You are on page 1of 19

TINJAUAN PUSTAKA Kepada Yth.

Moderator : dr. Evita Halim Effendi, SpKK(K)


Pembimbing : dr. Larisa Paramitha, SpKK(K)
Dibacakan : 7 Juli 2021
PATOFISIOLOGI RAMBUT BERUBAN
Arlene Rainamira
Program Studi Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta

ABSTRAK
Rambut beruban adalah tanda penuaan yang terjadi pada manusia seiring bertambahnya usia.
Patofisiologi belum jelas namun diperkirakan terdapat tiga mekanisme yang terjadi yaitu
deplesi atau disfungsi melanosit bulbar, defek sel punca melanosit, dan stres oksidatif atau
genotoksik yang dihubungkan dengan pertumbuhan rambut aktif. Etiologi dipengaruhi oleh
banyak faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi genetik dan
gangguan neuroendokrin. Faktor ekstrinsik meliputi stres oksidatif yaitu pajanan sinar
ultraviolet, rokok, psikoemosional, nutrisi, dan konsumsi obat. Pengetahuan yang lebih baik
mengenai patofisiologi dan etiologi terjadinya rambut beruban dapat memberikan
pencerahan untuk tata laksana yang lebih optimal.
Kata kunci: rambut beruban, patofisiologi, etiologi, melanosit

ABSTRACT
Hair graying (canities) is a sign of aging that happened to people, as they grow older. The
pathophysiology is still unclear up to this day. Hoewever, there are three mechanisms that
were to be found, which are bulbar melanocyte depletion or dysfunction, melanocyte stem cell
defects, and oxidative or genotoxic stress associated with active hair growth. The etiology is
triggered by various intrinsic and extrinsic factors. Intrinsic factors include genetics and
neuroendocrine disorders. Extrinsic factors include exogenous oxidative stress such as
exposure to ultraviolet light, cigarettes, psychoemotional, nutritional, and drug consumption.
Better knowledge of the pathophysiology and etiology of hair graying can lead to optimal
management.
Keywords: canities, gray hair, pathophysiology, etiology, melanocytes

1
PENDAHULUAN
Penuaan merupakan proses biologis yang terjadi pada keseluruhan organ baik pada kulit dan
jaringan adneksa, termasuk folikel rambut.1,2 Tanda penuaan pada rambut meliputi rambut
kering, tipis, mudah patah, serta penurunan produksi melanin yang dikenal sebagai rambut
beruban (canities atau achromotrichia).3,4 Istilah rambut beruban sering juga disebut sebagai
“gray hair”, namun istilah ini sebenarnya menunjukkan adanya gradasi antara rambut hitam,
abu-abu, hingga putih dalam satu batang rambut.5 Pada rambut yang putih, menunjukkan
hilangnya transfer melanin ke batang rambut dan hilangnya melanosit bulbar. Warna putih
pada uban merupakan efek optik dari refleksi cahaya yang dipantulkan dari warna kuning
pucat keratin rambut.6 Etiologi rambut beruban dipengaruhi oleh faktor instrinsik dan faktor
ekstrinsik. Mekanisme pasti terbentuknya rambut beruban belum sepenuhnya diketahui,
namun dikaitkan dengan degenerasi fungsi melanosit di bulbus dan dampak produksi stres
oksidatif di folikel rambut. Studi terbaru turut mengusung peran defek sel punca melanosit
terhadap rambut beruban.2,5

Meskipun penuaan rambut terjadi secara alami namun dapat terjadi pada usia yang lebih dini
yang dinamakan rambut beruban dini (premature gray hair). Adanya perkembangan dalam
bidang dermatologi kosmetik rambut, memungkinkan seseorang untuk memperlambat
tanda-tanda penuaan pada rambut. Terapi pada rambut beruban masih sangat terbatas.
Belum ada terapi utama yang disepakati.7 Dengan mengetahui patofisologi dan faktor risiko
yang memengaruhi penuaan rambut, diharapkan dapat dilakukan tata laksana yang lebih
optimal. Pembahasan pada tinjauan pustaka ini adalah patofisiologi dan etiologi pada rambut
beruban yang terjadi sesuai waktu atau tergolong dini namun tidak termasuk terkait sindrom,
atau penyakit autoimun.

EPIDEMIOLOGI
Terdapat studi deskriptif epidemiologis yang membuat aturan umum yaitu pada usia 50
tahun, sedikitnya 50% orang memiliki minimal 50% uban. Studi ini dilakukan pada populasi
etnis tunggal (n= 8720) berambut pirang di Australia.8 Namun studi lain yang dilakukan pada
populasi dengan berbagai etnis memiliki insidens uban yang lebih rendah. Studi kohort pada
tahun 2012 (n= 4192) menemukan bahwa pada usia 50 tahun hanya 27% yang memiliki
rambut beruban. Asal etnis pada studi ini berasal dari Afrika-Amerika, Kaukasia, Asia, Hispanik

2
yang berasal dari berbagai benua.9 Dengan demikian, aturan umum rambut beruban yang
muncul pada 50 tahun dengan 50% orang memiliki 50% uban, tidak bisa menjadi standar baku.
Terdapat perbedaan struktur rambut yang dipengaruhi oleh etnis sesuai pada tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan struktur rambut berdasarkan etnis*

Struktur Kaukasia Afrika Asia Hispanik


Bentuk batang Silindris Elipsoid/gepeng Sirkular Silindris/sirkular
rambut
Kutikula Standar Lebih kecil dan tidak Lebih kompak dan Tidak ada data
banyak lapisan lapisan lebih banyak
Rambut patah Rata-rata Meningkat/cepat Lebih sedikit Mirip dengan
Asia
Diameter/ketebalan 65 um 55 um 80-120 um Di antara Asia
dan Kaukasia
Densitas Tertinggi Kurang dari Kaukasia Kurang dari Kurang dari
Kaukasia Kaukasia
Laju tumbuh Rata-rata Terendah Tertinggi Tidak ada data
Konten eumelanin Variasi Tertinggi Tertinggi kedua Tidak ada data
setelah Afrika
Ukuran/bentuk Rata-rata Melanosom lebih besar, Elipsoid hingga lebih Tidak ada data
melanosom densitas lebih tinggi tebal seiring usia
*Dikutip dengan modifikasi sesuai kepustakaan No. 1

