Professional Documents
Culture Documents
Layout Bekas Jejak Revisi
Layout Bekas Jejak Revisi
Bekas Jejak | 1
Bekas Jejak
Kumpulan Catatan Perjalanan Islamic Trip
Kuala Lumpur – Malaka, 2019
Penulis;
Pay Jarot Sujarwo, Afiyah Latifah, Aulia Marti, D.R. Tirtasujana,
Else Hilviana, Eva Farida, Fahrurazi, Johan Jauhari, Liavi, Mahyudin,
M. Hermayani Putera, Soffie Balgies, Wahyudin Ciptadi, Yopi Indra,
Yustisi, Zaki Baihaqi.
Sumber Foto:
Wahyudin Ciptadi, Linda Ummu Vitosacha, dan para penulis
Sketsa:
Joko Hardyanto, Johan Jauhari, Rangga Firmansyah
Tata Letak:
Tedy Audioactivity
Rancang Sampul:
Joko Hardyanto
Bekas Jejak | 3
hari yang telah ditentukan untuk selanjutnya kita akan berangkat
bersama ke Malaka lanjut Kuala Lumpur.
Setelah peserta pulang mereka diberi kesempatan untuk
menulis pengalamannya. Mudah? Cepat selesai? Jawabannya
tidak. Deadline tiga bulan gagal. Masih banyak peserta yang
belum kumpulkan naskah.
Kejadiannya waktu itu Oktober 2019. Hingga tahun baru
2020 naskah juga belum terkumpul. Sampai akhirnya wabah
melanda dunia ini. Corona Virus. Saya mengakui, proyek ini
sempat terbengkalai. Naskah yang sudah masuk terpaksa harus
tertahan di dalam foder laptop cukup lama.
Sesekali saya utak-atik, mengedit yang perlu diedit,
kehabisan energi. Istirahat lagi. Lanjut lagi. Begitu lagi. Hingga
setahun pasca trip berlalu, buku belum juga terbit. Saya tak bisa
membiarkan ini berlarut-larut. Sebab bagaimanapun ini amanah.
Ada harapan dari para peserta tentang terbitnya buku ini. No
matter bagus atau tidak cerita yang disuguhkan, yang terpenting
sharing pengalaman bisa diwujudkan.
Bismillah. Saya buka lagi folder ‘Bekas Jejak’. Saya susun
naskahnya pelan-pelan. Saya edit kembali apa yang perlu diedit.
Saya kumpulkan foto-foto yang cocok untuk dimuat dalam buku.
Tinggal tata letak, naik cetak, dan buku ini akhirnya ada di tangan
pembaca.
Kepada para peserta trip, sekali lagi mohon maaf atas
keterlambatan ini. Saya percaya selalu ada value dari cerita yang
dibagi. Semoga saja value dalam buku ini menjadi begitu
berharga di tangan para pembaca, sehingga kita semua kebagian
amal jariyahnya.
Pembaca sekalian, selamat menikmati perjalanan
singkat kami. Semoga lain waktu kita dapat traveling bersama
lagi.
Salam
Pay Jarot Sujarwo
Afiyah Latifah ~ 21
Yang Membekas Selama di Malaysia ~ 22
Aulia Marti ~ 26
Banyu Bening Menang Manfaat ~ 27
Terhipnotis Magnetisme Kota Malaka ~ 28
Becak Hias Tingkatkan Kadar Serotonin ~ 31
Macam Mak Masak ~ 32
Menyusuri Sungai Sambil Membelah Kota Malaka ~ 37
Semalam di Kuala Lumpur ~ 38
D.R. Tirtasujana ~ 43
Oleh-Oleh Langka dari Malaka ~ 44
Else Hilviana ~ 53
Perjalanan ke Sungai Pawan. Eh Salah, yang Benar Sungai
Malaka ~ 54
Fahrurazi ~ 64
Malaka, Cerita Tentang Perjalanan ~ 65
Info Tambahan ~ 77
Johan Jauhari ~ 79
Hajar, Bleh! ~ 80
Penjelajah dan Penjajah ~ 82
Bekas Jejak | 5
Liavi Viana Dewi ~ 85
Sepuluh Ribu Langkah di Malaka ~ 86
Mahyuddin ~ 93
Di Masjid Tua ~ 94
Bahasanya Eksotis dan Sentimental ~ 96
Yustisi ~ 150
Berguru di Tanah Seberang .151
Bekas Jejak | 7
Islamic Trip
Jika traveling sudah menjelma menjadi cita-cita bagi sebagian
besar manusia modern, benarkah cita-cita itu diridhoi yang maha
kuasa? Faktanya banyak manusia punya cita-cita bisa traveling,
kemudian terwujud, kemudian merasa sudah menang, berjaya,
untuk selanjutnya melakukan aktivitas perjalanan dengan gaya
terserah-terserah saja.
Dulu, seorang penulis perjalanan bernama Agustinus
Wibowo pernah protes dengan Lonely Planet. Buku panduan
perjalanan itu telah membuat gaya orang traveling menjadi
seragam. Merasa percaya diri berpergian tanpa guide sebab
sudah punya buku suci. Menjadi backpacker. Bertemu orang baru.
Bercakap-cakap dengan bahasa asing, keren rasanya. Tapi apa
yang terjadi?
Ternyata ‘buku panduan perjalanan’ tak hanya membuat
orang lebih mudah mengunjungi suatu tempat. Mereka, para
traveler itu, ingin punya pengalaman lebih. Inilah yang dicari.
Bekas Jejak | 9
sepenuh jiwa karena Allah ta’ala. Seluruhnya. Individu, masyarakat,
ekonomi, gaya hidup, pendidikan, kenegaraan, semuanya dijalankan
dengan peraturan yang berlandaskan pada aturan Allah. Seluruh
aktivitas serta merta menjadi aktivitas yang bervisi ilahiah.
Penyimpangan terjadi? Ada. Tapi segera tertangani. Apakah ada
maksiat? Bisa jadi, tapi betapa minim jumlahnya. Negara juga punya
rule yang tegas. Base on kitabullah dan sunnah. Dan itu pernah
terjadi.
Saksikanlah Ibn Batuttah, Laksamana Cheng Ho, Sa’ad bin
Abu Waqqas, Muhammad Al Idrisi, Ibnu Madjid dan masih banyak
lainnya. Orang-orang ini menyandang gelar traveler. Tak sekadar
bikin bekas jejak, tapi menjadi inspirasi tak putus bagi generasi
setelahnya. Dan yang terpenting, perjalanan demi perjalanan
dilakukan mereka dalam rangka merealisasikan misi hidup. Misi
seorang makhluk yang sudah diciptakan. Apa misi itu?
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)
Inilah sesungguhnya misi hakiki manusia dan jin. Beribadah.
Termasuk saat melakukan perjalanan kemanapun. Termasuk
melakukan perjalanan ke Kuala Lumpur dan Malaka, yang kisahnya
dapat kalian baca di buku ini.
Bekas Jejak | 11
diterima oleh Allah. Tentu saja ini yang kita harapkan. Apalagi?
Memangnya mau amal kita tidak diterima oleh Allah? Para ulama
terdahulu menyimpulkan ada dua syarat pokok agar kita
mencapai ihsanul amal. Jika salah satu dari dua syarat ini tidak
terpenuhi, otomatis amal perbuatan kita tidak diterima.
Yang pertama adalah dilakukan dengan niat yang ikhlas.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal itu tergantung
niatnya.” Menurut Imam Bukhari, setiap amal perbuatan yang
tidak diniatkan karena Allah, maka perbuatan itu akan sia-sia.
Lurusnya niat inilah yang akan membawa seseorang pada derajat
mukhlis. Ikhlas.
Yang kedua adalah dilakukan dengan cara yang benar.
Benar yang dimaksud adalah benar menurut syariat. Dan kita
punya teladan dalam rangka melakukan seluruh amal yang
dibenarkan syariat. Yaitu Rasulullah Muhammad SAW.
Di dalam Alquran, surah Al Hasyar Ayat 7 disebutkan
bahwa “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah.
Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah” . Ini
artinya kita semua punya panduan dalam melakukan amal yang
benar.
Rasulullah sudah mencontohkan kepada para sahabat,
dicontoh oleh generasi berikutnya, terus menerus selama
ratusan, ribuan tahun, hingga sampai pada zaman kita.
Ingin beraktivitas yang akan diridhai Allah SWT? Dua hal
ini wajib terpenuhi. Niatnya ikhlas, caranya tidak dibenarkan
syariat, maka amal tertolak. Begitu sebaliknya, caranya benar
tapi niatnya bukan karena Allah, pun akan tertolak. Maka syarat
mutlak inilah yang menjadi acuan kita. Termasuk para pejalan
yang akan melakukan amal perbuatan selama kurang lebih tiga
hari dua malam di negeri orang.
Bismillah. Kaki-kaki itu pun melangkah. Dari rumah
masing-masing, menuju bandara di masing-masing kota,
mendarat di Kuala Lumpur Internasional Airport (KLIA) 2.
Bekas Jejak | 13
Pertambangan itu menghasilkan lumpur. Sebagai pusat
pertambangan, daerah kuala menjadi ramai didatangi orang dari
mana saja. Sangat mudah ditebak, ya, wilayah ini jadi pusat
interaksi, transaksi, percampuran budaya dan sebagainya. Hingga
akhirnya menjadi kota. Di zaman modern ini siapa saja bisa
menyaksikan pertemuan dua sungai ini di depan Masjid Jameek.
Dari sinilah nama Kuala Lumpur bermula.
Tapi di zaman sekarang tak banyak orang yang hirau akan
cerita ini. Cerita sejarah tak terlalu menarik bagi para pelancong di
Kuala Lumpur. Orang-orang lebih suka me-mamerkan menara kembar
petronas. Kata-nya, belum ke Kuala Lumpur, kalau belum ke menara
kembar.
Biasanya Kuala Lumpur dijadi-kan langkah awal dalam
melakukan pengembaraan di Asia Tenggara bagi warga Indonesia.
Ini jarak yang paling dekat dari Indonesia dengan biaya yang
relatif murah. Hampir setiap provinsi di Indonesia memiliki rute
penerbangan ke Kuala Lumpur.
Tetapi ini bukan perjalanan biasa. Kita punya misi besar
dalam perjalanan kali ini. Menulis. Mencatatkan perjalanan. Agar
bisa menjadi pelajaran berharga bagi para pembacanya. Agar
bisa menjadi amal jariyah bagi para penulisnya.
