You are on page 1of 37

LAPORAN AKHIR PERORANGAN

ILMU KESEHATAN KOMUNITAS


KONJUNGTIVITIS BAKTERIAL

Disusun Oleh :
Febrina Eva Susanto
42200401

Dosen Pembimbing :
dr. Teguh Kristian Perdamaian, MPH

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


PUSKESMAS BAMBANGLIPURO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
PERIODE 13 JUNI 2022 – 23 JULI 2022
YOGYAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Konjungtivitis adalah proses inflamasi akibat infeksi atau non-infeksi pada
konjungtiva yang ditandai dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler, dan eksudasi.
(Paul et James, 2018)
Konjungtivitis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang sering
dijumpai pada pasien rawat jalan di rumah sakit. Hasil survei oleh Ditjen Bina Upaya
Kesehatan Kementerian Kesehatan pada tahun 2011 yang menunjukkan bahwa
konjungtivitis menduduki peringkat ke sembilan pada Pola 10 Penyakit Terbanyak
pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit di Indonesia dengan jumlah kunjungannya
adalah 87.513 dan jumlah kasus barunya adalah 68.026. Di Indonesia pada tahun
2014 diketahui dari 185.863 kunjungan ke poli mata. (Kemenkes RI, 2011) .
Konjungtivitis terbagi menjadi beberapa jenis, berdasarkan penyebabnya terdapat
konjungtivitis akibat infeksi bakteri yaitu konjungtivitis bakterial. Konjungtivitis
bakterial adalah suatu peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh infeksi bakteri
gonokokus, meningokokus, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae,
Hemophilus influenzae, dan Escherichia coli. Pada 3% kunjungan di departemen
penyakit mata di Amerika serikat, 30% adalah keluhan konjungtivitis akibat bakteri
dan virus, dan 15% adalah konjungtivitis alergi. (Sidarta et al, 2017)
Data-data ini menunjukkan bahwa konjungtivitis, terutama konjungtivitis
bakterial masih menjadi potensi masalah kesehatan masyarakat yang sering
ditemukan sehingga diperlukan diagnosis dan pengobatan yang tepat dapat
meminimalisir biaya pengobatan dan meningkatkan produktivitas masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari.

II. TUJUAN
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai Konjungtivitis
2. Menjelaskan kepada masyarakat mengenai pengertian, penyebab, gejala,
pengobatan dan pencegahan Konjungtivitis
III. MANFAAT
1. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat Kecamatan Bambanglipuro mengenai
pengertian, faktor risiko, jenis, gejala dan pencegahan Konjungtivitis
2. Bagi Pembicara
Memperdalam materi dan melatih kemampuan untuk menyampaikan materi
edukasi di depan warga khususnya masyarakat sekitar Puskesmas
Bambanglipuro
BAB II
METODE PENGAMBILAN DAN INTERPRETASI DATA

I. METODE PENGAMBILAN DATA


Data diambil melalui basis data DGS (Digital Goverment Cervices) di Puskesmas
Bambanglipuro berdasarkan laporan kunjungan bulanan pasien ke poli umum dari Januari
2022 hingga Juni 2022 melalui website DGS. DGS ini merupakan aplikasi untuk
mempermudah layanan kesehatan di puskesmas dan rumah sakit.

II. INTERPRETASI DATA


Interpretasi data menggunakan table dan grafik (grafik garis, grafik lingkaran dan
grafik batang).

III. DATA EPIDEMIOLOGI


A. Epidemiologi Konjungtivitis
Hasil survei oleh Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan
pada tahun 2011 yang menunjukkan bahwa konjungtivitis menduduki peringkat
ke sembilan pada Pola 10 Penyakit Terbanyak pada Pasien Rawat Jalan di Rumah
Sakit di Indonesia dengan jumlah kunjungannya adalah 87.513 dan jumlah kasus
barunya adalah 68.026. Di Indonesia pada tahun 2014 diketahui dari 185.863
kunjungan ke poli mata. (Kemenkes RI, 2011) .