Awitan rambut beruban muncul pada dekade ke-4 kehidupan. Rerata awitan terjadinya
rambut beruban berbeda-berbeda dan dipengaruhi oleh perbedaan etnis. Pada etnis Kaukasia
muncul pada pertengahan usia 30 tahun, etnis Asia pada usia akhir 30 tahun, dan etnis Afrika
ditemukan pada pertengahan usia 40 tahun. Prevalensi rambut beruban pada pria dan wanita
sama besarnya.6 Studi kohort lain dari Turki menemukan rerata usia rambut beruban muncul
pada 69% sampel (n= 1541) yaitu 32,9  9,8 tahun. Rerata usia timbulnya uban lebih rendah
pada wanita daripada laki-laki, tetapi tingkat keparahan uban lebih tinggi pada laki-laki.10

SIKLUS NORMAL RAMBUT


Rambut manusia memiliki berbagai fungsi yaitu melindungi dari faktor eksogen, memproduksi
sebum dan kelenjar apokrin, memiliki aktivitas antibakteri, serta pengaturan suhu tubuh.6,11
Rambut terdiri dari 2 struktur utama yaitu folikel rambut dan batang rambut (Lampiran 1,
gambar 1). Folikel rambut merupakan struktur aktif yang melakukan proliferasi sedangkan
batang rambut merupakan struktur dengan keratinisasi sempurna yang tidak lagi

3
berproliferasi. Batang rambut terdiri dari 3 lapisan utama yaitu kutikula, korteks dan medula
(Lampiran 1, gambar 2).11 Folikel rambut merupakan sebuah organ kecil yang tersusun atas
beberapa jenis sel yaitu sel epitel (endotelium dan keratinosit); sel mesenkim (fibroblas papila
dermis dan fibroblas selubung jaringan ikat); sel neuroektodermal (saraf dan melanosit); dan
sel lain yang bermigrasi secara transien (sel imun dan sel mast).6,12 Melanosit merupakan sel
yang mengendalikan warna kulit dan rambut. Melanosit berasal dari sel neural crest
pluripoten. Perkembangan hair bud dimulai pada minggu 9-12, bersamaan dengan migrasi
melanoblas ke folikel rambut manjadi komponen penyusun unit melanin pada folikel rambut.
Pada minggu ke-18 gestasi, rambut pertama yang disebut lanugo tumbuh pada seluruh tubuh
dengan melanosit di bulbus rambut.6,13

Pigmen rambut (melanin) diproduksi oleh melanosit dalam folikel rambut yang menentukan
warna rambut manusia.14 Perbedaan warna rambut ditentukan oleh jumlah dan distribusi dari
melanin. Folikel rambut manusia memiliki dua tipe jenis melanin yaitu eumelanin dan
pheomelanin.15 Eumelanin umumnya terdapat pada rambut hitam dan coklat sedangkan
pheomelanin ditemukan pada rambut pirang dan kemerahan.6 Pembentukan pigmen melanin
dibantu oleh enzim tirosinase. Enzim tirosinese mengubah tirosin menjadi 3,4 dihidroksiferil
alanin (DOPA) yang kemudian menjadi dopaquinone. Setelah itu dopaquinone dikonversi
melalui beberapa tahap menjadi melanin. 16

Proses produksi melanin dan perpindahan ke keratinosit disebut melanogenesis.17 Terdapat


perbedaan rasio pendistribusian melanin dari melanosit ke keratinosit antara epidermis dan
unit folikel rambut.6,18 Pada epidermis, satu melanosit mendistribusikan melanin untuk 36
keratinosit. Sedangkan pada folikel memiliki satu melanosit yang mendistribusikan melanin ke
lima keratinosit di bulbus rambut dan satu melanosit ke keratinosit di lapisan basal matriks
bulbus rambut.6,19 Sel punca melanosit bersamaan dengan sel punca epitel di hair bulge
berperan sebagai reservoir melanosit untuk melakukan pigmentasi. Melanogenesis folikel
rambut sangat dipengaruhi oleh siklus pertumbuhan rambut yang terdiri dari fase anagen,
fase katagen, dan fase telogen.6 Pigmentasi dimulai pada fase anagen III sampai dengan
maksimal pada fase anagen VI.2 Kaitan pigmentasi dan siklus rambut di jelaskan pada gambar
1.

4
Gambar 1. Hubungan pigmentasi dan siklus rambut. Sel punca melanosit mulai berdiferensiasi
pada fase anagen dan memiliki pigmentasi maksimal pada fase akhir anagen VI.
*Dikutip dengan modifikasi sesuai kepustakaan no. 2

Terdapat dua lokasi melanosit pada folikel yaitu bulbus rambut (melanosit melanotik) dan
selubung akar luar (melanosit amelanotik). Pada awal fase anagen sel punca melanosit dan sel
punca epitelial melakukan proliferasi, diferensiasi, dan migrasi untuk membentuk hair follicle
pigmentary unit (HFPU) baru. Pada fase anagen III, melanosit melanotik terdapat pada bulbus
rambut. Melanosit juga terdapat di selubung akar luar namun tidak mengalami melanisasi
(amelanotik).6,18 Melanosit terletak di lapisan basal epitel sepanjang folikel rambut. Pada fase
anagen VI, melanosit mengekspresikan enzim tirosinase dan DOPA pada infundibulum basal
dan matriks rambut. Melanosom diproduksi oleh melanosit dan ditransfer ke keratinosit
sekitarnya melalui dendrit.19 Menjelang akhir fase anagen terjadi retraksi dendrit melanosit
bulbus rambut yang bersamaan dengan penurunan tiga aktivitas enzim melanogenik utama
(tirosinase, gp75, dan tautomerase dopakrom), sehingga melanogenesis terhenti.20 Pada fase
katagen, tidak terdapat melanosit melanogenik yang aktif di epitel folikel, namun terdapat
sejumlah melanosit amelanotik. Pada fase ini juga terjadi apoptosis melanosit dengan involusi

