You are on page 1of 11
IMUNITAS SELULER MALARIA Titiek Hidayati '- Bagian Parastinlog? Fukultas Kedokteran MY Abstrak ‘Malaria is still a majority infection disease in Indonesia. Although the disease have high ate morbidity and mortality, but literature concerning malaria immunology is still few. There is no effective vaccine available against endemic human malaria at present, The aim of this study is to explain new information about cellular immune response of infection malaria. Malaria infection by Plasmodium faltiparwm patient who have not immuned can cause patient died. In the body of patient, malaria parasite is 2 lot of staying in cell, either in hepatosit and also critrosil, The cellular immunity assumed more antici- pated to malaria infection compared to the humoral immuned system. T lymphocyt, macrophage and other phagocyt that helping by pro inflammation cytoxin, mnterleukin 2, TNF A and interferon y, are important component [of] cellular immuned system. The direct phagocytosis and microbisidal isan important mechanism to clliminate the parasite by phagocyte. Key word: malaria, cellular immunity; phagocyt Malaria masih merupakan penyakit infeksi utama di Indonesia, Tingkat morbidits dan mortalitas malaria di Indonesia masih tinggi, tetapi literatur mengenai imunologi malaria masih sedikit, Sampai saat ini belum ada vaksin malaria yang mampu melindungi masyarakat yang tinggal didacrah endemic. Makalah ini bertujuan untuk mengkaji imunitas seluler pada infcksi malaria melalui pendekatan kajian pustake. Infeksi maleria oleh Plasmodium falsiparum pada penderita yang tidak imun dapat menyebabkan kematien. Dalam tubuh penderita, parasit malaria banyak tinggal di dalam sel baik di dalam hepatosit maupun eritrosit. Imunitas seluler diduga lebih berperan sebagai sistem pertahanan penderita terhadap infeksi malaria dibandingkan dengan sistem imun humoral, Sel limfosit T, makro‘ag dan fagosil dengan dibantu oleh sitokin pro inflamasi, interleukin 2, TNF gy dan interferon 7, merupakan komponen utama sistem imun seluler. Fapositosis langsung dan mikrobisidel merupakan cara eliminasi parasit yang utama oleh fagosit- Key word : malaria; imumitas seluler; feyrosit Mosiara Modike, Fit. 3, No. I, Jamuari 2005 Pendahuluan Malaria masih merupakan salah satu masalah utama penyakit infeksi di dunia termasuk di Indonesia. Disamping menunmkan derajat keschatan masyarakat, ma- laria juga menurunkan tingkat produktivitas penduduk dan hambatan penting dalam pembangunan sosial ekonomi masyarskat* (Harijanto, 2000). Ditingkat dunia saat ini diperkiraken malaria membunuh seorang balita setiap 30 detik. Jumlsh kasus malaria di dunia per tahun sebanyak 400 jute (300 —$00 juta) yang mengakibatkan kematian pada 1,52, 7 juta penderita, terutama pada ibu hamil dan anak-anak. Di Indonesia diperkirakan terdapat 70:juta penduduk tingeal di daerah endemtis, 6 juta kasus malaria tiap tahun, dengan tingkat kemation pada 1000 penderita **, Permasalahan utama penanganan malaria di Indonesia adalah mulai meningkatnya resistensi Plasmodium terhedap obat entimalaria yang selatna ini biasa digunakan, resistensinya vector penyebar techadap insektisida dan belum ditemukeannya vaksin yang efektif dalam membecrikan perlindungan terhadap masyarakat di daerah endemik. Spesies Plasmodium yang banyak dijumpai di Indonesia adalah Plasmo- divm falciparam (P. falciparum) dan Plasmodiem vivax. Infeksi P falciparum pada orang yang tidak imun dapat menimbulkan gejala klinis yang berat dan apabila tidak diobati dapat menyebabkan kematian'. Diduga derajat keparahan sakit akibat tnfeksi