Professional Documents
Culture Documents
Bab II PT SL
Bab II PT SL
PT SATRIA LESTARI
BAB II
RUANG LINGKUP STUDI
2.1. Lingkup Rencana Kegiatan Yang Akan Ditelaah dan Alternatif Komponen
Rencana Kegiatan
2.1.1. Status dan Lingkup Rencana Kegiatan Yang Akan Ditelaah
A. Status Studi AMDAL
Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor
540/026/KP-Er/DPE-IV/IV/2009 tentang pemberian kuasa pertambangan
eksplorasi pada PT Satria Lestari pada wilayah permohonan KW. KTN 2009 026 Er
dengan luas 2.961 Ha di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi
Kalimantan Timur.
Dengan memperhatikan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), maka dapat
disimpulkan, bahwa kegiatan pertambangan batubara PT Satria Lestari
diprakirakan akan dapat menimbulkan dampak besar dan dampak penting
terhadap lingkungan hidup.
Selanjutnya dengan memperhatikan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib
Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), maka
Usaha kegiatan pertambangan batubara PT Satria Lestari merupakan bidang usaha
yang wajib dilengkapi dengan kajian lingkungan (AMDAL) sebagai panduan dalam
melaksanakan kegiatan di lapangan, sehingga dampak negatif dan positif yang
akan timbul dapat dikelola dengan baik.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dalam pelaksanaan studi dan
penyusunan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL),
pemrakarsa PT Satria Lestari memberikan kepercayaan kepada CV Agronusa
Consultant untuk melaksanakan studi dan penyusunan dokumen AMDAL dimaksud.
Studi AMDAL rencana Usaha kegiatan penambangan batubara PT Satria Lestari
dilaksanakan secara terintegrasi dengan studi kelayakan (teknis dan ekonomis),
dimana pelaksanaan kegiatan studi dan penyusunan Dokumen AMDAL kegiatan
Usaha Pertambangan batubara PT Satria Lestari disusun dengan mengacu kepada
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2006 tentang
Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Hasil studi
AMDAL akan dituangkan ke dalam bentuk:
1. Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup
2. Analisis Dampak Lingkungan Hidup
3. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL),
4. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL), dan
5. Ringkasan Eksekutif
Wilayah tapak proyek penambangan batubara PT Satria Lestari ini meliputi areal
eksploitasi batubara, jalan tambang, pengolahan batubara, stockpile batubara, dan
areal pelabuhan batubara (gambar 2.1.)
Berdasarkan peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kalimantan Timur
tahun 1999 memperlihatkan bahwa areal KP PT Satria Lestari berada dalam
Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) (gambar 2.2.).
C. Luas Tapak Proyek
Keadaan lokasi rencana pertambangan batubara PT Satria Lestari disajikan pada
tabel berikut.
Tabel 2.2. Keadaan Lokasi Pertambangan Batubara PT Satria Lestari
No. Deskripsi Keadaan Areal Kerja
1. Luas 2.961 Ha
2. Persetujuan Bupati Kutai Kartanegara 540/026/KP-Er/DPE-IV/IV/2009
3. Luas Kajian:
Di Dalam Areal Penambangan 2.311,00 Ha
a. PIT (10 Pit) 310,00 Ha
b. Disposal area (16 unit) 56,60 Ha
c. Top Soil (16 unit) 5,85 Ha
d. Sedimen Pond (16 unit) 21,25 Ha
e. Jalan angkut diareal penambangan 17,15 Ha
f. Bangunan sarana dan prasarana penunjang 1,50 Ha
diareal penambangan
g. Buffer Area 1.898,65 Ha
3. Cadangan Batubara
Perhitungan cadangan telah dilakukan dengan cara menghitung luas area di
dalam hitungan overburden yang sama, selanjutnya dikali dengan ketebalan ril
batubara dan berat jenis batubara.
Perhitungan S/R dilakukan dengan menghitung perbandingan antara volume
OB dalam satuan BCM dan jumlah cadangan batubara dalam ton. SR
selanjutnya telah dihitung baik perindividual maupun akumulatif untuk
kemanfaatan penentuan batas ekonomi penambangan. Berdasarkan hasil
eksploitasi dapat ditentukan bahwa SR di areal penambangan PT Satria Lestari
adalah 1 : 5,58. Dari kegiatan eksplorasi yang telah dilaksanakan di areal
penambangan PT Satria Lestari dengan luas 2.961 ha, diketahui jumlah
cadangan batubara sebesar 3.950.008,44 ton. Perhitungan cadangan batubara
secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.4.
COAL (TON) SR
PIT TOTAL
OB (BCM) SEAM
B 1.682.157,05
C 2.270.618,77
D 9.272.798,72
E 4.988.128,00
F 9.511.825,15
G 5.120.673,91
H 1.781.825,47
I 2.963.866,32
J 1.241.002,08
TOTAL 41.606.755,27
2. Pembebasan Lahan X X
4. Mobilisasi Peralatan X
B Tahap Kontruksi
5. Pembangunan Jalan Tambang X X
4. Penambangan Batubara X X X X X X
5. Pengangkutan Batubara X X X X X X
9. Pemberdayaan Masyarakat X X X X X X
2. Demobilisasi Peralatan X X X X
5. Geoteknik
Dari hasil analisa geotekniik yang berdasarkan data data lithologi (baik
pengamatan langsung dilapangan maupun dari hasil data bor), maka daerah
penyelidikan disimpulkan batuannya relatif agak keras dan bersifat agak abrasif
karena mengandung komposisi mineral kuarsa yang cukup banyak.
Untuk pembuatan design tambang disesuaikan dengan kondisi batuannya
terutama dalam pembuatan Bench Slope dalam batas dinding tambang (Final
Wall) sehingga perlu dibuat atau didesign berdasarkan faktor aman (Slope
stability) termasuk dalam penentuan lokasi-lokasi sarana dan prasarana seperti
jalan tambang, kantor, gudang dan sebagainya, dari penyelidikan yang
dilakukan didukung dengan kajian analisis topografi dan tingkat kerentanan
tanah (daerah penyelidikan tidak dijumpai adanya masalah yang berarti karena
tidak adanya struktur mayor yang bekerja).
6. Metode Penambangan
Operasional penambangan PT Satria Lestari dari hasil eksplorasi dan studi
kelayakan diketahui bentuk dan karakteristik cadangan batubaranya termasuk
dalam formasi Cekungan Kutai Bagian Utara. Sehingga metode penambangan
yang diterapkan adalah tambang terbuka (open pit mining) dan dibantu oleh
peralatan mekanis untuk kegiatan penggaruan, pemuatan serta pengangkutan
seperti peralatan backhoe – dump truck dibantu dengan bulldozer sebagai alat
garu dorong dan grader untuk perawatan jalan. Kegiatan peledakan dilakukan
untuk penggalian dan pembongkaran overburden yang struktur batuannya
tergolong keras.
Penambangan dimulai dengan mengupas lapisan penutup di daerah blok-blok
yang sudah ditentukan dengan arah penggalian dimulai dari singkapan
batubara pada batas tertentu, kemudian diikuti dengan penggalian lapisan
batubara. Teknik penambangannya dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah
penambangan sesuai dengan rencana tahunan sedemikian rupa, sehingga
kesinambungan produksi bisa terjaga. Sebaiknya penggalian dilakukan secara
bertahap yang dimulai dari lokasi di dekat singkapan batubara dengan panjang
yang sudah ditentukan dan kemudian dilanjutkan penggaliannya baik ke arah
dipping maupun striking sampai pada batas akhir lereng penambangan. Arah
Kapur/tawas
1. Tahap Pra-konstruksi
b. Pembebasan Lahan
Kegiatan pembebasan lahan meliputi ganti rugi tanah dan tanam tumbuh
pada lahan masyarakat yang terkena kegiatan penambangan batubara PT
Satria Lestari. Pembebasan lahan dilakukan dengan sistem ganti rugi tanah
tidak menggunakan sistem pinjam pakai lahan karena pada umumnya
masyarakat tidak menghendaki. Dalam kegiatan ini juga akan dilakukan
pembebasan lahan yang menjadi batas buffer area sehingga pada daerah
tersebut perlu dilakukan inventarisasi kepemilikan tanah.
Kegiatan pembebasan lahan dilaksanakan secara musyawarah dengan
melibatkan pemilik lahan, Badan Pertanahan dan aparat kecamatan
setempat. Kegiatan pengukuran tanah akan dilaksanakan oleh Badan
Pertanahan Kutai Kartanegara sebagai instansi yang berwenang, sedangkan
inventarisasi tanam tumbuh dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan, Dinas
Perkebunan dan Pertanian. Identifikasi kepemilikan dan penguasaan lahan
dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh pihak kecamatan bersama
kelurahan/desa yang bersangkutan.
Sebelum kegiatan pembebasan lahan ini dilakukan, terlebih dahulu akan
dilakukan inventarisasi mengenai letak, luas dan pemilik sah lahan/tanah
yang akan dibebaskan. Kemudian hasilnya akan diumumkan di kantor
Kecamatan, Desa dan RT, agar semua pihak mengetahuinya dan dapat
mempertanyakan jika terdapat hal-hal yang dianggap tidak sesuai dengan
kenyataan lapangan. Setelah data yang terhimpun sudah cukup valid dan
diperkirakan tidak ada permasalahan tumpang tindih kepemilikan lahan,
selanjutnya dilakukan negosiasi harga, pembayaran dan pembuatan surat
kesepakatan. Pembebasan lahan dilakukan secara bertahap. Pembebasan
lahan tahap awal dilaksanakan pada lahan yang terkena rencana
pembuatan jalan dan lokasi pelabuhan, kemudian pembebasan lahan
selanjutnya dilaksanakan secara bertahap disesuaikan rencana
pelaksananaan kegiatan.
Mengenai nilai untuk ganti rugi atas tanah dan tanam tumbuh tersebut
akan disesuaikan dengan nilai tanah yang mengacu pada peraturan serta
sesuai dengan kesepakatan antara ke dua belah pihak (PT Satria Lestari
dan pemilik lahan).
Untuk menghindari permasalahan seperti adanya tumpang tindih
pengusaan lahan, permasalahan legalitas surat-surat tanahnya, dan lain
sebagainya, pihak PT Satria Lestari akan berkoordinasi dengan Pemerintah
Kecamatan dan aparat desa setempat serta instansi pemerintah yang
berwenang terhadap kegiatan ini.
c. Penerimaan Tenaga Kerja
Pihak manajemen PT Satria Lestari mempunyai kebijaksanaan untuk
memprioritaskan masyarakat lokal untuk terlibat dalam aktivitas
penambangan yang disesuaikan dengan kualifikasi/persyaratan yang telah
ditetapkan oleh perusahaan dan prosentase masyarakat lokal terlibat akan
meningkat seiring dengan meningkatnya kapasitas produksi. Pembinaan
masyarakat lokal agar sesuai dengan kualifikasi/persyaratan yang telah
ditetapkan oleh perusahaan, pemrakarsa akan melakukan pembinaan
melalui pendidikan dan latihan yang terangkum dalam program Comdev.
Jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk mendukung operasi sesuai
rancangan tambang yang ada, maka untuk tenaga kerja yang tidak
2. Tahap Konstruksi
Lebar jalan tambang ditambah pada daerah tikungan karena adanya sudut
yang ditimbulkan oleh panjang alat tambang, sehingga lebar badan jalan
pada daerah tikungan menjadi 12 m dengan kemiringan maksimum 8%,
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.6.
3. Tahap Operasi
a. Pembersihan Lahan
Kegiatan pembersihan lahan (land clearing) akan dilakukan pada saat
membuka areal penambangan untuk kegiatan tambang. Pembukaan lahan
dilakukan secara bertahap sesuai dengan arah kemajuan kegiatan.
Peralatan yang digunakan untuk pembersihan lahan adalah parang, kapak,
dan chainsaw dan bulldozer.
Batang pohon yang berukuran kecil dan semak belukar didorong dengan
bulldozer dan akan ditimbun pada di suatu tempat, sedangkan pohon yang
berukuran besar pemotongannya dilakukan dengan menggunakan
chainsaw, kemudian kayunya dikumpulkan selain digunakan untuk
keperluan konstruksi kegiatan tambang juga akan dimanfaatkan baik oleh
perusahaan maupun masyarakat setempat.