5
dan regresi batang rambut. Pada fase telogen, ditemukan sel germinal dorman yang berfungsi
sebagai prekursor melanosit pada fase anagen berikutnya6

Terdapat teori bahwa diferensiasi ulang melanosit berasal dari reservoir sel berpigmen di
selubung akar luar. Menurut teori ini, melanosit melanotik bulbar hanya bertahan selama satu
siklus pertumbuhan rambut dan akan menghilang saat fase katagen.6,21 Teori lain reservoir
melanosit berada pada hair bulge yang terdiri dari sel punca melanosit dan sel punca epitelial
sehingga melanosit dapat bertahan dalam waktu bertahun-tahun dari kerusakan oksidatif. 22

KARAKTERISTIK RAMBUT BERUBAN


Rambut beruban memiliki karakteristik tekstur yang lebih kasar, lebih tebal, lebih panjang,
dan susah diatur dibandingkan rambut berpigmen.23 Selain itu rambut beruban lebih rentan
terhadap pajanan sinar UV.24 Rambut beruban juga memiliki ciri sulit untuk diwarnai dengan
pewarna artifisial dibandingkan dengan rambut berpigmen. Rambut yang mengalami penuaan
mengalami peningkatan produksi keratinosit di medula dibandingkan keratinosit di korteks.
Hal ini menyebabkan terbentuknya rongga di dalam rambut beruban akibat medula yang
membesar. Pada akhirnya, rambut beruban dapat menyerap panas dari sinar UV yang lebih
besar dan rentan mengalami kerusakan pada melanosit.6

Uban pada wanita lebih sering ditemukan pada regio parietal dan frontal dan laki-laki pada
regio temporal. Daerah oksipital merupakan area yang paling jarang.6,25 Belum terdapat
mekanisme yang jelas mengenai predileksi yang berbeda pada laki-laki dan perempuan. Jenis
kelamin laki-laki, awitan lambat, dan predileksi pada regio temporal merupakan faktor
prognostik yang buruk untuk uban.10 Terdapat istilah rambut beruban dini yaitu apabila
terdapat rambut beruban pada usia kurang dari 20 tahun pada etnis Kaukasia, 25 tahun pada
etnis Asia, dan 30 tahun pada etnis Afrika.26

PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya rambut beruban belum sepenuhnya jelas. Terdapat beberapa teori
pada patofisiologi terjadinya rambut beruban yaitu deplesi atau disfungsi melanosit bulbar;
defek sel punca melanosit; dan stres oksidatif atau kerusakan gen (Gambar 2) yang
dihubungkan dengan pertumbuhan rambut aktif yang selanjutnya akan dibahas berikut ini.

6
Gambar 2. Berbagai patofisiologi rambut beruban dan peranan etiologi*
*Dikutip dengan modifikasi dari kepustakaan no. 5

1. Peran sel melanosit bulbar


Salah satu mekanisme terjadinya rambut beruban adalah deplesi dan disfungsi melanosit di
bulbus folikel. Hal ini dapat disebabkan disregulasi mekanisme antioksidan dan ekspresi faktor
apoptotik yang disebabkan stres oksidatif.27 Stres oksidatif dapat dapat berupa faktor intrinsik
(melanogenesis) atau faktor ekstrinsik (sinar UV dan zat kimia). Proses melanogenesis
merupakan aktivitas reaksi kimia yang menghasilkan reaksi oksidasi berupa anion superoksida
(O2-) dan hidrogen peroksidase (H2O2) yang mengakibatkan terpajannya melanosit dengan
stres oksidatif.28 Akumulasi ROS menyebabkan kerusakan pada melanosit bulbar dan epitel
keratinosit.5 Produksi berlebih copper-zinc superoxide memicu pembentukan H2O2 berlebih
sehingga menyebabkan kerusakan pada sel melanosit. Selain itu, kerusakan melanosit
menyebabkan terganggunya aktivitas enzim tirosinase dan transfer melanosom dari
melanosit menuju keratinosit yang menjadi salah satu penyebab terjadinya rambut beruban.5

Folikel rambut berpigmen pada fase anagen memiliki bulbus dengan komposisi melanosit kaya
pigmen glikoprotein 100 (gp100), melanosit amelanotik pada epitel perifer, sel punca

7
melanositik pada hair bulge. Pada rambut abu-abu terdapat melanosit pada bulbus yang
berkurang. 29 Selain itu pada rambut beruban terdapat melanosit yang mengalami vakuolisasi,
melanisasi yang tidak komplit, dan susunan melanosom yang tidak teratur.2 Pada uban juga
ditemukan melanosit matur yang mengalami fase hipertrofik distrofik, gangguan transfer
melanin, serta distribusi ektopik pada melanin di papila dermis dan selubung jaringan ikat
karena fagositosis fragmen melanosit (Gambar 3).30

Gambar 3. Perubahan komposisi seluler folikel rambut selama terjadinya uban. *


*Dikutip dengan modifikasi dari kepustakaan no. 2

2. Peran sel punca melanosit


Pada fase telogen dan anagen awal, sel punca melanosit dan sel punca epidermis di hair bulge
bermigrasi ke untuk membentuk secondary hair germ yang akhirnya menjadi HFPU.5,22 Sel
punca melanosit harus dipertahankan dalam keadaan dorman untuk melakukan
melanogenesis. Dormansi sel punca melanosit diregulasi oleh transforming growth factor beta
(TGF-β). Gangguan atau deplesi sel punca melanosit dapat disebabkan oleh faktor intrinsik
(berkurangnya kadar BCL-2) dan ekstrinsik (sinar UV).

