You are on page 1of 9

PROJEK PENDIDIKAN PANCASILA

PENCARIAN IDENTITAS BANGSA INDONESIA


SMK AL WASHLIYAH 3 MEDAN

D
I
S
U
S
U
N

OLEH :
NAMA : DELLA SYAHRIN
KELAS : X OTKP
SEKOLAH : SMK AL WASHLIYAH 3 MEDAN

TAHUN PELAJARAN 2024


PROJEK PENDIDIKAN PANCASILA
PENCARIAN IDENTITAS BANGSA INDONESIA
SMK AL WASHLIYAH 3 MEDAN

D
I
S
U
S
U
N

OLEH :
NAMA : NABILA SYAFITRI
KELAS : X OTKP
SEKOLAH : SMK AL WASHLIYAH 3 MEDAN

TAHUN PELAJARAN 2024


Kalimantan Selatan adalah salah satu provinsi yang berada di
pulau Kalimantan, Indonesia. Sejak 16 Maret 2022, ibu kota provinsi Kalimantan
Selatan dipindah ke Kota Banjarbaru menggantikan Kota Banjarmasin.[13] Provinsi
ini merupakan rumah bagi etnis Banjar dan memiliki luas
38.744,00 km²[14] dengan populasi pada akhir tahun 2023 berjumlah 4.234.214
jiwa,[3] dan wilayah administrasi terbagi menjadi 11 kabupaten dan 2 kota.[15]

DPRD Kalimantan Selatan dengan surat keputusan No. 2 Tahun 1989 tanggal 31
Mei 1989 menetapkan 14 Agustus 1950 sebagai Hari Jadi Provinsi Kalimantan
Selatan. Tanggal 14 Agustus 1950 melalui Peraturan Pemerintah RIS No. 21
Tahun 1950, merupakan tanggal dibentuknya Provinsi Kalimantan, setelah
pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS), dengan gubernur Dokter
Moerjani.

Secara historis wilayah Kalimantan Selatan mula-mula dibentuk merupakan


wilayah Karesidenan Kalimantan Selatan (dengan Residen Mohammad
Hanafiah) di dalam Provinsi Kalimantan itu sendiri.[16]
Suku bangsa
Beberapa Suku Bangsa yang terdapat di Kalimantan Selatan, yaitu :[30]

1. Suku Banjar (74,34%), penduduk asli yang menjadi mayoritas di Kalimantan Selatan
yang terdiri atas 3 kelompok utama, yaitu :
1. Suku Banjar Kuala, mendiami hilir Sungai Barito dan anak-anak sungainya yang
meliputi kawasan Banjar Bakula, terdiri dari Kota Banjarmasin, Kabupaten
Banjar, Kota Banjarbaru, Kabupaten Barito Kuala dan Kabupaten Tanah Laut
2. Suku Banjar Pahuluan, mendiami kawasan hulu Banua Anam (Kabupaten
Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai
Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Balangan dan Kabupaten
Tabalong) atau aliran-aliran sungai yang berhulu di Pegunungan Meratus.
3. Suku Banjar Batang Banyu, mendiami kawasan hilir Banua Anam pada aliran
Sungai Nagara sampai Sungai Tabalong.
2. Suku Jawa (14,51%), menempati kawasan-kawasan transmigrasi, terutama
di Kabupaten Tanah Laut dan Kota Banjarbaru yang terdapat suku Jawa dalam jumlah
besar.
3. Suku Bugis (2,81%), mendiami kawasan pesisir pantai, seperti di Kabupaten Tanah
Bumbu dan Kabupaten Kotabaru yang terdapat suku Bugis dalam jumlah besar.
4. Suku Dayak (2,23%), bermukim di kawasan pegunungan Meratus (Suku Dayak Meratus)
dan hulu sungai Barito (Suku Dayak Bakumpai).

