Professional Documents
Culture Documents
Bab I Pendahuluan Tesis
Bab I Pendahuluan Tesis
PENDAHULUAN
2.1.1 Pengertian
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit yang diakibatkan terganggunya
proses metabolisme glukosa di dalam tubuh yang disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dengan karakteristik hiperglikemia (American Diabetes
Association, 2023).
World Health Organization (WHO) merumuskan bahwa Diabetes Melitus
yaitu sekumpulan problema anotomik dan kimiawi akibat dari sejumlah
faktor dimana didapatkan defisiensi dari insulin yang absolut atau relative
dengan gangguan fungsi insulin. (World Health Organization, 2020).
Menurut Smeltzer & Bare (2019), diabetes melitus merupakan suatu
penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multisistem dan mempunyai
karakteristik hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja
insulin yang tidak adekuat.
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa dalam darah (Hiperglikemia) sebagai akibat
adanya kelainan insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Bentuk dari DM
Tipe 2 dapat bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi relative sampai kondisi dominan defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin (PERKENI, 2019).
Menurut Decroli (2019), Diabetes Melitus Tipe 2 yaitu suatu keadaan
dimana terjadi gangguan sensitifitas insulin dan /atau gangguan sekresi
insulin, dimana tubuh tidak mampu lagi memproduksi cukup insulin untuk
mengkompensasi peningkatan insulin resisten.
2.2 Etiologi
Diabetes Melitus Tipe 2 menurut ADA (2019), terjadi karena penurunan
frekuensi produksi insulin yang dihasilkan oleh sel β pancreas, yang
melatarbelakangi terjadinya resistensi insulin. Decroli (2019) menyebutkan
DM tipe 2 disebabkan oleh gangguan produksi insulin, fungsi insulin atau
kedua-duanya. Hormon Insulin berfungsi mengatur kadar gula darah.
Diabetes yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan Gula darah yang tinggi
(Hiperglikemia), dan seiring waktu mengakibatkan kerusakan banyak sistem
dalam tubuh, terutama pembuluh darah dan syaraf (WHO, 2020).
Kadar insulin bisa normal, meningkat atau rendah tetapi fungsi untuk
metabolism glukosa berkurang atau tidak ada sehingga glukosa darah
meningkat, yang disebut hiperglikemia. Kurangnya kadar insulin
menyebabkan pasien membutuhkan insulin dari luar. Secara Klinis,
Diabetes Melitus terjadi saat tubuh tidak mampu lagi menghasilkan insulin
ang cukup untuk mengkompensasi peningkatan insulin yang resisten.
2.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada penderita DM biasanya tergantung dari tingkat
hiperglikemia yang telah dialami oleh pasien. Manifestasi klinis yang dapat
muncul pada seluruh tipe diabetes adalah poliuria, polidipsia serta
poliphagia. Poliuria dan polidipsia dapat terjadi sebagai akibat dari
kehilangan cairan secara berlebihan. Pasien akan mengalami poliphagia
yang diakibatkan dari kondisi metabolic yang telah diinduksi dengan adanya
defesiensi insulin serta memecahkan lemak serta protein.
Gejala lain yang timbul adalah lemah, lelah adanya perubahan pada
penglihatan, rasa gatal pada tungkai atau kaki, disertai dengan kulit kering,
adanya luka yang dalam penyembuhannya lama serta infeksi secara
berulang (Smeltzer, et al. 2008 dalam Damayanti, 2017).
2.4 Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2020 menyatakan
bahwa DM yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional, dan DM tipe lain.
Namun jenis DM yang paling umum yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2.
2.4.1 Diabetes melitus tipe 1
DM tipe 1 merupakan proses autoimun atau idiopatik dapat
menyerang orang semua golongan umur, namun lebih sering terjadi
pada anak-anak. Penderita DM tipe 1 membutuhkan suntikan insulin
setiap hari untuk mengontrol glukosa darahnya (IDF, 2019). DM tipe
ini sering disebut juga Juvenile Diabetes atau Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM), yang berhubungan dengan antibody
berupa Islet Cell Antibodies (ICA), Insulin Autoantibodies (IAA), dan
Glutamic Acid Decarboxylase Antibodies (GADA). 90% anak-anak
penderita IDDM mempunyai jenis antibody ini (Bustan, 2007 dalam
Alkhoir, 2020).
2.4.2 Diabetes melitus tipe 2
DM tipe 2 atau yang sering disebut dengan Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM) adalah jenis DM yang paling sering
terjadi, mencakup sekitar 90% pasien DM didunia (IDF, 2019).
Keadaan ini ditandai oleh resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif. Menurut Greenstein dan Wood (2010) dalam Alkhoir (2020)
menyebutkan bahwa DM tipe ini lebih sering terjadi pada usia diatas
40 tahun, akan tetapi dapat pula terjadi pada orang dewasa muda dan
anak-anak.
2.4.3 Diabetes melitus gestational
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi
glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada
trimester kedua dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan
meningkatnya komplikasi perinatal (Alfi et al., 2019). Diabetes yang
didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga kehamilan dan tidak
mempunyai riwayat diabetes sebelum kehamilan (ADA, 2020).
