You are on page 1of 49

PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN KESEHATAN LINGKUNGAN

BAGI SANITARIAN DI UPTD PUSKESMAS PAKKAT


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan Lingkungan sebagai salah satu upaya kesehatan diajukan untuk mewujudkan
kualitas yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
mencapai derajat kesehatan yang setinggi- tingginya, sebagaimana tercantum dalam pasal 162 Undang-
Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Kesehatan.
Ketentuan Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan selanjutnya diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 66 tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan yang pengaturannya ditujukan dalam
rangka terwujudnya kualitas lingkungan yang sehat melalui upaya pencegahan penyakit dan atau
gangguan kesehatan dari faktor risiko kesehatan lingkungan di permukiman, tempat kerja, tempat
rekreasi serta tempat dan fasilitas umum.
Sasaran dari Program Indonesia Sehat adalah meningkatnya derajat kesehatan dan status
gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan
perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Sasaran ini sesuai dengan sasaran pokok
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2020-2024, yaitu: (1) meningkatnya status
kesehatan dan gizi ibu dan anak, (2) meningkatnya pengendalian penyakit, (3) meningkatnya akses dan
mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan,
(4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas
pengelolaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga
kesehatan, obat dan vaksin, serta (6) meningkatnya responsivitas sistem kesehatan.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama, yaitu : (1)
penerapan paradigma sehat, (2) penguatan pelayanan kesehatan, dan (3) pelaksanaan jaminan
kesehatan nasional (JKN). Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan strategi pengarusutamaan
kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya promotif dan preventif, serta pemberdayaan
masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan
kesehatan, optimasi sistem rujukan, dan peningkatan mutu menggunakan pendekatan continuum of
care dan intervensi berbasis risiko kesehatan. Pelaksanaan JKN dilakukan dengan strategi perluasan
sasaran dan manfaat (benefit), serta kendali mutu dan biaya. Kesemuanya itu ditujukan kepada
tercapainya keluarga-keluarga sehat.
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten yang merupakan penyelenggara Kesehatan Masyarakat. Dalam pengaturannya Puskesmas
juga melakukan Pelayanan Kesehatan Lingkungan bagi masyarakat di wilayah kerjanya, dan
diperlukan integrasi baik lintas program maupun lintas sektor untuk mendapatkan hasil yang optimal
dalam penyelenggaraannya.
Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas merupakan kegiatan atau serangkaian
kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia,
biologi, maupun sosial guna mencegah penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
faktor risiko lingkungan. Dengan terselenggaranya Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas
diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui upaya preventif, promotif, dan
kuratif yang dilakukan secara berkesinambungan. Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas
juga menjadi bagian penting dari Standar Pelayanan Minimal Kabupaten dan merupakan indikator bagi
Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanannya terhadap masyarakat.
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor yang sangat baik dan penting dalam
pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Lingkungan. SDM ini sangat diperlukan untuk melaksanakan
kegiatan pelayanan kesehatan lingkungan seperti melakukan Konseling, Inspeksi Kesehatan
Lingkungan, Intervensi Kesehatan Lingkungan, dan memilih serta mengembangkan Teknologi Tepat
Guna. Oleh karenanya SDM di Puskesmas perlu diberi kapasitas peningkatan pengetahuan terkait
pelayanan Kesehatan Lingkungan serta diberikan Informasi yang terkini (ter update) agar memiliki
wawasan yang luas.
Atas dasar pemikiran tersebut maka akan dicetak Sumber Daya Manusia Kesehatan
Lingkungan yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang handal sehingga dapat melaksanakan Upaya
Pelayanan Kesehatan Lingkungan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 13 tahun 2015.
Salah satu bentuk peningkatan kapasitas SDM adalah dengan sebuah pelatihan. Oleh karenanya agar
pelatihan dapat berjalan dengan baik, sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan terakreditasi, maka
diperlukan suatu acuan dalam bentuk orientasi.
B. Tujuan Umum
Tersedianya pedoman penyelenggaran pelaksanaan pelayanan kesehatan lingkungan bagi
petugas kesling/ Sanitarian Puskesmas di wilayah kerja UPT Puskesmas Sipahutar
C. Tujuan Khusus:
Seluruh petugas kesling/ sanitarian mampu dan memahami:
1. Melaksanakan Konseling Kesehatan Lingkungan
2. Inspeksi Kesehatan Lingkungan
3. Intervensi Kesehatan Lingkungan
4. Pencatatan dan pelaporan Kesehatan Lingkungan
5. Penyusunan perencanaan dan rencana kerja kegiatan kesehatan lingkungan di Puskesmas
D. Sasaran
1. Petugas kesling / Sanitarian puskesmas
2. Kepala puskesmas
E. Ruang Lingkup
Kegiatan Kesehatan Lingkungan mencakup:
1. Penyehatan air dan sanitasi dasar
2. Penyehatan udara dan tanah
3. Penyehatan kawasan
4. Penyehatan pangan
5. Pengamanan limbah
6. Penyehatan sarana dan bangunan
7. Vektor dan binatang pembawa penyakit
8. Pendekatan kesehatan keluarga
9. Monitoring dan evaluasi
10. Penyusunan perencanaan dan rencana kerja
BAB II
PELAYANAN PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN

2.1. Gambaran Umum


Penyelanggaraan pelayanan kesehatan lingkungan mengacu kepada Undang-undang
kesehatan No. 36 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Lingkungan dimana kesehatan lingkungan mencakup aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial.
Operasional pelaksanaan di Puskesmas mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan No. 13 Tahun
2015 meliputi:
1. Konseling
2. Inspeksi kesehatan lingkungan
3. Intervensi/ tindakan kesehatan lingkungan

2.2. Konseling
Konseling adalah hubungan komunikasi antara Tenaga Kesehatan Lingkungan dengan
Pasien yang bertujuan untuk mengenali dan memecahkan masalah kesehatan lingkungan yang
dihadapi.
Dalam Konseling, pengambilan keputusan adalah tanggung jawab Pasien. Pada waktu
Tenaga Kesehatan Lingkungan membantu Pasien terjadi langkah-langkah komunikasi secara timbal
balik yang saling berkaitan (komunikasi interpersonal) untuk membantu Pasien membuat keputusan.
Tugas pertama Tenaga Kesehatan Lingkungan adalah menciptakan hubungan dengan Pasien, dengan
menunjukkan perhatian dan penerimaan melalui tingkah laku verbal dan non verbal yang akan
mempengaruhi keberhasilan pertemuan tersebut. Konseling tidak semata-mata dialog, melainkan juga
proses sadar yang memberdayakan orang agar mampu mengendalikan hidupnya dan bertanggung
jawab atas tindakan-tindakannya.
Ciri-ciri Konseling meliputi :
1. Konseling sebagai proses yang dapat membantu Pasien dalam:
a. memperoleh informasi tentang masalah kesehatan keluarga yang benar;
b. memahami dirinya dengan lebih baik;
c. menghadapi masalah-masalahnya sehubungan dengan masalah kesehatan keluarga
yang dihadapinya;
d. mengutarakan isi hatinya terutama hal-hal yang bersifat sensitif dan sangat pribadi;
e. mengantisipasi harapan-harapan, kerelaan dan kapasitas merubah perilaku;
f. meningkatkan dan memperkuat motivasi untuk merubah perilakunya; dan/atau
g. menghadapi rasa kecemasan dan ketakutan sehubungan dengan masalah kesehatan
keluarganya.
2. Konseling bukan percakapan tanpa tujuan
Konseling diadakan untuk mencapai tujuan tertentu antara lain membantu Pasien untuk
berani mengambil keputusan dalam memecahkan masalahnya.
3. Konseling bukan berarti memberi nasihat atau instruksi pada Pasien untuk sesuatu sesuai
kehendak Tenaga Kesehatan Lingkungan.
4. Konseling berbeda dengan konsultasi maupun penyuluhan
5. Dalam konsultasi, pemberi nasehat memberikan nasehat seakan-akan dia seorang “ahli" dan
memikul tanggung jawab yang lebih besar terhadap tingkah laku atau tindakan Pasien, serta
yang dihadapi adalah masalah. Sedangkan penyuluhan merupakan proses penyampaian
informasi kepada kelompok sasaran dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat.
Langkah-Langkah Konseling
Pelaksanaan Konseling dilakukan dengan fokus pada permasalahan kesehatan yang
dihadapi Pasien.
Langkah-langkah kegiatan Konseling sebagai berikut:
1. Persiapan (P1)
a. menyiapkan tempat yang aman, nyaman dan tenang;
b. menyiapkan daftar pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan;
c. menyiapkan media informasi dan alat peraga bila diperlukan seperti poster, lembar
balik, leaflet, maket (rumah sehat, jamban sehat, dan lain-lain) serta alat peraga
lainnya.
2. Pelaksanaan (P2)
Dalam pelaksanaan, Tenaga Kesehatan Lingkungan menggali data/informasi kepada Pasien
atau keluarganya, sebagai berikut:
o umum, berupa data individu/ keluarga dan data lingkungan;
o khusus, meliputi:
a. identifikasi prilaku/ kebiasaan;
b. identifikasi kondisi kualitas kesehatan lingkungan;
c. dugaan penyebab; dan
d. saran dan rencana tindak lanjut.

Ada enam langkah dalam melaksanakan Konseling yang biasa disingkat dengan "SATU
TUJU" yaitu :
SA = Salam, Sambut:
a. Beri salam, sambut Pasien dengan hangat.
b. Tunjukkan bahwa Anda memperhatikannya, mengerti keadaan dan keperluannya, bersedia
menolongnya dan mau meluangkan waktu.
c. Tunjukkan sikap ramah.
d. Perkenalkan diri dan tugas Anda.
e. Yakinkan dia, bahwa Anda bisa dipercaya dan akan menjaga kerahasiaan percakapan anda dengan
Pasien.
f. Tumbuhkan keberaniannya untuk dapat mengungkapkan diri.
T - tanyakan :

a. Tanyakan bagaimana keadaan atau minta Pasien untuk menyampaikan masalahnya pada Anda.
b. Dengarkan penuh perhatian dan rasa empati.
c. Tanyakan apa peluang yang dimilikinya.
d. Tanyakan apa hambatan yang dihadapinya.
e. Beritahukan bahwa semua keterangan itu diperlukan untuk menolong mencari cara pemecahan
masalah yang terbaik bagi Pasien.
U-Uraikan :

Uraikan tentang hal-hal yang ingin diketahuinya atau anda menganggap perlu diketahuinya
agar lebih memahami dirinya, keadaan dan kebutuhannya untuk memecahkan masalah. Dalam
menguraikan anda bisa menggunakan media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) supaya lebih
mudah dipahami
TU – Bantu :

Bantu Pasien mencocokkan keadaannya dengan berbagai kemungkinan yang bisa


dipilihnya untuk memperbaiki keadaannya atau mengatasi masalahnya.
J - Jelaskan :

Berikan penjelasan yang lebih lengkap mengenai cara mengatasi permasalahan yang dihadapi
Pasien dari segi positif dan negatif serta diskusikan upaya untuk mengatasi hambatan yang mungkin
terjadi. Jelaskan berbagai pelayanan yang dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah tersebut.

U - Ulangi:

Ulangi pokok-pokok yang perlu diketahui dan diingatnya. Yakinkan bahwa anda selalu
bersedia membantunya. Kalau Pasien memerlukan percakapan lebih lanjut yakinkan dia bahwa anda
siap menerimanya.
Setelah proses SATU TUJU dilaksanakan, Tenaga Kesehatan Lingkungan menindaklanjuti
dengan:
1. melakukan penilaian terhadap komitmen Pasien (Formulir tindak lanjut konseling) yang
telah diisi dan ditandatangani untuk mengambil keputusan yang disarankan, dan besaran
masalah yang dihadapi;
2. menyusun rencana kunjungan untuk Inspeksi Kesehatan Lingkungan sesuai hasil
Konseling; dan
3. menyiapkan langkah-langkah untuk intervensi.
Dalam melaksanakan Konseling kepada Pasien, Tenaga Kesehatan Lingkungan
menggunakan panduan Konseling sebagaimana contoh bagan dan daftar pertanyaan terlampir. Tenaga
Kesehatan Lingkungan dapat mengembangkan daftar pertanyaan terhadap Pasien dengan diagnosis
penyakit lain atau sesuai kebutuhan. Tenaga Kesehatan Lingkungan dalam memberikan saran tindak
lanjut sesuai dengan permasalahan kesehatan lingkungan yang dihadapi berdasarkan pedoman teknis
yang berlaku.
2.3. Inspeksi Kesehatan Lingkungan
Untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik fisik, kimia, biologi maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup sehat, maka perlu dilakukan pelayanan kesehatan
lingkungan baik di tingkat kecamatan, kabupaten maupun provinsi. Pelayanan Kesehatan Lingkungan
tersebut diimplementasikan melalui kegiatan untuk mencegah penyakit dan/ atau gangguan kesehatan
yang diakibatkan oleh faktor risiko lingkungan. Faktor Risiko Lingkungan terkait dengan kualitas
media lingkungan yang mempengaruhi atau berkontribusi terhadap terjadinya penyakit dan/ atau
gangguan kesehatan. Untuk memantau faktor risiko lingkungan tersebut sebagai pencegahan/ deteksi
dini perlu dilakukan Inspeksi Kesehatan Lingkungan.
Materi disini membahas tentang: i) Inspeksi Kesehatan Lingkungan/ IKL, ii) bahan dan
alat Inspeksi Kesehatan Lingkungan, iii) pengamatan fisik media lingkungan, iv) pengukuran media
lingkungan di tempat.

