You are on page 1of 57

DESKRIPSI SINGKAT

Modul ini membahas tentang surveilans penyakit berbasis


laboratorium, surveilans faktor risiko kesehatan berbasis laboratorium,
respon Kejadian Luar Biasa (KLB) Berbasis Laboratorium, dan tata kelola
surveilans penyakit dan faktor risiko kesehatan berbasis laboratorium.
Surveilans kesehatan adalah kegiatan pengamatan yang
sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi tentang
kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau
masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi guna
mengarahkan tindakan pengendalian dan penanggulangan secara efektif
dan efisien.
Surveilans pencegahan dan pengendalian penyakit adalah
kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data
dan informasi tentang kejadian penyakit menular, penyakit tidak menular,
dan faktor risiko atau kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan
dan penularan penyakit untuk memperoleh dan memberikan informasi
guna mengarahkan tindakan pengendalian dan penanggulangan secara
efektif dan efisien. Sedangkan surveilans pencegahan dan pengendalian
penyakit berbasis laboratorium memilki tujuan yang sama seperti
surveilans lainnya. Namun, untuk memperoleh dan memberikan informasi
tindakan pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien
perlu dikonfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium
Surveilans pencegahan dan pengendalian penyakit berbasis
laboratorium atau yang selanjutnya disebut sebagai Surveilans
pencegahan dan pengendalian penyakit Berbasis Laboratorium adalah
bagian tak terpisahkan dari sistem surveilans kesehatan seutuhnya.
Surveilans penyakit dan faktor risiko kesehatan berbasis laboratorium ini
telah dilaksanakan di Indonesia untuk sebagian besar penyakit dan semua
faktor risiko kesehatan sejak dimulainya sekitar tahun 1970-an.
Pengumpulan data surveilans berbasis laboratorium dilakukan
secara aktif ataupun pasif dengan cara mendapatkan data secara
langsung dari fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas dan RS) serta
laboratorium kesehatan, atau sumber data lainnya selanjutnya dilakukan
analisis data secara bersamaan antara data epidemiologi dan data
laboratorium untuk mengambil suatu kebijakan atau keputusan yang
efektif dan tepat dalam upaya penanggulangan KLB/Wabah.

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


TUJUAN PEMBELAJARAN
Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu melakukan
surveilans penyakit berbasis laboratorium, surveilans faktor risiko penyakit
berbasis lingkungan, respon Kejadian Luar Biasa (KLB) berbasis
laboratorium, dan tata kelola surveilans penyakit dan faktor risiko
kesehatan berbasis laboratorium.
Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan surveilans penyakit berbasis laboratorium
2. Menjelaskan surveilans faktor risiko kesehatan berbasis laboratorium
3. Melakukan respon Kejadian Luar Biasa berbasis laboratorium
4. Melakukan tata kelola surveilans penyakit dan faktor risiko kesehatan
berbasis laboratorium

MATERI POKOK
Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:
1. Surveilans penyakit berbasis laboratorium
2. Surveilans faktor risiko kesehatan berbasis laboratorium
3. Respons Kejadian Luar Biasa berbasis laboratorium
4. Tata kelola surveilans penyakit dan risiko kesehatan berbasis
laboratorium

MATERI POKOK 1

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


SURVEILANS PENYAKIT
BERBASIS LABORATORIUM

Pendahuluan
Penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat Indonesia, di samping mulai meningkatnya masalah penyakit
tidak menular. Penyakit menular tidak mengenal batas-batas daerah
administratif, sehingga pemberantasan penyakit menular memerlukan
kerja sama antar daerah, misalnya antar provinsi, kabupaten/kota bahkan
antar negara. Beberapa penyakit menular yang menjadi masalah utama di
Indonesia adalah diare, malaria, demam berdarah dengue, influensa, tifus
abdominalis, penyakit saluran pencernaan dan penyakit lainnya termasuk
penyakit Infeksi New dan Re-emerging seperti EBOLA, MERS-Cov
bahkan saat ini telah terjadi Pandemi Covid-19, serta beberapa penyakit
tidak menular yang menunjukkan kecenderungan peningkatan adalah
penyakit jantung koroner, hipertensi, kanker, diabetes mellitus, kecelakaan
dan sebagainya.
Untuk melakukan upaya pemberantasan penyakit menular dan
penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)/wabah diperlukan suatu
sistem surveilans penyakit yang di dalamnya terdapat sistem surveilans
penyakit berbasis laboratorium yang tidak terpisah dan mampu
memberikan dukungan upaya program dalam daerah kerja
kabupaten/kota, provinsi dan nasional, dukungan kerja sama antar
program dan sektor serta kerja sama antara kabupaten/kota, provinsi,
nasional dan internasional.
Penyelenggaraan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit
menular diperlukan dukungan data-data dan informasi epidemiologi serta
data laboratorium melalui suatu sistem surveilans epidemiologi penyakit
berbasis laboratorium secara rutin dan terpadu sebagai bagian dari
penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi kesehatan.
Secara operasional penyelenggaraan Surveilans Terpadu Penyakit
bersumber data: 1) Puskesmas; 2) Rumah Sakit; 3) Laboratorium; dan 4)
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Kepmenkes No 1479 Tahun 2003
tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi
Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu).
Surveilans pencegahan dan pengendalian penyakit berbasis
laboratorium adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus
menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit menular,
penyakit tidak menular, dan faktor risiko atau kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan dan penularan penyakit yang telah dikonfirmasikan
dengan pemeriksaan laboratorium untuk memperoleh dan memberikan
informasi guna mengarahkan tindakan pengendalian dan penanggulangan
secara efektif dan efisien.

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari surveilans kesehatan,
maka surveilans pencegahan dan pengendalian penyakit berbasis
laboratorium dimulai dengan pemeriksaan fisik pada individu/populasi
yang sakit atau berisiko sakit, atau media lingkungan seperti
air/tanah/udara/limbah yang berisiko menimbulkan penyakit atau masalah
kesehatan lainnya di lokasi tertentu. Dari hasil pemeriksaan
individu/populasi/media lingkungan (sampel air/tanah/udara/limbah), jika
ditemukan adanya gejala atau tanda penyakit atau faktor risiko terjadinya
penyakit, maka dilakukan pengambilan spesimen berupa
darah/urine/cairan tubuh/jaringan tubuh dan sampel lingkungan untuk
dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Pengumpulan data surveilans dilakukan secara aktif ataupun pasif
dengan cara mendapatkan data secara langsung dari fasilitas pelayanan
kesehatan serta laboratorium kesehatan, atau sumber data lainnya
selanjutnya dilakukan analisis data secara bersamaan antara data
epidemiologi dan data laboratorium untuk mengambil suatu kebijakan atau
keputusan yang efektif dan tepat dalam upaya penanggulangan
KLB/wabah. Commented [1]: KLB/wabah/pandemi
Pengalaman Pandemi Covid-19 yang muncul pada tahun 2020
yang berlangsung beberapa tahun, menunjukkan bahwa pada situasi
Pandemi Covid-19, ternyata kapasitas fasyankes termasuk laboratorium
kesehatan perlu ditingkatkan untuk pencegahan dan pengendalian Covid-
19. Peningkatan kapasitas laboratorium diperlukan untuk mendukung
upaya testing, tracing, dan treatment (termasuk isolasi dan karantina) bagi
kasus Covid-19 serta untuk meningkatkan akses masyarakat pada
laboratorium kesehatan yang komprehensif dan bermutu. Peningkatan
kapasitas fasyankes dan laboratorium kesehatan ini perlu didukung
dengan sarana, prasarana, dan sumber daya yang mencukupi, termasuk
sumber daya manusia, biaya, dan logistik. Pelaksanaan transformasi
sistem kesehatan, termasuk penguatan surveilans diharapkan akan
memperkuat kapasitas pemerintah dan masyarakat dalam mengantisipasi
dan menghadapi munculnya ancaman kedaruratan kesehatan masyarakat
(public health emergencies) seperti KLB/ wabah.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi ini, peserta dapat menjelaskan surveilans
penyakit berbasis laboratorium.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 1:
A. Definisi

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


B. Tujuan
C. Ruang lingkup surveilans penyakit berbasis laboratorium
D. Jenis-jenis surveilans penyakit berbasis laboratorium
E. Langkah-langkah surveilans penyakit berbasis laboratorium
F. Analisis dan pemanfaatan data Labkesmas

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


Uraian Materi Pokok 1

A. Definisi
Surveilans pencegahan dan pengendalian penyakit berbasis
laboratorium adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus
menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit menular,
penyakit tidak menular, dan faktor risiko atau kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit yang
telah dikonfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium untuk
memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan
pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien.
Pengumpulan data surveilans berbasis laboratorium dilakukan
secara aktif ataupun pasif dengan cara mendapatkan data secara
langsung dari unit laboratorium di fasilitas pelayanan kesehatan serta
laboratorium kesehatan, atau sumber data lainnya selanjutnya dilakukan
analisis data secara bersamaan antara data epidemiologi dan data
laboratorium untuk mengambil suatu kebijakan atau keputusan yang
efektif dan tepat dalam upaya penanggulangan KLB/wabah.

B. Tujuan Surveilans Penyakit Berbasis Laboratorium


Tujuan penyelenggaraan surveilans penyakit berbasis
laboratorium adalah tersedianya informasi tentang situasi dan
kecenderungan penyakit serta tata kelolanya pada laboratorium
kesehatan masyarakat mulai tingkat 1 hingga tingkat 5.

C. Ruang Lingkup Surveilans Penyakit Berbasis Laboratorium


Surveilans berbasis laboratorium digunakan untuk mendeteksi dan
memonitor penyakit. Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan
melalui makanan seperti Salmonellosis, peran laboratorium untuk
mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi KLB dengan
lebih segera dan lengkap dari pada sistem yang mengandalkan
pelaporan berbasis gejala dari fasilitas pelayanan kesehatan.
Ruang lingkup surveilans penyakit berbasis laboratorium
mencakup surveilans program pencegahan dan pengendalian penyakit
yang ditetapkan berdasarkan prioritas nasional, spesifik lokal atau
daerah, bilateral, regional dan global, serta program lain yang dapat
berdampak terhadap kesehatan. Surveilans pencegahan dan
pengendalian penyakit dilaksanakan oleh instansi kesehatan pusat,
provinsi, kabupaten/kota, dan instansi kesehatan di pintu masuk negara

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


yang mencakup sasaran meliputi surveilans penyakit menular dan tidak
menular berbasis laboratorium.

D. Jenis–Jenis Penyelenggaraan Surveilans Penyakit Berbasis


Laboratorium
1. Surveilans Penyakit Menular berbasis laboratorium
a. Surveilans Penyakit menular langsung berbasis Laboratorium :
1) Surveilans HIV AIDS berbasis laboratorium
2) Surveilans Infeksi Menular Seksual (IMS) berbasis laboratorium
3) Surveilans Tuberkulosis berbasis laboratorium
4) Surveilans Pneumonia berbasis laboratorium
5) Surveilans Influenza berbasis laboratorium
6) Surveilans Hepatitis berbasis laboratorium
7) Surveilans Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan berbasis
laboratorium
b. Surveilans Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I)
berbasis laboratorium
1) Surveilans Campak berbasis laboratorium
2) Surveilans Rubella berbasis laboratorium
3) Surveilans Polio berbasis laboratorium
4) Surveilans Difteri berbasis laboratorium
5) Surveilans Pertusis berbasis laboratorium
6) Surveilans Tetanus berbasis laboratorium
c. Surveilans Penyakit Tular Vektor berbasis laboratorium
1) Surveilans Malaria berbasis laboratorium
2) Surveilans Infeksi Dengue berbasis laboratorium
3) Surveilans Chikungunya berbasis laboratorium
4) Surveilans Japanese Encephalitis berbasis laboratorium
5) Surveilans Zika berbasis laboratorium
d. Surveilans Zoonosis berbasis laboratorium
1) Surveilans Rabies berbasis laboratorium
2) Surveilans Leptospirosis berbasis laboratorium
3) Surveilans Antraks berbasis laboratorium
4) Surveilans Flu Burung berbasis laboratorium
5) Surveilans Pes berbasis laboratorium
e. Surveilans Penyakit tropis terabaikan berbasis laboratorium
1) Surveilans Kusta berbasis laboratorium
2) Surveilans Frambusia berbasis laboratorium
3) Surveilans Filariasis berbasis laboratorium
4) Surveilans Schistosomiasis berbasis laboratorium
5) Surveilans Kecacingan berbasis laboratorium
f. Surveilans Penyakit infeksi emerging (PIE) berbasis laboratorium:

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


1) Surveilans Covid -19 berbasis laboratorium
2) Surveilans MERS-COV berbasis laboratorium
3) Surveilans Penyakit Hanta Virus berbasis laboratorium
4) Surveilans Penyakit Nipah Virus berbasis laboratorium
5) Surveilans Penyakit Hendra Virus berbasis laboratorium
6) Surveilans Penyakit Rotavirus berbasis laboratorium
7) Surveilans Monkeypox berbasis laboratorium
8) Surveilans Legionellosis berbasis laboratorium
9) Surveilans Yellow Fever berbasis laboratorium

2. Surveilans Penyakit Tidak Menular


Sasaran surveilans penyakit tidak menular berbasis
laboratorium meliputi :
a. Surveilans Hipertensi berbasis laboratorium
b. Surveilans Stroke berbasis laboratorium
c. Surveilans Penyakit Jantung Koroner (PJK) berbasis laboratorium
d. Surveilans Penyakit Ginjal Kronik (PGK) berbasis laboratorium
e. Surveilans Diabetes Melitus berbasis laboratorium
f. Surveilans Obesitas berbasis laboratorium
g. Surveilans Kanker Leher Rahim berbasis laboratorium
h. Surveilans Kanker Kolorektal berbasis laboratorium
i. Surveilans Talasemia berbasis laboratorium

E. Langkah–Langkah Surveilans Penyakit Berbasis Laboratorium


Langkah-langkah surveilans penyakit berbasis laboratorium yaitu:
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara aktif dan pasif. Jenis
data surveilans kesehatan dapat berupa data kesakitan, kematian, dan
faktor risiko. Pengumpulan data dapat diperoleh dari berbagai sumber
antara lain individu, fasilitas pelayanan kesehatan, unit statistik dan
demografi, dan sebagainya. Metode pengumpulan data dapat
dilakukan melalui wawancara, pengamatan, pengukuran, dan
pemeriksaan terhadap sasaran. Dalam melaksanakan kegiatan
pengumpulan data, diperlukan instrumen sebagai alat bantu.
Instrumen dibuat sesuai dengan tujuan surveilans yang akan dilakukan
dan memuat semua variabel data yang diperlukan.
Pengumpulan data pada penyelenggaraan surveilans dapat
dilakukan secara aktif maupun pasif (Permenkes Nomor 45 Tahun
2014).
a. Pengumpulan data secara aktif

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


Pengumpulan data secara aktif dilakukan dengan cara
mendapatkan data secara langsung dari Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya, melalui kegiatan
Penyelidikan Epidemiologi, surveilans aktif puskesmas/rumah
sakit, survei khusus, dan kegiatan lainnya.
b. Pengumpulan data secara pasif
Pengumpulan data secara pasif dilakukan dengan cara
menerima data dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan, masyarakat
atau sumber data lainnya, dalam bentuk rekam medis, buku
register pasien, laporan data kesakitan/kematian, laporan kegiatan,
laporan masyarakat dan bentuk lainnya.

2. Pengolahan data
Sebelum data diolah dilakukan pembersihan koreksi dan cek
ulang, selanjutnya data diolah dengan cara perekaman data, validasi,
pengkodean, alih bentuk (transform) dan pengelompokan berdasarkan
variabel tempat, waktu, dan orang. Hasil pengolahan dapat berbentuk
tabel, grafik, dan peta menurut variabel golongan umur, jenis kelamin,
tempat dan waktu, atau berdasarkan faktor risiko tertentu. Setiap
variabel tersebut disajikan dalam bentuk ukuran epidemiologi yang
tepat (rate, rasio dan proporsi).
Pengolahan data yang baik akan memberikan informasi spesifik
suatu penyakit dan atau masalah kesehatan. Selanjutnya adalah
penyajian hasil olahan data dalam bentuk yang informatif, dan menarik.
Hal ini akan membantu pengguna data untuk memahami keadaan yang
disajikan.
3. Analisis data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode
epidemiologi deskriptif dan/atau analitik untuk menghasilkan informasi
yang sesuai dengan tujuan surveilans yang ditetapkan. Analisis dengan
metode epidemiologi deskriptif dilakukan untuk mendapat gambaran
tentang distribusi penyakit atau masalah kesehatan serta faktor-faktor
yang mempengaruhinya menurut waktu, tempat dan orang. Sedangkan
analisis dengan metode epidemiologi analitik dilakukan untuk
mengetahui hubungan antar variabel yang dapat mempengaruhi
peningkatan kejadian kesakitan atau masalah kesehatan. Untuk
mempermudah melakukan analisis dengan metode epidemiologi
analitik dapat menggunakan alat bantu statistik. Hasil analisis akan
memberikan arah dalam menentukan besaran masalah,
kecenderungan suatu keadaan, sebab akibat suatu kejadian, dan
penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan hasil analisis harus
didukung dengan teori dan kajian ilmiah yang sudah ada.

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


4. Diseminasi
Diseminasi informasi dapat disampaikan dalam bentuk buletin,
surat edaran, laporan berkala, forum pertemuan, termasuk publikasi
ilmiah. Diseminasi informasi dilakukan dengan memanfaatkan sarana
teknologi informasi yang mudah diakses. Diseminasi informasi dapat
juga dilakukan apabila petugas surveilans secara aktif terlibat dalam
perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi program
kesehatan, dengan menyampaikan hasil analisis.
Diseminasi dilakukan dengan cara:
a. menyampaikan informasi kepada unit yang membutuhkan untuk
dilaksanakan tindak lanjut;
b. menyampaikan informasi kepada Pengelola Program sebagai
sumber data/laporan surveilans sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
c. memberikan umpan balik kepada sumber data dalam rangka
perbaikan kualitas data.
(Permenkes nomor 45 tahun 2014)

F. Analisis Dan Pemanfaatan Data Labkesmas


Surveilans Kesehatan mengedepankan kegiatan analisis atau kajian
epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan
pentingnya kegiatan pengumpulan data dan pengolahan data.
Analisis data laboratorium dilakukan dengan metode epidemiologi
deskriptif dan/atau analitik untuk menghasilkan informasi yang sesuai
dengan tujuan surveilans yang ditetapkan untuk tahapan selanjutnya yaitu:
1. Analisis dilakukan secara rutin dan berbasis kejadian
Analisis dan interpretasi dilakukan secara bersama-sama antara
data laboratorium dan data epidemiologi sehingga didapatkan
gambaran penyakit baik dari segi patogen dan penyebarannya sesuai
dengan epidemiologinya untuk didiseminasi ke pengambil kebijakan
dalam bentuk rekomendasi.

2. Rekomendasi
Rekomendasi hasil analisis dan interpretasi diberikan kepada
pengambil kebijakan secara berjenjang dari dinas kesehatan kab/kota,
dinas kesehatan provinsi dan kementerian kesehatan secara berkala
atau bila terjadi KLB/wabah/pandemi untuk dilakukan tindakan
penanggulangan secara cepat dan tepat.

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


MATERI POKOK 2
SURVEILANS FAKTOR RISIKO KESEHATAN
BERBASIS LABORATORIUM

Pendahuluan
Surveilans faktor risiko kesehatan dalam hal ini meliputi faktor
risiko terhadap lingkungan dan vektor serta binatang pembawa penyakit,

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


dimana faktor risiko adalah hal-hal yang mempengaruhi atau berkontribusi
terhadap terjadinya penyakit atau masalah kesehatan.
Surveilans faktor risiko kesehatan lingkungan adalah upaya
pencegahan penyakit dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko
lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari
aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial.
Surveilans faktor risiko vektor dan binatang pembawa penyakit
dimana vektor adalah artropoda yang dapat menularkan, memindahkan,
dan/atau menjadi sumber penular penyakit terhadap manusia sedangkan
Binatang Pembawa Penyakit adalah binatang selain artropoda yang dapat
menularkan, memindahkan, dan/atau menjadi sumber penular penyakit
(Permenkes no 2 tahun 2023).
Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini, peserta dapat menjelaskan surveilans
faktor risiko kesehatan berbasis laboratorium.
Sub Materi Pokok
Berikut ini adalah sub materi pokok 2:
A. Definisi
B. Tujuan
C. Ruang lingkup surveilans faktor risiko kesehatan berbasis
laboratorium
D. Jenis surveilans faktor risiko kesehatan berbasis laboratorium
E. Langkah-langkah surveilans faktor risiko kesehatan berbasis
laboratorium
F. Analisis dan pemanfaatan data Labkesmas

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


Uraian Materi Pokok 2

A. DEFINISI
Surveilans faktor risiko kesehatan adalah kegiatan pengamatan
yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi tentang
kondisi yang mempengaruhi atau berkontribusi terhadap terjadinya
penyakit atau masalah kesehatan.
Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit adalah
tindakan pengamatan dan penyelidikan bioekologi, penentuan status
kevektoran, status resistensi, dan efikasi bahan pengendali, serta
pemeriksaan sampel; intervensi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
dengan metode fisik, biologi, kimia, dan terpadu; dan pemantauan
kepadatan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit yang bertujuan untuk
menurunkan populasi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serendah
mungkin, sehingga tidak menimbulkan penularan penyakit pada manusia;
dan mencapai dan memenuhi SBMKL dan Persyaratan Kesehatan
(Permenkes nomor 2 tahun 2023).
Kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit
dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk
mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia,
biologi, maupun sosial. Surveilans dalam rangka upaya penyehatan
dilakukan oleh tenaga sanitasi lingkungan dengan menggunakan
instrumen inspeksi kesehatan lingkungan (Permenkes Nomor 2 Tahun
2023)

B. TUJUAN SURVEILANS FAKTOR RISIKO KESEHATAN BERBASIS


LABORATORIUM
Tujuan penyelenggaraan surveilans faktor risiko kesehatan berbasis
laboratorium adalah tersedianya informasi tentang situasi faktor risiko
kesehatan dan tata kelolanya pada laboratorium kesehatan masyarakat
tingkat 1 hingga tingkat 5.

C. Ruang Lingkup Surveilans Faktor Risiko Kesehatan Berbasis


Laboratorium

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


Ruang lingkup dari penyelenggaraan surveilans faktor risiko
kesehatan berbasis laboratorium yang mencakup surveilans program
pencegahan dan pengendalian penyakit yang ditetapkan berdasarkan
prioritas nasional, spesifik lokal atau daerah, bilateral, regional dan global,
serta program lain yang dapat berdampak terhadap kesehatan dan
dilaksanakan oleh instansi kesehatan pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan
instansi kesehatan di pintu masuk negara yang mencakup sasaran
pengendalian faktor risiko lingkungan, termasuk vektor dan binatang
pembawa penyakit berbasis laboratorium.

D. Jenis – Jenis Penyelenggaraan Surveilans Faktor Risiko Kesehatan


Berbasis Laboratorium

Sasaran surveilans faktor risiko berbasis laboratorium meliputi :


1. Surveilans Faktor risiko lingkungan berbasis laboratorium
a. Surveilans Pengamanan Pangan berbasis laboratorium
b. Surveilans Kualitas Air dan Sanitasi
c. Surveilans Kualitas Udara berbasis laboratorium
d. Surveilans Kualitas Tanah berbasis laboratorium
e. Surveilans Kualitas Sarana dan Bangunan berbasis laboratorium
f. Surveilans Pengamanan Limbah berbasis laboratorium
g. Surveilans Pengamanan Dampak Radiasi Pengion dan Non
Pengion berbasis laboratorium
h. Surveilans Biomarker berbasis laboratorium

2. Surveilans Vektor berbasis laboratorium


a. Surveilans Vektor Malaria berbasis laboratorium
b. Surveilans Vektor DBD/Chikungunya/Zika berbasis laboratorium
c. Surveilans Vektor Filariasis berbasis laboratorium
d. Surveilans Vektor Japanese Encephalitis berbasis laboratorium
e. Surveilans Vektor Pes berbasis laboratorium
f. Surveilans Vektor Mekanis berbasis laboratorium

3. Surveilans Binatang Pembawa Penyakit (BP2) berbasis laboratorium


a. Surveilans Tikus berbasis laboratorium
b. Surveilans Keong berbasis laboratorium
c. Surveilans Binatang lainnya berbasis laboratorium

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


E. Langkah–Langkah Surveilans Faktor Risiko Kesehatan Berbasis
Laboratorium
Langkah-langkah surveilans faktor risiko kesehatan berbasis
laboratorium berdasarkan Permenkes nomor 45 tahun 2014 yaitu:
1. Pengumpulan data
2. Pengolahan data
3. Analisis data
4. Diseminasi

Adapun penjelasan masing-masing langkah dapat dilihat pada


materi pokok 1 pada bagian langkah-langkah surveilans penyakit berbasis
laboratorium, namun dengan sasaran dan target terkait faktor risiko.
F. Analisis Dan Pemanfaatan Data Labkesmas
Analisis faktor risiko dlakukan secara berkala untuk mendapatkan
informasi, situasi faktor risiko yang berpotensi menimbulkan penularan
penyakit terhadap manusia sehingga diperlukan upaya pengendalian
vektor dan binatang pembawa penyakit serta penyehatan lingkungan.
Adapun tahapan analisis secara rutin dan berkelanjutan serta pada saat
terjadinya KLB.
Hasil analisis tersebut dibuat rekomendasi, adapun rekomendasi
hasil analisis dan interpretasi diberikan kepada pengambil kebijakan
secara berjenjang dari dinas kesehatan kab/kota, dinas kesehatan provinsi
dan kementerian kesehatan secara berkala atau bila terjadi
KLB/wabah/pandemi untuk dilakukan tindakan penanggulangan secara
cepat dan tepat.

