You are on page 1of 7

HUBUNGAN USIA DAN JENIS KELAMIN DENGAN JENIS KELAINAN

REFRAKSI PADA ANAK DI PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT


MATA CICENDO

Dianita Veulina Ginting, Primawita O. Amiruddin


Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo

Abstract
Introduction : Refractive disorders is one of the most common cause of visual
impairment worldwide and become the second leading cause of blindness that can be
cured. Uncorrected refractive error is the leading cause of vision impairment in
children. An estimated 12,8 million children 5 to 15 years of age worldwide are
affected.
Purpose : To describe the correlation between age and sex with refractive disorder in
Cicendo Eye Hospital National Eye Center on January – December 2015.
Method : An analytical observation study. The subject were children diagnosed with
refractive disorders based on medical records at pediatric ophthalmology and
strabismus department in Cicendo Eye hospital. The data analyzed using chi-square
(x2) with significances of p < 0.05.
Results : We found 1684 refractive patients, 41.9% are male and 58.1% female. It
happened mostly in 11-15 years of ages (52.9%). Simple myopia and compound
myopia astigmatism mostly found in female aged 11-15 years old, simple
hypermetropia and simple myopia astigmatism in male aged 6-10 years old and
compound hypermetropia astigmatism in male 0-5 years old.
Conclusion : Recognition of any refractive error in children is a major step in
preventing childhood vision loss, a significant public health problem. There is a
correlation between age and sex with refractive disorder (p < 0.05)
Keywords : refractive disorders, children, visual impairment

PENDAHULUAN dihindari. Hal ini dibuktikan dengan


Kelainan refraksi adalah keadaan tidak dimasukkannya kelainan refraksi dalam
terbentuknya bayangan tegas pada retina prioritas “Vision 2020 : The Right to Sight –
karena kelainan sistem optik mata sehingga A Global Initiative” yang diluncurkan
menghasilkan bayangan yang kabur. World Health Organization (WHO) dan
Kelainan refraksi dapat disebabkan oleh International Agency fo the Prevalention of
kelainan pada kelengkungan kornea dan Blindness.2,3
lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan Berdasarkan data dari World Health
panjang sumbu bola mata serta dipengaruhi Organization (WHO), di seluruh dunia pada
oleh beberapa faktor antara lain usia, jenis tahun terdapat sebanyak 285 juta orang
kelamin, ras dan lingkungan.1 (4,24%) populasi dengan gangguan
Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi penglihatan; 39 juta (0,58%) dengan
merupakan penyebab penting gangguan kebutaan dan 246 juta (3,65%) dengan low
penglihatan yang sebenarnya dapat vision. Penyebab gangguan penglihatan

