Professional Documents
Culture Documents
Petunjuk Praktikum Pengendalian Proses (Edited 2024)
Petunjuk Praktikum Pengendalian Proses (Edited 2024)
Laboratorium
FUNDAMENTAL Pengendalian Proses
PENGENDALIAN PROSES Ir. Heriyanto, M.T.
POLBAN
Dinamika Sistem
Tekanan
Aliran
Level
Suhu
Pengendalian
Tekanan
Aliran
Level
Suhu
2019
1. TUJUAN PENGENDALIAN
Tujuan pengendalian proses adalah mempertahankan atau menjaga nilai variabel proses
(misalnya: suhu, lajun alir, tekanan, level) agar sama atau mendekati nilai yang diinginkan
(setpoint) dalam batas-batas toleransi. Tujuan pengendalian erat berkaitan dengan kualitas
pengendalian yang didasarkan atas tanggapan variabel proses bila ada perubahan setpoint
atau beban. Jika terjadi perubahan setpoint atau beban, variabel proses diharapkan:
cepat mantap (minimum settling time);
tepat mencapai setpoint (minimum offset); dan
stabil (stable atau maximum error sekecil mungkin).
Dengan kata-kata yang singkat, kualitas pengendalian proses yang dihasilkan adalah
respons yang cepat, tepat, dan stabil.
Pengendalian umpan balik (feedback control) adalah pengendalian yang memakai variabel
keluaran sistem (variabel proses) untuk mengatur masukan (manipulated variable) dari
sistem yang sama agar nilai variabel keluaran sesuai yang diinginkan. Artinya ada umpan
balik dari variabel keluaran ke masukan sistem.
Pengendalian Proses 1
Pengendalian umpan balik dimulai dari mengindera variabel proses (suhu, tekanan, level,
aliran) yang dilakukan oleh sensor. Informasi variabel proses (PV) dari sensor selanjutnya
diolah dan dikirimkan ke pengendali. Dalam pengendali, nilai variabel proses terukur
dibandingkan dengan nilai setpoint (SP). Perbedaan antara keduanya disebut error.
Berdasar besar error, durasi error, dan kecepatan error, pengendali (controller) melakukan
perhitungan sesuai algoritma kendali untuk menghasilkan sinyal kendali (controller
output) yang dikirimkan ke unit kendali akhir atau elemen kendali akhir (final control
element). Unit kendali akhir yang umum adalah berupa katup kendali atau control valve.
Perubahan pada sinyal kendali menyebabkan perubahan bukaan katup kendali. Perubahan
ini menyebabkan perubahan manipulated variable (MV). Jika perubahan manipulated
variable dalam arah dan nilai yang benar, maka variabel proses terukur dapat dijaga pada
nilai setpoint.
Instrumen atau piranti utama dalam pengendalian proses adalah: sensor, transmiter,
pengendali, transduser/konverter (bila diperlukan), dan katup kendali. Pada pengendali
pneumatik, seluruh sinyal pengendalian memakai tekanan udara. Sehingga instrumen
pengendalian hanya terdiri atas tiga macam yaitu: sensor/transmiiter, pengendali, dan
katup kendali pneumatik.
Pada pengendali elektronik, sinyal pengendalian memakai arus listrik. Jika katup
kendali jenis pneumatik, maka diperlukan konverter atau transduser I/P (arus ke
pneumatik). Sehingga instrumen yang diperlukan adalah: sensor/transmiiter, pengendali,
transduser I/P, dan katup kendali pneumatik.
Pengendalian Proses 2
Gambar 3. Instrumen atau piranti pengendali elektronik.
Unit pengukuran berfungsi mengubah informasi besaran fisik terukur (variabel proses)
menjadi sinyal standar. Unit ini terdiri atas dua bagian besar yaitu sensor dan transmiter.
Sensor disebut juga elemen perasa, elemen pengindera, elemen pendeteksi (detecting
element) atau elemen primer. Sensor adalah piranti yang menerima rangsangan fisik dari
variabel proses dan mengubahnya menjadi besaran lain. Contoh: rangsangan suhu diubah
menjadi perubahan resistansi atau tegangan listrik.. Transmiter yaitu piranti yang
berfungsi mengubah energi atau informasi besaran yang datang dari sensor menjadi sinyal
standar. Dua macam sinyal standar yang sering dapat dipakai yaitu sinyal listrik dan
pneumatik.
Umum 0% 100%
Dalam beberapa hal lebih sederhana dengan memasukkan sensor dalam blok transmiter.
Sehingga transmiter (termasuk sensor) adalah instrumen yang mengukur besaran fisik dan
mengirimkannya dalam bentuk sinyal pengukuran standar.
Pengendalian Proses 3
3.2 Unit Kendali Akhir
Unit kendali akhir bertugas menerjemahkan atau mengubah sinyal kendali menjadi aksi
pengendalian atau tindakan koreksi melalui pengaturan variabel pengendali (manipulatd
variable). Unit ini terdiri atas dua bagian besar, yaitu actuator dan elemen regulasi.
Actuator atau penggerak adalah piranti yang mampu melakukan aksi fisik. Fungsinya
mengubah sinyal kendali menjadi gerakan fisik. Jenis penggerak yang penting dalam
industri proses adalah pneumatik, elektrik, dan hidrolik. Elemen regulasi bertindak sebagai
pengatur nilai manipulated variable.
Katup kendali (control valve) merupakan unit kendali akhir yang terdiri atas
penggerak (actuator) dan elemen regulasi berupa katup (valve). Sebagai energi penggerak
yang umum adalah udara tekan (pneumatik). Selain udara tekan juga bisa memakai
penggerak listrik, baik motor listrik (motorized valve) maupun solenoida (solenoide valve).
Bukaan katup diatur oleh penggerak.
Fungsi katup kencali adalah mengatur laju alir. Prinsipnya adalah bertindak sebagai
penyempitan variabel (variable restriction) dalam perpipaan proses. Dengan mengubah
bukaan akan mengubah hambatan (juga menguba beda tekanan), sehingga laju alir
berubah. Gambar 6 dan 7 manampilkan sebuah katup kencali dengan penggerak pneumatik
jenis air-to-close. Sinyal kendali 4-20 mA yang berasal dari pengendali elektronik
memerlukan sebuah konverter yang mengubah sinyal arus menjadi sinyal tekanan udara
(pnuematik) 3-15 psig (0,2-1 bar atau 20 - 100 kPa).
Penggerak pneumatik berisi diafragma yang terbuat dari karet sintetis (misalnya
neoprena) dan pegas. Tekanan udara dari atas atau bawah diafragma akan melawan gaya
pegas. Gerakan penuh stem terjadi pada rentang tekanan udara 3-15 psig. Oleh tekanan
udara yang dikenakan pada diafragma stem bergerak dan katup membuka atau menutup.
Pengendalian Proses 4
Berdasar aksi penggerak (actuator) oleh adanya perubahan tekanan udara, katup
kendali dibedakan menjadi dua macam, yaitu: direct acting dan reverse acting. Pada
modus direct acting, sinyal tekanan udara masuk dari atas. Dengan kenaikan sinyal
tekanan udara, stem bergerak ke bawah. Sebaliknya, pada modus reverse acting, sinyal
masuk dari bawah. Dengan kenaikan sinyal tekanan udara, stem bergerak ke atas.
Berdasar aksi katup oleh adanya perubahan tekanan udara, katup kendali dibedakan
menjadi dua macam, yaitu air-to-open (AO) atau disebut fail-closed (FC) dan air-to-close
(AC) atau disebut fail-open (FO). Pada jenis air-to-open, katup akan membuka jika
mendapat tekanan udara. Atau dengan kata lain, bila terjadi kegagalan (fail) pasokan udara
hingga tekanan jatuh ke minimum, katup akan menutup. Sebaliknya, pada jenis air-to-
close, katup akan menutup jika mendapat tekanan udara. Atau dengan kata lain, bila
terjadi kegagalan (fail) pasokan udara hingga tekanan jatuh ke minimum, katup akan
membuka.
Di kalangan praktisi industri telah berlaku kaidah umum bahwa kenaikan stem
berarti katup membuka. Operator lebih berminat untuk mengetahui dan mengatur posisi
katup, dan bukan nilai sinyal kendali. Sehingga nilai sinyal kendali 0% pada tampilan
panel kendali selalu berarti katup kendali menutup, dan 100% membuka penuh, tanpa
peduli jenis katup kendali. Oleh sebab itu jenis katup kendali yang populer adalah jenis
direct acting air-to-close dan reverse acting air-to-open.
Unit pengendali merupakan otak dalam sistem pengendalian. Pengendali adalah piranti
yang melakukan perhitungan atau evaluasi nilai error menurut algoritma kendali. Evaluasi
yang dilakukan berupa operasi matematika seperti, penjumlahan, pengurangan, perkalian,
Pengendalian Proses 5
pembagian, integrasi dan diferensiasi. Hasil evaluasi berupa sinyal kendali yang dikirim ke
unit kendali akhir. Sinyal kendali berupa sinyal standar yang serupa dengan sinyal
pengukuran.
Pengendali paling tidak memiliki tampilan nilai variabel proses (PV), tombol
pengatur dan tampilan setpoint (SP), pengatur dan tampilan nilai variabel pengendali
(MV), serta sakelar AUTO/MANUAL. Yang terakhir merupakan satu sakelar penting.
Sakelar ini menentukan operasi pengendali. Ketika sakelar pada posisi AUTO (otomatik),
sinyal kendali diperoleh dari hasil pengolahan nilai error. Ketika sakelar pada posisi
MANUAL sinyal kendali diperoleh dari penyetelan manual oleh operator. Pengendali
menghentikan pengolahan error. Hanya dalam posisi auto pengendali memberi manfaat
pengendalian proses.