Malaka adalah kota berikutnya yang menjadi pilihan.
Kota bersejarah ini akan punya banyak sekali cerita untuk
dituliskan. Dari cerita tentang kejayaan Islam, pusat bandar
perdagangan, hingga Alfonso de Alburqueque yang pada
akhirnya mencatatkan sejarah kolonialisme di negeri ini. Jika
Bekas Jejak | 15
pendeta, membuat suasana sosial politik centang perenang.
Masyarakat Eropa berada di bawah garis kebodohan akut.
Hingga kemudian Eropa merasa perlu untuk bangkit.
Caranya, dengan memisahkan kehidupan yang diatur oleh
penguasa dengan peraturan-peraturan dari Tuhan (gereja).
Tuhan tak boleh ikut campur mengurusi urusan kehidupan. Tuhan
hanya bagian kecil dari spiritualitas individu saja. Tidak bisa
dibawa-bawa dalam pengelolaan kerajaan. Kelak mereka
menganut paham sekularisme yang pada akhirnya membawa
mereka pada kemenangan.
Spanyol dan Portugis menjadi dua bangsa Eropa yang
paling gigih untuk saling berlomba mendapatkan dan menguasai
daerah-daerah yang disinyalir menjadi pusat perkebunan
rempah. Betapa tidak, dua bangsa ini telah menjadi kekuatan
baru di dunia setelah sebelumnya menghancurkan sebuah
negara adidaya. Sebuah negara yang selama rentang kurang
lebih delapan abad menghadirkan cahaya yang terang benderang
di kawasan Spanyol dan Portugis. Negara adidaya itu bernama
Islam. Wilayah kekuasaannya sebelum akhirnya berganti nama
menjadi SÍanyol dan Portugis lebih populer dengan sebutan
Andalusia.
Bekas Jejak | 17
kan rambut mereka tumbuh menjulur di wajah-wajah mereka
tanpa merapikannya. Mereka tidak mandi kecuali sekali atau
dua kali dalam setahun. Bahkan mereka menganggap semua
kotoran yang menumpuk di tubuh mereka akan menyehatkan
tubuh mereka, karena menjadi berkah dan kebaikan untuk
mereka. Sungguh sebuah kebodohan maksimal.
Kekacauan di tanah Eropa tersebut berlangsung cukup
lama. Sungguh di masa-masa kegelapan tersebut ilmu
pengetahuan rasanya begitu jauh dari Eropa. Hingga akhirnya
rombongan kaum muslimin di bawah komando Thariq bin Ziyad
datang dari Maroko. Menyeberangi selat. Mengalahkan Raja
Roderic penguasa Andalusia yang terkenal zhalim. Selanjutnya
Andalusia dikuasai pemerintahan Islam. Pelan-pelan cahaya
terang mulai menerangi negeri tersebut. Universitas berdiri.
Saintis, ulama, berlomba-lomba menebar ilmu. Masyarakat
tercerahkan. Hingga akhirnya warna Eropa benar-benar berubah.
Peradaban gelap yang penuh kebodohan berubah
menjadi mercusuar yang gilang gemilang di bawah pemerintahan
Islam.
Sejarawan mencatat, kurang lebih delapan abad Islam
berada di Andalusia. Masjid Cordova, Istana Alhambara adalah
saksi yang tak bisa membantah kegemilangan tersebut.
Bekas Jejak | 19
diberangkatkan. Pemimpinnya adalah sosok yang kemudian
menjadi begitu populer dengan penaklukan demi penaklukan.
Alfonso d’Albuquerque. Tujuan d’Albuquerque tak lain dan tak
bukan adalah penaklukan, penguasaan wilayah, dan penjarahan
rempah-rempah.
Pasca penaklukan Goa, Portugis menjadi kerajaan besar
paling terkemuka di Eropa. Cerita selanjutnya sudah sama-sama kita
duga. D’Albuquerque memimpin ekspedisi lanjutan. Ke negeri hijau
ranum. Gemah ripah loh jinawi. Negeri yang pada saat ini menjadi
tempat yang dikunjungi para pedagang dari seluruh dunia. Portugis
datang membawa armada lengkap dengan tentara yang artinya
mereka tidak hanya ingin berdagang, tetapi juga perang. Negeri
selanjutnya yang ditaklukan Portugis tersebut bernama Malaka.
Inilah negeri sarat dengan peristiwa sejarah. Peristiwa
kegemilangan dan keruntuhan. Peristiwa ketentraman dan
ketakutan akan teror penjajah. Inilah negeri yang akhirnya dijejaki
para pengembara dari Indonesia. Untuk tak sekadar dikunjungi
sebagai tempat wisata, tetapi juga ada harapan bahwa jejak yang
sudah tertapaki di Malaka membekas dalam cerita panjang yang
sulit terlupakan.
Bekas Jejak | 21
Yang Membekas
Selama di Malaysia
Aurat di Bandara
Ketika dapat info di WhatsApp Group (WAG) tentang trip
ke Kuala Lumpur dan Malaka, saya langsung tertarik. Apalagi tema
perjalanan ini menulis Islami. Saya suka menulis. Meski hanya
tulisan untuk media sosial dan hanya dilakukan saat mood saja.
Semoga saja perjalanan kali ini akan memotivasi saya untuk
semakin giat menulis.
Satu hal yang membuat saya tambah semangat adalah,
ini perjalanan pertama ke luar negeri, padahal sudah punya
paspor sejak lama. Akhirnya, deal, saya ikut.
Dari Surabaya kami berangkat bertiga. Tak membutuhkan
waktu lama bagi pesawat terbang untuk sampai di Bandara
Malaysia. MasyaAllah, ini bandara yang cukup sibuk. Tapi bukan
itu yang menarik perhatian saya, melainkan bahasa Melayu yang
terpajang di berbagai tempat di Bandara.
Balai Ketibaan dan Pintu Kecemasan adalah dua kata
yang paling saya ingat. Terdengar lucu. Nanti ketika sudah masuk
negara Malaysia, semakin banyak bahasa melayu lucu yang
tertangkap mata.
Tapi di bandara Malaysia, saya tidak hanya disuguhkan
dengan tata bahasa yang lucu. Ada juga pengalaman yang tidak
menyenangkan. Saat berada di Imigrasi untuk cek paspor.
Antriannya begitu panjang. Sangat banyak manusia. Lama kami
berada dalam antrian. Yang lumayan menjengkelkan adalah
banyak sekali orang dengan santainya membuka aurat. Mohon
maaf, para perempuan dengan celana pendek dan pakaian
minim. Astaghfirullah.
Meskipun pemandangan seperti ini tak hanya terjadi di
Bandara Malaysia, di tempat lain juga banyak, tapi sungguh, rasa-
rasanya saya ingin cepat selesai dari urusan imigrasi ini dan
Uang Saku
Pelajaran berharga dalam traveling adalah komitmen
untuk bertindak sesuai rencana. Khususnya dalam soal belanja
oleh-oleh. Ya, ampun ini sungguh sesuatu yang menggoda iman.
Dari Surabaya, saya sudah menghitung kira-kira berapa uang yang
akan saya bawa dan untuk dibelanjakan apa. Tapi ternyata, begitu
sampai di Malaysia, hasrat belanja tak tertahan. Saya bukan orang
yang punya banyak uang, maka dari itu harus serba ngirit. Oleh-
oleh sekadarnya saja.
Tapi apa nyana, di Malaysia uang saku saya terkuras.
Entah, kenapa bisa begitu. Barangkali karena saya tipe teman
setia. Mba Sofie belanja, ya saya ikut belanja. Ibu-ibu yang lain
belanja, ya saya ikutan juga. Duh, ini tidak boleh ditiru bagi siapa
saja yang hendak traveling keluar negeri. Perlu belajar
manajemen keuangan dan manajemen iman dalam hal yang satu
ini.
Mohon maaf handai taulan di Indonesia Raya kalau oleh-
olehnya tidak cukup. Soalnya uang saku saya kurang banyak.
Bekas Jejak | 23
Bahasa Inggris
Ada satu lagi pelajaran berharga bagi saya. Inilah momen
dimana saya bisa mempraktikkan Bahasa Inggris. Ya, selama ini
saya belajar bahasa inggris, namun pasif dan tak terasah. Di
Malaysia, saya berkesempatan berbahasa Inggris. Tak apalah
kalau belepotan. Yang penting berani.
Ceritanya waktu itu shower di kamar mandi tidak nyala.
Saya hubungi bang Pay. Kemudian bang Pay menghubungi
resepsionis hotel. Tak lama datang petugas hotel. Sepertinya
orang India, atau mungkin Bangladesh. Awalnya saya bercakap
bahasa Indonesia. Tapi dia tidak paham. Dalam momen seperti
inilah, tidak bisa tidak, jurus bahasa Inggris logat Surabaya saya
keluarkan
“Show me how to on-off this shower,” begitu kira-kira
kata saya padanya.
Simple. Tapi bagi saya ini punya makna. Di Surabaya belum
tentu saya memiliki kesempatan seperti ini. Beres. Shower
berjalan normal. Tak ada kendala. Kendalanya, saya yang sedikit
kampungan. Mohon maaf saudara pemirsa. I am so so sorry.
Pasca kejadian on-off shower, saya ketagihan. Waktu
belanja di Jonker Street saya praktikkan lagi Ke-english-an saya.
Beli atau tidak beli, itu tidak penting. Yang penting bisa speak-
speak English. Lumayanlah, buat bekal di hari nanti.
Apa yang terjadi saudara pemirsa?
Sepulang saya ke Surabaya, saya mengikuti Seminar
Internasional. Betapa kepercayaan diri saya melambung tinggi
saat berbicara bahasa Inggris. MasyaAllah. Sekali lagi, tidak
penting lancar atau tidak lancar. Yang penting saya berani. Coba
bayangkan kalau saya tidak ikut trip bersama bang Pay?
Bayangkan lagi seandainya shower di kamar mandi saya lancar-
lancar saja. Barangkali sampai saat ini saya tak berani berbahasa
Inggris di depan saudara saudari.
Petronas
Sebagai turis yang baru pertama kali sampai di Malaysia,
ya wajar kemudian kalau kita takjub melihat menara kembar
Petronas. Ketakjuban itu terjadi pada diri saya. Bangunan itu
tinggi menusuk langit. Lelampu gemerlap. Mata orang-orang yang
Bekas Jejak | 25
Aulia Mar ti
Marti
(Pontianak)
Bekas Jejak | 27
menghindari dehidrasi. Banyu (dalam arti bahasa Jawa berarti
air, red) bening ini dipercaya memiliki banyak manfaat, karena
lebih terjamin demi kesehatan.