MATERI POKOK 3
RESPONS KEJADIAN LUAR BIASA
BERBASIS LABORATORIUM

Pendahuluan

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


Munculnya peningkatan suatu penyakit, perilaku spesifik yang
berhubungan dengan kesehatan atau peristiwa tertentu yang
berhubungan dengan kesehatan yang terjadi di suatu daerah geografis
tertentu disebut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). KLB dapat terjadi
dimana saja, dan tantangan untuk mendeteksi dan kontrol KLB secara
efektif.
KLB penyakit dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan
kesakitan dan kematian yang besar, yang juga berdampak pada
pariwisata, ekonomi dan sosial, sehingga membutuhkan perhatian dan
penanganan oleh semua pihak terkait. Kejadian-kejadian KLB perlu
dideteksi secara dini dan diikuti tindakan yang cepat dan tepat, perlu
diidentifikasi adanya ancaman KLB beserta kondisi rentan yang
memperbesar risiko terjadinya KLB agar dapat dilakukan peningkatan
kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan KLB.
Ketika suatu KLB penyakit menular dan keracunan terjadi wajib
segera mendapat respon memadai sampai KLB dapat ditanggulangi
dengan cepat dan tuntas. Respon cepat Kejadian Luar Biasa adalah
strategi utama untuk penyelidikan yang efektif dan mengendalikan KLB.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi ini, peserta dapat menjelaskan respons
Kejadian Luar Biasa berbasis laboratorium.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 3:
A. Definisi
B. Tujuan
C. Kriteria Kerja KLB
D. Ruang Lingkup Respon KLB
E. Langkah – langkah respon KLB berbasis laboratorium
F. Analisis dan pemanfaatan data labkesmas
G. Kesiapsiagaan terhadap KLB/wabah /KKM

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


Uraian Materi Pokok 3

A. Definisi
Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang
menjurus pada terjadinya wabah (PP Nomor 40 Tahun 1991).
Yang dimaksud ”suatu daerah” pada pengertian KLB penyakit
tersebut dapat berupa :
1. Lokasi atau populasi terbatas seluas pemukiman tertentu, antara lain
sekolah, pondok pesantren, dukuh atau pada lokasi atau populasi
yang lebih luas, termasuk yang berbeda secara administrasi
pemerintahan antara lain desa, kecamatan, kabupaten/kota, atau
provinsi atau beberapa provinsi
2. Cluster penyakit tertentu, misalnya antara satu penderita dengan
penderita lain yang berbeda lokasi tinggal, tetapi terhubung secara
epidemiologi, misalnya pernah kontak satu sama lain, memiliki
sumber infeksi yang sama, dan sebagainya.
Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah
kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang
jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan
yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan
malapetaka (UU Nomor 4 Tahun 1984). Dilihat dari pengertiannya,
wabah dan KLB penyakit menular adalah sama, tetapi wabah ditetapkan
oleh Menteri Kesehatan.
Cluster kasus adalah terdapatnya sejumlah penderita penyakit
yang berhubungan satu dengan yang lainnya, baik karena keterkaitan
dalam rangkaian penularan agen penyakit, atau karena adanya
keterkaitan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit.
Biasanya batasan definisi KLB dan cluster, pada cluster masih
belum jelas populasi berisikonya, sehingga attack rate belum bisa
diperkirakan atau belum bisa dinyatakan terjadi peningkatan jumlah
kasus atau tidak.
Kejadian Luar Biasa keracunan pangan adalah suatu kejadian
dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan
gejala yang sama atau hampir sama setelah mengonsumsi pangan, dan
berdasarkan analisis epidemiologi, pangan tersebut terbukti sebagai
sumber penularan (PP 28, tahun 2004). Hal yang sama terjadi juga pada
keracunan pestisida atau bahan kimia lainnya.
Respon KLB adalah respon peringatan dan peningkatan
kewaspadaan serta kesiapsiagaan menghadapi peningkatan kasus yang
lebih besar, respon penyelidikan dan peningkatan surveilans yang lebih

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


ketat, atau respon penanggulangan. Prinsip-prinsip penanggulangan
KLB adalah melaksanakan penyelidikan KLB, melaksanakan surveilans
ketat selama periode KLB, melaksanakan pertolongan korban/kasus
terdampak KLB, dan melaksanakan kegiatan pencegahan dan
pengendalian termasuk pengendalian faktor risiko. Upaya respons
penanggulangan tersebut harus dilaksanakan segera, sistematis, fokus
dan terkoordinasi dengan baik.
Penyelidikan Epidemiologi KLB adalah rangkaian kegiatan
berdasarkan cara-cara epidemiologi untuk memastikan adanya KLB,
mengetahui penyebab KLB, gambaran penyebaran, sumber dan cara
penularan dan mengetahui cara-cara penanggulangan KLB.

B. Tujuan
Tujuan utama dari respon KLB adalah untuk menahan penyebaran
penyakit yang terjadi KLB, melakukan langkah-langkah tepat dalam
pengendalian, pencegahan dan manajemen kasus, serta mencegah
terjadinya KLB berikutnya.
Tujuan dilaksanakan penyelidikan epidemiologi untuk:
1. Mengetahui gambaran epidemiologi KLB;
2. Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam penyakit KLB;
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit KLB
termasuk sumber dan cara penularan penyakitnya;
4. Menentukan cara penanggulangan KLB.
Metode utama yang digunakan dalam penyelidikan KLB yaitu
metode epidemiologi deskriptif dan analitik. Namun, penerapan metode
lain perlu dilakukan seperti keahlian memeriksa pasien (metode
kedokteran), metode laboratorium untuk pengujian spesimen, memeriksa
faktor risiko lingkungan dan sebagainya.

C. Kriteria KLB
Menteri Kesehatan menetapkan jenis-jenis penyakit tertentu yang
dapat menimbulkan wabah, dengan menerbitkan Permenkes RI Nomor
1501/MENKES/PER/X/2010, tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu
yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
Jenis-jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


wabah adalah sebagai berikut:
● Kolera ● Rabies ● Yellow fever
● Pes ● Malaria ● Hepatitis
● Demam ● Avian Influenza ● Influenza A baru
Berdarah (H5N1) (H1N1) pandemi
Dengue 2009
● Campak ● Antraks ● Meningitis
● Polio ● Leptospirosis
● Difteri ● Chikungunya
● Pertusis

Apabila terdapat penyakit menular tertentu lainnya yang dapat


menimbulkan wabah ditetapkan oleh Menteri.
Permenkes RI Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010, tentang Jenis
Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangan, juga menetapkan suatu daerah dapat dinyatakan dalam
keadaan KLB, apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut :
1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau
tidak dikenal di suatu daerah, seperti Avian influenza (influenza A-
H5N1), Flu baru (influenza A-H1N1).
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama tiga kurun
waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan
dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu
menurut jenis penyakitnya
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu satu bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per
bulan dalam tahun sebelumnya
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama satu tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-
rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam satu
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih
dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu
periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu
periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


Ketujuh kriteria tersebut di atas merupakan kriteria umum, beberapa
penyakit tertentu ditetapkan dengan kriteria khusus, antara lain :
1. Kriteria KLB penyakit demam berdarah dengue (DBD)
a. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah
endemis).
b. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4
minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari
penyakit yang bersangkutan
2. Kriteria KLB Campak dan Rubella : KLB campak apabila ditemukan 5
kasus campak/rubella klinis dalam waktu 4 minggu berturut-turut di
suatu wilayah yang mempunyai hubungan epidemiologis dan minimal
2 kasus diantaranya positif campak/rubella secara laboratorium
(Pedoman Surveilans Campak-Rubella, Ditjen pencegahan dan
pengendalian penyakit, 2020).
3. Keracunan pangan dan keracunan pestisida
Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan adalah suatu
kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit
dengan gejala yang sama atau hampir sama setelah mengkonsumsi
pangan, dan berdasarkan analisis epidemiologi, pangan tersebut
terbukti sebagai sumber penularan (PP Nomor 28 Tahun 2004). Hal
yang sama juga terjadi pada keracunan pestisida atau bahan kimia lain.

D. Ruang Lingkup Respon KLB


Ruang lingkup respon KLB berbasis laboratorium meliputi: Commented [2]: Ruang Lingkup dari respon KLB
berbasis laboratorium meliputi:
1. Tahapan KLB 1. Tahapan KLB
2. Langkah-langkah penyelidikan epidemiologi 2. Langkah-langkah penyelidikan epidemiologi
3. Surveilans ketat selama periode KLB
3. Surveilans ketat selama periode KLB 4. Pertolongan atau pengobata kasus/korban KLB, dan
4. Pertolongan atau pengobatan kasus/korban KLB 5. Kegiatan pencegahan serta pengendalian faktor
risiko
5. Kegiatan pencegahan serta pengendalian faktor risiko

E. Langkah – Langkah Respon KLB


1. Tahapan KLB
KLB ada beberapa tahapan, yang dapat bervariasi tergantung
dari tingkat keparahan dan perkembangan jenis patogen penyebab
KLB, efektifitas sistem kewaspadaan dini, waktu kesiapsiagaan dan

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


cepat tanggap, serta faktor budaya dan keamanan. Tahapan
KLB/wabah meliputi:
a. Pra KLB
b. Kasus penyakit per-individu dan cluster kecil penyakit
c. Penyebaran penyakit meluas/terjadi KLB
d. Pengendalian KLB
e. Pasca KLB
Jumlah dan jenis sumber daya yang dibutuhkan akan berubah
sejalan dengan periode KLB.
a. Pra KLB
Pada periode ini tidak dilaporkan adanya kasus penyakit pada
manusia, namun sistem surveilans tetap dilaksanakan di tingkat
wilayah lokal, regional, nasional dan internasional untuk memantau
tanda-tanda potensi KLB. Pada tingkat laboratorium, dilakukan
penelitian untuk peningkatan metode deteksi, model patogenitas,
mempelajari tentang siklus penularan, penyebaran patogen baru,
harus terus berlanjut mengidentifikasi/menciptakan pengobatan
profilaksis dan perawatan pasca onset penyakit. Penting untuk
memobilisasi sumber daya yang cukup untuk pemeliharaan
peralatan dan prasarana laboratorium dan untuk pelatihan
penyegaran bagi petugas laboratorium untuk mempertahankan
kapasitas keahlian mereka.
Program pengendalian penyakit menular terutama untuk
penyakit yang berpotensi wabah sangat penting. Surveilans
epidemiologi memegang peran penting baik data KLB/wabah rutin
dan rekomendasi kepada pengambil keputusan untuk mengatur
strategi yang tepat dan pasti untuk memerangi atau untuk
menangani masalah penyakit tersebut, sehingga dibangunlah
Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) berbasis aplikasi.
Bila Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) berjalan
dengan baik dan optimal maka akan terdeteksi sinyal/peringatan dini
adanya ancaman akan terjadi KLB. Bila peringatan dini itu dapat
dilakukan respon cepat oleh Dinas Kesehatan maupun puskesmas
maka KLB dapat dicegah, berarti banyak orang yang dapat dicegah
agar tidak sakit karena penyakit tersebut, berarti sedikit biaya yang
dikeluarkan untuk menangani masalah penyakit tersebut.