Aksi pengendali dibedakan atas aksi langsung (direct acting) dan aksi berlawanan
(reverse actingi). Penentuan aksi pengendali memerlukan pengetahuan bagaimana
kebutuhan proses yang dikendalikan dan aksi katup kendali (control valve).
Pengendali Reverse Acting. Pengendali yang mengeluarkan sinyal kendali
berlawanan dengan sinyal pengukuran. Bila sinyal pengukuran naik maka sinyal
kendali akan turun. Dan sebaliknya.
Pengendali Direct Acting. Pengendali yang mengeluarkan sinyal kendali
berbanding langsung dengan sinyal pengukuran. Bila sinyal pengukuran naik maka
sinyal kendali akan naik juga.
Sinyal pengukuran merupakan representasi nilai variabel proses (PV). Sinyal kendali
merupakan representasi nilai manipulated variable (MV). Dalam sistem pengendalian
tersebar (distributed control system), tampilan (display) sinyal kendali dibuat untuk
menunjukkan bukaan control valve. Artinya antara tampilan sinyal kendali dan bukaan
katup kendali adalah berbanding langsung tanpa memperhatikan janis katup kendali FC
atau FO. Jika sinyal kendali 100% maka katup kendali terbuka penuh. Dan jika sinyal
kendali 0% maka katup kendali terbuka penuh.
Pengendalian Proses 6
Blok algoritma kendali dapat berupa perangkat keras atau perangkat lunak. Sinyal
kendali yang diperoleh selanjutnya diproses menjadi sinyal kendali standar (4 - 20 mA
DC). Hubungan antara pengukuran dan sinyal kendali bergantung pada modus langsung
(direct acting) atau berlawanan (reverse acting).
Naik Naik
Direct acting
Turun Turun
Naik Turun
Reverse acting
Turun Naik
Tabel 3. Aksi sistem proses, pengendali, dan katup kendali yang umum.
Aksi Sistem Proses Aksi Pengendali Aksi Katup Kendali
Reverse acting FC
Direct acting
Direct acting FO
Direct acting FC
Reverse acting
Reverse acting FO
Catatan: Pemilihan aksi katup kendali FC atau FO berdasar pertimbangan safety.
Kc de
u Kce
i edt K
c d
dt
uo
dengan
u = sinyal kendali (%),
e = error (%)
Kc = proportional gain (tanpa satuan)
i = waktu integral atau waktu reset (detik atau menit).
d = waktu derivatif (detik atau menit).
uo = bias, yaitu nilai awal (u) pada saat pengukuran sama dengan setpoint (%)
Bagian proporsional ditentukan oleh gain proporsional (Kc) atau proportional band
(PB). Gain proporsional adalah perbandingan antara perubahan sinyal kendali dan error.
Proportional Band adalah persentase perubahan error (atau variabel proses) yang
menghasilkan perubahan sinyal kendali (atau manipulated variable) sebesar 100%. Secara
matematik, dirumuskan sebagai
100
ProportionalBband, PB = %
Kc
Pengendalian Proses 7
Bagian integral ditentukan oleh waktu integral (i). Waktu integral adalah waktu yang
dibutuhkan untuk mengulang aksi proporsional. Semakin besar wakti integral, maka
semakin kecil aksi integrasi. Bagian derivatif ditentukan oleh waktu derivatif (d). Waktu
derivatif adalah waktu yang dibutuhan oleh aksi derivatif. Semakin besar waktu derivatif,
maka semakin besar respons perubahan error.
Karakteristik atau perilaku sistem adalah bagaimana respons variabel keluaran (variabel
proses) terhadap variabel masukan (manipulated variable dan/atau gangguan).
Karakteristik statik atau perilaku statik adalah perilaku sistem yang tidak dipengaruhi
waktu. Dengan kata lain karakteristik statik adalah perilaku sistem yang menunjukkan
hubungan antara masukan (input) dan keluaran (output) yang tidak bergantung waktu atau
dalam waktu yang sangat lama. Contoh: kurva kalibrasi. Secara numerik karakteristik
statik dinyatakan oleh steady-state gain atau static-gain (di kalangan praktisi disebut
dengan process gain atau gain saja), yaitu perbandingan antara besar perubahan keluaran
dan masukan setelah tercapai keadaan tunak (steady-statei). Dengan mengetahui
karakteristik statik maka batas pengendalian dapat diketahui (Gambar 8).
Steady-state gain (K) dapat bernilai positif atau negatif. Nilai positif menunjukkan
aksi langsung (direct acting). Nilai negatif menunjukkan aksi berlawanan (reverse acting).
Pada direct acting, kenaikan sinyal kendali menghasilkan kenaikan variabel proses. Dan
sebaliknya, pada reverse acting kenaikan sinyal kendali menghasilkan penurunan
variabel proses (Gambr 9).
Pengendalian Proses 8
(a) Proses direct acting. (b) Proses reverse acting.
Perilaku dinamik atau karakteristik dinamik adalah perilaku sistem yang dipengaruhi
waktu. Dengan kata lain karakteristik dinamik adalah perilaku sistem yang menunjukkan
hubungan antara masukan (input) dan keluaran (output) setiap saat yang bergantung waktu.
Karakteristik dinamik dinyatakan oleh dynamic gain yaitu perbandingan antara besar
perubahan keluaran dan masukan setiap saat serta pergeseran fase antara masukan dna
keluaran. Dengan mengetahui karakteristik dinamik maka bagaimana cara mengendalikan
sistem proses dapat diketahui.
Salah satu cara mengetahui karakteristik dinamik suatu sistem adalah dengan uji
respon frekuensi (frequency response). Masukan sistem berupa sinusoida. Keluaran sistem
dibandingkan dengan masukan. Dari sini diperoleh dua besaran, yaitu perbandingan
amplitudo (Ar) dan kelambatan atau beda fase () antara masukan dan keluaran.
Pengendalian Proses 9
5. IDENTIFIKASI SISTEM PROSES
Identifikasi sistem proses adalah menentukan parameter proses. Dari nilai parameter yang
diperoleh dapat dibuat model matematika system atau untuk menentukan nilai parameter
pengendali. Model sederhana system proses terdiri atas tiga parameter.
1) Steady-state gain (Kp), yang menentukan sensitivitas respons.
2) Time constant (τp), yang menentukan kecepatan respons.
3) Dead time (p), yang menentukan besar tundaan respons.
Model sistem proses dengan tiga parameter itu dikenal dengan model FOPDT (first order
plus dead time).
Masukan sistem diubah dari satu nilai steady-state ke nilai steady-state lain.
Gambar 11. Penentuan waktu mati dan konstanta waktu dengan metode garis singgung.
b) Metode Smith
Model ini diusulkan oleh Smith (1985). Diperlukan dua pengukuran nilai waktu, yaitu saat
variabel proses mencapai 28,3% dan 63,2% dari rentang perubahan (Gambar 12). Waktu t1
dan t2 dihitung sejak masukan mulai berubah.
Pengendalian Proses 10
Gambar 12. Grafik respon step metode Smith (1985).
6. SISTEM PENGENDALIAN
Ilustrasi-1. Sistem pengendalian proses dalam bentuk diagram instrumentasi dan diagram
blok dengan aksi sistem proses direct acting, aksi katup kendali reverse acting air-to-open
(FC), dan aksi pengendali reverse acting disajikan pada Gambar 13 dan 14. Contoh:
pengendalian proses pemanasan.
R
TC
FC
Fluida proses masuk
Gambar 13. Diagram instrumentasi pengendalian proses pemanasan.
Pengendalian Proses 11
Gambar 14. Diagram blok pengendalian proses pemanasan.
Tabel 4. Empat fungsi dasar pengendalian proses pemanasan dengan katup kendali FC.
Mengukur Membandingkan Menghitung Mengoreksi
Variabel Jika PV > SP perkecil sinyal kendali Perkecil MV
PV dengan SP Jika PV < SP perbesar sinyal kendali Perbesar MV
proses (PV)
Ilustrasi-2. Sistem pengendalian proses dalam bentuk diagram instrumentasi dan diagram
blok dengan aksi sistem proses reverse acting, aksi katup kendali direct acting air-to-clsed
(FO), dan aksi pengendali dirct acting disajikan pada Gambar 15 dan 16. Contoh:
pengendalian proses pendinginan.
R
TC
Pengendalian Proses 12
Gambar 16. Diagram blok pengendalian pendinginan.
Tabel 5. Empat fungsi dasar pengendalian proses pendinginan dengan katup kendali FO
Mengukur Membandingkan Menghitung Mengoreksi
Variabel Jika PV > SP perkecil sinyal kendali Perbesar MV
PV dengan SP Jika PV < SP perbesar sinyal kendali Perkecil MV
proses (PV)
u K c e uo (1)
Pengendalian Proses 13
dengan,
u = sinyal kendali (%),
Kc = proportional gain (tanpa satuan)
e = error (%)
= (r – y) untuk reverse acting
= (y – r) untuk direct acting
uo = bias, yaitu nilai (u) pada saat pengukuran sama dengan setpoint (%)
Variabel pengukuran (y) dan setpoint (r) diubah ke dalam persentase dari lebar
rentang pengukuran (span). Sehingga dari persamaan di atas, satuan sinyal kendali adalah
persen. Keluaran pengendali sebanding dengan besar error. Tanggapan sinyal kendali
terjadi seketika tanpa ada keterlambatan atau pergeseran fase (c = 0). Pada proses cepat
(kapasitansi kecil), perlu gain lebih kecil agar diperoleh kestabilan. Sebaliknya pada proses
lambat (kapasitansi besar), perlu gain lebih besar agar diperoleh respon yang baik.
