You are on page 1of 23

LAPORAN PENDAHULUAN

“DIABETES MELLITUS”
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM ASSUYUTHIYYAH PATI

Disusun Oleh :

LILIK NIKMAH ROSIDAH


NIM : 2022306016

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SAFIN PATI
2024
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS

1. Definisi Diabetes Melitus


Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang bersifat progresif,
dikarakteristikan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memetabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein, yang mengarah kepada hiperglikemia (kadar gula darah yang
tinggi) (Black, 2009). Menurut Sherwood (2012), diabetes secara harfiah artinya
“mengalirkan”, yang menunjukkan pengeluaran urin dalam jumlah besar. Mellitus
artinya “manis”. Urin pasien DM terasa manis kerena banyaknya glukosa dalam
urin. Diabetes mellitus sejauh ini adalah penyakit endokrin yang paling sering
ditemukan. Diabetes miletus merupakan penyakit yang banyak diderita pada
kalangan masyarakat, terutama pada kalangan masyarakat urban. Diabetes miletus
adalah penyakit diakibatkan karena produksi insulin yang sedikit atau
ketidakefektifan insulin walaupun produksinya dalam jumlah yang normal.

2. Klasifikasi Diabetes Melitus


Menurut Black (2009), diabetes melitus diklasifikasikan menjadi empat
derajat klinis berbeda yang terdiri atas tipe 1, tipe 2, gestasional, dan jenis spesifik
lain dari diabetes melitus.
a. Diabetes melitus tipe 1 adalah hasil dari autoimunitas kerusakan sel beta, yang
mengarah kepada defisiensi hormon insulin.

b. Diabetes melitus tipe 2 adalah hasil dari kerusakan pengeluaran insulin secara
pogresif yang disertai dengan resistensi insulin, biasanya berkaitan dengan
obesitas.

c. Diabetes melitus gestasional adalah jenis diabetes melitus yang didiagnosis


selama masa kehamilan.
d. Diabetes melitus jenis lain, mungkin terjadi sebagai hasil dari kerusakan genetik
di fungsi sel beta, penyakit kelenjar pankreas (misalnya sistik fibrosis), atau
penyakit yang diinduksi penggunaan obat-obatan.

Menurut WHO, diabetes melitus dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan


perawatan dan simtoma.
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes Mellitus Tipe 1 biasa menyerang anak-anak. Merupakan
diabetes yang terjadi karena berkurangnya insulin dalam sirkulasi darah akibat
hilangnya sel beta pada pulau langerhans. Hilangnya sel beta dikarenakan
reaksi autoimun yang salah sehingga menghancurkan sel beta di pankreas.
Salah satu gejala DM tipe 1 ini adalah buang air kecil yang terlalu sering.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Merupakan tipe diabetes yang bukan karena berkurangnya rasio insulin
dalam darah, melainkan karena kelainan metabolisme. Terjadi Hiperglisema
yaitu bertambahnya atau melebihnya glukosa darah.

3. Diabetes Melitus Gestasional


Diabetes tipe ini adalah diabetes yang timbul pada saat kehamilan, yang
diakibatkan oleh kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon
insulin yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan ekstra pada kehamilan.
Resiko terjadinya anomali kongenital berkaitan langsung dengan derajat
hiperglikemia pada saat diagnosis ditegakkan. Pada diabetes melitus jenis ini,
insulin sulit bekerja karena beberapa hormon pada ibu hamil memiliki efek
metabolik yang bertoleransi dengan glukosa.

3. Etiologi dan Faktor Risiko Diabetes Melitus


Secara umum, diabetes melitus dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Genetika
Seseorang yang memiliki penyakit diabetes miletus dapat menurunkan
penyakit tersebut kepada anak-anaknya. Anak penderita diabetes tipe 2
memiliki peluang menderita DM 2 sebanyak 15%-30% risiko ketidakmampuan
metabolisme karbohidrat secara normal.
b. Obesitas (berat badan ≥ 20% dari berat ideal)
Obesitas yang terjadi pada seseorang dapat mengakibatkan
berkurangnya jumlah sisi reseptor insulin yang dapat bekerja dalam sel pada
otot skeletal dan jaringan lemak. Dengan terjadinya obesitas maka akan
merusak sel beta dalam memproduksi dan melepaskan insulin, sehingga terjadi
penumpukan gula darah.
c. Usia
Semakin bertambah umur seseorang maka prevalensi DM semakin
meninggi. Biasanya DM dialami oleh orang-orang yang telah berusia 30 tahun,
yang mana telah mengalami perubahan fisiologis, anatomi, dan biokimia. Salah
satu yang mengalami perubahan adalah sel beta penghasil insulin pada
pankreas.
d. Hipertensi