2.3.1. Penyehatan air dan sanitasi dasar


Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL) dilakukan pada air minum dengan sistem jaringan
perpipaan, depot air minum, air minum bukan jaringan perpipaan. Apabila terjadi indikasi pencemaran
maka IKL dapat dilakukan di semua unit mulai dari unit air baku, unit produksi, unit distribusi dan unit
pelayanan. Lokasi titik dan frekuensi IKL serta cara penilaian ditentukan sebagai berikut:
a. Lokasi titik dan frekuensi minimal IKL untuk air minum dengan sistem jaringan perpipaan
Frekuensi IKL
Lokasi Titik IKL
per tahun
Daerah tangkapan (catchment area) untuk air baku berasal dari 1
mata air
Tempat penyadapan mata air (broncaptering) 1
Daerah aliran sungai (DAS), untuk air baku yang brasal dari air 1
permukaan
Pipa distribusi 1
Tandon air (reservoir) 1

b. Lokasi titik dan frekuensi minimal IKL untuk depot air minum
Frekuensi IKL
Lokasi titik IKL
per tahun
Tempat asal air baku 1
Alat pengangkut air baku (mobil tangki air) 1
Tandon (untuk menyimpan air baku) 1
Pencucian galon (tempat dan cara pencucian wadah/galon yang 1
akan di isi air minum ke dalam wadah/ galon)
Pengisian galon (tempat dan cara pengisian air minum ke dalam 1
wadah/ galon)

c. Lokasi titik dan frekuensi minimal IKL untuk air minum bukan jaringan perpipaan
Frekuensi IKL
Lokasi titik inspeksi sanitasi
per tahun
Sumur gali/sumur dangkal 1
Sumur bor/sumur pompa tangan 1
Bak penampung air hujan 1
Terminal air 1
Bangunan perlindungan mata air 1
d. Penilaian diberikan terhadap semua pertanyan pengamatan pada sebuah obyek yang diamati
dengan menjawab pertanyaan “YA” atau “TIDAK”.
Hasil inspeksi sanitasi dilakukan dengan menghitung rata-rata prosentase jawaban YA dari semua
obyek yang diamati. Rata-rata prosentase tersebut kemudian dikonversi ke dalam tingkat risiko
pencemaran dengan katagori Sangat Tinggi (AT), Tinggi (T), Sedang (S) dan Rendah (R).
Adapun konversi rata-rata prosentase ke tingkat risiko pencemaran, adalah sebagai berikut:
% Rata-rata Tingkat risiko pencemaran
<25 Risiko Pencemaran Rendah (R)
25 – 50 Risiko Pencemaran Sedang (S)
51 – 75 Risiko Pencemaran Tinggi (T)
>75 Risiko Pencemaran AmatTinggi (AT)
Keterangan dari hasil IKL adalah sebagai berikut :
 Hasil IKL dengan kategori S dan R dilanjutkan dengan pengambilan dan pengujian sampel air
minum.
 Hasil IKL dengan kategori AT dan T maka pengambilan dan pengujian sampel air minum
dilakukan setelah tindakan perbaikan terhadap sarana tersebut.
Penetapan Jumlah Dan Frekuensi Pengambilan Air Minum Pada Pengawasan Eksternal.
Pengambilan sampel air minum dilaksanakan berdasarkan hasil IKL sebagaimana terurai diatas, yaitu
terhadap air minum dengan system jaringan perpipaan , depot air minum, dan air minum bukan
jaringan perpipaan, dengan risiko pencemaran sedang (S) dan rendah (R).
1. Air minum dengan jaringan perpipaan
Pengambilan sampel air minum dilaksanakan berdasarkan hasil laporan pengawasan internal
penyelenggara air minum. Jumlah sampel dan frekuensi pengujian sampel air minum harus
dilaksanakan berdasarkan jumlah penduduk yang dilayani pada jaringan distribusi sesuai dengan
ketentuan minimal sebagai berikut:

Frekuensi
Parameter Jumlah Sampel per Jumlah Penduduk Dilayani
Pengujian
< 5000 <5000 - 100.000 >100.000
Fisik Satu tahun 1 1 per 5000 1 per 10.000 penduduk
sekali penduduk ditambah 5 sampel
tambahan
Keterangan:
*) Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh peraturan daerah.

2. Depot air minum


Jumlah sampel dan frekuensi pengujian sampel air minum dilakukan terhadap air yang siap
dimasukkan kedalam galon / wadah air minum sesuai kebutuhan dengan ketentuan minimal
sebagai berikut:

Parameter Frekuensi pengujian Jumlah sampel


Mikrobiologi Satu tahun sekali 1
Fisika Satu tahun sekali 1
Kimia Wajib Satu tahun sekali 1
Kimia tambahan*) Satu tahun sekali 1

Keterangan:
*) Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh peraturan daerah.
3. Air minum bukan jaringan perpipaan
Jumlah sampel dan frekuensi pengujian sampel air minum dilakukan sesuai kebutuhan dengan
ketentuan minimal sebagai berikut;
Parameter Frekuensi pengujian Jumlah sampel
Mikrobiologi Satu tahun sekali 1
Fisika Satu tahun sekali 1
Kimia Wajib Satu tahun sekali 1
Kimia tambahan* Satu tahun sekali 1
Keterangan:
*) Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh peraturan daerah
Penetapan Jumlah dan Frekuensi Pengambilan Sampel Air Minum Pada Pengawasan
Internal. Pengambilan sampel air minum dilaksanakan berdasarkan hasil IKL sebagaimana terurai
diatas, yaitu terhadap air minum dengan system jaringan perpipaan , depot air minum, dan air minum
bukan jaringan perpipaan, dengan risiko pencemaran sedang (S) dan rendah (R).
1. Air minum dengan jaringan perpipaan
Pengambilan sampel air minum dilaksanakan berdasarkan hasil laporan pengawasan internal
penyelenggara air minum. Jumlah sampel dan frekuensi pengujian sampel air minum harus
dilaksanakan berdasarkan jumlah penduduk yang dilayani pada jaringan distribusi sesuai dengan
ketentuan minimal sebagai berikut:
Frekuensi Jumlah Sampel per Penduduk Dilayani
Parameter
pengujian >5000 <5000-100.000 >100.000
1 per 10.000 penduduk
Satu bulan 1 per 5000
Fisik 1 ditambah 10 sampel
sekali penduduk
tambahan
1 per 10.000 penduduk
Satu bulan 1 per 5000
Mikrobiologi 1 ditambah 10 sampel
sekali penduduk
tambahan
Enam bulan 1 per 5000
Kimia wajib 1 1 per 10.000 penduduk
sekali penduduk
Kimia Enam bulan 1 per 5000
1 1 per 10.000 penduduk
tambahan*) sekali penduduk
Keterangan:
*) Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh peraturan daerah.
2. Depot air minum
Untuk menjamin kualitas air minum yang diproduksi memenuhi persyaratan, depot air minum
yang diproduksi memenuhi persyaratan, depot air minum wajib melaksanakan pengawasan internal
terhadap kualitas air yang siap dimamasukan ke dalam gallon/wadah air minum.
Jumlah sampel frekuensi pengujian sampel air minum dilaksanakan sesuai kebutuhan dengan
ketentuan minimal sebagai berikut:
a. Air baku

Parameter Frekuensi pengujian Jumlah sampel


Mikrobiologi Satu bulan sekali 1
Fisika Satu bulan sekali 1
Kimia Wajib Enam bulan sekali 1
Kimia tambahan*) Enam bulan sekali 1