P falciparum berhubungan dengan imunitas scluler yang melibatkan peran sel himfosit T,, 2 dan aktivitas sitokin yang dihasilkannya serta fagosit*. Peran imunitas seluler sebagai pertahanan hospes terhadap infeéksi malaria semakin terbukti dan pada akhir-akhir ini terdapat dugaan bahwe peran perlindungannya. terhadap infeksi malaria lebih utama dibandingkan imunitas humeral*", Makalah ini bertujuan untuk mengupas peran imunitas seluler hospes terhadap infeksi malaria, jerulama peran fagosil dan IFN y, mekenisme kerja komponen-komponen tersebut dalam memberikan perlindungan hospes dengan menggunakan pendekaten kajian pustaka dari hasil penelitian —penelitian terdahulu. Konsep Imunologi malaria Malaria adalah infeksi oleh parasit malaria, suatu protozos darah yang termasuk dalam famili Plasmodiidae dan genus Plasmodium. Cini famili Plasmodiidae adatsh adanya 2 siklus hidup yaitu siklus hidup aseksual pada vericbrata yang berlangsung dalam critrosit dan organ lainnya, serta siklus seksual yang dimulai pada vertebrate. yang kemudian berlanjut pada nyamuk. Siklus hidup semua spesies parasit malaria pada manusia adalah sama yaitumengalami stadium yang berpindah dari vektor nyamuk ‘Ee manusia dan kembali ke nyamuk. Terdiri dari siklus seksual (sperogent) yang berlangsung pada nyaruk aropheles dan siklus a sekeual yang berlangsung pada Manusia yang terdini dari stadium eritrosit (eryrrocyt schizegory) dan stadium yang berlangsung di dalam parenchim hepar (exe-erywroeviic schizogony) ™*, Modiha, Vol. 5, No: 1, Faanaré 2005 Tnfeksi malaria dimutai dari disuntitkannye plasmodium dalam bentuk Sporogoni ‘yang tinggal di dalam Iudah nyamuk betina anopheles ke dalam tubuh penderita. Sporogoni yang masuk dalam tubuh penderita dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam kemudian berusaha untuk masuk ke dalam jaringan hepar agar bisa bertahan hidup ateupun untuk melakukan proses multiplikesi (penggandaan diri), : Picton fA ; — Gormiogrnadh, =. = ¢. —_ 2... thw Gambar 1 Infcksi malaria dan siklus hieup parasit " Bekerjanya sistem imun tak spesifik yang melibatkan korponen humoral dan scluler, baik sistem komplemen. maupun fagosit, berasaha menghancurkan atau tmengeluarkan parasit dan mencegahnya masuk ke dalatn sel bepar. Parasit yang lolos Gari sistem pertahanan awal dan selamat sampai di hepar kemudian berusaha menginvasi hepatosit untuk kemudian melaloakan penggandaan diri di dalamnya (siklus aseksual ckso-eritrosit). Skizon yang matang kemudian pecah dan dikeluarkan dari hepatosit masuk ke dalam peredaran sistemik sebagai merozoit. Merozoit berusaha muasuk ke dalam eritrosit agar bisa melakukan penggandaan diri dart bentuk tropozoit menjadi skizon (siklus aseksual eritrosit) dan sebagian merozoit lainmya berusaha masuk ke dalam eritrosit untuk menjalanj siklus seksual menjadi gamet. Skizon yang matang Mutiars Media, Val. $,.No, 1, Januari 2005 kermudian peceh dan kembeli masuk ke dalam peredaran darah dan berusaha untuk kembali melakukan invasi ke dalam eritrosit, Gametosit intracritrosit yang beruntung akan terhisap oleh nyamuk anopheles betina yang kemudian menjalani siklus seksual di dalam tubuh nyamuk, sporogoni yang beruntung akan ditularkan kepads calon penderita berikutnya melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Infeksi oleh parasit malaria berakibat diinduksinya sistem imun hospes. Oleh karena di dalam tubuh hospes perasit malaria mempunyai dua stadium perkembangan aseksual yaitu stadium hepatal dan stadium eritrositik, maka tanggapan sistem imun dalam memberikan perlindungan bersifat komplek dan spesifik sesuai