3.1. Etiologi dan Faktor Risiko pada Diabetes Melitus Tipe 1


Diabetes melitus tipe 1, yang sebelumnya disebut IDDM atau juvenile-
onset diabetes mellitus, dikarakteristikan oleh kerusakan sel beta pankreas,
yang mengarah kepada defisiensi insulin. Diabetes mellitus tipe 1 adalah salah
satu penyakit yang paling umum terjadi pada anak-anak, tiga sampai empat kali
lebih umum dibandingkan dengan penyakit anak-anak lainnya seperti sistik
fibrosis, artritis rheumatoid anak-anak, dan leukemia (Black, 2009). Kejadian
diabetes mellitus tipe 1 pada pria dan wanita hampir sama dengan kondisi lebih
umum terjadi pada orang African Americans, Hispanic Americans, Asian
Americans, dan Native Americans.
Diabetes mellitus tipe 1 diwariskan dalam bentuk alel heterozigot.
Kembar identik memiliki risiko 25%-50% mewariskan penyakit ini, sedangkan
saudara kandung berisiko 6% dan keturunan berisiko 5%. Sebuah gabungan
juga terjadi antara diabetes melitus tipe 1 dan Human Leukocyte Antigens
(HLAs). Faktorlingkungan seperti paparan virus yang mencetuskan proses
autoimunitas yang menghancurkan sel beta. Islet Cell Antibodies (ICAs)
kemudian muncul, memingkat dalam hitungan bulan dan tahun seiring dengan
hancurnya sel-sel beta. Hal ini mempercepat hiperglikemia (kadar gula darah
yang tinggi) yang terjadi ketika 80%-90% massa sel beta telah dihancurkan.

3.2. Etiologi dan Faktor Risiko pada Diabtetes Melitus Tipe 2


Diabetes mellitus tipe 2, yang sebelumnya disebut NIDDM atau adult-
onset diabetes mellitus, adalah gangguan yang melibatkan faktor genetik dan
lingkungan. Diabetes mellitus adalah jenis paling umum dari diabetes melitus,
mempengaruhi 90% dari seluruh orang yang menderita diabetes melitus.
Diabetes mellitus tipe 2 biasanya didiagnosis pada umur diatas 40 tahun dan
lebih umum diantara orang dewasa, orang dewasa dengan obesitas, dan pada
beberapa populasi etnis dan ras (Black, 2009). Akan tetapi, diagnosis diabetes
melitus tipe 2 pada anak-anak dan remaja sedang mengalami peningkatan,
terutama pada orang African Americans dan Hispanic/Latino Americans. Rata-
rata, orang-orang yang didiagnosis diabetes melitus tipe 2 telah memiliki
diagnosis sekitar 6,5 tahun sebelum identifikasi klinis dan perawatan.
Prevalensi diabetes melitus tipe 2 sangat mencolok pada orang Native
Americans, Africa Americans, Hispanic Americans, tentunya pada orang
dewasa dan obesitas. Diabetes melitus adalah penyebab utama kebutaan baru
pada orang dewasa yang berumur 20 hingga 74 tahun dan penyebab utama
gagal ginjal kronis, terhitung sekitar 40% dari kasus baru yang ada (Black,
2009).
Diabetes melitus tipe 2 tidak tergabung dengan tipe jaringan HLAs, dan
sirkulasi ICAs jarang hadir. Keturunan memainkan peran utama dalam ekspresi
diabetes melitus tipe 2. Penyakit ini lebih umum terjadi pada kembar identik
(58%-75%) dibandingkan pada populasi secara umum.
Obesitas adalah faktor risiko paling utama, dimana 85% orang dengan
diabetes melitus tipe 2 menjadi obesitas (Black, 2009). Hal ini tidak jelas
apakah kepekaan jaringan (hati dan otot) yang lemah kepada insulin atau
sekresi insulin yang lemah yang menjadi kerusakan utama pada diabetes
melitus tipe ini.
Prevalensi penyakit arteri koronaria pada orang-orang dengan diabetes
melitus tipe 2 adalah dua kali dibandingkan pada populasi non diabetes,
sedangkan prevalensi penyakit kardiobaskular dan total kematian adalah dua
sampai tiga kali lipat lebih besar dibandingkan pada orang non diabetes (Black,
2009).