Keterangan:
*) Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh peraturan daerah.
b. Air yang siap dimasukkan ke dalam gallon/wadah air minum
Parameter Frekuensi pengujian Jumlah sampel
Mikrobiologi Satu bulan sekali 1
Fisika Satu bulan sekali 1
Kimia Wajib Enam bulan sekali 1
Kimia tambahan*) Enam bulan sekali 1
Keterangan:
*) Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh peraturan daerah
3. Air minum bukan jaringan perpipaan
Jumlah sampel dan frekuensi pengujian sampel air minum dilakukan sesuai kebutuhan dengan
ketentuan minimal sebagai berikut:
Parameter Frekuensi pengujian Jumlah sampel
Mikrobiologi Satu bulan sekali 1
Fisika Satu bulan sekali 1
Kimia Wajib Enam bulan sekali 1
Kimia tambahan*) Enam bulan sekali 1
Keterangan:
*) Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh peraturan daerah
2.3.2. Penyehatan udara, tanah, dan kawasan
Upaya Kesehatan Lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang
sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Lingkungan sehat tersebut mencakup permukiman, tempat kerja,
tempat rekreasi serta tempat dan fasilitas umum.
Yang dimaksud dengan tempat dan fasilitas umum adalah lokasi, sarana, dan prasarana
kegiatan bagi masyarakat umum. Sebut saja: fasilitas kesehatan; fasilitas pendidikan; tempat ibadah;
hotel; rumah makan dan usaha lain yang sejenis; sarana olahraga; sarana transportasi darat, laut, udara,
dan kereta api;stasiun dan terminal; pasar dan pusat perbelanjaan; pelabuhan, bandar udara, dan pos
lintas batas darat negara; dan tempat dan fasilitas umum lainnya (PP No.66/2014 tentang Kesling).
Di Indonesia peraturan yang terkait dengan TFU sebagai berikut :
1. Kepmenkes RI Nomor 1429 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan
di Sekolah
2. Kepmenkes RI Nomor 1428 Tahun 2006 tentang Penyelelenggaraan Kesehatan
Lingkungan di Puskesmas
3. Permenkes RI Nomor 1077 tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang
4. Kepmenkes RI Nomor 829 Tahun 1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan
5. Kepmenkes RI Nomor 519 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pasar Sehat
Inspeksi Kesehatan Lingkungan di TFU
IKL adalah kegiatan pemeriksaan dan pengamatan secara Langsung terhadap media
lingkungan dalam rangka pengawasan berdasarkan standar, norma dan baku mutu yang berlaku untuk
meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat. IKLdilakukan dengan menggunakan instrumen baku
yang terdapat dalam Lampiran Permenkes/ Kepmenkes yang berlaku:
a) IKL Tempat dan Fasilitas Umum
1. Pengertian
o Kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit dan/atau gangguan kesehatan
dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari
aspek fisik, kimia, biologi maupun sosial
o Media lingkungan adalah media lingkungan air, udara, tanah, pangan, sarana dan bangunan
serta vektor dan binatang pembawa penyakit
o Standar baku mutu kesehatan lingkungan adalah spesifikasi teknis atau nilai yang
dibakukan pada media lingkungan yang berhubungan atau berdampak langsung terhadap
kesehatan masyarakat
o Persyaratan kesehatan adalah kriteria dan ketentuan teknis kesehatan pada media
lingkungan
o Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya.
o Upaya Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat UKM adalah setiap kegiatan
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi
timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat.
o Upaya Kesehatan Perseorangan yang selanjutnya disingkat UKP adalah suatu kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan,
pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan
memulihkan kesehatan perseorangan.
o Sarana perkeretaapian adalah kendaraan yang dapat bergerak di jalan rel.
o Prasarana perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas kereta
api agar kereta api dapat dioperasikan
o Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, sumberdaya
manusia, serta norma, kriteria, persyaratan dan prosedur untuk penyelenggaraan
transportasi kereta api
o Penyelenggara sarana perkeretaapian adalah badan usaha yang mengusahakan sarana
perkeretaapian umum
o Penyelenggara prasarana perkeretaapian adalah pihak yang menyelenggarakan prasarana
perkeretaapian
o Kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun
dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di
jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api
o Pasar adalah lembaga ekonomi tempat bertemunya pembeli dan penjual, baik secara
langsung maupun tidak langsung, untuk melakukan transaksi Perdagangan
o Standar pasar adalah kualifikasi pasar yang didasarkan luas lahan dan jenis bangunan
beserta fasilitasnya sesuai dengan jenis kegiatan /produk yang dihasilkan.
o “Pasar rakyat” adalah tempat usaha yang ditata, dibangun, dan dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan/atau Badan Usaha Milik
Daerah dapat berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil
dan menengah, swadaya masyarakat, atau koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah
dengan proses jual beli Barang melalui tawar-menawar.
o Sarana dan prasarana pendidikan yang dimaksud adalah sarana pendidikan yang bersifat
formal, yang meliputi tiga tingkatan yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan
Dasar, dan Pendidikan Menengah
o Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah,
yang meliputi Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang
sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau
bentuk lain yang sederajat.
o Pendidikan menengah adalah lanjutan pendidikan dasar, yang meiputi Sekolah Menengah
Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA),Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
o Tempat ibadah adalah tempat dan fasilitas umum yang berfungsi menyediakan tempat
atau menyelenggarakan peribadatan dan kegiatan keagamaan bagi jamaah pemeluknya
o Masjid menyediakan tempat atau menyelenggarakan peribadatan dan kegiatan keagamaan
bagi jemaah pemeluk agama Islam
o Gereja Keristen menyediakan tempat atau menyelenggarakan peribadatan dan kegiatan
keagamaan bagi jemaah pemeluk agama Keristen
o Gereja Katolik menyediakan tempat atau menyelenggarakan peribadatan dan kegiatan
keagamaan bagi jemaah pemeluk agama Katolik
o Pura menyediakan tempat atau menyelenggarakan peribadatan dan kegiatan keagamaan
bagi jemaah pemeluk agama Hindu
o Vihara menyediakan tempat atau menyelenggarakan peribadatan dan kegiatan keagamaan
bagi jemaah pemeluk agama Budha
o Kelenteng menyediakan tempat atau menyelenggarakan peribadatan dan kegiatan
keagamaan bagi jemaah pemeluk agama Khonghucu
o Pengelola tempat ibadah ialah orang atau sekelompok orang yang tergabung dalam suatu
organisasi bertujuan untuk melaksanakan tata kelola tempat ibadah. Kata lain yang sering
digunakan ialah pengurus, ta’mir dan lain-lain.
o Sarana olahraga adalah peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk kegiatan
olahraga .
o Prasarana olahraga adalah tempat atau ruang termasuk lingkungan yang digunakan untuk
kegiatan olah raga dan atau penyelenggaraan keolahragaan
o Sarana dan prasarana olahraga adalah tempat tempat umum yang dipergunakan masyarakan
untuk melakukan kegiatan olahraga, baik sebagai pelaku olahraga ataupun sebagai
penonton
o Hotel adalah fasilitas dan tempat umum yang berfungsi memberikan pelayanan akomodasi
menginap berupa kamar-kamar di dalam suatu bangunan, yang dapat dilengkapi dengan
jasa pelayanan makan dan minum, kegiatan hiburan dan/atau fasilitas lainnya secara harian
dengan tujuan memperoleh keuntungan
o Usaha hotel adalah usaha penyediaan akomodasi berupa kamar-kamar di dalam suatu
bangunan, yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum, kegiatan
hiburan dan/atau fasilitas lainnya secara harian dengan tujuan memperoleh keuntungan
o Standar Usaha Hotel adalah rumusan kualifikasi usaha hotel dan atau penggolongan kelas
usaha hotel yang mencakup aspek produk, pelayanan dan pengelolaan usaha hotel
o Hotel bintang adalah hotel yang telah memenuhi kriteria penilaian penggolongan kelas
hotel bintang satu, dua, tiga, empat dan lima
o Hotel non bintang adalah hotel yang tidak memenuhi kriteria penilaian penggolongan kelas
hotel bintang satu, dua, tiga, empat dan lima
o Mobil Bus adalah Kendaraan Bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk lebih
dari 8 (delapan) orang, termasuk untuk pengemudi atau yang beratnya lebih dari 3.500 (tiga
ribu lima ratus) kilogram. (PP no 5 Tahun 2012)
o Terminal adalah pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk mengatur
kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan atau barang, serta
perpindahan moda angkutan.
o Pengelola sarana transportasi bus dan terminal ialah orang atau sekelompok orang yang
tergabung dalam suatu organisasi bertujuan untuk melaksanakan tata kelola bus dan
terminal
o Sistem transportasi laut: Suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara penumpang,
barang, sarana dan pasarana ruang darat dan laut yang berinteraksi dalam rangka
perpindahan penumpang atau barang yang tercakup dalam tatanan baik alami maupun
buatan.
o Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan atau perairan dengan batas batas
tertentu sebagai tempat pemerinahan dan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat
kapal bersandar, naik /turun penumpang dan/atau bongkar muat barang berupa terminal dan
tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keamanan dan keselamatan
pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan inter dan
antar moda transportasi
o Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan
untuk menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang
dan /atau barang dan kelancaran dan keselamatan berlayar, perpindahan intra dan /atau
antar moda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan memperhatikan
tata ruang wilayah.
o Bandar udara (Bandara) adalah kawasan di daratan dan /atau perairan degan batas-batas
tertentu yang di gunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik
turun penumpang,bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda
transportasi, yang di lengkapi degan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta
fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.
o Pesawat Udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat terbang diatmosfer karena gaya
angkat dari reaksi udara,tetapi bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi yang
digunakn untuk terbang
o Kantor Kesehatan Pelabuhan yang selanjutnya disingkat KKP adalah Unit Pelaksana
Teknis Kementerian Kesehatan diwilayah pelabuhan dan Bandar udara.
o Route Penerbangan adalah lintasan pesawat udara dari bandara asal ke bandara udara tujuan
melalui jalur penerbangan yang telah ditetapkan.
2. Standar Baku Mutu
Standar Baku Mutu Media Air
2.1 Air minum
Standar baku mutu (SBM) air minum meliputi kualitas fisik, biologi, kimia dan
radioaktivitas. Parameter wajib harus diperiksa secara berkala sesuai peraturan yang
berlaku, sedangkan parameter tambahan merupakan parameter yang wajib diperiksa hanya
bagi daerah yang mengindikasikan terdapat pencemaran kimia yang berhubungan dengan
parameter kimia tambahan tersebut.
Parameter wajib untuk SBM Fisik air minum ada 6 yaitu bau, warna, TDS, kekeruhan dan
suhu. Penentuan kadar maksimum bedasarkan pertimbangan kesehatan melalui tolerable
daily intake sebesar 2 liter/perorang/hari dengan berat badan rata-rata 60 kg.
SMB biologi air minum yang wajib untuk dipenuhi agar kualitas air minum aman dari
kontaminan biologi karena berkaitan langsung dengan perlindungan kesehatan. Ada 2
indikator untuk menilai kualitas biologi yaitu Escherichia coli dan Total bakteri koliform
yang harus tidak terdeteksi dalam 100 ml sampel air minum yang diperiksa.
SBM kimia air minum meliputi parameter wajib dan parameter tambahan, baik dari kimia
an-organik maupun organik. Semua parameter dalam kadar maksimum yang diperbolehkan
kecuali derajad keasaman (pH) yang merupakan kisaran tersendah dan tertinggi yang
diperbolehkan.
SBM untuk radioaktif dalam air minum berdasarkan pedoman WHO (2011) meliputi gross
alpha dan gross beta, sebagai penapisan adanya pencemaran radionuklida dalam air. Satuan
yang digunakan untuk SBM radioaktivitas adalah Becquerel/liter air minum yaitu unit
konsentrasi aktivitas radioaktif yang mengalami disintegrasi perdetik. Gross alpha berkaitan
dengan TDS karena radiasi alpha sangat mudah diserap oleh partikel dalam air sehingga
dengan tingginya TDS mengganggu sensitivitas pemeriksaan radiasi alpha. Sedangkan
radiasi beta berhubungan dengan kadar kalium -40 dalam air minum.
2.2 Air untuk keperluan hygiene dan sanitasi
Standar baku mutu air untuk keperluan hygiene dan sanitasi meliputi kualitas fisik, biologi,
kimia, dan radioaktivitas. Parameter wajib merupakan parameter yang harus diperiksa
secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan
untuk parameter tambahan hanya diwajibkan untuk diperiksa jika kondisi geohodrologi
mengindikasikan adanya potensi pencemaran berkaitan dengan parameter tambahan. Air
tersebut digunakan untuk pemeliharaan kebersihan perorangan dan wudhu tenaga kerja
serta untuk keperluan sanitasi seperti peturasan dan toilet.
Parameter fisik air wajib yang harus diperiksa untuk keperluan hygiene dan sanitasi. Dari
jumlah parameter sama dengan air minum tetapi kadar maksimum yang diperbolehkan
berbeda karena airnya tidak untuk diminum tetapi hanya untuk berkumur.
Parameter SBM biologi air untuk keperluan hygiene dan sanitasi sama dengan untuk air
minum tetapi untuk kadarnya berbeda untuk total koliform karena tidak digunakan untuk
air minum.
Terdapat 10 parameter kimia yang wajib diperiksa secara berkala untuk SBM kimia,
sedangkan parameter tambahan berjumlah 26 dan masing-masing kadarnya.
Parameter SBM radioaktivitas air untuk keperluan hygiene dan sanitasi sama dengan
parameter untuk air minum baik dari segi jumlah maupun kadar tertinggi yang
diperbolehkan.