Tidak hanya saat dalam perjalanan, saat menikmati
kuliner saya berusaha untuk memesan air hangat. Air ini bagaikan
suplemen yang mujarab untuk menyegarkan dan menguatkan
tubuh. Menjadi sebuah keharusan. Terimakasih air hangat*
Bekas Jejak | 29
dan pembelajaran yang sama. Karena memang itulah salah satu
mengapa sejarah itu ada, sebagai wahana pembelajaran.
Kehidupan adalah sejarah yang berulang, maka
belajarlah darinya.*
Bekas Jejak | 31
Serasa menjadi ratu dan raja yang sedang menaiki kereta
kencana, aku pun memperhatikan kondisi becak hias ini.
Rupanya, si tukang becak merakitnya sendiri. Sepeda dan becak
yang digabungkan, becaknya dihias dengan bunga dan lampu
hias warna warni.
Abang becak menjelaskan, sparepart sepeda dan becak
yang digunakannya banyak didatangkan dari Indonesia, seharga
RM 50. Ia banyak memuji kebaikan orang Indonesia, dan
mengaku kagum dengan barang-barang yang diproduksi
Indonesia.
Ia mengaku tidak ada kata libur untuk menjalankan becak
hias ini, setiap hari, mulai dari pagi hingga dini hari. Menurutnya,
becak hias merupakan penghasilan utamanya. Pantang pulang
sebelum dapat uang.
“Mau lagu ape, sebentar ye saye hidupkan,” kata Pak Cik
sambil berupaya memutarkan lagu.
Perjalanan hampir usai, gedung hotel tepat di depan
mata. Tak lama kemudian, sound system Pak Cik mengalun musik
melayu. Aku mencoba berkelakar, “Tau musiknye yeh, kite nak
sampai, die baru hidop,” kataku. Pak Cik tersenyum dan tersipu
malu, serta menghantarkan kami tepat di depan hotel.*
Bekas Jejak | 33
yang ada di Indonesia. Seukuran mangkok bakso, berisikan sayur
wortel, sawi putih, buncis, dengan kuah kaldu ayam, cukuplah
saya makan berdua suami. Kami yang pecinta sayur, sangat
terpenuhi makan disini. Semua ada, begitu pula lauk pauknya,
harganya terjangkau.
Namun dari segi rasa, tergantung dari lidah masing-
masing ya. Karena kalo saya dan suami lebih suka gurih dan lezat,
karena di rumah terbiasa dengan masakan Padang, Sumatera
Barat. Kebetulan kami berdua juga berasal dari Sumatera Barat,
jadi soal rasa tidak diragukan lagi.
Macam mak masak, kalau singgah kesini. Bagi kalian yang
domisili di Kalimantan atau Sumatera tempat makan ini seperti
menu makan di rumah. Tidak asing di lidah.
Keesokan harinya, saat sarapan pagi, kami (saya dan
suami, red) mencoba mencari kuliner yang tidak berat, biasanya
di rumah sarapannya bubur atau oat dengan sayuran dan buah-
buahan. Tapi disini sulit menemukan makanan yang kami
inginkan, kami putuskan untuk memilih makanan yang tersaji di
depan hotel. Namanya Restoran Ehsania Tiga, disini makanan
yang disajikan berupa nasi goreng, nasi lemak, nasi campur atau
briyani, roti cane, roti naan, mie, bihun, kue tiau, maggi. Saya
pun memesan nasi lemak ayam seharga RM 8, nasi lemaknya
pas, ayam gorengnya super lembut, ditambah sambal dan kacang
tanah goreng, kalo mau lebih murah bisa pesan nasi lemak biasa
seharga RM 3.50, murah meriah. Sudah dapat sambal, telor mata
sapi, kacang tanah goreng. Lumayan untuk para backpaker yang
ingin menghemat isi dompet.
Jajanan di Malaka juga sangat banyak, silakan dicicipi,
karena penjualnya mayoritas berasal dari Indonesia. Salah
satunya, penjual kelapa dan kuih Keria Mahkota Alam, asli dari
Medan tapi logat Jawa. Mengaku bisa berbahasa Jawa, tapi lahir
di Medan Sumatera Utara. Lama berdomisili di Malaka demi
menyambung hidup, disusul keluarga besar lainnya. Kuih Keria
yang dijajakannya, sungguh nikmat, “Pecah!” di mulut. Tidak
cukup 1, ingin lagi dan lagi, seperti pisang goreng, tapi komposisi
kuih ini tentunya tidak menggunakan pisang. Dia hanya
menggunakan dasar tepung terigu, gula jawa, perisa dan
pengembang, sedangkan yang membuatnya nikmat saya masih
lain, tidak jauh dari menu makan di rumah. Kami singgah di rumah
makan Asam Pedas Claypot, Nasi Ayam, kali ini tidak ingin
mencoba asam pedas, saya memilih menu ringan saja, sayur sawi
plus wortel dan tomat, sambal terong, dan telur mata sapi,
sedangkan suami ikan goreng, sayurnya sama dengan saya. Kami
Bekas Jejak | 35
lebih suka makan sayur ketimbang protein yang berlebihan,
karena di dalam tubuh sudah mengoleksi beragam penyakit
seperti asam urat, kolesterol, darah tinggi, asam lambung. Maka
jenis makanan yang dipilih harus sesuai dengan kebutuhan
tubuh. Tidak kalap, mentang-mentang suka makan, lalu semua
makanan dilahap. Hiks!
Begitu pula ketika tiba di Kuala Lumpur, saat makan
malam di Restoran Setia Cinta Sayang makanan yang disantap
pun tidak jauh dari sayur-sayuran, tentunya tidak masak
menggunakan santan. Pure dan hanya sekadar ditumis, atau
bening. Mengapa? karena selama travelling, tubuh memerlukan
asupan yang banyak, energi penuh untuk melanjutkan perjalanan
yang panjang.
Jika ingin memilih makanan halal, saya anjurkan membeli
nasi lemak di 7eleven, nasi yang dikemas dalam wadah plastik
microwave ini disimpan dalam lemari pendingin. Untuk
mengkonsumsinya, silakan meminta kepada pramuniaga
7eleven untuk menghangatkannya sekejap. Dalam kondisi panas
dan hangat, nasi lemak ini sudah siap disantap dan sangat nikmat.
Hal ini dilakukan, jika wisatawan tidak menemukan makanan
halal.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
memilih makanan saat traveling adalah, pastikan rumah makan
dan restoran penyedia makanan memiliki logo halal. Atau
pemilik dan koki restoran adalah seorang muslim. Hindari
minuman soda perbanyaklah minum air putih. Jangan terlalu
banyak memesan makanan karena justru akan menghambat
jalannya traveling.
Ketika bangun tidur di pagi hari, minumlah air segelas
penuh atau dua gelas air. Hal ini dilakukan agar tidak lapar saat
pergi ke makan prasmanan. Semoga tips ini dapat membantu
traveler yang ingin berwisata di negeri orang, tidak hanya berlaku
di Kuala Lumpur dan Kota Malaka saja, tapi berguna juga untuk
negara-negara lain yang ingin dituju. Selamat mencoba!
Bekas Jejak | 37
namun saat berangkat terdapat empat susun boat dan
memanjang. Bisa dipastikan lebih dari 10 boat yang digunakan
untuk mengantar penumpang. Pemandu wisata menggunakan
busana khasnya, setelan melayu lengkap bersama topi yang
hampir mirip tanjak melayu. Mulai dari atas hingga bawah,
setelan ini berwarna hitam dilengkapi list kuning di sisi lengan,
sabuk pinggang, tanjak dan baju atasannya. Tidak lupa, pakai
kacamata hitam agar lebih keren.
Sungai ini memiliki peran yang sangat penting, terutama
dalam hal transportasi. MRC membawa kami untuk mengulang
sejarah tempo dulu. Banyak bangunan tua dan kuno, tidak
berubah sedikitpun, terdapat mural di setiap dinding bangunan,
mall, pasar, pemukiman, maupun pusat bisnis, pusat
pemerintahan, hotel, hostel, tempat ibadah maupun bangunan-
bangunan yang lainnya tidak tampak semrawut, tertib, dan asri.
MRC menggantikan perannya, jika dulu adalah kapal-
kapal dagang atau nelayan yang bersandar dan hilir mudik di
wilayah Sungai Malaka, kini MRC mengubahnya dengan
mengangkut para wisatawan untuk menjelajahi pesona sungai.
Tidak terasa waktu telah berlalu, hampir 45 menit, boat
ini membawa kami untuk bersama-sama berimajinasi ke masa
silam. *
Bekas Jejak | 39
menunggu siapa, ternyata Pak Deddy menunggu siapa saja yang
hendak masuk ke hotel. Karena akses masuk ke kamar
memerlukan kartu kunci kamar untuk disensor. Ternyata kami di
lantai yang sama, tidak merasa kesulitan. Alhamdulilah,
kebingungan kami usai.
Tiba di kamar, kartu kunci kami selipkan di dinding
sebagai pengisi daya listrik. Namun masih saja gelap gulita.
Suami mencoba call service, petugas hotel menanyakan di kamar
berapa, “Tunggu sebentar, nanti petugas kami kesana,” ujar suara
seorang wanita di telepon kabel yang tersambung di kamar.
Saya dan suami duduk di depan pintu, seraya membuka
pintu dan menahannya dengan kaki. Tidak lama kemudian
petugas datang, dan menaikkan stut tegangan listrik ke atas.
Kami bertanya, kenapa bisa mati listriknya. Petugas hotel bilang,
biasanya ada colokan listrik yang dayanya melebihi kapasitas
atau menge-charge handphone. Saya bilang, setiba di hotel kami
tidak mengeluarkan kabel charge, dan saya menunjukkan bawa
charge handphone masih tersimpan di koper. Kali ini petugas
hotel yang bingung, dia menggumam sendiri, “Kok bisa mati
listriknye,” ujarnya lirih.