Offset adalah residual error atau steady-state error yaitu sisa error yang ada
setelah tercapai steady state baru. Masalah ini terjadi pada pengendalian proporsional jika
ada perubahan beban atau setpoint. Dengan perubahan beban, diperlukan nilai sinyal
kendali yang berbeda. Nilai sinyal kendali baru diperoleh dari penambahan atau
pengurangan nilai bias sebesar kelipatan offset yaitu sebesar gain proporsional dikalikan
offset.
Pengendalian Proses 14
cepat, offset semakin kecil, tetapi sistem cenderung tidak stabil. Sebaliknya, dengan
proportional band yang besar sistem menjadi stabil tetapi pengendali tidak peka dan offset
besar. Pada proportional band sama dengan nol (secara nyata tidak dapat dilakukan)
perilaku pengendali proporsional sama dengan pengendali dua posisi (on-off). Diperlukan
kompromi terhadap nilai PB sehingga diperoleh respons cepat, offset dapat diterima, tetapi
sistem cukup stabil.
Offset dapat dihilangkan dengan mengubah nilai bias (uo) pada pengendali
proporsional. Oleh sebab itu, agar offset hilang, perlu ditambahkan mekanisme
penambahan atau pengurangan nilai bias secara otomatik.
Besar keluaran pengendali proporsional-integral (PI) sebanding dengan besar galat (error)
dan integral galat (error). Persamaan pengendali PI ideal (standar ISA) adalah sebagai
berikut.
Kc
u Kce
i edt u o (3)
dengan i adalah waktu integral atau waktu reset. Pada pengendali PI, suku bias (uo) bisa
ditiadakan. Sebab suku integral mampu memberikan nilai bias baru.
Sebuah integrator adalah piranti ideal untuk mengatur nilai bias. Jika pengaturan
nilai bias dilakukan secara manual, disebut manual reset. Sebaliknya, jika dilakukan secara
otomatik dengan memakai integrator, disebut automatic reset atau lebih populer dengan
reset saja. Dengan demikian fungsi utama bagian integral adalah menghilangkan offset.
Pada pengendali PI terjadi penambahan atau pengurangan sinyal kendali hingga
error hilang. Penambahan atau pengurangan dilakukan melalui mekanisme integrasi error
atau dikenal sebagai aksi reset. Artinya mampu melakukan reset pada variabel proses
hingga nilainya sama dengan setpoint. Karena memakai mekanisme integral oleh sebab itu
disebut juga aksi integral.
Aksi integral menyebabkan keluaran pengendali (u) berubah terus selama ada error
(e) sampai error hilang. Aksi integral pada pengendali PI secara kontinyu menggeser letak
proportional-band (PB) dalam usaha mengubah bias. Penggeseran letak PB tidak
mengubah besar PB. Mekanisme ini menyebabkan variabel proses selalu sama dengan
setpoint (SP) untuk segala perubahan beban dalam batas pengendalian. Tetapi penambahan
aksi integral menambah kelambatan dan ketidakstabilan sistem.
Pengaturan waktu integral tergantung pada kecepatan respons sistem proses. Waktu
integral tidak boleh terlalu kecil karena pengendali terlalu cepat berubah dibanding respons
sistem proses. Hal ini mengakibatkan overshoot dan osilasi berlebihan.
Besar sinyal kendali yang yang dihasilkan sebanding dengan besar error, integral error,
dan derivasi error. Suku derivatif bereaksi terhadap kecepatan perubahan error. Persamaan
pengendali PID adalah,
Pengendalian Proses 15
Kc de
u Kce
i edt K
c d
dt
uo (4)
Penalaan pengendali adalah pekerjaan untuk mendapatkan nilai paramater pengendali yang
sesuai dengan kebutuhan proses. Parameter pengendali yang ditentukan meliputi gain (Kc)
atau proportional band (PB), waktu integral (i), dan waktu derivatif (d).
Pengendalian Proses 16
7.1 Metode Kurva Reaksi
Metode kurva reaksi didasarkan atas tanggapan undak sistem proses. Asumsi yang
digunakan adalah, proses sebagai sistem orde satu disertai waktu mati. Langkah metode
kurva reaksi adalah sebagai berikut.
Pengendali disetel pada posisi manual.
Dilakukan sedikit perubahan mendadak pada sinyal kendali (sebaiknya kurang dari
10%), sehingga terjadi perubahan variabel proses (PV) yang dapat diamati.
Tanggapan variabel proses direkam dan dari hasil yang diperoleh ditentukan nilai
waktu mati (p), konstanta waktu sistem (p), dan steady-state gain (Kp).
y p y
Dari uji tersebut di atas diperoleh: K p , R , dan N
u p p
Metode osilasi lingkar tertutup dikenal dengan metode Ziegler-Nichols II. Pada prinsipnya
dalam lingkar tertutup dibuat kondisi osilasi alami. Ini terjadi ketika pergeseran fase hanya
Pengendalian Proses 17
disebabkan oleh sistem proses. Dengan kata lain pengendali pada modus proporsional saja.
Adapun langkah penalaan adalah sebagai berikut.
1) Pengendali disetel pada posisi automatik.
2) Aksi integral dan derivatif dimatikan, dengan membuat waktu integral maksimum,
waktu derivatif nol, dan proportional band (PB) maksimum.
3) Secara berangsur PB diperkecil setengahnya, sambil diadakan perubahan kecil pada
gangguan (beban) atau setpoint.
4) Langkah nomor (3) diulang terus sampai muncul osilasi kontinyu pada variabel proses
(PV). Pada keadaan ini, proportional band sebagai proportional band kritik (PBu) atau
proportional gain sebagai proportional gain kritik (Kcu), dan periode osilasi sebagai
periode osilasi kritik (Tu). Selanjutnya parameter pengendali mengikuti tabel berikut.
Metode coba-coba (trial and error) sangat efektif jika dikerjakan oleh operator yang berpe-
ngalaman. Dengan bekal pengalaman bekerja dalam pengendalian proses, biasanya
operator memiliki intuisi tajam dan mampu melakukan penyetelan yang tepat. Meskipun
demikian, metode ini dapat dicoba oleh mereka yang belum berpengalaman dengan
melaksanakan langkah berikut.
Pengendali PI
1) Pertama-tama pengendali disetel ke posisi manual.
2) Manipulated variable (MV) diubah sebesar 5 - 10%. Kemudian diukur waktu yang
dibutuhkan variabel proses saat mulai memberi tanggapan. Watu integral (Ti) dibuat
lima kali waktu tersebut.
3) Proportional band dibuat maksimum, dan pengendali di taruh ke posisi automatik.
4) Sambil memberi gangguan perubahan setpoint, PB diperkecil sepertiganya.
5) Langkah nomor (4) diulang terus hingga diperoleh tanggapan variabel proses yang
dikehendaki.
6) Waktu integral diperkecil sehingga diperoleh tanggapan secepat mungkin tetapi
overshoot masih dapat diterima.
Pengendali PID
1) Proportional band dibuat maksimum, waktu integral maksimum, dan waktu derivatif
minimum (nol).
2) Perlahan-lahan PB diperkecil hingga diperoleh cukup overshoot pada variabel proses
jika sistem proses diberi gangguan.
3) Waktu derivatif dinaikkan, hingga overshoot hilang.
Pengendalian Proses 18
4) Langkah (2) dan (3) diulang, hingga diperoleh tanggapan transien sesuai yang
diinginkan.
5) Waktu integral diperkecil, hingga diperoleh cukup overshoot pada variabel proses jika
sistem proses diberi gangguan.
6) Waktu derivatif dinaikkan hingga diperoleh tanggapan transien yang diinginkan.
Parameter pengendali PID adalah: gain (Kc) atau proportional band (PB), waktu integral
(τi), dan waktu derivatif (τd). Pengaruh masing-masing adalah sebagai berikut.
Gain proporsional (Kc): semakin besar nilainya, respons semakin cepat tetapi
sistem cenderung tidak stabil. Pada pengendali proporsional saja (P-control)
dengan memperbesar Kc maka offset lebih kecil.
Sistem pengendalian terdiri atas empat unit: (1) plant yang dikendalikan; (2) sensor dan
transmitter; (3) pengendali; serta (4) control valve. Keluaran sistem adalah variabel proses
Pengendalian Proses 19
terkendali. Masukan sistem adalah SP (nilai variabel proses yang diinginkan) dan
gangguan (beban). Dalam sistem pengendalian umpan balik, variabel proses terkendali
(PV) dipengaruhi oleh setpoint dan/atau beban (gangguan). Perubahan setpoint dapat
dilakukan oleh operator atau pengendali lain. Sedangkan beban dapat berubah secara acak
tergantung sistem proses dan lingkungannya. Pada perubaha setpoint atau beban, variabel
proses mungkin akan mengalami beberapa cara perubahan, yaitu: sangat teredam
(overdamped), redaman kritik (critically damped), teredam (underdamped), osilasi
kontinyu (sustained oscillation), atau tidak stabil (amplitudo membesar).
Gambar 12. Bentuk respons variabel proses pada perubahan nilai setpoint.