Studi eksperimental pada hewan coba tahun 2005 menunjukkan terdapat peran gangguan
pengaturan sel punca melanosit pada hair bulge yang dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor tersebut di antaranya B cell lymphoma-2 (BCL-2), microphtalmia-associated

8
transcriptor factor (MITF), TGF-, kolagen XVII. Defisiensi BCL-2 memicu apoptosis sel punca
melanosit.29 Stresor genotoksik seperti radiasi ion menyebabkan kerusakan DNA ireversibel.
Mutasi pada MITF juga memiliki peran terhadap defisiensi kadar BCL-2. Selain itu sinar UV juga
dapat menyebabkan gangguan diferensiasi ektopik pada sel punca melanosit yang berakibat
terganggunya proses melanogenesis.29,31 Pada akhirnya, pengurangan jumlah sel punca
melanosit yang disebabkan apoptosis dan diferensiasi ektopik menyebabkan gangguan
melanogenesis pada rambut beruban.32

3. Peran pertumbuhan rambut aktif


Pertumbuhan rambut aktif dikombinasi dengan laju pertumbuhan yang cepat dapat
menghasilkan peningkatan aktivitas metabolik dan pembelahan sel. Proses ini akan
menghasilkan ROS dan pengurangan sel punca melanosit. Pada akhirnya, akan menyebabkan
terbentuknya rambut beruban.5 Studi terdahulu menemukan bahwa folikel rambut beruban
dapat tumbuh lebih cepat dan tebal pada rambut berpigmen.33 Hal ini juga didukung studi
observasi rambut beruban pada alis berukuran lebih panjang daripada rambut berpigmen
lainnya yang memiliki panjang normal. 23

Di dalam selubung akar luar proksimal dan matriks rambut, keratinosit folikel rambut manusia
kaya akan mitokondria yang aktif. Ketika keratinosit folikel berdiferensiasi secara terminal
pada selubung akar rambut dalam dan matriks rambut pra-kortikal, maka akan menghasilkan
potensial membran yang meningkat dan pembentukan ROS. Setelah itu, keratinosit
mengalami depolarisasi dan mengeluarkan ROS dalam jumlah besar. Hal ini digambarkan
sebagai “ring of fire”. Dengan demikian, kontrol pembuangan ROS yang tidak memadai pada
akhirnya akan merusak HFPU. 2

ETIOLOGI
Rambut beruban dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko yaitu faktor instrinsik dan
faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi genetik dan gangguan neuroendokrin. Faktor
ekstrinsik meliputi stres oksidatif yaitu pajanan sinar ultraviolet, rokok, psikoemosional,
nutrisi, dan konsumsi obat. Berikut akan dibahas satu per satu mengenai hal tersebut.

9
1. Stres oksidatif
Kerusakan melanosit dapat disebabkan karena gangguan sistem antioksidan dan akumulasi
ROS yang berlebih. Studi potong lintang tahun 2020 menunjukkan hasil kadar
malondialdehyde (MDA) yang meningkat dan superoksida dismutase (SOD) yang menurun
secara signifikan bermakna pada rambut beruban dini.34 Hasil serupa pada studi potong
lintang tahun 2021 (n= 40) yang dilakukan populasi rambut beruban dini yaitu menunjukkan
hubungan antara kadar pro-oksidan dan antioksidan dengan rambut uban dini. Kadar serum
MDA meningkat namun tidak bermakna (p> 0,05). Sebaliknya pada kadar serum SOD,
katalase, dan glutation peroksidase (GPx) menurun secara bermakna pada rambut uban dini
(p< 0,001).35 Akumulasi ROS yang berlebih menyebabkan kerusakan seluler sampai dengan
DNA, mutase, dan denaturasi protein pada seluruh tubuh termasuk rambut. Kerusakan
membran menyebabkan pembentukan asam arakidonat yang pada akhirnya akan
menyebabkan pembentukan produk akhir berupa MDA yang dapat terakumulasi di serum.
Pertahanan in vivo terhadap ROS dilakukan oleh enzim antioksidan yaitu termasuk SOD,
katalase, dan GPx.34 Faktor ekstrinsik, contohnya pajanan sinar ultraviolet dan rokok, dapat
turut memperburuk keseimbangan redoks ini.27

a. Sinar ultraviolet
Sinar UV juga merupakan sumber utama ROS ekstrinsik untuk folikel rambut.24 Iradiasi sinar
UVA dan UVB mengganggu perlawanan alami antioksidan dan menginduksi pembentukan
H2O2 berlebih serta mengurangi aktivitas enzim katalase. Pajanan akut sinar UV dapat
merusak sel melanosit sehingga menyebabkan gangguan pada proses melanogenesis. Hal ini
menyebabkan tidak diproduksinya melanin atau gangguan transfer melanin.28 Studi in vivo
tahun 2004 pada hewan uji mencit yang diradiasi dengan sinar UV-A, setelah aplikasi gel yang
mengandung psoralen dan enzim antioksidan SOD, rambut hitam tumbuh kembali pada
punggung mencit. Namun ketika tidak ada SOD terdapat uban yang tumbuh selama fase
anagen pada 90% mencit yang diberi perlakuan sama.36

Iradiasi folikel rambut manusia dengan 20 atau 50 mJ/cm 2 radiasi UV-B ditemukan turut
mengganggu pemanjangan batang rambut, melanogenesis, serta menginduksi katagen
prematur melalui apoptosis (20 mJ) dan nekrosis (50 mJ). 37 Meskipun folikel rambut manusia
tidak mengalami uban yang mirip dengan penelitian pada hewan coba. 36 Studi ex vivo tahun

10
2019, melakukan uji klinis menggunakan radiasi UVA 10 J/cm2 ditambah UVB 20 J/cm2 (dosis
rendah) dan radiasi UVA 50 J/cm2 ditambah UVB 50 J/cm2 (dosis tinggi). Pada hari ketiga
penyinaran dosis rendah terdapat sitotoksisitas dan distrofi dari folikel rambut terutama
dengan ditemukannya penggumpalan melanin. Sedangkan pada radiasi UV dosis tinggi,
didapatkan hasil inhibisi proliferasi keratinosit di infundibulum, apoptosis epitel folikel rambut
dan menginduksi fase katagen prematur.38

b. Rokok
Mekanisme penggunaan tembakau menyebabkan rambut beruban masih belum diketahui. 25
Studi potong lintang di India tahun 2014 (n= 120), menunjukkan terdapat hubungan yang
bermakna antara munculnya uban dan kebiasaan merokok (p< 0,05). Dipikirkan bahwa radikal
bebas dari rokok dapat merusak sel melanosit. Pada studi ini juga ditemukan bahwa
mengunyah tembakau memiliki efek genotoksik yang lebih besar dibandingkan menghisap
rokok.39 Hasil serupa didapatkan pada studi potong lintang tahun 2010 (n=209) yang
menunjukkan hasil terdapat korelasi antara kebiasaan merokok dan munculnya rambut uban
dini sebelum usia 30 tahun.40 Merokok dapat dikaitkan dengan menghasilkan sejumlah besar
ROS yang menyebabkan peningkatan stres oksidatif. Efek pro-oksidan dari merokok ini dapat
menyebabkan kerusakan pada sel melanosit sehingga tidak dapat memproduksi melanin. 39
Teori ini didukung oleh pengamatan bahwa melanosit pada bulbus rambut seringkali sangat
bervakuol, yang merupakan suatu respons umum terhadap peningkatan stres oksidatif. 39,41