Gambar 2.1
10 Besar Penyakit Rawat Jalan Di Rumah Sakit Tahun 2010
Di Daerah Istimewa Yogyakarta, terutama Kabupaten Bantul merupakan
daerah yang memiliki angka konjungtivitis tertinggi dibandingkan kabupaten lain di
Yogyakarta. Apabila melihat kondisi lingkungan Kabupaten Bantul, wilayahnya
terdiri atas area dataran pada bagian tengah dan area perbukitan di bagian timur dan
barat, serta area pantai di bagian selatan. hal tersebut memungkinkan menjadi
penyebab warga sekitar terkena konjungtivitis, terlebih saat waktu panen padi,
dikarenakan waktu kerja yang lama, selain itu juga banyak terdapat pabrik serta
jumlah kendaraan bermotor di wilayah Bantul cukup banyak
Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Bambanglipuro melalui
DGS pada Januari 2022 hingga Juli 2022, didapatkan total kasus Konjungtivitis
sebanyak 234 kunjungan. Berdasarkan pengkodean ICD-10, Conjungtivitis dibagi
beberapa jenis seperti H10. Conjungtivitis, H10.0. Mucopurulent Conjungtivitis,
H10.3. Acute conjunctivitis, unspecified, H.10.9. Conjunctivitis, unspecified, B30.9
Viral Conjungtivitis Unspecified.

Konjungtivitis
100
90 86
81
80
70
60
50
40
30
22
19 18
20
10 8

0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Gambar 2.2
Data Frekuensi Kunjungan Konjungtivitis Periode Januari 2022 hingga Juni 2022 di Puskesmas
Bambanglipuro

Berdasarkan data kunjungan pasien rawat jalan ke poli umum Puskesmas


Bambanglipuro pada periode Januari 2022 hingga Juni 2022 menunjukan bahwa
prevalensi kunjungan kasus konjungtivitis mengalami peningkatan 3,68 kali lipat pada
bulan Mei (81 kunjungan) dibandingkan pada bulan April (22 kunjungan).
8; 3% 4; 2%

20; 9%
H10.9 (Conjunctivitis unspeci-
fied)
H10 (Conjunctivitis)
B30 (Viral Conjunctivitis)
H10.3 (Acute Conjunctivitis,
130; 56% unspecified)
72; 31% B30.9 (Viral Conjunctivitis,
unspecified)

Gambar 2.3
Data Jenis Kasus Konjungtivitis Periode Januari 2022 hingga Juni 2022 di Puskesmas Bambanglipuro

Berdasarkan data kunjungan pasien rawat jalan ke poli umum Puskesmas


Bambanglipuro pada periode Januari 2022 hingga Juni 2022 menunjukan bahwa jenis
kasus konjungtivitis didominasi oleh H10.9 Conjungtivitis unspecified dengan jumlah
130 kunjungan (56%), diikuti H10 Conjungtivitis dengan jumlah 72 kunjungan (31%)
dan B30 Viral Conjungtivitis dengan jumlah 20 kunjungan (8%)

60; 26%

103; 44% Sumbermulyo


Mulyodadi
Sidomulyo

71; 30%

Gambar 2.4
Data Kunjungan Kasus Konjungtivitis Berdasarkan Wilayah Periode Januari 2022 hingga Juni 2022 di
Puskesmas Bambanglipuro
Berdasarkan data kunjungan pasien rawat jalan ke poli umum Puskesmas
Bambanglipuro pada periode Januari 2022 hingga Juni 2022 menunjukan bahwa
kejadian kasus konjungtivitis berdasarkan wilayah didominasi oleh Desa Sumbermulyo
dengan jumlah 103 kunjungan (44%), diikuti Desa Mulyodadi sebanyak 71 kunjungan
(30%) dan Desa Sidomulyo sebanyak 60 kunjungan (26%).