tahapan infeksi (stage specific). Sistem imun terhadap malaria melibatkan hampir seluruh komponen sistem imun, baik sistem imun humoral maupun imunitas seluler, yang timbul secara alami maupun didapat (Harijanto, 2000). Imunitas spesifik terhadap infeksi malaria timbulnya lambat dan hanya bersifat jangka pendck serta bersifat tak menctap * 4. Imunitas tak spesifik (imate inumunity), mulai bekerja begitu terdapat patogen yang dikenalinya sebagai nonself, termasuk Plasmodium, masuk ke dalam tubuh. Sistem pertahanan tak spesifik bersifat segera dan tidak memerlukan sistem memori. Parasit yang masuk segera dihadapi oleh sistem imun tubuh tak spesifik tujuamnya adalah untuk mengeliminasi atau paling tidak menghambet perkembangan parasit dalam tubuh schingga hospes tetap schat. Sistem imun tak spesifik melibatkan berbagai komponen, meliputi komponen seluler, sitokin, system komplemen, baricr fisik maupun organ atau lat fubuh, Komaponen seluler yang berperanan pada sistem rum tak spesifile adalah sel fagositik meliputi antara lain netrofil, monosit dan makrofag. Komponen seluler sistem imun tak spesifik berperan baik schagai reseptor (APC: antigen Presenting factor) maupun sebagai efekter. Sitokin yang terlibat antara lain TNF cx, IL-2, IL-4, IL-6, IL-8, IL-10, IL-12. Ditambah olch sistem komplemen dan organ limpa '4a1980123 Imunitas spesifik munculnya lebih belakangan karena untuk bekerjanya, membutuhkan sistem memori'. Imunitas spesifik merupskan sistem pertahanan organisme yang paling utame terhadap infeksi parasit malaria. Sistem imun spesifik diperankan oleh limfosit T untuk imunitas seluler dan limfosit B untuk imunitas humoral. ‘Limfosit T dengen mengaktivasi sel fagosit dibantu oleh berbagai sitokin yang dihasilkan oleh sel Th! berperan untuk mengeliminasi parasit intraseluler, baik dalam hepatosit maupun eritrosit. Melalui mekanisme opsonisasi, lisis ataupun netralisasi, limfosit B mengelimimasi parasit dari dalam tubuh yang berada di luar sel, dengan membentuk berbagai macam imunoglobulin, juga dengan bantuan sitokin yang dihasilkan oleh sel Th2 dan gel-sel efektor ?*?_ Secara konseptual respon imun seluler hospes terhadap infeksi malaria adalah tampak pada gambar 2. Maiiara Medita, Vol. 5, Na. 1, Januaré 2005 ‘Gambar 2. Skema mekanisme sistem imu seluler pada infeksi malaria “= Ga Muclora Mevtite, You. 5, No I, Jamuart 2005 Respon Imun Seluler Pada Infeksi Malaria Komponen sistem imun seluler inang dalam memberikan respon terhadap antigen Pfasmodiwn terdiri dari 3 bagian yaitu: +" 1. Pengatur atau koordinator pada sistem imun scluler. Sebagai sel pembangkit dan pengatur respon imun seluler adalah sel limposit Thelper-1 (Th-1). 2 Medistor atau perantara, yang diperankan olch berbagai sitokin atau chemokin, terutama IFN y, IL-2 dan TNF q. 3. Efektor atau pemangsa, yang diperankan oleh berbagai sel fagosit antara Lain, makrofeg, netrofil, monosit, mast sel, se] kupfer dan netrofil.serta sel Te. Secara berturut-turut dalam makalah int akan dikaji 3 komponen yang terlibat dalam respon imun seluler tersebut di atas. Fungsi Pengaturan Respon Imun seluler oleh Sel T Infeksi P berghei pada mencit Swiss meningkatkan akttivitas prolifirasi limfsit ‘T yang mulai terlihat sejak hari ke-2 pasea infeksi dengan puneak protiferasi dicapai pada hari ke- 6 pasca infekei. Pada mencit yang divaksinasi dengan vaksin P berghet stadium eritrosit ditambeh dengan ajuvan dapat mempertahankan aktivitas. proliferasi ini sampai mencit tersebut sembuh, tetapi pada mencit yang tidak divaksinasi alau divaksinasi dengan P henge! stadium eritrosit tetapi tidak