2.3 Air kolam renang


Standar baku mutu air kolam renang meliputi kualitas fisik, biologi, kimia, dan
radioaktivitas.
Beberapa parameter fisik air kolam renang berbeda berdasarkan jenis kolam renang dan
bahan disinfektan yang digunakan dalam penyehatan air kolam renang. Demikian pula
ukuran luas per satuan pengguna/perenang, semakin dalam kolam renang, semakin luas
ruang yang diperlukan untuk setiap pengguna.
Lima parameter yang ditetapkan sebagai SBM biologi dalam air kolam renang. Empat
parameter tersebut terdiri dari indikator pencemaran oleh tinja (E. coli), bakteri yang tidak
berasal dari tinja (Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus dan Legionella spp).
Sedangkan Heterotrophic Plate Count (HPC) bukan merupakan indicator keberadaan jenis
bakteri tertentu tetapi hanya mengindikasikan perubahan kualitas air baku atau terjadinya
pertumbuhan kembali koloni bakteri heterotrophic.
Standar baku mutu air kolam renang meliputi 5 parameter yaitu alkalinitas, sisa khlor
bebas, sisa klhor terikat, total khlor dan potensial reduksi oksidasi (oxidation reduction
potential). Konsentrasi minimum untuk setiap parameter bergantung pada jenis kolam
renang. Jika kolam renang menggunakan disinfektan bromide, maka konsentrasi minimum
juga berbeda dibandingkan dengan konsentrasi khlorin. Masing-masing konsentrasi
minimum.
Parameter SBM radioaktivitas air kolam renang sama dengan parameter untuk air minum
baik dari segi jumlah maupun kadar tertinggi yang diperbolehkan.
2.4 Air Solus Per Aqua (SPA)
Standar baku mutu air SPA meliputi kualitas fisik, biologi, kimia dan radioaktivitas.
Beberapa parameter pada SBM air SPA berbeda berdasarkan jenis SPA (indoor atau
outdoor). Menggunakan air alam atau air yang diolah dan bahan disinfektan yang
digunakan dalam penyehatan air SPA.
Standar baku mutu fisik air SPA terdiri dari parameter kekeruhan, suhu, pH dan kejernihan.
Untuk SPA yang menggunakan bahan disinfektan bromide, kisaran SBM pHnya berbeda
dengan SPA yang menggunakan khlorin sebagai disinfektan.
Standar baku mutu (SBM) biologi untuk air SPA Parameternya meliputi Escherichia coli,
Heterotropic Plate Count (HPC), Pseudomonas aeruginosa, dan Legionella spp. Angka
maksimum Pseudomonas aeruginosa untuk air SPA alam lebih besar daripada angka
maksimum untuk air SPA yang diolah.
Standar baku mutu (SBM) kimia untukl air SPA terdiri dari kadar alkalinitas dan 5
parameter yang berkaitan dengan bahan disinfektan dan efektivitas pengolahan airnya. Jika
menggunakan khlor sebagai disinfektan maka sisa khlor minimum adalah 1 mg/l dan untuk
air SPA panas lebih tinggi yaitu 2-3 mg/l karena suhu tinggi akan mempercepat hilangnya
sisa khlor. Sedangkan jika menggunakan bromide maka SBMnya meliputi sisa bromide dan
total bromide, dan untuk air SPA yang panas memerlukan lebih banyak sisa atau total
bromide untuk mengelola risiko biologi. Oxidation Reduction Potential (ORP) ditetapkan
untuk mengukur effektivitas disinfeksi air dengan minimum ORP 720 mili Volt (mV) jika
diukur dengan menggunakan silver chloride electrode dan minimum 680 mV jika diukur
dengan menggunakan silver calomel electrode.
Parameter SBM radioaktivitas air SPA sama dengan parameter untuk air minum baik dari
segi jumlah maupun kadar tertinggi yang diperbolehkan.
2.5 Air Pemandian Umum
Standar baku mutu air pemandian umum meliputi kualitas fisik, biologi dan kimia. Besaran
nilai SBM bergantung pada jenis pemandian umum. Standar baku mutu fisik air pemandian
umum yang berasal dari air laut maupun air tawar meliputi parameter suhu, indeks ultra
violet, pH dan kejernihan.
Suhu air berkisar antara 15-35 oC dapat digunakan untuk rekreasi (berenang/menyelam)
dalam waktu yang cukup lama. Indeks ultra violet adalah ukuran pajanan sinar matahari
sekitar 4 jam terdekat dengan tengah hari yang dapat berdampak kesehatan pada kulit dan
mata. Derajat keasaman berkisar antara 5 – 9 agar kualitas fisik, biologi dan kimia dapat
terjaga karena sifat air alami tanpa pengolahan. Parameter yang penting lainnya adalah
kejernihan. Kejernihan air pemandian umum dapat ditentukan secara visual dengan
terlihatnya cakram Secchi berdiameter 200mm dalam minimal kedalaman 1,6 meter. Selain
itu parameter kejernihan juga dapat ditentukan dengan membandingkan kejernihan sumber
air alami dengan air pemandian umum yang sedang digunakan berkurang kejernihannya
kurang dari 20 persen.
Standar baku mutu biologi air untuk pemandian umum meliputi parameter fisik, biologi dan
kimia. SBM biologi ini terdiri dari dua nilai berdasarkan cara dalam menghitungnya yaitu
menggunakan nilai rata-rata geometric (geometric mean) dan nilai batas secara statistik
(statistical threshold value). Ada 2 jenis parameter biologi yang digunakan untuk menilai
kualitas biologi yaitu Enterococci untuk air laut dan air tawar dan E. coli hanya untuk air
tawar dengan satuan colony forming unit (CFU) dalam 100 ml sampel air. Pemeriksaan
sampel dilakukan setiap sebulan sekali dan hasilnya dikatakan memenuhi standar jika
<10% sampel melebihi standar statistical threshold value (STV).
Standar baku mutu kimia air pemandian umum hanya dalam satu parameter yaitu oksigen
terlarut/dissolved oxygen (DO) dalam satuan mg/liter, yaitu sebesar kurang atau sama
dengan 80% DO saturasi air alam yang diperkirakan levih besar dari 6,5.
Standar Baku Mutu Media Udara
Untuk Standar Baku Mutu Udara dalam Ruang mencakup parameter Fisik, Bilogi, Kimia
dan Radiaktifitas. Untuk Standar Baku Mutu Udara Ambient mencakup parameter Fisik, Kimia,
Biologi dan Radioaktivitas
Standar Baku Mutu Media pangan
Standar baku mutu media pangan mencakup parameter fisik, biologi dan kimia. Parameter
fisik mencakup Suhu Penyimpanan Bahan Pangan; Penyimpanan makanan jadi/masak; Suhu
Penyimpanan Dingin Bahan Pangan dan Pangan; Suhu dan waktu penyimpanan pangan siap saji dan
pangan kering. Untuk parameter biologi mencakup Standar Baku Mutu Biologi Pangan siap saji.
Sedangkan Parameter Kimia mengacu peraturan perundangan yang ada (Peraturan Kepala BPOM
Nomor HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 TENTANG PENETAPAN BATAS MAKSIMUM
CEMARAN MIKROBA DAN KIMIA DALAM MAKANAN)
Makanan seharusnya tidak mengandung:
Bakteri patogen, virus, atau mikroorganisme lainnya termasuk, tetapi tidak terbatas
padato, V.cholerae, Shigellaspp, Aeromonas, Rotavirus, Norovirus, Yersinia, Cryptosporidiumspp, and
Giardiaspp.; kontaminan, mycotoxins, bahan pengawet berbahaya, antibiotik, atau bahan beracun lainnya ;
bukti kontaminasi dari hewan pengerat ataupun serangga,jamur yang terlihat,atau bahan asing jenis
apapun.
Standar Baku Mutu Sarana dan Bangunan
Standar baku mutu sarana dan bangunan mencakup: kecukupan air; Standar Baku Mutu
Minimum Kuantitas Air untuk Minum dan Keperluan Higiene dan Sanitasi Tempat Pendidikan;
Kecukupan air untuk Fasyankes; Rasio orang per toilet secara umum; Sarana Sanitasi Sekolah; Sarana
Sanitasi tempat olahraga dan hiburan; Sarana Sanitasi Kolam Renang Umum; Sarana Sanitasi
Pertokoan dan Pusat Perbelanjaan; Sarana Sanitasi Fasyankes serta Luas/volume ruang kerja.
Standar Baku Mutu Limbah Cair
Standar Baku Mutu Limbah Cair dari 35 jenis Industri mengacu Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah
Standar Baku Mutu Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
Standar Baku Mutu Vektor terdiri dari Anopheles spp; Aedes spp dan Culex spp. Untuk
Standar Baku Mutu Binatang Pembawa Penyakit yaitu tikus, lalat, kecoa.
3. Persyaratan Kesehatan untuk semua Lokus TFU diatas
a. Media Air
b. Media Udara
c. Media Tanah
d. Media Pangan
e. Media Sarana dan Bangunan
f. Media Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
4. Kartu IKL TFU
Setiap TFU dibekali dengan kartu IKL sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
5. Pengawasan
Menteri Kesehatan atau kepala dinas kesehatan, provinsi dan kabupaten/kota mengangkat
tenaga pengawas dengan tugas pokok untuk melakukan:
a. Pemantauan dengan cara melakukan inspeksi kesehatan lingkungan terhadap
penyelenggaraan kesehatan lingkungan dalam mewujudkan media lingkungan yang
memenuhi SBMKL dan persyaratan kesehatan yang dilakukan oleh setiap
penyelenggara/pengelola TFU diatas
b. Pemeriksaan kualitas media lingkungan pada setiap jenis TFU dilakukan dengan:
1) Pengambilan sampel
2) Pengujian laboratorium
3) Analisis hasil pemantauan dan pemeriksaan sampel lingkungan
4) Rencana tindak lanjut untuk remediasi maupun peningkatan kualitas lingkungan
c. Dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan kesehatan lingkungan jenis TFU diatas
secara berkala, para petugas kesehatan lingkungan dibekali dengan sarana, alat dana tau
instrumen sesuai jenis parameter yang diwajibkan dalam SBMKL berupa alat pemeriksaan
parameter lingkungan dan kartu Inspeksi Kesehatan Lingkungan TFU
d. Hasil pengawasan penyelenggaraan kesehatan lingkungan tersebut harus dianalisis untuk
menjadi bahan rekomendasi tindak lanjut dan atau bahan penilaian status kesehatan
lingkungan pada setiap jenis TFU diatas.
e. Dalam jangka menengah atau panjang, hasil pengawasan penyelenggaraan kesehatan
lingkungan dapat menjadi bahan rekomendasi kebijakan oleh Kementerian Kesehatan,
Kementerian terkait dan Dinas terkait.
Rumah
Dalam rangka mengendalikan faktor risiko lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit atau
gangguan kesehatan lainnya kepada masyarakat sekitar, sesuai dengan amanah pada Undang-
undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 162, bahwa upaya kesehatan lingkungan
ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Kesehatan lingkungan merupakan kondisi dinamis dari interaksi masyarakat dengan lingkungan
fisik, kimia, biologis dan sosial yang merupakan faktor risiko kesehatan.
Fakta dari penyelenggaraan kesehatan lingkungan yaitu, 13 juta kematian di dunia setiap tahun
dapat dicegah dg lingkungan sehat, ⅓ penyakit (pada anak-anak di bawah 5 tahun) disebabkan
oleh kondisi lingkungan seperti air yang tidak sehat dan pencemaran udara. Penyehatan lingkungan
akan mencegah 40% kematian, 41% kematian karena infeksi saluran pernafasan dan 94%
kematian karena diare. Di negara maju, lingkungan yg sehat secara bermakna menurunkan insiden
kanker, penyakit jantung, asthma, infeksi saluran pernafasan, penyakit musculoskeletal, kecelakaan
lalu lintas, keracunan dan tenggelam. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan permukiman yang
bersih dan sehat merupakan kewajiban dan tanggung jawab bersama baik pemerintah, swasta, dan
masyarakat, sesuai dengan amanah UU Kesehatan Pasal 163 (ayat 1), yaitu pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak
mempunyai risiko buruk bagi kesehatan, yang mana dalam pelaksanaannya, tidak hanya koordinasi
melalui lintas program, tetapi lintas sektor juga terlibat di dalamnya.
Penyelenggaraan IKL dimaksudkan dalam rangka penilaian rumah sehat, dan dilaksanakan
sebagai berikut;
Pelaksana Penilaian
Petugas kesehatan lingkungan/sanitarian kabupaten/kota, termasuk petugas kesehatan
lingkungan/sanitarian puskesmas petugas kesehatan lingkungan/sanitarian kabupaten/kota,
termasuk petugas kesehatan lingkungan/sanitarian puskesmas
Substansi yang dinilai yaitu “minimal” persyaratan kesehatan berdasarkan peraturan yang yang
berlaku, yaitu;
a. Penyehatan air
 Akses terhadap air bersih kurang dari 50 meter
b. Penyehatan udara
 Laju alir udara pada ventilasi
 Kelembaban
 Pencahayaan
 Suhu
c. Penyehatan tanah
 Tidak diketemukan mikroba dan atau parasit (cacing/ telur cacing) pembawa penyakit di
lingkungan rumah
d. Penyehatan sarana dan bangunan
 Tidak diketemukan mikroba, jamur, debu pada permukaan padat
e. Penyehatan pangan
 Memiliki tempat penyimpanan peralatan masak dan makan
 Jika tidak memakai jaringan perpipaan, maka tempat penampungan air minum/ matang
serta kebutuhan memasak dalam keadaan tertutup
f. Pengamanan limbah (meliputi limbah cair, dan padat)
 Memiliki sarana pembuangan air limbah/ SPAL, dan tidak terlihat sampah berserakan
 Akses terhadap jamban kurang dari 50 meter
g. Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit (seperti lalat, nyamuk, kecoak, tikus,
dan binatang pembawa penyakit lainnya)
 Tidak diketemukan di lingkungan dalam dan sekitar rumah
Alat Penilaian yaitu Formulir atau Kartu Rumah
Pengembangan dari variabel penilaian dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
daerah Metode Penilaian (Inspeksi Kesehatan Lingkungan/ IKL). Dalam melakukan IKL, petugas
kesehatan lingkungan menggunakan formulir/ kartu rumah.
a. Sasaran
Inspeksi kesehatan lingkungan dilakukan terhadap seluruh rumah yang ada
b. Metode
1) Formulir/ kartu rumah, merupakan alat penilaian dalam melakukan IKL
2) Pemeriksaan dilakukan secara visual seperti suhu, kelembaban, intensitas pencahayaan,
dan pengukuran langsung lainnya yang memungkinkan.
3) Peralatan dan bahan yang digunakan sesuai dengan sasaran pemeriksaan, antara lain
peralatan Kit Sanitarian, Food Contamination Kit, Water Test Kit dan peralatan lain
sesuai dengan pedoman pelaksanaan atau pedoman teknis yang ada.

2.6 Mekanisme Pelaksanaan Penilaian/IKL Rumah Sehat

Penilaian/IKL; Pengolahan Data Pengolahan Data Sederhana


Petugas Kesling/Sanitarian Sederhana di Puskesmas; di Kabupaten/Kota;
Puskesmas/Kabupaten Kompilasi daftar rumah Kompilasi daftar rumah
Petugas Kesehatan lainnya memenuhi syarat memenuhi syarat
di puskesmas kesehatan/tidak kesehatan/tidak
Tim Penggerak PKK tingkat berdasarkan nama dan berdasarkan nama dan
Desa/Kelurahan alamat serta kepemilikan alamat serta kepemilikan
Kader Kesehatan tingkat dusun/RT-RW tingkat desa/kelurahan

Pelaporan oleh Kab./Kota ditujukan kepada;


Dinkes Provinsi c.q. Seksi Penyehatan
Lingkungan
Dinas PUPera
Institusi terkait lainnya (contoh: Dinas PUPera)
sebagai rekomendasi