103; 44%
Perempuan
Laki-laki
131; 56%

Gambar 2.5
Data Kunjungan Kasus konjungtivitis berdasarkan Jenis Kelamin Periode Januari 2022 hingga Juni 2022 di
Puskesmas Bambanglipuro

Berdasarkan data kunjungan pasien rawat jalan ke poli umum Puskesmas


Bambanglipuro pada periode Januari 2022 hingga Juni 2022 menunjukan bahwa
prevalensi kejadian konjungtivitis lebih banyak terjadi pada perempuan dengan jumlah
131 kunjungan (56%) dan pada laki-laki sebanyak 103 kunjungan (44%). Hasil ini
menunjukan konjungtivits lebih banyak terjadi pada perempuan.
80 75
70

60

50

40 35 35
32
30
22
20 15 14
10 6
0 0 0 0
0
ri ri n n n n n n n n n n
ha ha hu hu hu hu hu hu hu hu hu hu
7 28 ta ta ta ta ta ta ta ta ta ta
0- 8- -1 -4 -9 4 9 4 4 9 9 70
-1 -1 -4 -5 -5 -6 ≥
l an 1 5
10 15 20 45 55 60
bu
1

Gambar 2.6
Data Frekuensi Kasus Konjungtivitis Berdasarkan Usia Periode Januari 2022 hingga Juni 2022 di Puskesmas
Bambanglipuro

Berdasarkan data pasien rawat jalan yang kontrol di poliklinik umum Puskesmas
Bambanglipuro pada periode Januari 2022 hingga Juni 2022 menunjukan bahwa
prevalensi kejadian konjungtivitis paling banyak terjadi pada kelompok usia 20-44 tahun
(75 kunjungan), hal ini menunjukan konjungtivitis banyak terjadi pada usia produktif.
Selain itu rentang usia selanjutnya yang paling banyak terkena konjungtivitis ada pada
kelompok usia 45-54 tahun dan 60-69 tahun (masing-masing 35 kunjungan), 5-9 tahun
(32 kunjungan), 55-59 tahun (22 kunjungan).
Antibiotik oral 31

Tanpa topikal antibiotik (Dexamethason & analgesik oral) 79

Kloramfenikol Tetes Mata 0,5% 23

Gentamicyn salep mata 75

Kloramfenikol salep mata 1% 26

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Gambar 2.7
Data Pola Terapi Konjungtivitis Periode Januari 2022 hingga Juni 2022 di Puskesmas Bambanglipuro

Berdasarkan data pasien rawat jalan yang kontrol di poliklinik umum Puskesmas
Bambanglipuro pada periode Januari 2022 hingga Juni 2022 menunjukan bahwa pola
terapi konjungtivitis paling banyak adalah tanpa pemberian obat topical antibiotic sebesar
79 kunjungan, diikuti pemberian Gentamicyn salep mata sebesar 75 kunjungan,
Antibiotik oral 31 kunjungan, Kloramfenikol salep mata 1% sebesar 26 kunjungan dan
Kloramfenikol tetes mata 0,5% sebesar 23 kunjungan.
BAB III
HASIL DAN KAJIAN

Anamnesis dan pemeriksaan klinis dilakukan di rumah pasien dengan alamat Jogodayoh
Bambanglipuro pada hari Rabu 22 Juni 2022.

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ibu. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 73 tahun
Tanggal Lahir : 12-04-1949
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan : SD
Alamat : Jogodayoh RT 07 Bambanglipuro
Kunjungan : Rabu, 22 Juni 2022

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Mata merah.
2. Riwayat penyakit sekarang
Ibu. S datang ke Puskesmas Bambanglipuro dengan keluhan mata kanan berwarna
merah disertai rasa cekot-cekot. Keluhan muncul secara tiba-tiba sejak semalam. Pasien
juga mengeluhkan mata berair dan belekan saat pagi hari bangun tidur, belek berwarna
keruh, disertai rasa gatal dan mengganjal. Tidak terdapat keluhan pandangan kabur,
demam, nyeri kepala dan keluhan lain yang mengganggu aktivitas. Selama mata merah,
pasien belum melakukan pengobatan (meminum obat maupun memberi obat tetes
mata). Pasien mengatakan tetangga pasien ada yang memiliki keluhan sama yaitu mata
merah, nyeri, berair dan gatal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu

● Riwayat Mondok (+) 2x setelah melakukan operasi


● Riwayat Alkohol (-)

● Riwayat Hipertensi (-)

● Riwayat DM (-)

● Riwayat Jantung (-)

● Riwayat Operasi (+) Mastektomi dan patah tulang (ORIF)

● Riwayat Asma (-)

● Riwayat Alergi (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga

● Riwayat penyakit serupa (-)

● Riwayat HT (-)

● DM (-)

● Riwayat alergi (-)

5. Anamnesa Sistemik

● Sistem neurologis : tidak ada keluhan

● Sistem kardiovaskular : tidak ada keluhan.