dengan ajuvan akdivitas proliferasi ini segera menurun dan pada hari ke-12 pasea infeksi atau lebih, mencit yang bersangkutan mati '35.!80.4, Limfosit mervpaken kunci dalam fungsi kontrol sistem imun, terdiri dari sel T dansel BY, Limfosit memiliki kemampuan untuk membedakan benda asing (nonself) dari jaringan sendiri, karena memiliki reseptor yang terletsk pada permukaan sel (TCR:Tol Receptor Celfy-". Limfosit T berfungsi membantu sel B dalam memproduksi antibodi, mengenal dan menghaneurkan sel yang terinftksi, mengaktifkan makrofag dalam fagesitosis dan mengontrol ambang dan kualitas sistem imun. Atas Pengaruh antigen melalui sel T, sel B berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang mampu membentuk dan ees Roma nrcne ne Samia seperti reseptor yang ada pada permukaan sel prekursornya. Sel T dapat diaktifkan setelah tmenerima sinysl yaita berupa komplek antigen dan IL-1. Antigen yang semula ditangkap dan diproses oleh APC (antigen presenting Cell) kemudian dipresentasikannya ke Teseptor pada sel Tc dan Th. APC disamping mempresentasikan antigen kepada reseptor Te atau Th juga menghasilkan dan melepas sitokin seperti IL-1 yang merangsang sel T untuk berproliferesi dan berdiferensiasi 2" 5, erry Mutiare Medike, Vol 3, No. I, Januari 2005 Go Jika sel limfosit diaktivasi maka kemudian-mengalami perubahan-perubahan sebagai berileut: 10040 1. Transformasi blast dan protiferasi. Sel limfosit setelah distimulasi kemudian masuk dalam fase G1 sikfus sel, yang sebelumnya berada pada fase istirahat (Go siklus sel). Bentuknya berubah menjadi lebih besar dan mengandung RNA lebih banyak dan kemudian membelah. Peristiwa ini dikenal dengan transformasi blast. 2, Berdiferensiasi menjadi sel efektor, Limfosit yang teraktivasi berdiferensiasi dari sel kognitif menjadi sel efektor yang berfungsi menyingkirkan antigen. Sel Te yang berdiferensiasi mempunyai ramula sitoplasmik lebih banyak yang mengandung protein yang berfungsi melisiskan sel sasaran. Limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. 3. Berdiferensiasi menjadi scl memori. Sebagian populasi sel T dan sel B yang distimulasi tidak berdiferensiasi menjadi sel efektor tetapi menjadi sel memori yang memiliki ketahanan hidup lebih panjang. Sel memon tidak berubah:menjadi sel efektor bila tidak distimulasi. 4. Apoptosis. Sebagian limfosit yang diaktivasi herprolifirasi tetapi tidak berubah thenjadi sel efektor atau sel memori melainkan justru mengalami kematian temprogram yang disebut dengan apoptosis. Apoptosis bertanggungjawab pada mekanisme penstabilan pool limfoid yang konstan selama hidup. ‘Limfosit T berperanan penting pada respon imun seluler hospes terhadap ma- laria. Berdasarkan fungsi, limfosit T dibagi menjadi dua yaitu sel T helper (Th atau ‘CD4) dan sel T sitotoksik (CD8). Sel Thelper (Th) CD4 dapat dibagi menjadi dua subset utara yaitu el Thelper] (Th1) untuk respon imun seluler dan Th2 untuk respon. imun humoral, Sel Th] memproduksi sitokin pro inflamasi, antara lain IL-2, FM y, dan limfotoksin alfa (LT a, yang dikenal juga sebagai TNF B) yang kemudian berfimgsi untuk menstimulasi makrofag dan fagosit lsinnya. Makrofag dan sel efektor yang. terstimulasi akan aktif melakukan fagositosis terhadap petogen yang terdapat pada hospes maupun mengeluarkan sitokin untuk membangkitkan respon imun yang lebih kompiek sehingga bospes techindar deri kematian "4, Peran Interferon + (IFN ¥) sebagai mediator pada respon imun seluler Mencit Swiss yang diinfeksi P. berghei dengan kadar IFN y yeng lebih tinggi memiliki kemampuan perlindungan yang lebih tinggi dibandingkan mencit