You are on page 1of 87

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FIQIH MELALUI

PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DI KELAS II MADRASAH


IBTIDAIYAH AL-HIKMAH KALIBATA JAKARTA SELATAN
(Penelitian Tindakan Kelas)

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan


Keguruan
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh :
Siti Azizah NIM
809011000389

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2014 M

i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FIQIH MELALUI


PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DI KELAS II MADRASAH
IBTIDAIYAH AL-HIKMAH KALIBATA JAKARTA SELATAN
(Penelitian Tindakan Kelas)

SKRIPSI

Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidika

Oleh:

Siti Azizah NIM. 809011000389

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2014 M
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Skripsi berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fiqih Melalui Penerapan


Metode Demonstrasi Di Kelas II Madrasah Ibtidaiyah Al-Hikmah Kalibata
Jakarta Selatan (Penelitian Tindakan Kelas) di susun oleh Siti Azizah Nomor Induk Mahasiswa
oleh fakultas.

Jakarta, 17 April 2014


ABSTRAKSI

Nama : SITI AZIZAH


Nim : 809011000389
Judul : “UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FIQIH IBADAH
MELALUI PENERAPAN METODE DEMONSTRASI PADA
SISWA KELAS II MI AL-HIKMAH KALIBATA JAKARTA
SELATAN”.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui upaya meningkatkan hasil belajar


fiqh ibadah tentang sholat fardhu melalui penerapan metode demonstrasi pada
siswa kelas II di MI Al-Hikmah Kalibata Jakarta Selatan. Penelitian ini bersifat
deskriptif yaitu dengan cara mengumpulkan data, menyusun, menganalisaserta
menginterpretasikan data mengenai upaya meningkatkan hasil belajar fiqh ibadah
tentang sholat fardhu melalui penerapan metode demonstrasi pada siswa kelas II
di MI Al-Hikmah Kalibata Jakarta Selatan.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan angket kepada
siswa kelas II sebanyak 20 siswa dari populasi seluruhnya jadi 100% penulis
mengadakan riset atau penelitian kepada siswa kelas II, IV,V,IV seluruhnya.
Kemudian setiap angket terdiri dari 10 pertanyaan.
Dari hasil penelitian di MI Al-Hikmah diketahui adanya peningkatan hasil
belajar Fiqh, hal ini bukti dari angket penelitian dan terjun langsung ke MI Al-
Hikmah ternyata anak/siswa di MI Al-Hikmah baik dan terpuji dalam
menjalankan ibadah disekolah maupun kesehariannya dirumah.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang


telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fiqh
Ibadah Melalui Penerapan Metode Demonstrasi di Madrasah Ibtidaiyah al-
Hikmah Kalibata Jakarta Selatan.”
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad Saw, para keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang telah
membawa petunjuk kebenaran seluruh manusia yaitu ad-Dinul Islam yang kita
harapkan syafaatnya di dunia dan di akhirat.
Penulisan dan penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi dari
keseluruhan kegiatan perkuliahan yang telah dicanangkan oleh UIN Jakarta
sebagai bentuk pertanggung jawaban penulis menjadi Mahasiswa Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta serta untuk memenuhi salah satu
persyaratan guna memperoleh gelar stara satu Sarjana Pendidikan di UIN Jakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa keterbatasan kemampuan dan
kurangnya pengalaman, banyaknya hambatan dan kesulitan senantiasa penulis
temui dalam penyusunan skripsi ini. Dengan terselesainya skripsi ini, tak lupa
penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang memberikan
arahan, bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan karya ilmiah ini, dengan
segala kerendahan hati, diucapkan terimakasih kepada:
1. Dra. Nurlena Rifa’I M.A, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Jakarta.
2. Abdul Ghafur,M.Ag, Pembimbing dan arahan bagi penulis dalam menyusun
skripsi ini.
3. H. Abul Salam, Kepala MI Al-Hikmah Kalibata Jakarta Selatan yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

ii
4. Segenap Guru dan Karyawan MI. Al-Hikmah Kalibata Jakarta Selatan yang
telah memberikan bantuannya dalam memberikan data-data selama penelitian
ini berlangsung.
5. Seluruh siswa/i kelas II MI. Al-Hikmah Kalibata Jakarta Selatan yang turut
membantu jalannya program penelitian ini.
6. Teristimewa kedua orangtua H.Abdul Salam (ayahanda) dan Hj. Muhaya
(ibunda ), serta segenap keluarga yang dengan sabar telah membesarkan,
membimbing, mendo’akan, mengarahkan, memberi kepercayaan, bantuan
moril dan materil demi kesuksesan ananda.
7. Suami terkasih Arulan oyoh yang dengan sabar dan ikhlas telah setia menemani
dari awal hingga akhir dan memberikan motivasi serta dukungan kepada
penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.
8. Anak-anakku tercinta Silma Chairunnisa, Ahmad Zaky, Nurul, Rahman,
Fatimah Zahra, Abdul Hanan yang selalu setia menanti di rumah.
9. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yang
tidak bisa disebutkan satu persatu.
Tiada kata yang patut diucapkan selain ucapan terimakasih yang sebesar-
besarnya dan do’a tulus, semoga amal baik mereka diterima oleh Allah dan
mendapat Ridha-Nya. Amin...
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amiiin...

Jakarta, 2 Mei 2014


Penulis

Siti Azizah
809011000389

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING


LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
ABSTRAK .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................1
B. Identifikasi Masalah.......................................................................4
C. Pembatasan Masalah.......................................................................4
D. Rumusan Masalah...........................................................................5
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................6

BAB II KAJIAN TEORETIS


A. Hasil Belajar....................................................................................7
1. Pengertian belajar......................................................................7
2. Pengertian hasil belajar............................................................11
B. Pengertian Fiqh..............................................................................19
1. Tujuan Pembelajaran Fiqh.......................................................20
2. Dasar-dasar Pembelajaran Fiqh................................................24
C. Metode Demonstrasi......................................................................25
1. Pengertian Demonstrasi............................................................26
2. Kelebihan dan kekurangan metode…………………………
demonstrasi.............................................................................27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian........................................................29
B. Metode Penelitian...........................................................................30
C. Definisi Operasional variabel Penelitian........................................31
D. Populasi dan Teknik Pengumpulan Sampel...................................32
E. Teknik Pengumpulan Data.............................................................34
F. Teknik Analisis Data......................................................................35
G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian.............................36

iv
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum MI Al-Hikmah..................................................39
B. Deskruipsi Data..............................................................................44
C. Analisis Data..................................................................................48
D. Interprestasi Data............................................................................52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan69
Saran69

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

v
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan suatu hal yang tidak biasa dilepas dari
kehidupan manusia, karena pendidikan merupakan suatu hal yang mutlak,
selain itu juga pendidikan merupakan ruh yang sangat menentukan tinggi
rendahnya kualitas suatu bangsa.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
1
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dilaksanakan melalui tiga
jalur. Dalam hal ini Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003
tentang sistem pendidikan secara; formal, yaitu sekolah yang mana jalur
pendidikannya terstruktur dan berjenjang. Non formal, yaitu jalur pendidikan
di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. Sedangkan informal, yaitu jalur pendidikan yang diselenggarakan
dalam keluarga dan masyarakat atau lingkungan. Dalam hal ini pendidkan
keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang
diselenggarakan dalam keluarga yang memberikan keyakinan agama, nilai
budaya, keterampilan dan lain-lain.
Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yaitu
tempat berlangsungnya proses belajar mengajar. Belajar dan mengajar
merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan pendidikan
formal. Belajar mengacu kepada apa yang dilakukan siswa, sedangkan

1
Undang-undang RI No, 20 Thn 2003, Tentang Sisdiknas, (Bandung: Citra Umbara,
2008), h. 13

1
2

mengajar mengacu kepada apa yang dilakukan guru. Dua kegiatan tersebut
menjadi terpadu manakala terjadi interaksi antara guru dengan siswa.
Seiring dengan dinamisnya kultur masyarakat yang selalu berubah,
idealnya pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa lalu dan masa kini,
tetapi sudah seharusnya merupakan proses yang mengantisipasi dan
membicarakan masa depan. Pendidikan hendaknya melihat jauh ke depan dan
memikirkan apa yang akan dihadapi peserta didik di masa yang akan datang.
Beberapa pandangan modern berpendapat; Menurut John Dewey,
“pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini
mungkin akan terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk menghasilkan
kesinambungan sosial”. Menurut H. Horne, “pendidikan adalah proses yang
terus-menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk
manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan
sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual,
2
emosional, dan kemanusiaan dari manusia”. Menurut Pasal 1 undang-undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dari proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
3
negara. Kegiatan belajar mengajar adalah sebuah interaksi yang bernilai
pendidikan. Di dalamnya terjadi interaksi edukatif antara guru dan anak
didik, ketika guru menyampaikan bahan pelajaran kepada anak didik di
kelas. Bahan pelajaran yang guru berikan itu akan kurang memberikan
dorongan (motivasi) kepada anak didik bila penyampaiannya
menggunakan strategi yang kurang tepat. Disinilah kehadiran model
pembelajaran menempati posisi penting dalam penyampaian bahan
4
pelajaran.

2
Asep Suryana dan Suryadi, Pengelolaan Pendidikan, (Jakarta : Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009). h. 4.
3
Abd. Rozak, Fauzan, dan Ali Nurdin, Kompilasi Undang-undang & Peraturan Bidang
Pendidikan, (Jakarta, FITK Press UIN Syarif Hidayatullah, 2010, Cet. 1), h. 4
4
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka
Cipta, 2010), h.76.
3

Tingkat keberhasilan suatu proses pembelajaran dapat diamati dari


dua sisi, yaitu tingkat pemahaman dan penguasaan materi yang diberikan oleh
guru. Pemahaman seorang siswa berhubungan dengan daya serap seorang
siswa dalam pembelajaran. Daya serap siswa adalah kemampuan atau
kekuatan untuk melakukan sesuatu, untuk bertindak dalam menyerap
pelajaran oleh setiap siswa. Salah satu kendala dalam proses pembelajaran di
sekolah adalah adanya perbedaan daya serap individual diantara anak yang
satu dengan anak yang lainnya walaupun dalam lingkungan dengan umur
yang sama dan kelas yang sama.

Bagi seorang guru, kondisi di atas menjadi suatu tantangan yang harus
dihadapi. Oleh karena itu, seorang guru dituntut untuk memiliki kemampuan
seperti menguasai materi pelajaran dan kemampuan untuk memilih, menata,
mengemas materi pelajaran ke dalam cakupan dan kedalaman yang sesuai
dengan sasaran yang mudah dicerna oleh siswa, memiliki penguasaan tentang
teori dan keterampilan belajar, dan memiliki pengetahuan tentang masa
pertumbuhan dan perkembangan siswa serta memiliki pemahaman tentang
bagaimana siswa bekerja.

Dalam pendidikan banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan


belajar. Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi itu secara garis besar
dapat dibagi kepada faktor internal meliputi: faktor fisiologis dan fisikologis
seperti keadaan panca indera, intelegensi, bakat dan motivasi. Thomas F.
Staton yang berpendapatnya dikutip oleh Sardiman mengemukakan bahwa
faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa adalah motivasi,
5
konsentrasi, reaksi, organisasi, pemahaman dan ulangan. Menurut Muhibin
Syah faktor psikologis yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan
6
pembelajaran adalah tingkat kecerdasan dan intelegensi siswa.

5
Sardiman Am. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004)cet. Ke-11, h. 40
6
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung:Remaja Rosda
Karya, 1995), cet. Ke-2 h.
4

Dalam kaitannya dengan faktor sosial yang berasal dari orang tua
Zakia Dradjat mengatakan: Apabila latihan-latihan agama dilalaikan pada
waktu kecil atau diberikan dengan cara kaku, salah tidak cocok dengan anak-
anak, maka pada waktu dewasa nanti ia akan cenderung kepada atheis atau
kurang perduli terhadap agama atau kurang merasakan pentingnya bagi
dirinya. Dan sebaliknya, semakin banyak si anak mendapatkan latihan-latihan
keagamaan pada waktu kecil, semakin dewasanya nanti semakin terasa
7
kebutuhannya kepada agamanya.
Melihat pernyataan di atas, pembinaan keagamaan pada anak perlu
diberikan dan dimulai dari keluarga dan juga oleh lembaga pendidikan
(sekolah) dimana keduanya harus mampu menanamkan pemahaman dan
pengalaman keagamaannya, yang merupakan tanggung jawab yang sangat
besar, dalam hal ini bimbingan keagamaan anak harus diarahkan pembentukan
nilai-nilai imani, sedangkan keteladanan, pembiasaan dan disiplin
dititikberatkan pada pembentukkan nial-nilai amalia mengajarkan kepada
mereka prinsip-prinsip agama yang sesuai dengan perkembangan mereka dan
menanamkan benih-benih keyakinan serta iman dalam jiwa anak. Anak sejak
usia muda telah melihat dan mempelajari hal-hal yang berada di luar diri
mereka, mereka mellihat dan mengikuti apa yang dikerjakan dan diajarkan
oleh orang dewasa dan orang tua mereka tentang yang berhubungan dengan
8
kemaslahatan agama.
Bimbingan keagamaan yang lebih menarik kepada anak ialah mula-
mula yang mengandung gerakan Shalat pengalaman keagamaan yang menarik
bagi anak diantaranya Shalat berjamaah, mengapa karena Shalat merupakan
tiang pondasi suatu agama termasuk salah satu rukun Islam juga ibadah yang
membedakan dengan agama lain. Apabila suatu keluarga jarang pergi
ketempat ibadah, anaknya akan kurang aktif dalam soal-soal agama
demikianlah anak yang hidup dalam keluarga yang kurang menjalankan
agama dalam kehidupan sehari-hari, maka perhatian anak-anak terhadap

7
Zakiah Drajat, Ilmu Jiwa Agama, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h.64
8
H Jalallun, Psikologi Agama, (Jakarta: PT.Raja GrafindoPersada, 2003)
5

agama akan kurang pula. Oleh karena itu betapa pentingnya orang tua
membimbing keagamaan anaknya di rumah. Bimbingan tersebut sangat
menunjang terhadap keberhasilan belajar agama di sekolah dan sekaligus
memberikan pengaruh terhadap aktivitas belajar bagi anak di sekolah.
Shalat dalam ajaran Islam menduduki posisi yang sangat penting dan
mendasar. Setiap pribadi yang menyatakan pengakuannya terhadap Islam,
maka setelah membaca 2 (dua) kalimat Syahadat dia harus dan wajib
melaksanakan Shalat.
Sedemikian pentingnya kedudukan Shalat dalam ajaran agama
Islam,banyak ayat dalam Al-Qur‟an dan Hadits Rasulullah SAW., yang
membahas tentang Shalat, diantaranya:

Artinya: “Dari Abu Hurairah RA, bersabda Rasulullah SAW: Shalat itu
adalah tiang agama, barang siapa mengerjakan Shalat maka ia
menegakkan agama. Dan barang siapa meninggalkannya maka ia
9
telah merobohkan agama.” (HR. Bukhori dan Muslim)”

Artinya: “Dari Abu Hurairah RA, Bersabda Rasulullah SAW., Pemulaan


amalan yang diperiksa dari amalan seorang hamba pada hari kiamat
adalah Shalatnya. Jika Shalatnya diterima, maka seluruh amalnya
diterima. Jika Shalatnya ditolak, maka seluruh amalnya ditolak. (HR.
10
al-Thobari).”