Kegiatan penyehatan rumah merupakan rangkaian upaya pengawasan kesehatan


lingkungan, pengendalian faktor risiko dan peningkatan kualitas sanitasi yang dilakukan secara
berkesinambungan, yaitu penilaian/ Inspeksi Kesehatan Lingkungan rumah kembali dengan metode
yang sama.
2.3.3. Penyehatan pangan
Keamanan makanan merupakan kebutuhan masyarakat, karena makanan yang aman akan
melindungi dan mencegah terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan lainnya. Higiene Sanitasi
Pangan adalah pengendalian terhadap faktor makanan, orang, tempat dan peralatan yang dapat atau
mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya. Dengan meningkatnya
kebutuhan masyarakat terhadap pangan yang disediakan di luar rumah, maka produk-produk pangan
yang disediakan oleh perusahaan atau perorangan yang bergerak dalam usaha penyediaan pangan untuk
kepentingan umum, haruslah terjamin kesehatan dan keselamatannya. Hal ini hanya dapat terwujud bila
ditunjang dengan keadaan higiene dan sanitasi Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang baik dan
dipelihara secara bersama oleh pengusaha dan masyarakat.
TPM yang dimaksud meliputi rumah makan/restoran, jasaboga/katering, industri pangan,
kantin, pangan jajanan, depot air minum dan sebagainya. Sebagai salah satu jenis tempat pelayanan
umum yang mengolah dan menyediakan pangan bagi masyarakat banyak, maka TPM memiliki potensi
yang cukup besar untuk menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit bahkan keracunan akibat dari
pangan yang dihasilkannya.
Dengan demikian kualitas pangan yang dihasilkan, disajikan dan dijual oleh TPM harus
memenuhi syarat-syarat kesehatan. Salah satu syarat kesehatan TPM yang penting dan mempengaruhi
kualitas higiene sanitasi pangan tersebut adalah faktor lokasi dan bangunan TPM. Lokasi dan bangunan
yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan memudahkan terjadinya kontaminasi pangan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus dan parasit serta bahan-bahan kimia yang dapat
menimbulkan risiko terhadap kesehatan.
Di Indonesia peraturan yang terkait dengan Higiene Sanitasi Pangan diatur regulasi sebagai
berikut :
1. Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
3. Kepmenkes RI Nomor 942 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Higiene Sanitasi
Makanan Jajanan
4. Kepmenkes RI Nomor 1098 Tahun 2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah
Makan dan Restoran
5. Permenkes RI Nomor 1096 tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga
6. Permenkes RI Nomor 2 Tahun 2013 tentang KLB Keracunan Pangan
7. Permenkes RI Nomor 43 tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum
Inspeksi kesehatan lingkungan di TPM dilakukan dengan menggunakan instrumen baku
yang terdapat dalam Lampiran Permenkes :
1. IKL Makanan Jajanan
a. Pengertian
1) Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin di tempat
penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain
yang disajikan jasa boga, rumah makan/ restoran, dan hotel.
2) Penanganan makanan jajanan adalah kegiatan yang meliputi pengadaan, penerimaan bahan
makanan, pencucian, peracikan, pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan,
penyimpanan, pengangkutan, penyajian makanan atau minuman.
3) Bahan makanan adalah semua bahan makanan dan minuman baik terolah maupun tidak,
termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong.
4) Hygiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan
perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan
kesehatan.
5) Penjamah makanan jajanan adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung
berhubungan dengan makanan dan peralatannya sejak dari tahap persiapan, pembersihan,
pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian.
6) Pengelola sentra adalah orang atau badan yang bertanggungjawab untuk mengelola tempat
kelompok pedagang makanan jajanan.
7) Peralatan adalah barang yang digunakan untuk penanganan makanan jajanan.
8) Sarana penjaja adalah fasilitas yang digunakan untuk penanganan makanan jajanan baik
menetap maupun berpindah-pindah.
9) Sentra pedagang makanan jajanan adalah tempat sekelompok pedagang yang melakukan
penanganan makanan jajanan.
b. Penjamah Makanan
Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan
harus memenuhi persyaratan antara lain :
1) Tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza, diare, penyakit
perut sejenisnya;
2) Menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya);
3) Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian;
4) Memakai celemek, dan tutup kepala;
5) Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
6) Menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas tangan;
7) Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian
lainnya);
8) Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa
menutup mulut atau hidung.
c. Peralatan
1) Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus sesuai
dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi;peralatan yang sudah
dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun;
2) lalu dikeringkan dengan alat pengering/ lap yang bersih
3) kemudian peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang bebas pencemaran.
4) Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai.
d. Air, Bahan Makanan, Bahan Tambahan, dan Penyajian
Air
1) Air yang digunakan dalam penanganan makanan jajanan harus air yang memenuhi standar
dan Persyaratan Hygiene Sanitasi yang berlaku bagi air bersih atau air minum.
2) Air bersih yang digunakan untuk membuat minuman harus dimasak sampai mendidih.
Bahan Makanan
1) Semua bahan yang diolah menjadi makanan jajanan harus dalam keadaan baik mutunya,
segar dan tidak busuk.
2) Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan jajanan harus bahan
olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kadaluwarsa, tidak cacat atau tidak
rusak.
Bahan Tambahan
1) Penggunaan bahan tambahan makanan dan bahan penolong yang digunakan dalam mengolah
makanan jajanan harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2) Bahan makanan, serta bahan tambahan makanan dan bahan penolong makanan jajanan siap
saji harus disimpan secara terpisah
3) Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk haru disimpan dalam wadah
terpisah.
Penyajian
1) Makanan jajanan yang disajikan harus dengan tempat/ alat perlengkapan yang bersih, dan
aman bagi kesehatan.
2) Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup.
3) Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam keadaan bersih
dan tidak mencemari makanan.
4) Pembungkus dilarang ditiup.
5) Makanan jajanan yang diangkut, harus dalam keadaan tertutup atau terbungkus dan dalam
wadah yang bersih.
6) Makanan jajanan yang diangkut harus dalam wadah yang terpisah dengan bahan mentah
sehinggga terlindung dari pencemaran.
7) Makanan jajanan yang siap disajikan dan telah lebih dari 6 (enam) jam apabila masih dalam
keadaan baik, harus diolah kembali sebelum disajikan.
e. Sarana Penjaja
Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya harus dibuat sedemikian
rupa sehingga dapat melindungi makanan dari pencemaran. Konstruksi sarana penjaja harus
memenuhi persyaratan yaitu antara lain:
1) mudah dibersihkan;
2) tersedia tempat untuk :
o air bersih;
o penyimpanan bahan makanan;
o penyimpanan makanan jadi/siap disajikan;
o penyimpanan peralatan;
o tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan);
o tempat sampah.
3) Pada waktu menjajakan makanan harus terlindungi dari debu, dan pencemaran.
2. IKL Rumah makan dan restoran
a. Dinas Kesehatan Kabupaten melibatkan Asosiasi setempat melaksanakan penetapan tingkat
mutu hygiene sanitasi terhadap rumah makan dan restoran yang telah memiliki sertifikat laik
hygiene sanitasi.
b. Pelaksanaan penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi rumah makan dan restoran didahului
dengan temu karya pengusaha oleh Asosiasi tentang Hygiene sanitasi makanan.
c. Pemeriksaan untuk penetapan tingkat mutu Hygiene sanitasi rumah makan dan restoran
dengan menggunakan formulir RM. 2
d. Hasil pemeriksaan untuk penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi rumah makan dan restoran
dibuatkan Berita Acara dengan menggunakan formulir RM.
e. Keputusan penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi rumah makan dan restoran dikeluarkan
oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Asosiasi setempat berdasarkan
sebagaimana butir 3 dan 4.
f. Skore untuk penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi rumah makan dan restoran sebagaimana
berikut :
o Tingkat mutu C dengan skore : 700 – 800.
o Tingkat mutu B dengan skore : 801 – 900.
o Tingkat mutu A dengan skore : 901 – 1000.
g. Setiap rumah makan dan restoran yang memenuhi tingkat mutu sesuai dengan skore yang
diperoleh diberikan tanda plakad tingkat mutu sebagai berikut :
o Tingkat mutu A dengan latar belakang putih dan huruf biru.
o Tingkat mutu B dengan latar belakang cream dan huruf hijau.
o Tingkat mutu C dengan latar belakang hijau dan huruf putih.
h. Plakad tingkat mutu yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten dan Asosiasi
setempat harus dipasang pada bagian bangunan rumah makan dan restoran yang mudah dilihat
oleh pengunjung. 9. Tingkat mutu hygiene sanitasi rumah makan dan restoran berlaku selama
3 (tiga) tahun dan akan ditinjau kembali setelah 12 (dua belas) bulan kemudian.
i. Pemeriksaan ulang tingkat mutu hygiene sanitasi dilakukan sewaktu-waktu yang didahului
dengan kursus-kursus hygiene sanitasi makanan.
j. Bilamana dari hasil pemeriksaan ulang menunjukkan penurunan berturut-turut selama masa
dua kali pemeriksaan, maka tingkat mutu hygiene sanitasi rumah makan dan restoran dapat
dicabut atau diturunkan.
k. Bagi rumah makan dan restoran yang memperoleh skore di bawah persyaratan tingkat mutu
yang bersangkutan diberitahukan secara tertulis disertai dengan saran perbaikan menggunakan
formulir RM. 6.
l. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten dan Asosiasi melaporkan hasil kegiatan penetapan tingkat
mutu secara berkala dengan menggunakan formulir RM kepada Bupati setempat dan
disebarluaskan kepada masyarakat.
m. Bupati secara berkala setahun sekali dapat mempublikasikan rumah makan dan restoran yang
telah memiliki predikat tingkat mutu hygiene sanitasi kepada masyarakat umum dengan
menggunakan formulir RM.
n. Skore hasil penilaian Pembinaan dan Pengawasan serta Penetapan Tingkat Mutu atau Grade
rumah makan dan restoran dari waktu ke waktu agar dicatat dan di hari-hari besar tertentu
dapat dipakai sebagai dasar penilaian lomba hygiene sanitasi rumah makan dan restoran dan
diumumkan secara resmi oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam suatu upacara hari
besar (Reward System).
3. IKL Jasaboga
a. Jasaboga golongan A1
Kriteria :
Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan makanan yang
menggunakan dapur rumah tangga dan dikelola oleh keluarga.
Persyaratan teknis:
1) Pengaturan ruang
Ruang pengolahan makanan tidak boleh dipakai sebagai ruang tidur.
2) Ventilasi/ penghawaan
Apabila bangunan tidak mempunyai ventilasi alam yang cukup, harus menyediakan
ventilasi buatan untuk sirkulasi udara. Pembuangan udara kotor atau asap harus tidak
menimbulkan gangguan terhadap lingkungan.
3) Tempat cuci tangan dan tempat cuci peralatan
Tersedia tempat cuci tangan dan tempat cuci peralatan yang terpisah dengan permukaan
halus dan mudah dibersihkan.
4) Penyimpanan makanan
Untuk tempat penyimpanan bahan pangan dan makanan jadi yang cepat membusuk harus
tersedia minimal 1 (satu) buah lemari es (kulkas).
b. Jasaboga golongan A2
Kriteria:
Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan yang
menggunakan dapur rumah tangga dan memperkerjakan tenaga kerja.
Persyaratan Teknis:
1) Memenuhi persyaratan teknis jasaboga golongan A1.
2) Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut :
o Pengaturan ruang: Ruang pengolahan makanan harus dipisahkan dengan dinding
pemisah yang memisahkan tempat pengolahan makanan dengan ruang lain.
o Ventilasi/ penghawaan: Pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan alat
pembuangan asap yang membantu pengeluaran asap dapur sehingga tidak mengotori
ruangan.
o Penyimpanan makanan: Untuk penyimpanan bahan pangan dan makanan yang cepat
membusuk harus tersedia minimal 1 (satu) buah lemari es (kulkas).
o Ruang ganti pakaian: Bangunan harus dilengkapi dengan ruang/ tempat penyimpanan
dan ganti pakaian dengan luas yang cukup; dan Fasilitas ruang ganti pakaian berada/
diletakkan di tempat yang dapat mencegah kontaminasi terhadap makanan.
c. Jasaboga golongan A3
Kriteria: Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan yang
menggunakan dapur khusus dan memperkerjakan tenaga kerja.
Persyaratan teknis
1) Memenuhi persyaratan teknis jasaboga golongan A2.
2) Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut :
o Pengaturan ruang: ruang pengolahan makanan harus terpisah dari bangunan untuk
tempat tinggal.
o Ventilasi/ penghawaan: pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan alat
pembuangan asap atau cerobong asap atau dapat pula dilengkapi dengan alat
penangkap asap (smoke hood).
o Ruang pengolahan makanan: Tempat memasak makanan harus terpisah secara jelas
dengan tempat penyiapan makanan matang. Harus tersedia lemari penyimpanan
dingin yang dapat mencapai suhu –50C dengan kapasitas yang cukup untuk melayani
kegiatan sesuai dengan jenis makanan/bahan makanan yang digunakan.
o Alat angkut dan wadah makanan
1. Tersedia kendaraan khusus pengangkut makanan dengan konstruksi tertutup dan
hanya dipergunakan untuk mengangkut makanan siap saji.
2. Alat/ tempat angkut makanan harus tertutup sempurna, dibuat dari bahan kedap
air, permukaan halus dan mudah dibersihkan.
3. Pada setiap kotak (box) yang dipergunakan sekali pakai untuk mewadahi
makanan, harus mencantumkan nama perusahaan, nomor Izin Usaha dan nomor
Sertifikat Laik Higiene Sanitasi.
o Jasaboga yang menyajikan makanan tidak dengan kotak, harus mencantumkan nama
perusahaan dan nomor Izin Usaha serta nomor Sertifikat Laik Higiene Sanitasi di
tempat penyajian yang mudah diketahui umum.
d. Jasaboga Golongan B
Kriteria:
Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat khusus untuk asrama jemaah haji, asrama
transito, pengeboran lepas pantai, perusahaan serta angkutan umum dalam negeri dengan
pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan mempekerjakan tenaga kerja.
Persyaratan teknis :
a. Memenuhi persyaratan teknis jasaboga golongan A3.
b. Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut :
1) Halaman
Pembuangan air kotor harus dilengkapi dengan penangkap lemak (grease trap)
sebelum dialirkan ke bak penampungan air kotor (septic tank) atau tempat
pembuangan lainnya.
2) Lantai
Pertemuan antara lantai dan dinding tidak terdapat sudut mati dan harus lengkung
(conus) agar mudah dibersihkan.
3) Pengaturan ruang
Memiliki ruang kantor dan ruang untuk belajar/khusus yang terpisah dari ruang
pengolahan makanan.
4) Ventilasi/ penghawaan
Pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan penangkap asap (hood), alat
pembuang asap dan cerobong asap.
5) Fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan
(a) Fasilitas pencucian dari bahan yang kuat, permukaan halus dan mudah
dibersihkan.
(b) Setiap peralatan dibebashamakan sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm atau
air panas 80oC selama 2 menit.
(c) Tempat cuci tangan
Setiap ruang pengolahan makanan harus ada minimal 1 (satu) buah tempat cuci
tangan dengan air mengalir yang diletakkan dekat pintu dan dilengkapi dengan
sabun.
(d) Ruang pengolahan makanan
Tersedia ruang tempat pengolahan makanan yang terpisah dari ruang tempat
penyimpanan bahan makanan.Tersedia lemari penyimpanan dingin yang dapat
mencapai suhu –5oC sampai –10oC dengan kapasitas yang cukup memadai sesuai
dengan jenis makanan yang digunakan.
e. Jasaboga Golongan C
Kriteria: Jasaboga yang melayani kebutuhan alat angkutan umum internasional dan pesawat
udara dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan memperkerjakan tenaga kerja.
Persyaratan:
a. Memenuhi persyaratan jasaboga golongan B.
b. Memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut :
1) Ventilasi/ penghawaan
a) Pembuangan asap dilengkapi dengan penangkap asap (hood), alat pembuang asap,
cerobong asap, saringan lemak yang dapat dibuka dan dipasang untuk dibersihkan
secara berkala.
b) Ventilasi ruangan dilengkapi dengan alat pengatur suhu ruangan yang dapat
menjaga kenyamanan ruangan.
2) Fasilitas pencucian alat dan bahan
a) Terbuat dari bahan logam tahan karat dan tidak larut dalam makanan seperti
stainless steel.
b) Air untuk keperluan pencucian peralatan dan cuci tangan harus mempunyai
kekuatan tekanan sedikitnya 15 psi (1,2 kg/cm2).
3) Ruang pengolahan makanan
a) Tersedia lemari penyimpanan dingin untuk makanan secara terpisah sesuai dengan
jenis makanan/bahan makanan yang digunakan seperti daging, telur, unggas, ikan,
sayuran dan buah dengan suhu yang dapat mencapai kebutuhan yang disyaratkan.
b) Tersedia gudang tempat penyimpanan makanan untuk bahan makanan kering,
makanan terolah dan bahan yang tidak mudah membusuk.
c) Rak penyimpanan makanan harus mudah dipindahkan dengan menggunakan roda
penggerak sehingga ruangan mudah dibersihkan.
2.3.4. Pengamanan limbah dan radiasi
Pengelolaan limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) dimaksudkan agar limbah
B3 yang dihasilkan sesedikit mungkin dan bahkan diusahakan sampai nol, yang dilakukan dengan cara
mengurangi dan/ atau menghilangkan sifat bahaya dan/atau sifat racun.
Limbah yang termasuk dalam kategori limbah B3 yaitu :
1. Karakteristik infeksius;
Limbah Infeksius Contoh
Darah Serum, plasma, dan komponen darah lainnya
cairan tubuh Semen, sekresi vagina, cairan serebrospinal, cairan pleural,
cairan peritoneal, cairan perikardial, cairan amniotik, dan cairan
tubuh lainnya yang terkontaminasi darah.
Limbah laboratorium
yang bersifat infeksius
Limbah yang berasal
dari kegiatan isolasi
Limbah yang berasal
dari kegiatan yang
menggunakan hewan
uji
2. benda tajam;
3. patologis;
4. bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa
kemasan;
5. radioaktif;
6. farmasi;
7. sitotoksik;
8. peralatan medis yang memiliki kandungan logam
berat tinggi; dan
9. tabung gas atau kontainer bertekanan.