● Sistem respiratorius : tidak ada keluhan.

● Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan

● Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan.


● Sistem urogenital : tidak ada keluhan.

● Sistem integumentum : tidak ada keluhan.

6. Lifestyle
Keseharian pasien bangun tidur pukul 05.00 kemudian pasien menyapu rumah
dan halaman. Aktivitas sehari-hari pasien adalah momong cucu, selain itu biasanya
pasien bersih-bersih rumah, memasak, ambil jemuran pakaian dan jemput cucu yang
bersekolah. Pasien jarang berolahraga, dan apabila sedang waktu luang pasien sering
mengobrol dengan tetangga.
Pola makan pasien, pasien makan 3x sehari dengan porsi cukup, buah, sayur
selalu pasien makan seperti sayur daun pepaya dan lauk tahu, tempe atau telur.
Keseharian pasien minum air putih, jarang minum teh dan tidak pernah minum kopi.
Pasien mandi sehari 2x setiap pagi dan sore hari. Pasien mengatakan terkadang
menggunakan handuk Bersama cucunya. Kebersihan rumah cukup karena pasien rutin
membersihkan rumah setiap hari, ventilasi rumah dan pencahayaan baik.

C. FAMILY LIFE CYCLE


Pasien mempunyai lima anak, masing-masing sudah berkeluarga. Pasien tinggal
bersama anak terakhir, menantu dan satu cucu di rumah.
Genogram :
Keterangan:

D. FAMILY SCREEM

● Social: hubungan di antara keluarga terjalin baik, pasien tinggal dengan anak

terakhir, menantu dan satu cucu di rumah. Pasien berada satu dusun dengan anak no
3 namun berbeda rumah. Pasien juga mempunyai hubungan yang baik dengan
tetangga, aktif mengikuti kegiatan PKK dan pengajian di Dusun.

● Culture: pasien berasal dari suku Jawa. Keluarga besar pasien asli berasal dari Bantul.

● Religious: pasien dari keluarga penganut agama Islam, rajin beribadah, dan tidak ada

kendala dalam menjalankan ibadah.

● Education: pendidikan terakhir pasien SD

● Economy: pasien dan keluarga berasal dari golongan ekonomi cukup. Saat ini pasien

tidak bekerja, keuangan sehari-hari berasal dari anak-anaknya.

● Medical: pasien memiliki jaminan Kesehatan “Kartu Indonesia Sehat”. Pasien datang

dengan menantu dan cucu ke Puskesmas atau pelayanan medis lainnya setiap ada
keluhan

E. RIWAYAT KONDISI HIDUP DAN LINGKUNGAN


1. Keadaan rumah
● Lokasi
Rumah pasien berlokasi di Dusun Jogodayuh, Kecamatan Bambanglipuro

● Bentuk rumah
Luas bangunan rumah kurang lebih 6x10 meter persegi. Bangunan rumah
pasien berdinding semen dan batu bata. Bagian alas rumah pada bagian
ruang tamu, ruang keluarga, dapur dan kamar mandi sudah menggunakan
lantai keramik. Pada bagian belakang rumah (area mencuci pakaian),
menggunakan semen. Atap rumah terbuat dari pondasi kayu dan terbuat
dari genteng tanah liat. Terdapat 2 kamar tidur pada rumah pasien

● Kondisi rumah
Rumah pasien memiliki 1 pintu utama dan 1 pintu belakang. Dua jendela
dari kayu, dan dapat dibuka pada bagian depan ruang tamu. Perabot di
rumah pasien, sebagian besar terbuat dari kayu dan triplek. Tampak
perabot dari rumah bersih (rutin dibersihkan). Kondisi kamar tampak
bersih, tidak ada pencahayaan maupun ventilasi. Kondisi ruang keluarga
terdapat 1 ventilasi berupa jendela yang mengadap halaman samping
rumah. Pencahayaan di seluruh bagian rumah tampak minimal
pencahayaan.