2. Genetik
Faktor genetik berupa mutasi gen menyebabkan dapat menyebabkan terjadinya rambut
beruban. Beberapa faktor genetik yang dianggap berperan yaitu deplesi gen BCL-2 dan TRP-
2 akan dibahas berikut ini.6

a. B cell lymphoma-2 (BCL-2)


BCL-2 merupakan onkogen anti-apoptosis yang diekspresikan pada sel normal manusia
termasuk melanosit. BCL-2 ditemukan pada selubung akar luar dan bulbus rambut pada
rambut berpigmen. BCL-2 bekerja dengan cara meregulasi fungsi antioksidan dan inhibisi
kematian sel yang disebabkan ROS.6,42 Kadar BCL-2 yang tinggi ditemukan pada rambut
berpigmen. Selama proses penuaan, ekspresi BCL-2 pada sel punca melanosit berkurang

11
sehingga terdapat kerusakan oksidatif dan apoptosis sel.22 Pada studi eksperimental hewan
coba mencit, didapatkan rambut beruban yang muncul setelah dilakukan pengurangan gen
BCL-2.43 Kesimpulannya, kadar BCL-2 yang tinggi dapat memperlambat dan mencegah rambut
beruban. Namun, pendekatan terapi BCL-2 pada rambut beruban tidak dapat digunakan
karena kadar BCL-2 yang tinggi dapat berhubungan dengan proses onkogenik.22

b. Tyrosinase-related protein-2 (TRP-2)


Tyrosinase-related protein-2 (TRP-2) atau disebut enzim dopakrom tautomerase yang
berperan pada pembentukan eumelanin, namun tidak pada pheomelanin. Peran TRP-2 pada
rambut beruban masih dalam penelitian. Pada studi eksperimental yang dilakukan pada
mencit albino, ditemukan bahwa kadar TRP-2 tidak terdeteksi pada melanosit bulbar.43 Hal ini
juga didukung oleh tidak ditemukannya TRP-2 pada kultur melanosit bulbar rambut
beruban.44 Selain itu, kadar TRP-2 bervariasi sesuai dengan lokasi anatomi. Pada individu
dengan rambut beruban yang dominan pada kulit kepala namun minimal pada alis ditemukan
hasil ekspresi TRP-2 pada melanosit bulbar di bulu mata, namun tidak pada kulit kepala.44 Hasil
ini dihubungkan dengan perbedaan potensi terjadinya rambut beruban berdasarkan lokasi
anatomi. Studi eksperimental lainnya juga menemukan kadar TRP-2 yang berkurang pada
mencit karena pajanan sinar UV-A yang menyebabkan peningkatan kadar ROS dan
berkurangnya jumlah eumelanin dibandingkan kontrol. Sehingga kadar TRP-2 yang rendah
atau tidak terdeteksi diduga berhubungan dengan berkurangnya jumlah melanosit pada
rambut beruban.22

3. Gangguan neuroendokrin
Hormon triiodotironin (T3) dan tetraiodotironin (T4) serta thyrotropin-releasing hormone
(TRH) merupakan hormon pengatur aksis hipotalamus-pituitari-tiroid (HPT) yang dapat
meregulasi produksi folikel rambut pada kulit kepala dan produksi melanin.45 Pigmentasi juga
diatur oleh aktivitas aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA) yaitu oleh hormon
corticotropin-releasing hormone (CRH), adrenocorticotropic hormone (ACTH), alpha
melanocyte-stimulating hormone (α-MSH), dan reseptor melanokortin membantu produksi
folikel rambut dan pigmentasinya.46 Studi meta-analisis tahun 2020 menjelaskan gangguan
hormon tiroid merupakan salah satu faktor risiko terjadinya rambut uban dini. 47 Studi potong
lintang tahun 2001 menunjukkan terdapat hubungan antara rambut uban dini dengan

12
gangguan hormon tiroid (p< 0,014). Terdapat 36% pasien dengan penyakit tiroid yang memiliki
rambut uban dini.48 Hal ini juga didukung oleh studi potong lintang tahun 2016 (n=216) yang
dilakukan pada populasi rambut beruban dini, ditemukan mendapatkan 32,4% (n= 70)
terdapat gangguan pada profil hormon tiroid pada darah.49

4. Nutrisi
Kekurangan vitamin dan mineral menyebabkan berbagai spektrum manifestasi klinis pada
kulit dan rambut, misalnya perubahan pigmentasi dan kerontokan rambut. 50 Berikut ini akan
dibahas beberapa jenis nutrisi yang berperan yaitu vitamin B12, vitamin D3, zat besi, dan
tembaga.

a. Vitamin
Sel pada folikel rambut merupakan sel yang aktif berproliferasi yang bergantung pada sintesis
DNA. Kecukupan kebutuhan vitamin B12 merupakan salah satu faktor untuk memelihara
keseimbangan fase anagen pada folikel rambut.51 Studi kasus-kontrol tahun 2014 (n= 100)
melaporkan terdapat hubungan bermakna antara kadar vitamin B12 yang rendah dengan
rambut uban dini (p< 0,001). Didukung oleh studi kasus-kontrol lainnya yang mendapatkan
hasil proporsi defisiensi vitamin B12 lebih tinggi pada kasus beruban (n = 29, 55,8%)
dibandingkan dengan kontrol (n = 9, 17,3%). Temuan ini menunjukkan peran defisiensi vitamin
B12 dalam etiopatogenesis uban prematur dan kemungkinan perannya dalam terapi. 52,53