Respons tanpa osilasi (sangat teredam) bersifat lambat namun stabil. Tanggapan
redaman kritik merupakan batas akan mulai terjadi osilasi teredam. Sedangkan tanggapan
osilasi teredam mengalami sedikit gelombang di awal perubahan, dan selanjutnya
amplitudo mengecil dan akhirnya stabil. Tanggapan ini cukup cepat meskipun sedikit
terjadi ketidakstabilan. Pada tanggapan dengan osilasi kontinyu, variabel proses secara
terus menerus bergelombang dengan amplitudo dan frekuensi yang tetap. Terakhir,
tanggapan tak stabil, memiliki amplitudo membesar. Kondisi yang terakhir ini sangat
berbahaya karena dapat merusak sistem keseluruhan.
Evaluasi kinerja sistem pengendalian memerlukan dua hal, yaitu jenis uji dan
kriteria yang tepat. Uji dilakukan dengan cara memberi masukan berubah pada nilai
setpoint atau beban. Jenis masukan uji dapat berupa: impuls, step, sinusoida, atau acak
(random). Cara uji yang mudah adalah dengan memberi masukan step, yaitu mengubah
dari satu kondisi steady-state ke kondisi steady-state baru. Dari hasil uji, selanjutnya
dianalisa apakah memenuhi kriteria atau tidak. Kriteria yang umum dipakai adalah:
redaman seperempat amplitudo dan nilai dari integral galat absolut (integral absolute
error, IAE). Di samping itu terdapat kriteria lain seperi redaman kritik, integral kuadrat
error (ISE), dan lain-lain.
Nilai setpoint diubah dari satu nilai ke nilai lain (step input). Respons PV diamati.
Bilamana terjadi respons teredam, maka terdapat besaran sebagaimana dalam Gambar 13.
Pengendalian Proses 20
Gambar 13. Respons teredam pada variabel proses.
Kriteria Redaman Seperempat Amplitudo. Kriteria ini cukup populer, sebab mampu
mengakomodasikan ketiga tujuan pengendalian yaitu cepat, tepat dan stabil. Arti kriteria
ini adalah, besar amplitudo berikutnya adalah seperempat dari sebelumnya (decay ratio
sebesar 0,25).
Kriteria Nilai dari Integral Galat (Error) Absolut. Kriteria integral galat (error) absolut
menunjukkan luas total galat (error). Kriteria IAE lebih disukai di kalangan praktisi
industri karena kemudahan dalam mengukur.
Perubahan beban dapat menghasilkan respons seperti Gambar 15. Kriteria redaman
seperempat amplitudo dan IAE dapat diterapkan di sini.
Pengendalian Proses 21
Gambar 15. Respons variabel proses pada perubahan beban.
Pengendalian Proses 22
POLBAN
Tujuan
Pengantar
Sistem aliran dalam percobaan ini mendekati perilaku sebagai sistem orde-0.
Kelambatan sistem hanya diakibatkan oleh kelambatan katup kendali. Sistem ini
bersifat self-regulating, yang berarti mampu mencapai kemantapan sendiri jika
terjadi perubahan aliran masuk atau keluar.
PERALATAN PERCOBAAN
PROSEDUR PERCOBAAN
Persiapan Umum
1) Pastikan penampung air telah terisi paling sedikit tiga perempat penuh.
2) Sistem peralatan aliran telah terhubung secara benar dengan komputer.
3) Pastikan komputer bekerja normal.
3
3) Pastikan posisi tombol pilihan SIMUASI dan REAL TIME pada posisi
yang tepat. Jika hanya melakukan simulasi, pastikan tombol pada posisi
SIMULASI. Sebaliknya jika melakukan praktik dengan peralatan
pengendalian, pastikan posisi tombol pada REAL TIME.
4) Pastikan posisi tombol AUTO/MANUAL pada posisi MANUAL
5) Pastikan posisi tombol REVERSE/DIRECT pada posisi REVERSE
9) Atur katup buang (12A) sedemikian rupa sehingga laju alir (PV) bernilai
100 L/h.
10) Tekan tombol PAUSE
4
Penyelesaian
1) Matikan peralatan seluruhnya dari sumber listrik.
2) Buka katup buang tangki sehingga kosong.
3) Bersihkan tempat kerja sehingga tidak ada sampah, kertas atau barang
lain berserakan di sekitar peralatan.
KESELAMATAN KERJA
Karakteristik Statik
Data pengamatan yang diperoleh adalah tabel data selama percobaan yang
tersimpan dalam format EXCEL. Berikut yang perlu diperhatikan:
Buat kurva karakteristik statik, yaitu hubungan antara PV dan MV
untuk beberapa beban proses.
Bagaimana bentuk kurva karakteristik statik? Linier atau nonlinier?
Karakteristik Dinamik
Dari data yang diperoleh tentukan dinamika sistem aliran, dengan menghitung
nilai-nilai:
Kp – Static gain proses
p – Konstanta waktu proses
p – Dead time proses
Bandingkan nilai ketiga besaran di atas untuk titik operasi 30, 50 dan 70%.
Dengan melihat hasil di atas, sistem aliran berperilaku linier atau non-linier?
Catatan: Bila ketiga hasil parameter di atas dapat dianggap sama, dengan
beda kurang dari 5%, maka sistem dapat dianggap linier. Dan sebaliknya non-
linier
DAFTAR PUSTAKA
(1) Heriyanto (2010). Pengendalian Proses. Jurusan Teknik Kimia, Bandung:
POLBAN
(2) Cooper, D.J. (2004). Practical Procxess Control. Control Station.
(3) Wade, H. L. (2004). Basic and Adavanced Regulatory Control: System
Design and Application. Ed. 2, ISA, NC.
POLBAN
Laboratorium Pengendalian Proses
Tujuan
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat:
(1) Melakukan uji step
(2) Mempelajari perilaku dinamika sistem level sebagai model sistem FOPDT (First
Order Plus Dead Time)
(3) Mempelajari perilaku nonlinier pada proses.
Pengantar
Sistem level dalam percobaan ini berperilaku sebagai tangki gravitasi dengan laju aliran
keluar sebanding dengan akar dari tinggi cairan. Sistem ini bersifat self-regulating,
yang berarti mampu mencapai kemantapan sendiri jika terjadi perubahan aliran masuk
atau keluar. Dalam mengoperasikan peralatan proses, pertama-tama perlu mengetahui
perilaku dinamika sistem proses yang ditunjukkan oleh respons variabel proses terhadap
perubahan sinyal kendali.
Peralatan Percobaan
Susunan peralatan percobaan adalah sebagai berikut
Susunan peralatan digambarkan sebagai berikut.
PROSEDUR PERCOBAAN
Persiapan Umum
1) Pastikan penampung air telah terisi paling sedikit tiga perempat penuh.
2) Sistem peralatan level telah terhubung secara benar dengan komputer.
3) Pastikan komputer bekerja normal.
6) Pastikan katup buang utama (13) tertutup, dan katup buang tambahan (15) terbuka.
7) Tekan tombol START sehingga sistem mulai berjalan dan data tercatat.
9) Buka katup buang utama (12) sekitar setengah buka hingga terjadi akumulasi air
dalam tangki dan level naik perlahan-lahan. Jika bukaan katup terlalu besar,
kenaikan level terlalu lambat, bahkan bisa terus turun karena aliran masuk lebih
kecil dibanding aliran keluar.
10) Biarkan, apakah level bisa mencapai 100%? Bilamana tidak, perkecil katup buang
utama.
11) Tekan tombol PAUSE.
7. Tunggu hingga respons stabil dengan nilai PV = SP. Grafik PV berwarna hijau dan SP
berwarna merah.
8. Bila dari grafik PV sudah sama dengan SP, ubah mode pengendali ke Manual. Pada
kondisi ini tidak ada perubahan pada grafik.
9. Naikkan nilai MV sebesar 5%. Bila semula pada posisi 50% akan menjadi 55%.
Perhatikan respons level (PV). Tunggu sampai steady-state atau sampai batas level
maksimum.
10. Klik tombol STOP sehingga muncul pilihan untuk mengekspr ke EXCEL atau tidak.
Pilih YA agar disimpan ke EXCEL.
11. Dari data step-reponse yang diperoleh dapat ditentukan ketiga parameter proses.
Catatan:
Bila dapat diperoleh respons lengkap, gunakan Metode Smith. Sebaliknya, bilamana
sebelum diperoleh steady-state level air sudah maksimum (luber), maka gunakan Metode
Garis Singgung ke-2.
Penyelesaian
1) Matikan peralatan seluruhnya dari sumber listrik.
2) Buka katup buang tangki sehingga kosong.
3) Bersihkan tempat kerja sehingga tidak ada sampah, kertas atau barang lain
berserakan di sekitar peralatan.
KESELAMATAN KERJA
Potensi bahaya yang perlu diwaspadai.
Hati-hati dengan listrik bolak-balik 220 V dari PLN
Pada saat bekerja, di sekitar meja tidak terdapat pemasangan listrik yang
berbahaya.
Selidiki dengan test-pen atau peralatan lain, apakah semua peralatan telah
ditanahkan dengan baik. Hal ini untuk menghindari sengatan listrik akibat efek
kapasitif atau induktif.
Berhati-hatilah dengan perhiasan logam, seperti cincin, jam tangan, mistar logam,
dan lain-lain alat yang mampu membuat hubung singkat.
Usahakan agar tidak seorangpun dapat tersandung oleh kawat-kawat atau tidak
sengaja merobohkan peralatan.
Bila menghubungkan peralatan, maka hubungan dengan jaringan listrik dilakukan
paling akhir.
Jika terjadi sengatan listrik dan korban terbelit kawat, jangan panik! Cepat
putuskan sambungan listrik, baru menolong korban.