2.4.4 Diabetes melitus tipe lain
DM tipe ini terjadi akibat penyakit gangguan metabolik yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa darah akibat faktor genetik fungsi sel
beta, kerusakan kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit
metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun
dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan penyakit DM (Alfi et
al., 2019).
2.5 Patofisiologi
b. Fase proliferasi
Fase proliferasi terjadi karena simultan dengan fase migrasi dan
proliferasi sel basal yang juga terjadi selama 2 sampai 3 hari, pada
fase ini terdiri dari neoangiogenesis, penbentukan jaringan yang
sudah tergranulasi, dan juga epitelisasi Kembali. Jaringan yang
sudah terganulasi terbentuk oleh pembuluh darah kapiler 21 dan
limfatik kedalam luka dan kolagen yang disintesis kemudian olhe
fibroblast akan memberikan kekuatan pada kulit. Sel epitel akan
mengeras dan memberikan waktu untuk kolagen memperbaiki
jaringan yang luka atau rusak. Proliferasi dari fibroblast dan
sintesis kolagen membutuhkan waktu selama dua minggu.
2. Perilaku Caring
Caring perawat merupakan sikap peduli yang memudahkan pasien
untuk mencapai peningkatan kesehatan dan pemulihan. Perilaku caring
sebagai bentuk peduli, memberikan perhatian kepada orang lain, berpusat
pada orang, menghormati harga diri, dan kemanusiaan, komitmen untuk
mencegah terjadinya status kesehatan yang memburuk, memberi
perhatian dan menghormati orang lain (Nursalam, 2014 dalam Kusmiran
2015).
Perilaku caring adalah esensi dari keperawatan yang membedakan
perawat dengan profesi lain dan mendominasi serta mempersatukan
tindakan-tindakan keperawatan (Waston, 2009 dalam Kusmiran 2015).
Perilaku caring dapat ditunjukkan dalam kualitas asuhan
keperawatan yang diberikan oleh perawat, yang diharapkan oleh
pasien/atau klien dalam pelayanan keperawatan. Penampilan sikap
caring merupakan hal yang penting dalam meningkatkan kepuasan
pasien akan pelayanan keperawatan dan menghindari tanggung gugat
pasien (Laschinger, Gilbert & smith, 2011). Perawat memerlukan
kemampuan khusus saat melayani orang atau pasien yang sedang
menderita sakit. Kemampuan khusus tersebut mencakup
keterampilanintelektual, teknikal, dan interpersonal yang tercermin
dalam perilaku caring (Kusmiran, 2015).
h. Pengalaman Pasien dengan Foot Ulcer Pasca Amputasi
Menurut Beberapa Penelitian Pengalaman Pasien dengan Foot Ulcer
Pasca Amputasi adalah:
1. Dalam Jurnal Zulaika Harissya et.al (2022) dengan judul Pengalaman
Psikologis Pasien Diabetes Melitus dengan DFU (Diabetic Foot Ulcer)
Pasca Amputasi, Penelitian ini menunjukkan bahwa amputasi ekstremitas
bawah memberikan dampak psikologis yang berkaitan dengan perubahan
yang terjadi setelah amputasi. Partisipan menggambarkan hal tersebut
dengan mengungkapkan kesedihan, perasaan cemas, takut, marah,
penyesalan, harga diri rendah, gangguan citra tubuh dan kaget dengan
kondisi mereka pasca amputasi, sehingga berdampak pada penurunan
kesejahteraan hidup partisipan.
2.
BAB III
METEDOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
sosial secara alamiah untuk memperoleh gambaran dan informasi yang lebih
penjelasan tersirat mengenai struktur, tatanan, dan pola yang luas yang
menganalisis dan melaporkan pola-pola atau tema dalam suatu data. Oleh
karena itu metode ini dapat mengatur dan menggambarkan data secara
umum bertujuan untuk memahami fenomena atau gejala sosial dengan lebih
dikaji dari pada merinci menjadi variabel-variabel yang saling berkaitan dan
B. Informan Penelitian
Subjek penelitian dan lokasi penelitian yang dipilih dengan teknik purposive
ini adalah:
bebas dan leluasa serta tidak terikat oleh susunan pertanyaan pada pedoman
diinterogasi oleh peneliti. Jika hal ini terjadi, maka kejujuran dan
D. Prosedur Penelitian
E. Instrument penelitian
(masukkan instrument penelitian dan pedoman wawancara nya kak)
F. Validitas dan Reliabilitas
yang hendak diukur, sehingga hasil ukuran yang didapat akan mewakili
antara data/ uraian yang dikemukakan oleh subjek dengan kondisi yang
isu-isu pada wawancara yang penting dan sejalan serta relevan dalam
penelitian.
kualifikasi yang biasanya terkait dengan tema itu, atau hal-hal di antara
dapat terlihat. Suatu tema juga dapat ditemukan pada tingkat laten (latent
dari informasi mentah atau diperoleh secara deduktif dari teori atau
yaitu, informasi diurutkan berdasarkan nomor tema. Tema dalam hal ini
material dan menghasilkan lebih dari satu kelompok data. Tema yang
kategori tertentu
masing tema untuk membuat tema akhir yang berisi sebuah nama