1
2

terbanyak di seluruh dunia ialah kelainan METODOLOGI PENELITIAN


refraksi (43%), diikuti dengan katarak Penelitian ini merupakan penelitian
(33%) dan glaukoma (2%). Dari data deskriptif analitik dengan pengambilan data
tersebut, diperkirakan saat ini 19 juta anak secara retrospektif. Data penelitian ini
di bawah usia 15 tahun menderita gangguan diambil dari rekam medis pasien dengan
penglihatan dan 12 juta diantaranya kelainan refraksi pada anak di Unit Pediatrik
menderita kelainan refraksi yang tidak Oftalmologi dan Strabismus Pusat Mata
terkoreksi. Indonesia memiliki prevalensi Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo
kelainan refraksi sebesar 22,1% yang Bandung dari bulan Januari sampai dengan
menempati urutan pertama dari seluruh Desember 2015. Data yang diambil adalah
kelainan mata. Kelainan refraksi di usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan
Indonesia meliputi 25% penduduk atau jenis kelainan refraksi. Analisis data
sekitar 55 juta jiwa, sedangkan pada usia kategorik dilakukan dengan menggunakan
anak sekolah sekitar 10% dari 66 juta uji statistika Chi-Square.
populasi anak Indonesia dengan angka Kriteria inklusi dalam penelitian ini
pemakaian kacamata koreksi sampai saat ini adalah pasien yang berusia tiga sampai
masih rendah yaitu 12,5% dari kebutuhan.4-6 limabelas tahun dengan diagnosis kelainan
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar refraksi. Kriteria eksklusi pada penelitian ini
(Riskesdas) tahun 2013, Indonesia dan Jawa adalah pasien dengan riwayat kelainan
Barat memiliki angka kebutaan yang sama, anatomi okular lain seperti kelainan kornea,
yaitu sebesar 0,4%, dimana gangguan lensa dan retina, pasien dengan riwayat
refraksi dan katarak merupakan dua strabismus, kekeruhan media penglihatan
penyebab kebutaan terbesar.7 dan pasien dengan riwayat trauma atau
Kelainan refraksi merupakan penyebab operasi mata.
terbesar gangguan penglihatan pada usia Definisi operasional pada penelitian ini
sekolah. American Academy of Pediatric yaitu miopia merupakan suatu kelainan
menyebutkan bahwa 75% dari proses refraksi dengan spherical equivalent (SE) ≤
pembelajaran pada awal kehidupan manusia -0.50 dioptre sphere (DS), hipermetropia
berproses melalui penglihatan. Gangguan dengan SE ≥ +0.50 DS dan astigmatisme
refraksi yang tidak terkoreksi mempunyai dengan kelainan refraksi silindris ≥ 0.50
efek terhadap aspek sosial dan ekonomi dioptre cylinder (DC). Astigmatisme miopia
individu maupun komunitas. Kelainan ini simpleks yaitu kelainan refraksi silindris ≥ -
akan berkembang ke kondisi yang lebih 0.50 DC, astigmatisme miopia kompositus
parah jika tidak ditangani dengan cepat dan ≥ -0.50 DS/ ≥ -0.50 DC dan astigmatisme
tepat. Gangguan refraksi pada anak yang mikstus ≥ +0.50 DS/ ≥ -0.50 DC. Aksis
tidak terkoreksi dapat mengganggu proses pada kelainan astigmatisme tidak
perkembangan penglihatan yang normal.2,8 diperhitungkan dalam penelitian ini.
Penelitian ini bermaksud untuk menilai Diagnosis kelainan refraksi berdasarkan
hubungan antara usia dan jenis kelamin pemeriksaan yang dilakukan pada mata
dengan jenis kelainan refraksi di Poliklinik dengan kelainan refraksi yang lebih berat
Pediatrik Oftalmologi dan Stabismus Pusat yang didefinisikan sebagai mata dengan
Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo nilai SE yang paling besar. Apabila hanya
periode Januari-Desember 2015. satu mata yang mengalami kelainan refraksi
maka mata tersebut yang dimasukkan
dalam penelitian. Pemeriksaan tajam
penglihatan dilakukan dengan kartu Snellen.
3

Data yang diperolah diolah dengan perempuan 58.1%. Pasien paling banyak
menggunakan software SPSS dan disajikan termasuk pada rentang usia 11-15 tahun,
dalam bentuk tabel. dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah
sekolah dasar (SD).
HASIL Jenis kelainan refraksi pada penelitian
Hasil pengambilan data sekunder ini yang paling banyak adalah astigmatisme
berdasarkan data rekam medis di Poliklinik miopia kompositus (57,2%). Tabel 2
Pediatrik Oftalmologi dan Strabismus Pusat menggambarkan perbandingan proporsi atau
Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo hubungan antara jenis kelamin dengan jenis
didapatkan total kunjungan pasien kelainan kelainan refraksi mata. Kelainan refraksi
refraksi periode Januari-Desember 2015 miopia simpleks dan astigmatisme miopia
berjumlah 1684 pasien. kompositus proporsi terjadinya lebih banyak
pada jenis kelamin perempuan sedangkan
Tabel 1. Data Demografi hipermetropia simpleks, astigmatisme
miopia simpleks, dan astigmatisme
Karakteristik Jumlah (n=1684) hipermetropia kompositus lebih banyak
Jenis kelamin pada jenis kelamin laki-laki. Kelainan
Laki-laki 705(41.9%) refraksi astigmatisme hipermetropia
Perempuan 979(58.1%) simpleks dan astigmatisme mikstus
memiliki proporsi yang hampir sama antara
Usia
jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Hasil
3-5 tahun 90(5.3%)
6-10 tahun 702(41.7%) uji statistik Chi Square pada kelompok
11-15 tahun 892(52.9%) penelitian diatas diperoleh informasi nilai p
0.002 (p < 0.05) dengan demikian dapat
Status pendidikan dikatakan bahwa terdapat hubungan antara
Belum sekolah 27(1.6%) jenis kelainan refraksi dan jenis kelamin.
TK 66(3.9%)
SD 916(54.4%) Tabel 2. Hubungan Jenis Kelamin dengan
SMP 675(40.1%) Jenis Kelainan Refraksi