Setelah lahan dibersihkan maka langsung dilakukan kegiatan pengupasan
tanah pucuk (top soil), yang mana jeda waktu antara kegiatan pembersihan
lahan dan pengupasan tanah pucuk tidak berlangsung lama.
b. Pengupasan dan Penimbunan Tanah Pucuk (Top Soil)
Pengupasan tanah pucuk dengan ketebalan rata-rata 150 cm dilakukan
dengan Bulldozer CAT D7R dan alat angkut yang dipergunakan adalah truck
kapasitas 20 ton, kemudian ditimbun di tempat penimbunan tanah pucuk di
dalam wilayah KP untuk pemanfaatan lebih lanjut pada saat kegiatan
reklamasi. Tanah pucuk merupakan tanah yang banyak mengandung bahan
organik karena itu tanah ini dikategorikan sebagai media tumbuh yang baik
bagi tanaman.
Pengelolaan tanah pucuk meliputi :
1) Material didorong dan kemudian dikumpulkan dengan Bulldozer dan
dimuat dengan Excavator ke dump truck untuk diangkut ke lokasi
penimbunan.
2) Penggalian dilakukan pada saat musim kemarau agar unsur hara yang
terkandung pada top soil tetap terjaga.
3) Tempat penimbunan top soil harus stabil dengan tinggi bench maksimal
3 m dan kemiringan 30o.
4) Untuk menghindari terjadinya gully pada tempat penimbunan,
sebaiknya dilakukan penanaman cover crop.
Spacing
Burden Steming
Bench Heigh
Column Hole depth
Charge
Sub drilling
d. Penambangan Batubara
Setelah kegiatan penimbunan lapisan tanah penutup (overburden) maka
kegiatan yang selanjutnya dilakukan adalah penggalian batubara. Kegiatan
ini menggunakan excavator yang dikombinasikan dengan bulldozer dan
peralatan penunjang lainnya.
Berdasarkan data yang meliputi bentuk dan karakteristik lapisan batubara
serta lapisan penutupnya, sistem penambangan yang diterapkan oleh PT
Satria Lestari adalah sistem tambang terbuka (open pit).
Berdasarkan bentuk lapisan batubaranya, kegiatan tambang akan dilakukan
dengan contour mining. Teknik penggaliannya bertahap dari elevasi yang
paling tinggi ke elevasi yang rendah sampai kedalaman batas
penambangan yang telah ditentukan. Penambangan batubara dilakukan
dengan membuat jenjang pengaman pada lapisan tanah penutup, jenjang
dibuat dengan kemiringan tiap jenjang (individual slope) sebesar 65o dan
kemiringan total jenjang (overall slope) sebesar 55o, seperti yang terlihat
pada Gambar 2.9.
7m
65° 5m
Berm
e. Pengangkutan Batubara
Proses pengangkutan batubara dilakukan dengan menggunakan dump truck
berkapasitas 20 ton. Selain dump truck, proses pengangkutan juga dibantu
dengan excavator. Sistem pengangkutan batubara langsung dilakukan dari
lokasi penambangan menuju tempat pengolahan batubara yang berada satu
lokasi dengan stockpile dan pelabuhan melalui jalan tambang yang telah
dibuat pada tahap konstruksi. Untuk tujuan keselamatan kerja, kecepatan
maksimum dump truck yang diizinkan adalah 40 km/jam.
Untuk mengurangi polusi debu diudara khususnya pada musim kemarau
maka dilakukan penyiraman badan jalan tambang setiap hari dengan interval
waktu 3 – 4 jam sekali dengan menggunakan mobil tangki air. Untuk
pemeliharaan jalan penghubung dan jalan utama digunakan grader dan
compactor.
f. Pengolahan dan Penimbunan Batubara
Batubara PT Satria Lestari tidak memerlukan pencucian untuk menurunkan
kadar abunya karena kadar rata-rata seam 4,8 nilainya < 8% masih dinilai
cukup baik. Pengolahan batubara PT Satria Lestari hanya memerlukan
proses crushing, screening, stockpiling, dan blending.
Batubara dari lokasi tambang diangkut dengan menggunakan dump truck
dengan kapasitas 20 ton dengan melewati jalan tambang sepanjang + 20
Km dan jembatan timbang. Untuk selanjutnya dilakukan penimbunan di ROM
stockpile atau langsung dimasukan ke dump hopper berkapasitas 200 m 3.
Proses selanjutnya batubara dari ROM stockpile dimasukan dengan
menggunakan wheel loader tipe Cat. 988 G ke dump hopper dan appron
feeder. Pemecahan batubara ukuran 400 mm dimulai pada crusher
sekondary dengan kapasitas 500 ton/jam sehingga didapat ukuran batubara
50 mm yang merupakan standar produksi komersial.
Setelah melalui transfer conveyor dengan kapasitas 600 ton/jam, batubara
yang sudah dipecah melalui sensor magnit dan belt scale ditransport melalui
stacking conveyor dengan kapasitas 500 ton/jam menuju produk stockpile
dengan kapasitas 2 x 50.000 ton. Batubata di stockpile kemudian di tata dan
dipadatkan dengan menggunakan bulldozer type Cat D9R dan Cat D7R, Hal
ini bertujuan untuk menghindari selt combustion dan didorong kedalam
reclaim hopper melewati reclaim conveyor dengan kapasitas 500 ton/jam.
Bengkel yang akan dibangun dilengkapi dengan bak pengolahan oil bekas
(oil treatment/oil trap) untuk mengantisipasi ceceran oil bekas, oli bekas
dikumpulkan dan dijual pada pihak ketiga yang memiliki ijin . Desain bak
pengolahan oil dapat dilihat pada gambar 2.15.
Bengkel
Genset Pompa Ke Drum
Fuel Tank
Oli Oli
Oli
Bak IV
Air
1m
Air Bak III
Filter Air
4. Tahap Pasca-Operasi
a. Rasionalisasi tenaga kerja
Dengan berakhirnya kegiatan penambangan, maka PT Satria Lestari akan
melaksanakan rasionalisasi tenaga kerja atau pemutusan hubungan kerja
(PHK) terhadap tenaga yang dimiliki. Proses pemutusan hubungan kerja
akan dilaksanakan berdasarkan peraturan dan perundang-undangan tenaga
kerja yang berlaku. PT Satria Lestari akan memberikan uang pesangon
sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah melalui
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dimana uang pesangon
tersebut dapat dijadikan sebagai modal kerja, modal usaha maupun modal
lainnya yang akan menunjang kehidupan tenaga kerja tersebut setelah
lepas dari perusahaan.
Selain itu, dengan perekrutan yang telah dilaksanakan oleh PT Satria
Lestari akan menciptakan tenaga kerja yang mempunyai keterampilan dan
jika terjadi pelepasan tenaga kerja maka karyawan ini akan lebih mudah
diterima di perusahaan penambangan batubara lain yang beroperasi di
sekitarnya.
b. Demobilisasi Peralatan
A. Pemukiman Penduduk
Pemukiman penduduk yang berada didalam dan di sekitar rencana lokasi tambang
batubara PT Satria Lestari antara lain :
Sebelah Utara : Desa Margahayu dan Kelurahan Jahab
Sebelah Barat : Desa Margahayu
Sebelah Barat : Kelurahan Jahab
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan pemukiman masyarakat terhadap
lingkungan adalah munculnya limbah padat dan limbah cair yang dapat
berpengaruh terhadap kualitas air dan tanah.
B. Perkebunan
Kegiatan perkebunan yang berada di sekitar lokasi rencana tambang batubara PT
Satria Lestari antara lain :
142,6 194,4 211,4 259,4 50,9 205,2 333,3 148,7 153,4 207,5 501 349,7 2757,5
2008
BB BB BB BB BK BB BB BB BB BB BB BB 11 0 1
2 221,0 218,1 233,9 156,4 166,6 116,6 178,2 202,9 273,8 235,5 2486,36
Rata 273,51 209,48
4 2 8 51 4 1 2 4 1 6 10,9 1,1 1,2
Max 339,7 392,2 417,3 384,8 367,6 279,6 333,3 203,7 273,8 339,6 381,4 338
Sumber : Stasiun Meteorologi dan Geofisika Bandara Temindung Samarinda, 2009.
Tabel 2.17. Jumlah Hari Hujan Rata-Rata Tahunan Periode 1998 - 2008 di
Wilayah Studi dan Sekitarnya
Hari Hujan (hari)
Tahun Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1998 18 22 2 19 16 9 10 1 3 13 15 15 143
1999 2 2 1 6 18 17 23 26 22 22 20 28 187
2000 17 17 28 21 22 20 19 19 21 27 19 21 251
2001 21 21 21 22 21 26 18 21 22 22 21 18 254
2002 22 22 22 22 20 16 17 2 23 20 19 15 220
2003 16 12 22 19 18 20 10 6 10 11 22 17 183
2004 18 12 20 23 18 17 18 16 20 20 20 20 222
2005 18 22 22 21 22 13 23 1 21 7 19 23 212
2006 19 10 13 22 22 23 22 13 13 23 26 25 231
2007 19 18 18 21 22 22 5 10 9 6 20 22 192
2008 16 18 27 27 11 19 26 27 19 23 22 26 261
Rata-rata 18,6 17,6 19,6 22,3 21 20,2 19,1 14,2 18,3 19,4 22,3 23 235,6
Sumber : Stasiun Meteorologi dan Geofisika Bandara Temindung Samarinda, 2009.
3. Suhu Udara
Secara klimatis keadaan suhu/temperatur udara yang tercatat di Stasiun Badan
Metereologi dan Geofisika Bandara Temindung Samarinda selama periode 1998 -
2008, kondisi lingkungan pada areal studi mempunyai suhu bulanan berkisar
antara 22,07oC – 30,37oC. Keadaan suhu udara rata-rata bulanan secara lengkap
dan terperinci dapat dilihat pada Tabel 2.18.
Tabel 2.18. Temperatur Udara Rata-Rata Bulanan Periode 1998 - 2008 di
Wilayah Studi dan Sekitarnya
Temperatur Udara (oC)
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1998 26,5 26,2 27 27,2 27,6 27,3 27,2 27,3 27,2 27,6 27,5 28,1
1999 28,8 29,8 29,8 30,3 28,9 27,6 27,3 27,1 27,7 27,6 27,2 26,8
2000 27,2 27 27,1 27,3 26,7 26,5 26,2 26,7 26,6 26,9 27 27,2
2001 26,8 26,6 26,9 26,9 27,2 26,2 26,5 26,5 26,9 27 27,6 26,6
2002 26,7 27,1 26,9 27,5 27,5 27,1 26,8 27,2 27 27,5 27,2 27,3
2003 27,5 27,5 27,1 27,7 27,6 27,2 27,2 27,3 27,2 27,9 27,6 27,8
2004 27,2 27,9 27,2 27,8 27,8 27,5 26,9 27,1 26,9 27,2 27,6 27,3
2005 27,6 26,9 27,2 27,2 27,6 27,5 26,6 27,1 27,1 28,5 27,8 27,1
2006 27,3 28,3 28,2 27,1 28,5 27,1 26,9 27,5 27,9 27,2 26,9 27,2
2007 27,1 27,7 27,7 27,5 27,3 26,7 27,7 27,2 32,1 27,8 27,6 28
2008 27 27,3 26,7 27 27,4 26,8 26,3 26,5 27,1 27,4 27,2 27
Rata2 29,97 30,23 30,18 30,35 22,07 29,75 29,56 29,75 30,37 30,26 30,12 30,04
Sumber : Stasiun Meteorologi dan Geofisika Bandara Temindung Samarinda, 2009.
4. Kelembaban Udara
Kelembaban nisbi (relative humidity) merupakan perbandingan antara kelembaban
aktual dengan kapasitas udara untuk menampung uap air. Kelembapan nisbi (RH)
akan semakin kecil bila suhu udara meningkat, dan sebaliknya akan meningkat
bila suhu udara menurun. Berdasarkan data Stasiun Badan Metereologi dan
Geofisika Bandara Temindung Samarinda kelembaban udara di wilayah studi
selama periode 1998 - 2008, bahwa kelembaban udara rata-rata bulannya
berkisar antara 75,7% - 85,7%. Keadaan kelembaban udara rata-rata bulanan
secara lengkap dan terperinci dapat dilihat pada Tabel 2.19.