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


Oleh karena itu adanya kebutuhan kapasitas laboratorium untuk
konfirmasi laboratorium dalam mendukung SKDR dan meningkatkan
kerjasama dan koordinasi antara staf laboratorium dan petugas
surveilans untuk mendeteksi dan menanggapi indikasi KLB melalui
peringatan dini yang muncul dalam sistem.
Adapun jenis penyakit atau gejala yang ada dalam SKDR adalah
sebagai berikut:
1) Diare Akut
2) Malaria Konfirmasi
3) Tersangka Demam Dengue
4) Pneumonia
5) Diare Berdarah atau Disentri
6) Tersangka Demam Tifoid
7) Sindrom Jaundis Akut
8) Tersangka Chikungunya
9) Tersangka Flu Burung pada Manusia
10) Tersangka Campak
11) Tersangka Difteri
12) Tersangka Pertussis
13) Acute Flacid Paralysis (AFP)/Lumpuh Layuh Mendadak
14) Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR)
15) Tersangka Anthrax
16) Tersangka Leptospirosis
17) Tersangka Kolera
18) Klaster Penyakit yang tidak lazim
19) Tersangka Meningitis/Ensefalitis
20) Tersangka Tetanus Neonatorum
21) Tersangka Tetanus
22) ILI (Influenza Like Illness)
23) Tersangka HFMD ( Hand, Foot and Mouth Disease)

Pada SKDR, sebagian besar penyakit potensial KLB di atas


diagnosanya berdasarkan gejala dan tanda-tanda klinis, sehingga
suspek atau tersangka perlu dibuktikan melalui pemeriksaan
laboratorium. Oleh karena itu maka laboratorium sangat penting
perannya dalam system ini.
Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) merupakan
salah satu sistem surveilans yang dibuat untuk tujuan:
1) Menyelenggarakan deteksi dini sebelum terjadi KLB penyakit
menular (Pre-KLB);

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


2) Memberikan peringatan dini untuk melakukan verifikasi dan
respon cepat terhadap sinyal yang muncul;
3) Meminimalkan jumlah kesakitan/kematian yang berhubungan
dengan KLB;
4) Memonitor tren atau kecenderungan penyakit menular setiap
minggu
5) Menilai dampak program pengendalian penyakit potensial KLB.

SKDR merupakan optimalisasi laporan mingguan penyakit


potensial KLB/wabah yang selama ini telah berjalan di puskesmas
yang kita kenal selama ini adalah laporan W2 atau PWS KLB.
Sistem ini telah mengalami beberapa pengembangan yaitu:
menggunakan aplikasi komputer, laporan dapat dikirim cepat
melalui SMS dari unit pelapor, otomatis analisis data, kemampuan
untuk menghasilkan grafik, peta yang diperlukan maupun sinyal
peringatan dini yang dihasilkan. Sehingga petugas secara cepat dan
efektif melakukan verifikasi, respon cepat, penyelidikan
epidemiologi, pencegahan, penanggulangan terhadap tanda atau
sinyal peringatan dini adanya indikasi KLB.
Perencanaan pemeriksaan laboratorium konfirmasi
pendukung SKDR yang akan dilaksanakan, harus dikoordinasikan
antara Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/Provinsi dengan
laboratorium kesehatan masyarakat dan jejaringnya, sehingga
dapat dibuat rencana yang tepat dalam penganggaran
kebutuhannya.

b. Kasus individu dan cluster kecil penyakit


Onset timbulnya KLB dimulai dengan adanya kasus individu
kemudian mengarah pada kelompok-kelompok kecil/cluster yang
terinfeksi penyakit. Sistem surveilans harus mampu mendeteksi
kasus-kasus ini dan memberikan alert otoritas untuk memungkinkan
persiapan yang sesuai dan tepat waktu menanggapi potensi KLB,
yang mungkin membutuhkan sumber daya tambahan. Pada tahap
ini, jumlah spesimen yang diterima laboratorium untuk dilakukan
pemeriksaan cukup rendah.
Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini yaitu :
1) Identifikasi agent patogen penyebab
2) Menentukan jenis-jenis tes diagnostik yang diperlukan untuk
menentukan apakah pasien terinfeksi patogen penyebab

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


ataupun agen patogen lain yang memiliki gejala/manifestasi
klinis serupa.
3) Menetapkan logistik transportasi spesimen dan persediaan
4) Memastikan ketersediaan logistik
5) Menetapkan sistem logistik jika terjadi lonjakan kapasitas

c. Penyebaran penyakit meluas/KLB


Pada tahap ini, penyakit sudah meluas pada masyarakat,
wilayah maupun negara-negara. Jumlah spesimen yang diterima
laboratorium untuk dilakukan analisis diagnosis mengalami
peningkatan sangat tinggi. Akibatnya sumber daya dan persediaan
habis dan sumber daya manusia mengalami kelelahan. Namun pada
tahap ini, manajemen laboratorium harus memastikan ketersediaan
yang berkelanjutan dari logistik perbekalan dan peralatan
laboratorium. Penentuan prioritas pemeriksaan laboratorium
kelompok tertentu mungkin diperlukan misal prioritas pada pasien
yang dirawat dan tenaga kesehatan yang terinfeksi daripada kontak
kasus.
d. Pengendalian KLB
Pemerintah, petugas puskesmas, rumah sakit dan dinas
kesehatan harus bekerja sama untuk memutus rantai penyebaran
penyakit dan melakukan tindakan pencegahan. Seringkali, pada
tahap ini diperoleh pengetahuan baru tentang karakteristik patogen,
patogenisitasnya dan kemampuan transmisi penyakit, yang dapat
membantu mengendalikan penyebaran penyakit dan bantuan
penelitian untuk kesiapsiagaan kedepan. Jumlah spesimen yang
diterima laboratorium untuk analisis diagnosis akan tetap tinggi,
namun proporsi spesimen dengan hasil positif menurun, sebagai
petunjuk KLB/wabah terkendali.
e. Pasca KLB
Pada tahap ini, penemuan kasus baru lebih jarang.
Kewaspadaan sangat penting untuk memastikan langkah-langkah
pengendalian faktor risiko tetap dilakukan untuk mencegah
terjadinya peningkatan kasus berlanjut dan meminimalkan
gelombang kedua KLB terjadi. Jumlah spesimen yang diterima
laboratorium untuk dilakukan analisis diagnostik masih tinggi, namun
akan menurun secara bertahap sampai KLB/wabah dinyatakan
berakhir.

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


KLB/wabah dinyatakan berakhir setelah dua kali masa
inkubasi berlalu tidak ditemukan kasus infeksi yang terdeteksi.
Setiap kali ada KLB, maka segera dilakukan tindakan penyelidikan
KLB yang seringkali kita harus melakukannya dengan tanpa
persiapan yang matang.

2. Langkah-langkah Penyelidikan Epidemiologi


Tahapan penyelidikan epidemiologi secara umum meliputi:
a. Konfirmasi awal KLB
Petugas surveilans atau penanggung jawab surveilans
puskesmas/Dinas Kesehatan melakukan konfirmasi awal untuk
memastikan adanya kasus konfirmasi Covid-19 dengan cara
wawancara dengan petugas puskesmas atau dokter yang
menangani kasus.
b. Pelaporan segera
Mengirimkan laporan W1 ke Dinkes Kab/Kota dalam waktu <24 jam,
kemudian diteruskan oleh Dinkes Kab/Kota ke Provinsi dan Public
Health Emergency Operation Center (PHEOC).
c. Persiapan penyelidikan
1) Persiapan formulir penyelidikan sesuai form berikut
2) Persiapan Tim Penyelidikan
3) Persiapan logistik (termasuk APD) dan obat-obatan jika
diperlukan
d. Penyelidikan epidemiologi
1) Identifikasi kasus
2) Identifikasi faktor risiko
3) Identifikasi kontak erat
4) Pengambilan spesimen di rumah sakit rujukan
5) Penanggulangan awal
Ketika penyelidikan sedang berlangsung petugas sudah
harus memulai upaya-upaya pengendalian pendahuluan dalam
rangka mencegah terjadinya penyebaran penyakit ke wilayah
yang lebih luas. Upaya ini dilakukan berdasarkan pada hasil

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


penyelidikan epidemiologi yang dilakukan saat itu. Upaya-upaya
tersebut dilakukan terhadap masyarakat maupun lingkungan,
antara lain dengan:
a) Menjaga kebersihan/ higiene tangan, saluran pernapasan.
b) Penggunaan APD sesuai risiko pajanan.
c) Sedapat mungkin membatasi kontak dengan kasus yang
sedang diselidiki dan bila tak terhindarkan buat jarak dengan
kasus.
d) Asupan gizi yang baik guna meningkatkan daya tahan tubuh.
e) Apabila diperlukan untuk mencegah penyebaran penyakit
dapat dilakukan tindakan isolasi dan karantina.
e. Pengolahan dan analisis data
f. Penyusunan laporan penyelidikan epidemiologi
3. Surveilans ketat selama periode KLB
4. Pertolongan atau pengobatan kasus/korban KLB
5. Kegiatan pencegahan serta pengendalian faktor risiko

F. Analisis dan Pemanfaatan Data Labkesmas


Data hasil pemeriksaan laboratorium baik pada spesimen manusia
pada kasus suspek, maupun faktor risiko lingkungan dan vektor/binatang
pembawa penyakit, sebagai konfirmasi hasil penyelidikan
KLB/wabah/pandemic, dikomunikasikan kepada ketua tim penyelidikan
epidemiologi dan juga ahli epidemiologi.
Data kualitas pre analitik seperti kondisi spesimen saat diterima
oleh laboratorium juga dilaporkan kepada tim penyelidik, sebagai salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi analisis diagnosis hasil.
Data hasil pemeriksaan laboratorium pada labkesmas sebagai
konfirmasi diagnosis, akan sangat menentukan analisis epidemiologi
dalam situasi KLB/wabah/pandemi, untuk menentukan jumlah kasus,
kontak erat yang terpapar, index case atau sumber penularan, sumber
risiko lingkungan yang akan mempengaruhi tindakan penanggulangan
KLB secara komprehensif

G. Kesiapsiagaan Terhadap KLB/ Wabah/ Kedaruratan Kesehatan


Masyarakat

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


Kunci pencegahan dan pengendalian KLB adalah kesiapsiagaan.
Termasuk didalamnya adalah sistem surveilans kewaspadaan dini,
kerjasama lokal, nasional dan internasional untuk memastikan kecepatan
dan ketepatan respon.
Kapasitas nasional untuk menangani agen biologis berbahaya harus dinilai
secara teratur dan tingkat dukungan sumber daya yang sesuai untuk
membantu respons wabah harus tersedia dan terjamin. Prosedur harus
tersedia untuk komunikasi yang cepat dan dapat diandalkan antara
laboratorium, rumah sakit, organisasi non-pemerintah, organisasi
pemerintah dan internasional, serta masyarakat luas, termasuk proses
manajemen informasi seperti pencatatan dan komunikasi data pasien
secara aman.
Public Health Emergency of International Concern, (PHEIC) atau
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan
Dunia disingkat KKMMD adalah pengumuman resmi Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) tentang Kejadian Luar Biasa yang berisiko
mengancam kesehatan masyarakat negara lain melalui penularan
penyakit lintas batas negara dan membutuhkan tanggapan internasional
yang terkoordinasi. Pengumuman ini dirancang ketika sebuah kejadian
bersifat serius, mendadak, tidak wajar, atau tidak terduga, dapat
memengaruhi kesehatan masyarakat di luar batas negara terdampak, dan
perlu ditanggapi segera oleh berbagai negara. Menurut Peraturan
Kesehatan Internasional (IHR) 2005, setiap negara wajib menanggapi
PHEIC sesegera mungkin. International Health Regulation (IHR) 2005
merupakan instrumen hukum internasional utama yang mengatur
penyebaran penyakit secara global. IHR menjadi dasar World Health
Organization (WHO) dalam menentukan status pandemi (Public Health
Emergency International Concent) yang dapat diketahui dari hasil
surveilans.

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


MATERI POKOK 4
TATA KELOLA SURVEILANS PENYAKIT DAN
FAKTOR RISIKO KESEHATAN BERBASIS
LABORATORIUM

Pendahuluan
Laboratorium memainkan peran penting dalam surveilans dan
situasi wabah untuk memastikan diagnosis etiologis dan dalam surveilans
sentinel untuk memantau tren penyakit. Partisipasi laboratorium yang
efektif dalam surveilans memerlukan komunikasi dan kolaborasi yang baik
antara ahli epidemiologi, klinisi, dan laboratorium.
Tata kelola surveilans penyakit dan faktor risiko kesehatan
berbasis laboratorium ini untuk memastikan bahwa spesimen secara tepat
dan benar dikumpulkan, dikemas, dan diangkut dengan cara yang aman
dan standar selama investigasi KLB. Kondisi yang ditemui selama
penyelidikan KLB seringkali sulit, dan mungkin tidak layak untuk mengikuti
protokol dan prosedur yang digunakan dalam kondisi optimal/rutin dalam
surveilans berbasis laboratorium. Kondisi di lapangan, sumber daya
penting seperti listrik, pendingin, dan air bersih, mungkin tidak ada.

