Professional Documents
Culture Documents
MATERI POKOK
Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:
1. Surveilans penyakit berbasis laboratorium
2. Surveilans faktor risiko kesehatan berbasis laboratorium
3. Respons Kejadian Luar Biasa berbasis laboratorium
4. Tata kelola surveilans penyakit dan risiko kesehatan berbasis
laboratorium
MATERI POKOK 1
Pendahuluan
Penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat Indonesia, di samping mulai meningkatnya masalah penyakit
tidak menular. Penyakit menular tidak mengenal batas-batas daerah
administratif, sehingga pemberantasan penyakit menular memerlukan
kerja sama antar daerah, misalnya antar provinsi, kabupaten/kota bahkan
antar negara. Beberapa penyakit menular yang menjadi masalah utama di
Indonesia adalah diare, malaria, demam berdarah dengue, influensa, tifus
abdominalis, penyakit saluran pencernaan dan penyakit lainnya termasuk
penyakit Infeksi New dan Re-emerging seperti EBOLA, MERS-Cov
bahkan saat ini telah terjadi Pandemi Covid-19, serta beberapa penyakit
tidak menular yang menunjukkan kecenderungan peningkatan adalah
penyakit jantung koroner, hipertensi, kanker, diabetes mellitus, kecelakaan
dan sebagainya.
Untuk melakukan upaya pemberantasan penyakit menular dan
penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)/wabah diperlukan suatu
sistem surveilans penyakit yang di dalamnya terdapat sistem surveilans
penyakit berbasis laboratorium yang tidak terpisah dan mampu
memberikan dukungan upaya program dalam daerah kerja
kabupaten/kota, provinsi dan nasional, dukungan kerja sama antar
program dan sektor serta kerja sama antara kabupaten/kota, provinsi,
nasional dan internasional.
Penyelenggaraan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit
menular diperlukan dukungan data-data dan informasi epidemiologi serta
data laboratorium melalui suatu sistem surveilans epidemiologi penyakit
berbasis laboratorium secara rutin dan terpadu sebagai bagian dari
penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi kesehatan.
Secara operasional penyelenggaraan Surveilans Terpadu Penyakit
bersumber data: 1) Puskesmas; 2) Rumah Sakit; 3) Laboratorium; dan 4)
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Kepmenkes No 1479 Tahun 2003
tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi
Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu).
Surveilans pencegahan dan pengendalian penyakit berbasis
laboratorium adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus
menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit menular,
penyakit tidak menular, dan faktor risiko atau kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan dan penularan penyakit yang telah dikonfirmasikan
dengan pemeriksaan laboratorium untuk memperoleh dan memberikan
informasi guna mengarahkan tindakan pengendalian dan penanggulangan
secara efektif dan efisien.
A. Definisi
Surveilans pencegahan dan pengendalian penyakit berbasis
laboratorium adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus
menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit menular,
penyakit tidak menular, dan faktor risiko atau kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit yang
telah dikonfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium untuk
memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan
pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien.
Pengumpulan data surveilans berbasis laboratorium dilakukan
secara aktif ataupun pasif dengan cara mendapatkan data secara
langsung dari unit laboratorium di fasilitas pelayanan kesehatan serta
laboratorium kesehatan, atau sumber data lainnya selanjutnya dilakukan
analisis data secara bersamaan antara data epidemiologi dan data
laboratorium untuk mengambil suatu kebijakan atau keputusan yang
efektif dan tepat dalam upaya penanggulangan KLB/wabah.
2. Pengolahan data
Sebelum data diolah dilakukan pembersihan koreksi dan cek
ulang, selanjutnya data diolah dengan cara perekaman data, validasi,
pengkodean, alih bentuk (transform) dan pengelompokan berdasarkan
variabel tempat, waktu, dan orang. Hasil pengolahan dapat berbentuk
tabel, grafik, dan peta menurut variabel golongan umur, jenis kelamin,
tempat dan waktu, atau berdasarkan faktor risiko tertentu. Setiap
variabel tersebut disajikan dalam bentuk ukuran epidemiologi yang
tepat (rate, rasio dan proporsi).
Pengolahan data yang baik akan memberikan informasi spesifik
suatu penyakit dan atau masalah kesehatan. Selanjutnya adalah
penyajian hasil olahan data dalam bentuk yang informatif, dan menarik.
Hal ini akan membantu pengguna data untuk memahami keadaan yang
disajikan.