9
Al Hafidz Al Mundziry, Terjemah At Targhib Wat Tarhib, (Jakarta: Pustaka Amani,
1981), h. 33
10
Ibid,… h. 34
6

Dapat dipahami dari hadits-hadits tersebut di atas bahwa Shalat adalah


pokok dari semua amal dan perbuatan dalam ajaran Islam. Ibadah Shalat yang
dilaksanakan oleh pribadi muslim akan menimbulkan ekses terhadap amal
yang lain. Jika amal ibadah Shalatnya baik dan benar, maka Insya Allah
ibadah yang lain ikut baik begitu pula sebaliknya.
Ibadah Shalat yang merupakan bagian mendasar dan sangat penting
dalam ajaran agama Islam, tidaklah mungkin dapat dipahami dan diamalkan
dengan baik dan benar oleh setiap pemeluknya tanpa adanya pendidikan dan
pembinaan berkelanjutan sejak awal, yaitu sejak masa kanak-kanak. Orang tua
memegang peranan yang sangat besar dalam menanamkan pendidikan agama
Islam khususnya pendidikan Shalat.
Pendidikan keluarga memang sangat penting namun tak kalah
pentingnya adalah pendidikan di luar keluarga yaitu pendidikan pada lembaga-
lembaga pendidikan. Di sini jelas guru atau pendidik mempunyai tugas dan
tanggung jawab yang besar dalam memberikan pemahaman ajaran agama
Islam khususnya Shalat.
Orang tua dan guru/pendidik harus saling menjadi pelengkap dalam
hal pendidikan terhadap anak dalam memahami dan mempraktekkan ajaran
agama Islam khususnya Shalat. Orang tua terkadang mempunyai keterbatasan
dalam ilmu agama Islam, disinilah guru/pendidik melengkapi. Sebaliknya
guru/pendidik karena keterbatasan waktu dan tempat tidak dapat mengontrol
apakah siswa sudah melaksanakan Shalat lima waktu di rumah, disinilah orang
tua memegang peranan mengontrol aktifitas siswa/anak selama di rumah.
Pada dasarnya pendidikan sekolah merupakan lanjutan dari
pendidikan di dalam keluarga, disamping itu, kehidupan di lingkungan
sekolah adalah jembatan yang menghubungkan kehidupan dalam keluarga
dengan kehidupan di masyarakat berjalan begitu cepat di zaman seperti
sekarang ini, khususnya di kota-kota besar globalisasi memberi pengaruh yang
sangat besar terhadap tumbuh kembang siswa yang menyangkut sikap dan
prilaku anak didik/pelajar oleh karena itu perlu ditanamkan keimanan yang
baik kepadanya agar mereka dapat menghadapi zaman yang sudah canggih ini.
7

Oleh karena itu sekolah MI al-Hikmah yang berada di tengah kota


metropolitan mempunyai visi dan misi yang diharapkan berguna bagi anak
didik baik di sekolah maupun di luar sekolah khususnya pada pelajara fiqih
dimana guru mata pelajaran tersebut mengharapkan adanya upaya-upaya
dalam kegiatan yang dapat menunjang pembelajaran fiqih, dengan berbagai
praktek/demontrasi yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa
sehingga diharapkan siswa mampu dalam menghadapi tantangan-tantangan di
era globalisasi dimasa mendatang.
Dalam hal ini untuk meningkatkan hasil belajar siswa agar
pembelajaran fikih itu lebih menarik, maka perlu upaya pembelajaran yang
tepat dan terarah, dalam hal ini peneliti beraktifitas melalui ibadah khususnya
Shalat, untuk itulah beberapa uraian diatas melatar belakangi penelitian untuk
malakukan penelitian tindakan tentang “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar
Fiqih ibadah Melalui Penerapan Metode Demonstrasi pada siswa kelas II
di Madrasah Ibtidaiyah Al-Hikmah Kalibata Jakarta Selatan.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat


diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran Fiqih.
2. Suasana belajar yang menciptakan suasana yang kurang menyenangkan
dan menciptakan image buruk terhadap pelajaran Fiqih.
3. Pembelajaran cenderung dilakukan dengan ceramah dan penugasan
sehingga siswa kurang termotivasi dan aktif dalam proses belajar.
4. Metode yang digunakan guru dalam pembelajaran kurang variatif.
8

C. Pembatasan Masalah Shalat

Berdasarkan identifikasi masalah dan memperhatikan permasalahan


yang ada, maka peneliti akan mencoba melakukan penelitian pada mata
pelajaran Fiqih dengan menggunakan metode Demonstrasi pada siswa kelas II
MI Al-Hikmah Kalibata Jakarta Selatan.

D. Perumusan Masalah
Bertolak dari pembatasan masalah tersebut dirumuskan permasalahan
yaitu: “Apakah dengan menggunakan metode demontrasi dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada pelajaran fiqih di MI Al-Hikmah Kalibata Jakarta
Selatan”.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui upaya meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran
fikih ibadah melalui metode demontrasi.
2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada pelajaran fiqih ibadah tentang
Shalat melalui metode demontrasi.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun secara
praktis yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna dalam
menambah wawasan dan memberikan kontribusi bagi pengembangan
khasanah keilmuan terkait dengan upaya meningkatkan hasil belajar siswa
pada mata pelajaran fikih khususnya ibadah Shalat.
2. Kegunaan Praktis
Adapun secara praktis kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagi Siswa
Meningkatkan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran fiqih ibadah
khususnya pada ibadah Shalat.
9

b. Bagi Guru
Upaya untuk memberikan masukan ketika membimbing, mengarahkan
dan mendidik siswa khususnya pada pelajaran fiqih yaitu Shalat
berjamaah melalui metode demontrasi, sehingga lebih menyenangkan
dan bermakna bagi siswa kelas II MI Al-Hikmah Kalibata Jakarta Selatan.
c. Bagi Sekolah
Memberikan masukan di dalam menentukan kebijakan, mengembangkan dan merencanakan strategi dal
10

BAB II
KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN
HIPOTESIS

A. Kajian Teori
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu,
berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh
pengalaman.
Menurut M. Ngalim Purwanto, belajar merupakan suatu perubahan
dalam tingkah laku dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah
laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada
tingkah laku yang lebih buruk. Belajar juga merupakan suatu perubahan
yang terjadi melalui latihan atau pengalaman; dalam arti perubahan-
perubahan yanng disebabkan oleh pertumbuhan kematangan tidak
11
dianggap sebagai hasil belajar.
Pengertian belajar menurut beberapa ahli :
Menurut james O. Whittaker Belajar adalah Proses dimana
tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
Winkel, belajar adalah aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung
dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-
perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap.
Cronchbach. Belajar adalah suatu aktifitas yang ditunjukkan oleh
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Howard L.
Kingskey. Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau
diubah melalui praktek atau latihan.

11
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan,(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1999), h.
85

10
1

Menurut Slameto Belajar adalah suatu proses usaha yang


dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di
dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar adalah serangkaian
kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.
R. Gagne Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi
12
dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah laku.
Herbart (swiss) Belajar adalah suatu proses pengisian jiwa dengan
pengetahuan dan pengalamn yang sebanyak-banyaknya dengan melalui
hafalan.
Robert M. Gagne dalam buku: the conditioning of learning
mengemukakan bahwa: Learning is change in human disposition or
capacity, wich persists over a period time, and which is not simply
ascribable to process a groeth. Belajar adalah perubahan yang terjadi
dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan
hanya disebabkan karena proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan
bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalm diri
dan keduanya saling berinteraksi.
Lester D. Crow and Alice Crow Belajar adalah acuquisition of
habits, knowledge and attitudes. Belajar adalah upaya-upaya untuk
memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap.
Menurut Ngalim Purwanto Belajar adalah setiap perubahan yang
relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagi hasil dari suatu
latihan atau pengalaman.
Belajar juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman atau prestasi individu
itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi

12
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar;(Bandung; Rineka Cipta; 1999), h. 22
1

dalam aspek-aspek kematangan, pertumbuhan dan perkembangan tidak


13
termasuk perubahan dalam pengertian belajar. Istilah pendidikan ini
bermula dari bahasa Yunani yaitu “Pedagogis” Yang berarti bimbingan
yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam
bahasa inggris dengan istilah “education” yang berarti pengembangan atau
bimbingan, sedangkan dalam bahasa Arab sering diterjemahkan dengan
14
“tarbiyah”.
Kata “Islam” dalam pendidikan Islam memiliki arti pendidikan
tertentu, yaitu pendidikan yang bercirikan dan berdasarkan ajaran agama
15
Islam.
Di dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia Modern, istilah belajar
diartikan dengan berusaha, berlatih untuk mendapatkan
16
pengetahuan. Sedangkan Sardiman A.M menjelaskan bahwa belajar itu
senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau keterampilan dengan
serangkaian kegiatan seperti membaca, mengamati, mendengarkan,
meniru, dan sebagainya. Belajar itu akan lebih baik jika siswa mengalami
17
atau melakukannya.
Yang disebut dengan belajar adalah perubahan yang relatif
menetap, merupakan akhir dari suatu periode waktu yang cukup panjang.
Lamanya periode tersebut sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan
itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin
berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun.

13
Slameto, Proses Belajar Mengajar Dalam Sistem Kredit Semester,(Jakarta: Bumi
Aksara, 1991), h. 78
14
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), h. 1
15
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma‟arif,
1980), cet ke-4, h. 19
16
Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern,(Jakarta: Pustaka Imani,
1998),h. 31
17
Sardiman A.M, Interaksian Motivasi Belajar Mengajar: Pedoman Bagi Guru dan
Calon Murid,(Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1996), h. 22
1

2. Ciri-ciri Belajar
Ciri-ciri belajar adalah sebagai berikut :
a. Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku
bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun
nilai dan sikap (afektif).
b. Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja melainkan menetap atau
dapat disimpan.
c. Perubahan itu tidak terjadi begitu saja melainkan harus dengan usaha.
Perubahan terjadi akibat interaksi dengan lingkungan.
d. Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik/
kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-
obatan.
Berikut beberapa faktor pendorong mengapa manusia memiliki keinginan
untuk belajar:
a. Adanya dorongan rasa ingin tahu.
b. Adanya keinginan untuk menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
sebagai tuntutan zaman dan lingkungan sekitarnya.
c. Mengutip dari istilah Abraham Maslow bahwa segala aktivitas manusia
didasari atas kebutuhan yang harus dipenuhi dari kebutuhan biologis
sampai aktualisasi diri.
d. Untuk melakukan penyempurnaan dari apa yang telah diketahuinya.
e. Agar mampu bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungannya.
f. Untuk meningkatkan intelektualitas dan mengembangkan potensi diri.
g. Untuk mencapai cita-cita yang diinginkan.
h. Untuk mengisi waktu luang.
3. Jenis-jenis Belajar
Di dalam proses belajar terdapat berbagai macam jenis belajar.
Jenis-jenis belajar menurut Gagne terbagi menjadi 8 jenis yaitu :
a. Belajar isyarat (signal learning),
b. Belajar stimulus respon.
c. Belajar merantaikan (chaining)
1

d. Belajar asosiasi verbal (verbal Association)


e. Belajar membedakan (discrimination)
f. Belajar konsep (concept learning)
g. Belajar dalil (rule learning)
h. Belajar memecahkan masalah (problem solving).
Dari kedelapan jenis tersebut dapat menumbuhkembangkan
perilaku kognitif yang mencakup pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis dan sintesis dan evaluasi. Selain dari kognititf aspek avektif dan
psikomotor sesorang juga tumbuh. Aspek afektif mencakup Penerimaan,
Sambutan, Penilaian, Pengorganisasian, Karakterisasi. Sedangkan
psikomotor mencakup Kesiapan (set), Meniru (imitation), Membiasakan
(habitual), Adaptasi (adaption). Dari tumbuhnya ketiga aspek tersebut
barulah seseorang dapat dikatakan telah mencapai tujuan dari belajar.
Belajar kognitif dimana adalah belajar yang berkaitan dengan
aspek intelektual. Kompetensi kawasan kognitif meliputi menghafal,
memahami, mengaplikasikan,menganalsis, mensitesakan dan menilai
pengalaman belajar. Pengalaman belajar untuk kegiatan hafalan dapat
berupa berlatih menghafal misalnya menggunakan jembatan ingatan yaitu
dengan dihubungkan dengan benda-benda, kata-kata atau sebagainya yang
biasa ditemukan dan mudah diingat sebagai jembatan kita untuk
mengingat hafalan kita. Jenis materi pembelajaran yang perlu dihafal dapat
berupa fakta,konsep,prinsip, dan procedure. Pengalaman belajar untuk
tingkat pemahaman dilakukan dengan membandingkan,
mengidentifikasikan karakteristik dan sebagainya. Pengalaman belajar
tingkatan aplikasi dilakukan dengan jalan menerapkan rumus dalil atau
prinsip terhadap kasus nyata yang terjadi di lapangan. Pengalaman belajar
tingkatan sintesis dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau
komponen,menyusun membentuk bangunan, menggambar dan sebagainya.
Pengalaman belajar untuk mencapai kemampuan dasar tingkatan penilaian
dilakukan dengan memberikan penilaian terhadap objek studi
menggunakan kriteria tertentu.
1