Swiss yang memiliki kadar [FN y rendah*, demikian juga terepi kombinasi antara klorokuin dengan IFN y memberikan hasil yang lebih baik pada P. falciparwne yang resisten klorokuin. Setelah diproduksi oleh sel, IFNy berpcran untuk mengaktivasi makrofag Makrofag yang aktif akan menghasilkan bermacam-macam sitokin diantaranya Tu- sor Nekrosis Factar (TNF). Tenor nekrosis factor berperan dalam penghancuran Parasit dan aktivasi makrofag. Peran lain IFN y adalah dalam pengaktifan sel-sel ‘efektor misalnya neutrofil dan scl pembunuh (natural killer ceff) +, Es) ‘Muetiera Medika, Vol 5, No. fy Januari 2005 Ada dua macam interferon (IFN) yaitu IFN tipe I dan IFN tipe Il, IFN tipe 1 yang berperan dalam imunitas alami dihasilken oleh makrofag dan fibrobles sedangkan IFN tipe I (IFNy) yang dihasilken oleh sel limfosit T,, bexperan dalam imunitas yang. didapat. Selain sel limfosit T,,, CD, sel limfosit T,,, CD, dan sel NK juga memproduksi IFN y dalam jumlah yang lebih sedikit 24-5, Sebagai mediator respon imun seluler, IFN y mempunyai beberapa aktivitas diamaranya: 12409.0.015 a, Mengaktifken sel makrofag dari stadium istirahat menjadi stadium aktif. In- terferon y secara langsung dapat menginduksi sintesa enzim dalam makrofag yang berperan dalam proses kematian patogen. b. Interferon y beeperan meningkatkan ckspresi molekul MHC kelas [dan molekul MAHC kelas Il. Berikutnya hal ini akan merangsang pembentukan antibodi dan perkembangan sel T sitotoksik. ¢. Interferon y secara langsung berperan pada diferensiasi sel limfissit T dan sel limfosit B. Terbukti IFN y akan meningkatkan sintesis imunoglobulin oleh sel limfositB. 4. Interferon 7 juga merupakan activator matura! killer cell yang sangat polen Pemberian imunomodulator yang bersifat imunostimulan meningkatkan kwantitas den kuslitas [FN y. Pemberian vaksin malaria, ckstrak teh hijau, obat antimalaria dan vitamin A dapat bertindak sebagai imunostimulansia pada IFN 7“. Peran Fagosit sebagai efektor pada respon imun seluler ‘Sclama infeksi olch parasit, jumlah sel fagosit yang beredar jumlahnya meningkat. Penelitian pada mencit yang diinfeksi P v. petfer! menunjukken aktivitas sel stem sumsum tulang yang meningkat yang berkerelasi dengan meningkatnya jumilah fagosit yang beredar dalam sistem sirkulasi (Supargiyono, 1994) dimana hal ite menunjukkan adanya peningkatan produkei sel fagosit terkait dengan adanya patogen. Fungsi utama sel ini adalah migrasi, kemotaksis, ingesti, dan membunuh parasit. Mikroorganisme dan partikel lain yang memasukd sistem limfatik, paru-paru, sumsusm tulang atau peredaren darah dan hepatosit akan difagositusis oleh berbagai fagosil. Diantara fagosil yang berperan pada proses climinasi mikroba atau parasit dari hospes adalah lekosit polimorfonuklear (PMN atau netrofil), fagosit mononuklear sirkulasi (monosit) dan makcofag (fagosit monoauklear jaringan) yang terdapat di jarmgan tetikuloendotelial. Sistem fagosit mononuklear merupakan populasi sel utama kedua dari sistem imun dan terdiri dari sel-sel yang mempunyai fings! utama fagositosis UASA01 1%, 18,L6,06,1725 Makrofag berperan pada sistem imun seluler spesifik maupun-non-spesifik, serta pada sistem humoral. Berhadspan dengan sntigen malaria, yang merupakan nonseif, makrotag lnngsung beruszha untuk melakukan fagositosis untukmengeliminasi patogen deri hast, Makrofag bersems-sama dengan APC (Antigen Presenting Cell) Mariana Media, Wat. 5, Na. I, Fanuari 2005 fe yang lain skan memproses den menampilkan antigen kepads sei limfosit Thelper (CD4) ‘untuk menimbulkan respon imun spesifik. Makrofag berperin sebagei sel fagosit