● Kondisi kamar mandi


Rumah pasien memiliki 2 kamar mandi dengan lantai keramik. Ventilasi
udara untuk kamar mandi cukup dengan terdapat celah antara dinding dan
atap asbes. Pencahayaan walaupun sudah ada dari atap, namun tetap
kurang. Bak mandi terbuat dari keramik dan tampak air tampak jernih dan
tidak ditemukan jentik nyamuk.

● Sumber air
Sumber air rumah pasien utamanya berasal dari sumur. Kualitas air sumur
jernih dan tidak berbau. Air sumur digunakan untuk kebutuhan sehari-hari,
seperti mencuci, mandi, dan minum (merebus air sumur). Air sumur
berasal dari sumur yang berada di halaman belakang pasien.
● Pengelolaan limbah
Limbah padat seperti sampah kering dan sampah dapur dibakar seminggu
sekali di pekarangan rumah. Limbah cair rumah tangga termasuk cairan
septik tank berada di belakang rumah. Saluran air kotor sudah tertutup
semen sehingga limbah rumah tangga tidak menimbulkan bau di dalam
rumah.

2. Kondisi lingkungan sekitar rumah


Kondisi halaman sebagian berupa tanah dan sebagian
berupa semen. Terdapat beberapa tanaman dan pohon
di halaman depan pasien. Pada halaman depan terdapat
tumpukan bambu dan kayu (perabot rumah seperti
lemari, dll) yang sudah tidak digunakan. Secara umum
kondisi sekitar lingkungan rumah tampak bersih dan
tidak ada tumpukan sampah maupun genangan air.

F. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 22 Juni 2022 di Bambanglipuro
1. Status Generalis

● KU : baik

● GCS : EVM 4/5/6

● Vital Sign :

o Tekanan darah : 151/114 mmHg


o Nadi : 123 kali/menit
o Frekuensi nafas : 20 kali/menit
o Suhu tubuh : 36,5o C
2. Status Lokalis

● Kepala : normocephali, sianosis (-)

Mata : konjungtiva hiperemis (+/-), sekret (+/-)

● Leher : pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-)

● Thorax

Inspeksi : gerak dada simetris, jejas (-), retraksi (-)


Palpasi : benjolan(-), nyeri tekan(-), fremitus dbn, ketinggalan gerak (-)
Perkusi : sonor semua lapang paru
Auskultasi : vesikuler(+/+) , ronki (-/-) , wheezing (-/-)
S1/S2 normal (reguler) , S3 (-) dan S4 (-)

● Abdomen

Inspeksi : distensi (-)


Auskultasi : peristaltik usus (+) dalam batas normal (12 kali/menit)
Perkusi : timpani pada 9 regio abdomen
Palpasi : abdomen teraba supel, nyeri tekan epigastrik (-),
pembesaran hepar (-), pembesaran limpa (-), turgor kulit normal
Ketok ginjal : negatif

● Ekstremitas : akral teraba hangat, CRT<2 detik, edema (-)

G. DIAGNOSIS
Diagnosis berdasarkan kode ICPC-3 :
FD01 Mucopurulent Conjunctivitis
KD73 Pre- existing hypertension

H. TATALAKSANA
Medikamentosa
r/ Zalf. Chloramphenicol 1% Salep mata No.I
S 3dd. ue. od

r/ Tab. Natrium Diclofenac 500mg No.X


S 3dd. Tab 1. pc (jika nyeri)

r/ Tab. Cetirizine 10mg No.X


S 1dd. Tab 1. (jika gatal)

Non medikamentosa

⮚ Menggunakan penutup mata ketika mata masih merah

⮚ Tidak menggunakan handuk atau lap bersamaan dengan orang lain

⮚ Menjaga kebersihan mata dengan tidak memegang atau mengucek-ngucek

mata

⮚ Beristirahat di rumah untuk sementara waktu untuk mencegah penularan di

lingkungan tetangga

⮚ Bila mengalami gangguan penglihatan, keluhan mata silau, nyeri mata yang

tidak tertahankan, sekret mata yang bertambah banyak walaupun sudah


diberikan pengobatan, pasien disarankan untuk kontrol kembali ke dokter

I. MONITORING
1. Menjaga agar pasien menggunakan obat teratur
2. Memantau kondisi mata pasien (perburukan maupun perbaikan)