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


Investigasi KLB dapat dilakukan di lokasi yang jauh dari
laboratorium yang akan menerima dan memproses spesimen.
Transportasi mungkin sulit dan bahkan berbahaya. Oleh karena itu
menjadi penting untuk memberikan pemikiran tata kelola yang hati-hati
terhadap persiapan bahan dan peralatan diagnostik yang mungkin
diperlukan sebelum berangkat ke lapangan. Perencanaan sebelumnya
diperlukan untuk semua aspek alur spesimen, dari pasien hingga
laboratorium.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi ini, peserta dapat melakukan tata kelola
surveilans penyakit dan faktor risiko kesehatan berbasis laboratorium

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 4:
A. Persiapan Sumber Daya untuk Tata Kelola Surveilans Penyakit
dan Faktor Risiko Kesehatan berbasis Laboratorium
B. Pencatatan dan Pelaporan
C. Pengemasan dan Pengiriman Sampel/Spesimen

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


Uraian Materi Pokok 4

A. Persiapan Sumber Daya Untuk Tata Kelola Surveilans Penyakit dan


Faktor Risiko Kesehatan Berbasis Laboratorium
Persiapan sumber daya untuk tata kelola surveilans penyakit dan
faktor risiko kesehatan berbasis laboratorium digunakan dalam rangka
pelaksanaan kegiatan surveilans dan penyelidikan epidemiologi. Adapun
sumber daya tersebut meliputi:
1. Sumber Daya Manusia
Dalam pelaksanaan tata kelola surveilans penyakit dan faktor
risiko kesehatan berbasis laboratorium dilaksanakan oleh tim
surveilans yang terdiri dari tenaga epidemiologi, petugas laboratorium
(ATLM) untuk pengambilan sampel dan spesimen, sanitarian,
entomolog, dan tenaga rekam medis serta tenaga lainnya yang
dibutuhkan pada saat pelaksanaan surveilans.
2. Sarana, Prasarana dan Peralatan Commented [3]: Permenkes no 31 tahun 2018 ->
pengertian SPA
Untuk mendukung pelaksanaan kegiatan surveilans penyakit
dan faktor risiko kesehatan berbasis laboratorium diperlukan sarana
seperti tersedianya bangunan pelayanan, sedangkan prasarana
meliputi kendaraan operasional, tersedia jaringan, sistem
informasi/aplikasi pelaporan (SKDR bersumber dari EBS dan IBS,
NAR (penyakit tertentu), SILNAS, dan SILANTOR)
Kebutuhan lainnya yang sangat penting untuk terlaksananya
kegiatan surveilans harus dilengkapi peralatan seperti kit PE (APD
lengkap, cool box), kit pengambilan spesimen/sampel, cool box/alat
transportasi spesimen/sampel, form pengambilan spesimen, form
pencatatan pelaporan untuk penyakit dan faktor risiko kesehatan,
komputer dan alat pengolah data lainnya, serta peralatan laboratorium
dan reagen sesuai dengan pengujiannya.
Berikut contoh sarana, prasarana, dan peralatan untuk tata
kelola surveilans penyakit dan faktor risiko kesehatan:

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


Gambar 3.1 Ruangan pelayanan pemeriksaan

Gambar 3.2 Mobile laboratory

Gambar 3.3 Form pemeriksaan jentik aedes (vektor DBD)

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


Gambar 3.4 Form survei leptospirosis

Gambar 3.5 Form Survei Malaria

Gambar 3.6 Manual Book Nasional Aplikasi Sistem Surveilans Vektor


dan Binatang Pembawa Penyakit (SILANTOR)

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


Surveilans Aktif, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi,
dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan cara mendatangi
unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya. b.
Surveilans Pasif, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi,
dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan cara menerima
data tersebut dari unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber
data lainnya.
KLB/Wabah penyakit menular menyebabkan morbiditas dan Commented [4]: SDM, sarpras, peralatan,
mortalitas yang signifikan, peningkatan beban pembiayaan kesehatan,
penurunan produktivitas ekonomi, dan adanya potensi penyebaran ke
lintas negara. Pengendalian KLB/wabah yang efektif tergantung pada:
1. Deteksi dini dan pelaporan kasus suspek
2. Investigasi epidemiologi cepat
3. Konfirmasi diagnosis laboratorium
4. Implementasi tindakan pengendalian yang efektif.

Identifikasi cepat agen penyebab dan kemungkinan sumber atau


cara penularan sangat penting. Dari perspektif ini, investigasi awal
melibatkan dua proses penting: pengumpulan informasi tentang kasus-
kasus yang dicurigai; dan pengumpulan spesimen klinis untuk
diagnosis laboratorium. Keberhasilan konfirmasi laboratorium terhadap
suatu penyakit bergantung pada:
1. Perencanaan/tata kelola awal
2. pengumpulan spesimen yang sesuai dan tepat
3. pengemasan yang benar dan transportasi cepat ke laboratorium
4. kemampuan laboratorium yang tepat untuk melakukan uji diagnostik
secara akurat
5. prosedur biosafety dan dekontaminasi yang tepat untuk mengurangi
risiko penyebaran penyakit lebih lanjut.

Laboratorium memegang peran kesehatan masyarakat yang


sangat penting selama KLB. Laboratorium mungkin satu-satunya di
suatu negara yang dapat dengan cepat memberikan informasi yang
dibutuhkan untuk mengembangkan kebijakan penanggulangan KLB
yang tepat. Di negara-negara dengan sumber daya yang rendah, peran
laboratorium adalah menggunakan sumber daya tersebut untuk
memberikan informasi terbaik untuk mengembangkan kebijakan
pengobatan, daripada berfokus pada diagnosis pasien secara individu.

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar
negara-negara yang berisiko timbulnya epidemi/KLB membentuk
komite pengendalian epidemi. Karena laboratorium memainkan peran
penting dalam identifikasi dan pengendalian epidemi, seorang ahli
mikrobiologi harus menjadi bagian dari komite pengendalian epidemi.
Ada beberapa penyakit atau kondisi dengan tanda dan gejala yang
sama atau mirip dengan penyakit atau kondisi lain. Misalnya, anak
dengan demam dan ruam di sekujur tubuh dapat didiagnosis menderita
campak, meskipun mungkin ada beberapa patogen penyebab lain
dengan manifestasi klinis anak tersebut (misalnya, demam berdarah,
rubella).
Laboratorium harus digunakan sebagai peringatan dini untuk
mendeteksi patogen dan bahaya lain yang berpotensi menyebar,
misalnya munculnya strain yang resisten di rumah sakit atau
masyarakat (misalnya tuberkulosis resistensi terhadap berbagai obat).
Konfirmasi laboratorium terhadap diagnosis penyakit, kondisi, dan
kejadian dalam surveilans sangat penting untuk konfirmasi diagnosis
secara akurat pada masing-masing pasien, dan identifikasi penyebab
(atau etiologi) KLB/wabah yang dicurigai. Sehingga dapat dikatakan
peran laboratorium dalam surveilans, meliputi :
1. Deteksi patogen/strain baru (penyakit yang muncul)
2. Memantau resistensi obat antimikroba
3. Memantau tren penyakit (pengawasan laboratorium sentinel);
4. Pemantauan kualitas air.

Sedangkan peran laboratorium dalam respon KLB meliputi :


1. Menghasilkan sinyal peringatan akan wabah yang akan datang:
2. Identifikasi awal organisme penyebab KLB
3. Konfirmasi diagnosis klinis
4. Melacak sumber/fokus infeksi – pembawa, pelacakan kontak
5. Pemantauan perubahan pola kerentanan antimikroba
6. Menentukan durasi dan jangkauan geografis KLB

Untuk respons wabah yang efektif, identifikasi cepat agen


penyebab dan kemungkinan sumber atau cara penularan sangat
penting. Ini membutuhkan pembentukan sistem laboratorium yang
berfungsi baik.

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


Fungsi laboratorium yang bermakna membutuhkan spesimen
klinis yang tepat, penanganan yang tepat, pelabelan yang tepat, data
klinis untuk mengevaluasi dan memasang tes untuk kemungkinan
penyebab, pemilihan tes laboratorium yang tepat, dan hasil tes.
Segera hubungi dokter untuk manajemen tatalaksana kasus dan
ahli epidemiologi untuk respon kesehatan masyarakat, ketersediaan
reagen dan peralatan yang diperlukan serta langkah-langkah
keamanan yang sesuai, staf terlatih dan program kontrol kualitas
tersedia. Spesimen harus dipelihara dan diarsipkan sesuai kebutuhan.
Harus ada jalur komunikasi informasi dan rujukan pemeriksaan
spesimen yang jelas antara laboratorium kabupaten atau pusat
kesehatan primer di tingkat nasional.
Kunci keberhasilan diagnosis laboratorium saat KLB meliputi :
1. Pemilihan sampel yang tepat
2. Waktu pengumpulan yang tepat
3. Jumlah sampel yang tepat
4. Metode pengumpulan yang benar
5. Cara pengolahan dan penyimpanan yang tepat
6. Pelabelan, pengemasan, dan transportasi yang tepat ke
laboratorium rujukan
Spesimen yang dikumpulkan dari pasien perlu mendapatkan
perlakuan khusus disesuaikan dengan jenis spesimen. Berbeda
penyakit akan berbeda pula jenis spesimen yang diperlukan dan
pengelolaannya. Salah satu hal penting yang mendasari cara
pengelolaan spesimen yaitu harus memperhatikan tujuan pengambilan
spesimen serta keselamatan hayati (biosafety) dan keamanan hayati
(biosecurity).
Spesimen yang diambil dapat digunakan untuk pemeriksaan
virus, bakteri dan parasitologi. Hal ini harus diperhatikan karena
prosedur pengelolaan setiap jenis spesimen pasti berbeda satu dengan
lainnya.
Pengelolaan spesimen meliputi proses persiapan, pengambilan,
penanganan, penyimpanan, pengepakan, pengiriman spesimen ke
Laboratorium Balitbangkes sebagai laboratorium rujukan nasional,
serta pencatatan dan pelaporan. Kegiatan pengelolaan spesimen harus
mengutamakan kewaspadaan universal.
Kewaspadaan universal adalah suatu perangkat pengendalian
infeksi sederhana untuk mengurangi risiko penyebaran patogen melalui

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


kontak dengan darah atau cairan tubuh di antara pasien dan para
petugas perawatan kesehatan.
1. Perencanaan pengambilan spesimen KLB
Setelah KLB/wabah yang dicurigai terdeteksi dan dilaporkan,
penyelidikan epidemiologi harus segera diatur, tim lapangan harus
disusun. Beberapa isu kunci harus didiskusikan, dan keputusan
disepakati, sebelum tim terjun ke lapangan. Pada akhirnya
keputusan ini akan memandu bahan dan prosedur yang diperlukan
untuk pengumpulan spesimen yang efisien dan pengangkutannya ke
laboratorium untuk pengujian.
a. Mendefinisikan kemungkinan penyebab wabah
Penilaian informasi klinis dan epidemiologi saat ini adalah titik
awal untuk mempertimbangkan potensi etiologi KLB/wabah.
Pengetahuan historis tentang penyakit endemik lokal dan epidemi
regional, serta musimnya, lebih lanjut menentukan kemungkinan
penyebabnya. Karena berbagai agen infeksius dapat hadir
dengan gambaran klinis yang serupa, penyebab KLB/wabah
harus dicurigai dengan pendekatan analisis cara sindromik untuk
mendapatkan diagnosis banding. Satu atau lebih jenis spesimen
mungkin diperlukan untuk menentukan penyebab KLB/wabah.
b. Memutuskan spesimen klinis mana yang diperlukan untuk
memastikan penyebab wabah
Setelah menentukan sindrom klinis dan dugaan patogen,
tentukan spesimen klinis yang akan diambil dan test diagnosis
laboratorium yang sesuai. Hal ini paling baik dilakukan dengan
berkonsultasi dengan laboratorium yang akan melakukan
pengujian diagnostik. Tinjau prosedur pengambilan sampel dan
bahan yang diperlukan untuk implementasinya yang sesuai.
Setiap penyakit berpotensi KLB mempunyai tipe spesimen,
cara pengambilan dan persyaratan penanganan yang berbeda
untuk mengoptimalkan hasil pemeriksaan terhadap suspek.
Dapat dilihat pada lampiran 1.

c. Pilih Laboratorium untuk pengujian specimen


Identifikasi dan hubungi laboratorium dengan kapasitas
pengujian yang sesuai. Setelah laboratorium penerima

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


diidentifikasi, semua aspek penanganan spesimen klinis, mulai
dari pemilihan jenis sampel, bahan pengumpulan, pemrosesan
lokal atau di tempat, pengemasan, pengangkutan spesimen, dan
pengiriman hasil harus terorganisasi dengan baik. Laboratorium
mungkin perlu terlebih dahulu menyediakan media, media
transport, logistik, peralatan, reagen dan instruksi khusus.
Hal yang penting, petugas penghubung utama ditunjuk
terlebih dahulu untuk bertanggung jawab mengkoordinasikan
aspek logistik penanganan sampel, dan bertindak untuk
mengirimkan informasi atau pertanyaan antara lapangan dan
laboratorium.

d. Memutuskan siapa yang akan mengumpulkan, mengolah dan


mengangkut specimen
Ketua tim respon KLB harus memutuskan apakah spesialis atau
analis laboratorium harus bergabung dengan tim. Jika tidak, tim
yang turun ke lapangan harus menerima pelatihan dalam
pengumpulan, penanganan, dan pengangkutan spesimen yang
diperlukan, pengemasan serta prosedur keselamatan dan
dekontaminasi.

e. Tentukan prosedur yang diperlukan untuk pengelolaan specimen


Ketua tim respon KLB, harus mendiskusikan terlebih dahulu
persyaratan logistik untuk peralatan dan perlengkapan
pengambilan sampel, penanganan dan pengangkutan spesimen
ke laboratorium (waktu, rute, persyaratan suhu transit,
pengemasan, prosedur pengiriman, dan dokumentasi), dan
prosedur dekontaminasi. Selain itu mengatur transportasi,
akomodasi, dan perlindungan tim, serta jalur komunikasi yang
aman (telepon satelit, dll). Disinilah pentingnya komunikasi dan
koordinasi yang baik antara ahli epidemiolog, ahli sanitasi, ahli
entomolog, klinisi dan ahli laboratorium.

