You are on page 1of 11

Nama = Winisudha Jatun Kuncara

NIM = 195221065

Kelas = AKS 7D

Mata Kuliah = Audit Forensik

Nama Resume = Pemeriksaan Keuangan Negara

Pemeriksaan Keuangan Negara

A. Konsep perhitungan kerugian keuangan negara

Adanya problem regulasi dalam perundang-undangan menyebabkan penghitungan


kerugian keuangan Negara akibat tindak pidana korupsi pada sektor-sektor tertentu
menjadi belum maksimal. Hal inilah yang melatarbelakangi PUKAT FH UGM
mengadakan Diseminasi dan Diskusi Publik dengan Tema “Penghitungan Kerugian
Keuangan Negara” pada Selasa (8/12/2020) secara daring. Diskusi ini selain diisi oleh
Tim Peneliti dari PUKAT UGM yaitu Oce Madril dan Agung Nugroho, juga turut
menghadirkan beberapa akademisi seperti Prof. Dr. Bambang Hero S.,M.Agr. (Guru
Besar Fakultas Kehutanan IPB); Prof. Dr. Pujiyono, S.H., M.Hum. (Guru Besar
Fakultas Hukum UNDIP); Dr. W. Riawan Tjandra, S.H., M.Hum. (Pakar Hukum
Administrasi Negara UAJY Yogyakarta).

Oce Madril mengatakan bahwa kerugian keuangan negara di sektor-sektor seperti


lingkungan, kelautan, dan sebagainya harus memiliki regulasi yang jelas dan sinkron.
Oce Madril juga mengungkapkan bahwa Tim Peneliti mendiskusikan 3 hal dalam
Penelitiannya. 3 hal tersebut adalah konsep kerugian Negara, mekanisme
penghitungan kerugian keuangan Negara, dan otoritasi pihak yang berwenang untuk
menghitung kerugian keuangan Negara. Mengenai mekanisme, Oce menambahkan
bahwa hingga saat ini masih terdapat perdebatan antara metode yang digunakan oleh
akademisi, BPK, akuntan, dan penegak hukum. “Mereka memiliki mekanisme sendiri-
sendiri untuk menghitung itu, dengan perspektif yang berbeda-beda, sepanjang dapat
dipertanggungjawabkan secara keilmuan atau kebijakan”, tambahnya.
Sementara itu, Agung Nugroho yang juga merupakan Tim Peneliti PUKAT
menambahkan bahwa sebenarnya MK telah membuka kemungkinan penghitungan
bisa dilakukan oleh lembaga, penegak hukum dan non-pemerintah (ahli), sepanjang
diterima oleh majelis hakim. Agung juga mengatakan bahwa UU Tindak Pidana
Korupsi saat ini belum mendefinisikan kerugian keuangan Negara secara jelas. Ia
mencontohkan dalam Pasal 32 dimana terdapat norma yang mengatur suatu keadaan
kerugian keuangan Negara secara nyata dan pasti. “kata dapat sebelum frasa kerugian
keuangan Negara tidak menentukan akibat kerugian keuangan Negara menjadi
penekanan dari tindak pidana korupsi”, paparnya.

Kemudian, Riawan Tjandra dalam paparannya menyinggung mengenai Putusan MK


yang membahas mengenai kewenangan PDTT (Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu)
yang dimiliki oleh Badan Pemeriksa Keuangan(BPK). Menurutnya MK tidak cukup
tegas dalam berpendapat mengenai legal reasoning kewenangan PDTT. “Hanya
norma mengenai PDTT yang merupakan satu-satunya pintu masuk untuk menelusuri
dugaan kerugian keuangan negara”, paparnya. Ia juga menyinggung Perma Nomor
1/2020 yang membuat klasifikasi bobot pemidanaan yang disesuaikan dengan jumlah
kerugian Negara. Menurutnya ini cukup bertentangan dengan pola di Kejaksaan
dimana range kerugian keuangan Negara ini sudah tidak dipakai lagi. Mengenai aset,
Riawan memaparkan ada 7 hal yang harus dicermati yaitu inventarisasi aset,
perencanaan aset, legal audit, penilaian aset, optimalisasi aset, sistem informasi
manajemen aset dalam pengawasan dan pengendalian aset, dan relasi dengan strategi
manajemen.

