Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul’’Sebab-sebab
Kekeliruan Berfikir’
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Akhmad Kharis Kurniawan
selaku Dosen mata kuliah Filsafat Ilmu yang telah membantu penulis dalam mengerjakan Makalah
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah memberi kontribusi
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan karya ilmiah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, sebagai penulis mengakui bahwa ada banyak
kekurangan pada karya ilmiah ini, baik dari segi bahasa, penyusunan kalimat maupun isi. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari seluruh pihak senantiasa kami harapkan demi kesempurnaan karya
kami.
Dengan karya ilmiah ini semoga dapat membawa pemahaman dan pengetahuan bagi kita
semua tentang “Sejarah Filsafat Ilmu ” dengan judul “ sebab – sebaba Kekeliruan Berfikir ”
Penulis
i
ii
DAFTAR ISI
ii
1
BAB.I
Pendahuluan
Logika berhubungan dengan validitas argumen, dan dapat bersifat deduktif, dari kasus umum ke
kasus khusus, atau induktif, dari hal khusus ke umum. Menurut Aristoteles, yang dapat dianggap
sebagai pendiri disiplin ini, logika formal berurusan dengan validitas, dengan kebenaran argumen,
bukan dengan kebenarannya. Jika semua laki-laki bermain sepak bola dan saya laki-laki, saya
bermain sepak bola: itu adalah alasan yang benar dari sudut pandang logis-formal, tetapi tidak
benar karena saya tidak bermain sepak bola: kebenaran sebuah kesimpulan tidak hanya terkait
dengan logika, tetapi juga kebenaran premis. Jika premis-premisnya benar dan alasannya logis,
kesimpulannya juga benar.Logika deduktif, terutama silogisme, sangat ketat, tetapi tidak cocok
untuk diskusi umum, di mana kita menggunakan prosedur yang lebih mendekati.
Hal ini membuat kita sering terjerumus ke dalam fallacies, yaitu argumentasi yang kelihatannya
logis – inilah alasan keefektifannya – namun mengandung kesalahan yang serius.Kekeliruan
kesalahan Itu terjadi ketika ekspresi yang sama digunakan dengan dua atau lebih makna, salah
satunya dalam premis dan yang lainnya dalam kesimpulan.Misalnya, pada ungkapan “logika lebih
baik daripada tidak sama sekali, tidak ada yang lebih baik dari kesehatan”, kesimpulannya
tergantung pada makna yang ingin kita berikan pada kata “tidak ada”
Berikut ini adalah teori mengenai berbagai kekeliruan dalam berpikir yang sering terjadi dalam
keseharian kita. Dipaparkan di awal mengenai teori-teori dari berbagai jenis kesalahan dalam
berpikirBerpikir adalah aktivitas yang dilakukan oleh seluruh manusia. Suatu aktivitas yang
berhubungan erat dengan kerja akal. Akal manusialah yang menjadi salah satu alat menyerap
pengetahuan, menemukan dan membedakan mana yang benar atau keliruDalam logika dikenal
istilah strategems atau fallacies; yakni kesalahan argumentasi karena kerancuan menggunakan
bahasa atau kekeliruan berpikir. Bila logika mengajarkan kepada kita tehknik berpikir kritis
strategems adalah teknik berpikir tidak kritis.Mundiri membagi jenis-jenis kekeliruan itu kedalam
3 kelompok besar;
1
2
kekeliruan formal yang berhubungan dengan bentuk dari premis-premis dalam silogisme,
kekeliruan informal yang berhubungan dengan aspek materi dari suatu kesimpulan logis, dan
kekeliruan penggunaan bahasa yang berhubungan dengan pelak-pelik ungkapan dan tata bahasa
yang kemudian menyebabkan kesalahan penafsiran. Ketiga kelompok besar ini, memerlukan
uraian tersendiri untuk dapat kita ketahui bagian-bagiannya
BAB. II
Pembahasan
A. Kekeliruan Formal
1. Fallacy of Four Terms (Kekeliruan karena menggunakan Empat Terms). Kekeliruan berpikir
karena empat term dalam silogisme ini terjadi karena term penengah diartikan ganda, sedangkan
dalam patokan diharuskan hanya terdiri dari tiga term. Misalnya: Semua perbuatan menggangu
orang lain diancam dengan hukuman Menjual barang di bawah harga tetangganya adalah
mengganggu kepentingan orang lain Jadi, menjual barang di bawah harga tetangganya diancam
hukuman. Orang berpenyakit menular harus diasingkan Orang berpenyakit panu adalah membuat
penularan penyakit Jadi, dia harus diasingkan
3. Fallacy of Illicit Process (Kekeliruan Karena Proses Tidak Benar). Kekeliruan berpikir karena
term premis tidak mencakup, tetapi dalam konklusi mencakup. Kura-kura adalah binatang malata
Ular bukan kura-kura Karena itu, ia bukan binatang melata Kuda adalah binatang Sapi bukan kuda