J. PLANNING JANGKA PENDEK


1. Memberikan terapi yang sesuai
2. Melakukan edukasi kepada pasien untuk mencegah terjadinya konjungtivitis misalnya,
praktik hand hygiene yang baik (mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun),
meminimalkan paparan atau kontak dengan penderita konjungtivitis

K. PLANNING JANGKA PANJANG


1. Melakukan pemantauan hygiene pasien di rumah.
2. Melibatkan anggota keluarga dalam membantu pemulihan kondisi pasien
3. Melakukan edukasi terkait konjungtivitis seperti: gejala, penyebab, dan pencegahan
4. Pendataan prevalensi dan insidensi konjungtivitis di Kecamatan Bambanglipuro

L. FOLLOWUP

Followup dilakukan 1 minggu setelah kunjungan pasien yaitu pada tanggal 28 Juni 2022 di rumah
pasien.
S : Pasien mengatakan sudah tidak ada keluhan, sudah sembuh. Kemarin di hari ke-3
pengobatan dengan salep mata, mata dirasa langsung membaik, sudah tidak lengket lagi
ketika bangun tidur. Anak dan cucu serumah yang kemarin sempat tertular juga sudah
sembuh dalam 3-4 hari pengobatan, tidak ada tetangga atau keluarga lain yang tertular.
O : BP 135/100 mmHg, HR 87 x/menit, RR 17 x/menit, Suhu 36,4oC
Mata : CA (-/-), secret mata (-/-)
A : post treatment Konjuntivitis Bakterial
P : Edukasi terkair hygine guna mencegah penularan pada orang terdekat
BAB IV
PEMBINAAN

Pembinaan dilaksanakan pada tanggal 22 Juni 2022 di rumah pasien, berupa


pemaparan mengenai Konjungtivitis. Topik ini diambil karena masih minimnya
pengetahuan masyarakat terkait pencegahan dan penularan konjungtivitis, tidak sedikit
masyarakat yang mengira bahwa konjungtivitis ditularkan melalui tatapan mata.
Pelaksanaan pembinaan melalui pemberian informasi kepada keluarga pasien terutama pada
anak dan cucu yang tertular konjungtivitis dari sang nenek.
Diharapkan dengan adanya pembinaan ini dapat meningkatkan pengetahuan warga
mengenai konjungtivitis / mata merah. Selain itu, edukasi yang telah diberikan mampu di
implementasikan oleh warga dusun Jogodayuh dan dapat mencegah terjadinya penularan
konjungtivitis dimasyarakat Samas.

Konten Edukasi :

KAPAN PERLU PERIKSA KE DOKTER SAAT MATA MERAH?


BAB V
ANALISA KASUS DAN DETERMINAN

I. ANALISA KASUS
a. Klinis
Berdasarkan analisis yang didapatkan melalui anamnesis, terlihat pasien
menunjukan gejala yang cukup mengarah kepada Konjungtivitis Bakterial, selain
itu pasien juga bisa di diagnosis banding dengan Konjungtivitis Viral,
Konjungtivitis Jamur. Hal tersebut didukung oleh adanya riwayat kontak pasien
dengan tetangga yang memiliki keluhan serupa, serta setelah dilakukan followup
ternyata anak dan cucu pasien yang tinggal serumah memiliki gejala yang sama
dengan pasien, juga berdasarkan pengakuan pasien bahwa terkadang
menggunakan handuk bersama dengan cucu perempuannya yang merupakan
factor resiko penularan / transmisi konjungtivitis.
Selain keluhan mata, dari hasil pemeriksaan fisik juga didapatkan tekanan
darah pasien yang termasuk kedalam prehipertensi. Walaupun berdasarkan ESC
2018, batas ambang dimulainya farmakoterapi pada pasien lansia apabila tekanan
darah pasien ≥140/90 mmHg, dan pada pengukuran tekanan darah pasien
pertama adalah 151/114mmHg, namun ketika dilakukan pemeriksaan tekanan
darah kedua adalah 135/100mmHg, maka belum dapat dimasukan kedalam
kategori hipertensi. Untuk menegakan diagnosis hipertensi berdasarkan
Kemenkes RI 2018, perlu dilakukan pengukuran tekanan darah minimal 2 kali
dengan jarak 1 minggu. Maka pada pasien ini belum diperlukan pengobatan untuk
hipertensi.