Keesokan harinya, adalah waktu kami untuk
meninggalkan Kuala Lumpur. Jam menunjukkan pukul 03.30,
alarm handphone ku berbunyi, masih terlalu lelah dan
mengantuk. Tapi harus bangun dan berberes. Karena perjalanan
dari hotel menuju bandara memakan waktu lama. Saya
menyarankan suami untuk membeli nasi lemak di 7eleven untuk
mengganjal perut sebelum berangkat ke bandara. Tapi saat ini
saya ingin berdiam di hotel saja, posisi 7eleven juga tidak jauh,
tepat berada di samping hotel. Tapi pada saat suami akan keluar
kamar, ia pun kembali lagi. “Mi, nanti gimana buya masuk lagi ke
kamar, kan kartunya ada disini,” kata suamiku. Aku langsung tepok
jidat. Langsung teringat kejadian semalam, bagaimana kami
kebingungan masuk ruang memerlukan sensor kunci kartu.
Dalam pikiranku, bagaimana jika yang menginap disini adalah
satu keluarga, di dalamnya terdapat seorang ibu dan anak-anak
kecil, kemudian si bapak harus membeli air mineral atau cemilan
atau mengharuskan keluar hotel, sedangkan kunci kartu yang
diberikan dari petugas hotel hanya sebuah. Nah, jika si bapak
Bekas Jejak | 41
42 | Pay Jarot Sujarwo, dkk
D.R. Tir tasujana
Tirtasujana
(Jakarta)
Bekas Jejak | 43
Oleh-Oleh Langka dari Malaka
Jalan itu begitu lengang ketika sabtu pagi kami lalui.
Segala hiruk-pikuk yang kami temui di jum’at malam, beberapa
jam sebelumnya, tak berbekas sama sekali.
Jalan itu memang ramai saat sore sampai malam (di hari
jum’at – sabtu – minggu). Banyak Pedagang berjajar di kiri-kanan
sepanjang jalan, menjajakan beraneka ragam makanan,
minuman, dan souvenir.
Kalau ada penjual, tentu ada pembeli. Jadi, kepadatan
di situ bertambah dengan banyaknya lalu-lalang orang yang
berbelanja, atau yang sekedar melihat-lihat. Seperti saya, lebih
banyak melihat-lihat saja (beli souvenir dikit banget), karena
keterbatasan ringgit yang saya anggarkan :-).
Dalam pikiran saya malam itu, “kok kayak bazaar atau
pasar kaget yang ada di dekat rumah kalau malam minggu ya..”.
Hanya saja, yang dijual barangnya berbeda. Suasananya juga
berbeda, karena di negeri orang. Apalagi sepanjang langkah
ditemani istri tercinta.. Cobain deh, pasti rasanya beda hehe..
Itulah Jonker Walk. Ini hanya salah satu tempat menarik
yang kami kunjungi ketika rombongan trip kami ke Melaka (atau
orang juga menyebutnya Malaka/Malacca). Daerah di Malaysia
yang pernah menjadi jajahan Portugis ini memiliki banyak spot
menarik lainnya juga bagi wisatawan. Jalan lebar yang
menampilkan sosok bangunan gedung-gedung besar bernuansa
(bertampang) “tua” menyediakan banyak objek foto yang, kata
orang di zaman ini, instagramable.
Warna merah bangunan-bangunan besar seperti
Stadthuys dan Christ Church Malaka terlihat mencolok. Selain
itu, ada juga banyak bangunan museum (muzium) seperti
Muzium Islam Malaka, Muzium Senibina Malaysia, Muzium Umno
Malaka, dan beberapa muzium lainnya yang tersebar di Malaka.
Sayangnya, karena waktu yang singkat, hanya semalam di Malaka
plus setengah hari, saya tidak berkesempatan menjelajah masuk
ke satu pun bangunan tersebut. Sedih ya…
Padahal, katanya, banyak hal menarik yang bisa diserap
Bekas Jejak | 45
tangga. Jelas saja langsung gempor.
Nah… bagaimana dengan kami?
Ya sama lah. Gempor juga. Bayangkan, di hari jum’at itu,
sejak dari rumah, take off di Soekarno-Hatta, landing di KLIA,
naik train nyasar ke Salak Tinggi, balik arah sampai ke KLIA2,
lanjut ke Malaka, lalu eksplorasi Malaka sampai malam, google
fit saya mencatat angka lebih dari 13.500 langkah. Belum
ditambah sabtunya masih lanjut keliling, baik di Malaka maupun
setelah keluar dari Malaka. Belum lagi hari minggunya.
That’s the definition of “GEMPOR”. Kalau masih belum
kebayang, coba deh lakukan sendiri. Dijamin “Gempor tapi
Bekas Jejak | 47
Buat yang suka jalan kaki.. banyak yang bisa dilihat
sepanjang perjalanan. Buat yang suka sejarah, banyak yang bisa
didalami. Buat yang suka foto-foto, dijamin gak akan puas deh
kalau cuma seharian mengambil foto atau berfoto bersama
object di sekeliling Malaka. Buat yang suka menulis, bisa
menimbulkan inspirasi untuk banyak judul tulisan.
Pokoknya,Malaka top banget deh buat tempat wisata bagi
macam-macam jenis manusia. Dan mungkin Anda adalah salah
satunya.
Tulisan ini memang tidak akan mampu membawa detil
apa yang kami saksikan di Malaka. Padahal rombongan trip kami
hanya berada di Malaka kurang dari 24 jam. Bayangkan, kalau
lebih lama lagi, dan semua lokasi dikunjungi. Satu buku tebal
pun tidak akan habis menceritakan isi kota Malaka. Nah.. Setelah
membaca ini, bisa jadi Anda penasaran, dan ingin merasakan
sendiri pengalaman ke sana.
Tapi... yang sebenarnya saya mau ceritakan bukan itu.
Karena yang terus melekat dalam pikiran saya hingga pulang ke
tanah air adalah momen yang saya ceritakan di awal tulisan saya
tadi.
Sabtu pagi itu, kami melintasi Jonker Walk bukan untuk
mencari souvenir atau jajanan. Tempat yang kami tuju adalah
salah satu bangunan tua yang, menurut sejarah, dibangun tahun
1700-an.
Masjid Kampung Kling, begitu tulisan yang tertera pada
plang di luar masjid. Konon, ini merupakan salah satu masjid
tertua di Malaysia. Jalan dari hotel lumayan jauh. Dan kami keluar
dari hotel setelah selesai adzan subuh. Jadi, agak terlambat.
Alhamdulillah, masih dapat masbuk.
Menurut Wikipedia, masjid ini dibangun saat Belanda
menjajah Malaka. Belanda membebaskan untuk mendirikan
masjid karena ingin menarik hati orang melayu dan kaum
muslimin Malaka, setelah sebelumnya masjid di Malaka bukan
hanya dilarang didirikan, bahkan dihancurkan oleh Portugis.
Masjid ini juga merupakan salah satu masjid tertua di Malaysia
Alhamdulillah.. baru pertama kali ini sholat subuh berjamaah di
negeri orang. Biasanya saat travelling seringnya sholat di kamar
hotel. Kali ini bersama semua lelaki dalam rombongan trip (yang
Bekas Jejak | 49
kita mempelajarinya lagi, kita akan mendapatkan makna yang
berbeda.
Begitu juga dengan Surat Al Ashr dalam tausiyah yang
disampaikan oleh kawan dalam rombongan kami, Ustad
Mahyuddin. Saya pernah mendengar beberapa ceramah
mengenai surat ini, tetapi pagi itu saya mendengar hal baru,
seakan-akan baru pernah mendengar makna surat tersebut.
Kebanyakan dari kita mungkin tahu bahwa ada 4 syarat
yang harus kita lakukan supaya terlepas dari “default condition”
manusia yang selalu dalam keadaan merugi. Namun, saya baru
dengar bahwa 2 syarat yang terakhir (saling menasehati dalam
kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran) itu
sebenarnya sudah tercakup dalam syarat ke-2 (beramal soleh).
Lalu, kenapa disebutkan lagi secara lebih detil?
Jawabannya, karena kedua hal ini penting, jadi
disebutkan kembali untuk penekanan.
Yang menarik lagi, dan membuat saya berpikir
menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari, adalah ilustrasi
yang disampaikan tentang kedua syarat terakhir tersebut.
Ilustrasinya begini. Dalam satu kapal, ada banyak orang.
Ada yang di bagian atas, ada yang di bagian bawah. Sebagian
orang yang di bawah, ada yang butuh menangkap ikan untuk
makan. Tapi karena merasa terlalu “ribet” untuk naik dulu ke
atas melalui banyak orang, maka mereka berpikir cara mudah
dan cepat saja.
Apa yang mereka lakukan? Mereka melubangi dasar
kapal agar mudah dan cepat menangkap ikan, tanpa
mempedulikan akibatnya. Bayangkan, kalau orang yang di atas
tidak mencegah mereka berbuat kerusakan terhadap kapal, atau
paling tidak “menasehati dalam kebenaran dan kesabaran”, siapa
yang akan tenggelam kalau kapal tersebut bocor? Orang yang
melubangi kapal saja kah? Tentu tidak. Resiko ditanggung semua
penumpang.
Nah, bagaimana kalau di lingkungan kita (rumah tangga,
tetangga, warga negara, dll) ada yang “melubangi kapal”? Kita
memilih diam saja dan ikut tenggelam bersama orang yang
berbuat kerusakan kah? Atau…?
Eh… Sebentar... sepertinya saya terbawa suasana… Cerita
Bekas Jejak | 51
Bagi yang pernah, sedang, ataupun sering travelling, ada
satu hal yang menjadi oleh-oleh yang patut kita pikirkan saat
menyaksikan batu-batu tadi. Kemanapun kita bepergian,
perhentian perjalanan kita di muka bumi adalah di tempat
semacam ini, sebelum melanjutkan “long travelling” di alam
berikutnya. Pertanyaannya, bekal macam apa yang sudah kita
siapkan untuk travelling yang ini?
Bekas Jejak | 53
Perjalanan ke Sungai Pawan
Eh Salah, yang Benar Sungai Malaka
Bekas Jejak | 55
Sekarang aku punya pengalaman langsung mengembara
bersama bang Pay. Meskipun ini perjalanan komersil (paket
perjalanan) tapi sungguh, bang Pay mampu mengemasnya
menjadi perjalanan yang seolah-olah dilakukan oleh orang yang
sudah lama kenal. Kami begitu akrab. Kami belajar Islam. Kami
diajari banyak hal. Tentang fikih perjalanan, tentang bagaimana
bergaul dengan sesama teman perjalanan. Tentang menjaga
interaksi dengan yang bukan mahrom. MasyaAllah.