Jenis Kelainan Refraksi Jenis Jenis Kelamin


MS 159(9.4%) Nilai
kelainan Laki-laki Perempuan
HS 12(0.7%) P
refraksi N=705 N=979
AMS 182(10.8%)
AHS 10(0.6%) MS 52(7.4%) 107(10.9%)
AMK 964(57.2%) HS 7(1.0%) 5(0.5%)
AHK 174(10.3%) AMS 90(12.8%) 92(9,4%) 0.002
AM 183(10.9%) AHS 5(0.7%) 5(0,5%)
Keterangan : MS : Miopia simpleks, AMK 383(54.3%) 581(59.3%)
HS: Hipermetropia simpleks, AMS: Astigmatisme AHK 91(12.9%) 83(8.5%)
miopia simpleks, AMK: Astigmatisme miopia AM 77(10.9%) 106(10.8%)
kompositus, AHS: Astigmatisme hipermetropia Keterangan : MS : Miopia simpleks, HS:
simpleks, AHK: Astigmatisme hipermetropia Hipermetropia simpleks, AMS: Astigmatisme miopia
kompositus, AM : Astigmatisme mikstus simpleks, AMK: Astigmatisme miopia kompositus,
AHS: Astigmatisme hipermetropia simpleks,
Tabel 1 menggambarkan data demografi AHK: Astigmatisme hipermetropia kompositus,
AM : Astigmatisme mikstus
dari seluruh pasien. Pasien anak dengan
jenis kelamin laki-laki berjumlah 41.9% dan
4

Tabel 3 menggambarkan perbandingan DISKUSI


proporsi atau hubungan antara kategori usia Kelainan refraktif merupakan penyebab
dengan jenis kelainan refraksi. Miopia pertama gangguan penglihatan berdasarkan
simpleks dan astigmatisme miopia World Health Organization (WHO).
kompositus paling banyak proporsi Sembilan belas juta anak usia dibawah 15
terjadinya pada kategori usia 11-15 tahun. tahun diperkirakan mengalami gangguan
Prevalensi miopia simpleks dan penglihatan, 12 juta diantaranya disebabkan
astigmatisme miopia kompositus meningkat karena kelainan refraksi. Lebih dari 1 juta
sehubungan dengan peningkatan usia. diantaranya mengalami kebutaan seumur
Kelainan refraktif hipermetropia baik hidup dan membutuhkan rehabilitasi visual.4
hipermetropia simpleks maupun Penelitian ini melaporkan bahwa pasien
astigmatisme paling banyak proporsi yang berjenis kelamin laki-laki sebesar
terjadinya pada rentang usia 6-10 tahun dan 41.9% dan perempuan sebesar 58.2%. Hasil
3-5 tahun dan prevalensinya menurun ini sesuai dengan Refractive Error Study in
sehubungan dengan peningkatan usia. Hasil Children (RESC) yang dilakukan di
uji statistik Chi Square pada kelompok beberapa Negara termasuk Cina, Chili,
penelitian diatas diperoleh informasi nilai p Nepal dan India memberikan gambaran
0.002 (p < 0.00*) dengan demikian dapat adanya perbedaan angka gangguan refraksi
dikatakan bahwa terdapat hubungan antara pada anak laki-laki dan perempuan. Hasil ini
jenis kelainan refraksi dan usia. juga serupa dengan penelitian yang
dilakukan oleh Solange dkk di Brazil tahun
Tabel 3. Hubungan Kategori Usia dengan 2008 dimana anak perempuan lebih banyak
Jenis Kelainan Refraksi yaitu sebanyak 51,8%. Penelitian yang
dilakukan oleh Opubiri dkk, Ratanna dkk,
Jenis Kategori usia (tahun) dan Czepita dkk juga menyatakan bahwa
Nilai kelainan refraksi lebih banyak pada
kelainan 3-5 6-10 11-15 P
refraksi N=90 N=702 N=892 perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini
juga sepadan dengan hasil penelitian meta-
MS 0 33 126 analisis oleh Pan dkk. yang menemukan
(0.0%) (4.7%) (14.1%) kelainan refraksi paling banyak terjadi pada
HS 1(1.1%) 9(1.3%) 2(0.2%) perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
AMS 8 82 92 Hasil ini berbeda dengan penelitian yang
(8.9%) (11,7%) (10.3%) dilakukan di India oleh Joseph dkk yang
AMK 39 357 568 0.00* mendapatkan laki-laki lebih banyak
(43.3%) (50,9%) (63.7%) dibandingkan perempuan yaitu sebanyak
AHS 1(1.1%) 7(1.0%) 2(0.2%) 65,9%.10-14
AHK 26 101 47 Pada penelitian ini kelainan refraksi
(28.9%) (14.4%) (5.3%)
paling banyak ditemukan pada rentang usia
AM 15 113 55
(16.7%) (16%) (6.2%) 11-15 tahun. Hal ini serupa dengan hasil
Keterangan : MS : Miopia simpleks, penelitian Richard S. Ratanna, dkk pada
HS: Hipermetropia simpleks, AMS: Astigmatisme periode Juni 2010 – Juni 2012,
miopia simpleks, AMK: Astigmatisme miopia menunjukkan kelompok usia 10-14 tahun
kompositus, AHS: Astigmatisme hipermetropia merupakan kelompok usia tersering
simpleks, AHK: Astigmatisme hipermetropia
kompositus, AM : Astigmatisme mikstus
ditemukannya kelainan refraksi yaitu
sebanyak 64.41% dan paling sedikit pada
kelompok usia 1-4 tahun yaitu 0.62%.12
5