Tabel 2.19. Kelembaban Udara Rata-Rata Bulanan Periode 1998 - 2008 di
Wilayah Studi dan Sekitarnya
Kelembaban Udara (%)
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1998 83,2 85,7 83 83,8 81,7 80,5 79,8 75,7 76,3 79,5 82,3 82,3
1999 73,5 70,7 67 68,2 79,8 82,5 83,2 82,1 81,9 83 81,8 83,2
2000 81,6 83,3 82,2 81,7 85,6 82,8 82,7 82,8 82,8 82,7 83,2 81,8
2001 83,5 82,1 83,2 83,5 82,7 85,5 83,6 83,1 83,9 82,7 82,1 83,7
2002 85,3 83,1 83,6 83,3 85,9 82,8 81,7 76,7 73,8 82,9 82,3 83
2003 80,3 80 82,5 83,5 83,5 83,7 80,1 77 79,2 79,7 82,8 82,6
2004 82,2 79,6 73,2 82,2 82,5 81 81,5 81,2 83,3 81,8 83,1 82,8
2005 69,5 83,2 82,6 82,6 83,2 80 83,2 75,5 81,6 76,2 81,7 82,1
2006 82,1 78,2 79,6 85 86,6 87,1 85,9 81,2 78,2 83,9 86,2 85,3
2007 85 83 82 82 87 85 79 80 80 79 82 83
2008 83,2 82 84,5 84,5 84,8 83,9 86,1 84,9 84,5 84,8 83 85,1
Jumlah 889,4 890,9 883,4 900,3 923,3 914,8 906,8 880,2 885,5 896,2 910,5 914,9
Rata2 83,2 85,7 83 83,8 81,7 80,5 79,8 75,7 76,3 79,5 82,3 82,3
Sumber : Stasiun Metereologi dan Geofisika Bandara Temindung Samarinda, 2009.
D. Fisiografi, meliputi :
1. Topografi dan morfologi.
Dilihat dari aspek fisiografi, keadaan topografi/ketinggian lokasi studi berkisar
antara 35 m - 70 m dari permukaan laut, yang pada umumnya terdiri dari daerah
perbukitan bergelombang. Perbedaan tinggi antara lembah dan puncak bukit
mecapai 40 meter dengan kemiringan agak landai (10 o-35o). Berdasarkan peta
kelas kelerengan (Gambar 2.13.) wilayah KP. PT Satria Lestari terdiri dari tiga
kelas lereng yaitu datar (0 – 4%), landai (4 – 10%), agak curam (10 – 17%).
2. Geologi
Secara regional, daerah penelitian termasuk cekungan Kutai (Kutai Basin) yang
batuannya terbagi menjadi tiga formasi batuan yang mempunyai ciri-ciri hampir
mirip satu sama lainnya. Batuan pada cekungan Kutai diperkirakan berasal dari
batu pasir kuarsa, lanau, lempung dan batubara. Ketiga formasi batuan tersebut
antara lain:
a) Formasi Pulau Balang
Formasi ini terdiri dari grewake, batu pasir kuarsa, batu gamping, tufa dan
batubara. Formasi ini berada diatas formasi Bebuluh yang diendapkan secara
selaras. Umur formasi Pulau balang adalah Miosen tengah.
b) Formasi Balikpapan
Formasi Balikpapan terdiri dari batu pasir, kuarsa dan lempung dengan sisipan
lanau, serpih, batu gamping dan batubara. Formasi ini menjemari diatas
formasi Pulau Balang. Lingkungan pengendapnya adalah penengah delta
sampai dataran delta.
c) Formasi Pamaluan
Formasi ini terdiri dari batu pasir kuarsa dengan sisipan batu lempung, serpih,
batu gamping dan batu lanau dengan lingkungan pengendapannya neritik.
Formasi ini diperkirakan umurnya antara Miosen Awal-Miosen Tengah.
Untuk menggambarkan secara lebih komprehensif mengenai kelas lereng rencana
lokasi penambangan batubara PT Satria Lestari dapat dilihat pada peta kelas
lereng rencana lokasi penambangan batubara PT Satria Lestari (gambar 2.20) dan
kondisi topografi pada rencana lokasi penambangan batubara PT Satria Lestari
dapat dilihat pada peta topografi rencana lokasi penambangan batubara PT Satria
Lestari (gambar 2.21). Sedangkan mengenai sebaran formasi geologi pada
rencana lokasi penambangan batubara PT Satria Lestari dapat dilihat pada peta
geologi rencana lokasi penambangan batubara PT Satria Lestari (gambar 2.22).
C. Biota Perairan
Biota perairan meliputi plankton (phytoplankton dan zooplankton), benthos dan
nekton. Plankton merupakan organisme renik (tumbuhan dan hewan) yang hidupnya
melayang secara pasif dalam badan air (pergerakan pasif), sedangkan benthos
merupakan organisme dasar yang dapat bersifat vagil (tertambat/menempel di
permukaan substrat) dan sessil (relatif menetap) di dasar perairan. Komposisi jenis
biota dalam suatu perairan dipengaruhi oleh faktor fisik dan kimia perairan.
1. Plankton
Plankton merupakan organisme perairan yang melayang secara pasif dan terbawa
aliran air serta menempati tingkatan tropik dasar yang sangat berperan dalam
menjembatani transfer energi dari produsen primer ke konsumen atau organisme
yang berjenjang tropik yang lebih tinggi. Berdasarkan jenisnya plankton dapat
dibagi menjadi 2 jenis yaitu phytoplankton (tumbuhan) dan zooplankton (hewan).
Phytoplankton merupakan produsen primer yang mampu merubah khlorofil (zat
warna) menjadi senyawa organik yang kaya energi melalui proses fotosintesa.
Dengan melihat fungsinya di alam, maka kedudukan phytoplankton sangat penting
dalam rantai makanan. Zooplankton menempati tropik lebih tinggi setelah
phytoplankton dan merupakan makanan utama dari ikan, udang dan biota perairan
yang lebih besar lainnya.
2. Benthos
Benthos merupakan organisme yang hidupnya menempel di dasar perairan dan
menempati tropik lebih tinggi setelah zooplankton. Benthos umumnya pemakan
detritus dan plankton, serta beberapa jenis merupakan makanan ikan, udang dan
burung. Ada beberapa jenis benthos tertentu yang digunakan sebagai bio-indikator
terhadap pencemaran perairan, karena sifat hidupnya yang diam menetap di dasar
suatu perairan dan mempunyai toleransi yang tinggi serta mampu menerima
segala perubahan ekstrim yang terjadi di perairan. Sehingga jenis benthos tertentu
dapat digunakan sebagai indikator pencemaran dalam perairan.
3. Nekton
Berdasarkan hasil pengamatan dan informasi yang diperoleh dari masyarakat,
diketahui bahwa pada sungai yang mengalir di areal konsesi penambangan
batubara PT Satria Lestari terdapat beberapa jenis ikan seperti Jelawat
(Leptobartus hoeven), Baung (Mystus nigriceps), Patin (Pangasius
poliyurandodon), Sepat (Trichogaster leeri). Namun untuk lebih detailnya
mengenai data keragaman biota perairan yang terdiri dari plankton, benthos dan
nekton pada perairan yang mengalir di areal konsesi penambangan batubara PT
Satria Lestari akan dilakukan pengambilan data langsung di lapangan (data
primer) dan akan dilakukan analisis laboratorium, hasil analisis tersebut akan di
uraikan dalam dokumen ANDAL.
2.2.3. Komponen Sosial, Ekonomi, Budaya Dan Kesehatan Masyarakat
Usaha pertambangan batubara PT Satria Lestari secara administratif berada dalam
wilayah pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara yang meliputi lima desa di yakni
Desa Margahayu, Jonggon Jaya, Jahab, Sungai Payang dan Loa Kulu Kota.
Konsekuensi dari kegiatan tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan
menimbulkan berbagai dampak terhadap lingkungan, baik positif maupun negatif.
Dampak positif perlu ditumbuh kembangkan dalam rangka percepatan pembangunan
dan pengembangan daerah yang bersangkutan. Sedangkan dampak negatif sedapat
mungkin diminimalisir agar tidak merugikan berbagai pihak, terutama lingkungan
sebagai media. Dengan kata lain agar kedua dampak tersebut dapat berimplikasi
positif (baik) bagi semua pihak terkait serta semua aspek kehidupan (fisik, kimia,
biologi, sosial budaya dan kesehatan masyarakat) maka kegiatan penambangan
batubara harus direncanakan sedemikian rupa sehingga fungsi dan daya dukung
lingkungan setelahnya dapat tetap difungsikan sesuai dengan peruntukan selanjutnya.
Dalam kaitannya dengan dampak terhadap komponen sosekbudkesmas yang akan
terjadi, maka dalam studi ini akan dikaji rona awal komponen sosial ekonomi, budaya
serta kesehatan masyarakat dalam rangka memudahkan dalam menganalisis
perubahan sosial ekonomi, budaya serta kesehatan masyarakat dimasa yang akan
datang. Adapun uraian mengenai kondisi tersebut dapat dilihat pada uraian berikut ini.
A. Demografi/Kependudukan
PT Satria Lestari merupakan salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang
usaha pertambangan batubara dengan luasan ± 2.691 Ha. Batas administratif
masing-masing desa yang terkena dampak dari adanya kegiatan penambangan
batubara PT Satria Lestari adalah sebagai berikut :
Jumlah maupun pertumbuhan penduduk di suatu daerah merupakan faktor penting
dan menjadi patokan dalam memprediksi banyak hal termasuk diantaranya adalah
ketersediaan tenaga kerja dalam kaitannya dengan percepatan pembangunan yang
dilaksanakannya dan jumlah pekerja dalam kaitannya dengan tingkat kesejahteraan.
Berdasarkan data yang didapatkan dari masing-masing desa, jumlah penduduk di
lokasi studi dirincikan pada tabel berikut.
Tabel 2.22. Jumlah Penduduk di Lokasi Studi
No. Jumlah Penduduk (jiwa) Jumlah Luas Kepadatan
Lokasi Jumlah Kriteria
Laki-laki Perempuan KK (Km2) (Jiwa/Km2)
1 Desa Tidak
1.676 1.364 3.040 813 31,25 97
Margahayu padat
2 Desa Tidak
1.329 1.147 2.476 594 62 39-40
Jonggon Jaya padat
3 Kelurahan 211,5 Tidak
1.254 1.679 3.632 * 17.16
Jahab 4 Padat
4 Desa Sungai Tidak
1.387 1.148 2.535 642 277,73 92
Payang Padat
5 Desa Loa Tidak
3.864 3.675 7.539 * 146 52
Kulu Kota padat
Sumber : Monografi masing-masing desa, 2009
* : Data Tidak tersedia
Kriteria kepadatan penduduk menurut BPS tahun 1999 :
1. Jumlah penduduk < 200 jiwa/Km2 : tidak padat
2. Jumlah penduduk 200-400 jiwa/Km2 : sedang
3. Jumlah penduduk > 400 jiwa/Km2 : padat
Berdasarkan kriteria kepadatan penduduk yang ditetapkan oleh BPS pada tahun 1999,
diketahui bahwa tingkat kepadatan penduduk di masing-masing desa secara umum
termasuk kategori tidak padat. Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa jumlah
penduduk di lokasi studi berada pada kisaran 39 hingga 97 jiwa/Km 2. Dari Tabel 2.20.
di atas, dapat diketahui pula komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin (sex
ratio) yang didapat dengan cara membandingkan jumlah penduduk laki-laki dengan
jumlah penduduk perempuan. Hal tersebut menyatakan banyaknya jumlah penduduk
laki-laki dalam setiap 100 penduduk perempuan. Selengkapnya sex ratio masing-
masing desa disajikan pada Tabel 2.23.
Tabel 2.23. Sex Ratio di Lokasi Studi
No. Lokasi Sex Ratio Penjelasan
Di Desa Margahayu Jaya terdapat 122 orang laki-laki
1 Desa Margahayu 122,87
dalam setiap 100 orang perempuan
2 Desa Jonggon Jaya Di Desa Jonggon Jaya terdapat 115 orang laki-laki dalam
115,87
setiap 100 orang perempuan
3 Kelurahan Jahab Di Kelurahan Jahab terdapat 74 orang laki-laki dalam
74,68
setiap 100 orang perempuan
4 Desa Sungai 120,81 Di Desa Sungai payang terdapat 120 orang laki-laki dalam
setiap 100 orang perempuan
Payang
Di Desa Loa Kulu Kota terdapat 105 orang laki-laki dalam
5 Desa Loa Kulu Kota 105,14
setiap 100 orang perempuan
Sumber : Monografi masing-masing desa, 2009
Dari tabel tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pada masing-masing lokasi
studi, penduduk laki-laki lebih banyak dibanding penduduk perempuan.