Berkaitan dengan kawasan afektif, pengalaman belajar yang perlu


dilakukan agar siswa mencapai tingkatan kompetensi afektif yaitu dengan
mengamati dan menirukan contoh/model, mendatangi objek studi yang
dapat memupuk pertumbuhan nilai, berbuat atau berpartisipasi aktif sesuai
dengan tuntutan nilai yang dipelajari dan sebagainya.
Untuk kawasan psikomotor, pengalaman belajar yang dapat
dilakukan untuk mencapai kompetensi ini adalah berlatih dengan frekuensi
tinggi dan intensif, latihan menirukan, menstimulasikan,
mendemonstrasikan, gerakan yang ingin dikuasai.
4. Prinsip-prinsip belajar
Dalam melaksanakan pembelajaran, agar dicapai hasil yang lebih
optimal perlu diperhatikan beberapa prinsip pembelajaran. Prinsip
pembelajaran dibangun atas dasar prinsip-prinsip yang ditarik dari teori
psikologi terutama teori belajar dan hasil-hasil penelitian dalam
pembelajaran. Prinsip pembelajaran bila diterapkan dalam proses
pengembangan pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran akan
diperoleh hasil yang lebih optimal. Oleh karena itu untuk mencapai
kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien, guru harus memperhatikan
prinsip-prinsip pembelajaran yang dikemukakan oleh Gagne dan Alwi
Suparman. Pembelajaran yang efektif dan bermakna dapat dilakukan
dengan prosedur pemanasan dan apersepsi, eksplorasi, konsolidaesi
pembelajaran, pembentukan kompetensi; sikap dan perilaku, penilaian
formatif. Pada dasarnya prinsip-prinsip belajar adalah perhatian, motivasi,
keaktifan siswa, keterlibatan langsung, pengulangan belajar, materi belajar
yang merangsang dan menantang, penguatan kepada siswa dan aspek
psikologi lain.
Perhatian, dalam pembelajaran guru hendaknya tidak
mengabaikan masalah perhatian. Sebelum pembelajaran dimulai guru
hendaknya menarik perhatian siswa agar siswa berkonsentrasi dan tertarik
pada materi pelajaran yang sedang diajarkan.
1

Motivasi, Jika perhatian siswa sudah terpusat maka langkah guru


selanjutnya memotivasi siswa. Walaupun siswa udah termotivasi dengan
kegiatan awal saat guru mengkondisikan agar perhatian siswa terpusat
pada materi pelajaran yang sedang berlangsung. Namun guru wajib
membangun motivasi sepanjang proses belajar dan pembelajaran
berlangsung agar siswa dapa mengikuti pelajaran dengan baik. Keaktifan
siswa, Pembelajaran yang bermakna apabila siswa aktif dalam proses
belajar dan pembelajaran. Siswa tidak sekedar menerima dan menelan
konsep-konsep yang disampaikan guru, tetapi siswa beraktivitas langsung.
Dalam hal ini guru perlu menciptakan situasi yang menimbulkan aktivitas
siswa. Keterlibatan langsung, pelibatan langsung siswa dalam proses
pembelajaran adalah penting. Siswalah yang melakukan kegiatan belajar
bukan guru. Supaya siswa banyak terlibat dalam proses pembelajaran,
guru hendaknya memilih dan mempersiapkan kegiatan-kegiatan sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
Pengulangan belajar, Penguasaan meteri oleh siswa tidak bisa
berlangsung secara singkat. Siswa perlu melakukan pengulangan-
pengulangan supaya meteri yang dipelajari tetap ingat. Oleh karena itu
guru harus melakukan sesuatu yang membuat siswa melakukan
pengulangan belajar. Materi pelajaran yang merangsang dan menantang,
kadang siswa merasa bosan dan tidak tertarik dengan materi yang sedang
diajarkan. Untuk menghindari gejala yang seperti ini guru harus memilih
dan mengorganisir materi sedemikikan rupa sehingga merangsang dan
menantang siswa untuk mempelajarinya. Balikan atau penguatan kepada
siswa, penguatan atau reinforcement mempunyai efek yang besar jika
sering diberikan kepada siswa. Setiap keberhasilan siswa sekecil apapun,
hendaknya ditanggapi dengan memberikan penghargaan.
Aspek-aspek psikologi lain, setiap siswa memiliki karakteristik
yang berbeda. Perbedaan individu baik secara fisik maupun secara psikis
akan mempengaruhi cara belajar siswa tersebut, sehingga guru perlu
memperhatikan cara pembelajaran yang diberikan kepada siswa tersebut
1

misalnya, mengatur tempat duduk, mengatur jadwal pelajaran, dan lain-


lain.
5. Macam-macam Teori Belajar
Dalam psikologi dan pendidikan,pembelajaran secara umum
didefinisikan sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional,
dan lingkungan pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh,
meningkatkan, atau membuat perubahan‟s pengetahuan satu,
keterampilan, nilai, dan pandangan dunia.
Belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi
ketika belajar berlangsung. Penjelasan tentang apa yang terjadi merupakan
teori-teori belajar.Teori belajar adalah upaya untuk menggambarkan
bagaimana orang dan hewan belajar, sehingga membantu kita memahami
proses kompleks inheren pembelajaran.
Macam-macam Teori Belajar
Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori
belajar, yaitu: Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek
objektif diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku
untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Dan pandangan
konstruktivisme belajar sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif
membangun atau membangun ide-ide baru atau konsep.
a. Teori belajar Behaviorisme
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh
Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar
yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik
pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik.
Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-
responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang
pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode
1

pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin


kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Teori belajar ini pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat
diukur dan diamati. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya
perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang
diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya
suatu perilaku yang di nginkan. Perilaku yang di nginkan mendapat
penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat
penghargaan negative. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku
yang tampak. Dalam teori belajar ini guru tidak banyak memberikan
ceramah ,tetapi instruksi singkat yang di kuti contoh baik dilakukan
sendiri maupun melalui simulasi.
b. Teori Belajar kognitivisme
Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir
sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang
sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta
didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya
mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan
antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada.
Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah
Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing
memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek
pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap
belajar.Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk
konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik
memperoleh informasi dari lingkungan.
1

Menurut teori ini,proses belajar akan belajar dengan baik bila


materi pelajaran yang beradaptasi (berkesinambungan)secara tepat dan
serasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa. Dalam
teori ini ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu
melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan.
Proses pembelajaran ini bejalan tidak sepotong – sepotong atau terpisah
– pisah melainkan bersambung sambung dan menyeluruh. Teori belajar
kognitif ini guru bukanlah sumber belajar utama dan bukan kepatuhan
siswa yang dituntut dalam refleksi atas apa yang diperintahkan dan
dilakukan oleh guru. Evaluasi belajar bukan pada hasil tetapi pada
kesuksesan siswa dalam mengorganisasi pengalamanya.
c. Teori belajar Humanstik
Menurut teori humanistik,tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. Proses balajar dianggap berhasil jika si pelajar
telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam
proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik- baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya bukan dari
sudut pandang pengamatnya. Peran guru dalam teori ini adalah sebagai
fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan
motivasi,kesadaran mengenai makna kehidupan siswa. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa
untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa berperan sebagai pelaku
utama yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri.
d. Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat
pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya
membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi)
pembelajarankonstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh
2

manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks


yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau
kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk
menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa
akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina
pengetahuan baru, mereka akan lebih pahamdan mampu
mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa terlibat
secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua
konsep.
e. Teori belajar Gestalt
Menurut pandangan teori gestalt seseorng memperoleh
pengetahuan melaui sensasi atau informasi dengan melihat strukturnya
secara menyeluruh kemudian menyusunya kembali dalam struktur yang
sederhana sehungga lebih mudah dipahami.
Manfaat dari beberapa teori belajar adalah :
1) Membantu guru untuk memahami bagaimana siswa belajar
2) Membimbing guru untuk merancang dan merencanakan proses
pembelajaran
3) Memandu guru untuk mengelola kelas
4) Membantu guru untuk mengevaluasi proses, perilaku guru sendiri
serta hasil belajar siswa yang telah dicapai
5) Membantu proses belajar lebih efektif, efisien dan produktif.
6) Membantu guru dalam memberikan dukungan dan bantuan kepada
siswa sehingga dapat mencapai hasil prestasi yang maksimal.
2

6. Pengertian Hasil Belajar


Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut Howart
Kingsley dalam bukunya membagi tiga macam hasil belajar mengajar
diantaranya:
a. Keterampilan dan kebiasaan.
b. Pengetahuan dan pengarahan.
c. Sikap dan cita-cita.
Oleh karena itu hasil belajar di atas dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah kemampuanm keterampilan, sikap dan
keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakkuan
yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan
pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal
yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru.
Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental
18
yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar.
Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-
jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru,
hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.
Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah
belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut,
misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti
19
menjadi mengerti.
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam
rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif,
20
afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:

18
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h.
250-251.
19
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar. (Bandung: Bumi Aksara, 2006), h. 30.
20
Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 102-124.
2

1. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek
yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan
penilaian.
2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima
jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi,
menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau
kompleks nilai.
3. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda,
koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan
psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor
dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam
proses pembelajaran di sekolah.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar
digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam
mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa
sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku
yang lebih baik lagi. Howard Kingsley membagi 3 macam hasil
belajar:
1. Keterampilan dan kebiasaan
2. Pengetahuan dan pengertian
3. Sikap dan cita-cita
Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil
perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat
terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan
siswa tersebut.Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan
bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan
2

pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan


dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-
lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi
individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi
sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja
21
yang lebih baik.
7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Tabroni Rusyan, faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar dibedakan ke dalam 2 golongan, yaitu faktor ekstern dan
faktor intern.
a. Yang Termasuk faktor ekstern yaitu;
 Faktor sosial yang terdiri dari lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat.
 Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi,
dan kesenian
 Faktor lingkungan fisik yang terdiri dari fasilitas rumah,
iklim/cuaca dan lain-lain.
 Faktor spritual atau keagamaan.
 Faktor instrumental, yang terdiri dari Kurikulum, Guru, Sarana
Prasarana, administrasi dan manajemen.
b. Yang termasuk faktor intern yaitu:
 Faktor fisiologi, yang terdiri dari kondisi fisik dan panca indera
 Faktor jasmaniah, baik yanng sifatnya bawaan maupun yang
diperoleh dari sebuah peristiwa
 Faktor psikologi seperti kecerdasan, bakat, prestasi yang dimiliki
dan lain-lain
22
 Faktor kematangan fisik maupun psikis.

21
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja
Rosdikarya,2005), h. 22
22
Tabroni Rusyan, Op.Cit, h. 82
2

2. Fiqih

A. Pengertian Fiqih
Kata Fiqh secara bahasa adalah al-fahm (pemahaman) berarti
faham yang mendalam, mengetahui batinnya sampai kedalamanya.
Pada awalnya kata fiqh digunakan untuk semua bentuk pemahaman atas
Al-Qur‟an, Hadist dan bahkan sejarah. Pemahaman atas ayat-ayat dan
Hadist-hadist teologi, dulu diberi nama fiqh juga, seperti judul buku
Abu Hanifa tentangnya, Fiqh al-akbar. Pemahaman atas sejarah hidup
Nabi disebut dengan fiqh al-sira’. Namun setelah terjadi spesialisasi
ilmu-ilmu agama, kata fiqh hanya digunakan untuk pemahaman atas
syari‟at (agama), itu pun hanya yang berkaitan dengan hukum-hukum
23
perbuatan manusia.
Oleh karenanya, hari ini kita mengenal definisi fiqh sebagai:

Pengetahuan tentang hukum-hukum syari‟ah (agama) tentang perbuatan


manusia yang digali atau ditemukan dari dalil-dalil terperinci.
Fiqh disebut dengan ilmu atau pengetahuan, karena fiqh memang
sebuah ilmu atau pengetahuan. Dengan pengertian ilmu berarti fiqh
bukan agama, namun fiqh terkait dengan agama. Dapat dikatakan
bahwa fiqh adalah salah satu ilmu agama, selain dari teologi (ilmu
tauhid) dan tasawuf (ilmu akhlak Islami). Fiqh disebut ilmu karena fiqh
menggunakan metode ilmiah dalam perumusannya, baik pada saat
penemuan maupun pada saat penampilannya.
Secara istilah fiqh adalah tentang hukum-hukum syar‟i yang
bersifat amaliyah, yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang
tafshili. Menurut ulama lain fiqh adalah apa yang dicapai oleh mujtahid
dengan zannya. Sedangkan Al-Amidi memberikan definisi yang tidak
berbeda dengan yang diatas: “fiqh adalah ilmu tentang seperangkat

23
Lukman Zain, Pembelajaran Fiqih,(Jakarta: Direktorat Jenderal pendidikan Islam
Departemen Agama RI 2009),cet ke- 1. h. 3
2

hukum-hukum syara‟ yang bersifat furu‟iyah (cabang), berhasil


didapatkan melalui penalaran atau istidlal”
Bila kita fahami pengertian fiqh sebagaimana yang dikemukakan
oleh para ahli tersebut diatas, maka fiqh itu adalah hasil penalaran para
fuqaha atas hukum Allah baik yang terdapat dalam Al-Qur‟an maupun
Sunnah Rasul, yang berkaitan dengan tingkah laku manusia.
Dari berbagai pendapat tersebut diatas dapat diambil suatu
pengertian, bahwa hakekat fiqh itu adalah:
a. Fiqh adalah ilmu tentang hukum Allah
b. Fiqh bersifat amaliyah furu‟iyah
c. Pengetahuan tentang hukum Allah didasarkan pada dalil tafshili
(teruntai)
d. Fiqh digali dan ditemukan melalui penalaran dan istidlal seorang
24
mujtahid atau faqih.
8. Obyek Ilmu Fiqih Islam
Sebagian fuqaha‟ berpendapat bahwa obyek atau bidang kajian
ilmu fiqih ada dua kategori besar, yaitu:
a. Ibadah; mencakup Shalat, puasa, zakat, dan haji.
b. Adat istiadat; mencakup selain ibadah berupa hukum aplikatif, baik
yang bekaitan tentang jinayah atau muamalat, sirah (perjalanan hidup),
wasiat, dan warisan.
Sebagian lain membaginya menjadi empat bagian utama sebagai berikut:
a. Ibadah
b. Sesuatu yang berhubungan dengan eksistensi seseorang, yaitu aktivitas
muamalat seperti jual beli
c. Sesuatu yang berhubungan degan kelangsungan jenis/keturunan brupa
aspek tempat berteduh, seperti akad penikahan dan hal-hal yang
berhubungan dengannya.