Berdasarkan tatalaksana yang telah dilakukan kepada pasien ini,


pemberian salep mata antibiotic tidak perlu diberikan secara terburu-buru pada
pasien dengan mata merah, karena berdasarkan hasil penelitian oleh Hazel et al,
2006 dengan judul penelitian A randomised controlled trial of management
strategies for acute infective conjunctivitis in general practice didapatkan
kesimpulan bahwa pemberian antibiotic tetes mata segera tidak memberikan
perbedaan yang signifikan terkait gejala serta durasi pada pasien, justru ada
kemungkinan terjadinya komplikasi beruba selulit orbita yang terjadi pada
kelompok antibiotic segera. Selain itu, penggunaan salep / tetes mata antibiotik
apabila hygine pasien kurang baik dapat menyebabkan semakin mudahnya
penularan infeksi mata dari sisi yang sakit ke sisi yang sehat karena adanya
manipulasi kontak / memegang-megang area mata. Sehingga akan lebih penting
untuk memberikan penutup mata serta edukasi yang adekuat untuk pasien
sehingga mencegah perburukan dan penularan konjungtivitis.
Pada terapi juga diberikan obat oral berupa analgesic natrium diclofenac,
melihat dari kondisi pasien yang memiliki prehipertensi, pemberian natrium
diklofenak agaknya kurang tepat karena padat memperburuk tekanan darah,
sebagai pengganti dapat diberikan alagesik lini pertama yaitu paracetamol untuk
mengurangi rasa “cekot-cekot” di area mata pasien.
b. Pendekatan
Urutan Pemeriksaan Fisik Mata :
1) Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan central(visus), dan buta warna
a. memeriksa visus dan melakukan koreksi visu
b. mendiagnosis berbagai macam kelainan refraksi
c. melakukan pemeriksaan buta warna menggunakan buku ishihara
2) Melakukan pemeriksaan lapang pandang
a. mengetahui batas batas lapang pandang (superior, inferior, nasal,
dan temporal)
b. melakukan pemeriksaan lapang pandang dengan tes konfrontasi.
c. menyebutkan hasil pemeriksaan lapang pandang.
3) Melakukan pemeriksaan otot ekstra okuler / Gerakan bola mata
a. menilai kesejajaran pasangan bola mata
b. menilai ada tidaknya kelainan otot ekstra okuler
c. mengetahui inervasi otot ekstra okuler
4) Melakukan pemeriksaan segmen anterior dan organ aksesorisnya (kelopak
mata sampai lensa)
5) Melakukan pemeriksaan refleks fundus
a. menilai kejernihan media refrakta
b. melihat refleks fundus, membedakan refleks fundus yang normal
dan abnormal.
6) Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata
a. menilai tekanan bola mata dengan palpasi

c. Potensial Wabah (Outbreak)