Tidak termasuk dalam kelompok cairan tubuh yaitu:


a. urin, kecuali terdapat darah,
b. feses, kecuali terdapat darah, dan
c. muntah, kecuali terdapat darah.

Tahapan pengelolaan limbah B3 di fasyankes :


1. Pengurangan dan Pemilahan
a. Menghindari penggunaan material yang mengandung
bahan berbahaya dan beracun apabila terdapat pilihan
yang lain
b. Melakukan tata kelola yang baik (good house
keeping) setiap bahan atau material yang berpotensi
menimbulkan gangguan kesehatan dan/atau
pencemaran terhadap lingkungan Contoh Pengurangan
c. Melakukan pemisahan aliran limbah (waste stream)
menurut jenis, kelompok, dan/atau karakteristik limbah
d. Melakukan tata kelola yang baik pengadaan bahan kimia dan bahan farmasi untuk menghindari
terjadinya penumpukan dan kedaluwarsa; dan
e. Melakukan pencegahan dan perawatan berkala terhadap peralatan sesuai jadwal.
2. Penyimpanan Limbah B3
Limbah B3 harus disimpan di tempat penyimpanan khusus yang tidak dapat diakses oleh
masyarakat umum maupun binatang. Tempat penyimpanan B3 harus memiliki ijin yang
dikeluarkan oleh BLHD setempat. Dalam hal Fasyankes tidak dapat melakukan pengelolaan maka
limbah B3 dapat diserahkan kepada fasyankes lain yang memiliki ijin paling lama 2 (2 hari) sejak
limbah dihasilkan.
Penyimpanan limbah harus menggunakan wadah/ kemasan sesuai kategori limbah yang
dihasilkan. Warna kemasan (plastik) sesuai karakteristik limbah dan serta diberikan simbol dan
label pada setiap kemasan.

3. Pengangkutan Limbah B3
Pengangkutan insitu : dari penghasil limbah B3 ke TPS
Pengangkutan exsitu : dari TPS ke pengolah limbah yang berijin.
Pengangkutan ke luar fasyankes dapat dilakukan oleh pihak ke 3 (transporter) atau dilakukan
sendiri dengan menggunakan kendaraan khusus (roda 3) dengan persetujuan yang diterbitkan oleh
Kepala Instansi Lingkungan Hidup. Pengangkutan limbah wajib menggunakan alat angkut yang
berijin, terdapat symbol limbah B3 pada kendaraan dan dilengkapi dengan manifest limbah B3.
4. Pengolahan Limbah B3
Pengolahan limbah dibagi menjadi dua yaitu pengolahan secara termal dan non termal. Pengolahan
limbah secara termal menggunakan peralatan seperti autoklaf, gelombang mikro, iradiasi frekuensi
radio dan incinerator.
5. Penguburan Limbah B3
Penguburan limbah B3 hanya dapat dilakukan untuk limbah patologis dan limbah benda tajam.
Penguburan limbah B3 harus memperoleh persetujuan yang diterbitkan oleh Kepala Instansi
Lingkungan Hidup.
6. Penimbunan Limbah B3
Penimbulan limbah dilakukan terhadap limbah B3 berupa abu terbang incinerator dan slag (abu
dasar incinerator). Penimbunan dapat dilakukan di penimbunan saniter atau penimbunan terkendali
atau penimbunan limbah akhir B3 yang memiliki izin pengelolaan limbah B untuk kegiatan
penimbunan limbah B3. Sebelum dilakukan penimbunan, limbah wajib di enkapsulasi atau
enertisasi.
IKL Pengelolaan Limbah Medis Cair
1. Pengertian
Limbah Cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan Fasyankes yang
kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun, kotoran, dan darah yang
berbahaya bagi kesehatan. Pengelolaan limbah cair adalah proses penanganan limbah cair dari
sumber penghasil, penyaluran hingga pengolahannya termasuk pengawasan, pencatatan dan
pelaporan sehingga memenuhi baku mutu efluen yang berlaku dan tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Volume limbah yang dihasilkan per
hari per tempat tidur yaitu 500 s.d. 950 liter atau rata-rata 650 liter, sedangkan 20 s.d. 60 liter per
orang per hari untuk petugas.

2. Prinsip dan Tujuan Pengolahan


Prinsip pengolahan limbah yaitu menghilangkan atau mengurangi kontaminan yang terdapat di
dalam limbah cair sehingga hasil olahan limbah dapat dimanfaatkan kembali atau tidak mengganggu
lingkungan apabila dibuang ke lingkungan.
Tujuan pengelolaan limbah yaitu:
a. Mengurangi jumlah padatan tersuspensi.
b. Mengurangi jumlah padatan terapung.
c. Mengurangi jumlah bahan organik.
d. Menghilangkan mikroorganisme patogen.
e. Mengurangi jumlah bahan kimia yang berbahaya dan beracun.
f. Mengurangi unsur nutrisi (N dan P) yang berlebihan.
g. Mengurangi unsur lain yang dianggap dapat menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem.

3. Metode Pengolahan Limbah Cair


a. Pre-Treatment (Pra Pengolahan)
Proses pendahuluan yang berlangsung dan dilakukan untuk menghilangkan benda-benda
kasar/sampah dalam limbah cair yang berukuran besar dan mudah terlihat mata, seperti kayu,
plastik, sisa kain, pasir, dll.
b. Primary Treatment (Pengolahan Primer)
Proses yang berlangsung secara fisik, yakni padatan dibiarkan mengendap atau terapung,
kemudian dipisahkan. Proses ini mereduksi Bological Oxygen Demand sebanyak 25-30% dan
Total Suspended Solid sebanyak 50-60%.
c. Primary Treatment (Pengolahan Primer)
Proses yang berlangsung secara fisik, yakni padatan dibiarkan mengendap atau terapung,
kemudian dipisahkan. Proses ini mereduksi Bological Oxygen Demand sebanyak 25-30% dan
Total Suspended Solid sebanyak 50-60%.
d. Tertiary Treatment (Pengolahan Tersier)
Proses pengolahan untuk memperoleh sludge atau lumpur dari primary dan secondary treatment.
e. Tertiary Treatment (Pengolahan Tersier)
Proses pengolahan untuk memperoleh sludge atau lumpur dari primary dan secondary treatment.

4. Teknologi Pengelolaan Limbah Cair


a. Teknologi Septic Tank dan Lumpur Aktif
Kelebihan Kelemahan
 Pengoperasian dan perawatannya mudah.  Kadang-kadang konsentrasi BOD
 Dapat mengolah limbah cair dengan beban BOD air olahan masih tinggi.
yang besar.  Terjadi bulking atau buih (foam)
 Dapat dipasang beberapa tahap (multi stage), seperti pada lumpur aktif
sehingga tahan terhadap fluktuasi beban
pengolahan.
 Reaksi nitrifikasi lebih mudah terjadi, sehingga
efisiensi penghilangan amonium lebih besar

b. Teknologi Extended Aeration


Kelebihan Kelemahan
 Pengoperasian dan perawatannya mudah.  Dalam proses diperlukan bahan
 Lahan yang dibutuhkan relatif kecil. tambahan berupa biofilter.
 Biaya operasi rendah.  Biaya investasi relatif lebih besar.
 Dibandingkan dengan lumpur aktif, lumpur yang  Pada keadaan jenuh dengan biofilm
terjadi relatif lebih sedikit. yang sudah tebal, maka biofilter
 Dapat menghilangkan nitrogen dan fosfor yang harus dibersihkan agar bekerja
dapat menyebabkan eutrofikasi pertumbuhan optimal.
yang tidak terkendali pada tanaman air (gulma).
 Dapat digunakan untuk limbah cair yang beban
BOD cukup besar.
 Suplai udara untuk aerasi lebih sedikit.

c. Teknologi Rotating Biological Contactor


Kelebihan Kelemahan
 Pengoperasian dan perawatannya mudah.  Pengendalian jumlah
 Untuk kapasitas kecil/paket, dibandingkan mikroorganisme sulit dilakukan.
dengan proses lumpur aktif konsumsi energi lebih  Sensitif terhadap perubahan
rendah. temperatur.
 Dapat dipasang beberapa tahap (multi stage),  Kadang-kadang konsentrasi BOD
sehingga tahan terhadap fluktuasi beban air olahan masih tinggi.
pengolahan.  Dapat menimbulkan pertumbuhan
 Reaksi nitrifikasi lebih mudah terjadi, sehingga cacing rambut dan bau yang tidak
efisiensi penghilangan amonium lebih besar. sedap.
 Tidak terjadi bulking atau buih (foam) seperti
pada lumpur aktif.

d. Teknologi Filter Anaerobik


Kelebihan Kelemahan
 Pengoperasian dan perawatannya mudah.  Memerlukan lahan yang cukup luas.
 Proses pengolahan sangat sederhana.  Hanya diterapkan untuk limbah cair
 Tidak diperlukan mesin blower yang dengan debit yang terlalu besar.
memerlukan biaya operasional dan  Menghasilkan gas pembusukan
pemeliharaan yang tinggi. (metana dan sulfida) yang dapat
 Tidak menggunakan bahan kimia. mengganggu estetika.
 Dihasilkan scum (endapan terapung)
yang harus dibersihkan dari sistem

e. Teknologi Anaerobik-Aerobik
Kelebihan Kelemahan
 Pengoperasian dan perawatannya mudah.  Biaya investasi lebih mahal.
 Proses pengolahan sangat sederhana.  Menghasilkan bau metana dan
 Dapat mengolah limbah cair dengan beban sulfida pada bak anaerob.
organik tinggi.
 Dapat menghilangkan nitrogen dan fosfor.
 Suplai oksigen relatif kecil.
 Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit.
 Tahan terhadap shock loading.
 Tidak menggunakan bahan kimia

5. Cara Memilih IPAL


Menentukan kapasitas IPAL dengan Asumsi 80 % x jumlah tempat tidur (tidur 5 tahun) x 0,5 m 3/
hari/ tempat tidur. 0,5 m3/ hari/ tempat tidur adalah jumlah pemakaian air bersih (WHO). Dalam
memilih Ipal yang digunakan sebaiknya mempertimbangkan hal-hal berikut ini.
a. Memahami dengan benar konsep yang terjadi pada setiap sistem IPAL
b. Keuntungan dan kerugian yang terjadi jika memakai IPAL
c. Sebaiknya melihat IPAL yang sudah beroperasi di tempat lain minimal 3 tahun
d. Sebaiknya sistem IPAL ekonomis dalam operasional, pemeliharaan, dan perawatan
e. Risiko kesulitan dalam operasional, pemeliharaan, dan perawatan
f. Efektivitas IPAL terhadap pengolahan parameter
g. Hasil efluen air limbah memenuhi baku mutu (dibuktikan dengan hasil uji)
h. Jika ada rencana pengembangan, sebaiknya gunakan IPAL yang dapat dipindahkan

2.4. Intervensi Kesehatan Lingkungan


Intervensi kesehatan lingkungan adalah tindakan penyehatan, pengamatan dan
pengendalian untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia biologi
maupun sosial yang dapat berupa :
1. Komunikasi, informasi dan edukasi serta penggerakan/pemberdayaan masyarakat.
2. Perbaikan dan pembangunan sarana
3. Pengembangun teknologi tepat guna
4. Rekayasa lingkungan
Dalam pelaksanaanya interfensi kesehatan lingkungan harus mempertimbangkan tingkat
risiko berdasarkan hasil Inspeksi Kesehatan Lingkungan. Pada prinsipnya pelaksanaan intervensi
lingkungan dilakukan oleh pasien sendiri. Dalam hal cakupan intervensi kesling menjadi luas, maka
pelaksanaannya dilakukan bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat/ swasta.
1. Komunikasi, Intervensi dan Edukasi
Pelaksanaan KIE dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan perilaku
masyarakat terhadap masalah kesehatan dan upaya yang diperlukan sehingga dapat mencegah penyakit
dan atau gangguan kesehatan akibat factor risiko lingkungan. KIE dilaksanakan secara bertahap agar
masyarakat umum mengenal lebih dulu, kemudian manjadi mengetahui, setelah itu mau melakukan
dengan pilihan/ opsi yang sudah disepakati bersama.
Pelaksanaan penggerakan/pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk memelihara dan
meningkatkan kualitas lingkungan melalui kerja bersama-sama (gotong royong) melibatkan semua
unsur masyarakat termasuk perangkat pemerintahan setempat dan dilakukan secara berkala.
Contoh :
 Pemasangan dan /atau penayangan media promosi kesehatan lingkungan pada permukiman, tempat
kerja, tempat rekreasi dan tempat dan fasilitas umum
 Pelatihan masyarakat untuk 3M (menutup, menguras, dan mengubur), pembuatan sarana sanitasi
dan sarana pengendalian vector.
 Pemicuan, pendampingan dan percontohan untuk menuju Sanitasi Total pada kegiatan STBM
 Gerakan bersih desa

