Professional Documents
Culture Documents
Pemeriksaan Keuangan Negara
Pemeriksaan Keuangan Negara
NIM = 195221065
Kelas = AKS 7D
Berikut adalah beberapa kutipan mengenai Kerugian Keuangan Negara yang kami
rangkum dari karya tulis Bapak Raplan :
Latar Belakang :
- Bangunan atau pekerjaan belum dimanfaatkan dan lain-lain yang menurut kelompok
sudah sebagi bukti bahwa telah terjadi korupsi”
“Kamus besar Bahasa Indonesia memberikan rumusan arti kata rugi sebagai berikut:
(1) terjual dan sebagainya kurang dari modalnya ; tidak mendapat laba
(2) kurang dari modal ( karena menjual lebih rendah daripada harga pokok)
(3) tidak mendapat faedah (manfaat) ; tidak beroleh sesuatu yang berguna
Seluruh kekayaan Negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak
dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan Negara dan segala hak dan
kewajiban yang timbul karena :
(2) Pengeluaran suatu sumber/kekayaan negara/ daerah lebih besar dari yang
seharusnya menurut kriteria yang berlaku;
(3) Hilangnya sumber/kekayaan negara/daerah yang seharusnya diterima (termasuk
diantaranya penerimaan dengan uang palsu, barang fiktif);
(6) Timbulnya suatu kewajiban negara/daerah yang lebih besar dari yang seharusnya;
(8) Hak negara/daerah yang diterima lebih kecil dari yang seharusnya diterima.”
Mari kita lihat: dalam Penjelasan Pasal 6 UU No. 30 Th 2002: Yang dimaksud
dengan "instansi yang berwenang" termasuk Badan Pemeriksa Keuangan, Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara
Negara, inspektorat pada Departemen atau Lembaga Pemerintah Non-Departemen
Dari uraian di atas jelas bahwa BPKP salah satu instansi yang berwewenang
melakukan perhitungan kerugian keuangan Negara bukan menetapkan adanya
kerugian keuangan Negara, sedangkan yang menetapkan adanya kerugian keuangan
Negara adalah merupakan wewenang mutlak dari hakim yang mengadilinya.”
“Memang kita patut senang melihat masyarakat belakangan ini menjadi begitu kritis
terhadap isu-isu yang ada di pemerintahan khususnya menyangkut masalah korupsi.
Hal ini membuktikan bahwa ada semangat yang besar dari masyarakat kita untuk
memberantas korupsi, tetapi hal ini juga perlu diimbangi oleh pengetahuan yang
cukup tentang apa itu sebenarnya keuangan Negara dan kerugian keuangan negara
agar masyarakat kita lebih berhati-hati dan dewasa dalam menyikapi setiap isu yang
muncul di lingkungan pemerintahan.“
Pada dasarnya kerugian Keuangan Negara terjadi jika prestasi yang diterima oleh
negara lebih kecil dari uang yang dibayarkan oleh negara. Sama halnya dengan prinsip
akuntansi, prestasi yang diterima sebagai sisi debit sedangkanuang yang dikeluarkan
negara sebagai sebagai kredit. Antara debit dan kredit harus sama (balance). Jika
terdapat sisi debit lebih kecil daripada sisi kreditalias tidak balance, maka timbullah
yang disebut kerugian Keuangan Negara. Bagaimana jika sisi debit lebih besar dari
sisi kredit dalam arti prestasi yang diperoleh negara lebih besar daripada uang yang
dibayarkan. Apakah pihak rekanan/penyedia barang & jasa boleh menuntut
pembayaran lebih? Tentu saja tidak bisa karena yang menjadi dasar perikatan adalah
kontrak awal antara negara dan rekanan/penyedia barang & jasa. Sebaliknya jika
prestasi yang diterima negara lebih kecil dari pada uang yang dibayarkan, negara
berhak meminta pengembalian uang dari rekanan/penyedia barang & jasa.
Berdasarkan undang-undang terdapat beberapa definisi kerugian keuangan negara
sebagai berikut:
UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Pasal 1 angka 22
“Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang
nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja
maupun lalai.“
Pada dasarnya terdapat beberapa metode yang biasa dipergunakan dalam menghitung
besarnya jumlah kerugian Keuangan Negara antara lain metodetotal loss, metode net
loss, metode harga wajar dan metode harga pokok.