Karakteristik Dinamik
Dari data yang diperoleh tentukan dinamika sistem level, dengan menghitung nilai-nilai:
Kp – Static gain proses
p – Konstanta waktu proses
p – Dead time proses
Bandingkan nilai ketiga besaran di atas untuk titik operasi 30, 50 dan 70%. Dengan
melihat hasil di atas, sistem level berperilaku linier atau non-linier?
Catatan: Bila ketiga hasil parameter di atas dapat dianggap sama, dengan beda kurang
dari 5%, maka sistem dapat dianggap linier. Dan sebaliknya non-linier
DAFTAR PUSTAKA
(1) Heriyanto (2010). Pengendalian Proses. Jurusan Teknik Kimia, Bandung: POLBAN
(2) Cooper, D.J. (2004). Practical Procxess Control. Control Station.
(3) Wade, H. L. (2004). Basic and Adavanced Regulatory Control: System Design and
Application. Ed. 2, ISA, NC.
POLBAN
Tujuan
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat:
(1) Melakukan uji step
(2) Mempelajari perilaku dinamika sistem suhu sebagai model sistem FOPDT (First
Order Plus Dead Time)
(3) Mempelajari perilaku nonlinier pada proses.
Pengantar
Sistem proses (plant) dalam pengendalian suhu bersifat self-regulating, yang berarti
mampu mencapai kemantapan sendiri jika terjadi perubahan aliran masuk atau keluar.
Dalam system ini sebagai manipulated variable adalah laju aliran proses yang masuk
penukar panas. Aksi sistem adalah reverse acting. Bila laju aliran proses bertambah
besar maka suhu aliran proses yang keluar dari penukar panas akan turun.
PERALATAN PERCOBAAN
Bilamana hanya memakai pengendalian suhu, maka dapat digambarkan diagram sebagai
berikut.
4.1
4
Keterangan Gambar:
1) Bourdon pressure gauge, rentang 0-6 bar, kode PI2
2) Variable area flow meter, rentang 0-1000 l/h, kode FI1
3) Differential pressure transmitter, AISI 316 stainless steel, rentang 0-500 mmH2O,
kode FT1/LT1
4) Pneumatic control valve, AISI 316 stainless steel, DN 15, Cv = 0.13, kode
TV1/LV1. Jenis aksi fail-closed.
5) Pressure safety valve (6.5 bar), kode PSV1
6) Graduated Plaxiglas tank, kapacitas 5 L, kode D2
7) Pneumatic control valve, AISI 316 stainless steel, DN 25, Cv = 0.25, kode
FV1/PV1
8) Plate heat exchanger, bahan stainless steel, kode E1
9) Mikroprosesor PID controller
10) Terminal pengukuran untuk sinyal masuk/keluar.
4.1
5
Penyetelan Parameter
Masuk ke menu utama dengan menekan tombol Esc/Menu.
Setel parameter menu dan submenu dengan tombol .
Masuk ke submenu dengan menekan tombol Enter
Pilih parameter yang akan diubah dengan tombol dan tekan tombol Enter
untuk memilih. Untuk mengubah nilai parameter, tekan Enter dan kemudian
tombol . Dengan tombol Ind adalah dimungkinkan untuk menampilkan digit
angka yang akan diubah. Penekanan tombol Ind selama 3 detik akan menggeser
titik desimal
Untuk keluar tanpa konfirmasi, tekan tombol Esc/Menu
Untuk konfirmasi perubahan tekan tombol Enter
Contoh:
Mengubah proportional gain, aksi integral dan derivatif.
Tekan Esc/Menu
Tekan ke Parameter
Tekan Enter
Setel loop yang diinginkan dengan menekan
Tekan Enter, akan menampilkan GAIN pada baris ke-1 (atau pilih RESET TIME,
Tn, atau RATE TIME, Tv, dengan tombol jika ingin mengubah integral atau
derivatif).
Tekan Enter
Pilih digit yang diubah dengen menekan tombol Ind
Naikkan atau turunkan nilainya dengan tombol
Konfirmasi perubahan dengan menekan Enter
Untuk mengubah aksi integral (RESET TIME. Tn) lakukan seperti pada GAIN
Untuk mengubah aksi DERIVATIF (RATE TIME. Tn) lakukan seperti pada GAIN
Mengubah P, I, D:
Tekan Esc/Menu
Gulung submenu dengan tombol hingga Confi(free)
TekanEnter
Pilih loop yang diinginkan dengan tombol
Tekan Enter dan dengan tombol pilih CONTR. PARAM.
Tekan Enter
4.1
6
PROSEDUR PERCOBAAN
4.1
7
Karakteristik Dinamik
Dari data yang diperoleh tentukan dinamika sistem suhu, dengan menghitung nilai-nilai:
Kp – Static gain proses
p – Konstanta waktu proses
p – Dead time proses
Bandingkan nilai ketiga besaran di atas untuk titik operasi 30, 50 dan 70% bukaan katup
kendali TV1. Dengan melihat hasil di atas, sistem suhu berperilaku linier atau non-linier?
Catatan: Bila ketiga hasil parameter di atas dapat dianggap sama, dengan beda kurang dari
5%, maka sistem suhu dapat dianggap linier. Dan sebaliknya non-linier
4.1
POLBAN
Tujuan
Pengantar
Sistem tekanan dalam percobaan ini berperilaku sebagai tangki penampung gas dengan
laju aliran keluar sebanding dengan akar dari beda tekanan. Sistem ini bersifat self-
regulating, yang berarti mampu mencapai kemantapan sendiri jika terjadi perubahan
aliran masuk atau keluar.
PERALATAN PERCOBAAN
Peralatan yang dipakai adalah dari jenis regulator tekanan. Diagram instrumen dan
susunan peralatan dapat digambarkan sebagai berikut.
3
PROSEDUR PERCOBAAN
Persiapan Umum
1) Pastikan sistem peralatan telah terhubung secara benar.
2) Pastikan komputer bekerja normal.
4.1
4
3) Pastikan posisi tombol pilihan SIMUASI dan REAL TIME pada posisi yang
tepat. Jika hanya melakukan simulasi, pastikan tombol pada posisi SIMULASI.
Sebaliknya jika melakukan praktik dengan peralatan pengendalian, pastikan
posisi tombol pada REAL TIME.
4) Pastikan mode pengendali pada MANUAL dan aksi pengendali pada DIRECT
4.1
5
4.1
6
KESELAMATAN KERJA
Potensi bahaya yang perlu diwaspadai.
Hati-hati dengan listrik bolak-balik 220 V dari PLN
Pada saat bekerja, di sekitar meja tidak terdapat pemasangan listrik yang
berbahaya.
Selidiki dengan test-pen atau peralatan lain, apakah semua peralatan telah
ditanahkan dengan baik. Hal ini untuk menghindari sengatan listrik akibat efek
kapasitif atau induktif.
Berhati-hatilah dengan perhiasan logam, seperti cincin, jam tangan, mistar
logam, dan lain-lain alat yang mampu membuat hubung singkat.
Usahakan agar tidak seorangpun dapat tersandung oleh kawat-kawat atau
tidak sengaja merobohkan peralatan.
Bila menghubungkan peralatan, maka hubungan dengan jaringan listrik
dilakukan paling akhir.
Jika terjadi sengatan listrik dan korban terbelit kawat, jangan panik! Cepat
putuskan sambungan listrik, baru menolong korban.
4.1
7
Karakteristik Dinamik
Dari data yang diperoleh tentukan dinamika sistem tekanan, dengan menghitung nilai-
nilai:
Kp – Static gain proses
p – Konstanta waktu proses
p – Dead time proses
Bandingkan nilai ketiga besaran di atas untuk titik operasi 3, 5 dan 7 psi. Dengan
melihat hasil di atas, sistem tekanan berperilaku linier atau non-linier?
Catatan: Bila ketiga hasil parameter di atas dapat dianggap sama, dengan beda
kurang dari 5%, maka sistem tekanan dapat dianggap linier. Dan sebaliknya non-linier
DAFTAR PUSTAKA
(1) Heriyanto (2010). Pengendalian Proses. Jurusan Teknik Kimia, Bandung:
POLBAN
(2) Cooper, D.J. (2004). Practical Procxess Control. Control Station.
(3) Wade, H. L. (2004). Basic and Adavanced Regulatory Control: System Design
and Application. Ed. 2, ISA, NC.
4.1
POLBAN
PENGENDALIAN ALIRAN
1. TUJUAN
2. LANDASAN TEORI
Dalam praktikum ini sebagai sensor laju alir adalah jenis turbin. Putaran turbin
berbanding lurus dengan laju alir. Sinyal listrik sensor turbin berupa
gelombang balok. Oleh konverter, gelombang balok diubah menjadi sinyal
tegangan 1-5 V (0-100%). Sinyal ini dikirim ke pengendali (komputer). Aksi
pengendali berjenis berkebalikan (reverse acting). Artinya jika laju alir
bertambah besar, sinyal kendali berkurang dan katup kendali lebih menutup
untuk mengurangi laju alir.
Sinyal kendali dari pengendali (komputer) berupa sinyal tegangan 1-5 V,
yang selanjutnya diubah menjadi sinyal arus 4-20 mA. Oleh konverter sinyal
arus diubah menjadi sinyal pneumatik 0,2-1 bar (3-15 psi). Control valve (unit
kendali akhir) adalah jenis pneumatik yang mendapat sinyal pneumatik
tersebut.
Dalam pengendalian aliran ini sebagai PV adalah laju alir, MV adalah aliran
air masuk, SP adalah laju alir yang diinginkan, gangguan adalah laju alir keluar
sistem. Pengendalian laju alir memiliki sifat cepat dan banyak noise khusunya
untuk aliran turbulen.