Berdasarkan data dari Sensus Penduduk Indonesia 2010, berikut ini komposisi etnis atau suku
bangsa di provinsi Kalimantan Selatan selengkapnya :[30] [31]
BAHASA DAERAH

Bahasa yang digunakan dalam keseharian oleh suku Banjar sebagai bahasa ibu dan
sebagai lingua franca bagi masyarakat Kalimantan Selatan umumnya adalah Bahasa
Banjar yang memiliki dua dialek besar, yakni dialek Banjar Kuala [32]
dan dialek Banjar Hulu.
[33]
Kawasan penutur asli dialek Banjar Kuala meliputi Kota Banjarmasin, Kabupaten Banjar,
dan Kabupaten Tanah Laut. Selain itu, sebagian penduduk di Kabupaten
Kotabaru dan Kabupaten Barito Kuala juga menuturkan dialek Banjar Kuala.[34] Sedangkan
kawasan penutur dialek Banjar Hulu terdiri dari Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai
Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten
Balangan dan Kabupaten Tabalong.

Masyarakat Dayak di kawasan selatan Pegunungan Meratus menuturkan bahasa Dayak


Meratus (d/h Bahasa Bukit)[4] yang juga termasuk bahasa Melayik, seperti bahasa Banjar.
Sedangkan Suku Dayak rumpun Dusun-Maanyan-Lawangan yang menuturkan bahasa
Barito Timur mendiami kawasan utara Pegunungan Meratus menuturkan bahasa Dayak
Maanyan Warukin,[6] bahasa Dayak Dusun Halong,[7][35] bahasa Dayak Samihin (Dusun Tumbang),
[8]
bahasa Dayak Deah/Dusun Deyah,[9] bahasa Dayak Lawangan[36] dan bahasa Dayak Abal.
Suku Dayak rumpun Biaju yang menuturkan bahasa Barito Barat mendiami aliran sungai
Barito menuturkan bahasa ibu antara lain bahasa Dayak Bakumpai[37] dan bahasa Dayak
Barangas.[38] Termasuk pula bahasa Dayak Ngaju, bahasa yang berasal dari Kalimantan Tengah
digunakan sebagai bahasa liturgi di lingkungan sinode Gereja Kalimantan Evangelis yang
berkantor pusat di Kota Banjarmasin.
TARIAN ADAT
 Tari Radap Rahayu
Tari Radap Rahayu adalah salah satu tarian dari Kalimantan Selatan yang biasanya
digunakan untuk menyambut tamu kehormatan, dapat pula dilakukan dalam
kegiatan lain seperti upacara perkawinan, kehamilan dan juga kematian. Tari ini
dibawakan oleh beberapa wanita yang digambarkan layaknya bidadari dengan
memakai selendang dan membawa sebuah mangkuk berisi kelopak-kelopak bunga
yang nantinya akan ditabur, menunjukkan rasa suka cita pada kedatangan tamu-
tamu tersebut.

 Tari Persembahan Nuansa


Tari lainnya yang juga digunakan untuk menyambut tamu kehormatan adalah tari
Persembahan Nuansa. Bedanya, tarian ini lebih condong ke arah islami. Tarian ini
dibawakan dengan anggun oleh para penari sembari menaburkan bunga sebagai
ungkapan syukur mereka atas limpahan kebaikan yang telah diberi oleh Tuhan Yang
Maha Esa.

 Tari Giring-Giring
Tarian yang berasal dari suku Dayak Banjar menceritakan suka cita dan
penghormatan atas hadirnya tamu undangan yang datang di bumi Kalimantan.
Tarian ini dibawakan oleh beberapa penari yang memegang semacam batang kayu
dibalut rumbai benang wol. Batang kayu tersebutlah yang dimaksud dengan Giring-
Giring, properti yang menjadi ciri khas tarian ini, YOTers.

