You are on page 1of 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

MASALAH HALUSINASI
LAPORAN PENDAHULUAN
Diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Jiwa yang dibina oleh
Bapak Abdul Hanan, S.Kep., Ners., M.Kes.

Oleh:
Rahul Nurcholik (P17210223054) 38/2C

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI


JURUSAN KEPERAWATAN
D3 KEPERAWATAN MALANG
2023
KONSEP HALUSINASI

A. DEFINISI
Halusinasi adalah pengalaman sensorik yang tidak memiliki dasar
nyata atau kenyataan, dan gejala ini seringkali muncul pada pasien dengan
skizofrenia. Halusinasi melibatkan gangguan dalam persepsi sensorik yang
mencakup berbagai indera, termasuk penglihatan, pendengaran,
penciuman, perasaan rasa, dan perabaan. Individu yang mengalami
halusinasi sering kali mengalami kesulitan dalam membedakan
pengalaman sensorik mereka dengan realitas yang seharusnya ada.
Akibatnya, mereka dapat merasa takut, bingung, dan cemas karena
pengalaman yang tidak nyata ini (Alifiani et al., 2023).
Halusinasi merupakan salah satu gejala positif yang khas pada
skizofrenia, di mana pasien merasa seperti mereka sedang melihat,
mendengar, mencium bau, atau merasakan sesuatu tanpa adanya stimulus
eksternal yang nyata. Halusinasi seringkali menciptakan pengalaman yang
tidak sesuai dengan kenyataan, dan hal ini bisa sangat memengaruhi
kesejahteraan dan kualitas hidup individu yang mengalaminya. Oleh
karena itu, pemahaman dan penanganan yang tepat terhadap halusinasi
menjadi sangat penting dalam perawatan pasien skizofrenia (Sulastri et al.,
2023).
B. ETIOLOGI
Penyebab seseorang mengalami halusinasi dapat dikelompokkan
menjadi dua faktor utama, yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi,
yang mencakup berbagai aspek seperti faktor biologis, psikologis, dan
sosial kultural.
Faktor Predisposisi menurut (Ns. Arya Ramadia et al., 2023):
1. Faktor Biologis: Keterkaitan faktor biologis terutama terkait dengan
ketidakseimbangan zat kimia dalam otak, seperti neurotransmitter
dopamin, yang diyakini berperan dalam terjadinya gangguan seperti
skizofrenia dan halusinasi. Bagian otak seperti sistem limbik, lobus
frontal, dan hipotalamus memiliki peran penting dalam munculnya
halusinasi. Aspek genetik juga dapat berperan dalam kondisi ini.
2. Faktor Psikologis: Faktor psikologis melibatkan berbagai elemen
seperti konsep diri, kecerdasan, kepribadian, moralitas, pengalaman
masa lalu, cara individu mengatasi stres, dan kemampuan komunikasi
verbal. Pengalaman masa lalu yang traumatis atau tidak
menyenangkan, serta persepsi diri yang negatif, bisa menjadi pemicu
halusinasi.
3. Faktor Sosiokultural: Faktor sosiokultural mencakup aspek sosial
seperti status sosial, usia, pendidikan, agama, dan kondisi politik.
Beberapa masalah seperti pekerjaan dan status pernikahan juga dapat
berperan dalam memicu halusinasi.

Faktor Presipitasi:

Faktor presipitasi adalah stimulus yang diterima oleh seseorang


sebagai ancaman, peluang, atau tantangan yang menciptakan stres. Faktor
ini meliputi sifat, asal, waktu, dan jumlah stresor yang mempengaruhi
individu. Beberapa faktor presipitasi menurut (Ns. Arya Ramadia et al.,
2023) dalam kasus halusinasi melibatkan:

1) Faktor Biologis: Riwayat gangguan jiwa sebelumnya, penyakit kronis,


trauma kepala atau cedera, penggunaan obat-obatan terlarang, dan
faktor keturunan yang menyebabkan gangguan serupa.
2) Faktor Psikologis: Pengalaman masa lalu, konsep diri (termasuk
gambaran diri, identitas diri, ideal diri, peran, dan harga diri),
kepribadian, kecerdasan, moralitas, mekanisme koping, dan
kemampuan komunikasi verbal dapat mempengaruhi seseorang
mengalami halusinasi.
3) Faktor Sosiokultural: Pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, pola
komunikasi dan pengasuhan dalam keluarga, kegiatan spiritual, serta
interaksi sosial dalam masyarakat merupakan faktor-faktor sosial dan
budaya yang berkontribusi pada kemunculan halusinasi.
C. KLASIFIKASI & KARAKTERISTIK
Ada lima jenis halusinasi yang umum terjadi menurut (Townsend, 2013):
1. Halusinasi Pendengaran: Halusinasi ini melibatkan persepsi suara yang
salah. Halusinasi pendengaran sering kali berupa suara-suara seperti
suara terburu-buru, musik, atau percakapan orang. Dalam beberapa
kasus, halusinasi ini dapat mengandung perintah yang mendorong
individu untuk melakukan tindakan berbahaya terhadap diri sendiri
atau orang lain.
2. Halusinasi Visual: Halusinasi visual melibatkan persepsi penglihatan
yang salah. Ini bisa berupa gambaran orang, benda, atau cahaya yang
sebenarnya tidak ada. Gambaran visual tersebut bisa berupa bentuk
geometris, gambar kartun, atau adegan rumit yang bisa bersifat baik
atau menakutkan.
3. Halusinasi Taktil: Halusinasi taktil terkait dengan persepsi yang salah
terhadap indera peraba, di mana individu merasa sensasi yang tidak
ada, seperti sesuatu yang meraba kulit mereka dari atas atau bawah.
Contoh halusinasi taktil adalah sensasi merayap seperti serangga di
kulit atau rasa nyeri palsu tanpa stimulus yang jelas.
4. Halusinasi Rasa: Jenis ini melibatkan persepsi rasa yang salah.
Halusinasi rasa seringkali menciptakan rasa yang tidak enak, kotor,
atau busuk yang tidak diinginkan.
5. Halusinasi Penciuman: Halusinasi ini terkait dengan persepsi yang
salah dalam indra penciuman. Individu dengan halusinasi penciuman
mungkin mencium bau yang tidak ada, seperti bau busuk, tak sedap,
atau bahkan bau darah, nanah, feses, atau urin.
D. RENTANG RESPON
Menurut (Stuart, 2012):
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut (YANTI & ALAM, 2012) ada empat tahap dalam tanda dan
gejala halusinasi sebagai berikut: a. Tahap I:
1) Gelak tawa yang tidak sesuai dengan konteks.
2) Gerakan bibir yang terjadi tanpa menghasilkan suara.
3) Gerakan mata yang cepat.
4) Respons verbal yang melambat.
b. Tahap II:
1) Peningkatan aktivitas sistem saraf otonom yang menunjukkan
kecemasan, seperti peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan
tekanan darah.
2) Kemampuan konsentrasi yang berkurang.
3) Penuh dengan pengalaman sensorik dan mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dan kenyataan.
c. Tahap III:
1) Lebih cenderung mengikuti instruksi yang diberikan oleh
halusinasi daripada menolaknya.
2) Kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain.
3) Rentang perhatian yang terbatas, hanya berlangsung beberapa
menit atau detik.
4) Gejala fisik yang intens dari kecemasan, seperti berkeringat,
gemetar, dan kesulitan mengikuti instruksi.
d. Tahap IV:
1) Perilaku yang menunjukkan ketakutan dan kepanikan.
2) Potensi besar untuk melakukan tindakan bunuh diri atau berbahaya
terhadap orang lain.
3) Tidak mampu merespons lebih dari satu orang sekaligus.

F. TAHAP HALUSINASI
Menurut (Anwari et al., 2023):
TINGKAT DEFINISI KARAKTERISTIK
Tahap 1 Belum terjadi gangguan Halusinasi yang dialami
psikotik oleh individu bersifat
menghibur dan masih
dalam bentuk khayalan.
Pasien tetap mampu
membedakan antara
realitas dengan
pengalaman sensoriknya
serta menjaga kendali
atas indra-indranya.