Selanjutnya, Bambang Hero menerangkan bahwa Pengembalian aset lintas batas


memerlukan kerjasama berbagai instansi secara terintegrasi. Guru Besar IPB ini
mengatakan bahwa saat ini Undang-Undang yang mendukung pengembalian aset
belum digunakan secara maksimal. Hal ini menyebabkan proses pelacakan,
pengamanan, dan proses-proses lainnya belum berjalan dengan baik. Ia juga
memaparkan beberapa permasalahan terkait aset yang mana pengelolaannya belum
maksimal, barang sitaan tidak terawat, serta penjualan aset yang belum optimal.
Padahal di saat yang sama, lingkungan semakin lama semakin rusak.
Sesi pemaparan dilanjutkan dengan paparan Pujiyono yang juga merupakan dosen di
Fakultas Hukum UNDIP. Ia mengatakan bahwa korupsi tidak ada habisnya, semakin
ditekan semakin meluas. Mengenai korupsi di sektor sumber daya alam (SDA), ia juga
mengungkapkan pemberitaan mengenai korupsi di sektor ini masih sepi dibanding
kerugian berupa uang, padahal kerugiannya juga besar. Hal ini lantaran ketika alam
rusak, maka akan berdampak luar biasa bagi masyarakat secara luas. Tindakan korupsi
di sektor SDA tidak hanya merugikan negara tapi juga menghambat pembangunan,
sehingga harus ditangani secara luar biasa sebagai sebuah extraordinary crime.

B. Bentuk kerugian keuangan negara

Koordinator pengawasan JFA bidang Investigasi Perwakilan BPKP Provinsi Kepri,


Raplan Lumbanbatu mengirimkan sebuah karya tulisnya yang berjudul “Jangan
Terlalu Mudah Menyimpulkan Adanya Kerugian Keuangan Negara” ke
batamtoday.com pada hari Kamis, tanggal 13 November 2014. Karya tulis tersebut
dibuat dengan maksud agar seluruh masyarakat Indonesia dapat lebih memahami
tentang arti dari kerugian negara.

Berikut adalah beberapa kutipan mengenai Kerugian Keuangan Negara yang kami
rangkum dari karya tulis Bapak Raplan :

Latar Belakang :

“Semangat pemerintah untuk memberantas korupsi, seiring juga semangat dari


berbagai lapisan kelompok masyarakat untuk mengomentari tentang kerugian
keuangan Negara termasuk siapa atau lembaga mana yang berwewenang untuk
menghitung kerugian keuangan negara. Hal ini terbukti dengan menjamurnya
tanggapan, komentar dan kesimpulan lapiasan masyarakat tentang kerugian keuangan
Negara dan yang menghitungnya serta yang menetapkannya”

“Seperti yang pernah penulis dengar/alami dari pernyataan seseorang/kelompok yang


menyebutkan bahwa di instansi tersebut banyak terjadi korupsi juga para pejabatnya
koruptor dan langsung menyimpulkan adanya kerugian keuangan Negara walaupun
informasi maupun data yang mendasari pernyataan mereka masih kurang memadai
yaitu hanya:

- Melihat bangunan-bangunan di lingkungan satu instansi tersebutmengalami


kerusakan.

- Terjadi penyimpangan dari peraturan dan atau anggaran dari pedoman

- Bangunan atau pekerjaan belum dimanfaatkan dan lain-lain yang menurut kelompok
sudah sebagi bukti bahwa telah terjadi korupsi”

Dari latar belakang tersebut, menyimpulkan bahwa seseorang telah menimbulkan


kerugian negara harus dilakukan secara hati-hati. Ada baiknya kita memahami terlebih
dahulu Kerugian Keuangan Negara

1. Pengertian Rugi dan Kerugian

“Kamus besar Bahasa Indonesia memberikan rumusan arti kata rugi sebagai berikut:

(1) terjual dan sebagainya kurang dari modalnya ; tidak mendapat laba

(2) kurang dari modal ( karena menjual lebih rendah daripada harga pokok)

(3) tidak mendapat faedah (manfaat) ; tidak beroleh sesuatu yang berguna

(4) sesuatu yang kurang baik ( tidak Menguntungkan ; mudharat).

Sedangkan Kerugian dirumuskan sebagai:

(1) menanggung atau menderita rugi ;

(2) perihal rugi ;

(3) sesuatu yang dianggap mendatangkan rugi (tentang kerusakan dsb);

(4) ganti rugi.”