2
FC
Pengendali aliran
FT
Transmiter aliran
sulit dilakukan dan memakan waktu lama. Cara yang lebih cepat adalah
membuat nilai bias secara otomatis (mode auto) dengan bantuan pengendali PI.
Setelah PV sama dengan SP, maka dihasilkan nilai bias dari hasil integrasi.
3. PERALATAN PERCOBAAN
a) Control Valve
Fungsi :
Mengatur laju aliran air atas perintah pengendali melalui sinyal kendali
(controller output)
Aksi :
Aksi control valve adalah reverse acting air-to-open atau fail-closed
(FC). Arti reverse acting di sini adalah, jika sinyal kendali atau tekanan
udara pneumatic bertambah besar, maka stem (poros) masuk ke dalam.
Arti air-to-open adalah tekanan udara pnemuatik dipakai untuk membuka
valve. Dengan kata lain, jika udara pneumuatik bertambah besar maka
valve membuka.
Konvensi:
Jika stem ke atas maka valve membuka. Dan sebaliknya. Lihat penunjuk
bukaan valve di tangkai (stem).
b) I/P Transducer
Fungsi :
Mengubah sinyal arus (I) menjadi sinyal tekanan udara pneumatik (P).
Aksi :
Aksi I/P Transducer adalah direct acting. Artinya, hubungan antara
sinyal dan tekanan udara adalah berbanding langsung. Dengan kata lain,
jika sinyal kendali bertambah besar, maka sinyal tekanan udara
pneumatic bertambah besar juga.
h) Katup Solenoida
Fungsi :
Membuka dan menutup aliran gangguan dengan memakai tenaga listrik.
Katup ini hanya ada dua posisi, buka dan tutup penuh.
3. PROSEDUR PERCOBAAN
3) Pastikan posisi tombol pilihan SIMUASI dan REAL TIME pada posisi
yang tepat. Jika melakukan praktik dengan peralatan pengendalian,
pastikan posisi tombol pada REAL TIME. Sebaliknya jika hanya
melakukan simulasi, pastikan tombol pada posisi SIMULASI.
4) Pastikan posisi tombol Cascade/Auto/Manual pada posisi MANUAL dan
tombol Reverse/Direct pada posisi REVERSE
8) Atur katup buang (12A) sedemikian rupa sehingga laju alir (PV) bernilai
100 L/h.
9) Tekan tombol PAUSE.
Persiapan
1) Pilih Tipe Pengendali P.
8
Dalam pilihan ini, waktu integral tak berhingga dan waktu derivatif
bernilai nol. Isikan parameter pengendali sesuai tugas dari Pembimbing.
Bila Pembimbing tidak memberi tugas secara khusus gunakan nilai yang
sudah ada (default) atau berdasar hasil identifikasi sistem proses
dengan memilih salah satu metode.
Persiapan
1) Pilih Tipe Pengendali PI.
Dalam pilihan ini, isian proporsional dan integral akan aktif dan derivatif
tidak aktif (bernilai nol). Isikan parameter pengendali sesuai tugas dari
Pembimbing. Bila Pembimbing tidak memberi tugas secara khusus
9
gunakan nilai yang sudah ada (default) atau berdasar hasil identifikasi
sistem proses dengan memilih salah satu metode.
Persiapan
1) Pilih tipe pengendali PID
10
Dalam pilihan ini, isian proporsional, integral dan derivatif akan aktif.
Isikan parameter pengendali sesuai tugas dari Pembimbing. Bila
Pembimbing tidak memberi tugas secara khusus gunakan nilai yang sudah
ada (default) atau berdasar hasil identifikasi sistem proses yang telah
dilakukan. Pilih salah satu metode Ziegler-Nichols, Cohen-Coon atau
IAE. Anda bebas memilih, kecuali ditentukan oleh Pembimbing.
3.9 Penyelesaian
1) Matikan peralatan seluruhnya dari sumber listrik.
2) Buka katup buang tangki sehingga kosong.
3) Bersihkan tempat kerja sehingga tidak ada sampah, kertas atau barang
lain berserakan di sekitar peralatan.
4. KESELAMATAN KERJA
Data pengamatan yang diperoleh adalah tabel data selama percobaan yang
tersimpan dalam format EXCEL. Dari percobaan ini beri penjelasan
mengenai respons variabel proses. Berikut yang perlu diperhatikan:
Bagaimana bentuk respons variable proses terhadap perubahan
setpoint, apakah berupa respons: sangat teredam, redaman kritik,
teredam, osilasi kontinyu, atau tak stabil.
Bilamana terjadi respons teredam, berapa nilai overshoot, decay
ratio dan settling-time?
Buat peta penalaan (tuning map) untuk pengendali P, PI, dan PID.
Peta penalaan adalah peta yang menggambarkan grafik respons
untuk setiap pasangan parameter pengendali.
12
5 DAFTAR PUSTAKA
PENGENDALIAN LEVEL
1. TUJUAN
2. LANDASAN TEORI
Dalam pengendalian level ini sebagai PV adalah level air, MV adalah aliran air
masuk, SP adalah level yang diinginkan, gangguan adalah aliran air keluar.
Sebagai sensor level adalah jenis sensor level hidrostatik. Level hidrostatik
menunjukkan tinggi level cairan. Oleh transmiter, ketinggian cairan
dikorelasikan dengan sinyal arus 4-20 mA. Sinyal dari transmiter dikirim ke
pengendali (komputer). Aksi pengendali berjenis berkebalikan (reverse acting).
Artinya jika level naik maka aliran air yang masuk berkurang.
Sinyal kendali dari pengendali (komputer) berupa sinyal tegangan 1-5 V,
yang selanjutnya diubah menjadi sinyal arus 4-20 mA. Oleh konverter sinyal
arus diubah menjadi sinyal pneumatik 0,2-1 bar (3-15 psi). Control valve (unit
kendali akhir) adalah jenis pneumatik yang mendapat sinyal pneumatik
tersebut.
Terdapat dua cara mengendalikan level, yaitu dengan manipulated variable
aliran masuk dan dengan manipulated variable aliran keluar (Gambar 1 dan 2).
Pada MV aliran masuk, maka respons sistem proses bersifat direct acting
(respons positif). Sedangkan pada MV aliran keluar, respons sistem bersifat
reverse acting (respons negatif).
2
Dari Gambar 2a, jika level naik, maka keluaran pengendali (sinyal kendali)
akan turun atau bertambah kecil. Akibatnya control valve yang berjenis FO
akan terbuka lebih besar dan level akan turun kembali ke setpoint. Dari
Gambar 2b, jika level naik, maka keluaran pengendali (sinyal kendali) juga naik
atau bertambah besar. Akibatnya control valve yang berjins FC akan terbuka
lebih besar dan level akan turun kembali ke setpoint.
3. PERALATAN PERCOBAAN
a) Control Valve
Fungsi:
Mengatur laju aliran air atas perintah pengendali melalui sinyal kendali
(controller output)
Aksi:
Aksi control valve adalah reverse acting air-to-open atau fail-closed
(FC). Arti reverse acting di sini adalah, jika sinyal kendali atau tekanan
udara pneumatic bertambah besar, maka stem (poros) masuk ke dalam.
Arti air-to-open adalah tekanan udara pnemuatik dipakai untuk membuka
valve. Dengan kata lain, jika udara pneumuatik bertambah besar maka
valve membuka.
Konvensi:
Jika stem ke atas maka valve membuka. Dan sebaliknya. Lihat penunjuk
bukaan valve di tangkai (stem).
b) I/P Transducer
Fungsi:
Mengubah sinyal arus menjadi sinyal tekanan udara pneumatik.
Aksi:
Aksi I/P Transducer adalah direct acting. Artinya, hubungan antara
sinyal dan tekanan udara adalah berbanding langsung. Dengan kata lain,
jika sinyal kendali bertambah besar, maka sinyal tekanan udara
pneumatic bertambah besar juga.
g) Sensor Level
Fungsi:
Mendeteksi level berdasar tekanan hidrostatik. Keluaran sensor diolah
oleh pengkondisi sinyal dan transmitter menjadi sinyal standar 4-20 mA.
h) Katup Solenoida
Fungsi:
Membuka dan menutup aliran gangguan dengan memakai tenaga listrik.
Katup ini hanya ada dua posisi, buka dan tutup penuh.
3. PROSEDUR PERCOBAAN
1) Pastikan penampung air telah terisi paling sedikit tiga perempat penuh.
2) Sistem peralatan level telah terhubung secara benar dengan komputer.
3) Pastikan komputer bekerja normal.
6
3) Pastikan posisi tombol pilihan SIMUASI dan REAL TIME pada posisi
yang tepat. Jika melakukan praktik dengan peralatan pengendalian,
pastikan posisi tombol pada REAL TIME. Sebaliknya jika hanya
melakukan simulasi, pastikan tombol pada posisi SIMULASI.
4) Pastikan posisi tombol Cascade/Auto/Manual pada posisi MANUAL dan
tombol Reverse/Direct pada posisi REVERSE
5) Buka penuh kedua katup buang utama (12) dan gangguan (15).
6) Tekan tombol START sehingga sistem mulai berjalan dan data tercatat.
8) Perkecil bukaan katup buang utama (12) sedemikian rupa hingga terjadi
akumulasi air dalam tangki dan level naik perlahan-lahan. Jika bukaan
7
katup terlalu besar, kenaikan level terlalu lambat, bahkan bisa terus
turun karena aliran masuk lebih kecil dibanding aliran keluar.
9) Tekan tombol PAUSE.
Persiapan
1) Pilih Tipe Pengendali P.