1. Struktur Penduduk Berdasarkan Usia
Berdasarkan usianya penduduk dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu
penduduk produktif dan penduduk tidak produktif. Penduduk produktif merupakan
penduduk yang berada pada interval usia 15-64 tahun sedangkan penduduk tidak
produktif adalah penduduk yang berusia 0-14 tahun dan penduduk yang berusia
lebih dari 65 tahun atau dengan kata lain penduduk tidak produktif adalah
penduduk anak-anak dan penduduk yang telah lanjut usia (lansia). Penduduk
produktif merupakan indikator ketersediaan tenaga kerja pada suatu daerah dan
berpengaruh terhadap akselerasi pembangunan yang dilaksanakannya. Selain itu
penduduk produktif juga merupakan indikator tersedianya kesempatan kerja dan
kesempatan berusaha yang tentunya berimplikasi positif terhadap peningkatan
kesejahteraan penduduknya. Jumlah penduduk usia produktif pada masing-masing
dfesa studi selengkapnya disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.24. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
Desa
Kelompok Desa Kelurahan Desa S. Desa Loa
No. Jonggon
Umur (tahun) Margahayu
Jaya
Jahab Payang Kulu Kota
Secara parsial di lokasi studi didominasi oleh penduduk usia produktif, dengan
banyaknya angkatan kerja (usia produktif) yang tersedia menunjukkan bahwa
sumberdaya manusia yang potensial untuk pembangunan cukup tersedia.
2. Struktur Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Salah satu keberhasilan pembangunan dibidang pendidikan adalah meningkatnya
warga yang memiliki tingkat keterampilan dasar seperti membaca dan menulis.
Kurang/tidak berhasilnya pembangunan bidang pendidikan pada suatu daerah
selain berasal dari masyarakatnya sendiri juga dapat berasal dari keterbatasan
fasilitas pendidikan yang ada seperti gedung termasuk dalam hal ini adalah jenis
dan jumlah bangunan sekolah yang ada, buku-buku maupun tenaga pengajar.
Menurut monografi desa setempat, diketahui fasilitas pendidikan yang terdapat di
desa studi dapat dikategorikan cukup baik karena terdapat fasilitas pendidikan
sampai jenjang SMU. Selengkapnya mengenai data tersebut di atas dapat dilihat
pada Tabel 2.25.
Tabel 2.25. Fasilitas Pendidikan di Lokasi Studi
Desa
Fasilitas Desa Kelurahan Desa S. Desa Loa
No. Jonggon
Pendidikan Margahayu
Jaya
Jahab Payang Kulu Kota
1 TK 4 3 2 1 1
2 SD 4 3 3 3 2
3 SLTP 1 1 1 1 1
4 SMU 1 - 1 - -
5 Vihara - - - - -
B. Perekonomian
1. Mata Pencaharian
Menurut data monografi masing-masing Kecamatan tahun 2009, jenis mata
pencaharian penduduk di lokasi sebagian besar terbagi menjadi dua kelompok
yakni bertani termasuk buruh tani dan swasta. Sedangkan sebagian kecil lainnya
merupakan penduduk dengan mata pencaharian PNS, nelayan, jasa dan pedagang.
Data tersebut selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.
2. Fasilitas Perekonomian
Fasilitas perekonomian, seperti pasar penting keberadaannya bagi perkembangan
suatu daerah. Semakin tinggi mobilitas disertai oleh aksesabilitinya terhadap
pusat-pusat perekonomian menjadikan perkembangan suatu daerah semakin
cepat pula. Fasilitas perekonomian yang terdapat di lokasi studi dapat dilihat pada
Tabel 2.29. berikut.
Tabel 2.29. Fasilitas Perekonomian yang Terdapat di Lokasi Studi
Desa
Desa Kelurahan Desa S. Desa Loa
No. Jenis Margahayu
Jonggon
Jahab Payang Kulu Kota
Jaya
1 Pasar 1 1 1 1 1
2 KUD 2 1 3 2 1
3 Koperasi simpan 1
1 1 1 -
pinjam/LPD
Sumber : Monografi masing-masing desa, 2009
C. Sarana Transportasi
Keberadaan sarana transportasi bila dikaitkan dengan aksesabiliti suatu daerah
mempunyai hubungan yang sangat erat. Semakin beragam jenis dan jumlahnya pada
suatu daerah, dapat disimpulkan aksesabilitinya semakin baik. Alat transportasi air
seperti perahu baik perahu dayung maupun perahu motor digunakan oleh penduduk
yang bertempat tinggal dekat dengan sungai. Sedangkan penduduk yang bertempat
tinggal jauh dari sungai umumnya menggunakan alat transportasi darat seperti
sepeda, sepeda motor, mobil, gerobak dan truck. Berikut data mengenai sarana
transportasi yang terdapat di lokasi studi.
Tabel 2.30. Sarana Transportasi di Lokasi Studi
Desa
Desa Kelurahan Desa S. Desa Loa
No. Jenis Margahayu
Jonggon
Jahab Payang Kulu Kota
Jaya
1 Sepeda 34 40 25 68 591
3 Mobil 16 9 20 3 45
4 Perahu motor - - 20 30 23
5 Perahu dayung - - 15 25 7
6 Truck 2 2 2 2 10
Sumber : Monografi masing-masing desa, 2009
D. Sarana Komunikasi
Selain hal-hal di atas, keberadaan sarana komunikasi sebagai penunjang
perekonomian juga sangat penting dalam kaitannya dengan keterbukaan dan
percepatan arus informasi. Selain itu sarana komunikasi juga merupakan dasar dalam
menilai kemajuan daerah yang bersangkutan. Adapun sarana komunikasi yang
terdapat di lokasi studi dapat dilihat pada Tabel 2.31.
Tabel 2.31. Sarana Komunikasi di Lokasi Studi
Desa
Desa Kelurahan Desa S. Desa Loa
No. Jenis Margahayu
Jonggon
Jahab Payang Kulu Kota
Jaya
4 Pesawat Radio 67 33 65 97
322
5 Parabola 367 150 143 375
525
Sumber : Monografi masing-masing desa, 2009
Dari tabel di atas, jenis alat komunikasi yang paling banyak dimiliki penduduk di desa
studi adalah pesawat televisi baik yang didukung dengan kepemilikan antena parabola
maupun tidak. Jenis alat komunikasi lainnya adalah hand phone, radio dan telepon
umum.
E. Fasilitas Sosial
Fasilitas sosial merupakan fasilitas yang dapat digunakan oleh setiap penduduk tanpa
terkecuali, baik untuk perseorangan maupun kelompok seperti berolah raga atau
musyawarah (rapat) desa. Fasilitas tersebut dapat berupa sarana olah raga, gedung
kesenian maupun panti. Berikut data fasilitas sosial yang terdapat di lokasi studi.
Tabel 2.32. Fasilitas Sosial di Lokasi Studi
Desa
Desa Kelurahan Desa S. Desa Loa
No. Jenis Jonggon
Margahayu Jahab Payang Kulu Kota
Jaya
A Olah Raga
1 Lapangan sepak bola 2 1 1 3 2
2 Lapangan volley 2 2 2 4 1
3 Lapangan bulu tangkis 1 1 2 2 2
4 Lapangan tenis meja 2 1 2 2 1
B Jenis Lainnya
1 Kantor Desa 1 1 1 1 1
2 Balai Desa 1 1 1 1 1
3 Puskesmas Pembantu 1 1 1 1 1
4 Kantor BPD 1 1 1 1 1
5 Kantor LPM 1 * 1 1 1
6 Gedung PKK 1 * * 1 1
7 Pos Kamling 5 * * 2 3
Sumber : Monografi masing-masing desa, 2009
G. Sosial Budaya
Masyarakat asli yang berada di lokasi studi adalah Suku Kutai dan Dayak, sedangkan
suku lainnya merupakan perpaduan dari beberapa suku seperti Jawa, Bugis, Banjar,
Madura, dan Timor. Meskipun masyarakat asli dan pendatang memiliki adat istiadat
yang berbeda, namun mereka tetap dapat hidup rukun. Adat istiadat yang ada telah
mengalami perubahan meski tidak signifikan. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh arus
modernisasi dan informasi yang mulai menyentuh seluruh lapisan masyarakat.
H. Kesehatan Masyarakat
Kondisi kesehatan masyarakat di lokasi studi dapat dilihat dari kondisi tempat tinggal,
sumber air bersih yang digunakan penduduk untuk keperluan memasak, minum dan
MCK, tempat pembuangan dan pengolahan sampah serta banyaknya fasilitas dan
tenaga kesehatan di daerah yang bersangkutan.
1. Fasilitas Kesehatan
Perhatian terhadap bidang kesehatan masyarakat tampak dari penyediaan fasilitas
kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas dan puskesmas pembantu yang
terdapat di suatu daerah. Semakin banyak jumlah fasilitas kesehatan yang ada
dapat dikategorikan pelayanan kesehatan di daerah tersebut semakin baik pula.
Tabel 2.34. Sarana Kesehatan di Lokasi Studi
Desa
Jenis Sarana Desa Kelurahan Desa S. Desa Loa
No Jonggon
Kesehatan Margahayu
Jaya
Jahab Payang Kulu Kota
1 Rumah Sakit - - - - -
2 Puskesmas - - - - 1
3 Puskesmas 1 1 1 1 1
Pembantu
4 Posyandu 2 1 1 1 5
Sumber : Puskesmas masing-masing desa, 2009
2. Tenaga Kesehatan
Kualitas penyediaan fasilitas kesehatan dapat diukur dengan persentase
ketersedian fasilitas dan tenaga medis/paramedis di suatu tempat. Makin tinggi
persentase ketersediaan fasilitas kesehatan di suatu tempat, makin tinggi pula
kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat tersebut. Demikian pula jika jumlah
tenaga medis/paramedis di suatu tempat memadai. Alasannya adalah semakin
banyak sarana yang ditunjang oleh jumlah tenaga medis/paramedis yang
memadai berarti semakin mudah dan cepat dijangkau oleh masyarakat, selain
biaya yang dikeluarkan juga relatif lebih murah.
Tabel 2.35. Tenaga Kesehatan di Lokasi Studi
Desa
Tenaga Desa Kelurahan Desa S. Desa Loa
No. Jonggon
Kesehatan Margahayu
Jaya
Jahab Payang Kulu Kota
1 Dokter - - - - -
2 Perawat - 1 1 1 -
3 Bidan 1 - - - 1
4 Mantri 1 - - - -
5 Dukun bayi 1 * * * 3
Sumber : Puskesmas Pembantu masing-masing desa, 2009
primer). Sektor usaha yang diprakirakan akan tercipta yang terkait dengan
aktivitas karyawan PT Satria Lestari adalah usaha jasa dan perdagangan.
c. Pendapatan Masyarakat
Dampak lingkungan hidup terhadap pendapatan masyarakat pada kegiatan
penerimaan tenaga kerja merupakan dampak lanjutan (dampak sekunder)
dari terbukanya lapangan kerja dan lapangan usaha bagi masyarakat
setempat. Dampak yang berpotensi muncul terhadap pendapatan
masyarakat cenderung bersifat positif, dengan tersedianya lapangan kerja
bagi penduduk lokal, maka diharapkan terjadi peningkatan pendapatan
masyarakat.
d. Sikap dan Persepsi Masyarakat
Dampak terhadap sikap dan persepsi masyarakat pada kegiatan
penerimaan tenaga kerja merupakan dampak lanjutan akibat dari
terciptanya lapangan pekerja, dimana semakin besar tenaga kerja lokal
yang mampu terserap dalam penerimaan tenaga kerja maka dapat
diharapkan munculnya sikap dan persepsi positif masyarakat sekitar.