24
ZurinalZ., Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Lembaga Peneliti UIN, 2008), cet ke-1,
h. 5
2

d. Sesuatu yang berkaitan dengan kelangsungan hidup jenis/keturunan


yang berkaitan dengan hak-hak sipil atau yang berhubungan
dengannya. Sebagian lagi membuat kategorisasi sebagai berikut :
a. Ibadah, yaitu shalat, zakat, puasa, haji dan jihad.
b. Muamalat, yaitu tukar menukar harta, amanat, pernikahan dan
berhubungan denganya, pendakwaan dan harta peninggalan.
c. Hukuman, yaitu qishash, hukuman mencuri, zina, qadzaf (tuduhan
palsu perzinahan), dan murtad (pindah agama dan keluar dari agama
25
Islam).
9. Sumber Fiqih Islam
Adapun yang dimaksud dengan sumber (mashdar) fiqih Islam
adalah ushul (dasar) yang dijadikan sandaran para fuqaha‟ dalam
ijtihadnya, sebagai sandaran dalam menggali hukum-hukum syar‟i. Dan
tidak ada kata syar‟i bagi fiqih Islam selama ia tidak bersumber dan lahir
dari rahimnya.
Kitab-kitab ushul fiqih menyebutkan ada beberapa sumber fiqih
Islam, diantaranya; Al-Qur‟an, sunnah, ijma‟, qiyas, kemaslahatan umum,
„urf, pendapat sahabat, syariat sebelum kita, istihsan, dan saddu dzari‟ah.
Tidak semua sumber hukum fiqih ini disepakati oleh para
fuqaha‟, diantaranya ada yang sudah disepakati oleh semua fuqaha‟ seperti
Al-Qur‟an dan sunnah dan ada yang sudah disepakati oleh mayoritas
ulama seperti ijma dan qiyas. Akan tetapi, ada juga yang masih
dipertikaikan fuqaha‟ yaitu istihsan adalah menganggap sesuatu baik,
dikatakan jika ia menganggap dan meyakini sesuatu itu baik, al-mashalih
al-mursalah adalah manfaat, atau untuk menyebutkan perbuatan yang
mengandung manfaat atau kebaikan, al-„urf adalah sesuatu yang sudh
diyakini mayoritas orang, baik berupa ucapan atau perbuatan yang sudah
berulang-ulang sehingga tertanam dalam jiwa dan diterima oleh akal

25
Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’:Sejarah Legislasi Hukum Islam, (Jakarta:Amzah,
2009), cet ke-1, h. 7
2

mereka, pendapat sahabat, syariat umat sebelum Islam (syar‟u man


26
qablana), dan sadd adz-dzara‟i.
10. Kurikulum Fiqih pada Madrasah Ibtidaiyah.
Mata pelajaran Fiqh di Madarasah Ibtidaiyyah merupakan salah
satu mata pelajaran agama yang mempelajari tentang Fiqh ibadah,
terutama menyangkut pengenalan dan pemahaman tentang cara- cara
pelaksanaan rukun Islam dan pembiasaannya dalam kehidupan sehari-
hari, serta Fiqh muamalah yang menyangkut pengenalan dan pemahaman
sederhana mengenai ketentuan tentang makanan dan minuman yang halal
dan haram, khitan, kurban serta tata cara pelaksanaan jual beli dan pinjam
meminjam. Serta substansial mata pelajaran Fiqh memiliki konstribusi
dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan
dan menerapkan hukum Islam dalam kehidupan sehari- hari sebagai
perwujudan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia
dengan Allah, dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, makhluk
lainnya ataupun lingkungannya.
Penyusunan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran Fiqh di
Madrasah Ibtidaiyyah ini dilakukan dengan cara mempertimbangkan dan
me-review peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi (SI) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah, terutama pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam aspek
Fiqh untuk SD/ MI, serta memperhatikan Surat Edaran Dirjen Pendidikan
Islam Nomor: DJ.II.I/PP.00/ED/681/2006, tanggal 1 Agustus 2006
Tentang Pelaksanaan Standar Isi, yang intinya bahwa Madrasah dapat

26
ibid,… h. 138
2

meningkatkan kompetensi lulusan dan mengembangkan kurikulum dengan


27
standar yang lebih tinggi.
Dalam Permenag No. 2 Tahun 2008 di jelaskan bahwa Standar
Kompetensi Lulusan mata pelajaran Fiqh di Madrasah Ibtidaiyah ialah
siswa mampu mengenal dan melaksanakan hukum Islam yang berkaitan
dengan rukun Islam, mulai dari ketentuan dan tata cara pelaksanaan
thaharah, shalat, puasa, zakat, sampai dengan pelaksanaan ibadah haji,
serta ketentuan tentang makanan dan minuman, khitan, kurban dan cara
pelaksanaan jual beli dan pinjam meminjam.
11. Struktur Kurikulum Fiqih pada Madrasah Ibtidaiyyah.
Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah sama dengan kurikulum Sekolah
Dasar, hanya saja pada MI terdapat porsi lebih banyak mengenai Pendidikan
Agama Islam. Selain mengajarkan mata pelajaran sebagaimana Sekolah Dasar,
juga ditambah pelajaran-pelajaran seperti:
a. Alquran Hadis
b. Aqidah Akhlak
c. Fiqih
d. Sejarah Kebudayaan Islam
e. Bahasa Arab
12. Tujuan Fiqih di Madrasah Ibtidaiyah.
Mata pelajaran Fiqh di Madrasah Ibtidaiyyah merupakan salah
satu mata pelajaran PAI yang mempelajari tentang Fiqh ibadah. Terutama
menyangkut pengenalan dan pemahaman tentang cara- cara pelaksanaan
rukun Islam dan pembiasaannya dalam kehidupan sehari- hari, serta Fiqh
Muamalah yang menyangkut pengenalan dan pemahaman sederhana
mengenai ketentuan tentang makanan dan minuman yang halal dan haram,
khitan, kurban serta tata cara pelaksanaan jual beli dan pinjam meminjam.
Secara substansial mata pelajaran Fiqh memiliki konstribusi dalam
memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan dan
menerapkan hukum Islam dalam kehidupan sehari- hari sebagai

27
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 2 tahun 2008 tentang Standar
Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam di Madrasah
2

perwujudan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia


dan Allah, dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, makhluk
lainnya ataupun lingkungannya.
Mata pelajaran Fiqh di Madrasah Ibtidaiyyah bertujuan untuk
membekali peserta didik agar dapat:
1. Mengetahui dan memahami cara- cara pelaksanaan hukum Islam baik
yang menyangkut aspek ibadah maupun muamalah untuk dijadikan
pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial.
2. Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan
benar dan baik, sebagai perwujudan dan ketaatan dalam menjalankan
ajaran agama Islam baik dalam hubungan manusia dengan Allah,
dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya
ataupun lingkungannya.
13. Ruang lingkup mata pelajaran Fiqh di Madrasah Ibtidaiyah.
Ruang lingkup mata pelajaran Fiqh di Madrasah Ibtidaiyah meliputi:
i. Fiqh ibadah; yang menyangkut pengenalan dan pemahaman tentang
cara pelaksanaan rukun Islam yang benar dan baik, seperti: tata cara
thaharah, shalat, puasa, zakat, ibadah haji.
ii. Fiqh Muamalah; yang menyangkut pengenalan dan pemahaman
mengenai ketentuan tentang makanan dan minuman yang halal dan
haram, khitan, kurban serta tata cara pelaksanaan jual beli dan pinjam
meminjam
14. Materi Pembelajaran Fiqih di Madrasah Ibtidaiyah
Materi pembelajaran fiqih pada MI meliputi:
a. Pembelajaran rukun Islam, Syahadat dan Bersuci dari Najis.
b. Pembelajaran wudhu, mandi wajib dan Khitan.
c. Pembelajaran azan dan iqamat.
d. Pembelajaran Shalat fardu.
e. Pembelajaran shalat berjamaah, shalat rawatib, zikir dan do‟a.
f. Pembelajaran Shalat jum‟at dan shalat bagi orang sakit.
g. Pembelajaran puasa dan amalan ramadhan dan shalat Id.
3

h. Pembelajaran zakat, infak, shodaqoh dan qurban.


i. Pembelajaran haji, halal-haram dan muamalah.
Dari materi-materi pembelajaran fiqih yang telah dijelaskan di
atas, penulis ingin mengangkat materi tentang pembelajaran Shalat
khususnya tentang pembelajaran praktek Shalat. Adapun materi
pembelajaran praktek Shalat yang diajarkan untuk siswa MI meliputi
gerakan dan bacaan serta ketentuan lainnya.
- Standar Kompetensi dari pembelajaran praktek Shalat adalah siswa
dapat atau mampu mempraktekkan Shalat fardu.
- Kompetensi Dasar yang diharapkan dari pembelajaran praktek Shalat
adalah :
1. Siswa mampu menyebutkan ketentuan tata cara Shalat fardu
2. Siswa mampu mempraktekkan keserasian gerakan dan bacaan Shalat
fardu.
Dan untuk mengukur kemampuan siswa diperlukan Evaluasi
kompetensi siswa dalam menyebutkan ketentuan, gerakan dan bacaan
Shalat yakni sebelum dan sesudah dilaksanakannya metode demontrasi
tentang Shalat. Adapun test yang diberikan secara tertulis dengan 15
pertanyaan (terlampir).
Adapun untuk mengetahui kemampuan dasar siswa dalam
mempraktekkan Shalat dan keserasian antara gerakan Shalat dan bacaan
yang dilakukan dan ujian praktek dan aspek pengamatan gerakan dan
bacaan yang perlu diamati guru (terlampir).
15. Metode Pembelajaran Fiqih di Madrasah Ibtidaiyah
Metode-metode pembelajaran adalah tata cara yang digunakan
guru untuk menciptakan lingkungan belajar dan mengkhususkan aktifitas
proses pembelajaran yang berlanngsung biasanya metode yang digunakan
melalui salah satu strategi, tetapi juga tidak tertutup kemungkinan
beberapa metode berada di dalam strategi yang bervariasi artinya
penetapan metode dapat divariasikan melalui strategi yang berbeda
tergantung pada tujuan yang dicapai oleh proses yang akan dilakukan
3

dalam kegiatan pembelajaran, ada banyak metode yang dapat digunakan


untuk pembelajaran yang terkait dengan strategi pembelajaran fiqih ibadah
terutama tentang metode pembelajaran Shalat
Metode / Teknik dan Media Pembelajaran
Untuk dapat menyampaikan materi Shalat, agar tercapai tujuan
utama pembelajaran, yaitu membentuk pribadi yang taqwa, diperlukan
metode-metode pembelajaran yang relevan. Untuk mencapai kompetensi
menyebutkan Shalat-Shalat fardu dapat menggunakan ceramah, tanya
jawab, dan hapalan. Sedangkan untuk mencapai kompetensi menirukn
gerakan menggunakan metode demontrasi ataupun latihan/praktek.
Adapun guna meraih kompetensi “mampu menirukan bacaan”
menggunakan hapalan dan oenugasan.
a. Metode Ceramah
Metode ceramah dapat digunakan untuk menyampaikan materi fiqih
tentang ketentuan Shalat, khususnya tentang kewajiban Shalat bagi
setiap mukmin dan hal-hal yang bersifat teoritis lainnya.
b. Metode Tanya jawab
Metode tanya jawab dapat digunakan utuk mengetahui pengetahuan
siswa tentang kewajiban Shalat, macam-macam Shalat sunah, dan
untuk mengetahui siapa diantara siswa yang sudah biasa melaksanakan
Shalat dirumahnya. Metode ini juga dapat digunakan untuk menguji
hapalan bacaan Shalat atau memotivasi siswa untuk menghafalnya.
c. Teknik Bola Pertanyaan
Teknik ini salah satu teknik yang dapat digunakan dalam sesi tanya
jawab. Teknik ini memadukan tanya jawab dengan bermain-main yang
mungkin akan cocok bila diterapkan kepada siswa MI kelas V.
d. Teknik Examples Non Examples
Dalam pembelajaran Shalat, teknik ini dapat digunakan untuk
memperkenalkan gerakan-gerakan Shalat dan urutannya melalui
sejumlah gambar.
3

e. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan
masalah dan mengambil kesimpulan.
f. Metode Resitasi (Pemberian tugas)
Dengan metode ini guru menggunakan pemberian tugas misalnya:
pekerjaan rumah, sebagai cara atau alat untuk memantapkan
pengetahuan siswa.
g. Metode Demontrasi dan Eksperimen
Metode demontrasi adalah cara menyampaikan materi pembelajaran
dengan peragaan, baik dilakukan oleh dirinya atau meminta orang lain
untuk memperagakannya.
h. Metode Bermain Peran
Metode bermain peran adalah cara mengajar dengan
mendemontrasikan cara bertingkah laku dalam hubungan sosial.
i. Metode Inquiri
Metode inquiri atau penyelidikan merupaka metode yang
mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan
eksperimen sendiri.
j. Metode Kisah/cerita
Metode ini dapat digunakan untuk menyentuh rasa anak didik agar
membuat mereka berani, rajin, takut, cemas, harap dan sebagainya.
k. Metode Pengulangan/hapalan.
Dalam pembelajaran fiqih, metode pengulangan dapat digunakan
untuk menghafalkan do‟a-do‟a dan bacaan.
l. Metode Peneladanan
Dalam pembelajaran agama,khusunya fiqih, metode peneladanan
sangat efektif bagi keberhasilan mengajar. Metode ini dilakukan
dengan memberi teladan pelaksanaan ajaran agama di depan siswa.
3