2. Pengumpulan dan pemprosesan spesimen KLB


Penyelidikan epidemiologi KLB harus dimulai sedini mungkin
setelah dugaan indikasi KLB telah diverifikasi. Spesimen yang
diperoleh pada fase akut penyakit, sebaiknya dikumpulkan sebelum

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


pemberian obat antimikroba, lebih mungkin menghasilkan patogen
infektif.
Sebelum memulai pengumpulan spesimen, jelaskan
prosedurnya kepada pasien dan kerabat. Saat mengumpulkan
spesimen, hindari kontaminasi dan ambil bahan dalam jumlah yang
cukup (sebagaimana standar yang sesuai dengan laboratorium).
Ikuti tindakan pencegahan yang sesuai untuk keselamatan selama
pengumpulan dan pemrosesan sampel.

a. Prosedur keselamatan dan dekontaminasi


Langkah-langkah keselamatan dan dekontaminasi
melindungi pengumpul spesimen dan kolega, pegawai
laboratorium, dan pasien dari risiko yang terkait dengan
pengambilan spesimen. Mereka juga mengurangi risiko
kontaminasi sampel. Kewaspadaan keselamatan universal
mengharuskan pekerja menangani semua spesimen klinis
sebagai patogen menular. Alat pelindung (sarung tangan,
pelindung mata, masker) harus digunakan dan praktik kerja yang
aman diikuti untuk mengurangi pajanan terhadap bahan yang
berpotensi infektif. Metode pengemasan yang tepat juga
memastikan keselamatan personel dari lokasi pengumpulan ke
laboratorium, bahkan jika terjadi kerusakan selama transit saat
transportasi spesimen. Kit pertolongan pertama sangat penting,
dan harus mudah diakses di lokasi pengambilan spesimen.
Pakaian pelindung, tempat kerja, peralatan, dan bahan
semuanya dapat terkontaminasi di lapangan. Disinfeksi area kerja
dan dekontaminasi tumpahan darah atau cairan tubuh yang
menular biasanya dilakukan dengan disinfeksi kimia
menggunakan larutan berbasis klorin. Umumnya tidak praktis
untuk mencapai sterilisasi yang memadai dari bahan
terkontaminasi di lapangan. Karena bahan yang tidak 'disterilkan'
secara tidak lengkap dapat membuat tim yang terlibat dalam
penyelidikan dan masyarakat umum terkena risiko infeksi yang
nyata, penggunaan kembali peralatan atau bahan yang
terkontaminasi seperti sarung tangan atau pakaian tidak
disarankan.
Pembakaran atau pembakaran adalah metode yang disukai
untuk membuang bahan yang terkontaminasi. Sebelum dibuang,
peralatan dan bahan yang sangat menular harus didesinfeksi.
Bahan yang mudah terbakar harus dibakar seluruhnya untuk
menghasilkan abu steril, yang kemudian dikubur dalam lubang

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


yang dalam. Jika hal ini tidak dapat dicapai dalam insinerator tipe
institusi, insinerator lapangan dapat diimprovisasi dari drum 200
liter. Benda tajam dan kaca objek yang kotor harus dibuang
langsung ke dalam wadah pembuangan tahan tusukan, yang
kemudian dibakar.
Tindakan pencegahan keselamatan dasar meliputi :
1) Gunakan sarung tangan lateks atau nitril saat mengambil dan
menangani spesimen. Buang sarung tangan dan ganti dengan
yang baru saat pergantian pasien. Jangan mencoba
membersihkan dan menggunakan kembali sarung tangan
karena dapat meningkatkan penyebaran patogen dari pasien
ke pasien. Selain itu, kerusakan sarung tangan yang tidak
diketahui umum terjadi, dan berisiko bagi petugas.
2) Jika memungkinkan kenakan pakaian pelindung (gaun, mantel
atau celemek) saat mengumpulkan sampel.
3) Buang jarum bekas langsung ke kotak benda tajam, tanpa
ditutup kembali.
4) Area dan permukaan kerja harus diatur dan didesinfeksi
dengan 1% pemutih rumah tangga setiap hari atau saat
pergantian tim pengumpul. Gunakan pemutih 10% untuk
membersihkan tumpahan setelah membersihkan permukaan.
Personel yang melakukan pembersihan atau dekontaminasi
harus mengenakan mantel pelindung dan sarung tangan karet
tebal.
5) Peralatan atau bahan non-sekali pakai yang terkontaminasi
harus direndam dalam 1% pemutih rumah tangga selama 5
menit. Sebelum digunakan, cuci dengan air sabun dan
sterilkan jika perlu.
6) Barang sekali pakai yang sangat kotor harus direndam dalam
10% pemutih rumah tangga sebelum dibakar atau dibuang.
7) Dalam keadaan khusus, peralatan keselamatan tambahan,
seperti masker atau kaca mata, diperlukan untuk melindungi
kulit dan selaput lendir dari kontak, aspirasi, atau penghirupan
patogen tertentu. Masker respirator dengan filter High
Efficiency Particulate Air (HEPA) digunakan untuk patogen
pernapasan yang sangat infektif.

Persiapan dalam setiap tindakan pengambilan spesimen harus


memperhatikan prinsip kewaspadaan standar untuk mencegah
terjadinya penularan, seperti:
1) Penggunaan alat pelindung diri antara lain :

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


a) Jas laboratorium
b) Sarung tangan disposable
c) Masker disposable
d) Goggle (pelindung mata)
e) Tutup kepala
f) Sepatu tertutup
2) Mencuci tangan dengan menggunakan desinfektan sebelum
dan sesudah tindakan.
3) Menjaga kebersihan ruangan dengan menggunakan
desinfektan sebelum dan sesudah tindakan.
4) Persiapan alat dan bahan berdasarkan jenis spesimen yang
akan diambil.
5) Persiapan tempat untuk pengambilan spesimen

b. Pengambilan spesimen
1) Spesimen darah
a) Whole blood
Darah untuk kultur bakteriologi diambil sebelum
pemberian antibiotik. Dua kultur darah yang dikumpulkan
pada hari yang berlainan atau interval waktu tertentu
diharapkan dapat mengesampingkan kemungkinan
kontaminasi dan dapat menegakkan diagnosa bakteremia.
Sedikitnya 7-10 mL darah dikumpulkan dari orang dewasa,
dan anak-anak sebanyak 3-5 mL.Untuk pasien-pasien yang
lebih muda jumlah spesimen yang diambil setengah dari
dewasa.

b) Preparat darah
Preparat darah digunakan untuk pemeriksaan penyakit
yang disebabkan oleh parasit. Ada 2 macam preparat
darah :
(1) Preparat darah tebal
(2) Preparat darah tipis

c) Serum
Sedikitnya 7-10 mL darah dikumpulkan dari orang
dewasa, dan anak-anak sebanyak 3-5 mL. Untuk pasien-
pasien yang lebih muda jumlah spesimen yang diambil
setengah dari dewasa. Darah disentrifugasi untuk
mendapatkan serum (minimum 1,5 cc).

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


Untuk pemeriksaan bakteri, darah dimasukkan ke dalam
botol-botol kultur yang berisi media pengaya dengan segera
(sebelum membeku) dan dikirim ke laboratorium tanpa
didinginkan atau dibekukan. Sedangkan untuk isolasi virus
dan pemeriksaan serologi, dikirim dalam suhu dingin (2-
8oC), untuk beberapa jam (dalam cool box dengan dry ice).

2) Spesimen tinja
a) Untuk pemeriksaan bakteri
Spesimen tinja segar (2-3 gr) dimasukkan ke dalam pot
steril bertutup ulir, dibalut parafilm, diamati untuk
menentukan konsistensi (padat, encer/berair, berdarah atau
mucoid). Bila tinja tidak bisa didapatkan, diambil dengan
teknik rectal swab menggunakan kapas lidi steril. Media
transport Carry-Blair/Amies. Spesimen segera diproses
karena beberapa bakteri, seperti Shigella sp. dan
Campylobacter sp. tidak dapat bertahan hidup dengan
adanya perubahan pH dan penurunan temperatur
(Campylobacter sp hanya bertahan hidup 2 jam dan bakteri
yang lain 12 jam atau lebih).
b) Untuk pemeriksaan parasit
Spesimen tinja segar (2-3 gr) dimasukkan ke dalam pot
steril bertutup ulir, dibalut parafilm, diamati untuk
menentukan konsistensi (padat, encer/berair, berdarah atau
mucoid). Spesimen tinja dapat diawetkan dalam merthiolate
Iodine Formalin (MIF) atau larutan 10% formalin untuk
pemeriksaan parasit. Untuk pemeriksaan amuba harus
dengan tinja segar.
c) Untuk pemeriksaan virus:
Spesimen tinja segar (5 gram) dimasukkan ke dalam wadah
pot yang bersih, transparan dan kering, dengan sendok
tertempel pada tutup dengan tutup ulir diluar, dibalut
parafilm.

3) Spesimen swab rectal


a) Untuk pemeriksaan virus, swab dacron/rayon dimasukan ke
dalam vial yang berisi VTM (Virus Transport Medium) dan
patahkan ujung tangkai swab dan ditutup.
b) Untuk pemeriksaan bakteri, Swab/kapas lidi dimasukkan
kembali ke dalam botol/tabung reaksi yang berisi media
transport Carry-Blair/Amies.

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


4) Spesimen swab hidung
Spesimen yang sudah diambil, segera dimasukkan ke
dalam vial berisi VTM untuk pemeriksaan virologi atau ke
dalam media Carry-Blair/Amies.

5) Spesimen swab tenggorok


Spesimen yang sudah diambil, segera dimasukkan ke
dalam vial berisi VTM untuk pemeriksaan virologi atau ke
dalam media Carry-Blair/Amies.

6) Spesimen dahak (sputum)


Spesimen sputum (pada umumnya mudah diambil dari
kasus dewasa), pengambilan spesimen dapat dilakukan
dengan alat nebulizer (dengan NaCl 3%)/expectorant atau
dibatukkan secara spontan, dimasukkan ke dalam container
steril.