PEMICUAN STBM
a. Alat-alat utama partisipasi untuk pemicuan
Dasar utama pemicuan adalah bagaimana masyarakat memahami alur penularan penyakit
yang disebabkan kondisi lingkungan yang tidak sehat, sehingga masyarakat menjadi tau dengan
sendirinya terkait perilaku dan kondisi lingkungannya selama ini, sehingga dengan mengetahui kondisi
tersebut masyarakat harapannya mempunyai komitmen secara kolektif untuk berubah perilakunya dan
mempunyai kemauan untuk membangun akses sanitasi secara mandiri dan bersama-sama.
Alat-alat utama partisipasi untuk pemicuan digunakan sebagai sarana untuk memfasilitasi
masyarakat dalam menganalisa kondisinya, ada beberapa alat PRA yang diperlukan, seperti:
 Pemetaan, yang bertujuan untuk mengetahui / melihat peta wilayah BAB masyarakat serta
sebagai alat monitoring (pasca triggering, setelah ada mobilisasi masyarakat)
 Transect Walk, bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat yang paling sering
dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan ke sana dan berdiskusi di
tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik dan bagi orang yang biasa BAB
di tempat tersebut diharapkan akan terpicu rasa malunya.
 Alur Kontaminasi (Oral Fecal); mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran
manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya.
Alur penularan penyakit (diagram F) :
b. Elemen pemicuan dan faktor penghambat pemicuan.
Dalam pemicuan di masyarakat terdapat beberapa faktor yang harus dipicu sehingga target
utama yang diharapkan dari pendekatan CLTS yaitu: merubah perilaku sanitasi dari masyarakat yang
masih melakukan kebiasaan BAB di sembarang tempat dapat tercapai.
Secara umum faktor-faktor yang harus dipicu untuk menumbuhkan perubahan perilaku
sanitasi dalam suatu komunitas, diantaranya:
o Perasaan jijik
o Perasaan malu dan kaitannya dengan privacy seseorang
o Perasaan takut sakit
o Perasaan takut berdosa
o Perasaan tidak mampu dan kaitannya dengan kemiskinan.

Berikut ini adalah elemen-elemen yang harus dipicu, dan alat – alat PRA yang digunakan
untuk pemicuan faktor-faktor tersebut.
Hal – hal yang
Alat yang digunakan
harus dipicu
Rasa jijik  Transect walk
 Demo air yang mengandung tinja, untuk digunakan cuci muka, kumur-
kumur, sikat gigi, cuci piring, cuci pakaian, cuci makanan / beras, wudlu,
dll
Rasa malu  Transect walk (meng-explore pelaku open defecation)
 FGD (terutama untuk perempuan)
Takut sakit FGD:
 Perhitungan jumlah tinja
 Pemetaan rumah warga yang terkena diare dengan didukung data
puskesmas
 Alur kontaminasi
Aspek agama Mengutip hadits atau pendapat-pendapat para ahli agama yang relevan
dengan perilaku manusia yang dilarang karena merugikan manusia itu
sendiri.
Privacy FGD (terutama dengan perempuan)
Kemiskinan Membandingkan kondisi di desa/dusun yang bersangkutan dengan
masyarakat “termiskin” seperti di Bangladesh atau India.

Dalam memicu elemen-elemen di atas, dalam suatu komunitas biasanya ada juga faktor-
faktor penghambat pemicuan. Salah satunya adalah bahwa masyarakat sudah terbiasa dengan subsidi,
sementara dalam pendekatan CLTS tidak ada unsur subsidi sama sekali. Berikut adalah beberapa hal
yang biasanya menjadi penghambat pemicuan di masyarakat, dengan alternatif solusi untuk
mengurangi atau mengatasi faktor penghambat tersebut.
Hal-hal yang menjadi penghambat Solusi
pemicuan di masyarakat
Kebiasaan dengan subsidi / bantuan Jelaskan dari awal bahwa kita tidak punya apa-
apa, kita tidak membawa bantuan
Faktor gengsi; malu untuk membangun Gali model-model jamban menurut masyarakat
jamban yang sangat sederhana (ingin jamban dan jangan memberikan 1 pilihan model jamban
permanen)
Tidak ada tokoh panutan Munculkan natural leader, jangan mengajari dan
biarkan masyarakat mengerjakannya sendiri.

c. Apa yang boleh dan tidak boleh dalam pemicuan.


Dalam CLTS, faktor penentu keberhasilan dan kegagalan (dapat diterapkan dan tidaknya)
pendekatan ini sangat tergantung dari masyarakat.
Meskipun bukan merupakan kesalahan fasilitator jika masyarakat “menolak” untuk
mengimplementasikan pendekatan CLTS dalam komunitas mereka, namun peran fasilitator sangat
berpengaruh. Sehingga, ada beberapa hal yang harus dihindari oleh fasilitator dan beberapa hal yang
sebaiknya dilakukan saat memfasilitasi masyarakat. Misalnya:
JANGAN LAKUKAN LAKUKAN
Menawarkan subsidi Memicu kegiatan setempat.
Dari awal katakan bahwa tidak akan pernah ada
subsidi dalam kegiatan ini. Jika masyarakat bersedia
maka kegiatan bisa dilanjutkan tetapi jika mereka tidak
bisa menerimanya, hentikan proses.
Mengajari Memfasilitasi
Menyuruh membuat jamban Memfasilitasi masyarakat untuk menganalisa kondisi
mereka, yang memicu rasa jijik dan malu dan
mendorong orang dari BAB di sembarang tempat
menjadi BAB di tempat yang tetap dan tertutup.
Memberikan alat-alat atau petunjuk Melibatkan masyarakat dalam setiap pengadaan alat
kepada orang perorangan untuk proses fasilitasi.
Menjadi pemimpin, mendominasi Fasilitator hanya menyampaikan “ pertanyaan sebagai
proses diskusi. (selalu menunjukkan pancingan” dan biarkan masyarakat yang
dan menyuruh masyarakat melakukan berbicara/diskusi lebih banyak.
ini dan itu pada saat fasilitasi). (masyarakat yang memimpin).
Memberitahukan apa yang baik dan apa Membiarkan mereka menyadarinya sendiri
yang buruk
Langsung memberikan jawaban Kembalikan setiap pertanyaan dari masyarakat kepada
terhadap pertanyaan-pertanyaan masyarakat itu sendiri, misalnya: “jadi bagaimana
masyarakat sebaiknya menurut bapak/ibu?”
Parameter desa/ kelurahan dikatakan telah mencapai status ODF/ SBS adalah
 Semua masyarakat BB hanya dijamban yang sehat dan buang tinja/kotoran bayi hanya kejamban
yang sehat ( termasuk di sekolah ),
 Tidak terlihat tinja/ kotoran manusia dilingkungan sekitar,
 Ada penerapan sangsi, peratura tau upaya lain oleh masyarakat untuk mencagah kejadiaan BAB
disembarang tempat,
 Ada mekanisme pemantauan umum yang dibuata oleh masyarakat untuk mencapai 100% KK
mempunyai jamban sehat,
 Ada upaya strategi yang jelas untuk mencapai Sanitasi Total

Rencana Pengamanan Air minum


A. Definisi RPAM
Water Safety Plan (WSP) atau dapat diterjemahkan sebagai Rencana Pengamanan Air
Minum (RPAM) di definisikan sebagai upaya pengamanan air minum mulai dari sumber (cathment)
sampai air siap minum di rumah tangga yang dilakukan oleh berbagai pihak secara terpadu dengan
menggunakan pendekatan analisis dan manajemen risiko untuk mencapai standar kualitas air yang
memenuhi syarat kesehatan.

B. Tujuan RPAM
Tujuan utama dari pelaksanaan RPAM adalah untuk menjamin keamanan penyediaan air
minum kepada pemanfaatnya/konsumen. Tujuan lain dari pelaksanaan RPAM adalah :
o Menciptakan pengelolaan sistem air minum yang menjamin aspek 4K (Kualitas, Kuantitas,
Kontinuitas dan Keterjangkauan) air minum;
o Untuk menciptakan kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa
pelayanan air minum secara efektif dan efisien
C. Acuan penilaian Kinerja RPAM
Sebagai acuan penilaian besarnya risiko, hasil produksi dan kinerja RPAM dengan konsep
yang 4K didefinisikan sebagai berikut :
o K1 (Kualitas) adalah acuan kualitas air minum yang layak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. K1 ini menggunakan standar air minum yang diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
o K2 (kuantitas) adalah acuan jumlah air yang dinilai mencukupi bagi pola hidup/
penggunaan air masyarakat. K2 ini menggunakan standar kebutuhan pokok air minum
yaitu 10 M3/kepala keluarga/bulan atau 60 liter/orang/hari berdasarkan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum 01/PRT/M/2014
o K3 (Kontinuitas) adalah acuan tidak terputusnya aliran air dari instalasi pengolahan air
minum kepelanggan. K3 ini menggunakan standar lama pengaliran tak terputus selama 24
jam/hari
o K4 (Keterjangkauan) adalah acuan harga air minum yang layak bagi masyarakat sesuai
dengan Permendagri no 23 tahun 2006 yaitu tidak melampaui 4 % dari pendapatan
masyarakat pelanggan

D. Sarana Air Minum Komunal


Sarana air minum komunal merupakan salah satu bentuk dari penyediaan air minum
berbasis masyarakat, merupakan sistem penyediaan air minum yang diprakarsai, dipilih, dibangun dan
dibiayai oleh masyarakat dan atau dengan bantuan pihak lain, dikelola secara berkelanjutan oleh
masyarakat berdasarkan kesepakatan kelompok pengguna air bersangkutan baik didaerah perkotaan
maupun perdesaan yang belum terlayani oleh PDAM atau lembaga resmi lainnya sebagai pengelola air
minum.

E. Indikator keberhasilan RPAM komunal


Tingkat keberhasilan pelaksanaan RPAM pada sarana air minum komunal ditentukan
dengan indikator-indikator sebagai berikut :
a. Masyarakat dapat menikmati air minum yang aman dengan memenuhi prinsip kualitas,
kuantitas, kontinuitas dan keterjangkauan yang lebih baik.
b. Terbentuknya kelompok masyarakat yang mampu menyelenggarakan pembangunan sistem
penyediaan air minum secara mandiri dan berkelanjutan.

F. Tahapan RPAM Komunal


Pada prinsipnya pendekatan RPAM dapat diterapkan untuk semua sistem penyediaan air
minum, termasuk sistem penyediaan air minum yang dikelola oleh masyarakat.
Secara sederhana panduan tahapan RPAM komunal adalah seperti pada gambar siklus
berikut:
a. Tahap 1 : Membentuk Tim RPAM
Tahap ini membahas proses awal dari penerapan RPAM komunal yang sangat penting.
Sarana air minum dimiliki oleh masyarakat, oleh karena itu masyarakatlah yang berhak
untuk menentukan siapa saja yang pantas dan tepat menjadi anggota tim RPAM. Tim ini
berfungsi untuk meningkatkan pemahaman yang memadai tentang sistem penyediaan air
minum yang memenuhi persyaratan kesehatan
b. Tahap 2 : Gambaran Sistem Penyediaan Air Minum Masyarakat
Tahap ini menguraikan analisis terhadap komponen-komponen penyediaan air minum
yang ada saat ini, mulai dari sumber air baku, sistem intake air baku, sistem transmisi,
instalasi pengolahan air, sampai dengan sistem distribusi ke pelanggan/ konsumen/
sambungan rumah. Selain hal-hal yang bersifat teknis operasional dan infrastruktur akan
dibahas pula faktor risiko yang bersifat non teknis, seperti perilaku masyarakat.
Tahap3 : Identifikasi potensi bahaya dan kejadian bahaya.
Tahap ini menjelaskan identifikasi bahaya beserta analisis risikonya dan mencari
alternatif-alternatif upaya pengendalian yang perlu dilakukan. Penjelasan tersebut
merupakan suatu pendekatan sistematis terhadap penilaian risiko
c. Tahap 4 : Identifikasi Tindakan Perbaikan dan Penyusunan Rencana Perbaikan
Mendasar pada hasil penilaian risiko, tahap ini menguraikan penerapan upaya
pengendalian baik yang bersifat mendesak (prioritas) maupun untuk jangka menengah
yang harus dilakukan
d. Tahap 5 : Penyusunan rencana monitoring dan verifikasi pelaksanaan RPAM
Tahap ini menjelaskan proses pemantauan terhadap upaya pengendalian yang dilakukan
dan memverifikasi efektivitas penerapan RPAM yang telah dilakukan pada sarana air
minum.
e. Tahap 6: Pendokumentasian, kajian ulang dan pengembangan semua aspek pelaksanaan RPAM
Tahap ini menjelaskan proses dokumentasi penerapan RPAM termasuk Standar Prosedur
Operasional (SPO) yang diperlukan serta proses pengkajian ulang terhadap RPAM yang
telah disusun untuk dilakukan perbaikan serta pengembangan.