3. Analisis data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode
epidemiologi deskriptif dan/atau analitik untuk menghasilkan informasi
yang sesuai dengan tujuan surveilans yang ditetapkan. Analisis dengan
metode epidemiologi deskriptif dilakukan untuk mendapat gambaran
tentang distribusi penyakit atau masalah kesehatan serta faktor-faktor
yang mempengaruhinya menurut waktu, tempat dan orang. Sedangkan
analisis dengan metode epidemiologi analitik dilakukan untuk
mengetahui hubungan antar variabel yang dapat mempengaruhi
peningkatan kejadian kesakitan atau masalah kesehatan. Untuk
mempermudah melakukan analisis dengan metode epidemiologi
analitik dapat menggunakan alat bantu statistik. Hasil analisis akan
memberikan arah dalam menentukan besaran masalah,
kecenderungan suatu keadaan, sebab akibat suatu kejadian, dan
penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan hasil analisis harus
didukung dengan teori dan kajian ilmiah yang sudah ada.
2. Rekomendasi
Rekomendasi hasil analisis dan interpretasi diberikan kepada
pengambil kebijakan secara berjenjang dari dinas kesehatan kab/kota,
dinas kesehatan provinsi dan kementerian kesehatan secara berkala
atau bila terjadi KLB/wabah/pandemi untuk dilakukan tindakan
penanggulangan secara cepat dan tepat.
Pendahuluan
Surveilans faktor risiko kesehatan dalam hal ini meliputi faktor
risiko terhadap lingkungan dan vektor serta binatang pembawa penyakit,
A. DEFINISI
Surveilans faktor risiko kesehatan adalah kegiatan pengamatan
yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi tentang
kondisi yang mempengaruhi atau berkontribusi terhadap terjadinya
penyakit atau masalah kesehatan.
Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit adalah
tindakan pengamatan dan penyelidikan bioekologi, penentuan status
kevektoran, status resistensi, dan efikasi bahan pengendali, serta
pemeriksaan sampel; intervensi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
dengan metode fisik, biologi, kimia, dan terpadu; dan pemantauan
kepadatan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit yang bertujuan untuk
menurunkan populasi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serendah
mungkin, sehingga tidak menimbulkan penularan penyakit pada manusia;
dan mencapai dan memenuhi SBMKL dan Persyaratan Kesehatan
(Permenkes nomor 2 tahun 2023).
Kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit
dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk
mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia,
biologi, maupun sosial. Surveilans dalam rangka upaya penyehatan
dilakukan oleh tenaga sanitasi lingkungan dengan menggunakan
instrumen inspeksi kesehatan lingkungan (Permenkes Nomor 2 Tahun
2023)
MATERI POKOK 3
RESPONS KEJADIAN LUAR BIASA
BERBASIS LABORATORIUM
Pendahuluan
A. Definisi
Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
B. Tujuan
Tujuan utama dari respon KLB adalah untuk menahan penyebaran
penyakit yang terjadi KLB, melakukan langkah-langkah tepat dalam
pengendalian, pencegahan dan manajemen kasus, serta mencegah
terjadinya KLB berikutnya.
Tujuan dilaksanakan penyelidikan epidemiologi untuk:
1. Mengetahui gambaran epidemiologi KLB;
2. Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam penyakit KLB;
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit KLB
termasuk sumber dan cara penularan penyakitnya;
4. Menentukan cara penanggulangan KLB.
Metode utama yang digunakan dalam penyelidikan KLB yaitu
metode epidemiologi deskriptif dan analitik. Namun, penerapan metode
lain perlu dilakukan seperti keahlian memeriksa pasien (metode
kedokteran), metode laboratorium untuk pengujian spesimen, memeriksa
faktor risiko lingkungan dan sebagainya.
C. Kriteria KLB
Menteri Kesehatan menetapkan jenis-jenis penyakit tertentu yang
dapat menimbulkan wabah, dengan menerbitkan Permenkes RI Nomor
1501/MENKES/PER/X/2010, tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu
yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
Jenis-jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan
Pendahuluan
Laboratorium memainkan peran penting dalam surveilans dan
situasi wabah untuk memastikan diagnosis etiologis dan dalam surveilans
sentinel untuk memantau tren penyakit. Partisipasi laboratorium yang
efektif dalam surveilans memerlukan komunikasi dan kolaborasi yang baik
antara ahli epidemiologi, klinisi, dan laboratorium.
