya disingkat SIUP-MB, adalah surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangaf Minuman Beralkohol. 17. Surat Keterangan Pengecer Minuman Beralkohol golongan A yang selanjutnya disebut SKP-A adalah Surat Keterangan untuk Pengecer Minuman Beralkohol golongan A. 18. Surat Keterangan Penjual Langsung Minuman Beralkohol golongan A yang selanjutnya disebut SKPL-A adalah Surat Keterangan untuk Penjual Langsung Minuman Beralkohol golongan A. 19. Daerah adalah Kabupaten Sleman. 20. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Sleman. 21. Bupati adalah Bupati Sleman. Pasal 2 ‘Asas dalam pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol, serta pelarangan minuman oplosan, meliputi: a. keseimbangan; b. _ perlindungan; dan c. ketertiban umum. Pasal 3 Tujuan pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol, serta pelarangan minuman oplosan, meliputi: a. _melindungi masyarakat dari dampak negatif minuman beralkohol; b. memberikan kepastian hukum terkait pengendalian dan pengawasan terhadap peredaran, penjualan, dan penyimpanan minuman beralkohol; dan c. menciptakan ketertiban umum dan melindungi masyarakat dari dampak minuman oplosan. Pasal 4 Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi: pengendalian minuman beralkohol; perizinan minuman beralkohol; pengawasan minuman beralkohol; penyimpanan minuman beralkohol; pelarangan minuman oplosan; dan rp ao g Pp peran serta masyarakat dalam pengendalian dan pengawasan. BAB II JENIS DAN GOLONGAN MINUMAN BERALKOHOL Bagian Kesatu Jenis Pasal 5 Jenis Minuman Beralkohol terdiri dari : a. produksi dalam negeri; b. impor; dan c. tradisional. Pasal 6 Minuman Beralkohol pfoduksi dalam negeri dan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dan huruf b harus memenuhi standar: a. mutu produksi yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian; dan b. keamanan dan mutu pangan yang ditetapkan oleh kepala lembaga yang menyelenggarakan pengawasan di bidang obat dan makanan. Pasal 7 (1) Minuman Beralkohol Tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c, merupakan minuman yang dapat digunakan untuk kegiatan peribadatan bagi pénganutnya. (2) Minuman Beralkohol Tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar mutu produk yang telah mendapatkan pengujian oleh instansi yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang obat dan makanan. Bagian Kedua Golongan Pasal 8 Minuman beralkohol dikelompokkan dalam golongan sebagai berikut: a. minuman beralkohol golongan A adalah minuman beralkohol dengan kadar ethanol (C2HSOH) 1% (satu persen) sampai dengan 5% (lima persen); b. minuman beralkohol golongan B adalah minuman beralkohol dengan kadar ethanol (C2HSOH) lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen); dan ¢. minuman beralkohol golongan C adalah minuman beralkohol dengan kadar ethanol (C2HSOH) lebih dari 20% (dua puluh persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima persen). BAB II PENGENDALIAN Bagian Kesatu Umum Pasal 9 (1) Bupati berkewajiban melakukan pengendalian Minuman Beralkohol di Daerah. (2) Pengendalian Minuman Beralkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap : a. peredaran; b. penjualan; dan cc. penyimpanan; dan da. pembatasan usia konsumen. (3) Dalam melaksanakan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati dapat bekerjasama dengan pihak terkait. tu Bagian Kedua Peredaran + Pasal 10 Minuman Beralkohol dapat diedarkan di Daerah jika: a, telah memiliki izin edar dari kepala instansi yang menyelenggarakan pengawasan di bidang obat dan makanan; dan b. telah dikemas dengan mencantumkan label edar dan pita cukai. Pasal 11 (1) Peredaran Minuman Beralkohol golongan A, golongan B dan golongan C dilakukan oleh : a. Distributor; b. Sub Distributor; dan c. Penjual Langsung. (2) Peredaran Minuman Beralkohol golongan A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat dilakukan oleh pengecer dalam bentuk kemasan. (3) Peredaran Minuman Beralkohol sebagaimana dimakeud pada ayat (1) dan ayat (2) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 12 Peredaran Minuman Beralkohol dilarang dilakukan pada: a. pemukiman masyarakat; b. minimarket; c. tempat yang berdekatan dengan: 1. tempat peribadatan; 2. lembaga pendidikan; dan 3. _fasilitas kesehatan. gelanggang remaja; kaki lima; . terminal; stasiun; kios kecil; , toko; penginapan remaja; pRo eo ror PB ° so: qa Q (3) 4 bumi perkemahan; warung; pasar tradisional; tempat keramaian; karaoke/rumah musik; kafe; tempat lain yang tidak berizin; dan tempat tertentu lainnya