Tahap 2 Terjadi gangguan jiwa Individu yang


namun pada level ringan
mengalami halusinasi
mulai merasa
terhuyunghuyung dan
kehilangan kendali
terhadap
pengalaman
halusinatifnya.
Akibatnya, mereka
cenderung mencoba
untuk menjauhi
asal mula
halusinasi.
Tahap 3 Ganguan jiwa (psikotik) Kendali yang dimiliki
oleh penderita terhadap
halusinasi menjadi
rapuh. Mereka mulai
terpengaruh oleh arah
dan dampak dari
pengalaman halusinatif.
Halusinasi dapat
membawa perasaan baik
yang menyenangkan
maupun ketakutan.

Tahap 4 Gangguan jiwa berat Penderita berada dalam


dengan komplikasi kendali penuh dari
waham (severely halusinasi yang
psychotic) memberikan perintah
dan ancaman. Mereka
mengalami tingkat
kecemasan yang sangat
tinggi, yang
meningkatkan risiko
cedera pada diri sendiri,
perilaku bunuh diri, atau
tindakan kekerasan.

G. PENATALAKSANAAN
Penanganan halusinasi melibatkan dua pendekatan utama: farmakologis
dan terapi psikososial (Wulandari et al., 2023).
1. Pendekatan Farmakologis:
a. Haloperidol (HLD): Ini adalah obat yang dianggap sangat efektif
dalam mengatasi gejala hiperaktivitas, kegelisahan, agresi, waham,
dan halusinasi.
b. Chlorpromazine (CPZ): Obat ini digunakan untuk mengobati
gangguan psikosis terkait dengan skizofrenia dan gangguan
perilaku yang tidak terkontrol.
c. Trihexyphenidyl (THP): Digunakan dalam pengelolaan gejala
tertentu.

Dosis:

a. Haloperidol: 3x5 mg (setiap jam) melalui suntikan intramuskular.


b. Chlorpromazine: 25-50 mg melalui suntikan intramuskular setiap
68 jam hingga gejala akut mereda.
Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif, tablet dapat diberikan: a)
Haloperidol: 2x1.5-2.5 mg per hari.
b) Chlorpromazine: 2x100 mg per hari.
c) Trihexyphenidyl: 2x2 mg per hari. Dalam fase

kronis, dosis tablet adalah:

a) Haloperidol: 2x0.5-1 mg per hari.


b) Chlorpromazine: 1x50 mg per hari (malam).
c) Trihexyphenidyl: 1-2x2 mg per hari.
2. Terapi Psikososial:
Karakteristik utama dari halusinasi adalah gangguan kemampuan
pasien dalam berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu,
intervensi psikososial sangat penting. Beberapa pendekatan termasuk:
a. Terapi Modalitas: Semua staf rumah sakit diharapkan
menggunakan komunikasi yang terapeutik, termasuk administrasi,
petugas kesehatan, mahasiswa, dan petugas instalasi.
b. Terapi Kelompok: Terapi kelompok adalah bentuk psikoterapi yang
dilakukan dalam kelompok pasien yang dipandu oleh seorang
profesional terlatih.
c. Terapi Keluarga: Terapi keluarga bertujuan untuk mengurangi
konflik dan kecemasan dalam keluarga, meningkatkan pemahaman
keluarga tentang kebutuhan individu, meningkatkan keterlibatan
keluarga, dan memperbaiki hubungan peran dalam keluarga.
Perawat memberikan edukasi kepada keluarga tentang kondisi
pasien dan membantu mereka memahami situasi keluarga secara
lebih baik.