Pada penelitian ini jenis kelainan refraksi Prevalensi astigmatisme miopia


yang paling banyak ditemukan adalah kompositus pada penelitian ini meningkat
astigmatisme miopia kompositus yaitu sehubungan dengan peningkatan usia yaitu
sebanyak 57.2%. Astigmatisme lebih sering 43.3% pada rentang usia 0-5 tahun, 50.9%
ditemukan pada bayi dan anak-anak pada rentang usia 6-10 tahun, dan 63.7%
dibandingkan dewasa. Hipotesis pada rentang usia 11-15 tahun. Peningkatan
menyebutkan adanya hubungan antara prevalensi ini sesuai sengan penelitian yang
astigmatisme dengan miopia. Hal tersebut dilakukan oleh Dirani dkk di Singapura pada
diduga karena astigmatisme yang tidak tahun 2010.22
terkoreksi dapat menyebabkan pertumbuhan Kelainan refraktif miopia simpleks
mata yang tidak terkoordinasi sehingga terbanyak pada rentang usia 11-15 tahun.
dikemudian hari berkembang menjadi Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
miopia, sebagaimana hasil penelitian ini dilakukan oleh You dkk pada tahun 2014
yang menunjukkan kasus terbanyak berupa bahwa angka kejadian miopia meningkat
astigmatisme miopia kompositus. Hasil dengan pertambahan usia. Penelitian Pi dkk
penelitian ini didukung oleh penelitian pada tahun 2010 di Cina menyatakan
Dandona dkk (2002), Zeng dkk (2014), peningkatan angka kejadian dari 0.42% pada
Huynh dkk (2006) bahwa 50% anak usia 2- anak usia 6 tahun hingga 27.11% pada anak
19 tahun menderita kelainan refraktif usia 15 tahun. 23,24
astigmatisma. Penelitian yang dilakukan Kelainan refraktif hipermetropia baik
oleh Greta pada tahun 2012 juga hipermetropia simpleks maupun
memberikan hasil serupa yaitu jenis astigmatisme menurun sehubungan dengan
astigmatisme yang terbanyak adalah peningkatan usia. Hasil ini sesuai dengan
astigmatisme miopia sebanyak 80%, literatur bahwa keadaan mata anak sejak
astigmatisme hipermetropia 14.2% dan lahir yaitu hipermetropia dan keadaan
astigmatisme mikstus 5.7%.9,15-18 hipermetropia ini akan terus meningkat
Penelitian ini memberikan hasil bahwa hingga usia 6 tahun lalu akan mulai
terdapat hubungan antara jenis kelamin menurun setelah usia 6 atau 8 tahun. Hasil
dengan jenis kelainan refraksi. Siregar dkk. penelitian ini juga didukung oleh penelitian
dalam penelitiannya juga melaporkan, oleh Amer pada tahun 2013 bahwa
bahwa proporsi penderita miopia sebesar prevalensi hipermetropia menurun dengan
56,2% adalah pasien perempuan dan 43,8% peningkatan usia. Penelitian metaanalisis
pasien laki-laki. Hasil penelitian ini berbeda dari 40 penelitian pada berbagai Negara
dengan penelitian oleh Dorothy dkk. dimana tahun 2014 menemukan hasil yang sama
kelainan refraksi lebih banyak ditemukan yaitu 5% pada usia 7 tahun, 2-3% pada usia
pada laki-laki namun perbedaan tersebut 9-14 tahun dan 1% pada usia 15 tahun. 25-27
tidak bermakna secara statistik. Penelitian
Varma dkk di San Pablo dan Wen dkk SIMPULAN
menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan Pasien anak dengan kelainan refraksi
yang signifikan dalam prevalensi terjadinya pada tahun 2015 di Poli Pediatrik
miopia, hipermetropia maupun astigmatisme oftalmologi dan strabismus PMN RS Mata
antara laki-laki dan perempuan. Sampai saat Cicendo periode Januari-Desember 2015
ini belum ditemukan bukti berbasis yang ikut serta dalam penelitian ini adalah
penelitian yang dapat menjawab perbedaan sebanyak 1684 orang dengan rentang usia 3-
prevalensi kelainan refraksi antara jenis 15 tahun, terbanyak pada rentang usia 11-15
kelamin laki-laki dengan perempuan.19-21 tahun. Jenis kelainan refraksi yang paling
6