Bang Pay, kalau ada paket trip lagi, jangan lupa kabari.
Bekas Jejak | 57
Malaka, dan Pesonanya yang
Tak Lekang oleh Zaman
Bekas Jejak | 59
dibongkar demi hotel mewah. Entah mau sampai kapan Islam
dijauhkan dari Umatnya sendiri. Dulu dengan perang fisik dan
sekarang berganti perang pemikiran yang memaksa kita
mengambil cara hidup penjajah.
Hari ini, sebuah peperangan bagi kita adalah sebuah
cerita namun itu adalah fakta bagi pendahulu kita, khususnya
bagi Leluhur Penduduk Malaka. Meski berfoto disana dengan
penuh keceriaan, dengan hanya memikirkan angle yang tepat,
dan kemudian menghasilkan foto yang amazing, maka itu sah
Bekas Jejak | 61
seperti sungai, laut dan perbukitan yang indah disekitar Malaka
ini. Bahkan ketika berwisata Kuliner di Pinggiran Sungai Malaka
mencicipi Daging Kelapa Muda dalam bentuk yang utuh, bulat
dengan ragam cita rasa yang berbeda, asli original, yang ternyata
memang berbeda rasa karena speciesnya atau jenis tanaman
kelapanya yang salah satunya Kelapa Rasa Pandan, Subhanallah.
Rasa bahagiapun masih memenuhi jiwa mengetahui
penduduk setempat masih kuat memegang Aqidah mereka.
Meskipun silih berganti Penjajah menghampiri membawa misi
Gold, Glory dan Gospel. Kalaupun ada pelajaran yang bisa
diambil, maka lihatlah bagaimana mereka meraih kemenangan
semu, tidak hanya duduk dan membicarakan tentang
kemenangan. Tapi disertai adanya upaya bersungguh sungguh
untuk mencapainya dengan menjelajah dunia membawa misi
mereka. Kemudian menguburkan kegemilangan peradaban
Islam di Malaka ini, nyaris menyisakan sedikit saja dan sedikit
cerita sejarah yang telah diputarbalikan faktanya agar kaum
Muslimin tak pernah mengetahui jati diri kemajuan peradaban
Islam dan lihatlah bahkan mereka membawa serta sanak
keluarganya dalam kemenangan semu mereka, sehingga mereka
dikuburkan ditanah jajahan mereka.
Lalu bagaimana dengan kita, cukupkah hanya dengan
berpangku tangan dengan Kebangkitan Islam yang sudah Allah
janjikan. Ini adalah Allah yang berjanji, masihkah kita sanggup
meragukannya. Maka dengan semua nikmat tak terhitung yang
telah allah berikan kepada kita, serta amanah sehat, harta,dan
berbagai potensi yang kita miliki, marilah amanah sebagai hamba
Allah untuk membebaskan kaum muslimin dari penjajahan
pemikiran warisan penjajah dari penghambaan kepada materi,
beralih kepada penghambaan kepada dzat yang tertinggi kepada
Allah SWT. Sebagaimana yang pernah diperjuangkan Kerajaan
Malaka. Inilah yang membuat Malaka dulu pernah Berjaya dan
mempesona dan meninggalkan sebagian pesonanya hingga
sekarang. Pesona yang tetap lekat tanpa menyandarkan semata-
mata dari Label Warisan Dunia, yang disematkan oleh Unicef,
Lembaga Dunia Milik Kaum Penjajah.
Akhirnya selesailah tulisan ini yang membuat saya dan
suami sampai harus membuka 10 referensi tentang Malaka.
Bekas Jejak | 63
Fahrur azi
ahrurazi
(Bogor)
Bekas Jejak | 65
selang panjang berikut dengan spray gun. Ini akan jadi masalah
untuk kami sebagai umat Islam, disaat kita hendak benar-benar
menjaga kebersihan diri, khususnya saat hendak melaksanakan
sholat jika kita sedang berada di mall.
Berselang tidak beberapa lama, kulihat istri sudah keluar
dari mushola wanita. Selanjutnya istri mengajak mencari makan.
Tepat pukul 21.00 wib kami boarding. Pesawat akan
membawa kami terbang dari Jakarta menuju ke Singapura. Ini
adalah budget airline bernama Jetstar. Hampir 2 (dua) jam kami
mengudara sejak take off dari bandara Soekarno-Hatta pada hari
Rabu 9 Oktober 2019 pukul 21.40 wib, tak terasa kini pesawat
Jetstar dengan nomor penerbangan 3K-206 yang membawa kami
dari Jakarta itu sudah landing dengan mulus di Changi Airport
Terminal 1.
“Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin…” lisanku berucap pelan.
Kami telah sampai di Singapura. Hari telah berganti,
Kamis 10 Oktober 2019 pukul 00.35 waktu Singapura. Segala
Bekas Jejak | 67
Pertama counter yang paling kiri. Khusus untuk Warga
Emas saja. Warga Emas adalah sebutan khusus untuk orang-orang
yang telah berusia lanjut di Malaysia, kalau di Indonesia warga
emas ini sama dengan jompo. Selain disediakan counter khusus
mereka juga diberi potongan harga saat membeli tiket bis
tersebut. Inilah bentuk penghargaan negara kepada warganya
yang telah berusia lanjut. Warga Emas, betapa mulia warganegara
lanjut usia di Malaysia ini.
Kedua adalah counter yang ada di tengah. Counter ini
khusus untuk para warga pada umumnya, baik warga lokal (selain
warga emas) maupun para wisatawan. Di counter ini mereka
bisa membeli tiket dan bertransaksi langsung dengan petugas
yang sedang berjaga.
Ketiga adalah counter untuk pembelian tiket bis secara
swalayan (self-service) melalui mesin-mesin khusus, dimana
untuk pembelian tiket bis melalui mesin ini, calon penumpang
bisa melakukan transaksi langsung tanpa harus dilayani oleh
petugas.
Selepas keluar dari exit toll menjelang memasuki kota
Malaka saat bis masih dalam perjalanan menuju terminal akhir
Malaka Sentral, suasana tenang dan nyaman kota Malaka dapat
kurasakan. Kulihat dikiri-kanan jalan banyak bangunan rumah
dengan halaman yang cukup luas dan jejeran pertokoan model
lama. Tidak terlalu kelihatan apa saja aktivitas yang dilakukan
oleh penduduk setempat saat itu.
Sekitar pukul 17.40 kami tiba di terminal bis Malaka
Sentral, setelah turun dari bis berbegas kami keluar dari terminal
untuk mencari taksi yang bisa membawa kami ke hotel. Mobil
Proton Ertiga yang kupesan secara online melalui aplikasi GRAB
datang menghampiri, dengan biaya hanya 10 Ringgit saja,
kemudian kamipun langsung diantar menuju “THE EXPLORER
HOTEL” tempat dimana semua peserta Open Trip kali ini akan
berkumpul dan menginap.
Bersama dengan George Town yang ada di negara bagian
Penang, Malaka telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai World
Heritage Cities pada tahun 2008 lalu. Karena itu, sangatlah wajar
jika Malaka saat ini terus bersolek dan berbenah diri untuk
menyambut datang-nya para wisatawan, baik yang berasal dari
Bekas Jejak | 69
beberapa bangunan bersejarah seperti “Stad Thuys”, “Red Christ
Church Malaka”, “Malaka Clock Tower”, “Windmill Dutch Square
Malaka”, “The Queen Victoria Fountain”.
Rasanya belum afhdol jika kita pergi ke Malaka, namun
belum berphoto disekitar bundaran ini J. Warna bangunan yang
didominasi dengan warna merah bata tentu saja membuat siapa
saja terkagum-kagum. Menawan.
Tak jauh dari bundaran “Malaka 0 Mile”, ada jembatan
yang di bawahnya mengalir Sungai Malaka. Ini adalah tujuan yang
begitu populer, Jonker Street. Di malam hari jalanan ini akan
berubah fungsi menjadi pusat keramaian. Ratusan atau mungkin
ribuan orang tumpah ruah di jalan ini. Selain berbagai macam
jenis kuliner, di Jonker street sini juga dapat kita temui pedagang
yang menjajakan pernak-pernik kecil souvenir khas Malaka
sampai barang-barang antik. Namun saat siang hari, kembali jalan
ini jadi sepi dari para pedagang kaki lima dan beralih fungsi
menjadi layaknya jalanan biasa. Bagi wisatawan muslim, saat
hendak berbelanja makanan di area Jonker street ini sebaiknya
harus ekstra hati-hati, karena tidak semua makanan yang dijual
disini statusnya halal.
Malam itu perjalanan kami berakhir diujung jalan Jonker
Bekas Jejak | 71
bisa mengingat Allah dirumah-NYA walaupun sedang dalam
keadaan berwisata.
Selepas sholat subuh, kami menyempatkan diri untuk
berphoto dengan ustadz yang menjadi Imam sholat saat itu. Kami
minta izin agar bisa menggunakan selasar masjid untuk kajian
singkat. Alhamdulillah diizinkan. Salah satu peserta trip, Ustadz
Mahyudin dari Sulawesi yang memberikan siraman rohani
kepada kami semua. MasyaAllah, materi yang istimewa.
Dalam kajian tersebut beliau memberikan inspirasi
kepada kami dengan mengutip ayat tiga dari surat Al-‘Asr (103)
yang yang terdapat di dalam alqur’an, yaitu mengenai orang-
orang yang Allah SWT jauhkan dari kerugian, yang khusus hanya
Allah berikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal
sholeh serta yang saling nasehat menasehati dalam kebenaran
dan kesabaran. Dari kajian yang beliau sampaikan, kami semua
para peserta insya Allah dapat mengambil ibrohnya. Senang
rasanya bisa berkumpul dalam ketaatan seperti ini.
Cukup lama kami berada di Masjid Kampung Kling ini,
hingga tidak terasa hari sudah terlihat semakin terang karena
matahari sudah semakin meninggi. Masjid yang sudah berumur
ratusan tahun ini adalah salah satu masjid tradisional yang ada
di Malaka. Desain dan bentuk bangunannya merupakan
perpaduan antara arsitektur ala Sumatra, China dan Malaka-
Malaysia.
Pada awal didirikan tahun 1748 bangunannya masih
terbuat dari kayu, namun pada tahun 1872, bangunan ini diubah
Bekas Jejak | 73
pada tahun 1511). Belanda membangun dan meninggalkan
bangunan terkenal Stad Thuys (dibangun tahun 1650) dan Red
Christ Church (selesai dibangun pada tahun 1753, proses
pembangunannya sendiri memakan waktu hingga 12 tahun).