4. Mobilisasi Peralatan
Kegiatan mobilisasi peralatan tambang pada rencana penambangan batubara
PT Satria Lestari diprakirakan menimbulkan dampak terhadap gangguan
lalulintas umum (perairan dan darat), kualitas udara, keselamatan masyarakat,
dan Keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
a. Lalulintas Perairan
Dampak lingkungan hidup terhadap lalulintas perairan akibat adanya
mobilisasi alat cenderung bersifat negatif yaitu terjadinya gangguan
kelancaran lalulintas pada jalur sungai Mahakam yang digunakan pada
kegiatan mobilisasi peralatan. Dampak ini bersifat langsung (dampak
primer) yang berpengaruh terhadap komponen sosial.
b. Lalulintas Umum
Mobilisasi peralatan tambang dari lokasi pendaratan alat menuju lokasi
penambangan diprakirakan berdampak terhadap munculnya gangguan
lalulintas umum di sekitar proyek. Hilir mudik kendaraan pengangkut
peralatan tambang (trailer) berpotensi menimbulklan gangguan kelancaran
lalulintas umum pada ruas jalan umum yang akan digunkan untuk
perlintasan kendaraan angkutan peralatan tambang. Dampak lingkungan
hidup yang ditimbulkan pada peristiwa ini diklasifikasikan sebagai dampak
yang bersifat langsung (dampak primer).
c. Kualitas Udara
Dampak lingkungan terhadap kualitas udara pada kegiatan mobilisasi
peralatan tambang adalah terjadinya penurunan kualitas udara akibat
terjadinya peningkatan kandungan debu udara ambien. Dampak yang
terjadi merupakan dampak primer yang bersumber dari tebaran debu yang
dihasilkan oleh gesekan roda pengangkut peralatan tambang dengan
permukaan badan jalan.
d. Keselamatan Masyarakat
Dampak lingkungan terhadap keselamatan masyarakat dalam kegiatan
mobilisasi peralatan tambang merupakan dampak turunan (sekunder)
akibat dari munculnya gangguan lalulintas umum. Mengingat besarnya
kendaraan angkutan peralatan tambang yang akan mlintasi jalan umum
berpotensi minimbulkan gangguan serius terhadap lalulintas umum.
e. Kualitas air
Dampak lingkungan terhadap kualitas air pada kegiatan pembangunan
jalan tambang adalah terjadinya penurunan kualitas air permukaan yang
diakibatkan oleh peningkatan kandungan padatan tersuspensi pada air
limpasan yang berasal dari bukaan lahan jalan tambang. Dampak terhadap
kualitas air tersebut merupakan dampak lanjutan (dampak tersier) akibat
dari hilangnya vegetasi penutup tanah dan terjadinya peningkatan laju
erosi.
f. Biota Perairan
Dampak lingkungan hidup terhadap kualitas biota perairan pada kegiatan
pembangunan jalan tambang merupakan dampak yang bersifat lanjutan
(dampak kwarter) dari penurunan kualitas air permukaan dan memiliki
kecenderungan bersifat negatif yaitu terjadinya gangguan terhadap
kehidupan biota perairan.
g. Kualitas Udara
Dampak lingkungan terhadap kualitas udara pada kegiatan pembangunan
jalan tambang adalah terjadinya penurunan kualitas udara di sekitar proyek
akibat dari peningkatan kadar debu udara ambien. Sumber debu pada
peristiwa ini adalah akibat gesekan roda alat angkutan material (dump
truck) dengan permukaan tanah. Semakin tinggi intensitas pengoperasian
alat angkutan material tersebut, mangakibatkan semakin tinggi pula debu
yang dihasilkan.
h. Tata Air Permukaan
Bentangan jalan tambang di permukaan tanah akan memotong alur-alur
makro dan mikro alami di permukaan tanah. Pemotongan tersebut akan
mengganggu tata aliran permukaan alami dan hal ini umumnya ditunjukkan
oleh terjadinya konsentrasi aliran permukaan dan terbentuknya genangan
permanen di sekitar jalan tambang. Dampak lingkungan terhadap tata air
permukaan akibat kegiatan pembangunan jalan tambang merupakan
dampak yang bersifat langsung (dampak primer).
i. Stabilitas Lahan
Proses cut and fill pada pembuatan jalan tambang akan meningkatkan
momen kinetik massa tanah pada bidang kupasan dan urugan.
Peningkatan momen kinetik tersebut menyebabkan penampang tanah
relatif tidak stabil, dan pada kondisi yang lebih ekstrim berpotensi memicu
terjadi tanah longsor. Dampak lingkungan terhadap stabilitas lahan pada
kegiatan pembangunan jalan tambang merupakan dampak yang bersifat
langsung (dampak Primer).
j. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
Kegiatan brushing, pengupasan tanah dan penimbunan merupakan
komponen utama kegiatan pembangunan jalan tambang yang diprakirakan
berpotensi menimbulkan dampak terhadap K3. Dampak lingkungan
terhadap K3 tersebut adalah munculnya potensi kecelakaan kerja dan
gangguan kesehatan pekerja yang terlibat secara langsung dalam kegiatan
pembangunan jalan tambang. Beberapa kemungkinan yang dapat
c. Sedimentasi
Butiran tanah yang terangkut pada peristiwa erosi tanah berpotensi
menjadi material sedimen pada badan perairan yang terdapat di sekitar
bukaan lahan stockpile. Fraksi pasir dan fraksi yang lebih kasar merupakan
bahan sedimen potensial yang menyebabkan terjadinya peningkatan beban
sedimentasi. Dampak lingkungan yang ditimbulkan terhadap sedimentasi
pada kegiatan pembangunan stockpile dan instalasi pengolahan batubara
merupakan dampak lanjutan (dampak tersier) akibat dari hilangnya
vegetasi penutup tanah dan terjadinya peningkatan erosi permukaan.
d. Kualitas air
Dampak lingkungan terhadap kualitas air pada kegiatan pembangunan
stockpile dan instalasi pengolahan batubara adalah terjadinya penurunan
kualitas air permukaan yang diakibatkan oleh peningkatan kandungan
padatan tersuspensi pada air limpasan yang berasal dari bukaan lahan area
stockpile. Dampak terhadap kualitas air tersebut merupakan dampak
lanjutan (dampak tersier) akibat dari hilangnya vegetasi penutup tanah dan
terjadinya peningkatan laju erosi.
e. Biota Perairan
Dampak lingkungan hidup terhadap kualitas biota perairan pada kegiatan
pembangunan stockpile dan instalasi pengolahan batubara merupakan
dampak yang bersifat lanjutan (dampak kwarter) dari penurunan kualitas
air permukaan dan memiliki kecenderungan bersifat negatif yaitu terjadinya
gangguan terhadap kehidupan biota perairan.
f. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
Kegiatan brushing, pengupasan tanah dan penimbunan pada merupakan
komponen utama kegiatan pembangunan stockpile dan instalasi
pengolahan batubara yang diprakirakan berpotensi menimbulkan dampak
terhadap K3. Dampak lingkungan terhadap K3 tersebut adalah munculnya
potensi kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan pekerja yang terlibat
secara langsung dalam kegiatan pembangunan stockpile dan instalasi
pengolahan batubara. Beberapa kemungkinan yang dapat menimbulkan
resiko terhadap K3 pada kegiatan pembangunan stockpile dan instalasi
pengolahan batubara adalah:
1) Terjadinya kecelakaan kerja akibat pengoperasian mesin pemotong
pohon dan terkena rebahan pohon sewaktu melaksanakan kegiatan
pembersihan lahan area stockpile.
2) Munculnya potensi gangguan kesehatan mata pekerja akibat
pengoperasian peralatan las.
3) Munculnya resiko kecelakaan kerja akibat dari pengoperasian alat berat.
4) Munculnya resiko kecelakaan kerja akibat terjatuh dari ketinggian
bangunan instalasi pengolahan batubara.
4. Pembangunan Pelabuhan Batubara
Kegiatan pembangunan pelabuhan batubara diprakirakan berpotensi
menimbulkan dampak lingkungan hidup terhadap K3.
a. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
Dampak linmgkungan hidup terhadap K3 pada kegiatan pembangunan
pelabuhan batubara (jetty) adalah munculnya resiko gangguan kesehatan
dan atau kecelakaan kaibat kerja. Beberapa kemungkinan yang dapat
terjadi pada kegiatan pembangunan pelabuhan batubara yang
c. Erosi
Proses pengupasan dan pemindahan tanah pucuk menyebabkan terjadinya
gangguan ekstrim terhadap soliditas butiran tanah. Rusaknya soliditas
tanah tersebut berimplikasi kepada terjadinya peningkatan kepekaan tanah
terhadap erosi. Dampak lingkungan terhadap erosi pada kegiatan
pengupasan tanah pucuk adalah terjadinya peningkatan erosi tanah akibat
hilangnya vegetasi penutup tanah dan terjadinya perapuhan ikatan antar
butiran tanah.
d. Sedimentasi
Dampak lingkungan terhadap sedimentasi pada kegiatan pengupasan dan
pemindahan tanah pucuk merupakan dampak lanjutan (dampak sekunder)
akibat dari peningkatan erosi. Material kasar yang menyusun tekstur tanah,
seperti pasir dan kerikil yang yang dihasilkan selama peristiwa erosi tanah
berpotensi menjadi sumber terjadinya peningkatan beban sedimentasi
apabila memasuki badan perairan yang terdapat di sekitar lokasi timbunan
tanah pucuk.
e. Kualitas Air
Dampak lingkungan hidup terhadap kualiutas air pada kegiatan pengupasan
dan pemindahan tanah pucuk merupakan dampak lanjutan dari erosi tanah
yaitu terjadinya penurunan kualitas air permukaan. Pada timbunan tanah
pucuk, apabila terjadi hujan maka akan terdapat aliran air limpasan yang
membawa serta padatan tersuspensi. Padatan tersuspensi yang masuk
kedalam badan perairan sungai akan menurunkan kualitas air sungai.
f. Biota Perairan
Dampak lingkungan hidup terhadap kualitas biota perairan pada kegiatan
pengupasan dan pemindahan tanah pucuk merupakan dampak yang
bersifat lanjutan (dampak kwarter) dari penurunan kualitas air permukaan
dan memiliki kecenderungan bersifat negatif yaitu terjadinya gangguan
terhadap kehidupan biota perairan di badan perairan.
g. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
Dampak lingkungan yang terjadi terhadap K3 pada kegiatan pengupasan
tanah pucuk adalah munculnya potensi kecelakaan kerja dan gangguan
kesehatan para pekerja yang terlibat pada kegiatan ini. Beberapa
kemungkinan yang diprakirakan dapat terjadi sehubungan dengan
munculnya resiko keselamatan dan kesehatan pekerja pada kegiatan ini
adalah:
1) Kemungkinan tergelincirnya alat angkutan tanah pucuk selama
pelaksanaan kegiatan.
2) Debu udara yang dihasilkan pada kegiatan pemindahan tanah pucuk
berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan pernapasan dan
kesehatan mata para pekerja.
3) Tebaran debu udara pada lokasi kegiatan pengupasan, dan pemindahan
tanah pucuk dapat membatasi jarak pandang pengemudi alat angkut
tanah pucuk, sehingga berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja.
4) Tingginya intensitas pengoperasian alat berat pada kegiatan ini
berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja.
3. Pengupasan dan Penimbunan Tanah Penutup
4. Penambangan Batubara
Kegiatan lanjutan setelah penggalian tanah penutup (over burden) adalah
kegiatan penambangan batubara. Pada kegiatan ini diprakirakan berpotensi
menimbulkan dampak lingkungan terhadap kualitas air, biota perairan,
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
a. Kualitas Air
Dampak lingkungan terhadap kualitas air akibat dari kegiatan
penambangan batubara cenderung bersifat negative yaitu terjadinya
penurunan kualitas air permukaan. Peningkatan kemasaman air
permukaan secara ekstrim dapat terjadi akibat pencemaran oleh air asam
tambang yang berasal dari mineral pyrite yang terdapat pada lapisan tanah
pengapit batubara. Pemompaan air hujan yang terakumulasi pada lubang
galian tambang berpotensi menyebarkan air asam tambang ke badan
perairan yang terdapat di sekitarnya, sehingga dampak peningkatan
kemasaman air pada kegiatan penggalian batubara berpotensi
Dampak lingkungan hidup terhadap biota perairan yang terjadi akibat dari
kegiatan pengolahan dan penimbunan batubara adalah munculnya
gangguan habitat biota air pada badan perairan yang terdapat di sekitar
lokasi stockpile. Sumber dampak utama yang berpotensi terjadi merupakan
sinergi dari akibat penurunan kualitas air permukaan pada badan perairan
setempat.
e. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
Tebaran debu halus batubara di sekitar area stockpile merupakan bahan
polutan yang bersifat toksik bagi kesehatan manusia. Akumulasi butiran
halus batubara pada organ pernapasan manusia dapat berakibat munculnya
penyakit Anthracosis yaitu suatu penyakit yang termasuk dalam kelompok
pneumokoniosis. Di samping itu, tebaran butiran halus batubara berpotensi
menimbulkan gangguan kesehatan mata pekerja yang beraktivitas pada
zone front kerja crushing plant. Tingginya tingkat kebisingan lingkungan
yang ditimbulkan oleh kerja unit crushing plant berpotensi menimbulkan
gangguan kesehatan pendengaran.
a. Kualitas Udara
Dampak lingkungan terhadap kualitas udara pada kegiatan operasional
bengkel dan genset adalah terjadinya penurunan kualitas udara di sekitar
lokasi aktivitas bengkel dan genset. Sumber penurunan kualitas udara
pada kegiatan ini adalah emisi gas buangan dari mesin genset dan running
mesin peralatan berat tambang yang diperbaiki. Dampak bersifat langsung
dengan manusia yang berpotensi terkena dampak adalah para pekerja yang
berada pada zona kerja bengkel dan genset tambang.
b. Kebisingan
Sumber kebisingan pada operasional bengkel tambang dan genset adalah
suara yang ditimbulkan oleh suara mesin genset dan pengoperasian
peralatan bengkel. Peningkatan kebisingan lingkungan yang terjadi pada
pengoperasian bengkel dan genset merupakan dampak lingkungan yang
bersifat langsung (dampak primer).
c. Kualitas Air
Dampak lingkungan terhadap kualitas air pada kegiatan perbengkelan dan
genset adalah terjadinya penurunan kualitas air permukaan akibat dari
pencemaran air oleh limbah minyak pelumas bekas. Limbah minyak
pelumas bekas dihasilkan dari aktivitas perawatan peralatan tambang.
