‘101128, 20.04 Tugas Biograf B Indo - Google Docs
Chairil Anwar merupakan anak dari pasangan Toeloes dan Saleha, yang berasal dari
Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatra Barat. Ayahnya adalah seorang Bupali Indragiri, Riau, yang
tewas dalam Pembantaian Rengat saat Chairl berusia tujuh tahun, Selain itu, Chairil juga masih
memiliki hubungan keluarga dengan Sutan Syahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia, yang
merupakan pamannya.
Mempunyai kehidupan mapan dan tergolong kaum bangsawan, Chairil Anwar disekolahkan
di Hollandsch-Inlandsche School (HIS). HIS sendiri adalah sekolah pada zaman penjajahan Belanda
yang diperuntukkan khusus untuk anak-anak bangsawan. Chairil kerap membaca buku Hogere
Burgerschool disingkat HBS atau setara dengan SMA walaupun kala itu ia masih duduk di bangku
SMP, Berbekal dari buku-buku yang dibacanya, pada usia 18 tahun, Chairil memilih untuk berhenti
bersekolah dan merasa tidak harus melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi
Chairil Anwar menjadi lebih mendalami dunia sastra saat tinggal di Batavia (Jakarta), setelah
pindah bersama ibunya pasca-perceraian orangtuanya. Chairil Anwar mulai menulis puisi ketika
berusia 19 tahun, di mana puisi pertamanya berjudul “Kepada Presiden Baru’. Pada 6 September
1946, tepat di usianya yang ke-23, Chairil memutuskan untuk menikahi pujaan hatinya, Hapsah
Wiriaredia setelah 3 bulan berpacaran.
Mereka dikaruniai seorang putri cantik yang diberi nama Evawani Alissa. Hapsah sendir
adalah seorang wanita biasa, yakni pegawai di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di umur
yang belum genap 27 tahun, Chairil Anwar meninggal karena tak kuasa menahan penyakitnya,
Kepergiannya yang begitu cepat itu tentu membuat orang-orang terdekatnya merasa kehilangan
Untuk mengenangnya, tanggal kematiannya ini didedikasikan sebagai Hari Puisi Nasional
Karya-karya Chairil Anwar merupakan peninggalan sastra yang berharga bagi bangsa
Indonesia. Karya-karyanya mengandung makna filosofis yang mendalam, serta keindahan bahasa
yang memukau. Beberapa karya terkenal dari Chairil Anwar antara lain "Aku", “Di Tepi Kali”,
“Krawang-Bekas'’, “Jangan Pernah Kau Lupa’, dan “Buru Island”, Melalui karya-karyanya, Chaiil
‘Anwar berhasil menginspirasi banyak penulis dan penyair muda di Indonesia,
la juga menunjukkan kecintaannya terhadap Tanah Air dengan menulis puisi-puisi patriotik
yang menggugah semangat perjuangan. Chairil menulis sajak "Persetujuan dengan Bung Kamo"
yang merefleksikan dukungannya pada Bung Kamo untuk terus mempertahankan proklamasi 17
‘Agustus 1945. Bahkan sajaknya yang berjudul "Aku" dan "Diponegoro” juga banyak diapresiasi
orang sebagai sajak perjuangan, Kata Aku binatang jalang dalam sajak Aku, diapresiasi sebagai
dorongan kata hati rakyat indonesia untuk bebas merdeka.
Puisi-puisi Chairil Anwar mengekspresikan jiwa pemberontak dan pencari makna hidup
yang tidak puas dengan keadaan yang ada. la menulis dengan jyjur dan tanpa kompromi tentang
dirinya sendiri dan dunianya. Chairil Anwar telah menerima berbagai penghargaan dan pengakuan
atas karya-karyanya sebagai salah satu penyair besar Indonesia. Pada tahun 1969, pemerintah
Indonesia menganugerahkan penghargaan Bintang Budaya Parama Dharma kepadanya atas
jasa-jasanya dalam bidang kepenyairan. Selain itu, beberapa universitas di Indonesia juga
memberikan penghargaan kepadanya sebagai bentuk pengakuan atas kontribusinya dalam dunia
sastra,
ntips:fdocs.google.comidocumentis!1 CWeXhZBNWo_ PpSGCKoBGAFZkxOnTNeL RSGDvOIG._YMliecit 18‘101128, 20.04 Tugas Biograf B Indo - Google Docs
Kehidupan Chairil Anwar
Chairil Anwar lahir di Medan, Sumatera Utara pada 26 Juli 1922. la merupakan anak tunggal dari
pasangan Toeloes dan Saleha, keduanya berasal dari Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.