4. Patofisiologi Diabetes Melitus


Jenis diabetes miletus yang paling umum dikenal orang adalah diabetes
melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2.
4.1 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 disebabkan karena berkurang atau rusaknya sel
beta sebagai penghasil insulin pada pankreas yang menyebabkan produksi
insuline menjadi berkurang atau tidak terproduksi lagi. Pada saat makanan
yang masuk ke dalam tubuh, maka makanan tersebut akan dirubah menjadi
glukosa. Glukosa kemudian masuk ke dalam aliran darah. Selanjutnya
pankreas menghasilkan sedikit insulin atau tidak menghasilkan insulin sama
sekali karena kerusakan sel beta pada pulau langerhans yang terdapat pada
pankreas. Insulin yang dihasilkan tersebut akan masuk ke dalam aliran darah,
selanjutnya dikarena jumlah insulin yang diproduksi dengan glukosa yang
masuk ke dalam tubuh terlalu sedikit maka menyebabkan penumpukan
glukosa dalam darah.
4.2 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 disebabkan karena kurangya sensitivitas
terhadap insulin (disebabkan kurangnya jumlah reseptor insulin dipermukaan
sel) yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin dalam darah. Pada
awalnya makan yang masuk ke dalam tubuh akan diubah menjadi glukosa,
kemudian glukosa akan masuk ke dalam aliran darah. Selanjutnya pankreas
akan menghasilkan insulin, dan insulin tersebut akan masuk ke dalam
pembuluh darah. Namun insulin tersebut mengalami penurunan sensitivitas,
sehingga glukosa menumpuk dalam darah dan tidak dapat masuk ke dalam
sel.
5. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus
Gejala-gejala akut DM disebabkan oleh kurang adekuatnya kerja insulin.
Karena insulin adalah satu-satunya hormon yang mampu menurunkan kadar
glukosa darah, salah satu gambaran yang menonjol pada DM adalh peningkatan
kadar glukosa darah, atau hiperglikemia. Jika telah berkembang penuh secara
klinis, diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial,
aterosklerotik, dan penyakit vaskular mikroangiopati dan neuropati. Manifestasi
klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya
kelainan klinis dari penyakit vaskularnya. Pasien dangan kelainan toleransi
glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa) dapat
tetap berisiko mengalami komplikasi metabolik diabetes (Price & Wilson, 2012).
6. Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes
Melitus) digolongkan sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)

1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek
dari glukosa darah

a. Hipoglikemia/ koma hipoglikemia


Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula
darah yang normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan.
Salah satu bentuk dari kegawatan hipoglikemik adalah koma
hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma yang tidak diketahui sebabnya
maka harus dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan merupakan alasan
untuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik biasanya disebabkan oleh
overdosis insulin. Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana terlambat
makan atau olahraga yang berlebih.

Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik


terjadi bila kadar gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada
pemeriksaaan darah jari.

Penatalaksanaan kegawat daruratan:

 Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan


biasanya kembali sadar pada pasien dengan tipe 1.
 Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam
waktu 3-5 menit dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W
atau D10 W bergantung pada tingkat hipoglikemia
 Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting
insulin dan pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang
berkelanjutan.
 Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang
terjadi pada penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi
factor penyebab kegagalan ketiga organ ini.

b. Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (hhnc/ honk).


HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa
terdapatnya ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan
sampai 2000, tidak terdapat aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350
mOsm perkilogram, tidak terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada
umumnya terganggu dimana BUN banding kreatinin lebih dari 30 : 1,
elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150 mEq per liter kalium
bervariasi.
Penatalaksanan kegawat daruratan:

Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema

IV Cairan

1 sampai 12 NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau


jam osmolitas plasma 330 mOsm/liter

NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter

Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24


jam menggantikan air yang hilang selama 12 jam

Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5%


dekstrose

Insulin

Permulaan Jam IV bolus 0.15 unit/kg RI


berikutnya
5 sampai 7 unit/jam RI

Elektrolit

Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5

mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara


intravena untuk mempertahankan kadar cairan
setengahdari KCl dan setengah dari KPO4
Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang
jam berikutnya dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+

Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2


liter NaCl 0,2 %. Sesudah inisial ini diberikan 6 – 8 liter per 12 jam.
Untuk mengatasi hipokalemi dapat diberikan kalium. Insulin lebih
sensitive dibandingkan ketoasidosis diabetic dan harus dicegah
kemungkinan hipoglikemi. Oleh karena itu, harus dimonitoring dengan
hati – hati yang diberikan adalah insulin regular, tidak ada standar
tertentu, hanya dapat diberikan 1 – 5 unit per jam dan bergantung pada
reaksi. Pengobatan tidak hanya dengan insulin saja akan tetapi diberikan
infuse untuk menyeimbangkan pemberian cairan dari ekstraseluler
keintraseluler.

c. Ketoasidosis diabetic (kad)


Pengertian :

DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus


yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.