7) Spesimen urin
Untuk pemeriksaan virologis (campak) spesimen urin
sewaktu dengan aliran tengah diambil sebanyak 50 cc pada
saat pasien panas atau timbul ruam. Urin ditampung dalam
wadah yang steril, kering dan bersih, tutup berulir keluar.
Untuk pemeriksaan bakteri Legionella, antigen dapat
terdeteksi pada urine satu hari atau sampai beberapa minggu
setelah timbulnya gejala. Urine ditampung dalam wadah steril
10-30 cc tanpa pengawet, dan ditutup rapat

8) Spesimen Cerebro Spinal Fluid (CSF)


Organisme-organisme penyebab radang selaput otak
harus dikenali dengan cepat untuk menyelamatkan pasien
(hasil pengecatan Gram atau tahan asam dapat sangat
bermanfaat).
Spesimen CSF diambil dengan melakukan punksi lumbal oleh
tenaga dokter yang berpengalaman.
Untuk biakan dan analisis biokimia, spesimen harus
dikumpulkan di dalam beberapa tabung steril dan ditangani
secara aseptik. Biakan harus dilaksanakan segera karena
organisme di dalam CSF bersifat mudah mati dan jumlahnya

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


sedikit, direkomendasikan untuk dikonsentrasikan dengan
cara disentrifus. Sedimen disuspensikan kembali dengan
beberapa tetes supernatan dan digunakan untuk biakan serta
pemeriksaan mikroskopis.
Untuk pemeriksaan mikrobiologi volume CSF harus
cukup, terutama jika dicurigai fungal sebagai penyebab radang
selaput otak. Jika spesimen dikumpulkan dalam dua tabung
atau lebih secara berurutan, tabung pertama jangan digunakan
untuk analisa mikrobiologi, tetapi jika spesimen hanya satu
tabung maka pemeriksaan mikrobiologi dilakukan yang
pertama.
Tabung dibuka di laboratorium secara aseptik dan
selanjutnya spesimen diambil untuk pemeriksaan kimia,
serologi, dan sitologi. Sebagai media transport dan media
pertumbuhan cairan otak, direkomendasikan Trans-Isolate
medium (TIM).

Dalam respon KLB penyakit atau keracunan perlu


dilakukan pengambilan spesimen lingkungan dan vektor untuk
kebutuhan pemeriksaan penyakit KLB yang dapat menyebar
melalui interaksi atau kontak dengan faktor risiko lingkungan
dan ditularkan melalui vektor/rodent seperti H5N1,
leptospirosis, legionellosis, dengue, chikungunya, malaria.
Untuk KLB keracunan pangan perlu dilakukan pemeriksaan
spesimen makanan dan minuman untuk mengidentifikasi agen
penyebab keracunan dan sumber keracunan.

9) Spesimen Makanan secara kimia


a) Sampel Makanan olahan siap santap
(1) Ambil sampel dengan sendok/garpu, atau jika perlu
potong sampel dengan pisau sebanyak ± 200 gram.
Jika sampel kurang dari 200 gram, ambil semua sampel
yang ada.
(2) Masukkan sampel ke dalam wadah sampel terbuat dari
bahan gelas atau plastic, tidak menyerap zat-zat kimia
dari sampel, tidak melarutkan zat-zat kimia ke dalam
sampel dan tidak menimbulkan reaksi antara bahan
wadah dengan sampel.
(3) Tutup rapat wadah sampel.

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


b) Makanan kaleng
(1) Makanan kaleng yang masih tertutup:
(a) Ambil sampel tanpa membuka kemasannya.
(b) Masukkan sampel dan kemasanya dalam kantong
plastik.
(c) Ikat rapat kantong plastik.
(2) Makanan kaleng yang sudah terbuka:
(3) Ambil sampel dengan alat pengambil sampel seperti
sendok atau garpu.
(4) Masukkan sampel ke dalam wadah sampel.
(5) Tutup rapat wadah sampel.

c) Makanan yang dikemas


Ambil sampel dengan kemasannya, dan bila kemasan
sudah terbuka maka sampel dimasukkan ke dalam wadah
sampel/plastik sampel dan tutup rapat (seal/ikat dengan tali).

10) Spesimen Makanan secara mikrobiologi


a) Sampel Makanan olahan siap santap
(1) Sampel diambil dengan sendok/garpu steril, atau jika
perlu potong sampel dengan pisau sebanyak ± 200
gram. Jika sampel kurang dari 200 gram, ambil semua
sampel yang ada.
(2) Masukkan sampel ke dalam wadah sampel, berupa
botol steril atau wadah gelas steril.
(3) Tutup rapat wadah sampel.

Gambar 3.7 Contoh wadah sampel makanan

-
Wadah sampel transparan Wadah sampel berwarna coklat

b) Sampel Makanan kaleng


(1) Makanan kaleng yang masih tertutup, di ambil tanpa
membuka kemasannya.
(2) Makanan kaleng yang sudah terbuka, sampel diambil

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


dengan aseptis dan dimasukkan ke dalam wadah steril

c) Sampel Makanan yang dikemas


Untuk pengambilan sampel makanan yang dikemas, ambil
sampel dengan kemasannya.

11) Spesimen Minuman secara kimia


a) Sampel minuman siap saji.
b) Minuman kaleng
c) Air yang berasal dari jaringan perpipaan
Gambar 3.8 Contoh wadah sampel

Wadah yang digunakan untuk menyimpan sampel harus


terbuat dari bahan gelas/plastik dari bahan polyethylene.

12) Spesimen Minuman secara Mikrobiologi


a) Makanan cair atau minuman.
b) Minuman kaleng
c) Air yang berasal dari jaringan perpipaan
d) Air yang berasal dari sumber mata air

13) Spesimen Muntahan akibat keracunan


a) Spesimen yang diambil langsung
b) Spesimen yang sudah dimasukkan ke dalam plastic

14) Spesimen lingkungan untuk Legionella


Saat adanya verifikasi rumor/KLB penyakit legionellosis

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


(Legionnaires disease) harus dilakukan pengambilan
spesimen lingkungan untuk melihat sumber risiko penularan.
a) Jenis spesimen :
(1) Spesimen Air
(2) Spesimen Swab
b) Titik pengambilan spesimen lingkungan dan jenis
spesimennya :
(1) Air Perpipaan :
(a) Inlet air bersih (spesimen air)
(b) Tower air (spesimen air)
(c) Bak reservoir (spesimen air)
(d) Pusat penyimpanan air panas (spesimen air)
(e) Tangki penyuplai air panas (spesimen air)
(f) Water returns (spesimen air)
(g) Air sebelum dan sesudah proses desinfeksi
/softener /filterisasi (spesimen air)
(h) Shower (spesimen air dan swab biofilm)
(i) Keran air (spesimen air dan swab biofilm)
(j) Kolam Whirlpool (swab biofilm dalam jets)
(2) Cooling Tower :
(a) Air kondensasi (spesimen air)
(b) Collection basin (spesimen air dan swab biofilm)
(c) Sump (spesimen air dan swab biofilm)
(d) Drift eliminators atau permukaan lain (swab
biofilm)
(e) Sumber air panas (chiller) (spesimen air)
(3) Whirlpool spas :
(a) Air dalam tub (spesimen air)
(b) Biofilm diatas air (swab biofilm)
(c) Jets air (swab biofilm)
(d) Filter (spesimen air)
(e) Tangki kompensasi (spesimen air)
(4) Sumber Lain :
(a) Air mancur taman (spesimen air dan swab
biofilm)
(b) Sistem sprinkle (spesimen air dan swab biofilm)
(c) Safety showers (spesimen air dan swab biofilm)
(d) Humidifier (spesimen air)
(e) Nebulizer, ventilator atau alat lain yang
menggunakan air untuk pengisian dan
pembersihan (spesimen air)

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


(5) Informasi yang perlu disertakan :
(a) Lokasi titik pengambilan spesimen
(b) Tanggal dan waktu pengambilan spesimen
(c) Suhu sumber saat sampel diambil
(d) Bahan kimia yang digunakan pada sumber

15) Spesimen lingkungan untuk Leptospirosis :


a) Sampel air dan atau tanah/lumpur
(1) Sampling air permukaan langsung dan tidak langsung,
masukan air permukaan ke dalam botol steril sebanyak
¾ bagian, mulut botol disterilkan dengan pembakaran
lalu tutup rapat
(2) Sampel tanah/lumpur, ambil dengan sendok/cetok
beberapa tanah/lumpur yang dilewati tikus, sampel
ditampung dalam botol atau plastik yang bersih
b) Sampel tikus/rodent
(1) Sampel tikus didapatkan dari penangkapan tikus
menggunakan trapping selama 2-3 hari.
(2) Selanjutnya dilakukan bedah tikus di lapangan untuk
mengambil organ-organ tikus yaitu ginjal/kemih.
(3) Setiap selesai pembedahan satu ekor tikus, peralatan
bedah disterilkan dengan alkohol 70% dan dilap
dengan tisu kering.

16) Spesimen vektor untuk penyakit tular vektor


a) Pengumpulan spesimen nyamuk
(1) Pengumpulan nyamuk dilakukan menggunakan alat
aspirator/ tube penghisap.
(2) Pencarian nyamuk didalam rumah (resting indoor)
dilakukan 15 menit/rumah, cari nyamuk di dinding,
langit-langit, di belakang dan di bawah perabot, di
pakaian atau di bawah tempat tidur.
b) Pengumpulan spesimen larva dan pupa
(1) Jika perjalanan ke laboratorium memakan waktu lebih
2-3 jam, sebaiknya tutup botol dibuka setiap 2 jam
untuk memberikan kesempatan jentik mendapatkan
udara segar.

c. Pelabelan dan identifikasi spesimen


Dalam investigasi wabah, informasi yang terdapat dalam
formulir investigasi kasus dan permintaan laboratorium

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


dikumpulkan bersama dengan spesimen. Setiap pasien harus
diberi nomor identifikasi unik oleh tim lapangan. Hubungan antara
hasil laboratorium pada formulir daftar garis, spesimen dan
pasien, yang memandu penyelidikan lebih lanjut dan tanggapan
terhadap wabah. Nomor identifikasi unik ini dan nama pasien
harus ada pada semua spesimen, formulir data epidemiologi, dan
permintaan laboratorium dan digunakan sebagai referensi.
1) Pemberian label pada spesimen manusia
Pemberian label pada tabung spesimen menggunakan
stiker anti air, atau ditulis menggunakan spidol anti air dan
tulisan harus dapat jelas terbaca. Informasi yang harus ada di
setiap label :
a) Nama pasien
b) Usia pasien
c) Jenis kelamin pasien
d) Jenis spesimen
e) Tanggal pengambilan spesimen
Spesimen kemudian direkatkan dengan menggunakan
parafilm agar tutup tabung tidak terlepas dan tabung tidak
bocor.Spesimen harus dikirimkan bersamaan dengan formulir
rujukan spesimen yang telah diisi lengkap. Formulir rujukan
spesimen yang digunakan adalah formulir tersangka kasus
standar yang tercantum dalam buku Pedoman Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon Penyakit Potensial
KLB/Wabah yang sesuai dengan kasus atau jenis
pemeriksaan yang akan dilakukan.
2) Pelabelan spesimen faktor risiko lingkungan dan vector
Pemberian identitas pada wadah sampel, seperti jenis
spesimen atau kode dan periksa dalam kondisi tidak mudah
terhapus. Kemudian lanjutkan dengan pengisian dokumen
spesimen secara lengkap pada formulir yang disesuaikan
dengan masing-masing kebutuhan investigasi.
Informasi yang dicantumkan pada label spesimen
lingkungan dan vektor adalah sebagai berikut:
a) Instansi pengirim sampel/Lokasi pengambilan
b) Asal sampel
c) Jenis sampel
d) Titik pengambilan sampel
e) Tanggal pengambilan
f) Waktu pengambilan sampel

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


3. Penyimpanan, Pengemasan dan Pengiriman Spesimen KLB
a. Penyimpanan spesimen
Untuk menjaga kelangsungan hidup bakteri atau virus dalam
spesimen baik untuk kultur atau inokulasi ataupun isolasi,
spesimen harus ditempatkan di media yang sesuai dan disimpan
pada suhu yang direkomendasikan. Kondisi ini harus
dipertahankan selama pengiriman ke laboratorium dan akan
bervariasi menurut waktu pengiriman. Mereka akan berbeda
untuk spesimen dan patogen, tergantung pada sensitivitasnya
terhadap pengeringan, suhu, nutrisi, dan pH.
Dalam setiap penyelidikan KLB/ wabah, penting untuk
berkonsultasi dengan laboratorium penerima dan yang akan
melakukan pemeriksaan, tentang penanganan jenis spesimen
yang paling mungkin sesuai situasi kondisi, sebelum berangkat ke
lapangan
1) Spesimen harus dikirim ke Labkesmas rujukan secepatnya,
paling lambat 1x24 jam. Apabila spesimen harus disimpan
sementara sebelum dikirim, maka spesimen harus disimpan
dalam wadah dan media transport yang sesuai dengan jenis
pemeriksaan yang akan dilakukan
2) Spesimen dijaga di dalam suatu range temperatur yang
spesifik dan dilakukan pengiriman ke labkesmas sesegera
mungkin
3) Pemeriksaan virus, spesimen disimpan dalam media
transport (VTM) disimpan pada suhu dingin 4-8°C. Untuk
penyimpanan yang lebih lama, bekukan spesimen jika
memungkinkan pada suhu-70°C
4) Pemeriksaan bakteri, spesimen harus disimpan pada suhu
yang sesuai dengan media transportnya. Selain spesimen
urin dan sputum,sebagian besar spesimen untuk
pemeriksaan bakteri dapat disimpan pada suhu ruang
apabila proses pemeriksaan akan dilakukan dalam waktu 24
jam. Untuk periode yang lebih lama, penyimpanan pada suhu
4-8°C disarankan dengan pengecualian organisme yang
sangat sensitif terhadap dingin, seperti shigella,
meningococcus, dan pneumococcus. Penundaan yang lebih
lama tidak disarankan karena hasil bakteri dapat turun secara
signifikan.
5) Pemeriksaan antigen dan antibodi, spesimen harus disimpan
pada suhu dingin 4-8°C selama maksimal 24-48 jam. Untuk

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


penyimpanan dengan jangka waktu lebih lama, spesimen
dapat disimpan pada suhu -20°C.
6) Penyimpanan spesimen CSF, untuk isolasi virus, sebagian
dari CSF diambil secara aseptic, harus disimpan dalam
freezer atau refrigerator dan dikirim dalam keadaan beku
dengan dry ice. Untuk pemeriksaan antibodi (JE-IgM
antibodi), CSF dapat disimpan dan dikirim dengan cool box
(suhu 2-80∄C). Untuk pemeriksaan bakteriologis, jangan
menyimpan CSF dalam refrigerator, CSF harus segera
dikirim ke laboratorium untuk diproses, karena
mikroorganisme akan cepat mati.