Jadi, ia bukan binatang 2
4. Fallacy of Two Negative (Kekeliruan Karena Menyimpulkan Dari Dua Premis Yang Negatif).
Kekeliruan berpikir karena mengambil kesimpulan dari dua premis negatif. Apabila terjadi
demikian sebenarnya tidak bisa ditarik konklusi. Tidak satu pun drama yang baik mudah
dipertontonkan, Tidak satu pun drama Shakespeare mudah dipertontonkan Maka, semua drama
Shakespeare adalah baik Tidak satu pun barang yang baik itu murah Semua barang di toko itu
tidak murah Jadi, semua di toko adalah baik
3
4
B. KEKELIRUAN INFORMAL
goresan di pipinya; Seorang menyatakan bahwa isterinyalah yang melukainya dalam suatu
percekcokan karena diketahuinya selama ini orang itu kurang harmonis hubungannya dengan
isterinya; Padahal sebenarnya karena goresan besi pagar
10. Fallacy of Complex Question (Kekeliruan Karena Pertanyaan yang Ruwet). Kekeliruan
berpikir karena mengajukan pertanyaan yang bersifat menjebak. Jam berapa kamu pulang
semalam? (Sebenarnya yang ditanya tidak pergi. Penanya hendak memaksakan pengakuan bahwa
yang ditanya semalam pergi).
12. Fallacy of Accident (Kekeliruan Karena Menetapkan Sifat). Kekeliruan berpikir karena
menetapkan sifat bukan keharusan yang ada pada suatu benda bahwa sifat itu tetap ada selamanya.
Daging yang kita makan hari ini adalah dibeli kemarin, Daging yang dibeli kemarin adalah daging
mentah Jadi, hari ini kita makan daging mentah 6
13. Fallacy of Irrelevant Argument (Kekeliruan Karena Argumen yang Tidak Relevan).
Kekeliruan berpikir karena mengajukan argument yang tidak ada hubungannya dengan masalah
yang menjadi pokok pembicaraan. Pisau silet itu berbahaya daripada peluru Karena tangan sering
teriris oleh pisau silet dan tidak pernah oleh peluru.
14. Fallacy of False Analogy (Kekeliruan Karena salah Mengambil Analogi). Kekeliruan berpikir
karena menganalogikan dua permasalahan yang kelihatannya mirip, tetapi sebenarnya berbeda
secara mendasar.
15. Fallacy of Appealing to Pity (Kekeliruan Karena Mengundang Belas Kasihan). Kekeliruan
berpikir karena menggunakan uraian yang sengaja menarik belas kasihan untuk mendapatkan
konklusi yang diharapkan. Uraian itu sendiri tidak salah tetapi menggunakan kalimat-kalimat yang
7
menarik belas kasihan agar kesimpulannya menjadi lain, padahal msalahnya hubungan dengan
fakta, bukan dengan perasaan. Saya sampaikan kepada Anda (para Juri), bukan untuk kepentingan
Si Fulan, tetapi menyangkut permasalahan yang panjang, ke belakang ke masa yang sudah lampau
maupun ke depan ke masa yang akan dating. Saya katakana pada Anda, bukan untuk kepentingan
Si Fulan, tetapi untuk mereka para penerus, para generasi yang akan datang, anak-anak kita semua,
dan seterusnya…yang pada ujungnya minta ‘suatu hukuman diperberat’ atau sebaliknya…
4. Fallacy of Amphiboly (Kekeliruan Karena Amfiboli). Kekeliruan berpikir karena kalimat yang
dapat ditafsirkan berbeda-beda. Croesus, raja Lydia tengah memikirkan untuk berperanag
melawan kerajaan Persia. Sebagai raja yang berhati-hati, ia tidak akan melaksanakan peperangan
manakala tidak ada jaminan untuk menang. Oleh karena itu, ia meminta pertimbangan kepada
pendeta Oracle Delphi. Ia mendapat jawaban: ‘Apabila Croesus berangkat melawan Cyrus ia akan
menghancurkan sebuah kerajaan besar’. Puas dengan jawaban tersebut, Croesus pun berangkat
dengan ‘tafsiran’ bahwa ia pasti menang.
adalah binatang, jadi, gajah kecil adalah binatang yang kecil. Kata ‘kecil’ dalam ‘gajah kecil’
berbeda pengertiannya dengan ‘kecil’ dalam ‘binatang kecil’.
BAB.III
Penutup
Penyebab dari kesalahan berpikir adalah dikarenakan ketidak telitian dalam menyimpulkan atau
menarik suatu penjelasan
-SARAN :
Sebaiknya kita teliti dalam memikirkan suatu hal dan lebih baik berfikir secara mateng sebelum
mengutarakanhal tersebuat sehingga bila terjadi sebuah kesalahan kita bisa cepat
memperbaikinya
9
Daftar pustaka
Sumber: Alex Lanur. Logika: Selayang Pandang. Yogyakarta: Kanisius, 1983. Mundir. Logika.
Jakarta: Rajawali Press, 2012. W. Pespoprodjo dan T. Gilareso. Logika Ilmu Menalar: Dasar-Dasar
Berpikir Tertib, Logis, Kritis, Analitis, Dialektis. Bandung: Pustaka Grafika, 2011.