Dalam pilihan ini, waktu integral tak berhingga dan waktu derivatif
bernilai nol. Isikan parameter pengendali sesuai tugas dari Pembimbing.
Bila Pembimbing tidak memberi tugas secara khusus gunakan nilai yang
sudah ada (default) atau berdasar hasil identifikasi sistem proses
dengan memilih salah satu metode.
6) Ulangi langkah (1-5) dengan nilai PB sebesar 2 (dua) kali PB semula. Misal
semula 20% (Kc = 5) ubah menjadi 40% (Kc = 2,5).
7) Ulangi langkah (1-5) dengan nilai PB sebesar setengah kali PB semula.
Misal semula 20% (Kc = 5) ubah mjadi 10% (Kc = 10).
Persiapan
1) Pilih Tipe Pengendali PI.
Dalam pilihan ini, isian proporsional dan integral akan aktif dan derivatif
tidak aktif (bernilai nol). Isikan parameter pengendali sesuai tugas dari
Pembimbing. Bila Pembimbing tidak memberi tugas secara khusus
gunakan nilai yang sudah ada (default) atau berdasar hasil identifikasi
sistem proses dengan memilih salah satu metode.
PB
0,5PB PB 2PB
(2Kc) (Kc) (0,5Kc)
0,5Ti Run 11 Run 12 Run 13
Ti Ti Run 21 Run 22 Run 23
2Ti Run 31 Run 32 Run 33
Persiapan
1) Pilih tipe pengendali PID
Dalam pilihan ini, isian proporsional, integral dan derivatif akan aktif.
Isikan parameter pengendali sesuai tugas dari Pembimbing. Bila
Pembimbing tidak memberi tugas secara khusus gunakan nilai yang sudah
ada (default) atau berdasar hasil identifikasi sistem proses dengan
memilih salah satu metode.
PB
0,5PB PB 2PB
(2K) (Kc) (0,5Kc)
2 s Run-11 Run-12 Run-13
0,1 Ti 1s Run-21 Run-22 Run-23
0,5 s Run-31 Run-32 Run-33
2 s Run-41 Run-42 Run-43
Td 0,2 Ti 1 s Run-51 Run-52 Run-53
0,5 s Run-61 Run-62 Run-63
2 s Run-71 Run-72 Run-73
0,4 Ti 1 s Run-81 Run-82 Run-83
0,5 s Run-91 Run-92 Run-93
3.9 Penyelesaian
1) Matikan peralatan seluruhnya dari sumber listrik.
2) Buka katup buang tangki sehingga kosong.
3) Bersihkan tempat kerja sehingga tidak ada sampah, kertas atau barang
lain berserakan di sekitar peralatan.
4. KESELAMATAN KERJA
Data pengamatan yang diperoleh adalah tabel data selama percobaan yang
tersimpan dalam format EXCEL. Dari percobaan ini beri penjelasan
mengenai respons variabel proses. Berikut yang perlu diperhatikan:
Bagaimana bentuk respons variable proses terhadap perubahan
setpoint, berupa respons: sangat teredam, redaman kritik,
teredam, osilasi kontinyu, atau tak stabil.
Bilamana terjadi respons teredam, berapa nilai overshoot, decay
ratio dan settling-time?
Buat peta penalaan (tuning map) untuk pengendali P, PI, dan PID.
Peta penalaan adalah peta yang menggambarkan grafik respons
untuk setiap pasangan parameter pengendali.
5 DAFTAR PUSTAKA
PENGENDALIAN SUHU
Tujuan
1) Mengendalikan suhu aliran proses dengan pengendali PID
2) Mempelajari kualitas atau karakteristik respons pengendalian
3) Mempelajari komponen pengendalian proses yang dipakai di industri, seperti:
pengendali, transduser, dan aktuator.
Pengantar
Prinsip Pengendalian Suhu. Dalam pengendalian suhu sebagai PV adalah suhu dalam
aliran pipa, MV adalah aliran pemanas, SP adalah suhu yang diinginkan, gangguan
adalah laju dan suhu aliran dingin, suhu aliran pemanas, dan kehilangan panas ke
lingkungan. Oleh sensor suhu diubah menjadi tegangan listrik. Oleh transmiter, suhu
dalam hal ini tegangan listrik dikonversikan menjadi sinyal arus 4-20 mA. Sinyal dari
transmiter dikirim ke pengendali (komputer).
Sinyal kendali dari pengendali (komputer) berupa sinyal tegangan 0-5 V, yang
selanjutnya diubah menjadi sinyal arus 4-20 mA. Oleh konverter sinyal arus diubah
menjadi sinyal pneumatik 0,2-1 bar (3-15 psi). Control valve (unit kendali akhir) adalah
jenis pneumatik dengan aksi direct acting dan fail closed (FC). Direct acting berarti jika
sinyal pneumatik bertambah besar, stem atau batang katup bergerak keluar dan
membuka katup. Fail closed berarti jika terjadi kehilangan daya atau sinyal pneumatik,
maka katup menutup. Jika sinyal kendali bertambah besar, katup lebih membuka, dan
sebaliknya katup lebih menutup.
Metod pengendalian suhu yang umum adalah dengan mengatur aliran pemanas atau
pendingin untuk mencapai suhu yang diinginkan. Sehingga aliran pemanas atau
pendingin sebagai manipulated variable (MV). Contoh diagram pengendalian
pemanasan dengan pemanas sebagai MV adalah sebagai berikut.
3
Selain metode yang umum, dalam beberapa kasus sebagai manipulated variable
justru aliran proses. Akibatnya laju aliran proses tergantung suhu hasil pemanasan. Bila
karena sesuatu hal, suhu pross keluar turun, maka laju alirnya juga akan diturunkan,
agar terjadi pemanasan yang cukup. Sebaliknya, jika suhu terlalu panas, maka laju
aliran proses dinaikkan untuk menurunkan suhu proses keluar. Contoh diagram
pemanasan dengan manipulated variable aliran proses adalah sebagai berikut.
Karakteristik Pengendalian Suhu. Secara umum respons suhu bersifat lambat dan
sedikit atau tidak ada noise. Sehingga mode pengendalian PID bisa diterapkan dengan
baik. Dengan adanya aksi derivatif, maka kelambatan respons suhu bisa diantisipasi
dengan lebih baik dibanding dengan pengendali P atau PI. Oleh karena respons suhu
yang lambat, maka sebaiknya memakai gain proporsional yang besar (5 sampai 20) atau
proportional band yang kecil (5-20%).
4.1
4
PERALATAN PERCOBAAN
Bilamana hanya memakai pengendalian suhu, maka dapat digambarkan diagram sebagai
berikut.
4.1
5
Keterangan Gambar:
1) Bourdon pressure gauge, rentang 0-6 bar, kode PI2
2) Variable area flow meter, rentang 0-1000 l/h, kode FI1
3) Differential pressure transmitter, AISI 316 stainless steel, rentang 0-500 mmH2O,
kode FT1/LT1
4) Pneumatic control valve, AISI 316 stainless steel, DN 15, Cv = 0.13, kode
TV1/LV1. Jenis aksi fail-closed.
5) Pressure safety valve (6.5 bar), kode PSV1
6) Graduated Plaxiglas tank, kapacitas 5 L, kode D2
7) Pneumatic control valve, AISI 316 stainless steel, DN 25, Cv = 0.25, kode
FV1/PV1
8) Plate heat exchanger, bahan stainless steel, kode E1
9) Mikroprosesor PID controller
10) Terminal pengukuran untuk sinyal masuk/keluar.
Tampilan:
1) Baris Indikasi menu dan submenu
2) Baris-2: Process variable
3) Baris-3: Tampilan nilai set-point (SP), error, out, dipilih dengan tombol Ind.
4) Baris-4: Indikasi loop yang sedang berjalan
Indikasi Panel Depan
4.1
6
Penyetelan Parameter
Masuk ke menu utama dengan menekan tombol Esc/Menu.
Setel parameter menu dan submenu dengan tombol .
Masuk ke submenu dengan menekan tombol Enter
Pilih parameter yang akan diubah dengan tombol dan tekan tombol Enter
untuk memilih. Untuk mengubah nilai parameter, tekan Enter dan kemudian
tombol . Dengan tombol Ind adalah dimungkinkan untuk menampilkan digit
angka yang akan diubah. Penekanan tombol Ind selama 3 detik akan menggeser
titik desimal
Untuk keluar tanpa konfirmasi, tekan tombol Esc/Menu
Untuk konfirmasi perubahan tekan tombol Enter
Contoh:
Mengubah proportional gain, aksi integral dan derivatif.
Tekan Esc/Menu
Tekan ke Parameter
Tekan Enter
Setel loop yang diinginkan dengan menekan
Tekan Enter, akan menampilkan GAIN pada baris ke-1 (atau pilih RESET TIME,
Tn, atau RATE TIME, Tv, dengan tombol jika ingin mengubah integral atau
derivatif).
Tekan Enter
Pilih digit yang diubah dengen menekan tombol Ind
Naikkan atau turunkan nilainya dengan tombol
Konfirmasi perubahan dengan menekan Enter
Untuk mengubah aksi integral (RESET TIME. Tn) lakukan seperti pada GAIN
Untuk mengubah aksi DERIVATIF (RATE TIME. Tn) lakukan seperti pada GAIN
Mengubah P, I, D:
Tekan Esc/Menu
Gulung submenu dengan tombol hingga Confi(free)
TekanEnter
Pilih loop yang diinginkan dengan tombol
Tekan Enter dan dengan tombol pilih CONTR. PARAM.