4. Pengemasan dan pengiriman spesimen KLB akan dibahas pada


submateri C
Spesimen KLB yang tiba di laboratorium harus memenuhi
syarat pengiriman yang baik dan benar dengan memperhatikan
stabilitas spesimen. Kondisi spesimen yang diterima laboratorium
sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
Laboratorium harus dapat memastikan bahwa hasil pemeriksaan
yang dilakukan berkualitas dan dapat dipercaya.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hasil uji di
laboratorium. Hasil pemeriksaan yang tidak berkualitas
menyebabkan terjadinya kesulitan dalam menginterpretasikan hasil
pemeriksaan. Beberapa faktor penyebab ketidaktepatan hasil
laboratorium antara lain :
a. Spesimen serum atau plasma yang dikirim telah mengalami lisi
b. Spesimen yang telah diambil tidak segera dikirim ke
laboratorium dan tidak disimpan pada suhu yang dipersyaratkan
(suhu dingin), hingga menyebabkan terjadinya pertumbuhan
mikroorganisme secara tepat
c. Sarana penyimpanan tidak adekuat sehingga menyebabkan
kelangsungan hidup organisme atau antibodi menjadi berkurang
d. Spesimen tidak dibiakkan pada media atau reagen yang tepat
e. Adanya kontaminasi dari lingkungan/wadah yang digunakan
f. Cara pengambilan spesimen yang tidak sesuai standar (SOP)

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


Jika semua persyaratan dalam pengambilan, penyimpanan,
pengiriman dan prosedur pemeriksaan laboratorium telah
dilaksanakan sesuai pedoman standar, maka hasil pemeriksaan
laboratorium akan memberikan jawaban terhadap penyebab KLB
yang dicurigai.

B. Pencatatan Dan Pelaporan


Sistem aplikasi pelaporan menggunakan SKDR yang bersumber
dari EBS dan IBS, NAR (penyakit tertentu), dan SILNAS.
Data manajemen termasuk sistem pencatatan, sistem pelaporan,
penyimpanan dokumen pencatatan dan pelaporan maupun spesimen,
metode pemeriksaan, serta prosedur-prosedur yang digunakan dan hasil
pemeriksaan adalah sangat penting. Dokumen harus mencakup seluruh
aktivitas laboratorium, sistem pencatatan dan pelaporan serta sistem
arsiparis. Dokumen pencatatan prosedur pemeriksaan, uji mutu serta
kalibrasi peralatan harus dievaluasi setiap tahun dan diperbaharui,
walaupun tidak terdapat perubahan. Sistem Informasi kearsipan dan
penyimpanan serta pemusnahan spesimen serta bahan lainnya perlu
terus dikembangkan.

C. Pengemasan Dan Pengiriman Sampel/Spesimen


Jenis spesimen yang dikumpulkan dan pengemasannya (media
penyimpanan) tergantung dari penyakit yang dicurigai. Spesimen harus
dikumpulkan dalam jumlah yang cukup ke dalam wadah yang sesuai di
tingkat fasilitas pelayanan kesehatan atau, jika perlu, di lapangan selama
penyelidikan wabah. Semua spesimen harus dikemas tiga kali dan diberi
label dengan benar dan disertai dengan formulir laboratorium yang benar
agar sampai di laboratorium dalam kondisi baik, dan memberikan hasil
yang dapat diandalkan. Minimalkan penundaan antara pengumpulan
spesimen dan pemrosesan di laboratorium.
Pastikan fasilitas kesehatan memiliki personel terlatih, peralatan
serta reagen dan bahan habis pakai yang memadai untuk memungkinkan
pengambilan sampel. Proses transportasi yang jelas diperlukan untuk
memungkinkan fasilitas kesehatan memahami ke mana harus mengirim
sampel.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi reliabilitas interpretasi
hasil uji laboratorium. Misalnya, hasil sulit untuk diinterpretasikan ketika:
(a) Spesimen dikumpulkan secara tidak tepat, misalnya, spesimen darah

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


mengalami hemolisis. (b) Keterlambatan transportasi dan/atau
pemrosesan dapat mengakibatkan kontaminasi bakteri pada spesimen
yang dikumpulkan seperti urin. (c) Penggunaan media atau wadah
pengangkutan atau penyimpanan yang salah dapat menyebabkan
berkurangnya kelangsungan hidup organisme yang dicurigai. (d)
Antibiotik diberikan sebelum spesimen untuk biakan dikumpulkan. (e)
Suhu yang salah digunakan untuk penyimpanan spesimen.
Setelah spesimen pasien diambil, spesimen tersebut harus
dikemas dan dikirim dengan aman ke laboratorium diagnostik dalam
kondisi pengangkutan yang sesuai dan dalam waktu yang dapat diterima.
Bergantung pada tahap wabah dan ketersediaan laboratorium penguji,
spesimen mungkin perlu diangkut secara lokal atau spesimen mungkin
perlu dirujuk ke laboratorium regional atau nasional untuk pengujian
konfirmasi, yang mungkin menempuh jarak yang lebih jauh
Panduan terperinci tentang pengangkutan spesimen infeksius
dapat ditemukan dalam dokumen WHO Guidance on regulations for the
transport of infectious substances 2019–2020. Petugas kesehatan dan
mereka yang terlibat dalam pengambilan, pengemasan, dan
pengangkutan spesimen harus dilatih tentang semua prosedur yang
diperlukan untuk pelaksanaan semua tugas secara aman dan untuk
mematuhi peraturan nasional dan internasional (the ICAO’s Technical
instructions for the safe transport of dangerous goods by air).
Pengangkutan bahan infeksius memerlukan koordinasi, kerja
sama, komunikasi dan perencanaan yang baik antara pihak-pihak yang
terlibat untuk memastikan keselamatan dan keamanan barang yang
dikirim dan kedatangannya tepat waktu sehingga spesimen tetap dalam
kondisi yang sesuai untuk analisis medis dan pemrosesan lainnya. Pihak
tersebut adalah pengirim, pengangkut dan penerima. Semua pihak
memiliki kewajiban untuk memenuhi persyaratan :
1. Pengirim meneliti kebutuhan izin, menyiapkan dokumen dan membuat
pengaturan terlebih dahulu dengan pengangkut dan penerima;
2. Pengangkut mendukung pengirim dengan dokumen dan
mengkonfirmasi perutean; dan
3. Penerima memperoleh otorisasi impor yang diperlukan, mengatur
pengambilan barang tepat waktu dan mengakui tanda terima pada
saat kedatangan.

Pengemasan Spesimen
1. Pelabelan

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


Pemberian label pada kontainer dan tabung menggunakan label
anti air, atau ditulis menggunakan spidol anti air. Informasi yang harus
ada pada setiap label adalah:
a. Nomor spesimen;
b. Nama pasien;
c. Usia pasien;
d. Jenis kelamin pasien;
e. Alamat pasien;
f. Jenis spesimen (rectal swab, darah, urine dll)
g. Tanggal dan jam pengambilan spesimen
2. Pengemasan Alat dan bahan
a. Wadah pengiriman primer / bio bottle
b. Wadah pengiriman sekunder /styrofoam / cool box
c. Dus keras
d. Gel pack
e. Termometer dan termometer data logger (jika memungkinkan)
f. Lakban
g. Busa atau kertas pengganjal (kertas koran atau lainnya)
h. Parafilm

Langkah-langkah pengemasan spesimen


Cara pengepakan dan pengiriman spesimen untuk keperluan
diagnostic harus menuruti ketentuan WHO :
a. Bungkus kotak pengiriman primer dengan tisu atau kertas koran
yang diremas, untuk mencegah benturan-benturan pada spesimen
waktu pengiriman.
b. Masukkan dalam kotak pengiriman sekunder. Kotak pengiriman
sekunder dapat menampung lebih dari satu kotak pengiriman
primer, asal persyaratan suhu pengiriman sama. Pengiriman
dilakukan dalam suhu 4°C: masukkan beberapa ice pack yang
sudah dibekukan lebih dahulu.
c. Wadah spesimen yang pertama harus kedap air, jika tutupnya
berulir harus dilapisi dengan parafilm atau sejenisnya.
d. Jika terdiri dari beberapa wadah harus dibungkus secara terpisah
untuk mencegah pecah akibat berhimpitan.
e. Gunakan material pendukung di sela-sela wadah yang mempunyai
daya hisap untuk menghisap seluruh isi yang terdapat dalam
wadah pertama

1) Pengemasan Tabung spesimen


Spesimen harus dikemas dengan baik, agar kondisinya

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


terjaga sehingga spesimen tidak rusak atau pecah. Spesimen
yang sudah diberi label dan direkatkan dengan parafilm,
dikemas dalam plastik ziplock yang dialasi tisu penyerap untuk
menjaga apabila tabung spesimen pecah atau bocor.

Gambar 3.9 Tabung spesimen dimasukkan di dalam plastik


ziplock yang dilapisi tisu penyerap

2) Pengepakan dalam Wadah Primer


Spesimen yang sudah dikemas di dalam plastik ziplock
dimasukan kedalam wadah primer atau bio bottle dan dilapisi
tisu atau penahan agar tabung tidak terguncang.
3) Pengepakan dalam wadah sekunder dan penulisan alamat
pengiriman
Masukan wadah primer ke dalam cold box yang sudah Commented [5]: Cold box atau cool box
berisi ice pack yang sebelumnya sudah dibekukan. Ice pack
harus ditempatkan di seluruh sisi cold box dan juga bagian atas
dan bawah, menutupi sekeliling wadah primer.Kemudian
masukan insulator di bagian atas di dalam cold box.Formulir
yang sudah diisi lengkap, dimasukan ke dalam plastik ziplock
dan diletakkan di atas insulator. Coldbox ditutup dan dirapatkan
dengan lakban.Beri label pengirim dan penerima pada sisi
kanan dan kiri cold box.Label ini sangat penting agar pengiriman
tiba di alamat yang dituju dengan benar dan penerima dapat
mengidentifikasi rumah sakit pengirim. Label “jangan dibalik”
dan label “handle with care” ditempelkan pada coldbox, agar
spesimen tidak terbalik pada saat pengiriman.
4) Pengemasan Sampel keracunan Pangan
a) Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan, yaitu:
1) Boks pendingin (cool box)

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium


2) Es batu dalam plastik atau es kering bentuk lembaran
b) Tahapan pengemasan, yaitu:
1) Masukkan es batu atau es kering pada dasar cool box.
2) Masukkan sampel ke dalam cool box.
3) Sebarkan es batu atau letakkan es kering di sekitar
sampel agar suhu tetap dingin (0-4 oC)
4) Cool box di tutup rapat.

3. Pengiriman
Setelah selesai dikemas, segera kirim sampel dan
spesimen keracunan pangan ke laboratorium rujukan
untuk dianalisa sesuai parameter uji yang telah
disimpulkan dari hasil investigasi KLB keracunan
makanan. Jika tidak dapat langsung dikirim ke
laboratorium rujukan sampel bisa disimpan pada lemari
pendingin dengan suhu (0-4 oC) paling lama 24 jam
setelah pengambilan sampel.

Source : Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Em erging and
Zoonotic Infectious Diseases (NCEZID), Division of Hea lthcare Qua lity Prom otion
(DHQP)

MPI 4 – Tata Kelola Sumber Daya Laboratorium

You might also like