Studi potong lintang (n= 35) tahun 2013 meneliti mengenai kadar vitamin D3 pada rambut
beruban dini. Ditemukan hasil terdapat kadar defisiensi vitamin D3 pada 45,7% (n=16) dan
kadar insufisiensi 54,3% (n= 19) yang rendah pada pasien rambut beruban dini dibandingkan
kontrol. Rambut beruban dini diduga berhubungan dengan berkurangnya bone mineral
density sehingga dapat dikaitkan dengan defisiensi dari vitamin D3, walaupun patogenesis
masih belum jelas.54 Penelitian hubungan kadar vitamin D3 dengan rambut beruban masih
sangat terbatas.

b. Mineral
Zat besi dapat mempengaruhi melanogenesis yaitu dengan membantu konversi dan
polimerisasi 5,6-dihidroksiindol menjadi pigmen melanin. Zat besi juga memiliki peran dalam

13
biosintesis melanin yaitu dalam modulasi aktivitas enzim tirosinase yang berperan untuk
pembentukan melanin.55 Studi potong lintang tahun 2018 (n= 60) menjelaskan terdapat
hubungan negatif antara derajat keparahan uban dengan kadar zat besi serum pada pasien
yang diteliti (p< 0,046); semakin berkurangnya kadar zat besi dalam serum, semakin
meningkat pula derajat keparahan uban secara klinis.

Tembaga berperan sebagai antioksidan dan prooksidan. Tembaga berperan sebagai scavenger
radikal bebas dan mengurangi atau mencegah kerusakan yang ditimbulkan. Hal ini berbeda
studi terdahulu, yang melaporkan bahwa tidak ada hubungan antara uban dan konsentrasi
tembaga serum.51 Sebaliknya studi potong lintang tahun 2012 (n=132), melaporkan terdapat
hubungan antara uban dan konsentrasi serum tembaga yang rendah (p< 0,05).56 Hal ini terjadi
karena tembaga berperan penting dalam melanogenesis. Salah satu enzim terpenting dalam
reaksi ini adalah tirosinase. Ion tembaga yang diperlukan untuk aktivitas tirosinase berikatan
dengan bagian gugus enzim tirosinase.50

5. Psikoemosional
Gangguan psikologis, misalnya kecemasan dan depresi dapat berperan dalam etiopatogenesis
uban dengan meningkatkan stres oksidatif eksogen. Studi potong lintang tahun 2015 (n=1119)
melaporkan bahwa stres emosional lebih tinggi juga ditemukan pada orang dengan uban
dini.57 Studi lainnya (n=30) juga melaporkan stres emosional secara signifikan lebih tinggi pada
populasi beruban dini dan terdapat hubungan antara tingkat kecemasan terhadap total status
oksidan dan indeks stres oksidatif (p< 0,001).58 Stres emosional menyebabkan meningkatnya
stres oksidatif. Pada akhirnya, stres oksidatif menyebabkan terjadinya gangguan pada sel
melanosit dan mengakibatkan munculnya rambut beruban.58

6. Obat-obatan
Terdapat beberapa obat yang dapat menyebabkan terbentuknya uban di antaranya obat
antimalaria (klorokuin) dan kemoterapi inhibitor kinase tirosin (imatinib dan sunitinib).59
Obat-obat tersebut menyebabkan inhibisi reseptor tirosin kinase c-kit pada melanosit dan
dapat mengganggu melanogenesis.59,7

14
Klorokuin adalah obat antimalaria yang sering digunakan pada penyakit sistemik lupus
eritematosus yang dapat menyebabkan efek samping berupa hipopigmentasi pada rambut
setelah 4 minggu sampai dengan 12 bulan terapi. Efek samping dapat hilang setelah
pengurangan dosis atau penghentian terapi.59 Patofisiogi terjadinya hipopigmentasi selama
terapi klorokuin belum jelas. Studi eksperimental tahun 2009, melaporkan terdapat afinitas
klorokuin yang meningkat pada jaringan yang kaya akan melanin yang dipikirkan bersifat
sitotoksik pada melanosit.60

Imatinib merupakan inhibitor tirosin kinase yang digunakan untuk beberapa penyakit
keganasan. Imatinib menghambat gen BCR-ABL, platet-derived growth factor receptor
(PDGFR) dan c-kit.61 Efek samping penggunaan dapat menyebabkan depigmentasi dan
hipopigmentasi pada rambut. Efek samping dapat ditemukan pada dosis 300 -800 mg per hari
selama rerata waktu 4 minggu. Kondisi dapat kembali normal setelah obat diturunkan dosis
atau dihentikan.59 Sunitinib adalah inihibitor tirosin kinase yang juga digunakan pada
keganasan seperti karsinoma sel ginjal dan tumor pankreas. Obat ini memiliki efek
antiproliferatif dan antiangiogenik dengan menghambat PDGFR, VEGFR, serta reseptor Fms-
tirosin kinase 3 (FLT-3). Efek samping dapat menyebabkan depigmentasi pada rambut. 62 Efek
depigmentasi dilaporkaan terjadi pada dosis 50 mg per hari atau lebih dan penggunaan antara
1 – 18 minggu.63

PENUTUP
Rambut beruban merupakan proses biologis yang terjadi seiring bertambahnya usia.
Patofisiologi dari rambut beruban belum sepenuhnya dimengerti. Terdapat 3 teori yang
berperan terhadap terjadinya rambut beruban yaitu terdapat deplesi atau disfungsi melanosit
bulbar, gangguan pada sel punca melanosit, dan stres oksidatif akibat pertumbuhan rambut
aktif. Pengetahuan yang lebih baik mengenai patofisiologi dan etiologi rambut beruban
diharapkan dapat menjadi dasar tata laksana untuk rambut beruban di masa depan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Laughter M, Pollock S, Khan I, Abdat R, Goldberg LJ, Vashi NA. Hair aging in different races and
ethnicities. J Clin Aesthet Dermatol. 2021;14(1):38–44.
2. Sullivan JDBO, Nicu C, Picard M, Chéret J, Bedogni B, Tobin DJ, dkk. The biology of human hair
greying. Biol Rev. 2020;1–22.