Oleh karena itu untuk mencapai kompetensi pada materi


pembelajaran Shalat yaitu, dengan menirukan gerakan Shalat penulis
menggunakan metode demontrasi ataupun latihan praktek. Adapun
prosedur dan langkah-langkah yang akan diajarkan guru kepada siswa
dalam hal ini menirukan gerakan-gerakan Shalat secara tertib melalui
metode demontrasi/praktek adalah sebagai berikut :
a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa
untuk melakukan Shalat.
b. Guru mendemontrasikan keserasian gerakan dan bacaan Shalat sesuai
dengan urutan Shalat yang benar, misalnya guru melakukan takbiratul
ihram.
c. Setelah selesai mendemontrasikan, guru membimbing pelatihan Shalat
yang serasi baik dengan gerakannya kepada siswa perkelompok.
d. Kemudian guru melakukan pengalihan atas kemampuan siswa dan
memberikan umpan balik atas pelatihan Shalat siswa tersebut.
e. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan
pelatihan lebih lanjut.
Dalam metode demontrasi/praktek guru berperan sebagai
pembimbing siswa dalam mempraktekkan gerakan dan bacaan Shalat,
adapun aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam membimbing siswa
adalah:
1. Apakah posisi tangan ketika takbiratul ihram sudah tepat!
2. Apakah posisi tangan ketika berdiri sudah benar ! tangan kanan di atas
tangan kiri ?
3. Apakah bacaan Al-Fatihah siswa sudah benar?
4. Apakah posisi rukuk siswa sudah benar ? apakah posisi benar,
koreksilah segera
5. Apakah posisi sujud siswa sudah benar ? apakah posisi lima anggota
tubuh dalam sujud ( dahi, hidung, telapak tangan, lutut dan jari kaki )
sudah tepat? jika belum bimbinglah sampai benar.
3

6. Apakah posisi antara dua sujud/tahiyat awal dan tahiyat akhir sudah
benar? kalau belum periksa.
Adapun Kelebihan metode demonstrasi adalah sebagai berikut:
a. Perhatian anak didik dapat di pusatkan, dan titik berat yang di anggap
penting oleh guru dapat di amati.
b. Perhatian anak didik akan lebih terpusat pada apa yang di
Demonstrasikan, jadi proses anak didik akan lebih terarah dan akan
mengurangi perhatian anak didik kepada masalah lain
c. Dapat merangsang siswa untuk lebih aktif dalam mengikuti proses
belajar
d. Dapat menambah pengalaman anak didik
e. Bisa membantu siswa ingat lebih lama tentang materi yang di
sampaikan
f. Dapat mengurangi kesalah pahaman karna pengajaran lebih jelas dan
kongkrit
g. Dapat menjawab semua masalah yang timbul di dalam pikiran setiap
siswa karna ikut serta berperan secara langsung.
Dari macam-macam metode tersebut guru fiqih di MI Al-Hikmah
dalam pembelajarannya memakai metode demontrasi

3. Metode Demontrasi
a. Pengertian Metode Demontrasi
Yang di maksud dengan metode demonstrasi ialah metode
mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu
pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu
proses pembentukan tertentu pada siswa.
Untuk memperjelas pengertian tersebut dalam prakteknya
dapat di lakukan oleh guru atau anak didik itu sendiri. Metode
Demonstran cukup baik apabila di gunakan dalam penyampaian bahan
pelajaran fiqih, misalnya bagaiamana cara berwudhu, shalat,
memandikan orang mati, tawaf pada waktu haji,dan yang lainnya.
3

Secara etimologi Metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu


Metha dan Hodos. Metha berarti melalui atau melewati, dan hodos yang
28
berarti jalan atau cara. Sedangkan menurut terminologi metode
berarti suatu alat atau cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Yang dimaksud dengan metode demontrasi adalah metode
mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu
pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu
proses pembentukkan tertentu kepada siswa.
Metode demontrasi dapat digunakan dalam penyampaian
bahan pelajaran Fiqih, misalnya bagaimana cara berwudhu yang benar,
bagaimana cara shalat yang benar, dan lain-lain. sebab kata demontrasi
diambil dari “Demonstration: (to show) yang artinya memperagakan
atau memperlihatkan proses kelangsungan sesuatu”.
Pengertian lain dari metode seperti yang diungkapkan oleh
para ahli di bawah ini:
1) Samsul Nizar mengartikan metode sebagai suatu teknik mengetahui
yang dipakai dalam proses mencari ilmu pengetahuan dari suatu
29
materi tertentu.
2) Ahmad Tafsir mengartikan metode sebagai cara yang paling tepat
30
dan cepat dalam melaksanakan sesuatu.
Dari beberapa pengrtian di atas bisa disimpulkan bahwa
metode mengajar adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Metode mengajar diperlukan oleh guru dan penggunaanya bervariasi
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir.

28
H. M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang,
1976), h. 141
29
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis,
(Jakarta: Ciputat Press, 2002),h. 66
30
Ahmad Tafsir, Metodelogi Pengajaran Agama Islam,(Bandung: Remaja Rosdakarya ,
1996),h. 9
3

Sedangkan demontrasi adalah upaya peragaan atau


31
penunjukan tentang cara mengerjakan atau melakukan sesuatu.
Demontrasi menurut M. Uzer Usman adalah memperagakan
apa yang diajarkan guru dengan cara didaktis, maksudnya agar apa
yang disampaikan betul-betul dimiliki oleh peserta didik. dikatakan
lebih lanjut bahwa dalam belajar yang efektif harus dimulai dengan
pengalaman langsung atau pengalaman kongkrit menuju pengalaman
yang lebih abstrak. Artinya tidak cukup bagi seorang siswa mempelajari
teori tanpa adanya peragaan yang kongkrit pula.
Dan adapun sebaiknya dalam Mendemonstrasikan pelajaran
tersebut guru harus terlebih dulu Mendemonstrasikan dengan sebaik-
baiknya, baru di ikuti oleh murid-muridnya yang sesuai dengan
petunjuk.
Demontrasi sebagai suatu metode mengajar berarti seorang
guru atau demonstrator memperlihatkan kepada seluruh kelas tentang
suatu proses. Misalnya dalam mengajarkan cara melaksanakan
berwudhu diperlihatkan seluruh proses pelaksanaannya kepada seluruh
siswa, atau dengan cara mempergunakan sumber-sumber lain sebagai
alat demontrasi bantuan.
Metode Demontrasi sangat tepat digunakan karena
pengalaman dan pengalaman langsung dari seorang siswa akan dengan
mudah tersimpan dalam memorinya. Dengan demikian, mereka dengan
sendirinya memahami penjelasan dari gurunya tanpa harus bersusah
payah.
Jadi metode demontrasi adalah cara penyajian bahan
pelajaran dengan mempertunjukkan atau memperagakan kepada peserta
didik suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari,
baik sebenarnya maupun contoh atau tiruan yang sering disertai dengan
penjelasan secara lisan.

31
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Edisi Revisi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000),h. 208
3

b. Kelebihan Metode Demontrasi


Adapun Kelebihan metode demonstran adalah sebagai
berikut:
1) Perhatian anak didik dapat di pusatkan, dan titik berat yang di
anggap penting oleh guru dapat di amati.
2) Perhatian anak didik akan lebih terpusat pada apa yang di
Demonstrasikan, jadi proses anak didik akan lebih terarah dan akan
mengurangi perhatian anak didik kepada masalah lain
3) Dapat merangsang siswa untuk lebih aktif dalam mengikuti proses
belajar
4) Dapat menambah pengalaman anak didik
5) Bisa membantu siswa ingat lebih lama tentang materi yang di
sampaikan
6) Dapat mengurangi kesalah pahaman karna pengajaran lebih jelas
dan kongkrit
7) Dapat menjawab semua masalah yang timbul di dalam pikiran
setiap siswa karna ikut serta berperan secara langsung.
c. Perbedaan Metode Demontrasi Dengan Metode Eksperimen
Berbeda dengan metode eksperimen, metode demontrasi titik
tekannya adalah memperagakan tentang jalannya suatu proses tertentu,
sementara metode eksperimen adalah melakukan percobaan/praktik
langsung atau dengan cara meneliti dan mengamati secara seksama.
Perbedaan lainnya adalah metode demontrasi dilakukan oleh guru
terlebih dahulu, baru diikuti oleh siswa, sedangkan metode eksperimen
dilakukan oleh guru dan siswa secara bersama-sama.
Apabila teori menjalankan ibadah yang betul dan baik telah
di miliki oleh anak didik, maka guru harus mencoba
mendemonstrasikan di depan para murit. Dan apabila anak didik sedang
mendemonstrasikan ibadah, guru harus mengamati langkah dari
langkah dari setiap gera-gerik murid tersebut, sehingga apabila ada
kesalahan atau kekurangannya guru berkewajiban memperbaikinya.
3

Tindakan mengamati segi-segi yang kurang baik lalu memperbaikinya


akan memberikan kesan yang dalam pada diri anak didik, karna guru
telah memberi pengalaman kepada anak didik baik bagi anak didik
yang menjalankan Demonstrasi ataupun bagi yang menyaksikannya.
Dari segi kelemahan metode demonstran adalah:
1) Memerlukan waktu yang cukup banyak
2) Apabila terjadi kekurangan media, metode demonstrasi menjadi
kurang efesien
3) Memerlukan biaya yang cukup mahal, terutama untuk membeli
bahan-bahannya
4) Memerlukan tenaga yang tidak sedikit
5) Apabila siswa tidak aktif maka metode demonstran menjadi tidak
efektif.
Adapun langkah-langkah dalam penerapan metode demonstrasi adalah:
1) Perencanaan
Dalam perencanaan hal-hal yang dilakukan ialah:
a) Merumuskan tujuan yang baik dari sudut kecakapan atau
kegiatan yang di harapkan dapat tercapai setelah metode
demontrasi berakhir
b) Menetapkan garis-garis besar langkah-langkah demonstrasi
yang akan di laksanakan
c) Memperhitungkan waktu yang di butuhkan
d) Selama demonstrasi berlangsung guru haru intropeksi diri
apakah:
Keterangan-keterangan dapat di dengar dengan jelas oleh
siswa. Apakah semua media yang di gunaka telah di tempatkan pada
posisi yang baik, hingga semua siswa dapat melihat semuanya
dengan jelas Siswa di sarankan membuat catatan yang dianggap
perlu menetapkan rencana penilaian terhadap kemampuan anak
didik.
3

2) Pelaksanaannya yang mesti di lakukan adalah:


a) Memeriksa hal-hal tersebut di atas untuk kesekian kalinya
b) Melakukan demonstrasi dengan menarik perhatian siswa
c) Mengingat pokok-pokok materi yang akan di demonstrasikan
agar mencapai sasaran
d) Memperhatikan kedaan siswa, apakah semuanya mengikuti
demonstrasi dengan baik
e) Memberikan kesempatan pada siswa untuk aktif
f) Menghindari ketegangan

3). Evaluasi:
Dalam kegiatan evaluasi ini dapat berupa pemberian
tugas, seperti membuat laporan,menjawab pertanyaan,
mengadakan latihan lebih lanjut, baik di sekolah ataupun di
rumah.
4). Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam penggunaan metode
demonstrasi tersebut adalah:
a. Rumuskan secara spesifik yang dapat di capai oleh siswa.
b. Susun langkah-langkah yag akan dilakukan dengan demontrasi
secara teratur sesuai dengan skenario yang telah di rencanakan.
c. Menyiapkan peralatan yang di butuhkan sebelum demonstrasi
dimulai.
d. Usahakan dalam melakukan demonstrasi tersebut sesuai
dengan kenyataan sebenarnya.
40

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah ibtidaiyah al-Hikmah kalibata
Jakarta selatan RT 011/RW 01 No. 29 Kalibata Jakarta Selatan Waktu
penelitian berlangsung selama 4 bulan mulai dari bulan Maret 2012 sampai
bulan Mei 2012.

B. Metode dan Desain Penelitian


Sesuai dengan tujuan ingin dicapai, maka metode yang penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas
atau di kenal dengan Class Action Research (CAR). Penelitian Tindakan
Kelas adalah suatu penelitian yang dikembangkan bersama sama untuk
peneliti dan decision maker tentang variable yang dimanipulasikan dan dapat
digunakan untuk melakukan perbaikan. Menurut Carr dan Kemmis seperti
yang dikutip oleh Siswojo Hardjodipuro, dikatakan bahwa yang dimaksud
dengan istilah PTK adalah suatu bentuk refleksi diri yang dilakukan oleh para
partisipan (guru, siswa atau kepala sekolah) dalam situasi-situasi sosial
(termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran (a)
praktik-praktik sosial atau pendidikan yang dilakukan dilakukan sendiri, (b)
pengertian mengenai praktik-praktik ini, dan (c) situasi-situasi ( dan lembaga-
9
lembaga ) tempat praktik-praktik tersebut dilaksanakan (Harjodipuro, 1997).