2. Pengertian keuangan negara

“Pengertian keuangan Negara menurut penjelasan UU No. 31 tahun 1999 tentang


Pemberantasan Tindak PidanaK orupsi, adalah:

Seluruh kekayaan Negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak
dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan Negara dan segala hak dan
kewajiban yang timbul karena :

a. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga


Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;

b . Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha


Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum, dan perusahaan
yang menyertakan modal Negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak
ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.”

3) Kerugian Keuangan Negara

“Menurut UU No. 31 tahun 1999 bahwa kerugian keuangan Negara adalah


berkurangnya kekayaan Negara yang disebabkan suatu tindakan melawan hukum,
penyalahgunaanwewenang / kesempatan atau sarana yang ada pada seseorang karena
jabatan atau kedudukan, kelalaian seseorang dan atau disebabkan oleh keadaan di luar
kemampuan manusia (force majure).

Kerugian Keuangan Negara dapat berbentuk :

(1) Pengeluaran suatu sumber/kekayaannegara/daerah (dapat berupa uang, barang)


yang seharusnya tidak dikeluarkan;

(2) Pengeluaran suatu sumber/kekayaan negara/ daerah lebih besar dari yang
seharusnya menurut kriteria yang berlaku;
(3) Hilangnya sumber/kekayaan negara/daerah yang seharusnya diterima (termasuk
diantaranya penerimaan dengan uang palsu, barang fiktif);

(4) Penerimaan sumber/kekayaan negara/daerah lebih kecil/rendah dari yang


seharusnya diterima (termasuk penerimaan barang rusak, kualitas tidak sesuai);

(5) Timbulnya suatu kewajiban negara/daerah yang seharusya tidak ada;

(6) Timbulnya suatu kewajiban negara/daerah yang lebih besar dari yang seharusnya;

(7) Hilangnya suatu hak negara/daerah yang seharusnya dimiliki/diterima menurut


aturan yang berlaku;

(8) Hak negara/daerah yang diterima lebih kecil dari yang seharusnya diterima.”

4) Lembaga yang berwenang untuk menghitung dan menetapkan kerugian keuangan


negara

“Siapa/lembaga mana yang berwewenang untuk menghitung kerugian keuangan


Negara?

Dalam UU No. 30 Th 2002: tentang KPK Pasal 6 menyebutkan KPK Mempunyai


tugas: a. Koordinasi dengan instansi yang berwewenang melakukan pemberantasan
pidana korupsi.

Siapa itu instansi yang berwewenang ?

Mari kita lihat: dalam Penjelasan Pasal 6 UU No. 30 Th 2002: Yang dimaksud
dengan "instansi yang berwenang" termasuk Badan Pemeriksa Keuangan, Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara
Negara, inspektorat pada Departemen atau Lembaga Pemerintah Non-Departemen

Dari uraian di atas jelas bahwa BPKP salah satu instansi yang berwewenang
melakukan perhitungan kerugian keuangan Negara bukan menetapkan adanya
kerugian keuangan Negara, sedangkan yang menetapkan adanya kerugian keuangan
Negara adalah merupakan wewenang mutlak dari hakim yang mengadilinya.”
“Memang kita patut senang melihat masyarakat belakangan ini menjadi begitu kritis
terhadap isu-isu yang ada di pemerintahan khususnya menyangkut masalah korupsi.
Hal ini membuktikan bahwa ada semangat yang besar dari masyarakat kita untuk
memberantas korupsi, tetapi hal ini juga perlu diimbangi oleh pengetahuan yang
cukup tentang apa itu sebenarnya keuangan Negara dan kerugian keuangan negara
agar masyarakat kita lebih berhati-hati dan dewasa dalam menyikapi setiap isu yang
muncul di lingkungan pemerintahan.“