Etiologi :

Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata,
yang dapat disebabkan oleh :

1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi


2) Keadaan sakit atau infeksi
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak
terdiagnosis dan tidak diobati.
Patofisiologi

Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang


memasuki sel akan berkurang juga. disamping itu produksi glukosa
oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan
hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang
berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa
bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diurisis
osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita
ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air
dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selam
periode waktu 24 jam.

Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak


(lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak
bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis
diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat
dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya
keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk
dalam sirkulais darah, badan keton akan menimbulkan asidosis
metabolik.

Tanda dan Gejala

Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan


poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus). Disamping itu pasien
dapat mengalami penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala.
Pasien dengan penurunann volume intravaskuler yang nyata mungkin
akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik
sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri). Penurunan volume
dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah
dan cepat.

Ketosisis dan asidosis yang merupakan ciri khas diabetes


ketoasidosis menimbulkan gejala gastrointestinal seperti anoreksia,
mual, muntah dan nyeri abdomen. Nyeri abdomen dan gejala-gejala
fisik pada pemeriksaan dapat begitu berat sehingga tampaknya terjadi
sesuatu proses intrabdominal yang memerlukan tindakan pembedahan.
Nafas pasien mungkin berbau aseton (bau manis seperti buah) sebagai
akibat dari meningkatnya kadar badan keton. Selain itu hiperventilasi
(didertai pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit) dapat
terjadi. Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk
mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan
keton.

Perubahan status mental bervariasi antara pasien yang satu dan


lainnya. Pasien dapat sadar, mengantuk (letargik) atau koma, hal ini
biasanya tergantung pada osmolaritas plasma (konsentrasi partikel
aktif-osmosis).

Pemeriksaan Penunjang

Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl.


Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar guka darah yang
lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memeliki kadar sampai
setinggi 1000 mg/dl atau lebih (yang biasanya bernagtung pada derajat
dehidrasi). Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu
berhubungan dengan kadar glukosa darah.

Sebagian pasien dapat mengalami asidosi berat disertai kadar


glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagia lainnya
mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun
kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl. Bukti adanya
ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang rendah ( 0-
15 mEq/L) dan pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah
( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan
kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang
mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam
darah dan urin.

Penatalaksanaan

 Rehidrasi
1. Jam pertamaberi infuse 200 – 1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9
% bergantung pada tingkat dehidrasi
2. Jam kedua dan jam berikutnya 200 – 1000 cc NaCl 0,45 %
bergantung pada tingkat dehidrasi
3. 12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah
antara 200 – 300 mg/ 100 cc, ganti dengan dextrose 10 % bila
kadar gula darah sampai 150 mg/ 100 cc.
 Kehilangan elektrolit
Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan meskipun
konsentrasi kalium dalam plasma normal.

Elektrolit

Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5

mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara


secara intravena untuk
mempertahankan kadar cairan
setengahdari KCl dan setengah dari
KPO4
Jam kedua
dan jam
Bila jumlah urin cukup dan serum
berikutnya
kalsium kurang dari 5.5 mEq/liter,
berikan 20-30 mEq/liter K+

 Insulin
Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.

1. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi


koroner, vaskular perifer dan vaskular serebral.
2. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk
memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.
3. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
4. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
5. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