Tekan Enter
Tekan Enter sekali lagi
4.1
7
Dengan tombol pilih (1) untuk P, (2) untuk PI, (3) untuk PD dan (4) untuk
PID
Untuk konfirmasi tekan Enter dan kemudian Esc/Menu
PROSEDUR PERCOBAAN
Percobaan-1:
Tutup katup V2, V3, V8 dan V12
Buka katup V1, V7, V9 buka sebagian, dan V10
Tunggu hingga thermostatic bath mencapai suhu tetap (misalnya 50°C).
Hubungkan terminal “TC1 output” ke terminal “TV1/LV1” pada panel kendali
dengan memakai kabel yang disediakan
Pilih loop No. 1 pada pengendali dengan menekan pushbutton Loop
Setel loop ke manual (menekan M/A/C, warna LED merah dalam posisi M)
Buka sebagian katup kendali TV1 (pilih keluaran Out dengan tombol Ind dan
naikkan dengan tombol misal 40%).
Setel nilai Gain, integral dan derivatif (nilai yang dianjurkan Gain = 3 min, waktu
integral = 0.4 min, waktu derivatif = 0.1). Ini dapat dilakukan dengan papan di
pengendali atau dari perangkat lunak komputer.
Tetapkan nilai set point (tekan SP-w, dan atur nilainya dengan tombol )
misalnya 45°C
Setel pengendali PID ke mode otomatik (tekan M/A/C hingga LED menyala hijau
yang berarti posisi A)
Tunggu hingga suhu TI1 sama dengan setpoint (45oC). Bagaimana hasil
pengendalian suhu?
Ubah setpoitnt ke 40oC, amati bagaimana perubahan suhu TI1 mengikuti setpoint.
Kembalikan setpoint ke 45oC.
Catatan:
Nilai suhu dapat dinaikkan atau diturunkan dengan mengubah setpoint
Untuk menciptakan gangguan pada sistem, gunakan katup V7 atau V10
Pada akhir percobaan, tutup katup V1, matikan thermostatic bath dan lepaskan
hubungan ELCB pada panel listrik
Jika alat tidak dipakai dalam waktu lama, buang seluruh cairna dan udara dalam
saluran atau unit.
4.1
8
Matikan integral atau dengan memberi nilai tak hingga (sangat besar).
Ubah setpoint ke 40 oC. Perhatikan variabel proses (suhu TI1), akan mendekati
setpoint tetapi tidak dapat tepat sama. Selisih antara SP dan PV setelah
steady-state disebut offset.
Percobaan-2:
Lakukan kombinasi parameter pengendali berikut. Setiap kombinasi diuji dengan
mengubah setpoint dari 45 ke 40 oC.
Perhatikan:
Sebelum mencoba kombinasi yang lain, terlebih dahulu kembalikan setpoint ke 45oC.
4.1
9
4.1
POLBAN
PENGENDALIAN TEKANAN
1. TUJUAN
2. LANDASAN TEORI
Dalam pengendalian tekanan sebagai PV adalah tekanan gas dalam aliran pipa,
MV adalah aliran gas masuk, SP adalah tekanan yang diinginkan, gangguan
adalah aliran gas keluar. Oleh sensor tekanan diubah menjadi tegangan listrik.
Oleh transmiter, tekanan dalam hal ini tegangan listrik dikonversikan menjadi
sinyal arus 4-20 mA. Sinyal dari transmiter dikirim ke pengendali (komputer).
Aksi pengendali berjenis langsung (direct acting). Artinya jika tekanan (PV)
naik maka sinyal kendali bertambah besar.
Sinyal kendali dari pengendali (komputer) berupa sinyal tegangan 1-5 V,
yang selanjutnya diubah menjadi sinyal arus 4-20 mA. Oleh konverter sinyal
arus diubah menjadi sinyal pneumatik 0,2-1 bar (3-15 psi). Control valve (unit
kendali akhir) adalah jenis pneumatik dengan aksi direct acting dan fail open
(FO). Direct acting berarti jika tekanan pneumatik bertambah besar, stem
atau batang katup bergerak keluar dan menutup katup. Fail open berarti jika
3
terjadi kehilangan daya atau tekanan pneumatik, katup terbuka penuh. Jika
sinyal kendali bertambah besar, katup justru labih menutup, dan sebaliknya.
Pengendalian tekanan, dibedakan atas “regulator tekanan” (pressure
regulator) dan “regulator tekanan balik” (back pressure regulator). Jika sensor
tekanan terletak di bagian hilir katup kendali, lingkar pengendalian disebut
regulator tekanan. Sebaliknya, jika sensor tekanan terletak di bagian hulu
katup kendali, lingkar pengendalian disebut regulator tekanan balik.
Pengendalian tekanan pada praktikum ini adalah sebagai regulator
tekanan (Gambar 2a).
3. PERALATAN PERCOBAAN
4.1
4
a) Control Valve
Fungsi:
Mengatur laju aliran udara atas perintah pengendali melalui sinyal
kendali (controller output)
Aksi:
Aksi control valve adalah direct acting air-to-closed atau fail-open (FO).
Arti direct acting di sini adalah, jika sinyal kendali atau tekanan udara
pneumatic bertambah besar, maka stem (poros) bergerak keluar. Arti
air-to-closed adalah tekanan udara pnemuatik dipakai untuk menutup
valve. Dengan kata lain, jika udara pneumuatik bertambah besar maka
valve menutup.
Konvensi:
Jika stem ke atas maka valve membuka. Dan sebaliknya. Lihat penunjuk
bukaan valve di tangkai (stem).
b) I/P Transducer
Fungsi:
Mengubah sinyal arus menjadi sinyal tekanan udara pneumatik.
4.1
5
Aksi:
Aksi I/P Transducer adalah direct acting. Artinya, hubungan antara
sinyal dan tekanan udara adalah berbanding langsung. Dengan kata lain,
jika sinyal kendali bertambah besar, maka sinyal tekanan udara
pneumatic bertambah besar juga.
e) Sensor Tekanan
Fungsi:
Mendeteksi tekanan menjadi tegangan listrik untuk diolah oleh
pengkondisi sinyal dan transmitter menjadi sinyal standar 4-20 mA.
3. PROSEDUR PERCOBAAN
4.1
6
3) Pastikan posisi tombol pilihan SIMUASI dan REAL TIME pada posisi
yang tepat. Jika melakukan praktik dengan peralatan pengendalian,
pastikan posisi tombol pada REAL TIME. Sebaliknya jika hanya
melakukan simulasi, pastikan tombol pada posisi SIMULASI.
4) Pastikan posisi tombol Cascade/Auto/Manual pada posisi MANUAL dan
tombol Reverse/Direct pada posisi DIRECT.
4.1
7
4.1
8
Persiapan
1) Pilih Tipe Pengendali P.
Dalam pilihan ini, waktu integral tak berhingga dan waktu derivatif
bernilai nol. Isikan parameter pengendali sesuai tugas dari Pembimbing.
Bila Pembimbing tidak memberi tugas secara khusus gunakan nilai yang
sudah ada (default) atau berdasar hasil identifikasi sistem proses
dengan memilih salah satu metode.
4.1
9
Persiapan
1) Pilih Tipe Pengendali PI.
Dalam pilihan ini, isian proporsional dan integral akan aktif dan derivatif
tidak aktif (bernilai nol). Isikan parameter pengendali sesuai tugas dari
Pembimbing. Bila Pembimbing tidak memberi tugas secara khusus
gunakan nilai yang sudah ada (default) atau berdasar hasil identifikasi
sistem proses dengan memilih salah satu metode.
4.1
10
Persiapan
1) Pilih tipe pengendali PID
Dalam pilihan ini, isian proporsional, integral dan derivatif akan aktif.
Isikan parameter pengendali sesuai tugas dari Pembimbing. Bila
Pembimbing tidak memberi tugas secara khusus gunakan nilai yang sudah
ada (default) atau berdasar hasil identifikasi sistem proses dengan
memilih salah satu metode.
4.1
11
PB
0,5PB PB 2PB
(2K) (Kc) (0,5Kc)
2 s Run-11 Run-12 Run-13
0,1 Ti 1s Run-21 Run-22 Run-23
0,5 s Run-31 Run-32 Run-33
2 s Run-41 Run-42 Run-43
Td 0,2 Ti 1 s Run-51 Run-52 Run-53
0,5 s Run-61 Run-62 Run-63
2 s Run-71 Run-72 Run-73
0,4 Ti 1 s Run-81 Run-82 Run-83
0,5 s Run-91 Run-92 Run-93
3.9 Penyelesaian
1) Matikan peralatan seluruhnya dari sumber listrik.
2) Buka katup buang tangki sehingga kosong.
3) Bersihkan tempat kerja sehingga tidak ada sampah, kertas atau barang
lain berserakan di sekitar peralatan.
4. KESELAMATAN KERJA
4.1
12
Data pengamatan yang diperoleh adalah tabel data selama percobaan yang
tersimpan dalam format EXCEL. Dari percobaan ini beri penjelasan
mengenai respons variabel proses. Berikut yang perlu diperhatikan:
Bagaimana bentuk respons variable proses terhadap perubahan
setpoint, berupa respons: sangat teredam, redaman kritik,
teredam, osilasi kontinyu, atau tak stabil.
Bilamana terjadi respons teredam, berapa nilai overshoot, decay
ratio dan settling-time?
Buat peta penalaan (tuning map) untuk pengendali P, PI, dan PID.
Peta penalaan adalah peta yang menggambarkan grafik respons
untuk setiap pasangan parameter pengendali.
6. DAFTAR PUSTAKA
4.1