Dampak yang ditimbulkan terhadap kualitas air merupakan dampak yang
bersifat langsung (dampak primer).
d. Biota Perairan
Dampak lingkungan hidup terhadap biota perairan akibat aktivitas
perbengkelan dan genset tambang cenderung bersifat negatif yaitu
munculnya gangguan habitat biota perairan pada badan perairan yang
terdapat di sekitar lokasi proyek. Dampak ini merupakan dampak lanjutan
akibat penurunan kualitas air permukaan. Pencemaran air sungai oleh
limbah pelumas bekas dari aktivitas bengkel berpotensi menimbulkan
gangguan serius kehidupan nekton dan jasad renik perairan di sepanjang
aliran sungai yang tercemar.
e. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
Pada pengoperasian genset dan aktifitas bengkel terdapat resiko munculnya
kecelakaan kerja serta gangguan kesehatan pekerja yang terlibat dalam
kegiatan tersebut. Beberapa kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja
pada pengoperasian genset dan perbengkelan adalah :
1) Kebisingan yang ditimbulkan peralatan bengkel dan running mesin alat
berat pada operasional bengkel berpotensi menimbulkan gangguan
kesehatan pendengaran pekerja.
2) Kebisingan yang ditimbulkan suara mesin genset berpotensi
menimbulkan gangguan kesehatan pendengaran.
3) Pengoperasian peralatan bengkel dan operasional genset berpotensi
menimbulkan kecelakaan kerja akibat sengatan listrik.
Dampak lingkungan terhadap K3 pada kegiatan pengoperasian genset dan
bengkel tambang merupakan dampak yang bersifat langsung (dampak
primer).
d. Stabilitas Lahan
Perbaikan morfologi lereng akibat back filling pada kegiatan reklamasi dan
revegetasi lahan diprakirakan memberikan pengaruh positif terhadap
stabilitas lahan pada areal bekas penambangan batubara. Disamping itu,
sistem perakaran tanaman revegetasi berperan sebagai bio mekanik dalam
memperkokoh penampang tanah.
e. Lapangan Usaha
Kegiatan reklamasi dan revegetasi diprakirakan menimbulkan dampak
terhadap peluang usaha masyarakat. Masyarakat petani yang
mendominasi penduduk di kecamatan-kecamatan wilayah studi merupakan
potensi lokal yang dapat diberdayakan dalam pelaksanaan kegiatan
reklamasi dan revegetasi. Beberapa peluang usaha masyarakat yang dapat
dikaitkan dengan operasional pada kegiatan reklamasi meliputi:
1) Pengadaan bibit tanaman revegetasi
2) Penanaman tanaman revegetasi dan
3) Pemeliharaan tanaman revegetasi
f. Pendapatan Masyarakat
Dampak lingkungan hidup terhadap pendapatan masyarakat pada kegiatan
reklamasi dan revegetasi lahan merupakan dampak turunan (dampak
sekunder) akibat terbukanya lapangan berusaha bagi masyarakat
setempat. Terbukanya lapangan usaha bagi masyarakat akan berimplikasi
pada peningkatan pendapatan masyarakat.
g. Fungsi Lahan
Kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan bekas penambangan batubara
diprakirakan memberikan dampak terhadap perbaikan fungsi lahan.
Bersamaan dengan terpulihkannya kondisi vegetasi dan kesuburan tanah
pada areal bekas penambangan batubara memberikan implikasi lanjutan
terpulihkannya fungsi ekologis lahan dan fungsi lahan sebagai sarana
produksi biomassa. Terpulihkannya fungsi ekologis dan ekonomis lahan
dapat diharapkan pula terjadi pemulihan fungsi sosiologis lahan.
D. Tahap Pasca-operasi
Komponen kegiatan pada tahap pasca operasional penambangan batubara PT
Satria Lestari meliputi kegiatan rasionalisasi tenaga kerja, demobilisasi peralatan
tambang, reklamasi dan revegetasi lanjutan serta pengembalian lahan.
1. Rasionalisasi Tenaga Kerja (PHK)
Pada kegiatan rasionalisasi tenaga kerja diprakirakan berpotensi menimbulkan
dampak lingkungan terhadap lapangan pekerjaan.
a. Lapangan Pekerjaan
Dampak lingkungan hidup terhadap lapangan pekerjaan pada kegiatan
rasionalisasi tenaga kerja memiliki kecenderungan bersifat negatif yaitu
hilangnya lapangan pekerjaan. Dampak trerhadap lapangan pekerjaan
tersebut bersifat langsung (dampak primer).
2. Demobilisasi Peralatan
a. Kualitas Udara
Dampak lingkungan terhadap kualitas udara pada kegiatan demobilisasi
peralatan tambang adalah terjadinya penurunan kualitas udara akibat
terjadinya peningkatan kandungan debu udara ambien. Dampak yang
terjadi merupakan dampak primer yang bersumber dari tebaran debu yang
yang dihasilkan oleh gesekan roda pengangkut peralatan tambang dengan
permukaan badan jalan.
b. Lalulintas Umum (darat)
Kegiatan demobilisasi peralatan tambang dari lokasi penambangan menuju
lokasi pelabuhan diprakirakan berdampak terhadap munculnya gangguan
lalulintas umum di sekitar proyek. Hilir mudik kendaraan pengangkut
peralatan tambang (trailer) berpotensi menimbulkan gangguan kelancaran
lalulintas umum pada ruas jalan umum yang akan digunkan untuk
perlintasan kendaraan angkutan peralatan tambang. Dampak lingkungan
hidup yang ditimbulkan pada peristiwa ini diklasifikasikan sebagai dampak
yang bersifat langsung (dampak primer).
c. Lalulintas Umum (Perairan)
Dampak lingkungan hidup terhadap lalulintas perairan akibat adanya
demobilisasi alat cenderung bersifat negatif yaitu terjadinya gangguan
kelancaran dan kecelakaan lalulintas pada jalur sungai yang digunakan
pada kegiatan demobilisasi peralatan. Dampak ini bersifat langsung
(dampak primer) yang berpengaruh terhadap komponen sosial.
d. Keselamatan Masyarakat
Dampak lingkungan terhadap keselamatan masyarakat dalam kegiatan
demobilisasi peralatan tambang merupakan dampak turunan (sekunder)
akibat dari munculnya gangguan lalulintas umum. Mengingat besarnya
kendaraan angkutan peralatan tambang yang akan mlintasi jalan umum
berpotensi minimbulkan gangguan serius terhadap lalulintas umum.
Gangguan lalulintas tersebut selanjutnya berpotensi menimbulkan resiko
keselamatan masyarakat, yaitu kemungkinan terjadinya kecelakaan
lalulintas.
e. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Bongkar muat peralatan tambang dan pengoperasian unit angkutan alat
berat berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja bagi para pekerja yang
terlibat langsung dalam kegiatan ini. Dampak lingkungan terhadap K3 pada
kegiatan demobilisasi peralatan bersifat langsung (dampak primer).
Komponen yang terkena dampak adalah pekerja yang terlibat langsung
dalam kegiatan demobilisasi peralatan tambang.
3. Reklamasi dan Revegetasi Lahan Lanjutan
Kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan lanjutan diprakirakan menimbulkan
dampak lingkungan terhadap kesuburan tanah, vegetasi, erosi, sedimentasi,
kualitas air, stabilitas lahan dan lapangan usaha, pendapatan masyarakat dan
fungsi lahan.
a. Kesuburan Tanah
4. Pengembalian Lahan
Pada kegiatan pengembalian lahan diprakirakan berpotensi menimbulkan
dampak terhadap fungsi lahan.
a. Fungsi lahan
Kegiatan pengembalian lahan diprakirakan akan menimbulkan dampak
terhadap fungsi lahan. Lahan bekas penambangan yang telah dikelola
melalui kegiatan reklamasi dan revegetasi dengan segala potensi vegetasi
yang ada di atasnya akan berubah fungsi sebagai sarana produksi
biomassa.
A. Tahap Pra-konstruksi
Rangkaian kegiatan pengembangan usaha penambangan batubara PT Satria
Lestari pada tahap pra-konstruksi meliputi kegiatan sosialisasi rencana kegiatan,
pembebasan lahan, penerimaan tenaga kerja dan mobilisasi peralatan tambang.
2. Pembebasan Lahan
Pada kegiatan pembebasan lahan diidentifikasi berpotensi menimbulkan
dampak lingkungan terhadap fungsi lahan dan konflik sosial.
a. Fungsi lahan
Perubahan fungsi lahan merupakan salah satu dampak lingkungan hidup
yang diprakirakan akan muncul akibat dari aktivitas penambangan batubara
dengan sistem open pit mining. Kecenderungan dampak yang akan muncul
terhadap fungsi lahan tersebut bersifat negatif. Perubahan fungsi lahan
terjadi sejak dilakukannya kegiatan pembebasan lahan yang semula
dikuasai oleh masyarkat setempat. Perubahan fungsi lahan yang terjadi
pada tahapan ini adalah terjadinya perubahan fungsi lahan yang semula
berfungsi sebagai sarana produksi biomassa bagi usaha pertanian
masyarakat menjadi lahan marginal. Dampak terhadap perubahan fungsi
lahan dihipotesis sebagai dampak penting yang perlu ditelaah lebih jauh.
Tingkat kepentingan dampak yang mendasarinya adalah dampak akan
berlanjut kepada munculnya penyempitan cadangan lahan pertanian
masyarakat dan berubahnya fungsi ekologis lahan secara mendasar.
b. Konflik sosial
Dampak lingkungan hidup terhadap konflik sosial pada kegiatan
pembebasan lahan cenderung bersifat negatif yaitu terjadi proses dissosiasi
dalam masyarakat. Adanya kemungkinan tumpang tindih dalam
penguasaan lahan yang akan dibebaskan dan perbedaan persepsi antara
pemrakarsa dan masyarakat mengenai nilai lahan yang akan dibebaskan
menimbulkan kontradiksi yang dapat berkembang menjadi konflik sosial
(proses disosiatif). Dampak yang ditimbulkan terhadap konflik sosial
tersebut dihipotesis sebagai dampak penting yang perlu ditelaah lebih jauh,
karena berpotensi menimbulkan dampak lanjutan berupa munculnya
gangguan kamtibmas, di samping itu konflik sosial yang terjadi dapat
mencapai intensitas yang tertinggi yaitu munculnya konflik terbuka yang
berkepanjangan.
3. Penerimaan Tenaga Kerja
Akibat dari kegiatan penerimaan tenaga kerja diidentifikasi berpotensi
menimbulkan dampak lingkungan hidup terhadap lapangan pekerjaan,
lapangan usaha, pendapatan masyarakat serta sikap dan persepsi masyarakat.
a. Lapangan pekerjaan
Dampak lingkungan hidup akibat kegiatan penerimaan tenaga kerja
terhadap lapangan pekerjaan cenderung bersifat positif yaitu terbukanya
kesempatan kerja bagi masyarakat setempat. Kecenderungan dampak
positif yang timbul terhadap lapangan pekerjaan pada kegiatan penerimaan
tenaga kerja dihipotesis sebagai dampak penting yang perlu dilakukan
penelaahan labih lanjut. Tingkat kepentingan dampak yang dijadikan dasar
pertimbangan adalah bahwa dampak yang ditimbulkan bersifat kumulatif
dan berpotensi menimbulkan dampak lanjutan terhadap munculnya sikap
dan persepsi positif masyarakat terhadap rencana proyek.
b. Lapangan usaha
Dampak lingkungan terhadap lapangan usaha masyarakat pada kegiatan
penerimaan tenaga kerja merupakan dampak turunan (dampak primer).