Jabatan terakhir sang ayah yaitu bupati Inderagiri, Riau. Chairil Anwar masih memilki ikatan
keluarga dengan Soetan Sjahrir yang merupakan Perdana Menteri pertama Indonesia
‘Sebagai anak tunggal, chairil anwar selalu dimanjakan oleh orang tuanya. Akan tetapi, Chaiiil
‘cenderung memilki sikap keras kepala dan tidak ingin kehilangan apapun.
Chairil Anwar memulai pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) yaitu sekolah dasar bagi
‘orang pribumi pada masa penjajahan Belanda. Kemudian, ia meneruskan pendidikannya di Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), Pada saat usianya mencapai 18 tahun, ia tidak lagi bersekolah.
Chairil mengatakan bahwa sejak usia 15 tahun, ia sudah bertekad menjadi seniman
Setelah perceraian orang tuanya dan saat Chairil berumur 19 tahun, ia bersama ibunya pindah ke
Batavia (sekarang Jakarta) dimana ia berkenalan dengan dunia sastra. Meskipun sudah bercerai,
‘sang ayah tetap menafkahi ia dan ibunya. Walaupun tidak bisa menyelesaikan pendiikannya,
Chairil dapat menguasai berbagai bahasa asing seperti Inggris, Belanda, dan Jerman, Untuk
mengisi waktu luangnya, ia membaca karya-karya pengarang intemnasional ternama, seperti: Rainer
Maria Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, Hendrik Marsman, J, Slaurhoff dan Edgar du Perron.
Para penulis tersebut sangat memengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung terhadap tatanan
kesusasteraan Indonesia,
Menjadi Seorang Penyair
Pada tahun 1942, saat usianya baru 20 tahun, nama Chairil anwar mulai dikenal di dunia sastra
setelah pemuatan puisinya yang berjudul Nisan, Hampir semua puisi yang ia tulis merujuk pada
kematian.
Saat pertama kali mengirim puisinya di majalah Pandji Pustaka untuk dimuat, banyak karyanya yang
ditolak karena dianggap terfalu individualistis dan tidak sesuai dengan semangat Kawasan
Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya.
‘Saat menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta, Chair jatuh cinta pada Sri Ayati namun hingga akhir
hayatnya Chaitl tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Puisi karyanya beredar di
atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan hingga tahun
1945, Setelah ia memutuskan untuk menikah dengan Hapsah Wiraredja pada 6 Agustus 1946,
mereka dikaruniai seorang putri bemama Evawani Alissa, namun mereka bercerai pada akhir tahun
1948.
Wafatnya Chairil Anwar
Vitalitas puitis Chair tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya. Sebelum menginjak usia 27 tahun, ia
telah mengidap sejumiah penyakit. Pada tanggal 28 April 1949, Chairil meninggal dalam usia muda
di Rumah Sakit CBZ (sekarang Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo), Jakarta setelah dirawat dari
22-28 April 1949, Penyebab kematiannya tidak diketahui dengan pasti, menurut dugaan ia
meninggal karena penyakit TBC. la dimakamkan sehari kemudian di Taman Pemakaman Umum
Karet Bivak, Jakarta,
Selama hidupnya, Chairi telah menulis sekitar 94 karya, termasuk 70 puisi. Kebanyakan karyanya
tidak dipublikasikan hingga kematiannya. Puisi terakhir Chairil berjudul Gemara Menderai Sampai
Jau, ditulls pada tahun 1949, sedangkan karyanya yang paling terkenal berjudul Aku dan Krawang
Bekasi.[Semua tulisannya baik yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak, dikompilasi dalam
tiga buku yang diterbitkan oleh Pustaka Rakyat. Kompilasi pertama berjudul Deru Campur
Debut(1949), alu disusul Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949) dan Tiga Menguak
Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).
ntips:fdocs.google.comidocumentis!1 CWeXhZBNWo_ PpSGCKoBGAFZkxOnTNeL RSGDvOIG._YMliecit 218‘101128, 20.04 Tugas Biogral B.Indo - Google Docs
hitpsidocs.google.comidocumeniélICWeXRZ6NWg_PpSGCXoBQAFZkxONTNeL REGHVOIG_YMIledi 39