9
Enjah Takari “Penelitian Tindakan Kelas” (Bandung: PT. Genesindo, 2008) , Cet. Ke-I
h. 5

40
4

Lebih lanjut, dijelaskan oleh Harjodipuro bahwa PTK adalah suatu


pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan
mendorong para guru untuk memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar
kritis terhadap praktik tersebut dan agar mau utuk mengubahnya. PTK bukan
sekedar mengajar, PTK mempunyai makna sadar dan kritis terhadap
mengajar, dan menggunakan kesadaran kritis terhadap dirinya sendiri untuk
bersiap terhadap proses perubahan.
Dan perbaikan proses pembelajaran. PTK mendorong guru untuk
berani bertindak dan berpikir kritis dalam mengembangkan teori dan rasional
bagi mereka sendiri, dan bertanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya
10
secara profesional.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud PTK adalah suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis
reflektif terhadap berbagai tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus
sebagai peneliti, sejak disusunnya suatu perencanaan sampai penilaian
terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa belajar mengajar untuk
memperbaiki suatu kondisi pembelajaran yang dilakukan. Sementara itu
pelaksanaannya PTK di antaranya untuk meningkatkan kualitas pendidikan
atau pengajaran yang dilaksanakan oleh guru/peneliti itu sendiri, yang
dampaknya diharapkan tidak ada lagi permasalahan yang mengganjal di
kelas.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua siklus dan tiap
siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu :

10
Ibid …, h. 6
4

TAHAPAN SIKLUS-SIKLUS
1 Perencanaan Persiapan Awal
(Planning) a. Mengurus surat perizinan untuk melakukan observasi.
b. Melakukan konsultasi pada dosen pembimbing terkait
hasil observasi yang telah dilakukan.
c. Menyusun kisi-kisi soal untuk instrumen penelitian.
d. Menyusun instrumen penelitian berdasarkan kisi-kisi
soal yang telah di buat.
e. Melakukan konsultasi kepada dosen pembimbing
mengenai instrumen yang telah di buat.
f. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Fiqh pada materi sholat wajib dengan berjamaah.
g. Melakukan koordinasi dengan pihak sekolah untuk
melakukan uji coba yang akan digunakan dalam
penelitian.
h. Mengolah hasil data uji coba dengan mencari validitas,
reabilitas dan tingkat kesukaran butir soal instrumen.
j. Menentukan butir soal yang layak untuk dijadikan
instrumen penelitian.
2 Tindakan a. Mengadakan tes awal (pretest) pada setiap siklunya.
(Acting) Penelitian menggunakan soal-soal hasil analisis dan uji
instrumen penelitian.
b. Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan tampilkan
untuk maju kedepan
c. Mengadakan tes akhir (postest) untuk siklus I dan II.
Penelitian menggunakan soal yang sama ketika
dilakukan tes awal (pretest).
3 Pengamatan Pengamatan dilakukan bersamaan dengan proses
(Observing) pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini, dilakukan kolaborasi
antara peneliti dan observer untuk mengisi lembar
4

observasi aktifitas siswa.


4 Refleksi a. Menganalisis data hasil tes awal (pretest) pada setiap
siklusnya dengan menggunakan uji statistik.
b. Menganalisis data hasil tes akhir (postest) pada setiap
siklusnya dengan menggunakan uji statistik.
c. Melakukan penarikan kesimpulan terhadap hasil
penelitian berdasarkan hasil uji statistik yang telah
dilakukan.

Pada tahap ini, data hasil pengamatan yang dapat dianalisis


bersama dengan observer sehingga diketahui kekurangan yang ada pada siklus I. Hasil analisis te
tergambar dibawah ini:

Langkah 1 Siklus

(2) Tindakan

(1) Rencana (3) Pengamatan Analisis


Hasil

(4) Refleksi Evaluasi

Gambar 3.1 Desain Intervensi Tindakan


(Bagan Siklus PTK sumber KTI Prof Suharjono)
4

Menurut pandangan para ahli PTK bahwa antara teori dan praktek
bukan merupakan dunia yang berlainan. Akan tetapi keduanya merupakan
dua tahap yang berbeda, yang saling bergantungan, dan keduanya berfungsi
untuk mendukung transformasi.

Langkah-langkah setiap tahapan penelitian ini dapat dilihat pada


bagan di bawah ini:

PRA PTK Identifikasi Masalah

Analisis Masalah

Rumusan Masalah

Rumusan Hipotesis Tindakan

Perencanaan Tindakan

Pelaksanaan Tindakan Observasi Tindakan

Refleksi Siklus kedua

Gambar 3.2 Bagan Pra PTK


4

Setelah pelaksanaan siklus pertama dengan memperhatikan


berbagai masukan dari para observer dari refleksi sebelumnya, PTK
dilanjutkan pada siklus kedua. Pada siklus kedua ini terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan tindakan disertai observasi, dan refleksi.

SIKLUS I

PRA PTK Identifikasi Masalah

Pelaksanaan Tindakan Observasi Tindakan

Refleksi

SIKLUS II

Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan Tindakan Observasi Tindakan

Refleksi

Penyusunan Laporan

Gambar 3.3 Bagan Siklus PTK


4

C. Subyek dan Pihak yang Terkait dalam Penelitian


Subyek dalam kegiatan penelitian tindakan kelas ini difokuskan
pada kelas II Madrasah Ibtidaiyah dengan jumlah siswa 23 orang, terdiri dari
12 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan. Sedangkan pihak yang terkait
dalam penelitian ini adalah peneliti dan wali kelas II sebagai teman observer
atau kolaborator.

D. Posisi dan Peran Peneliti dalam Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian koloburatif. Adapun peneliti- peneliti yang terlibat antara lain:

No Posisi Peranan
1 Peneliti Utama 1. Memberikan pretest dan postest
(Siti Azizah) 2.Mengajar materi sholat wajib dengan
berjamaah
3. Memberikan lembar pretest
4.Bersama konsultan ahli dan observer
menganalisis dan menarik kesimpulan
terhadap hasil penelitian.
2 Observer 1. Membantu peneliti utama mengamati
(Mursidi) proses pretest, implementasi tindakan,
postest
2. Memberikan masukan-masukan saat
analisis data dan menarik kesimpulan.
3 Konsultan Ahli 1. Memberikan masukan pada peneliti
(Abdul Ghofur. MA) utama pada saat menyusun perangkat
pembelajaran dan menyusun instrument
2. Memberikan masukan pada saat mem-
buat siklus penelitian
3. Memberikan masukan saat analisis dan
menarik kesimpulan.
4

E. Tahap Intervensi Tindakan


Adapun Desain penelitian yang digunakan adalah desain siklus
yang terdiri dari 4 tahap, yakni perencanaan, melakukan tindakan, observasi,
dan evaluasi. Refleksi dalam tahap siklus dan akan berulang kembali pada
siklus-siklus berikutnya. Adapun tahapan-tahapan intervensi siklus pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:

Siklus I
Tahap Perencanaan
Menelaah tujuan kurikulumpada materi sholat wajib dengan berjamaah
Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan menyusun LKS.
MembuatdanMempersiapkansumber,bahan,danmedia pembelajaran
Menyusun instrumen penelitian
Memvalidasi instrumen penelitian

Tahap tindakan-tindakan dan observasi

No Tahap Tindakan Kegiatan Observasi


1 Pree-test Mengamati proses pelaksanaan pree-
test
2 Implementasi materi sholat - Mengamati proses implementasi
berjamaah - Mencari hal-hal yang terjadi dalam
dengan menggunakan metode proses pembuatan yang tidak ter-
Demonstrasi. cantum dalam materi sholat wajib
dengan berjamaah dan pada manfaat
Mengamati proses pelaksanaan pos-
test
3 Pos-test Mengamati proses pengisian pos-test
4

c. Tahap Refleksi
1. Menganalisis data-data yang di peroleh pada tahap tindakan dan
observasi.
2. Mengambil kesimpulan tentang kelebihan dan kelemahan penggunaan
model pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi pada
materi sholat berjamaah, sebagai acuan/desain untuk menyusun desain
siklus selanjutnya.

Siklus II
a. Perencanaan
1) Identifikasi masalah yang muncul pada siklus I dan belum teratasi dan
penetapan alternatif pemecahan masalah.
2) Menentukan indikator pencapaian hasil belajar.
3) Pengembangan program tindakan II.
b. Tindakan
Pelaksanaan program tindakan II yang mengacu pada identifikasi masalah
yang muncul pada siklus I, sesuai dengan alternatif pemecahan masalah
yang sudah ditentukan, antara lain melalui:
1) Guru melakukan apersepsi pada pelajaran yang sudah

2) Siswa yang diperkenalkan dengan materi yang akan dibahas dan tujuan
yang ingin dicapai dalam pembelajaran.
3) Siswa bertanya jawab tentang sholat berjamaah
4) Siswa menceritakan tentang praktik sholat berjamaah
5) Presentasi hasil diskusi.
6) Siswa menyelesaikan tugas pada lembar kerja siswa.
c. Pengamatan (Observasi)
1) Melakukan observasi sesuai dengan format yang sudah disiapkan dan
mencatat semua hal-hal yang diperlukan yang terjadi selama
pelaksanaan tindakan berlangsung.
2) Menilai hasil tindakan sesuai dengan format yang sudah
dikembangkan.
4

d. Refleksi
1) Melakukan evaluasi terhadap tindakan pada siklus II berdasarkan data
yang terkumpul.
2) Membahas hasil evaluasi tentang scenario pembelajaran pada siklus II.
3) Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai dengan hasil evaluasi untuk
digunakan pada siklus III
4) Evaluasi tindakan II
Indikator keberhasilan yang dicapai pada siklus ini diharapkan
mengalami kemajuan minimal 10% dari siklus I.

F. Hasil Intervensi yang Diharapkan


Dalam pelaksanaan penelitian tindakan ini, penulis terus mengupayakan
untuk memberikan tindakan dengan cara penyajian materi semenarik
mungkin yaitu dengan berkelompok yang berkaitan dengan materi pelajaran
untuk diamati secara kelompok agar peningkatan hasil belajar dapat
meningkat dan dapat memotivasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran.
Penentuan nilai KKM di tentukan oleh guru kelas/ guru mata pelajaran
dengan mengacu pada nilai ketuntasan belajar siswa yang ditentukan oleh
pencapaian skor minimal. Untuk itu penelitian ini dikatakan berhasil apabila
hasil belajar Fiqih siswa kelas II Madrasah Ibtidaiyah Al-Himah terhadap
materi sholat berjamaah, mencapai indikator kriteria ketuntasan Minimal 65
% dengan nilai KKM yang ditetapkan sekolah 70,00.

G. Data dan Sumber Data


Data yang diperoleh berupa nilai hasil belajar siswa yang mencakup
pemahaman konsep dan aktivitas siswa dengan menggunakan metode
demonstrasi.
5

Data Sumber Data Instrumen


Pemahaman materi Siswa Pree-test dan pos-test
Aktivitas siswa Siswa Lembar observasi

H. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis
yaitu:
1. Instrumen Tes
Tes tertulis ini berupa tes awal (pretest) dan akhir (postest). Tes awal
(pretest) adalah tes yang dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan
kepada peserta didik, karena itu pertanyaan yang tercantum dalam pokok
soal dibuat yang mudah. Sedangkan tes akhir (postest) adalah bahan-bahan
pelajaran yang tergolong penting, yang telah diajarkan kepada siswa para
peserta didik dan biasanya naskah tes akhir ini dibuat sama dengan naskah
tes awal.
2. Instrumen Non Tes
Dalam instrumen non test yang telah digunakan adalah sebagai berikut;
a. Lembar observasi
Lembar observasi ini terdiri dari lembar observasi aktifitas
siswa dan lembar observasi aktifitas pembelajaran. Lembar observasi
proses kegiatan belajar mengajar yaitu untuk mengadakan pencatatan
secara sistematis mengenai aktifitas belajar siswa dan proses
pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi.
b. Catatan lapangan
Catatan lapangan digunakan untuk mengamati seluruh
kegiatan dalam proses pembelajaran berlangsung. Berbagai hasil
pengamatan tentang aspek pembelajaran di kelas, suasana kelas,
pengelolaan kelas, interaksi guru dengan siswa dan aspek lainnya yang
perlu dicatat.
5

I. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
melakukan observasi terhadap proses pembelajaran, membuat catatan
lapangan, dokumentasi, dan merekapitulasi nilai hasil belajar yang diperoleh
siswa dari tes pada setiap akhir siklus.
Setelah semua data terkumpul penelitian bersama kolaborator (guru
mata pelajaran) melakukan analisis dan evaluasi data untuk membuat
kesimpulan mengenai peningkatan hasil belajar siswa serta kelebihan dan
kekurangan penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan.

J. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan


Sebelum tes tersebut dijadikan sebagai instrumen penelitian, terlebih
dahulu dilakukan uji coba kepada responden, yaitu orang-orang diluar sampel
(subyek) yang telah ditetapkan. Dalam hal ini diluar subyek yang sudah
ditetapkan. Tes uji coba tersebut dimaksudkan untuk mengetahui apakah
instrumen tersebut dapat memenuhi syarat validitas dan reliabilitasnya atau
tidak.
1. Uji validitas
Suatu alat evaluasi tersebut validity dapat diartikan tepat atu sahih,
apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya, atau
dengan kata lain suatu alat evaluasi disebut valid jika ia dapat
mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang dievaluasi itu. Uji validitas
adalah uji kesanggupan alat penilain dalam mengukur isi sebenarnya.
Untuk mengetahui validitas instrumen soal maka digunakan rumus
11
korelasi point Biserial.