Sektor usaha yang diprakirakan akan tercipta yang terkait dengan aktivitas
karyawan PT Satria Lestari adalah usaha jasa dan perdagangan. Dampak
tersebut dihipotesis sebagai dampak penting dan perlu dilakukan
penelaahan lebih lanjut, karena dampak lingkungan yang terjadi terhadap
peluang usaha masyarakat tersebut bersifat kumulatif dan akan
berimplikasi kepada terciptanya lapangan pekerjaan non formal bagi
penduduk di sekitar proyek.
c. Pendapatan masyarakat
Dampak lingkungan hidup terhadap pendapatan masyarakat pada kegiatan
penerimaan tenaga kerja merupakan dampak lanjutan (dampak sekunder)
dari terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat setempat. Dampak yang
berpotensi muncul terhadap pendapatan masyarakat cenderung bersifat
positif, dengan tersedianya lapangan kerja bagi penduduk lokal, maka
diharapkan terjadi peningkatan pendapatan masyarakat. Kecenderungan
dampak positif yang timbul terhadap pendapatan masyarakat dihipotesis
sebagai dampak penting yang perlu dilakukan penelaahan labih lanjut.
Tingkat kepentingan dampak yang dijadikan dasar pertimbangan adalah
bahwa dampak yang ditimbulkan bersifat kumulatif.
d. Sikap dan Persepsi Masyarakat
Dampak terhadap sikap dan persepsi masyarakat pada kegiatan
penerimaan tenaga kerja merupakan dampak lanjutan akibat dari
terciptanya peluang kerja, dimana semakin besar tenaga kerja lokal yang
mampu terserap dalam penerimaan tenaga kerja maka dapat diharapkan
munculnya sikap dan persepsi positif masyarakat sekitar.
Munculnya sikap dan persepsi positif masyarakat akibat kegiatan
penerimaan tenaga kerja dihipotesis sebagai dampak penting yang dinilai
perlu untuk ditelaah lebih lanjut. Dasar pertimbangan tingkat kepentingan
dampak yang ditimbulkan adalah bahwa dampak positif yang terjadi dapat
berbalik menjadi sikap dan persepsi negatif masyarakat apabila tidak
terakomodasinya aspirasi ketenagakerjaan dari masyarakat di sekitar
proyek.
4. Mobilisasi Peralatan
Kegiatan mobilisasi peralatan tambang pada rencana pengembangan usaha
penambangan batubara PT Satria Lestari diidentifikasi berpotensi menimbulkan
dampak lingkungan terhadap gangguan lalulintas umum (perairan dan darat),
kualitas udara,keselamatan masyarakat dan Keselamatan dan kesehatan kerja
(K3).
a. Gangguan lalulintas perairan
Kegiatan mobilisasi peralatan tambang PT Satria Lestari diprakirakan
berpotensi menimbulkan dampak terhadap munculnya gangguan lalulintas
perairan. Sesuai dengan perencanaan jalur mobilisasi peralatan tambang
yang akan menggunakan jalur air pada sungai Mahakam, maka lalulintas
umum yang akan terkena dampak adalah lalulintas perairan di sungai
Mahakam. Dampak lingkungan terhadap lalulintas perairan di sungai
Mahakam pada kegiatan mobilisasi peralatan dinilai sebagai dampak yang
penting, karena lalulintas perairan pada sungai tersebut relatif tinggi
sehingga diprakirakan terjadi gangguan yang cukup berarti.
b. Lalulintas Umum (darat)
Mobilisasi peralatan tambang dari lokasi pendaratan alat menuju lokasi
penambangan diidentifikasi berdampak terhadap munculnya gangguan
lalulintas umum di sekitar proyek. Hilir mudik kendaraan pengangkut
peralatan tambang (trailer) berpotensi menimbulkan gangguan kelancaran
lalulintas umum pada ruas jalan umum yang akan digunakan untuk
perlintasan kendaraan angkutan peralatan tambang. Dampak lingkungan
hidup yang ditimbulkan pada peristiwa ini diklasifikasikan sebagai dampak
yang bersifat langsung (dampak primer).
Dampak terhadap munculnya gangguan lalulintas umum dihipotesiskan
sebagai dampak penting dan dinilai perlu untuk dilakukan penelaahan lebih
lanjut. Tingkat kepentingan dampak yang menjadi dasar pertimbangan
adalah intensitas dampak yang akan terjadi serta komponen lingkungan
lain yang berpotensi terkena dampak yaitu munculnya resiko terhadap
keselamatan masyarakat.
c. Kualitas udara
Dampak yang terjadi terhadap penurunan kualitas udara pada kegiatan
mobilisasi perealatan tambang merupakan dampak primer yang bersumber
dari tebaran debu yang yang dihasilkan oleh gesekan roda pengangkut
peralatan tambang dengan permukaan badan jalan.
Dampak tersebut dihipotesiskan sebagai dampak tidak penting dan dinilai
perlu untuk dilakukan penelaahan lebih jauh, karena kegiatan berlangsung
tidak lama sehingga dampak yang muncul terhadap kualitas udara juga
bersifat sesaat.
d. Keselamatan Masyarakat
Dampak lingkungan terhadap keselamatan masyarakat dalam kegiatan
mobilisasi peralatan tambang merupakan dampak turunan (sekunder)
akibat dari munculnya gangguan lalulintas umum. Mengingat besarnya
kendaraan angkutan peralatan tambang yang akan melintasi jalan umum,
berpotensi minimbulkan gangguan serius terhadap lalulintas umum.
Dampak lingkungan tersebut dihipotetis sebagai dampak penting yang perlu
ditelaah lebih lanjut. Tingkat kepentingan dampak yang menjadi dasar
adalah intensitas dampak yang akan terjadi diidentifikasi berpotensi
mencapai level yang terburuk yaitu terjadinya kecelakaan lalulintas yang
menyebabkan kematian.
e. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
Bongkar muat alat-alat berat tambang serta pengoperasian unit
pengangkut peralatan tambang (trailer) berpotensi menimbulkan
kecelakaan kerja. Beberapa potensi kecelakaan kerja yang dapat terjadi
selama kegiatan mobilisasi peralatan adalah terjadinya slip kendaraan
angkutan selama perjalanannya dari lokasi pendaratan menuju lokasi
tambang, terjadinya kecelakaan akibat dari sempitnya jalur angkutan yang
digunakan serta adanya tebaran debu yang menghalangi jarak pandang
operator alat angkutan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja.
Dampak lingkungan terhadap K3 pada kegiatan ini dihipotesis sebagai
dampak penting yang perlu ditelaah lebih lanjut. Tingkat kepentingan
dampak yang menjadi dasar pertimbangan adalah bahwa dampak yang
terjadi terhadap K3 dapat mencapai intensitas yang terburuk yaitu
terjadinya kecelakaan akibat kerja yang menyebabkan kematian pekerja.
B. Tahap Konstruksi
Komponen kegiatan pada tahap konstruksi meliputi kegiatan pembuatan jalan
tambang, pembangunan fasilitas penunjang, pembangunan stockpile dan instalasi
pengolahan batubara serta pembangunan pelabuhan batubara (jetty).
4. Pembangunan Pelabuhan
Kegiatan pembangunan pelabuhan batubara diidentifikasi berpotensi
menimbulkan dampak lingkungan terhadap K3.
a. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
Dampak linmgkungan hidup terhadap K3 pada kegiatan pembangunan
pelabuhan batubara (jetty) adalah munculnya resiko gangguan kesehatan
dan atau kecelakaan kaibat kerja. Beberapa kemungkinan yang dapat
terjadi pada kegiatan pembangunan pelabuhan batubara yang
menimbulkan munculnya resiko gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja
bagi pekerja yang terlibat langsung dalam kegiatan tersebut, yaitu :
1) Kecelakaan kerja akibat tertimpa material bangunan
2) Kecelakaan kerja akibat jatuh dari ketinggian bangunan
3) Resiko kecelakaan kerja akibat pengoperasian alat berat.
4) Resiko gangguan kesehatan pernapasan akibat tebaran debu di udara.
5) Resiko gangguan kesehatan mata akibat pengoperasian mesin las dan
tebaran debu di udara.
Dampak lingkungan terhadap K3 tersebut dihipotesiskan sebagai dampak
penting yang perlu dilakukan penelaahan lebih lanjut. Tingkat kepentingan
dampak yang menjadi dasar pertimbangan adalah dampak yang muncul
terhadap K3 berpotensi mencapai intensitas yang terburuk yaitu terjadinya
gangguan kesehatan dan atau kecelakaan kerja yang menyebabkan
kematian pekerja.
C. Tahap Operasi
Komponen rencana kegiatan penambangan batubara PT Satria Lestari pada tahap
operasi meliputi pembersihan lahan, pengupasan dan penimbunan tanah pucuk,
pengupasan dan penimbunan tanah penutup, penambangan batubara,
pengangkutan batubara, pengolahan dan penimbunan batubara, pemuatan dan
pengapalan batubara, operasional bengkel dan genset, pemberdayaan masyarakat
serta reklamasi dan revegetasi lahan.
1. Pembersihan Lahan
Kegiatan pembersihan lahan tambang diidentifikasi berpotensi menimbulkan
dampak lingkungan hidup terhadap vegetasi, habitat satwa liar, erosi,
sedimentasi, kualitas air, biota perairan dan K3.
a. Vegetasi
Dampak lingkungan terhadap vegetasi pada kegiatan pembersihan lahan
tambang memiliki kecenderungan bersifat negatif yaitu terjadinya
degradasi vegetasi penutup tanah pada bukaan lahan tambang. Dampak
terhadap vegetasi akibat dari kegiatan pembersihan lahan tambang
dihipotesis sebagai dampak penting yang perlu dilakukan penelaahan lebih
lanjut. Tingkat kepentingan dampak yang mendasarinya adalah bahwa
dampak terhadap vegetasi berpotensi menimbulkan dampak lanjutan
c. Erosi
Dampak lingkungan terhadap erosi pada kegiatan pengupasan tanah pucuk
adalah terjadinya peningkatan erosi tanah akibat hilangnya vegetasi
penutup tanah dan terjadinya perapuhan ikatan antar butiran tanah.
Dampak tersebut dihipotesis sebagai dampak penting dan perlu dilakukan
penelaahan lebih lanjut. Tingkat kepentingan dampak yang menjadi dasar
pertimbangan adalah bahwa dampak terhadap erosi berpotensi
menimbulkan dampak lanjutan terhadap sedimentasi dan penurunan
kualitas air permukaan.
d. Sedimentasi
Dampak lingkungan terhadap sedimentasi pada kegiatan pengupasan dan
pemindahan tanah pucuk dihipotesis sebagai dampak penting yang perlu
ditelaah lebih lanjut. Tingkat kepentingan dampak yang menjadi dasar
pertimbangan adalah dampak yang muncul terhadap sedimentasi akan
berlangsung lama selama operasional penambangan berlangsung dan
cenderung bersifat irreversible.
e. Kualitas air
Dampak lingkungan hidup terhadap kualitas air pada kegiatan pengupasan
dan pemindahan tanah pucuk adalah terjadinya penurunan kualitas air
permukaan. Pada timbunan tanah pucuk, apabila terjadi hujan maka akan
terdapat aliran air limpasan yang membawa serta padatan tersuspensi.
Padatan tersuspensi yang masuk kedalam badan perairan akan
menurunkan kualitas air. Dampak lingkungan terhadap kualitas air tersebut
dihipotesiskan sebagai dampak penting yang perlu dilakukan penelaahan
lebih lanjut. Tingkat kepentingan dampak yang menjadi dasar
pertimbangan adalah dampak yang muncul terhadap kualitas air akan
berlangsung lama selama operasional penambangan berlangsung.
f. Biota perairan
Dampak lingkungan hidup terhadap bita perairan pada kegiatan
pembersihan merupakan dampak yang bersifat lanjutan (dampak kwarter)
dari penurunan kualitas air dan memiliki kecenderungan bersifat negatif.
Dampak terhadap biota perairan dihipotesis sebagai dampak tidak penting
jika ditinjau dari intensitas dan lamanya dampak berlangsung, dimana
dampak hanya berlangsung sementara yaitu saat terjadi hujan dan
beberapa waktu setelah hujan sehingga intensitas dampak
g. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Dampak lingkungan yang terjadi terhadap K3 pada kegiatan pengupasan
dan pemindahan tanah pucuk adalah munculnya potensi kecelakaan kerja
dan gangguan kesehatan para pekerja yang terlibat pada kegiatan ini.