15
3. Fernandez-flores A, Saeb-lima M, Cassarino DS. Histopathology of aging of the hair follicle. J Cutan
Pathol. 2019;(46):508–19.
4. Yale K, Juhasz M, Atanaskova N. Medication-induced repigmentation of gray hair: a systematic
review. Skin Appendage Disord. 2020;6:1–10.
5. Jo SK, Lee JY, Lee Y, Kim CD, Lee J, Lee YH. Three streams for the mechanism of hair graying. Ann
Dermatol. 2018;30(4):397–401.
6. Triwongwaranat D, Thuangtong R, Arunkajohnsak S. A review of the etiologies, clinical
characteristics, and treatment of canities. Int J Dermatol. 2019;1–8.
7. Kumar AB, Shamim H, Nagaraju U. Trichology premature graying of hair: review with updates. Int
J Trichology. 2018;10(5):198–203.
8. Keogh E, Walsh R. Rate of greying of human hair. Aust J Exp Biol Med Sci. 1963;41:405.
9. Panhard S, Lozano I, Loussouarn G. Greying of the human hair: a worldwide survey, revisiting the
‘50’ rule of thumb. Br J Dermatol. 2012;167:865–73.
10. Acer E, Arslantaş D, Emiral GÖ, Ünsal A, Atalay BI, Göktaş S. Clinical and epidemiological
characteristics and associated factors of hair graying: a population-based, cross-sectional study in
Turkey. An Bras Dermatol. 2020;95(4):439–46.
11. Erdoğan B. Anatomy and physiology of hair anatomy and physiology of hair. Intech. 2017;12:13–
27.
12. Martel JL, Badri T. Anatomy, hair follicle. Treasure Island: StatPearls Publishing; 2019.
13. Grubbs H, Morrison M. Embryology, hair. Treasure Island: StatPearls Publishing; 2019.
14. Bastonini E, Kovacs D, Picardo M. Skin pigmentation and pigmentary disorders: Focus on
epidermal/dermal cross-talk. Ann of Dermatol. 2016;28:279–89.
15. Itou T, Ito S, Wakamatsu K. Effects of aging on hair color, melanosome morphology, and melanin
composition in Japanese females. Int J Mol Sci. 2019;20(15):1-15.
16. Mello SAND, Finlay GJ, Baguley BC, Askarian-amiri ME. Signaling pathways in melanogenesis. Int J
Mol Sci. 2016;17(1144):1–18.
17. Del Bino S, Duval C, Bernerd F. Clinical and biological characterization of skin pigmentation
diversity and its consequences on UV impact. Int J Mol Sci. 2018;19(2668):1-44.
18. Li H, Fan L, Zhu S, Shin MK, Lu F, Qu J, dkk. Epilation induces hair and skin pigmentation through
an EDN3/ EDNRB-dependent regenerative response of melanocyte stem cells. Sci Reports.
2017;7(1):1–13.
19. Domingues L, Hurbain I, Gilles-Marsens F, Sirés-Campos J, André N, Dewulf M, dkk. Coupling of
melanocyte signaling and mechanics by caveolae is required for human skin pigmentation. Nat
Commun. 2020;11(1):1–14.
20. D’Mello SAN, Finlay GJ, Baguley BC, Askarian-Amiri ME. Signaling pathways in melanogenesis. Int
J Mol Sci. 2016;17(7):1-18.
21. Qiu W, Chuong CM, Lei M. Regulation of melanocyte stem cells in the pigmentation of skin and its
appendages: biological patterning and therapeutic potentials. Exp Dermatol. 2019;28(4):395–
405.
22. Seiberg M. Age-induced hair graying and oxidative stress. Dalam: Farage M, Miller K, Maibach H,
penyunting. Textbook of Aging Skin. Edisi ke-2. Berlin: Springer; 2017.h.319–27.
23. Choi HI, Choi GI, Kim EK, Choi YJ, Sohn KC, Lee Y, dkk. Hair greying is associated with active hair
growth. Br Assoc Dermatologists. 2011;165:1183–9.
24. Slominski AT, Zmijewski MA, Plonka PM, Szaflarski JP, Paus R. How UV light touches the brain and
endocrine system through skin, and Why. Endocrinology. 2018;159:1992–2007.
25. Jo SJ, Paik SH, Choi JW, Lee JH, Cho S, Kim KH, dkk. Hair graying pattern depends on gender, onset
age and smoking habits. Acta Derm Venereol. 2012;92(2):160–1.
26. Sehrawat M, Sinha S, Meena N, Prafulla S. Biology of hair pigmentation and its role in premature
canities. Pigment Int. 2017;4:7–12.
27. Tobin DJ, Paus R. Graying: gerontobiology of the hair follicle pigmentary unit. Exp Dermatol.
2001;36:29–54.
28. Denat L, Kadekaro AL, Marrot L, Leachman S. Melanocytes as instigators and victims of oxidative