M P  M1p
SD1q

11
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2010), Cet ke-2, h. 79
5

Keterangan:
r pbsi = Koefisien korelasi biserial
M p = Rerata skor pada subyek yang menjawab betul bagi item yang
dicari validitasnya
Mt = Mean skor total yang berhasil dicapai oleh peserta tes
SD t = Standar Deviasi dari skor total
P = Proporsi peserta tes yang menjawab betul
q = Proporsi peserta tes yang menjawab betul
r>r tabel maka butir soal tersebut valid
r<r tabel maka butir soal tersebut tidak valid

2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah ketepatan alat tersebut dalam mengukur apa yang
dinilai. Analisis reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah soal yang
disusun dapat memberikan hasil yang tepat atau tidak. Hal ini berarti
apabila soal dikenakan untuk sejumlah subyek yang sama dalam waktu
tertentu, maka hasil akan tetap sama. Instrumen disebut reliabil
mengandung arti bahwa instrumen tersebut cukup baik sehingga mampu
mengungkap data yang bisa dipercaya. Untuk mengetahui reliabilitas
instrumen tes hasil belajar siswa Kuder-Richardson (K-R 20) dengan
12
rumus sebagai berikut:

 n  S   pq 
2

r11 =  2 
 n  1 S 

Keterangan:
r 11 = reliabilitas tes secara keseluruhan
n = jumlah butir soal dalam perangkat tes
S = standar deviasi skor-skor tes
p = proporsi subyek yang menjawab item benar

12
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, …………h. 100
5

q = proporsi subyek yang menjawab item


salah pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q

Adapun kriteria pengujiannya adalah:


r 11 = 0,00-0,20 = Reliabilitas kecil
r 11 = 0,20-0,40 = Reliabilitas rendah
r 11 = 0,40-0,70 = Reliabilitas sedang
r 11 = 0,70-0,90 = Reliabilitas tinggi
r 11 = 0,90-1,00 = Reliabilitas sangat tinggi
r>r tabel instrumen hasil belajar reliabel
r<r tabel instrumen hasil belajar tidak reliabel

3. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran merupakan suatu proporsi atau perbandingan
antara siswa yang menjawab benar dengan keseluruhan siswa yang
mengikuti tes. Indeks kesukaran rentangnya dari 0,0 sampai 1,0. Semakin
besar indeks kesukarannya menunjukkan semakin sulit butir soal. Cara
menghitung tingkat kesukaran dengan menggunakan rumus sebagai
13
berikut:
B
P=
JS

Keterangan:

P = indeks kesukaran
B = banyak siswa yang menjawab soal dengan betul
JS = jumlah seluruh siswa peserta test
Kriteria tingkat kesukaran:
0,00-0,40 = sukar
0,50-0,70 = sedang
0,80-1,00 = mudah

13
Suharsimi Arikunto,. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan,…..h. 208
5

K. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis


Setelah data terkumpul maka dilakukan teknik analisi data, yaitu
penelitian memberikan uraian mengenai hasil penelitian. Menganalisis data
merupakan suatu cara yang digunakan penelitian untuk mengurai data yang
diperoleh agar dapat dipahami bukan hanya orang yang meneliti, tetapi juga
orang lain yang ingin mengetahui hasil penelitian. Data yang didapat berupa
hasil belajar siswa pada ranah kognitif, lembar observasi kegiatan siswa dan
guru pada proses pembelajaran, catatan lapangan, dan respon siswa terhadap
metode demostrasi.
Dalam menganalisis data hasil belajar pada aspek kognitif atau
penguasaan konsep menggunakan analisis deskriptif dari setiap siklus
menggunakan gain skor. Gain adalah selisih antara nilai postes dan pretes,
gain menunjukkan peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa
setelah pembelajaran yang dilakukan guru.
14
Untuk mengetahui selisih nilai tersebut, menggunakan Normalized Gain

Indeks N-Gain = Skor test akhir-skor tes awal


Skor maksimum-skor tes awal

Dengan kategori:
g tinggi : nilai (g) > 0,70
g sedang : 0,70 > (g) > 0,3
g rendah : nilai (g) < 0,3

14
Suherman “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Berdasarkan Masalah” (Jakarta: UIN, 2008), h. 51
5

L. Analisis Tindak Lanjut dan Pengembangan Perencanaan Tindakan


Seperti yang telah dikemukakan, bahwa penelitian yang dilakukan
oleh peneliti merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang memiliki
tahapan-tahapan dalam tiap siklusnya. Tahapan tersebut meliputi perencanaan,
tindakan, pengamatan/pengumpulan data dan rrefleksi. Sedangkan prosedur pelaksanaan perbaikan apab
5

BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Latar Belakang MI Al-Hikmah


Madrasah Ibtidaiyah Al-Hikmah berada di wilayah Kelurahan
Kalibata Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan. Di kelurahan Kalibata terdapat
banyak Sekolah Swasta yang mengelolah pendidikan formal dari tingkat
RA/TK, SD/MI, SMP/MTs, SLTA/MA bahkan sampai dengan Perguruan
Tinggi. Tetapi selama ini mutu pendidikan tersebut masih kalah bersaing
dengan sekolah-sekolah lain.
MI Al-Hikmah yang berdiri sejak tahun 1986 sampai saat ini masih
tetap eksis dan dapat melaksanakan Kegiatan Belajar mengajar walaupun
dalam serba keterbatasan.
Madrasah Ibtidaiyah Al-Hikmah mempunyai potensi yang besar dan
dapat dikembangkan lebih maju lagi, diantaranya karena :
1. Gedung MI Al-Hikmah sudah direnovasi sehingga Ruang kelas Belajarnya
standar dan nyaman untuk belajar.
2. Sumber Daya Manusia ( SDM ) atau Guru sebagian besar sudah Strata
Satu (S.1) dan sudah Pegawai Negeri Sipil ( PNS ).
3. Lokasi yang strategis
4. Lokasi lahan yang luas.
Dengan segenap aktivitas akademik MI Nal-Hikmah akan selalu
berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan mutu pendidikan, agar
lulusan dari MI Al-Hikmah dapat bersaing dengan lulusan dari sekolah lain.

56
5

VISI DAN MISI


VISI
Terselenggara proses pendidikan yang menggunakan keseimbangan Iman,
Taqwa, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

MISI
Menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan kurikulum.
Meningkatkan kualitas manajemen pendidikan dan sumber daya manusia (tenaga kependidikan).
Menghasilkan Pelajar yang mempunyai daya pikir yang handal dan kreatif serta mengerti akan aj
1. Struktur Organisasi
UntukstrukturorganisasiMIAl-HikmahJakartaSelatan
berdasarkan data yang diperoleh penulis dari bagian administrasi yaitu sebagai berikut:

STRUKTUR ORGANISASI MI AL-HIKMAH

YAYASAN MI AL-HIKMAH

KEPALA SEKOLAH

KOMITE SEKOLAH TATA USAHA

WAKASEK

GURU-GURU

SISWA-SISWI
5

2. Keadaan Guru, karyawan dan Siswa-siswi

Tabel 4.1
Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan

No Keterangan Jumlah
Pendidik
1 Guru PNS Diperbantukan Tetap 2
2 Guru Tetap Yayasan -
3 Guru Honorer 6

4 Guru Tidak Tetap


Tenaga Kependidikan
1 Bendahara 1

2 Tata Usaha 2

Tabel 4.2
Data Guru Dan Karyawan

PEND.
NO NAMA/NIP TERAKHI BIDANG STUDY
R
Bahasa Arab,
1 H. Abdul Salam PGAN
Akidah
2 Mursidi MAN Guru Kelas 4
3 Mulyana MAN Guru Kelas 2
4 Siti Azizah MAN Guru Kelas 1
5 M. Kholil Amir SLTA Guru Kelas 3
6 Ma`mun, S.Ag IAIN Guru Kelas 5
7 Tri Wahyuni, S.Pd UHAMKA Guru Kelas 6
8 Ahmad Zamroni, S.Pd.I Yudharta Fikh, Qurdist
5

Jumlah siswa-siswi MI Al-Hikmah dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3
Data Siswa MI Nurul Ikhwan Tahun Pelajaran 2011-2012

JENIS KELAMIN
NO KELAS JUMLAH
L P
1 I 16 14 30
2 II 14 9 23
3 III 10 10 20
4 IV 12 8 20
5 V 11 19 20
6 VI 9 8 17
JUMLAH 72 58 130
3. Sarana dan Prasarana
Berdasarkan pengamatan dan informasi pihak MI Al-Hikmah Jakarta Selatan bersama ini dapat disajika
6

Tabel 4.4
Keadaan sarana dan prasarana sekolah MI Al-Hikmah

Jumlah Jumlah Kategori Kerusakan


Jumlah Ruang Ruang
No Jenis Prasarana Rusak Rusak Rusak
Ruang Kondisi Kondisi
Ringan Sedang Berat
Baik Buruk
1 Ruang Kelas 5 5
2 Perpustakaan 1 1
3 R. Pimpinan 1 1
4 R. Guru 1 1
5 R. Tata Usaha 1 1
6 R. Konseling
7 Tempat Ibadah 1
8 R. UKS
9 Jamban 1
10 Gudang
11 R. Sirkulasi
12 Tempat Olahraga
13 R. OSIS
B. Deskripsi Data
Setelah dilakukan pembelajaran sholat dengan menggunakan metode demontrasi menggunakan siklus I

Berdasarkan hasil observasi dan pemikiran selama pembelajaran


sholat menggunakan metode demontrasi diperoleh data yang tercantum pada
tabel.
6

Tabel 5. 5
Skor hasil belajar siswa pada siklus II dan siklus II

Rata-rata
Skor hasil belajar
Pre-test Pos-test

Siklus I 43,7 69,5

Siklus II 48,5 76,0

Menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada praktek shplat


meningkat setelah dilakukan kegiatan belajar mengajar dengan metode
demontrasi. Hal ini terlihat dari rata-rata kelas skor postest yang meningkat
dari rata-rata kelas skor pretest pada siklus I dan siklus II. Kenaikan rata-rata
kelas skor pretest dan postest pada siklus I yaitu 43,7 menjadi 69,5 sedangkan
kenaikan rata-rata kelas skor pretest dan postest pada siklus II yaitu 48,5
menjadi 76,0. Setelah melakukan refleksi pada siklus I dan berdasarkan
peningkatan hasil belajar pada siklus I, peneliti merasa perlu untuk
melanjutkan penelitian ke siklus II untuk mengetahui peningkatan hasil
belajar siswa pada siklus I. Setelah dilakukan siklus II, peneliti memperoleh
data yang menunjukkan bahwa terjadi pengikatan hasil belajar siswa. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dapat ditingkatkan melalui model
metode demontrasi.
Tabel 4.6
Siswa yang Mencapai KKM

No Nama Pretest Protest


1 Ahmad Akbar Ramadhan 83 70
2 Bayu Saputra 77 80
3 Daimah 73 77
4 Ervansyah 77 80
5 Galuh Ramadhan 70 80
6 Hambali 70 70
6

7 Helmy Nurul Illahi 70 77


8 Insanul Kamil 77 73
9 Junaedi 80 77
10 Kartono 73 73
11 M. Adib Anas Nur 70 80
12 Mustika Dwi Jayanti 63 80
13 Putri Septiani Uminah 63 73
14 Ronald Surachman 63 80
15 Sandi Rian Ramadhan 70 70
16 Sarah Widiyani Putri 73 70
17 Fatimah 57 (belum tuntas) 80
18 Sriyanti 70 80
19 Santoso Sekti Warsito 57 (belum tuntas) 70
20 Maya Susilawati 50 (belum tuntas) 80
∑ 17 20
% 100 %
Sesuai dengan tabel V.6 di atas, skor hasil belajar pada nilai protest telah diintegrasikan sesuai dengan K
6

Tabel 4.7
Siklus I

No Nama Pretest Protest


1 Ahmad Akbar Ramadhan 53 83
2 Bayu Saputra 60 77
3 Daimah 57 73
4 Ervansyah 47 77
5 Galuh Ramadhan 50 70
6 Hambali 47 70
7 Helmy Nurul Illahi 30 70
8 Insanul Kamil 50 77
9 Junaedi 47 80
10 Kartono 40 73
11 M. Adib Anas Nur 40 70
12 Mustika Dwi Jayanti 40 63
13 Putri Septiani Uminah 47 63
14 Ronald Surachman 40 63
15 Sandi Rian Ramadhan 33 70
16 Sarah Widiyani Putri 40 73
17 Fatimah 47 57
18 Sriyanti 37 70
19 Santoso Sekti Warsito 30 57
20 Maya Susilawati 30 50
Jumlah 1872 1.390
Rata-rata 43,74 69,5
6

Tabel 4. 8
Siklus II

No Nama Pretest Protest


1 Ahmad Akbar Ramadhan 58 70
2 Bayu Saputra 60 80
3 Daimah 49 77
4 Ervansyah 50 80
5 Galuh Ramadhan 45 80
6 Hambali 40 70
7 Helmy Nurul Illahi 39 77
8 Insanul Kamil 47 73
9 Junaedi 50 77
10 Kartono 48 73
11 M. Adib Anas Nur 56 80
12 Mustika Dwi Jayanti 46 80
13 Putri Septiani Uminah 45 73
14 Ronald Surachman 50 80
15 Sandi Rian Ramadhan 47 70
16 Sarah Widiyani Putri 50 70
17 Fatimah 45 80
18 Sriyanti 50 80
19 Santoso Sekti Warsito 45 70
20 Maya Susilawati 50 80
Jumlah 970 1520
Rata-rata 48,5 76,0

C. Analisi Data
Berdasarkan deskripsi data tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut :

1. Data pelaksanaan mengajar fiqih ibadah dengan menggunakan metode lain


(ceramah) di MI Al-Hikmah.
Pelaksanaan metode lain (ceramah) di MI Al-Hikmah selama ini adalah
sebagai berikut :
6

a. Pendahuluan
10 Menit awal guru mereview materi yang telah diberikan pada
minggu lalu, siswa diberikan pertanyaan seputar materi tersebut.
b. Inti
Guru menyampaikan materi tentang sholat, pertama-tama niat, cara
berdiri, takbiratul ihram dan seterusnya sampai salam
c. Penutup
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang
materi yang telah dijelaskan.
2. Data pelaksanaan mengajar fiqih ibadah dengan menggunakan metode
demontrasi di MI Al-Hikmah.
a. Pendahuluan
10 menit awal digunakan untuk menyiapkan tempat yaitu di mushola
sekolah serta mengkondisikan siswa dan menjelaskan solat fardu yang
akan didemontrasikan.
b. Inti (50 menit)
Siswa dibagi menjadi 4 kelompok terdiri dari 6 sampai 7 siswa setiap
kelompok mempraktekkan cara solat dari niat sampai salam di bawah
bimbingan guru, setiap kelompok mendapatkan waktu 10 menit
sebelum siswa mempraktekkan solat, guru terlebih dahulu
memperlihatkan kepada mereka cara solat yang benar/tu’maninah yaitu
sebagai berikut :
1. Niat solat, guru membaca niat solat fardu yang akan
dipraktekkan/didemontrasikan
2. Cara berdiri yang benar
3. Takbiratul ihram (posisi tangan dan membaca takbir)
4. Membaca iftitah dengan suara yang dikeraskan
5. Membaca Al-Fatihah
6. Membaca Q.S pendek
7. Ruku
1) Kepala menghadap tempat sujud
2) Posisi punggung lurus
3) Posisi tangan di lutut
6

4) Membaca do’a rukuk


8. I’tidal, guru mempraktekkan cara I’tidal
1) Posisi berdiri ketika I’tidal
2) Membaca do’a
9. Sujud
1) Cara turun untuk sujud
2) Posisi anggota sujud seperti kening, hidung, telapak tangan,
lutut dan jari kaki
3) Membaca do’a sujud
4) Cara bangun dari sujud untuk berdiri
10. Duduk diantara 2 sujud
1) Posisi kedua kaki dan jari kaki
2) Bacaan do’a duduk diantara 2
sujud 11.Duduk tasyahud
1) Posisi ketika duduk tasyahud
2) Bacaan tahiyat
3) Bacan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW
12.Salam
13.Tertib

a) Penutup
Guru menjelaskan kepada siswa apa yang telah dipelajari kemudian
menyuruh siswa mempraktekkan solat berkelompok seperti yang baru
saja dipraktekkan guru (hal-hal yang diamati guru selama pelaksanaan
solat siswa melalui metode demontrasi terlampir)

3. Data skor hasil belajar fiqih ibadah siswa tentang solat sebelum dan sesudah
menggunakan metode demontrasi di MI Al-Hikmah.