C. Tahap perhitungan keuangan negara

CARA MENGHITUNG KERUGIAN NEGARA


Untuk menghitung kerugian Keuangan Negara terlebih dahulu harus diketahuiapakah
kasus yang dihitung kerugian keuangan negaranya masih masuk dalam ruang lingkup
Keuangan Negara. Menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik
negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Pada dasarnya kerugian Keuangan Negara terjadi jika prestasi yang diterima oleh
negara lebih kecil dari uang yang dibayarkan oleh negara. Sama halnya dengan prinsip
akuntansi, prestasi yang diterima sebagai sisi debit sedangkanuang yang dikeluarkan
negara sebagai sebagai kredit. Antara debit dan kredit harus sama (balance). Jika
terdapat sisi debit lebih kecil daripada sisi kreditalias tidak balance, maka timbullah
yang disebut kerugian Keuangan Negara. Bagaimana jika sisi debit lebih besar dari
sisi kredit dalam arti prestasi yang diperoleh negara lebih besar daripada uang yang
dibayarkan. Apakah pihak rekanan/penyedia barang & jasa boleh menuntut
pembayaran lebih? Tentu saja tidak bisa karena yang menjadi dasar perikatan adalah
kontrak awal antara negara dan rekanan/penyedia barang & jasa. Sebaliknya jika
prestasi yang diterima negara lebih kecil dari pada uang yang dibayarkan, negara
berhak meminta pengembalian uang dari rekanan/penyedia barang & jasa.
Berdasarkan undang-undang terdapat beberapa definisi kerugian keuangan negara
sebagai berikut:
UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Pasal 1 angka 22
“Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang
nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja
maupun lalai.“

UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan


Pasal 1 angka 15
“Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang
nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja
maupun lalai.“

UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi


Penjelasan pasal 32 ayat (1)
Yang dimaksud dengan “secara nyata telah ada kerugian keuangan negara” adalah
kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang
berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk.
Tujuan dari sebuah kegiatan audit investigasi atau audit dalam rangka penghitungan
kerugian keuangan negara (PKKN) adalah untuk menentukan adanya penyimpangan
dan kerugian yang ditimbulkan dari penyimpangan tersebut. Bisa dikatakan bila
terdapat kerugian keuangan hampir dipastikan terdapat penyimpangan. Namun ada
juga kondisi dimana terdapat penyimpangan namun tidak ditemukan kerugian
Keuangan Negara. Misalnya pada kasus pengadaan barang/jasa di atas
Rp200.000.000,00 menurut Perpres Pengadaan Barang/Jasa, pengadaan tersebut harus
dilakukan dengan metode pelelangan umum namun pihak SKPD melakukannya
secara swakelola. Penyimpangan telah terjadi namun setelah dilakukan pemeriksaan
ternyata barang tersebut telah sesuai spesifikasi dan tidak terjadi kemahalan
hargasehingga tidak ada kerugian Keuangan Negara.
Pada saat melakukan audit investigasi/ PKKN atas kasus TPK, auditor memerlukan
metode penghitungan yang tepat untuk dapat menghitung jumlah kerugian keuangan
negara yang terjadi. Penggunaan metode untuk menghitung kerugian keuangan negara
ditentukan berdasarkan bukti-bukti audit yang mendukung pengungkapan kronologi
fakta dan terjadinya pengeluaran negara. Metode penghitungan kerugian keuangan
tidak dapat disamaratakan antara kasus satu dengan kasus lain. Dalam artian metode
penghitungan kerugian keuangan sangat tergantung dengan sifat kasus, judgement
auditor itu sendiri dan kriteria yang digunakan. Maka tidak heran jika kita pernah
mendengar suatu kasus tindak pidana korupsi yang sama, beberapa pemeriksa
memiliki hasil penghitungan kerugian Keuangan Negara yang berbeda-beda.