16
stress. J Invest Dermatol. 2015;134(6):1512–8.
29. Nishimura EK. Mechanisms of hair graying: incomplete melanocyte stem cell maintenance in the
niche. Science. 2005;307:720-4.
30. Tobin DJ. Aging of the hair follicle pigmentation system. Int J Trichology. 2009;1(2):89–93.
31. Seiberg M. Age-induced hair greying – the multiple effects of oxidative stress. Int J Cosmet Sci.
2013;35:532–8.
32. Inomata K, Aoto T, Binh NT, Okamoto N, Tanimura S, Wakayama T, dkk. Genotoxic stress
abrogates renewal of melanocyte stem cells by triggering their dfferentiation. Cell.
2009;137(6):1088–99.
33. Neste D Van. Thickness, medullation and growth rate of female scalp hair are subject to significant
variation according to pigmentation and scalp location during ageing. Eur J Dermatology.
2004;14(1):28–32.
34. Saxena S, Gautam R, Chitkara A. Evaluation of systemic oxidative stress in patients with premature
canities and correlation of severity of hair graying with the degree of redox imbalance. Int J
Trichology. 2020;12(1):16–23.
35. Anggraini DR, Feriyawati L, Sitorus MS, Daulay M. Biomarker of oxidative stress in premature hair
graying at young age. Open Access Maced J Med. 2021;9:44–7.
36. Emerit AI, Filipe P, Freitas J, Vassy J, Emerit I, Filipe P, dkk. Protective effect of superoxide
dismutase against hair graying in a mouse model. Photochem Photobiol. 2004;80(3):579–82.
37. Lu Z, Fischer TW, Hasse S, Sugawara K, Kamenisch Y, Krengel S, dkk. Profiling the response of
human hair follicles to ultraviolet radiation. J Invest Dermatol. 2009;129(7):1790–804.
38. Gherardini J, Wegner J, Botchkareva N V, Ward C, Paus R, Bertolini M, dkk. Transepidermal UV
radiation of scalp skin ex vivo induces hair follicle damage that is alleviated by the topical
treatment with caffeine. Int J Cosmet Sci. 2019;41:164–82.
39. Sabharwal R, Sargaiyan V, Subudhi S, Gupta S, Mahendra A, Moon N, dkk. Association between
use of tobacco and age on graying of hair. Niger J Surg. 2014;20(2):83.
40. Zayed AA, Shahait AD, Yousef A-M. Smoker's hair: does smoking cause premature hair graying?.
Indian Dermatol Online J. 2013;4(2):90–2.
41. Babadjouni A, Pouldar Foulad D, Hedayati B, Evron E, Mesinkovska N. The effects of smoking on
hair health: a systematic review. Skin Appendage Disord. 2021;7(3):251–64.
42. Li X, Miao X, Wang H, Xu Z, Li B. The tissue dependent interactions between p53 and Bcl-2 in vivo.
Oncotarget. 2015;6(34):35699–709.
43. Negishi I. Targeted disruption of Bcl-2af3 in mice: occurrence of gray hair, polycystic kidney
disease, and lymphocytopenia. 1994;91:3700–4.
44. Commo P, Gaillard O, Thibaut S, Bernard BA. Absence of TRP-2 in melanogenic melanocytes of
human hair. 2004;488–97.
45. Hardenbicker C, Ramot Y, Funk W, Kromminga A, Paus R, Trh T. Thyrotropin releasing hormone
(TRH): a new player in human hair-growth control. FASEB J. 2010;24:393–403.
46. Slominski A, Tobin DJ, Shibahara S, Wortsman J. Melanin pigmentation in mammalian skin and its
hormonal regulation. Physiol Rev. 2004;1155–228.
47. Mahendiratta S, Medhi B. Premature graying of hair: risk factors, co-morbid conditions,
pharmacotherapy and reversal — a systematic review and meta-analysis. Dermatol Ther.
2020;1339:1–14.
48. Leary AC, Grealy G, Higgins TM, Buckley N, Barry DG, Ferriss JB. Premature hair greying may
predict reduced bone mineral density in Graves disease. Ir J Med Sci. 170(2):2–4.
49. Manzoor S, Aleem S, Qayoom S, Sameem F, Rather SR. Thyroid profile in premature canities: a
study of 216 patients. Int J Contemp Med Res. 2016;3(3):690–2.
50. El-Sheikh AM, Elfar NN, Mourad HA, Hewedy ESS. Relationship between trace elements and
premature hair graying. Int J Trichology. 2018;10(6):278–83.
51. Chakrabarty S, Krishnappa PG, Gowda DG, Hiremath J. Factors associated with premature hair
graying in a young Indian population. Int J Trichology. 2016;8(1):11–4.
52. Singal A, Daulatabad D, Grover C. Graying severity score: a useful tool for evaluation of premature

17
canities. Indian Dermatol Online J. 2016;7(3):164.
53. Daulatabad D, Singal A, Grover C, Chhillar N. Prospective analytical controlled study evaluating
serum biotin, vitamin B12, and folic acid in patients with premature canities. Int J Trichology.
2017;9(1):19–24.
54. Bhat RM, Sharma R, Pinto AC, Dandekeri S. Epidemiological and investigative study of premature
graying of hair in higher secondary and pre‑university school children. Int J Trichology.
2013;5(1):17-21.
55. Smith DR, Spaulding DT, Glenn HM, Fuller BB. The relationship between Na + / H + exchanger
expression and tyrosinase activity in human melanocytes. Exp Cell Research. 2004;298:521–34.
56. Fatemi Naieni F, Ebrahimi B, Vakilian HR, Shahmoradi Z. Serum iron, zinc, and copper
concentration in premature graying of hair. Biol Trace Elem Res. 2012;146(1):30–4.
57. Akin Belli A, Etgu F, Ozbas Gok S, Kara B, Dogan G. Risk factors for premature hair graying in young
Turkish adults. Pediatr Dermatol. 2016;33(4):438–42.
58. Acer E, Kaya Erdoğan H, Kocatürk E, Saracoğlu ZN, Alataş Ö, Bilgin M. Evaluation of oxidative stress
and psychoemotional status in premature hair graying. J Cosmet Dermatol. 2020;19(12):3403–7.
59. Ricci F, De Simone C, Del Regno L, Peris K. Drug-induced hair colour changes. Eur J Dermatology.
2016;26(6):531–6.
60. Lindquist N, Ullberg S. The melanin affinity of chloroquin and chlorpromazine study by whole body
autoradiography. Acta Pharmacol Toxicol. 1972;31:1–32.
61. Mariani S, Abruzzese E. Reversible hair depigmentation in a patient treated with imatinib. Leuk
Res. 2011;35:64–6.
62. Rosenbaum S, Wu S, Newman MA, West DP. Dermatological reactions to the multitargeted
tyrosine kinase inhibitor sunitinib. Support Care Cancer. 2008;16:557–66.
63. Kaur S, Zilmer K, Zilmer M. Imatinib-associated hyperpigmentation, a side effect that should be
recognized. Eur Acad Dermatology Venereol. 2009;(6588):2008–9.

18
LAMPIRAN 1

Gambar 1. Anatomi folikel rambut pada fase anagen. *


* Dikutip dengan modifikasi dari kepustakaan no. 11

Gambar 2. Diagram folikel rambut proksimal.*


* Dikutip dengan modifikasi dari kepustakaan no. 11

19

You might also like