 Tari Baksa Kembang


Baksa diartikan sebagai kelembutan. Baksa Kembang merupakan salah satu tarian
yang sering pula ditampilkan untuk menyambut tamu-tamu kehormatan yang datang
dengan lembut sebagai tuan rumah. Ciri khas tarian ini adalah banyaknya bunga
melati yang digunakan sebagai properti untuk memperindah tari, diantaranya
selendang dan bunga melati yang berjuntai di kanan dan kiri kepala penari, serta
Bogam Melati yang dipegang penari selama tampil.
RUMAH ADAT

Rumah Balai Bini

Balai Bini ini digunakan oleh para putri dari Sultan maupun anggota keluarga Kesultanan
untuk pihak perempuan. Rumah adat ini memiliki bagian bangunan induk yang menggunakan
atap perisai dan seringkali disebut sebagai atap gajah.

Sementara, untuk sayap bangunan atau anjungnya menggunakan atap sengkuap dari atap
anjung pisang sasingkat. Dahulunya, bangunan induk yang dimiliki oleh rumah adat ini
menggunakan konstruksi segi empat memanjang dari arah depan ke belakang.

Bagian ini juga menutupi bagian depan dengan memasang atap perisai. Atap ini juga
menutup bagian ruang Surambi hingga ruangan yang ada di belakangnya.

Anda juga bisa melihat perkembangan yang dimiliki oleh Rumah Balai Bini ini dari atap
sengkuap sindang langit atau atap emper depan. Bagian atap ini ditambah dengan jurai luar
yang bentuknya melebar ke bagian atap emper samping. Selain itu, atap tersebut juga
menyatu dengan atap anjung kanan dan atap anjung kiwa. Hal ini ditambah pula dengan
penggunaan tiang-tiang emper.

Itulah daftar rumah adat Kalimantan Selatan. Anda dapat mengunjungi website
resmi dan Instagram STIKes Husada Borneo untuk mendapatkan informasi seputaran kuliah
dan kesehatan lainnya.
Bagi Anda yang ingin masuk ke tempat kuliah STIKes Palangkaraya, Anda harus
mempersiapkan berbagai macam hal. Mulai dari mental, adaptasi lingkungan, mengenali
jurusan kuliah, dan memperluas relasi pertemanan. Pastikan juga untuk selalu mencari
informasi-informasi terkini dari tempat kuliah STIKes Palangkaraya agar kegiatan
perkuliahan Anda lancar.
PAKAIAN ADAT
1. Bagajah Gamuling Baular Lulut

Nama pakaian adat Kalimantan Selatan bisa dikatakan menggunakan nama yang unik.
Salah satunya adalah pakaian adat dulu yang dijuluki Bagajah Gamuling Baular Lulut
ini. Pada umumnya penggunaan pakaian adat Kalimantan Selatan terutama dipakai
pada acara pernikahan. Seperti halnya dengan Bagajah Gamuling Baular Lulut
berwarna perak yang sering dikenakan pada pesta pernikahan ini.

Bisa dilihat dari foto pakaian adat Kalimantan Selatan yang tertera di atas, campuran
lulur baular memiliki desain yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Hanya
saja, dari segi warna selalu sama. Menurut cerita, selain dipengaruhi oleh adat Banjar,
pakaian ini juga dipengaruhi oleh agama Hindu.

Pengantin wanita akan mengenakan gaun yang dihiasi payet. Kemudian, sebagai
aksesoris, wanita memakai ikat pinggang dan mahkota. Mahkotanya dihiasi dengan
rangkaian kuncup melati, mawar, dan clematis. Kemudian pada bagian bawah,
mempelai wanita akan memakai kain panjang yang berubah menjadi rok.

Sedangkan untuk mempelai pria biasanya tidak memakai pullover, melainkan hanya
menggunakan aksesoris berupa celana pendek yang dipadukan dengan kain dan ikat
pinggang. Aksesoris lainnya yang dikenakan oleh kedua mempelai adalah kalung
samban dan mahkota kepala ular yang melingkar.

You might also like