Beberapa kemungkinan yang diprakirakan dapat terjadi sehubungan
dengan munculculnya resiko keselamatan dan kesehatan pekerja pada
kegiatan ini adalah:
pekerja yang berada pada zona front kerja serta berpotensi mengganggu
ketenangan hingga kepemukiman penduduk terdekat.
e. Erosi
Dampak lingkungan terhadap erosi pada kegiatan penggalian dan
pemindahan tanah penutup adalah terjadinya peningkatan erosi tanah pada
timbunan tanah penutup. Dampak yang ditimbulkan bersifat langsung
(dampak primer) dengan sumber dampak utama adalah terjadinya
perapuhan soliditas butiran tanah pada tanah disposal. Dampak tersebut
dihipotesis sebagai dampak penting dan perlu dilakukan penelaahan lebih
lanjut. Tingkat kepentingan dampak yang menjadi dasar pertimbangan
adalah bahwa dampak terhadap erosi berpotensi menimbulkan dampak
lanjutan terhadap sediemntasi dan penurunan kualitas air permukaan.
f. Sedimentasi
Dampak lingkungan terhadap sedimentasi pada kegiatan penggalian dan
pemindahan tanah penutup merupkan dampak lanjutan akibat dari
peningkatan erosi tanah yang terjadi pada timbunan disposal yaitu
terjadinya peningkatan beban sedimentasi pada badan peraiaran yang
terdapat di sekitar lokasi kegiatan. Material tanah yang terangkut bersama
air larian yang berasal dari timbunan tanah penutup berpotensi
meningkatkan beban sedimentasi pada badan-badan perairan di sekitar
areal penambangan batubara. Akibat serius dari proses sedimetasi tersebut
adalah terjadinya pendangkalan sungai.
Dampak lingkungan terhadap sedimentasi pada kegiatan penggalian dan
pemindahan tanah penutup dihipotesis sebagai dampak penting yang perlu
ditelaah lebih lanjut. Tingkat kepentingan dampak yang menjadi dasar
pertimbangan adalah dampak yang muncul terhadap sedimentasi akan
berlangsung lama selama operasional penambangan berlangsung dan
cenderung bersifat irreversible.
g. Kualitas Air
Dampak terhadap kualitas air pada kegiatan pengupasan tanah penutup
adalah terjadinya penurunan kualitas air permukaan pada badan perairan
yang terdapat di sekitar lokasi proyek. Material lembut penyusun tekstur
tanah (butiran liat) yang terbawa air larian dari timbunan tanah penutup,
apabila memasuki badan perairan setempat, makan akan menurunkan
kualitas air berupa terjadinya peningkatan kandungan TSS (padatan
tersuspensi). Disamping itu tanah penutup merupakan lapisan sub soil
yang berpotensi membawa serta mineral pyrite. Terdadahnya mineral ini
dengan udara terbuka akan membentuk air asam tambang yang dapat
menurunkan pH air dan meningkatkan kelarutan senyawa besi dan
mangan.
h. Biota Perairan
Dampak lingkungan hidup terhadap biota perairan yang diprakirakan akan
muncul terkait dengan pencemaran air asam tambang yang dapat
menurunkan pH air dan meningkatkan kelarutan senyawa besi dan mangan
pada badan perairan setempat dipandang perlu untuk ditelaah lebih lanjut
dalan dokumen ANDAL, karena dampak ini berpotensi berlangsung lama
serta akan menyebar tidak terkendali ke beberapa badan perairan yang
terdapat di sekitar lokasi tambang.
i. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
5. Pengangkutan Batubara
Pengangkutan batubara dari lokasi penambangan menuju lokasi stockpile
diidentifikasi berpotensi menimbulkan dampak terhadap kualitas udara,
kebisingan, kesehatan masyarakat, lalulintas umum, keselamatan masyarakat,
sikap dan persepsi masyarakat dan K3.
a. Kualitas udara
Jalan angkut yang digunakan dalam kegiatan pengangkutan batubara
merupakan jalan tanah. Gesekan antara roda alat angkutan batubara
dengan permukaan jalan menghasilkan debu yang bertebaran di udara
sekitarnya. Peningkatan kadar debu udara selama proses pengangkutan
batubara tersebut merupakan indikator terjadinya penurunan kualitas udara
di sekitarnya, dampak tersebut bersifat langsung (dampak primer).
Penurunan kualitas udara yang terjadi diidentifikasi berpotensi
menimbulkan dampak lanjutan terhadap kesehatan masyarakat dan K3,
sehingga dampak tersebut dihipotesis sebagai dampak penting yang perlu
dilakukan penelaahan lebih lanjut.
b. Kesehatan masyarakat
Dampak lingkungan terhadap kesehatan masyarakat pada keghiatan
pengangkutan batubara merupakan dampak lanjutan akibat dari terjadinya
penurunan kualitas udara. Pada beberapa bagian ruas jalan angkutan
batubara terdapat aktivitas pertanian masyarakat (perladangan). Petani
peladang tersebut merupakan kelompok manusia yang berpotensi terkena
paparan debu yang dihasilkan selama kegiatan pengangkutan batubara
berlangsung. Dampak lingkungan terhadap kesehatan masyarakat pada
kegiatan pengangkutan batubara tersebut dihipotesiskan sebagai dampak
penting yang perlu dilakukan penelaahan lebih lanjut. Tingkat kepentingan
dampak yang menjadi dasar pertimbangan adalah bahwa dampak yang
muncul akan berlangsung lama dan berpotensi mencapai intensitas
terburuk yaitu terjadinya gangguan kesehatan pernapasan bagi petani
peladang yang beraktivitas di sekitar jalan angkutan batubara.
d. Lalulintas umum (darat)
Dampak lingkungan hidup terhadap lalulintas darat pada kegiatan
pengangkutan batubara dihipotesiskan sebagai dampak penting yang perlu
dilakukan penelaahan lebih lanjut. Tingkat kepentingan dampak yang
menjadi dasar pertimbangan adalah dampak yang muncul terhadap
c. Kualitas Air
Dampak lingkungan terhadap kualitas air pada kegiatan pengolahan dan
penimbunan batubara merupakan dampak yang bersifat langsung (dampak
primer) dan memiliki kecenderungan bersifat negatif yaitu terjadinya
penurunan kualitas air permukaan pada badan perairan di sekitar lokasi
stockpile. Dampak lingkungan terhadap kualitas air tersebut dihipotesiskan
sebagai dampak penting yang perlu dilakukan penelaahan lebih lanjut.
Tingkat kepentingan dampak yang menjadi dasar pertimbangan adalah
dampak yang muncul terhadap kualitas air akan berlangsung lama serta
berpotensi menyebar melalui media air.
d. Biota Perairan
Dampak lingkungan hidup terhadap biota perairan yang diprakirakan akan
muncul terkait dengan pencemaran air asam tambang yang dapat
menurunkan pH air dan meningkatkan kelarutan senyawa besi dan mangan
pada badan perairan setempat dipandang perlu untuk ditelaah lebih lanjut
dalan dokumen ANDAL, karena dampak ini berpotensi berlangsung lama
serta akan menyebar tidak terkendali ke beberapa badan perairan yang
terdapat di sekitar lokasi pengolahan batubara.
e. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
Tebaran debu halus batubara di sekitar area stockpile merupakan bahan
polutan yang bersifat toksik bagi kesehatan manusia. Akumulasi butiran
halus batubara pada organ pernapasan manusia dapat berakibat munculnya
penyakit Anthracosis yaitu suatu penyakit yang termasuk dalam kelompok
pneumokoniosis. Di samping itu, tebaran butiran halus batubara berpotensi
menimbulkan gangguan kesehatan mata pekerja yang beraktivitas pada
zone front kerja crushing plant. Tingginya tingkat kebisingan lingkungan
yang ditimbulkan oleh kerja unit crushing plant berpotensi menimbulkan
gangguan kesehatan pendengaran. Dampak lingkungan terhadap K3
tersebut dihipotesiskan sebagai dampak penting yang perlu dilakukan
penelaahan lebih lanjut. Tingkat kepentingan dampak yang menjadi dasar
pertimbangan adalah dampak yang muncul terhadap K3 berpotensi
mencapai intensitas yang terburuk yaitu terjadinya gangguan kesehatan
dan atau kecelakaan kerja yang menyebabkan kematian pekerja.
7. Pemuatan dan Pengapalan Batubara
Komponen kegiatan pada pengapalan batubara meliputi kegiatan pemuatan
batubara ke dalam ponton. Kegiatan ini diprakirakan berpotensi menimbulkan
dampak lingkungan terhadap kualitas air, biota perairan dankeselamatan
masyarakat.
c. Keselamatan Masyarakat
Dampak lingkungan terhadap keselamatan masyarakat pada kegiatan
pengapalan batubara adalah munculnya resiko gangguan keselamatan
masyarakat. Loading conveyor pada pelabuhan batubara melintasi jalan
Loa Kulu Kota – Tenggarong, pada proses pemuatan batubara ada
kemungkinan terjadi jatuhan batubara dari conveyor ke permukaan jalan
raya. Jatuhan batubara tersebut berpeluang menimpa kendaraan yang
melintasi jalan raya di bawah bentangan conveyor.
Dampak yang terjadi terhadap keselamatan masyarakat pada kegiatan ini
dihipotesis sebagai dampak penting yang perlu ditelaah lebih lanjut.
d. Stabilitas lahan
Perbaikan morfologi lereng akibat back filling pada kegiatan reklamasi dan
revegetasi lahan lanjutan diprakirakan memberikan pengaruh positif
terhadap stabilitas lahan pada areal bekas penambangan batubara.
Disamping itu, sistem perakaran tanaman revegetasi berperan sebagai bio
mekanik dalam memperkokoh penampang tanah. Dampak tersebut
dihipotesiskan sebagai dampak penting yang perlu ditelaah lebih lanjut,
karena dampak terhadap stabilitas lahan akan berlangsung lama serta akan
mempengaruhi pemulihan fungsi ekonomis lahan.
e. Fungsi lahan
Kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan lanjutan bekas penambangan
batubara diprakirakan memberikan dampak terhadap perbaikan fungsi
lahan. Bersamaan dengan terpulihkannya kondisi vegetasi dan kesuburan
tanah pada areal bekas penambangan batubara memberikan implikasi
lanjutan terpulihkannya fungsi ekologis lahan dan fungsi lahan sebagai
sarana produksi biomassa. Terpulihkannya fungsi ekologis dan ekonomis
lahan dapat diharapkan pula terjadi pemulihan fungsi sosiologis lahan.
Dengan alasan ini maka dampak lingkungan terhadap fungsi lahan
dikategorikan sebagai dampak penting dan perlu dilakukakan telaahan lebih
lanjut.
f. Lapangan usaha
Dampak lingkungan terhadap lapangan usaha masyarakat pada kegiatan
reklamasi dan revegetasi lahan lanjutan adalah terbukanya kesempatan
berusaha bagi masyarakat setempat. Dampak yang timbul memilki
kecenderungan bersifat positif. Terbukanya lapangan usaha bagi
masyarakat dalam penyediaan bibit tanaman, penanaman dan
pemeliharaan tanaman revegetasi terkait kegiatan ini merupakan hal yang
positif dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan potensi
masyarakat setempat. Dampak lingkungan terhadap lapangan usaha
masyarakat tersebut dihipotesiskan sebagai dampak penting yang perlu
dilakukan penelaahan lebih lanjut. Tingkat kepentingan dampak yang
menjadi dasar pertimbangan adalah dampak yang muncul terhadap
lapangan usaha masyarakat berpotensi menimbulkan dampak lanjutan
terhadap munculnya sikap dan persepsi positif masyarakat.
g. Pendapatan masyarakat
Dampak lingkungan hidup terhadap pendapatan masyarakat pada kegiatan
reklamasi dan revegetasi lahan lanjutan merupakan dampak turunan
(dampak sekunder) akibat terbukanya kesempatan berusaha bagi
Gambar 2.26. Bagan Alir Identifikasi Dampak Potensial Penambangan Batubara PT Satria Lestari
tertentu yang sudah mapan (termasuk sistim dan struktur sosial), sesuai dengan
proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat, yang diperkirakan akan
mengalami perubahan mendasar akibat suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Berdasarkan hal tersebut batas sosial studi AMDAL rencana kegiatan PT Satria
Lestari mencakup Desa Margahayu, Jonggon Jaya, Jahab, Sungai Payang dan Loa
Kulu Kota.
D. Batas administratif
Batas administrasi adalah batas wilayah pemerintahan Kelurahan, Kecamatan dan
Kabupaten Kutai Kartanegara dimana lokasi proyek PT Satria Lestari melakukan
aktifitasnya. Secara administrasi kegiatan PT Satria Lestari akan berlangsung di
wilayah Kecamatan Tenggarong dan Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai
Kartanegara.
Resultante dari keempat batas wilayah di atas merupakan wilayah studi AMDAL.
Gambaran mengenai batas wilayah studi AMDAL, yang sekaligus merupakan
resultante dari batas proyek, ekologis, sosial dan administrasi dapat dilihat pada
Peta Batas Wilayah Studi (Gambar 2.27).