Sedangkan Inggris, meninggalkan The Queen Victoria Fountain
yang dibangun pada tahun 1901 dan Malaka Clock Tower yang
selesai dibangun pada tahun 1926. Setiap jalan, setiap dinding,
setiap monumen menceritakan satu kisah tersendiri tentang
penaklukan dan ketamakan dari para penjajah yang sombong,
angkuh dan durjana serta keberanian dan perlawanan dari warga
Malaka dan sekitarnya.
Sekembalinya kami dari sholat subuh di Masjid Kampung
Kling, acaranya langsung dilanjut dengan sarapan pagi bersama
di Restoran Ehsania Tiga yang ada di depan hotel. Selama di
Johor Bahru dan Malaka, roti canai menjadi makanan favorit
Bekas Jejak | 75
hasil lukisannya.
Entah yang kulihat itu prasasti dengan ukuran besar
berbentuk kotak persegi panjangkah? Atau batu nisankah? Aku
tidak tahu. Ada beberapa benda seperti itu yang disandarkan
pada dinding tembok dibagian dalam sisa-sisa bangunan gereja
tua itu. Di dalamnya terdapat tulisan, ada yang aku mengerti
karena ditulis dengan menggunakan bahasa Inggris namun ada
juga yang tidak aku mengerti karena bahasa yang digunakan
bukan Bahasa Inggris. Tidak banyak yang dapat dilihat di sini,
selain hanya bekas bangunan dan isinya serta pemandangan kota
Malaka dilihat dari atas bukit yang tinggi.
Keluar dari pintu samping dan kemudian turun melalui
anak tangga yang ada di belakang sisa gerja St. Paul’s ini maka
akan dapat kita temui sisa-sisa bangunan benteng A Famosa yang
dibangun oleh sang penakluk kota Malaka, Alfonso de
Albuquerque. Pemerintahan Sultan Mahmud Syah berakhir
seiring dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tanggal
24 Agustus 1511, hingga beliau dan para pengikutnya melarikan
diri ke Bintan dan menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat
pemerintahannya yang baru.
Jam di tangan menunjuk-kan waktu pukul 12.35, artinya
waktu sholat dzuhur dan makan siang telah tiba, saatnya bagi
kami untuk berpisah dan meninggalkan kota Malaka. Setelah
selesai mengisi perut di restoran Wong Solo di dekat hotel the
explorer, kemudian dilanjutkan dengan sholat dzuhur dan ashar
jamak qoshor, kini saatnya kami meninggalkan Malaka. Kota
bersejarah yang penuh dengan kenangan.
Sebenarnya satu hari satu malam adalah waktu yang
singkat, tidak cukup digunakan untuk meng-explore lebih jauh
semua bekas jejak sejarah yang ada. Alhamdulillah dengan ijin
Allah kami bisa langsung datang ke sana, untuk melihat fakta
sejarah yang ada. Ini bukan perjalanan biasa, tapi bagi kami
perjalanan ini sangat berharga dan luar biasa. Lambat tapi pasti
bis yang membawa kami mulai meninggalkan jalan utama kota
Malaka, menuju jalan toll arah ke Kuala Lumpur di Malaysia. Insya
Allah suatu saat nanti kami akan kembali ke Malaka.
Bekas Jejak | 77
bis dengan tujuan JB Sentral, biaya perorang
= RM 2,-
Bekas Jejak | 79
Hajar, Bleh!
Pria berjaket abu-abu itu asyik menikmati hidangan,
sambil bersenda gurau dengan beberapa orang di sebuah meja
panjang. Dia tampak tidak menyadari kehadiranku yang
mengendap-endap di balik punggungnya. Aku melesat, cepat.
kudekap lehernya dari belakang. Sesaat dia terperanjat, tertawa
lantang, dan kami pun berangkulan dengan hangat. Dialah Dwi
Rizki, biasa dipanggil Iki. Aku mengenalnya sudah cukup lama,
hampir tiga dasawarsa. Kala itu kami duduk berdekatan, di hari
pertama masuk kelas 1 sebuah SMA di Jakarta Selatan. Dan kali
ini, Allah pertemukan kami kembali di Malaka, Malaysia.
Tujuh belas wajah lain menyambutku. Wajah-wajah yang
asing, namun penuh keramahan. Inilah pertemuan pertama
kami, setelah beberapa waktu sebelumnya hanya saling sapa di
grup WhatsApp. Cukup kewalahan juga aku mencoba
menghafalkan nama mereka sekaligus. Mereka, seperti aku,
adalah peserta Islamic Trip & Travel Book Project 2019. Pelaksana
sekaligus pemimpin perjalanan ini, Bang Pay Jarot Sujarwo,
seorang pria jangkung dari Pontianak, menjabat tanganku sambil
tersenyum lebar.
Tidak seperti peserta lain yang masuk ke Malaka melalui
Kuala Lumpur, aku memilih naik bus dari Singapura. Karena itulah,
aku bisa sampai di sana beberapa jam sebelum mereka, dan
punya cukup waktu menjelajahi kota ini sendirian.
Hingga beberapa saat sebelum pertemuan kami, aku
masih berkeliaran di Jonker Walk Night Market, titik paling ramai
kota Malaka di malam hari. Aku juga masih sempat duduk santai
sambil menyesap segelas pearl milk tea. Kuperhatikan keriuhan
para turis di seputaran Stadthuys, atau yang kini biasa disebut
Bangunan Merah. Aku merasa seperti setetes air dalam pusaran
arus manusia yang tak habis-habisnya. Semua tampak gembira,
menikmati suasana kota yang ditetapkan oleh UNESCO sebagai
salah satu warisan dunia.
Sampai tiba-tiba datang sebuah SMS, "Pak, kami sedang
Bekas Jejak | 81
online di writing class sebelumnya. Soal kualitas, tak perlu
dipusingkan benar. Toh kami bukan penulis profesional. Masih
taraf belajar. Bahkan ada yang mengaku sungguh awam. Aku
teringat kata-kata Pak Ogah di film Si Unyil, pada dekade 80an.
Film seri yang rutin kami tonton tiap Ahad pagi, "Hajar, Bleh!"
Ya, tak apa. Tulis saja dulu. Biarkan pembaca yang menilainya
nanti.
Hmmm... terus terang, aku sudah lama tidak menulis.
Telah lama kukubur impian menjadi seorang penulis. Telah
kulupakan pula cita-cita menjadi editor, selepas kuliah di
program studi Penerbitan, Politeknik Universitas Indonesia, 22
tahun lalu. Semua berganti dengan rutinitas kerja kantoran,
mencari nafkah bagi kami sekeluarga.
Bahkan setelah resmi pensiun dini delapan tahun lalu,
kegiatan menulisku hanya terbatas pada sedikit tulisan pendek
di media sosial. Tak ada yang istimewa, tak ada yang diseriusi.
Tapi mungkin Allahu Rabbi punya rencana lain. Pertemuan
dengan teman-teman baru ini membawaku pada kesadaran baru.
Selama ini aku banyak melakukan perjalanan dan menyimpan
segala kisahnya sendiri. Mungkin sudah tiba waktunya,
membagikan aneka cerita dari beragam sisi dunia itu kepada
siapa saja yang berkenan membacanya. Lebih utama lagi, kepada
ketiga anak kami. Kepada merekalah harapan itu kini bertumpu.
Harapan agar mereka mau belajar dari perjalanan hidup orang
tuanya. Semoga suatu saat mereka mampu menjelajah dunia
lebih jauh, mendulang pengalaman hidup lebih kaya, dan
menebarkan kebaikan lebih luas. Aamiin, ya Rabb.
Bekas Jejak | 83
hingga kini masih menyimpan parut luka penaklukan
antarbangsa masa lalu. Bandar yang makmur ini pernah silih
berganti diperebutkan, ditaklukkan, dan diluluhlantakkan. Para
pelaut Portugis yang awalnya menawarkan misi perdagangan,
akhirnya menampakkan wajah bengisnya yang asli. Malaka
ditaklukkan, bangunan peradabannya yang agung dihancurkan.
Warga muslim dibinasakan tanpa ampun. Rakyatnya yang tersisa
dipaksa memunguti puing-puing bebatuan istana, benteng, dan
rumah mereka, lalu membangun kota serta benteng baru milik
para penakluk. Para penjelajah itu bersalin rupa menjadi
penjajah.
Waktu berganti, kuasa pun beralih. Malaka terlalu
memikat bagi hawa nafsu bangsa-bangsa Eropa. Melalui
pertempuran yang sengit, Portugis pun menyerah kepada
Belanda. Malaka berganti pemilik, namun rakyatnya tetap
bernasib sebagai bangsa jajahan.
Kuasa atas kota pelabuhan ini kembali beralih, setelah
pada tahun 1824 Belanda dan Inggris bersepakat untuk menukar
Malaka dengan Bencoolen (Bengkulu) di Pulau Sumatera.
Demikianlah, para tuan kulit putih memperlakukan kepingan-
kepingan bumi itu seperti barang dagangan belaka. Seakan tanah
dan manusia di dalamnya adalah warisan nenek moyang mereka
yang bisa diperlakukan semaunya saja. Jejak penindasan di
semenanjung Malaya masih harus berlanjut, melalui masa
perang dunia, hingga kemerdekaannya pada tahun 1957.
"Your key card, sir." Suara resepsionis berkerudung itu
membuyarkan lamunanku. Malaka tak lagi berduka, tak lagi
menuai nestapa. Malaka kini adalah kota yang terus bersolek,
bangga dan berwibawa. Tak ada lagi penjajah. Yang ada adalah
para penjelajah, ribuan wisatawan yang hadir untuk menikmati
kecantikannya. Sudah pukul setengah enam. Matahari masih
menyisakan sinarnya. Masih ada sedikit waktu untuk menyapa
aneka bangunan bersejarah dan warganya yang ramah.
Sebaiknya aku segera naik ke kamar, shalat jamak qashar, dan
bergegas kembali ke tengah kota yang sudah tak sabar. Melake,
saye nak jumpe!
Bekas Jejak | 85
Sepuluh Ribu Langkah
di Malaka
Bismillahirrohmaanirrohim.
Ini adalah perjalanan pertama Ke Malaysia.