Tata kelola surveilans penyakit dan faktor risiko kesehatan
berbasis laboratorium ini untuk memastikan bahwa spesimen secara tepat
dan benar dikumpulkan, dikemas, dan diangkut dengan cara yang aman
dan standar selama investigasi KLB. Kondisi yang ditemui selama
penyelidikan KLB seringkali sulit, dan mungkin tidak layak untuk mengikuti
protokol dan prosedur yang digunakan dalam kondisi optimal/rutin dalam
surveilans berbasis laboratorium. Kondisi di lapangan, sumber daya
penting seperti listrik, pendingin, dan air bersih, mungkin tidak ada.
b. Pengambilan spesimen
1) Spesimen darah
a) Whole blood
Darah untuk kultur bakteriologi diambil sebelum
pemberian antibiotik. Dua kultur darah yang dikumpulkan
pada hari yang berlainan atau interval waktu tertentu
diharapkan dapat mengesampingkan kemungkinan
kontaminasi dan dapat menegakkan diagnosa bakteremia.
Sedikitnya 7-10 mL darah dikumpulkan dari orang dewasa,
dan anak-anak sebanyak 3-5 mL.Untuk pasien-pasien yang
lebih muda jumlah spesimen yang diambil setengah dari
dewasa.
b) Preparat darah
Preparat darah digunakan untuk pemeriksaan penyakit
yang disebabkan oleh parasit. Ada 2 macam preparat
darah :
(1) Preparat darah tebal
(2) Preparat darah tipis
c) Serum
Sedikitnya 7-10 mL darah dikumpulkan dari orang
dewasa, dan anak-anak sebanyak 3-5 mL. Untuk pasien-
pasien yang lebih muda jumlah spesimen yang diambil
setengah dari dewasa. Darah disentrifugasi untuk
mendapatkan serum (minimum 1,5 cc).
2) Spesimen tinja
a) Untuk pemeriksaan bakteri
Spesimen tinja segar (2-3 gr) dimasukkan ke dalam pot
steril bertutup ulir, dibalut parafilm, diamati untuk
menentukan konsistensi (padat, encer/berair, berdarah atau
mucoid). Bila tinja tidak bisa didapatkan, diambil dengan
teknik rectal swab menggunakan kapas lidi steril. Media
transport Carry-Blair/Amies. Spesimen segera diproses
karena beberapa bakteri, seperti Shigella sp. dan
Campylobacter sp. tidak dapat bertahan hidup dengan
adanya perubahan pH dan penurunan temperatur
(Campylobacter sp hanya bertahan hidup 2 jam dan bakteri
yang lain 12 jam atau lebih).
b) Untuk pemeriksaan parasit
Spesimen tinja segar (2-3 gr) dimasukkan ke dalam pot
steril bertutup ulir, dibalut parafilm, diamati untuk
menentukan konsistensi (padat, encer/berair, berdarah atau
mucoid). Spesimen tinja dapat diawetkan dalam merthiolate
Iodine Formalin (MIF) atau larutan 10% formalin untuk
pemeriksaan parasit. Untuk pemeriksaan amuba harus
dengan tinja segar.
c) Untuk pemeriksaan virus:
Spesimen tinja segar (5 gram) dimasukkan ke dalam wadah
pot yang bersih, transparan dan kering, dengan sendok
tertempel pada tutup dengan tutup ulir diluar, dibalut
parafilm.
7) Spesimen urin
Untuk pemeriksaan virologis (campak) spesimen urin
sewaktu dengan aliran tengah diambil sebanyak 50 cc pada
saat pasien panas atau timbul ruam. Urin ditampung dalam
wadah yang steril, kering dan bersih, tutup berulir keluar.
Untuk pemeriksaan bakteri Legionella, antigen dapat
terdeteksi pada urine satu hari atau sampai beberapa minggu
setelah timbulnya gejala. Urine ditampung dalam wadah steril
10-30 cc tanpa pengawet, dan ditutup rapat
-
Wadah sampel transparan Wadah sampel berwarna coklat
Pengemasan Spesimen
1. Pelabelan
3. Pengiriman
Setelah selesai dikemas, segera kirim sampel dan
spesimen keracunan pangan ke laboratorium rujukan
untuk dianalisa sesuai parameter uji yang telah
disimpulkan dari hasil investigasi KLB keracunan
makanan. Jika tidak dapat langsung dikirim ke
laboratorium rujukan sampel bisa disimpan pada lemari
pendingin dengan suhu (0-4 oC) paling lama 24 jam
setelah pengambilan sampel.
Source : Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Em erging and
Zoonotic Infectious Diseases (NCEZID), Division of Hea lthcare Qua lity Prom otion
(DHQP)