utams, peasekresi sitokin TNF dan IL-1 yang sangat berperan dalam sistem imun seluler, mensintesa dan mensekresi berbagai macam produk seperti ROI, hormon polipeptida, enzim, dan inhibitor enzim, komponen Kamplemen, dan berbagai protein lainnya ""™, Makrofag sebagai efektor pada sistem imum celuler, berperan untuk mensusnahkan Plasmodium, terutama peda tahap eritrositer, baik melalui mekanisme fagositosis langsung maupun melalui mekanisme tak langsumg dengen melepaskan Reactive Oxygen Intermediates (ROW) dan sitokin *°°. Penelitian pada mencit Swiss yang diinfeksi P. berghei maupun mencit LACA yang diinfeksi Py, peiteri menunjukkan aktivitas fagositosis dan aktivitas sekresi ROT oleh makrofag +4541, Hal itumenunjukkan meningkatnya respon sel efektor untuk mengeliminasi parasit. Penelitian epidemilogis di dacrah endemis malaria di Afrika menunjukkan bahwa penderita malaria dengan kadar ROI atau RNI yang tinggi Icbih sclamat dari bshaya kematian dan lebih cepat pulih dari simptom daripada penderita malaria dengan kadar ROI & RNI yang rendah. Kerja fagositosis makrofag lebih cfisien dengan adanya antibod: 6, Ingesti partikel sing, misalnya mikroorganisme atau parasit malaria, diikuti berbagai efek pada pranulosit fagosit: (1) Ronsumsi oksigen meningkat, hal int menyebabkan pembentukan radikal oksigen dan meningkatkan pelepasan hidrogen peroksida. Anion superoksida, hidrogen peroksida dan hidroksil radikal yang terbentuk ini disebut ROE (2) peningkatan glikolisis melalui hexose monophosphate shunt; (3) lisosom pecah dan enzim hidrolitiknya tercurah ke dalam vakuola fagosit menjadibentuk vakuola digestif atau fagolisosom 7, Respon mikrobisidal dari makrofag secara garis besar dapat disimpulkan sebagai berikut: 123-".u0s.7 (1). Milzobisidal tergantung oksigen (Oxpgen dependent), Proses pembasmian mikraba oleh fagosit sebagian melalui proses yang membutuhkan radikal bebas dari oksigen terdiridari : + respiratory burst, pembentukan texic superoxide, singlet oxygen, dan radikal reaktif yang lain. Radikel superoksida secara langsung mengakibatkan kematian untuk beberapa mikroorganisme termasuk Plasmodium intraseluler. - Halogenasi komponen mikroba oleh system mieloperoksidase (hydrogen peroksida, mieloperoksida dan halida) (2). Mikrobisidal tak tergantung oksigen (Nonoxygen dependent), yoitu melalui pelepasan kandungan lisosom entimikroba untuk fazosom termasuk dianteranya edalah ‘protein kation, asam hidrolase, lisozim, laktoferin dan protease. eS Mutiars Modtha, Vol. 3, No I, Januar! 2005 ‘Oksigen radikal bebas diproduksi sebagai respon pertahanan inang dan mempunyai efek antimikroba atau scbagai mikrobisidal. Banyak bukti bahwa terjadi interaksi radikal oksigen dengan NO dengan hasil reaksirya adalah ONOO, yang tidak hanya menunjukkan toksisitas tetapi juge berfungsi scbagai mediator imflamasi. Penelitian mengenai pembentukan radikal oksigen dari neutrofil dan makrofag peda. hati mencit yang diinfeksi $. sphimurttem berhubungen dengan pmbentukan lesi granulomatosa "", Altifites makrofag dapat ditingkatken dengan pemberian zat-zat yang bersifat imunostimulansia 5!*"22, Vaksinasi pada mencit terinfeksi malaria dengan vaksin, P Serghei stadium erttrositik terbukti meningkatkan kadar IFN 7’, kemampuan fagositosis makrofag terhadap P/asmodism, maupun produksi ROT 34931522, Demikian juga pemberian immunoglobulin dari penderita malaria falsiparum terbukti juga tclah meningkstken daya fagositesis makrofag, Pemberian zat-zat imunostimulansia diduga dapat meningkatkan imunitas seluler penduduk terhadap infeksi malaria. DAFTAR PUSTAKA Abbas, A.K., Lichtman, A. HL, and Pober, 5, 1994, Cellular and Molecular Immunology. Secand Fat Philadelphia : WB, Sounders Company Baratawidjaja, K.G 2000. Jmunologt Dasar. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokeran Universitas Indonesia ‘Dale, M. M., Fareenam, J.C. apd Fan, TD. (ed.) 1994. Textbook of immunopharmacology. Orford. : Blackwell Scientific Publications Fitti, LK. 1996, Ain anvar kadar imtenferon ddan TumorNecrosis Facior denganimunitas terhadap (nfoksi malaria. Jogjakarta : Pasca Sarjana UGNC Good, M. F. And Saul, A. J. (ed) 1993. Molecular Inmanolegical consideranions i Malaria Vaccine Develepetent. Landon CRC pres Hasijanto, BN, (ed.} 2000, Malaria epidemiolog!, Patogenesis, Manifestasi Klinis dam Penanganan, Jakarta : EGC. ‘Hoffman, 8.1... Sedegak, M. and Malik, A. 1994. Cytotoxic T Lymphocytes in Humans Exposed to Plamediurn Puleiparum by immunization or Natural Exposure. Dalam Oldstone, M. B.A. (eds), Chiatosic T Lompbocuerie Humans ving and Materia Infections. London : Springer ‘Vertegt Ibrahim, A. 2000, Iatensifikasi Penatalaksmnaan Ksas Mala. Dalam Lestar, E. W.atkk. (Peny)) Prosedting Koujpenst Internastonal Soi! transmitted Heiminth Control dan Seminar seria Rapat Kerja Nasiowal Perkumprilan Pembertntacan Penyalit Parasitik Indonesia. Denpasar : Di. F282, Ditjea, PPM & PLE Miniiara Media, ¥ot. 5, No. 1, Januari 2005 Ee Ignacin, SR. 2001, Nitric exide production by murine peritoneal macrophages in vitro and ia vive treated ‘with Phyllanthus tenellas extracts... Ethmapharmacal, 74, 2, 181 «7 Janeway, CH. 1994. Immunobiology the immune system in health and disease, London: Current Biology Ltd. Kaufmenn, S. H. E., Sher, A.and Ahmed, R. (od.) 2002. Inunienalogy of Infections Disease. Washington DC: ASM Press Klein, J. 1991. Detieesiniedint mediuted by phagocyts. Dalam 3. Klein . fnnenalogy. Orford: Black ‘well Scientific Publications Kresno, SB, 200] Imurologt: Dignasts dan Prosedar Laboratorium. Bd, Keempat. Jakarta: Fults ‘Kedokteran Universitas Indonesia Me Kenna 2000, 64 T celle dre a Component of Early Immunity against Preerythrocytie Malaria Parasites, Infecion and Imanunity 68, 4, 2224-30 Ratnaningsib, T. 2001. Efek eksirek polijfewe! teh hija terhadap respon foun seluler mencit selama tyfeksi Salmonella typhireuriam. Jogjakasta, Pasca Sarjana UGM. Sheebun,S. 1997. Clinical lnmumology. Principles and Laboratory Diagnasis, Second ed. Philadephia: Lippinchott ‘Stites, DP. dan Terr, A, 1990. Baste Human immunology. Sen Pransizco: Prenctice-Hall International: ine. Supargiyeno, 1904. Protedsi teriadap lnfeksi Malaria yang fatal pads mencit dengan Visksia Malaria Sodium Darah, BIK Jl XX¥T, 3, 125-136 Warren, K- 8, (ed.) 1993, finmanology and Molecular Blology of Parasitic fnfection. Thind Edition. Oxford - Blackwell Scientific Publication ‘Wijaynti, M. A. 2000, Sekresi reactive oxygen intermediates oleh makrofag peritoneum mencit yang diimunisasi selama infelesi Plasmodium berghel, 81K, 22, 2, 77-82 ‘Wijaysmti, M. G., Suprgivono dan Fitri L.K. 1999, Sekrei Tumor Necrosis Factor dan Reactive Oxygen termediates olch makrofag peritoneum mencit yang distimealasi dengan antigen terlazut Plasmodium Falciparum. BIK., 31, 1, 23-27 ‘Witayanti, M.A. 1997. Pengaruh inmunisasi mencit dengan parasit stadium eritrositik terhadap infcksi Plasmodium berghel. 81K, 28, 2,53-9 ‘Yoneto, T, 2001. Aritea! Role of Fe Receptor Mediated Aaribady- Dependent Phagocysosis in he Hast Resistance to Blood stage Plasmodivn berghei XAT Infection, The Journal of immune!- ogy, 6236-41 Mutiara Medike, Fo 3, 8 J, Jasnari 2005

You might also like