yang dapat ditetapkan kemudian oleh Bupati. Pasal 13 Peredaran dan penggunaan Minuman Beralkohol untuk kegiatan peribadatan jika: a. minuman beralkohol telah memiliki izin edar dari kepala lembaga yang menyelenggarakan pengawasan di bidang obat dan makanan; dan b. untuk kepentingan peribadatan dan dikonsumsi hanya di lokasi kegiatan peribadatan. Minuman Beralkohol untuk kegiatan peribadatan dapat diperoleh secara langsung dari Sub Distributor. Peredaran dan/atau penjualan Minuman Beralkohol untuk kepentingan peribadatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dengan melampirkan surat keterangan resmi dari tempat peribadatan yang ditandatangani oleh penanggungjawab tempat peribadatan yang bersangkutan. Penanggungjawab tempat peribadatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib bertanggung jawab terhadap penyimpanan Minuman Beralkohol hanya untuk kepentingan peribadatan. Bagian Ketiga Penjualan Paragraf 1 Sistem Penjualan Pasal 14 Sistem penjualan minuman beralkohol golongan A, B dan C terdiri dari: a. penjualan langsung untuk diminum, dan b. _ penjualan secara eceran. Paragraf 2 Penjual Langsung Untuk Diminum . Pasal 15 Penjual langsung untuk diminum minuman beralkohol golongan A, B dan C hanya diizinkan menjual minuman beralkohol untuk diminum di tempat. Pasal 16 Minuman Beralkohol produksi dalam negeri dan impor golongan A, golongan B dan golongan C hanya dijual langsung untuk diminum di : hotel bintang 3, bintang 4 dan bintang 5; b. hotel selain bintang 3, bintang 4 dan bintang 5 yang mempunyai jumlah pengunjung wisatawan mancanegara paling sedikit 5.000 (lima ribu) orang setiap tahun; c. _restoran bintang 3; d. bar, pub, dan karaoke yang menyatu dengan hotel bintang 3, bintang 4 dan bintang 5; dan/atau e. kelab malam. Pasal 17 Penjualan Minuman Beralkohol golongan B dan golongan C pada hotel bintang 3, bintang 4 dan bintang 5 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a diizinkan untuk diminum dalam kamar hotel dengan kemasan yang berisi tidak lebih dari 187 ml (seratus delapan puluh tujuh mililiter). Paragraf 3 « Penjualan Secara Eceran Pasal 18 Penjualan secara eceran minuman beralkohol golongen A, B dan C hanya dilakukan oleh pengecer di Toko Bebas Bea. 10 Pasal 19 Selain tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, minuman beralkohol golongan A dapat dijual di toke pengecer berupa: a. supermarket; dan b. hypermarket. Bagian Keempat Batas Usia Konsumen Pasal 20 (1) Pengusaha yang menjual Minuman Beralkohol dilarang menjual Minuman Beralkohol kepada konsumen yang berusia kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun. (2) Usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketahui dengan menunjukkan kertu identitas kepada petugas/pramuniaga. Pasal 21 Penjual Langsung wajib memasang tanda larangan pembelian Minuman Beralkohol Golongan A, Golongan B, dan Golongan C bagi pembeli di bawah usia 21 (dua puluh satu) tahun di tempat penjualan. Bagian Kelima Penyimpanan Pasal 22 (1) Penyimpanan Minuman Beralkohol produksi dalam negeri dan impor wajib dilakukan pada tempat yang terpisah dengan barang lain. (2) Penyimpanan Minuman Beralkohol golongan B dan C untuk konsumsi pribadi hanya diperbolehkan untuk minuman beralkohol yang dibeli pada toko bebas bea. Pasal 23 (1) Keterangan mengenai Minuman Beralkohol produksi dalam negeri dan impor yang masuk dan keluar dari gudang penyimpanan dimasukkan ke dalam kartu data penyimpanan. (2) Kartu data penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling Kurang memuat: jumlah barang; merek; tanggal masuk ke dalam gudang; tanggal keluar dari gudang; dan asal barang. ee (9) Kartu data penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diperlihatkan kepada petugas pengawasan yang melakukan pemeriksaan. BAB IV PERIZINAN Pasal 24 (1) Setiap Perusahaan yang memperdagangkan Minuman Beralkohol Golongan B dan Golongan C wajib memiliki SIUP-MB, Q SIUP-MB yang dimiliki Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk memperdagangkan Minuman Beralkohol Golongan A. (3) Penjual Langsung yang hanya menjual Minuman Beralkohol Golongan A wajib memiliki SKPL-A, (4) Pengecer yang hanya menjual Minuman Beralkohol Golongan A wajib memiliki SKP-A. Pasal 25, (1) Badan usaha yang mendistribusikan dan/atau memperdagangkan minuman beralkohol yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 24 dikenai sanksi administratif. 12 (2) (3) (4) q) (2) (3) (4) Q) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. peringatan tertulis; b. penutupan sementara usaha; ¢. penutupan usaha; d. _ pencabutan izin usaha; dan e. denda administratif. Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat tidak berurutan. Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 26 Bupati menerbitkan SIUP-MB golongan B dan golongan C untuk Pengecer dan Penjual Langsung. Penerbitan SIUP-MB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut retribusi. SIUP-MB golongan B dan golongan C untuk Pengecer dan Penjual Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk setiap satu gerai atau outlet. Bupati dapat melimpahken penerbitan SIUP-MB golongan B dan golongan © kepada Perangkat Daerah yang membidangi urusan pelayanan perizinan terpadu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 27 Permohonan SIUP-MB golongan B dan golongan C untuk Pengecer atau Penjual Langsung hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang berbentuk badan hukum, perseorangan atau persekutuan dengan melampirkan dokumen persyaratan dan menunjukan asli: a. fotokopi akta pendirian Perseroan Terbatas dan pengesahan badan hukum dari Pejabat yang berwenang dan akta perubahan (jika perusahaan pemohon berbentuk Perseroan Terbatas); b. surat penunjukan dari Distributor atau Sub Distributor sebagai Pengecer atau Penjual Langsung; 13 fotokopi izin usaha perusahaan induk dari instansi yang berwenang; c. 4. fotokopi Dokumen Lingkungan perusahaan induk; €. fotokopi Izin Mendirikan Bangunan perusahaan induk: f. fotokopi Nomor Induk Berusaha (NIB); g. _fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); h. surat pernyataan bermeterai tentang kesanggupan dari pemilik izin akan bertanggungjawab terhadap semua kegiatan usahanya fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Penanggung Jawab Perusahaan; pas foto Penanggung Jawab Perusahaan ukuran 3 x 4 berwarna 2 (dua) lembar; k. fotokopi Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), bagi perusahaan yang memperpanjang SIUP-MB; dan L. fotokopi sertifikasi usaha sesuai dengan bidangnya. (2) Bupati menerbitkan SIUP-MB golongan B dan golongan C untuk pengecer dan/atau penjual langsung paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas Surat Permohonan secara lengkap dan benar. (3) Dalam hal surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) belum lengkap dan benar, Bupati menyampaikan pemberitahuan secara tertulis paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat permohonan kepada perusahaan yang bersangkutan disertai alasannya. Pasal 28 (1) SIUP-MB golongan B dan golongan C untuk pengecer dan/atau penjual langsung, berlaku sesuai dengan surat penunjukan, dengan jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang. (2) Perpanjangan SIUP-MB golongan B dan golongan C untuk pengecer dan/atau penjual langsung: a. dilakukan paling lama satu bulan sebelum masa berlakunya berakhir; dan b. mengembalikan asli SIUP-MB untuk pengecer dan/atau penjual langsung, kepada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu. (3) Pengecer, dan Penjual Langsung yang mengalami perubahan data dan/atau informasi yang tercantum pada SIUP-MB, wajib mengganti SIUP-MB, dengan melampirkan dokumen data pendukung perubahan. BAB V PENGAWASAN Bagian Kesatu Umum Pasal 29 (1) Minuman Beralkohol ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan. (2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bupati dapat berkoordinasi dengan pihak lain yang terkait. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali yang dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Bagian Kedua Pelaporan Pasal 30 (1) Setiap perusahaan yang mengedarkan dan menjual minuman beralkohol wajib memberikan laporan realisasi Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol golongan A, golongan B, dan golongan C kepada Bupati melalui Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. Pasal 31 (1) Perusahaan yang tidak memberikan laporan realisasi pengadaan, peredaran, dan penjualan Minuman Beralkohol Golongan A, Golongan B, dan Golongan C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dikenakan sanksi administratif. 15 (2) (3) (4) (5) © Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. peringatan tertulis; penutupan sementara usaha; penutupan usaha; pencabutan izin usaha; dan eno denda administratif. Pemberian peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, diberikan paling banyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing paling lama 7 (tujuh) hari kerja, sejak tanggal surat teguran diterima. Penutupan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan bersamaan dengan pencabutan izin. Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dilakukan dalam hal: a. izin diperoleh berdasarkan data/keterangan yang tidak benar atau palsu dari pemohon yang bersangkutan; b. _ pemilik izin tidak mengindahkan teguran tertulis; c. pemilik izin terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan badan peradilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau d. pemilik izin melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang memuat sanksi pencabutan izin. Tata cara pemberian sanksi administratif diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. Pasal 32 Apabila terdapat putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukup tetap, Perangkat Daerah yang membidangi urusan penegakan peraturan daerah melakukan penyegelan dan atau penutupan kegiatan usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 16 BAB VI PELARANGAN MINUMAN OPLOSAN Pasal 33 (1) Setiap orang atau perusahaan dilarang memproduksi, mengedarkan, menyimpan, menjyal dan/atau mengonsumsi Minuman Oplosan untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. (2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang pangan. BAB VII ” PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 34 Masyarakat berkewajiban berperan serta terhadap pengendalian dan pengawasan terhadap peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol, serta pelarangan Minuman Oplosan. Pasal 35 (1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dapat berupa: a. membantu melakukan pengawasan preventif terhadap indikasi terjadinya kegiatan penyalahgunaan pengadaan, _peredaran, penjualan, dan penyimpanan Minuman Beralkohol dan Minuman Oplosan; b. memberikan informasi/laporan mengenai adanya _kegiatan penyalahgunaan pengadaan, peredaran, penjualan, dan penyimpanan Minuman Beralkohol dan Minuman Oplosan; dan c. mengadakan sosialisasi_ mengenai dampak negatif Minuman Beralkohol dan Minuman Oplosan sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan pengedaran Minuman Beralkohol. (2) i) (4) qa (2) (3) Dalam hal berdasarkan laporan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memungkinkan terjadi potensi gangguan ketertiban umum, Perangkat Daerah yang membidangi urusan penegakan peraturan daerah dapat melakukan tindakan administrasi tanpa melalui tahapan pemberian sanksi administrasi. Tindakan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa: a. penutupan usaha sementara; b. pembekuan izin sementara; atau c. penyegelan tempat usaha sementara. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tindakan administrasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB VIII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 36 Selain Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan_penyi ikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Dalam melaksanakan tugas penyidikan, penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang- undangan. 18 BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 37 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan dalam hal peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 24, Pasal 30 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 38 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pelarangan Pengedaran, Penjualan dan Penggunaan Minuman Beralkohol di Kabupaten Sleman (Lembaran Daerah Kabupaten Sleman Seri E Nomor 3 Tahun 2007) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 39 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 19 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sleman. Ditetapkan di Sleman pada tanggal 2 iv: BUPATI SLEMAN, (Cap/ttd) SRI PURNOMO Diundangkan di Sleman SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SLEMAN, (Cap/ttd) SUMADI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2019 NOMOR 5. NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA :(6 , 17 / 2019) 20 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 8 TAHUN 2019 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL, SERTA PELARANGAN MINUMAN OPLOSAN UMUM Peredaran dan penjualan minuman beralkohol merupakan permasalahan sosial yang perli mendapatkan perhatian serius semua pihak, baik aparat pemerintah, tokoh masyarakat maupun masyarakat pada umumnya, karena membahayakan kesehatan jasmani maupun rohani bagi peminumnya dan bertentangan dengan nilai-nilai sosial, keagamaan, ketertiban dan seluruh aspek perikehidupan masyarakat. Bahwa kewenangan Daerah di bidang perdagangan sub urusan perizinan dan pendaftaran perusahaan adalah penerbitan