7. Diagnosis Diabetes Melitus


Pemeriksaan fisik, riwayat medis, dan tes laboratorium dilakukan untuk
mengevaluasi klien dengan penyakit diabetes melitus. Manifestasi klinis
memberikan indikasi kehadiran diabetes melitus, tetapi tes laboratorium
dibutuhkan untuk membuat diagnosis yang pasti.
Menurut Black & Hawks (2009), terdapat tiga macam tes diagnosis yang dapat
dilakukan untuk menentukan kadar gula darah seseorang, diantaranya yaitu:
 Fasting Blood Glucose Level
Pemeriksaan kadar gula darah yang dilakukan pada orang yang sedang
berpuasa, minimal orang itu tidak mengonsumsi makanan selama 8 jam.
 Casual Blood Glucose Level
Pemeriksaan kadar gula darah yang dilakukan pada orang dalam kondisi
bebas, baik ketika orang itu sedang berpuasa ataupun tidak.
 Postload Blood Glucose Level
Pemeriksaan kadar gula darah yang dilakukan pada orang yang telah
mengonsumsi makanan, biasanya dilakukan saat 3 jam setelah orang tersebut
makan
8. Pencegahan Penyakit Diabetes
Diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Akan tetapi diabetes tipe 2 dapat dicegah
dengan menerapkan pola hidup sehat. Makan makanan sehat dengan rendah kalori
dan lemak Sering melakukan aktifitas fisik seperti dengan berolahraga Menjaga
berat badan agar selalu ideal.
9. Pengobatan untuk Pasien Diabetes
Diagnosis DM biasanya diikuti dengan adanya gejala poliuria, polidipsia,
polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
Diagonosis DM dapat dipastikan apabila hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu ≥200 mg/dl dan hasilpemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126
mg/dl. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1.
Kriteria penegakan diagnosis diabetes mellitus.

Pada penatalaksanaan diabetes mellitus, langkah pertama yang harus


dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah
raga. Apabila dalam langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai,
dapat dikombinasi dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi
obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya.
9.1. Terapi non farmakologi
9.1.1. Pengaturan diet

Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet


yangdianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan pengobatan diet pada diabetes adalah:

a. Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar


normal.

b. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.

c. Mencegah komplikasi akut dan kronik.

d. Meningkatkan kualitas hidup.


Terapi nutrisi direkomendasikan untuk semua pasien diabetes mellitus, yang
terpenting dari semua terapi nutrisi adalah pencapian hasil metabolis yang optimal
dan pencegahan serta perawatan komplikasi. Untuk pasien DM tipe 1, perhatian
utamanya pada regulasi administrasi insulin dengan diet seimbang untuk mencapai
dan memelihara berat badan yang sehat. Penurunan berat badan telah dibuktikan
dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel β terhadap
stimulus glukosa.

9.1.2. Olah raga

Berolah secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Prinsipya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara
teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Beberapa contoh olah raga
yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain
sebagainya. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan juga meningkatkan
penggunaan glukosa.

9.2. Terapi farmakologi


9.2.1. Insulin

Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel β pankreas dalam merespon
glukosa. Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino tersusun
dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam
amino. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian
metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu transport glukosa dari darah ke
dalam sel. Macam-macam sediaan insulin:

 Insulin kerja singkat Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal biasa, mulai
kerjanya baru sesudah setengah jam (injeksi subkutan), contoh: Actrapid,
Velosulin, Humulin Regular.
 Insulin kerja panjang (long-acting)Sediaan insulin ini bekerja dengan cara
mempersulit daya larutnya di cairan jaringan dan menghambat resorpsinya dari
tempat injeksi ke dalam darah. Metoda yang digunakan adalah mencampurkan
insulin dengan protein atau seng atau mengubah bentuk fisiknya, contoh:
Monotard Human.
 Insulin kerja sedang (medium-acting) Sediaan insulin ini jangka waktu efeknya
dapat divariasikan dengan mencampurkan beberapa bentuk insulin dengan
lama kerja berlainan, contoh: Mixtard 30 HM

Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 kemudian akan


memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk pasien
yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi
metformin dan sulfonilurea, langkah selanjutnya yang mungkin diberikan adalah
insulin (Waspadji,2010).

9.2.2. Obat Antidiabetik Oral

Obat-obat antidiabetik oral ditujukan untuk membantu penanganan pasien


diabetes mellitus tipe 2. Farmakoterapi antidiabetik oral dapatdilakukan dengan
menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat (Ditjen Bina Farmasi
dan Alkes, 2005).

9.2.2.1. Golongan Sulfonilurea

Golongan obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas,


oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans pankreas masih dapat
berproduksi Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-
senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar
pankreas. Obat golongan ini merupakan pilihan untuk diabetes dewasa baru dengan
berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis
sebelumnya (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
9.2.2.1.1. Sulfonilurea generasi pertama

Tolbutamid diabsorbsi dengan baik tetapi cepat dimetabolisme dalam hati.