banyak ditemukan adalah astigmatisme di Poliklinik mata RSUD Kota Baubau. J


miopia kompositus. Hasil penelitian ini Med Surg Nurs. 2014;1(1):11-4
menunjukkan bahwa terdapat hubungan 7. Riset Kesehatan Dasar 2013. Diabetes
antara usia dan jenis kelamin dengan jenis Mellitus. Jakarta; 2013. Hlm. 87-90
kelainan refraksi di Poliklinik Pediatrik 8. Walonker AF. The Pediatric Low-Vision
Patients. In: Kenneth W. Wright M, Peter
Oftalmologi dan Strabismus PMN RS Mata H. Spiegel M, Lisa S. Thompson M,
Cicendo. editors. Handbook of Pediatric Neuro
Kekurangan penelitian ini yaitu hasil Ophtalmology. USA: Springer; 2006.
penelitian ini belum dapat mewakili seluruh Hlm.85-91
populasi anak karena sampel yang diambil 9. Taylor D, Hoyt CS. Pediatric
adalah total sampling di Poliklinik Pediatrik Ophthalmology and Strabismus. China:
Oftalmologi dan Strabismus PMN RS Mata Elsevier Saunders; 2005
Cicendo. Penelitian ini tidak 10. Solange R, Rafael W, Adriana B.
mengikutsertakan pasien anak yang berusia Prevalence and causes of visual
dibawah 3 tahun sehingga dapat impairment in low middle income school
mempengaruhi hasil penelitian. children in Sao Paulo Brazil.
Investigative Ophthalmology and Visual
Saran peneliti yaitu dilakukan penelitian Science. 2008: 4308-13
analitik dengan penghitungan sampel sesuai 11. Opubiri I, Adio A, Emmanuel M.
kaidah penelitian untuk mendapatkan nilai Refractive Error of Children in South-
prevalensi yang dapat mewakili populasi. South Nigeria: A Tertiary Hospital
Study. Sky Journal of Medicine and
DAFTAR PUSTAKA Medical Sciences.2013;1(3);10-4
1. Launardo AV, Afifudin A, Syamsu N, 12. Ratanna RS, M.Rares L, Saerang JSM.
Taufik R. Kelainan Refraksi Pada Anak Kelainan Refraksi pada Anak di BLU
Usia 3-6 Tahun di Kecamatan Tallo Kota RSU Prof. Dr. R.D. Kandou. J e-CliniC.
Makassar. Program Pasca Sarjana 2014;2(2)
Universitas Hasanudin. 2011 13. Czepita D, Mojsa A, Ustianowska M,
2. Pararajasegaram R. VISION 2020-The Czepita M, Lachowicz E. Prevalence of
Right to Sight : from Strategies to refractive errors in school children
Action. American Journal of ranging from 6 tp 18 years old. Ann Acd
Ophtalmology. 1999;128:359-60 Med Stetin. 2007;53(1):53-6
3. Brien AH, Serge R. The Role of 14. Joseph N, Nelliyani M, dkk. Proportion
Optometry in Vision 2020. Community of refractive error and its associated
Eye Health. 2002;15(43):33-6 factors among high school students in
4. World Health Organization. WHO _ South India. British Journal of Medicine
Visual impairment and blindness & Medical Research. 2015
[Internet]. World Health Organization. 15. Zeng HM, Liu Y, Xu J, Pokharel GP,
2014. p. Fact Sheet No.282. Diunduh Ellwein LB. Refractive error and visual
dari: impairment in urban children in Southern
http://www.who.int/mediacentre/factshee China. Invest Ophtalmol Vis Sci.
ts/fs282/en/ 2004;45;793-799
5. World Health Organization. Global data 16. Dandona R, et al. Population-based
on Visual Impairments 2010. [Internet]. assessment of refractive error in India:
Diunduh dari : the Andhra Pradesh Eye Disease Study.
http://www.who.int/blindness/GLOBAL Clin Exp Ophthalmol. 2002;30:84-93
DATAFINALforweb.pdf?ua=1 17. Huynh SC, Kifley A, Rose KA, Morgan
6. Anma AM, Jaelani A. Kebiasaan yang I, Heller GZ, Mitchell P. Astigmatism
Bisa Menyebabkan Kejadian Rabun Jauh and its components in 6-year-old
7