Skor yang melambangkan nilai ulangan PAI pada pelajarn fiqih


ibadah tentang solat dari sejumlah 20 siswa kelas VI di MI Al-Hikmah
pada saat pretest dan postest pada pelaksanaan solat/prakteksolat adalah
sebagai berikut :
6

Tabel 4. 9
Skor Hasil Ulangan Siswa Melalui Siklus I Sebelum diterapkannya
Metode Demontrasi

No Nama Skor sebelum menggunakan


metode demontrasi
1 Ahmad Akbar Ramadhan 87
2 Bayu Saputra 77
3 Daimah 73
4 Ervansyah 77
5 Galuh Ramadhan 70
6 Hambali 70
7 Helmy Nurul Illahi 70
8 Insanul Kamil 77
9 Junaedi 80
10 Kartono 73
11 M. Adib Anas Nur 70
12 Mustika Dwi Jayanti 63
13 Putri Septiani Uminah 63
14 Ronald Surachman 63
15 Sandi Rian Ramadhan 70
16 Sarah Widiyani Putri 73
17 Fatimah 57
18 Sriyanti 70
19 Santoso Sekti Warsito 57
20 Maya Susilawati 50
Rata-rata 69,5
6

Tabel 4. 10
Skor hasil ulangan siswa melalui siklus II setelah diterapkannya
metode demontrasi

No Nama Skor setelah menggunakan


metode demontrasi
1 Ahmad Akbar Ramadhan 70
2 Bayu Saputra 80
3 Daimah 77
4 Ervansyah 80
5 Galuh Ramadhan 80
6 Hambali 70
7 Helmy Nurul Illahi 77
8 Insanul Kamil 73
9 Junaedi 77
10 Kartono 73
11 M. Adib Anas Nur 80
12 Mustika Dwi Jayanti 80
13 Putri Septiani Uminah 73
14 Ronald Surachman 80
15 Sandi Rian Ramadhan 70
16 Sarah Widiyani Putri 70
17 Fatimah 80
18 Sriyanti 80
19 Santoso Sekti Warsito 70
20 Maya Susilawati 80
Rata-rata 76,0
6

Tabel 4. 11
Skor hasil belajar siswa pada pelajaran fiqih tentang solat sebelum
dan sesudah Menggunakan metode demontrasi
Skor hasil ulangan 20 siswa
No Nama Skor sebelum Skor setelah
menggunakan menggunakan
metode metode demontrasi
1 Ahmad Akbar Ramadhan 87 70
2 Bayu Saputra 77 80
3 Daimah 73 77
4 Ervansyah 77 80
5 Galuh Ramadhan 70 80
6 Hambali 70 70
7 Helmy Nurul Illahi 70 77
8 Insanul Kamil 77 73
9 Junaedi 80 77
10 Kartono 73 73
11 M. Adib Anas Nur 70 80
12 Mustika Dwi Jayanti 63 80
13 Putri Septiani Uminah 63 73
14 Ronald Surachman 63 80
15 Sandi Rian Ramadhan 70 70
16 Sarah Widiyani Putri 73 70
17 Fatimah 57 80
18 Sriyanti 70 80
19 Santoso Sekti Warsito 57 70
20 Maya Susilawati 50 80
Rata-rata 69,5 76,0

Secaraumumdatatersebutsudahdapatmenunjukkan
keberhasilan metode demontrasi jika dilihat dari nilai rata-rata siswa,
namun karena secara ilmiah hal ini belum dapat diterima, maka akan
menghitungkan menurut kaidah-kaidah statistik pendidikan berikut :
7

Tabel 4. 12 Perhitungan
untuk memperoleh “ t ”
Skor hasil ulangan 20 siswa
No Dengan metode Dengan metode D = ( y-x ) D²=( y-x )²
lain demontrasi
1 87 70 13 169
2 77 80 -3 9
3 73 77 -4 16
4 77 80 -3 9
5 70 80 -10 100
6 70 70 0 0
7 70 77 -7 49
8 77 73 4 16
9 80 77 3 9
10 73 73 0 0
11 70 80 -10 100
12 63 80 -17 289
13 63 73 -10 100
14 63 80 -17 289
15 70 70 0 0
16 73 70 3 9
17 57 80 -23 529
18 70 80 -10 100
19 57 70 -13 169
20 50 80 -30 900
20=N disini bukanlah
Tanda – (“minus) 1386 1520
tanda aljabar, karena itu -134 = ∑D 2862=∑D²
hendaknya dibaca: ada selisih/beda skor antara variabel X dan variabel Y sebesar 134. Dari tabel telah d

2862
Dengan diperolehnya ∑D dan ∑D itu, maka dapat kita ketahui
besarnya Deviasi standar perbedaan skor antara variable x dan variable y
(dalam hal ini SDD)
7

SDD = √ ∑D² - ( ∑D )² = √2862 - ( 138 ) ²


N (N) 20
= √143, 1 - ( 6,7 ) = √ 143,1 – 44,9
= √ 98,2 = 9,909591 = 9,916

Dengan diperoleh SDD sebesar 9,916, lebih lanjut dapat kita


perhitungan standar Error dari Mean Perbedaan skor antara variable x dab
variable y :
SEMD = SDD = 9,916 = 9,916 = 9,916 = 9,916 = 0,522
√ N-1 √ 20-1 √ 19 4,4
Langkah berikutnya adalah mencari harga to dengan menggunakan
rumus :
To = MD
SEMD
MD telah diketahui yaitu 6,5 sedangkan SEMD = 0,522, jadi :
To = 6,5 = 12,45
0,522
Langkah berikutnya, kita berikan interprestasi terhadap t o, dengan
terlebih dahulu memperhitungkan df atau db-nya; df = N – 1 = 20 – 1 = 19
dengan df sebesar 19 kita konsultasi pada vtabel nilai “ t ”, baik taraf
signifikansi 5 % maupun pada taraf signifikansi 1 %.
Ternyata dengan df sebesar 19 itu diperoleh harga titik t atau t
table pada signifikansi 5 % sebesar 2,09, sedangkan pada taraf signifikansi
1 % tt diperoleh sebesar 2,86
Dengan membandingkan besarnya “t” yang kita peroleh dalam
perhitungan ( to = 12,45 ) dan besarnya “t” yang tercantum pada table nilai
“t” ( tt.ts. 5 % = 2,09 tt.ts. 1 % = 2,86 ) maka dapat kita ketahui bahwa t o
adalah lebih besar dari tt yaitu :
2,09 < 12,45 > 2,86
7

D. Interprestasi Data
Data yang diperoleh peneliti di atas, yaitu tentang tentang pelaksanaan
sholat dengan menggunakan metode demontrasi sebelum dan sesudah
dilaksanakan metode demontrasi tersebut di sekolah serta hasil skor dari
keduanya dapat dijelaskan yaitu sebagai berikut.
Jika dilihat dari nilai rata-rata hasil ulangan dari praktek siswa dengan
menggunakan metode demontrasi tentang sholat dibandingkan sebelum
menggunakan metode demontrasi dapat disimpulkan bahwa metode
demontrasi yang diterapkan dalam pembelajaran fiqih terutama tentang sholat
di Madrasah Ibtidaiyah Al-Hikmah sudah memberikan pengaruhnya yang
nyata, oleh karena itu dapat dijadikan andalan guru ketika akan mengajarkan
materi fiqih terutama yang mengandung gerakan seperti materi sholat dll.
Karena to lebih besar dari pada tt maka hipotesa nihil yang diajukan
dimuka di tolak, ini berarti bahwa adanya perbedaan yang meyakinkan
(=signifikan) kelas II di Madrasah Ibtidaiyah Al-Hikmah sebelum dan
sesudah diterapkan metode demontrasi.
7

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisa data dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian
responden memberikan respon/perhatian yang positif terhadap upaya yang
dilakukan guru PAI khususnya guru fiqih di dalam meningkatkan hasil
belajar siswanya melalui metode yang digunakan dalam menyampaikan
pembelajarannya yaitu melalui metode demontrasi yang merupakan salah
satu alternatif oleh guru fiqih di Madrasah Ibtidaiyah Al-Hikmah.
2. Pelaksanaan metode demontrasi tersebut cukup berhasil dengan baik, hal
tersebut ditunjukkan dengan indikasi-indikasi sebagai berikut:
a. Nilai siswa cenderung naik jika dilihat sesudah diterapkannya metode
demontrasi ini nilai siswa mengalami kenaikan baik berupa nilai
ulangan harian, ulangan semester maupun nilai raport.
b. Sesudah diterapkannya metode demontrasi ini siswa lebih memahami
penjelasan dari gurunya langsung dan juga memperoleh gambaran
yang jelas dari hasil pengamatannya.
c. Diterapkannya metode demontrasi ini siswa merasa senang apabila ia
ikut aktif dalam kegiatan keagamaan (ibadah) yang diadakan di
sekolah atau di Masjid.

B. Saran-saran
1. Untuk meningkatkan pelaksanaan metode demontrasi yang dilaksanakan di
MI Al-Hikmah, hendaknya siswa diberi rangkuman atau catatan tentang
materi yang akan dibahas, sehingga siswa dapat memahami poin-poin
penting dari metode demontrasi yang akan dilakukan.

73
74

2. Murid membutuhkan perhatian yang serius dari guru agar mereka dapat
belajar dengan aktif, apabila dalam memahami pengetahuan agama yang
bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan pengalaman empiris.
3. Dalam rangka meningkatkan pembelajaran pendidikan agama Islam di
Madrasah Ibtidaiyah Al-Hikmah, hendaknya guru fiqih mengusahakan
adanya pembaharuan, dalam hal ini khususnya pembaharuan dalam
penggunaan metode pengajaran yang sesuai dengan materi yang akan
diajarkan seperti shalat berjamaah.
4. Hendaknya guru fiqih terlibat langsung dengan siswa dalam upaya
menciptakan proses belajar, sehingga dapat memotivasi belajar pada siswa
agar siswa semangat dalam belajar fiqih.
5. Perpustakaan sekolah hendaknya mempunyai referensi yang lebih banyak
lagi berkenaan dengan materi pelajaran fiqih. Sehingga siswa tidak
kesulitan dalam mencari sumber literatur yang lain.
75

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif,


1980.

Ahmad Tafsir, Metodelogi Pengajaran Agama Islam,Bandung:


Remaja Rosdakarya , 1996.

, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam,Bandung:PT Remaja


Rosdakarya, 2010.

Al Hafidz Al Mundziry, Terjemah At Targhib Wat Tarhib, Jakarta: Pustaka


Amani, 1981

Daryanto, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Umum Bahasa Indonesia,


Jakarta: Balai Pustaka, 1985.

Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan


Agama Islam, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2003.

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 1999

Dirjen Bimbaga Islam, Kurikulum Dasar Berciri Khas Agama Islam,


Jakarta:Dirjen Bimbaga Islam Depag RI, 1994

Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999

H. Jalallun, Psikologi Agama, Jakarta: PT.Raja GrafindoPersada, 2003

H. M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama, Jakarta: Bulan Bintang,


1976

H. Abudin Nata,MA,Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, Jakarta:Rajawali Pers, 2010.

75
7

Hj. Zurinal, Z., Aminuddin, Fiqih Ibadah, Jakarta: Lembaga Peneliti UIN, 2008.

Lukman Zain, Pembelajaran Fiqih, Jakarta: Direktorat Jenderal pendidikan Islam


Departemen Agama RI 2009.

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,


1999.

Muhaimin, M. A, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya,


2001.

Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Jakarta: Pustaka


Imani, 1998.

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Edisi Revisi, Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2000.

, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung:Remaja


Rosda Karya, 1995.

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remaja
Rosdikarya,2005.

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara, 2006.

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 2 tahun 2008 tentang Standar
Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam di
Madrasah

Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976

H. M. Arifin,Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994.


7

Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’:Sejarah Legislasi Hukum Islam,


Jakarta:Amzah, 2009.
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis Teoritis dan
Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2002.

Sardiman A.M Interaksian Motivasi Belajar Mengajar: Pedoman Bagi Guru dan
Calon Murid, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1996.

. Interaksi dan motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada, 2004.

Slameto, Proses Belajar Mengajar Dalam Sistem Kredit Semester, Jakarta: Bumi
Aksara, 1991.

Undang-undang RI No, 20 Thn 2003, Tentang Sisdiknas, Bandung: Citra Umbara

Zakiah Drajat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1980.

, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.

, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: CV,


Ruhama, 1995 cet ke-2, h. 35

You might also like