H. PATHWAY

KONSEP ASKEP

1. PENGKAJIAN
Pengkajian menurut (Sulastri et al., 2023) melibatkan pemeriksaan
tanda-tanda dan gejala halusinasi, penyebabnya, serta cara klien
meresponsnya. Jika ada halusinasi, ungkapkan pemahaman bahwa itu
adalah pengalaman suara yang tidak nyata, sementara Anda memahami
bahwa Anda sendiri tidak memiliki pengalaman mendengar, melihat,
mencium, atau merasakannya:
a. Kaji terkait isi halusinasi: Apa yang didengar atau dilihat oleh
klien? Apa yang disampaikan oleh suara-suara tersebut?
b. Tentukan waktu munculnya halusinasi, kapan halusinasi tersebut
cenderung terjadi?
c. Tinjau frekuensi halusinasi: Seberapa sering halusinasi muncul?
Berapa kali halusinasi tersebut terjadi dalam sehari?
d. Identifikasi situasi atau faktor pemicu yang memicu kemunculan
halusinasi: Dalam konteks situasi apa halusinasi tersebut lebih cenderung
muncul?
e. Amati respon klien terhadap halusinasi tersebut: Bagaimana
perasaan klien ketika mengalami halusinasi? Bagaimana perilaku klien
ketika halusinasi muncul?
2. DIAGNOSIS
Diagnose keperawatan atau masalah keperawatan yang dapat muncul pada
kasus ini yaitu gangguan persepsi sensori (D0085) b.d gangguan
pengelihatan, gangguan pendengaran, gangguan penghiduan, gangguan
perabaan, hipoksia serebral, penyalahgunaan zat, usia lanjut, pemajanan
toksinlingkungan d.d tanda dan gejala terkait.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN  Luaran Keperawatan
Setelah dilakukannya intervensi keperawatan pada klien dengan
masalah halusinasi, maka diharapkan: - Verbalisasi mendengar
bisikan (menurun)
- Verbalisasi melihat bayangan (menurun)
- Verbalisasi merasakan sesuatu melalui
indra perabaan (menurun)
- Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra penciuman
(menurun)
- Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra pengecapan
(menurun)
- Distorsi sensori (menurun)
- Perilaku halusinasi (menurun)
- Menarik diri (menurun)
- Melamun (menurun)
- Curiga (menurun)
- Mondar-mandir (menurun)
- Respons sesuai stimulus (membaik)
- Konsentrasi (membaik)
- Orientasi (membaik)

 Intervensi Utama
1. Manajemen halusinasi
2. Minimalisasi rangsangan
3. Pengekangan kimiawi
 Intervensi Pendukung
1. Dukungan pelaksanaan ibadah
2. Dukungan pengungkapan kebutuhan
3. Edukasi perawatan diri
4. Edukasi teknik mengingat
5. Limit setting
6. Manajemen delirium
7. Manejemen demensia
8. Manajemen mood
9. Manajemen penyalahgunaan zat
10. Manajemen perilaku
11. Manajemen stress
12. Pencegahan bunuh diri
13. Pencegahan perilaku kekerasan
14. Promosi perawatan diri
15. Restrukturisasi kognitif
16. Skrining penganiayaan/persekusi
17. Skrining penyalahgunaan zat
18. Teknik menenangkan
19. Terapi aktivitas
20. Terapi kelompok
21. Terapi kognitif perilaku
22. Terapi relaksasi
4. IMPLEMENTASI
Implementasi pada klien dengan masalah halusinasi menurut (Heri Zan
Pieter, 2017)
1) Membantu klien memahami dan mengelola pengalaman halusinasi,
seperti
a. Mengidentifikasi apa yang mereka dengar atau lihat selama periode
halusinasi, mengevaluasi frekuensi dan situasi pemicu halusinasi,
serta memahami perasaan yang terkait dengan halusinasi;
b. Memberikan latihan untuk mengendalikan reaksi terhadap
halusinasi dengan berbicara pada saat halusinasi terjadi;
c. Memberikan demonstrasi tentang cara menghadapi halusinasi; atau
d. Mendorong pasien untuk mempraktikkan kembali teknik
menghadapi halusinasi yang telah diajarkan.
2) Melatih klien dalam mengalihkan perhatian dari halusinasi, seperti
a. Mengevaluasi gejala halusinasi dan kemampuan mereka dalam
mengatasi halusinasi;
b. Memberikan latihan untuk mengendalikan pengalaman halusinasi;
c. Berdiskusi tentang aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan oleh
klien;
d. Memberikan latihan praktis dalam menjalankan aktivitas-aktivitas
ini; atau