children. Invest Ophthalmol Vis Sci. 27. Castagno VD, et al. Hyperopia: A Meta-
2006;47:55-64 Analysis of Prevalence and review of
18. Greta H, Petrosyn P, Gillian A. Risk Associated Factors Among School-Aged
Factors for Developing Myopia Among Children. BMC Ophthalmology.
6-18 Years Old Schoolchildren in 2014;14:163
Yerevan and Gegharkunik marz.
Armenia: American University of
Armenia Yerevan; 2012;2-15
19. Varma R et all. Prevalence of Myopia
and Hyperopia in 6 to 72 month old
African American and Hispanic children:
the multi-ethnic pediatric eye disease
study. American Academy of
Ophthalmology Journal. 2010: 140-7
20. Wen G et all. Prevalence of Myopia,
Hyperopia, and Astigmatism in Non-
Hispanic White and Asian Children.
American Academy of Ophthalmology
Journal. 2013;120:2109-16
21. Siregar VN. Perbedaan Karakteristik Jenis
Kelamin terhadap Kelainan Refraksi
pada Sisa-Siswi di SD dan SPM RK
Budi Mulia Pematangsiantar. 2013.
22. Dirani M, et al. Prevalence of Refractive
Error in Singaporean Chinese Children:
The Strabismus, Amblyopia, and
Refractive Error in Young Singaporean
Children (STARS) Study. Investigative
Ophthalmology and Visual Science.
March 2010;51:1348-55
23. You QS, et al. Prevalence of Myopia in
School Children in Greater Beijing: The
Beijing Childhood Eye Study. Acta
Ophthalmol. 2014;92:398-406
24. Pi LH, et al. Refractive Status and
Prevalence of Refractive Errors in
Suburban School-Age Children. Int J
Med Sci. 2010;7:342-53
25. Kanski JJ, Bowling B. Clinical
Ophthalmology A Systemic Approach.
Edisi ke-7. Edinburg: Elsevier;
2011;18:764
26. Amer A, Mohamed T. Prevalence of
Manifest Hypermetropia in Primary
School Children of Gaza City. Science
Journal of Public Health. 2013;1:131-4

You might also like