Menginjakkan kaki di Negara penghasil sawit terbesar setelah
Indonesia. Feel so excited. Aku pergi berdua dengan suami.
Sebelum ini suami sudah pernah ke Malaysia, tapi tetap saja
kami nyasar saat berada di KLIA.
Tujuan pertama kami adalah Ke Malaka. Perjalanan 2 jam
ditempuh dengan bus dari Bandara KLIA 2. Betapa aneh ku lihat
motor melaju kencang di jalan tol Negri Jiran. Di Jakarta jalan tol
hanya boleh di lalui oleh kendaran roda empat saja. Dan di sini
kendaraan roda dua boleh masuk melewati tol. Dan kata orang
Malaysia : “percuma motorsical“. Yang artinya dalam Bahasa
Indonesia “Gratis untuk motor“.
Saat tiba di sana, ku lihat langit malam tanpa bintang.
Tetapi bulan bersinar dengan terang menyinari malam yang
mendung. Bersama dengan angin yang kencang. Menanti sang
hujan datang dikala Malam datang. Tiba-tiba berubah jadi puitis.
hehe
Suasana yang menyejukkan membuatku ingin terus
berjalan mengelilingi Kota ini. Malaka begitu benderang. Lampu
jalan begitu berwarna. Bahkan becak pun berhias dengan lampu
yang menyilaukan mata. Jembatan panjang melintasi sungai,
tempat orang antri selfie. Terdengar burung malam bernyanyi
di atas pohon. Seakan memuji kebesaran Ilahi yang telah
menciptakan kemegahan alam ini yang wajib kita syukuri.
Pasar malam Jonker Walk ramai dengan manusia yang
lalu-lalang. Di samping kanan-kiri orang jualan. Ada begitu
banyak makanan, minuman unik yang belum pernah ku jumpai.
Eeizzt hati-hati. Jangan asal terlena ingin mencoba membeli.
Pastikan dahulu tidak mengandung babi. Agar tidak menyesal
dikemudian hari. Tidak mudah mencari makanan halal di jalan
Bekas Jejak | 87
Subuh. Alhamdulillah masih sempat mendengarkan ceramah.
Saat bepergian, biasanya sholat subuh di Hotel. Tak pernah
terbayang sebelumnya sholat subuh di Masjid luar Negeri.
Sungguh Allah penggerak hati manusia.
Berbeda dengan malam hari, pagi ini begitu sepi. Jalan
yang kita lewati begitu sunyi tak tampak keramaian semalam.
Matahari terbit perlahan, cahayanya menghangatkan bumi.
Memberi semangat untuk memulai hari. Perut sudah di isi.
Dengan roti cane cheese. Kami siap menjelajah Malaka lagi.
Tahun 2008, Malaka diakui UNESCO sebagai World
Heritage City. Hal itu cukup terlihat jelas dengan banyaknya
bangunan tua yang unik. Bangunan bergaya Eropa berwarna
merah menjadi khas kota ini. Kota tua nan cantik ini seakan
bersembunyi di balik gedung-gedung tinggi di sekitarnya.
Sepanjang jalan mata memandang banyak sekali
museum bersejarah. Bangunan tua yang begitu mencolok adalah
sebuah kapal karam di tengah kota. Yang sebenarnya Museum
Kapal Maritim / Museum Maritim Flora de la Mar. Bangunan Kapal
ini merupakan replika kapal Portugis yang terdampar di Pantai
Malaka. Museum ini berisi masa kejayaan Sultan Malaka. Antrian
masuk musim begitu panjang dan waktu tidak memadai, kami
hanya berfoto di depan bangunan tersebut.
Matahari mulai terik, angin berhembus kencang di sungai
Malaka. Waktunya menggunakan sun glass. Kami menaiki
Bekas Jejak | 89
yang kece dan langsung update instastory. Berbeda dengan
Jakarta udara di KL cukup bersih, meskipun sama-sama Ibukota
Negara yang aktifitas penduduknya banyak menimbukan polusi.
Terlalu asyik berselfie, menikmati keindahan dunia,
jangan sampai lupa waktu untuk sholat. Kami sempat mampir
ke Masjid Negara untuk sholat Isya. Subhanallah bangunan
Masjid tampak megah, luas serta nyaman. Yang paling saya ingat
dari Masjid ini adalah kubah berbentuk lekukan-lekukan seperti
payung. Desain megah kubah utama Masjid ini dirancang
berbentuk seperti bintang dengan 18 sudut yang melambangkan
bagian Negara Malaysia.
Selanjutnya kami menuju Dataran merdeka, Gedung
Sultan Abdul Samad ( Big Ben nya Malaysia ).
Tanpa terasa sudah menginjak hari terakhir dari
perjalanan ini. Agenda free time yang awalnya berencana jalan-
jalan sendiri. Berubah menjadi kunjungan sillaturrohim bertemu
dengan kawan sambil makan nasi lemak khas Malaysia.
Dengan banyaknya tempat yang kami kunjungi. Saya
merasa perjalanan kali ini seperti memberi makna pada mata
Bekas Jejak | 91
telah saya ambil. Semoga kelak kita bisa bertemu kembali.
Bekas Jejak | 93
Di Masjid Tua
Di masjid tua ini
Kami duduk merenungi diri
Sembari bertekad kuat di hati
Menjadi pejuang subuh sejati
Jika berjalan kaki
Gunung mampu didaki
Lembah kuasa dilewati
Padahal jaraknya tak dekat di sisi,
Alangkah ironi
Masjid tidak bisa didatangi
Padahal hanya butuh sedikit energi
Kadang kita sedikit bertanya itu-ini
Untuk kesenangan duniawi
Namun terkait urusan ukhrawi
Masih terlalu banyak tapi & nanti
Berbagai alasan dicari
Segala dalih dipakai
Di masjid tua ini
Kami juga berjanji
Untuk saling mencintai
—berkenan menasihati
juga bersedia dinasihati—
Agar berpegang pada kebenaran hakiki
Agar terus menyulam sabar dalam diri
Memeluk din dengan teguh hati
Kendati bak menggenggam bara api
Saudaraku, aku mencintaimu sepenuh hati
Karena Allah Ilahi Rabbi
Bekas Jejak | 97
tidak senonoh, dsb; ada juga yang bermakna “janggal, tidak
selaras, tidak seimbang”. Terkait dengan makna terakhir ini,
beberapa teman pernah mengajukan protes keras, saat saya
“menyumbangkan” sebuah lagu terkenal yang biasanya
dinyanyikan dengan merdu ^,^.
***
Di sebuah dinding Kota Malaka, saya menemukan
pengumuman yang sangat berkesan.
Semuanya tertulis dalam huruf kapital. Dengan pilihan
Bekas Jejak | 99
bahasa Arab dgn makna yang tepat: pelayanan; sementara kita
mengadopsi khidmat dengan makna “hormat”atau “takzim” yang
berbeda dengan makna kata asalnya.
Adapun “bas” tentu saja berasal dari bahasa Inggris bus.
(Btw, saat pertama kali melihat, saya tersilap membaca Go-KL
sebagai gokil hi..hi..).
Bingung dengan kata “percuma” yang sering dijadikan
sebagai bahasa promosi? Kata itu juga sebetulnya ada dalam
bahasa resmi kita. Hanya saja, kita lebih condong menggunakan
“cuma-cuma”atau “gratis”; agaknya karena “percuma” juga
memiliki arti yang sangat berbeda (yakni tidak ada gunanya) yang
dapat menimbulkan mispersepsi. Percayalah, naik bis Go-KL ini
bisa mengantarkan Anda berkeliling Kota Kuala Lumpur secara
percuma. Ini sangatlah bermanfaat, sama sekali tidak percuma,
kan?
***
Kendati memiliki banyak kesamaan dengan bahasa kita,
tetap perlu kiranya berhati-hati menggunakan beberapa
kosakata tertentu. Sebab, maknanya bisa sangat “berbedza”.
Jangan bilang “pusing” saat kepala Anda sakit. Gunakan
saja sinonimnya “pening” agar orang lokal di sana tidak keliru
mengira bahwa Anda sedang berkeliling.
Berhati-hati pula memesan jeruk. Sebab, “jeruk” di sana
berarti makanan yang diasamkan atau diasinkan, bisa berupa
buah, sayur, ikan, telur, dll. Sebagai gantinya, pakailah kata “oren”
yang mereka adopsi dari bahasa Inggris.
Di negeri kita, air minum dalam kemasan kerap disebut
akua, terlepas apapun mereknya. Namun, jangan bawa-bawa
gejala metonimia ini ke negeri jiran Malaysia. Bisa gawat. Bilang
saja air sejuk kosong atau air putih. Akua dalam bahasa pergaulan
sana artinya waria. Kebayang kan bakal seheboh apa jika lelaki-
macho-beranak-tiga macam saya menghubungi resepsionis
hotel meminta akua karena stok air minum di kamar sudah habis?
***
Menjelang pulang, saya mampir di salah satu tandas
bandara Kuala Lumpur International Airport. Ada fasilitasnya
yang rusak, tidak berfungsi. Petugasnya memasang keterangan:
Kok dia tahu amat kalau masuk toilet dengan hajat yang
Malacca Coklat House, dan ada bangunan yang penuh corak motif
warna warni, mural pada dindingnya. Kata si pengemudi boat,
bangunan itu adalah hotel atau hostel. Pintu-pintunya dibuat
menghadap ke sungai. Mungkin kalau di Indonesia corak
N
ama saya Yustisi. Tapi Evi (Else Hilviana, teman
perjalanan) memanggil saya Bude. Karena itu,
teman-teman perjalanan yang jumlahnya 18
orang, juga memanggil saya Bude. Ke luar negeri
adalah pengalaman pertama saya. Makanya, ketika Evi
mengajak ikut trip ke Kuala Lumpur dan Malaka ini, saya
bersedia. Sebelum berangkat, sempat bertemu dengan bang
Pay. Beliau menjelaskan beberapa hal. Sebagian saya
mengerti, sebagian tidak terlalu mengerti. Tapi saya
percayakan kepada Evi. Maklum, dia jauh lebih muda dan
sering melanglang buana. Saya sih hanya ikut saja.
Kami berangkat sehari lebih awal dari yang sudah
dijadwalkan. Dari Kota Pontianak, Saya, Evi juga ada dua
orang Bapak, setelah berkenalan ternyata mereka tinggal
tidak terlalu jauh dari rumah saya. Namanya Pak Hermayani
dan Pak Wahyudin. Bang Pay ikut menyertai kami. Berlima
dari Bandara Supadio menuju Kuala Lumpur.