surat izin usaha perdagangan minuman beralkohol golongan B dan golongan C untuk pengecer dan penjualan langsung minum di tempat, maka dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang perizinan, telah dibentuk perangkat daerah yang mempunyai tugas melaksanakan urusan rumah tangga pemerintahen daerah dan tugas pembantuan di bidang perizinan. Untuk memberikan kepastian hukum bagi perangkat daerah yang melaksanakan urusan rumah tangga pemerintahan daerah dan tugas pembantuan di bidang perizinan, maka beberapa Peraturan Daerah yang mengatur perizinan perlu dilakukan penyesuaian, sehingga mendukung tugas, fungsi dan wewenang perangkat daerah dimaksud tanpa meninggalkan tugas pengendalian dan pengawasan bagi perangkat daerah yang melaksanakan urusan terkait izin yang bersangkeutan. Sampai saat ini penegakan hukum terhadap pengedaran dan penjualan minuman beralkohol masih mengalami kendala dalam setiap penegakan hukum pengawasan, pengendalian, pengedaran dan pelarangan penjualan minuman beralkohol di Kabupaten Sleman. Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pengendalian dan pengawasan terhadap peredaran dan penjualan minuman beralkohol, serta__pelarangan | minuman _oplosan memungkinkan Pemerintah Daerah untuk mengambil langkah sesuai kondisi daerah masing-masing, dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan Daerah ini mengatur pengendalian dan pengawasan terhadap peredaran dan penjualan minuman beralkohol, serta pelarangan minuman oplosan. Namun demikian bukan_ berarti Pemerintah Daerah akan melegalkan peredaran dan penjualan minuman beralkohol di Daerah, karena berdasarkan Peraturan Daerah ini minuman beralkohol hanya dapat dijual di tempat-tempat yang semestinya, yaitu pada kelab malam, Hotel berbintang 3, Hotel berbintang 4, dan Hotel berbintang 5, serta Restoran dengan Sertifikasi Bintang 3 (tiga), karena hal tersebut sangat berkaitan dengan ketentuan yang mengatur mengenai kegiatan kepariwisataan. Namun dalam pelaksanaannya perlu diatur mekanisme yang sangat ketat sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini. Peraturan Daerah ini sangat memungkinkan bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dacrah untuk mclakukan pencgakan hukum terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang pengendalian dan pengawasan terhadap peredaran dan penjualan minuman beralkohol, serta pelarangan minuman oplosan di Kabupaten Sleman. Atas dasar pertimbangan tersebut di atas, maka Peraturan Daerah Kabupaten Sleman yang mengatur pengendalian dan pengawasan terhadap peredaran dan penjualan minuman beralkohol, serta pelarangan minuman oplosan sangat diperlukan di Kabupaten Sleman. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 “ Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas, Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kegiatan peribadatan adalah kegiatan yang merupakan bagian dari rangkaian ibadah umat ‘agama tertentu sesuai dengan keyakinan yang dianutnya. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 . Cukup jelas. Pasal 12 Hurufa Cukupyelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Pasal 13 Yang dimaksud dengan “tempat peribadatan” adalah tempat yang digunakan untuk melakukan peribadatan oleh kelompok penganut agama tertentu. Yang dimaksud dengan ‘lembaga pendidikan” adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan pendidikan beserta prasarana dan sarana penunjangnya. Yang dimaksud dengan “fasilitas kesehatan” adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, baik yang bersifat promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat/swasta. Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas, Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Ayat (1) = Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan petugas pengawasan adalah petugas yang mendapatkan amanat dari Bupati atau Kepala Perangkat Daerah untuk melakukan _pengawasan penyimpanan minuman beralkkohol. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 ° Culkup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 5 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 . Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35, Ayat (1) Cukup jelas. Ayat(2)* Yang dimaksud dengan gangguan ketertiban umum adalah semua kondisi yang disebabkan oleh perilaku tidak tertib yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan terganggunya kepentingan umum. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 . Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 142

You might also like