1. Metode net loss (kerugian bersih)
Jumlah total loss (kerugian total) dihitung dari seluruh jumlah uang yang dibayarkan/
dikeluarkan oleh negara karena negara tidak mendapatkan imbalan/prestasi senilai
jumlah pengeluaran tersebut. Metode total loss(kerugian total) dipergunakan untuk
menghitung kerugian keuangan negara pada kasus kegiatan fiktif dan barang/jasa yang
sama sekali tidak dapat digunakan. Beberapa kondisi ketika metode total loss dapat
diterapkan:
1. Pengadaan barang/jasa fiktif
2. Kegiatan fiktif
3. Honor fiktif/tidak dibayarkan
4. Barang/jasa yang diterima tidak sesuai spesifikasi kontrak sehingga tidak dapat
digunakan atau dimanfaatkan
Bagaimana jika dalam kegiatan atau pengadaan tersebut terdapat pajak seperti PPN
atau PPh yang telah dipotong dan disetor ke kas negara? Apakah pajak tersebut
menjadi pengurang kerugian keuangan negara? Ternyata berdasarkan pengalaman
saya melakukan audit, pajak-pajak tersebut tidak mengurangi kerugian Keuangan
Negara namun oleh auditor dianggap sebagai tindak lanjut. Misal SKPD X membuat
suatu kegiatan fiktif sebesar Rp100.000.000 dan atas kegiatan tersebut bendahara
SKPD X telah memotong PPN dan PPh sebesar Rp15.000.000,00. Kerugian keuangan
negara atas kegiatan fiktif tersebut tetap Rp100.000.000,00 bukan Rp85.000.000,00.
Setoran pajak Rp15.000.000,00 tidak dapat dijadikan pengurang kerugian Keuangan
Negara walaupun terdapat pemasukan ke kas negara. Pajak diinformasikan sebagai
tindak lanjut. Sedangkan untuk pengadaan barang/jasa yang hasil pekerjaannya tidak
dapat digunakan/dimanfaatkan, pajak harus dikurangkan terlebih dahulu.
2. Metode net loss (kerugian bersih)
Metode net loss (kerugian bersih) dipergunakan apabila dalam kasus pengadaan
barang/jasa terjadi kekurangan volume pekerjaan. Dalam kasus ini rekanan hanya
berhak menerima pembayaran sebesar prestasi yang dia berikan kepada negara. Hal
tersebut sesuai dengan Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
pasal 89 ayat 4 yang berbunyi
“Pembayaran bulanan/termin untuk Pekerjaan Konstruksi, dilakukan senilai pekerjaan
yang telah terpasang, termasuk peralatan dan/atau bahan yang menjadi bagian dari
hasil pekerjaan yang akan diserahterimakan, sesuai dengan ketentuan yang terdapat
dalam Kontrak.”
Pajak-pajak yang telah disetorkan ke kas negara harus dikurangkan terlebih dahulu.
Baru kemudian pembayaran netto yang diterima rekanan (setelah dikurangi pajak)
disandingkan dengan nilai realisasi terpasang yang dihitung berdasarkan penghitungan
volume pekerjaan terpasang oleh ahli teknis bangunan. Auditor tidak dapat
menghitung sendiri volume pekerjaan terpasang karena auditor tidak mempunyai
kompetensi di bidang teknik bangunan/konstruksi. Sebagai solusinya, auditor bisa
meminta bantuan ahli teknik misalnya dari Dinas Pekerjaan Umum atau Universitas
yang independen. Kalau kita melihat skema penghitungan kerugian keuangan negara
tadi seolah-olah auditor tidak mempertimbangkan besaran keuntungan yang berhak
diterima oleh rekanan? Jawabannya adalah jika dalam proses pengadaan sudah
terdapat penyimpangan maka judgement auditor menyatakan bahwa rekanan tersebut
tidak berhak atas keuntungan.
Salah satu unsur yang harus dipenuhi dalam mengungkap terjadinya tindak pidana
korupsi sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.
Permasalahan menjadi kompleks karena dalam menghitung kerugian keuangan negara
pada dasarnya tidak dapat dipolakan secara seragam. Hal ini disebabkan sangat
beragamnya modus operandi kasus-kasus penyimpangan/tindak pidana korupsi yang
terjadi. Demikian pula karena bukti-bukti asli yang diperlukan untuk menghitung
jumlah kerugian keuangan negara tidak tersedia secara lengkap.
Hasil pembahasan KTI ini adalah: Metode yang digunakan auditor dalam menghitung
kerugian keuangan negara harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, serta dapat dipertanggungjawabkan secara professional judgment, dengan
metode; 1). Kerugian total (Total Loss ), 2). Kerugian total denganpPenyesuaian, 3).
Kerugian bersih ( Net Loss ) 4). Harga wajar, 5).Harga pokok, 6).Opportunity Cost,
dan 7). Bunga sebagai unsur kerugian negara.