Masa kerjanya relatif singkat, dengan waktu paruh eliminasi 4-5 jam (Katzung,
2002). Dalam darah tolbutamid terikat protein plasma. Di dalam hati obat ini diubah
menjadi karboksitolbutamid dan diekskresi melalui ginjal (Handoko dan Suharto,
1995). Asektoheksamid dalam tubuh cepat sekali mengalami biotransformasi, masa
paruh plasma 0,5-2 jam. Tetapi dalam tubuh obat ini diubah menjadi 1-
hidroksilheksamid yang ternyata lebih kuat efek hipoglikemianya daripada
asetoheksamid sendiri. Selain itu 1-hidroksilheksamid juga memperlihatkan masa
paruh yang lebih panjang, kira-kira 4-5 jam (Handoko dan Suharto, 1995).
Klorpropamid cepat diserap oleh usus, 70-80% dimetabolisme di dalam hati dan
metabolitnya cepat diekskresi melalui ginjal. Dalam darah terikat albumin, masa
paruh kira-kira 36 jam sehingga efeknya masih terlihat beberapa hari setelah
pengobatan dihentikan (Handoko dan Suharto, 1995). Tolazamid diserap lebih lambat
di usus daripada sulfonilurea lainnya dan efeknya pada glukosa darah tidaksegera
tampak dalam beberapa jam setelah pemberian. Waktu paruhnya sekitar 7 jam
(Katzung, 2002).

9.2.2.1.2. Sulfonilurea generasi kedua

Gliburid (glibenklamid) khasiat hipoglikemisnya yang kira -kira 100 kali


lebih kuat daripada tolbutamida. Sering kali ampuh dimana obat-obat lain tidak
efektif lagi, risiko hipoglikemia juga lebih besar dan sering terjadi. Pola kerjanya
berlainan dengan sulfonilurea yang lain yaitu dengan single-dose pagi hari mampu
menstimulasi sekresi insulin pada setiap pemasukan glukosa (selama makan) (Tjay
dan Rahardja, 2002). Obat ini dimetabolisme di hati, hanya 21% metabolit diekresi
melalui urin dan sisanya diekskresi melalui empedu dan ginjal (Handoko dan
Suharto, 1995). Glipizid memiliki waktu paruh 2-4 jam, 90% glipizid dimetabolisme
dalam hati menjadi produk yang aktif dan 10% diekskresikan tanpa perubahan
melalui ginjal (Katzung, 2002). Glimepiride dapat mencapai penurunan glukosa darah
dengan dosis paling rendah dari semua senyawa sulfonilurea. Dosis tunggal besar 1
mg terbukti efektif dan dosis harian maksimal yang dianjurkan adalah 8 mg.
Glimepiride mempunya waktu paruh 5 jam dan dimetabolisme secara lengkap oleh
hati menjadi produk yang tidak aktif (Katzung, 2002).

9.2.2.2. Golongan Biguanida

Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin menurunkan


glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular dan
menurunkan produksi gula hati. Metformin juga menekan nafsu makan hingga berat
badan tidak meningkat, sehingga layak diberikan pada penderita yang overweight
(Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

9.2.2.3. Golongan Tiazolidindion

Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas dan berupa
penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi
insulin dari otot, jaringan lemak dan hati, sebagai efeknya penyerapan glukosa ke
dalam jaringan lemak dan otot meningkat. Tiazolidindion diharapkan dapat lebih
tepat bekerja pada sasaran kelainan yaitu resistensi insulin tanpa menyebabkan
hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel β pankreas. Contoh:
Pioglitazone, Troglitazon.

9.2.2.4. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa
di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan hiperglikemia postprandrial. Obat
ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak
berpengaruh pada kadar insulin. Contoh: Acarbose (Tjay dan Rahardja, 2002).
Asuhan keperawatan pada pasien diabetes mellitus

1. Lakukan pengecekan GDS dan GDP setiap hari

2. Pantau adanya tanda-tanda hiperglikemik

3. Latih pasien untuk melakukan senam kaki

4. Kolaborasi dalam pemberian obat antidiabetik


DAFTAR PUSTAKA

Black & Hawk. 2009. Medical Surgical Nursing Clinic Management of Positive
Outcomes. Philadelphia: Elsevier

Ditjen Bina Farmasi dan Alkes. 2005. Farmakologi. Jakarta EGC

Prince and Wilson. 2012. Buku Ajar Patofiiologi klinik. Jakarta: EGC

Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC

Tjay dan Rahardja, 2002. Obat-obat penting: khasiat, penggunaan, dan efek-efek
sampingnya (edisi 6). Jakarta: PT. Gramedia

Katzung, 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika

Sarwono, Waspadji. 2010. Pengelolaan Kaki diabetes sebagai suara model


pengelolaan holistic. Depok : Universitas Indonesia

Smaltzer suzane. 2004. Buku Ajar Keperwatan Bedah. Jakarta: EGC

You might also like