e. Menyusun jadwal harian yang berisi aktivitas-aktivitas yang telah


dipelajari.
3) Memberikan pelatihan kepada pasien (klien) untuk mengikuti terapi
obat secara teratur.
5. EVALUASI
Evaluasi pelaksanaan tindakan dilakukan terhadap klien dan, jika keluarga
berkunjung, juga melibatkan keluarga. Hasil evaluasi untuk klien
melibatkan kemampuannya mengenali halusinasi, cara mengatasi
halusinasi, kemampuannya berkomunikasi dengan orang lain untuk
mengalihkan perhatian dari halusinasi, serta ketaatannya dalam mengikuti
pengobatan. Sementara itu, evaluasi terhadap keluarga mencakup upaya
untuk membantu mereka memahami halusinasi yang dialami oleh klien,
memberikan perawatan saat klien pulang, dan bersama-sama
merencanakan perjalanan pulang klien. Demikian hasil evaluasi pada klien
dan keluarga, dengan fokus pada pemahaman dan penanganan halusinasi,
dukungan selama pemulangan klien, dan perencanaan ke depan (Heri Zan
Pieter, 2017).

DAFTAR PUSTAKA

Alifiani, H., Jayanti, A., Arisandy, W., Sari, N. Y., Pragholapati, A., Wetik, S. V,
Sulung, N., & Wahyuni, T. P. (2023). ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN JIWA PADA DEWASA, LANSIA DAN KHUSUS. Global
Eksekutif Teknologi. https://books.google.co.id/books?id=763HEAAAQBAJ

Anwari, M., Sriati, A., Oktia, V., Gayatri, P. R., Hernawaty, T., Akasyah, W.,
Pratiwi, W. N., Safaat, H., & Laka, A. A. M. L. (2023). DASAR
KEPERAWATAN JIWA. Mafy Media Literasi Indonesia.
https://books.google.co.id/books?id=kC_WEAAAQBAJ

Heri Zan Pieter, S. P. (2017). Dasar-Dasar Komunikasi bagi Perawat. Prenada


Media. https://books.google.co.id/books?id=erJADwAAQBAJ

Ns. Arya Ramadia, M. K. S. K. J., Ns. Nofrida Saswati, M. K., Ns. Malianti
Silalahi,
M. K. S. K. J., Antonia Helena Hamu, S. K. N. M. K., Ns. Sekani Niriyah,
M.
K., & Ns. Dewi Kurnia Putri, M. K. (2023). Buku Ajar Jiwa S1
Keperawatan.
Mahakarya Citra Utama Group.
https://books.google.co.id/books?id=9QDDEAAAQBAJ

Stuart, G. W. (2012). Principles and Practice of Psychiatric Nursing-E-Book:


Principles and Practice of Psychiatric Nursing-E-Book. Elsevier Health
Sciences.
Sulastri, M. K. S. J., Heppi Sasmita, M. K. S. J., Ns. Nadya Karlina Megananda,
S.
K. M. K., Dr. Ns Arbaiyah, M., Allan Harris, S. P. S. E. M. M., & Ns.
Hernida
Dwi Lestari, S. P. M. K. (2023). Buku Ajar Jiwa DIII Keperawatan.
Mahakarya Citra Utama Group.
https://books.google.co.id/books?id=WNrCEAAAQBAJ

Townsend, M. C. (2013). Essentials of psychiatric mental health nursing:


Concepts of care in evidence-based practice. FA Davis.

Wulandari, I. A. P., Rahayuni, I. G. A. R., Putra, I. P. G. Y. S., Sulaihah, S.,


Wahyudi, H., Surudani, C. J., Wicaksana, I. G. A. T., Pangandaheng, N. D.,
Yudhawati, N. L. P. S., & Mawaddah, N. (2023). ASUHAN KEPERAWATAN
JIWA. PT. Sonpedia Publishing Indonesia.

You might also like