2. Perbaikan dan pembangunan sarana


Perbaikan dan pembanunan sarana diperlukan apabila pada hasil inspeksi kesehatan
lingkungan menunjukkan adanya faktor risiko lingkungan penyebab penyakit dan/atau gangguan
kesehatan pada lingkungan dan/atau rumah pasien. Perbaikan dan pembangunan sarana dilakukan
untuk meningkatkan akses terhadap air minum, sanitasi, sarana perumahan, sarana pembuangan air
limbah dan sampah, serta sarana kesling lainnya yang memenuhi standar dan persyaratan kesling
Tenaga kesling dapat memberikan disain untuk perbaikan dan pembangunan sarana sesuai
dengan tingkat risiko dan standar atau persyaratan kesling dengan mengutamakan material lokal.
Contoh perbaikan dan pembangunan sarana sebagai berikut :
 Penyediaan sarana cuci tangan

 Pembuatan saringan air sederhana


 Pembuatan pasangan/cincin pada bibir sumur untuk mencegah kontaminasi air dan berkembang
biaknya vektor
 Pemasangan genteng kaca untuk pencahayaan ruangan
 Pembuatan tangki septik, pembuatan ventilasi, plesteran semen pada lantai tanah dan pembuatan
sarana air bersih yang tertutup.

3. Pengembangan Teknologi Tepat Guna (TTG)


Pengembangan teknologi tepat guna (TTG) merupakan upaya alternatif untuk mengurangi
atau menghilangkan faktor risiko penyebab penyakit dan/atau gangguan kesehatan. Pengembangan
teknologi tepat guna dilakukan dengan mempertimbangkan permasalahan yang ada dan ketersediaan
sumber daya setempat sesuai kearifan lokal.
Pengembangan TTG secara umum harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat,
memanfaatkan sumber daya yang ada, dibuat sesuai kebutuhan, bersifat efektif dan efisien, praktis dan
mudah diterapkan/ dioperasionalkan, pemeliharaannya mudah, serta mudah dikembangkan.
4. Rekayasa lingkungan.
Rekayasa lingkungan merupakan upaya mengubah media lingkungan atau kondisi
lingkungan untuk mencegah pajanan agen penyakit baik yang bersifat fisik, biologi, maupun kimia
serta gangguan dari vektor dan binatang pembawa penyakit.
 Pemeliharaan ikan kepala timah dan cupang
Ikan predator ini bisa digunakan untuk membasmi jentik nyamuk yang berada dalam air yang
tergenang, bukan air yang mengalir. Organisme yang dapat digunakan sebagai pemangsa
larva diantaranya ikan-ikan pemakan larva, seperti ikan kepala timah dan cupang.
Keuntungan menggunakan secara biologis : tidak ada kontaminasi kimiawi terhadap
lingkungan sekitarnya.
 Pemberian bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang tidak tertutup
Larvasida adalah jenis pestisida yang biasanya berbentuk butiran atau briket yang digunakan
untuk aplikasi pengendalian larva atau jentik nyamuk DBD maupun malaria.
Untuk menekan populasi larva adalah dengan menggunakan larvasida (pembunuh larva), baik
secara biologis maupun kimiawi. Larvasida yang digunakan biasanya terbatas pada wadah
yang digunakan di rumah tangga dan tidak dapat dibuang, seperti vas bunga, wadah
penyimpanan air bersih, kolam dsb.
Bubuk abate merupakan salah satu larvasida kimia yang efektif dan mudah, aman serta praktis
digunakan.
Takaran bubuk abate sbb : 1 liter air cukup dengan 1 gram bubuk abate
Satu sendok makan peres berisi 10 gram abate
Selama 3 bulan bubuk abate dalam air tersebut ampu membunuh larva aedes aegypti.
Selama 3 bulan jika tempat penampungan air tersebut akan dibersihkan/diganti airnya,
hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding tempat penampungan air tersebut.
Air yang telah dibubuhi abate dengan takaran yang benar, tidak membahayakan dan tetap
aman jika air tersebut diminum.
BAB III
PENCATATAN DAN PELAPORAN
A. Pencatatan
Kegiatan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas antara lain melaksanakan pembinaan dan
pengawasan sarana air minum (SAM), tempat-tempat umum (TTU), dan tempat pengelolaan makanan
(TPM) dengan melaksanakan kegiatan inspeksi kesehatan lingkungan SAM, TTU, dan TPM.
Kegiatan kesehatan lingkungan yang dilaksanakan dalam gedung Puskesmas adalah
melaksanakan konseling kesehatan lingkungan (pemberdayaan individu) dan promosi kesehatan
lingkungan (penyuluhan, pemberdayaan, dan informasi media lain).
Kegiatan kesehatan lingkungan model kawasan dilaksanakan oleh Puskesmas dalam bentuk
kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yaitu gerakan masyarakat desa menerapkan 5
pilar STBM : stop buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan
makanan rumah tangga, pengamanan sampah rumah tangga, pengamanan limbah cair rumah tangga
(Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat).
Instrumen yang digunakan dalam kegiatan kesehatan lingkungan adalah:
a. Register Inspeksi Kesehatan Lingkungan Sarana Air Minum
b. Register Data Dasar Sarana Tempat-Tempat Umum
c. Register Data Dasar Sarana Tempat pengelolaan Makanan
d. Formulir Identifikasi Keluarga Melaksanakan Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS)/
ODF
e. Register Pembinaan dan Penilaian Desa STBM
f. Register Verfikasi Desa STBM
g. Kartu Konseling Kesehatan Lingkungan/Kartu Status Kesehatan Lingkungan
h. Register Konseling Kesehatan Lingkungan (Klinik Sanitasi)

B. Pelaporan
Upaya kesehatan lingkungan yang wajib dilaporkan Puskesmas adalah upaya pengawasan
kualitas air minum, upaya pengawasan Tempat Pengelolaan Makanan, upaya pengawasan Tempat-
Tempat Umum, upaya pengawasan rumah, Konseling Pelayanan Kesehatan Lingkungan, STBM/ODF.
Hasil kegiatan upaya kesehatan lingkungan dicatat dalam berbagai instrumen pencatatan
data kesehatan lingkungan sebagaimana dibahas pada bagian pencatatan kesehatan lingkungan. Hasil
kegiatan ini direkapitulasi kedalam Laporan Triwulan Kesehatan Lingkungan.
a. Sumber Data
1) Register Inspeksi Kesehatan Lingkungan Sarana Air Minum Menurut Sarana dan Desa
2) Register Inspeksi Kesehatan Lingkungan Tempat Pengelolaan Makanan Menurut Jenis Sarana
3) Register Inspeksi Kesehatan Lingkungan Tempat Tempat Umum Menurut Jenis Sarana
4) Register Hasil Penilaian STBM
C. E-Monev Program Kesling (hanya sosialisasi)
BAB IV
PERENCANAAN

PERENCANAAN KESLING DI PUSKESMAS

Pemerintah provinsi dan kabupaten harus mendukung tercapainya RKP 2020 yang bertema
“Memacu Pembangunan Infrastruktur dan Ekonomi Untuk Meningkatkan Kesempatan Kerja Serta
Mengurangi Kemiskinan dan Kesenjangan Antar Wilayah”. Pada tahun 2020, Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) Kesehatan Lingkungan adalah:
1. Jumlah desa yang melaksanakan STBM dengan target 22 Desa
2. Jumlah Tempat-Tempat Umum (TTU) yang memenuhi syarat kesehatan lingkungan dengan target
100%
3. Persentase TPM yang dilakukan pengawasan sebanyak 100%
4. Persentase sarana air minum yang dilakukan pengawasan sebanyak 100%
5. Jumlah pasar yang memenuhi syarat kesehatan yang dilakukan pengawasan sebanyak 100%
BAB V
RENCANA TINDAK LANJUT

a. Pengertian Rencana Tindak Lanjut


RTL merupakan sebuah rencana kerja yang dibuat secara individu oleh peserta orientasi
yang berisi tentang rencana kerja yang menjadi tugas dan wewenangnya. Rencana ini dibuat setelah
peserta orientasi mengikuti seluruh materi yang telah diberikan.

b. Tujuan dan Penyusunan Rencana tindak lanjut


Penyusunan Rencana Tindak Lanjut ini dimaksudkan untuk mengaplikasikan teori-teori
yang telah diberikan dalam orientasi ini dengan pengalaman peserta latih. Perpaduan antara teori dan
pengalaman ini merupakan salah satu metode untuk lebih meningkatkan tingkat pemahaman peserta
orientasi akan teori-teori yang telah diberikan selama orientasi, sehingga tujuan pembelajaran khusus
akan tercapai secara maksimal.
Dalam membuat rencana tindak lanjut perlu mengacu pada struktur/ sistematika rencana
tindak lanjut tertentu seperti yang telah disepakati dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, RTL
yang disusun hendaklah jelas, fleksibel dan terarah.
Oleh karena itu dalam menyusun RTL harus mencakup unsur-unsur sebagai berikut :
a) Kegiatan
Yaitu uraian kegiatan yang akan dilakukan, didapat melalui identifikasi kegiatan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
b) Tujuan
Adalah membuat ketepatan yang ingin dicapai dari setiap kegiatan yang direncanakan pada
unsur nomor 1. Penetapan tujuan yang baik adalah dirumuskan secara konkrit dan terukur.
c) Sasaran
Yaitu seseorang atau kelompok tertentu yang menjadi target kegiatan yang direncanakan.
d) Cara metode
Yaitu cara yang akan dilakukan dalam melakukan kegiatan agar tujuan yang telah ditentukan
dapat tercapai.
e) Waktu dan tempat
Dalam penentuan waktu sebaiknya menunjukkan kapan suatu kegiatan dimulai sampai kapan
berakhir. Apabila kemungkinan sudah dilengkapi dengan tanggal pelaksanaan. Hal ini untuk
mempermudah dalam persiapan kegiatan yang akan dilaksanakan, serta dalam melakukan
evaluasi. Sedangkan dalam menetapkan tempat, sebaiknya menunjukkan lokasi atau alamat
kegiatan akan dilaksanakan.
f) Biaya
Agar RTL dapat dilaksanakan perlu direncanakan anggaran yang dibutuhkan untuk kegiatan
tersebut. Akan tetapi perencanaan anggaran harus realistis untuk kegiatan yang benar-benar
membutuhkan dana, artinya tidak mengada-ada. Perhatikan/ pertimbangkan juga kegiatan
yang memerlukan dana tetapi dapat digabung pelaksanaannya dengan kegiatan lain yang
dananya telah tersedia. Rencana anggaran adalah uraian tentang biaya yang diperlukan untuk
pelaksanaan kegiatan, mulai dari awal sampai selesai.
g) Pelaksana/ penanggung jawab
Yaitu personil/ tim yang akan melaksanakan kegiatan yang direncanakan. Hal ini penting
karena personil/ tim yang terlibat dalam kegiatan tersebut mengetahui dan melaksanakan
kewajiban.
h) Indicator keberhasilan
Merupakan bentuk kegiatan/sesuatu yang menjadi tolak ukur dari keberhasilan dari
pelaksanaan kegiatan.

Dalam menyusun RTL dapat menggunakan format isian sebagai berikut :


Format Isian Rencana Tindak Lanjut
Waktu Pelaksana /
Cara / Indikator
No Kegiatan Tujuan Sasaran & Biaya Penanggung
Metode Keberhasilan
Tempat Jawab
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1
2
dst

Penjelasan cara pengisian :


Kolom 1 : Kolom nomor
Pada kolom ini dicantumkan nomor kegiatan secara berurutan, mulai dari nomor 1, 2, 3 dan seterusnya
sesuai dengan jumlah kegiatan yang direncanakan berdasarkan hasil identifikasi kegiatan.

Kolom 2 : Kolom kegiatan


Pada kolom ini dicantumkan rincian kegiatan yang akan dilakukan, mulai dari persiapan, sampai
seluruh pelaksanaan kegiatan yang menyusun laporan selesai.

Kolom 3 : Kolom tujuan


Pada kolom ini dicantumkan tujuan dari setiap kegiatan, yaitu hasil yang ingin dicapai dari setiap
kegiatan yang dilaksanakan.

Kolom 4 : Kolom sasaran


Pada kolom ini diisi dengan apa/siapa yang menjadi sasaran atau target dari setiap kegiatan, sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai.

Kolom 5 : Kolom cara/ metode


Pada kolom ini dicantumkan cara-cara/ metode/ teknik pelaksanaan setiap kegiatan.
Kolom 6 : Kolom waktu dan tempat
Kolom ini diisi dengan tanggal, bulan, tahun serta jam pelaksanaan kegiatan, kapan dimulai dan sampai
kapan berakhir, serta dimana kegiatan tersebut dilaksanakan.

Kolom 7 : Biaya
Kolom ini diisi dengan jumlah anggaran yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
standar yang ada.

Kolom 8 : Kolom pelaksana/ penanggung jawab


Kolom ini diisi dengan nama pelaksana atau anggota tim yang ditugaskan melaksanakan kegiatan
sesuai dengan keahliannya.

Kolom 9 : Kolom indikator keberhasilan


Kolom ini dicantumkan tentang apa yang menjadi tolak ukur keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan
yang dilakukan.

You might also like