Pada dasarnya terdapat beberapa metode yang biasa dipergunakan dalam menghitung
besarnya jumlah kerugian Keuangan Negara antara lain metodetotal loss, metode net
loss, metode harga wajar dan metode harga pokok.
1. Metode net loss (kerugian bersih)
Jumlah total loss (kerugian total) dihitung dari seluruh jumlah uang yang dibayarkan/
dikeluarkan oleh negara karena negara tidak mendapatkan imbalan/prestasi senilai
jumlah pengeluaran tersebut. Metode total loss(kerugian total) dipergunakan untuk
menghitung kerugian keuangan negara pada kasus kegiatan fiktif dan barang/jasa yang
sama sekali tidak dapat digunakan. Beberapa kondisi ketika metode total loss dapat
diterapkan:
1. Pengadaan barang/jasa fiktif
2. Kegiatan fiktif
3. Honor fiktif/tidak dibayarkan
4. Barang/jasa yang diterima tidak sesuai spesifikasi kontrak sehingga tidak dapat
digunakan atau dimanfaatkan
Bagaimana jika dalam kegiatan atau pengadaan tersebut terdapat pajak seperti PPN
atau PPh yang telah dipotong dan disetor ke kas negara? Apakah pajak tersebut
menjadi pengurang kerugian keuangan negara? Ternyata berdasarkan pengalaman
saya melakukan audit, pajak-pajak tersebut tidak mengurangi kerugian Keuangan
Negara namun oleh auditor dianggap sebagai tindak lanjut. Misal SKPD X membuat
suatu kegiatan fiktif sebesar Rp100.000.000 dan atas kegiatan tersebut bendahara
SKPD X telah memotong PPN dan PPh sebesar Rp15.000.000,00. Kerugian keuangan
negara atas kegiatan fiktif tersebut tetap Rp100.000.000,00 bukan Rp85.000.000,00.
Setoran pajak Rp15.000.000,00 tidak dapat dijadikan pengurang kerugian Keuangan
Negara walaupun terdapat pemasukan ke kas negara. Pajak diinformasikan sebagai
tindak lanjut. Sedangkan untuk pengadaan barang/jasa yang hasil pekerjaannya tidak
dapat digunakan/dimanfaatkan, pajak harus dikurangkan terlebih dahulu.
2. Metode net loss (kerugian bersih)
Metode net loss (kerugian bersih) dipergunakan apabila dalam kasus pengadaan
barang/jasa terjadi kekurangan volume pekerjaan. Dalam kasus ini rekanan hanya
berhak menerima pembayaran sebesar prestasi yang dia berikan kepada negara. Hal
tersebut sesuai dengan Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
pasal 89 ayat 4 yang berbunyi
“Pembayaran bulanan/termin untuk Pekerjaan Konstruksi, dilakukan senilai pekerjaan
yang telah terpasang, termasuk peralatan dan/atau bahan yang menjadi bagian dari
hasil pekerjaan yang akan diserahterimakan, sesuai dengan ketentuan yang terdapat
dalam Kontrak.”
Pajak-pajak yang telah disetorkan ke kas negara harus dikurangkan terlebih dahulu.
Baru kemudian pembayaran netto yang diterima rekanan (setelah dikurangi pajak)
disandingkan dengan nilai realisasi terpasang yang dihitung berdasarkan penghitungan
volume pekerjaan terpasang oleh ahli teknis bangunan. Auditor tidak dapat
menghitung sendiri volume pekerjaan terpasang karena auditor tidak mempunyai
kompetensi di bidang teknik bangunan/konstruksi. Sebagai solusinya, auditor bisa
meminta bantuan ahli teknik misalnya dari Dinas Pekerjaan Umum atau Universitas
yang independen. Kalau kita melihat skema penghitungan kerugian keuangan negara
tadi seolah-olah auditor tidak mempertimbangkan besaran keuntungan yang berhak
diterima oleh rekanan? Jawabannya adalah jika dalam proses pengadaan sudah
terdapat penyimpangan maka judgement auditor menyatakan bahwa rekanan tersebut
tidak berhak atas keuntungan.

D. Metode perhitungan kerugian keuangan negara

Salah satu unsur yang harus dipenuhi dalam mengungkap terjadinya tindak pidana
korupsi sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.
Permasalahan menjadi kompleks karena dalam menghitung kerugian keuangan negara
pada dasarnya tidak dapat dipolakan secara seragam. Hal ini disebabkan sangat
beragamnya modus operandi kasus-kasus penyimpangan/tindak pidana korupsi yang
terjadi. Demikian pula karena bukti-bukti asli yang diperlukan untuk menghitung
jumlah kerugian keuangan negara tidak tersedia secara lengkap.

Hasil pembahasan KTI ini adalah: Metode yang digunakan auditor dalam menghitung
kerugian keuangan negara harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, serta dapat dipertanggungjawabkan secara professional judgment, dengan
metode; 1). Kerugian total (Total Loss ), 2). Kerugian total denganpPenyesuaian, 3).
Kerugian bersih ( Net Loss ) 4). Harga wajar, 5).Harga pokok, 6).Opportunity Cost,
dan 7). Bunga sebagai unsur kerugian negara.

You might also like