Tak terlalu pandai saya bercerita. Maklum sudah tua.
Kesempatan kali ini saya hanya ingin mengucapkan terima
kasih kepada Bang Pay yang telah membawa kami.
Orangnya ramah. Anak-anak muda zaman sekarang bilang,
easy going. Dia tidak memposisikan sebagai tour guide,
tapi lebih kepada teman perjalanan.
Karena sehari lebih awal, kami rombongan dari
Pontianak dapat bonus jalan-jalan di luar program paket
trip. Saya kagum dengan tata kelola ruang publik di Kuala
Lumpur. Mulai dari bandara, ini bukan sekadar bandara yang
megah. Tapi juga rapi dan tersistem dengan baik .
Jonker Street
Saat melewati beberapa gedung bersejarah seperti
Museum UMNO dan Museum Islam Malaka, jalanan tidak terlalu
ramai dengan pejalan kaki. Akan tetapi saat menuju ke area
1
Rujukan utama dalam tulisan ini adalah Al-Mu’tamad fi Al-Fiqh Asy-Syâfi’i,
Juz I halaman 457-483, karya Muhammad Az-Zuhayli, terbitan Dâr Al-Qalam
Damaskus, cetakan ketiga tahun 2011.
2
Misalnya seseorang yang menazarkan salat empat rakaat, dia tidak boleh
melakukan qashr atas salat tersebut kendati dia menunaikan nazarnya itu
saat safar.
3
Misalnya seseorang melewatkan Salat Zuhur, Asar, dan atau Isya saat dia
bermukim, lalu dia hendak melakukan qadhâ‘ saat safar: dia tidak boleh
meringkasnya menjadi dua rakaat, tetap dikerjakan empat rakaat.
Bagaimana jika salat yang terlewatkan, yakni Zuhur, Asar, dan atau Isya itu
terjadi saat yang bersangkutan tengah safar, lalu dia hendak melakukan
qadhâ‘? Dia boleh melakukan qashr atas salat tersebut jika dia melaksanakan
qadhâ‘ saat safar (baik pada safar yang sama dengan safar di mana salat itu
dia lewatkan, ataupun pada safar yang lain); adapun jika dia melakukan
qadhâ‘ di luar safar—yakni saat bermukim—maka dia tidak boleh meng-
qashr-nya.
4
Meninggalkan batas wilayahnya misalnya dia telah melewati bangunan-
bangunan wilayah tempat tinggalnya, rumah-rumah, dsb; atau mudahnya
untuk masa saat ini: telah melewati batas kota atau kabupaten tempat dia
bermukim.
5
Apabila safar dilakukan dengan kapal laut atau pesawat terbang dan
pelabuhan atau bandara tempat dia bertolak berada di wilayah mukimnya,
maka keringanan berupa qashr baru diperoleh ketika kapal atau pesawat
telah berangkat. Adapun jika pelabuhan atau bandara itu sudah di luar
wilayah mukimnya (di luar kota atau kabupaten tempat dia tinggal) maka
rukhshah qashr sudah dapat dilakukan sejak yang bersangkutan melewati
batas kota atau kabupaten tempat dia tinggal.
6
Sebagai contoh, iterinary perjalanan umrah yang membuat seseorang
berada di Makkah 7 hari, di Madinah 7 hari, maka keringanan melakukan
qashr masih dia dapatkan saat hari kedatangannya di kedua kota suci
tersebut (hari pertama); selanjutnya, pada hari kedua hingga sehari sebelum
Pelabuhan Tanjung Perak. Dia belum boleh melakukan qashr di atas kapal
yang belum berangkat; dia baru boleh melakukan qashr saat kapal sudah
berangkat.
10
Seandainya si A pada catatan kaki sebelumnya, pulang melalui pelabuhan
yang sama, lalu dia Salat Zuhur, Asar, atau Isya sebelum kapal merapat di
pelabuhan, dia boleh meng-qashr salat tersebut sepanjang kapal belum
sampai di pelabuhan. Adapun jika kapal telah merapat di pelabuhan wilayah
mukimnya itu, maka dia tidak mendapatkan rukhshah qashr lagi; apabila
bagian awal salatnya dilakukan saat kapal belum merapat di pelabuhan,
lalu sebelum sempat salam kapal sudah merapat, maka dia wajib
mengerjakan salat itu menjadi empat rakaat meski awalnya dia sudah berniat
qashr.
Jika telah masuk waktu salat saat dia masih safar, tetapi dia tidak
melaksanakannya, maka ketika telah tiba di daerah bermukimnya, dia tidak
lagi mendapatkan rukhshah qashr.
11
Lihat kembali uraian pada subjudul “Permulaan Qashr dan berakhirnya
Safar-Qashr” di atas.
12
Adapula safar yang awalnya dibolehkan lalu diubah menjadi safar maksiat,
misalnya semula safar untuk berwisata yang hukumnya mubah, diubah
menjadi safar untuk berjudi yang hukumnya haram. Keringanan untuk qashr
hilang sejak yang bersangkutan bermaksud melakukan safar maksiat
tersebut. Bagaimana jika dia bertobat dan berniat melakukan safar yang
dibolehkan setelahnya? Safarnya dihitung kembali sejak dia bertobat: jika
jarak perjalanannya masih memenuhi kriteria safar 81 km maka dia
memperoleh rukhshah qashr. Hanya saja, perlu dibedakan antara “safar
maksiat” dengan “safar yang dibolehkan tetapi ada maksiat yang dilakukan
di dalamnya”. Safar semacam ini (yakni yang dibolehkan tetapi ada maksiat
di dalamnya) tetap mendapatkan rukhshah meski tentu saja kemaksiatan
16
Masih ada sebagian orang yang lebih menyukai melaksanakan Salat
Zuhur, Asar, dan Isya empat rakaat, seraya merasa kurang nyaman melakukan
qashr kendati dia sedang safar (terlebih jika yang bersangkutan tidak
merasakan kesulitan dalam safarnya). Mesti dipahami, tidak menjamak dan
meng-qashr salat tidak lebih utama daripada menjamak dan meng-qashr
meskipun jumlah rakaatnya lebih banyak. Itmâm tidak lebih baik dibanding
qashr. Bahkan, menjalankan rukhshah qashr lebih berpahala. Itu adalah
sedekah dari Allah untuk kita. Itu juga merupakan bagian dari sunnah
yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wa salam kepada
kita dalam berbagai kesempatan: ibadah haji, peperangan, penaklukan
Makkah, dll.
17
Perlu ditambahkan, Salat Jumat tidak diwajibkan atas musafir (dengan
catatan, safarnya telah berlangsung sebelum Jumat subuh); yang diwajibkan
adalah Salat Zuhur. Hanya saja, ketika musaf ir melakukan Salat Jumat,
kewajiban Salat Zuhur menjadi gugur.
18
Syarat ini tidak wajib (hanya sunnah) untuk jam’ at-ta‘khîr. Oleh karena
itu, seseorang yang melakukan jam’ at-ta‘khîr di waktu Asar boleh
menunaikan Salat Asar dulu sebelum Zuhur dan di waktu Isya boleh
mendahulukan Salat Isya sebelum Magrib. Hanya saja, lebih baik lagi jika
salat-salat tersebut dilakukan secara tertib.
19
Ketentuan ini tidak berlaku untuk jam’ at-ta‘khîr. Ada syarat tersendiri
untuk niat jam’ at-ta‘khîr.
20
Syarat ini hanya sunnah untuk jam’ at-ta‘khîr.
21
Ingat kembali contoh si A pada catatan kaki no. 9 (berdomisili di Surabaya,
pulang dari safar melalui kapal laut yang nantinya tiba di Pelabuhan Tanjung
Perak, Surabaya). Dalam perjalanan pulang menjelang tiba di pelabuhan,
dia menjamak Salat Zuhur-Asar di waktu Zuhur (jam’ at-taqdîm). Apabila
kapal tiba sebelum dia melakukan salat yang kedua (yakni Salat Asar) maka
dia tidak lagi diberikan keringanan menjamak sebab safarnya dianggap
telah berakhir; dia melakukan Salat Asar pada waktunya nanti. Adapun jika
kapal bersandar saat dia tengah melaksanakan salat yang kedua maka
tidak mengapa baginya menuntaskan salat jamak yang dilakukannya (hanya
saja dalam kondisi ini, dia telah kehilangan rukhsah qashr untuk Salat Asar
tersebut sehingga wajib menunaikan Salat Asar itu secara itmâm kendati
tadi dia menunaikan Salat Zuhur dengan qashr). Jika dia bermaksud
melakukan jamak dan qashr sekaligus untuk kedua salat tersebut, dia harus
menyelesaikan kedua salat itu sebelum kapal tiba di daerah mukimnya.
22
Seseorang yang ingin menjamak Zuhur dengan Isya secara ta‘khîr sudah
harus meniatkannya sebelum waktu Zuhur berakhir. Demikian pula,
seseorang yang ingin menjamak Magrib dan Isya sudah harus meniatkannya
sebelum waktu Magrib berakhir.
23
Jika hanya satu salat yang terlaksana sebelum safar berakhir, maka salat
yang diakhirkan dari waktunya dianggap qadhâ‘. Misal si A (pada catatan
kaki no. 9 dan 20) menunaikan salat jam’ at-ta‘khîr Zuhur-Asar di waktu Asar.
Dia melakukan salat pertama (terlepas dia mendahulukan Salat Zuhur
ataukah Asar, mengingat jam’ at-ta‘khîr tidak harus tertib sesuai urutan)
lalu salam. Belum lagi melakukan salat yang kedua, ternyata kapal telah
bersandar di pelabuhan wilayah mukimnya. Dalam kondisi ini, Salat Zuhur
yang telah atau akan dilakukannya dianggap qadhâ‘. Selanjutnya, salat
kedua yang dilakukannya—terlepas apakah itu Salat Zuhur atau Asar—
harus dia kerjakan itmâm empat rakaat.
Adapun jika kapal merapat di pelabuhan saat dia tengah melaksanakan
salat yang kedua, maka dia wajib mengerjakan salat tersebut itmâm empat
rakaat meski awalnya dia sudah berniat qashr (bandingkan dengan catatan
kaki no. 10); dalam hal ini, Salat Zuhur yang telah atau akan dilakukannya
tetap dianggap adâ‘, bukan qadhâ‘.