Kejadian konjungtivitis di Kecamatan Bambanglipuro cukup tinggi, dapat
dilihat dari data kunjungan pasien rawat jalan ke poli batuk Puskesmas
Bambanglipuro pada periode Januari 2022 hingga Juni 2022 menunjukan bahwa
prevalensi kunjungan kasus konjungtivitis mengalami peningkatan 3,68 kali lipat
pada bulan Mei (81 kunjungan) dibandingkan pada bulan April (22 kunjungan).
Hal ini tentunya dapat penjadi potensial resiko wabah di Kecamatan
Bambanglipuro, namun berdasarkan pengambilan data melalui wawancara kepada
dr.Glory (kepala puskesmas), dr.Kris dan dr.Dian (dokter umum puskesmas) dan
Pak Puji (kepala bagian surveillance) didapatkan bahwa di Puskesmas
Bambanglipuro belum disediakan SOP khusus untuk manajemen pasien mata
merah, dan belum disediakan SOP khusus terkait penatalaksanaan jika terjadi
outbreak dikarenakan dari pihak puskesmas, kasus konjungtivitis yang ada di
Kecamatan Bambanglipuro “belum” berpotensi mewabah serta pertimbangan
kedua adalah karena sebagian besar konjungtivitis dapat langsung sembuh dalam
<1 minggu, hampir tidak ada pasien yang periksa pembali ke puskesmas terkait
konjungtivitis yang dialaminya.
Menurut hasil observasi saya selama 4 minggu bertugas di Puskesmas
Bambanglipuro, saya mengamati bahwa disana kasus harian kunjungan
konjungtivitis cukup banyak, setiap hari pasti ada pasien dengan keluhan mata
merah yang datang periksa. Serta meninjau dari data kunjungan konjungtivitis ke
Puskesmas Bambanglipuro mengalami peningkatan sebanyak 3,68 kali lipat pada
bulan Mei (81 kunjungan) dibandingkan pada bulan April (22 kunjungan), hal ini
tentunya dapat menjadi pertimbangan bagi pihak puskesmas untuk dapat lebih
“waspada” akan kemungkinan terjadinya outbreak konjungtivitis di
Bambanglipuro.

Konjungtivitis
100
90 86
81
80
70
60
50
40
30
22
19 18
20
10 8

0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Gambar 2.2
Data Frekuensi Kunjungan Konjungtivitis Periode Januari 2022 hingga Juni 2022 di Puskesmas
Bambanglipuro
d. Kekurangan
Berdasarkan analisis yang dilakukan sejak screening hingga terapi yang
telah dilakukan di puskesmas, terdapat beberapa hal yang menjadi kekurangan
dan dapat di kritisi :
1) Pasien ini masuk ke poli batuk akibat datang dengan mata merah, kriteria
masuk poli batuk adalah jika pasien batuk / pilek / sesak / demam / mata
merah / diare, yang artinya poli batuk ditujukan sebagai poli untuk pasien-
pasien infeksi, namun pada prakteknya tidak hanya pasien infeksi yang
berada di poli tersebut, ada juga pasien sesak dengan asma / PPOK / alergi,
yang mana dengan dimasukannya ke dalam poli batuk, dapat menyebabkan
pasien yang sebetulnya bukan merupakan pasien infeksi, justru dapat
membawa pulang infeksi baru akibat tertular pasien lain di poli batuk dan
dapat memperburuk kondisinya. Pada pasien ini datang hanya dengan
keluhan mata merah, tanpa adanya demam / batuk, terlebih pasien adalah
seorang lansia yang lebih rentan tertular infeksi dari orang lain. Sehingga
keputusan screening untuk memasukan pasien ke poli umum / poli batuk
dapat dilakukan evaluasi kembali.
2) Pada bagian pemeriksaan fisik belum dilakukan secara optimal di poli
batuk, pasien datang dengan mata merah, walaupun berdasarkan pengakuan
pasien tidak mengalami penurunan penglihatan / visus, namun tetap
diperlukan pemeriksaan mata lengkap (visus dengan Snellen chat, lapang
pandang, palpasi untuk cek TIO, segmen anterior dan posterior dengan
ophtalmoskop) namun pada kenyataannya di poli batuk tidak tersedia
Snellen chart dan ophtalmoskop untuk melakukan pemeriksaan pada pasien
mata, sehingga diagnose konjungtivitis belum sepenuhnya dapat ditegakan,
bisa saja pasien ternyata pengalami presbiopi / penurunan visus, atau
mengalami glaucoma, dll.
3) Pada puskesmas bambanglipuro belum disediakannya fasilitas untuk swab
mata, mungkin pada kasus ini memang tidak diperlukan swab mata, namun
apabila pasien mengalami perburukan / rekurensi dan hendak melakukan
evaluasi bakteri penyebab, maka perlu untuk dilakukan swab mata.
II. Kajian
a. Host (Pejamu)
Host atau pejamu mengarah pada manusia yang bisa terkena penyakit.
Berbagai faktor intrinsik pada manusia dapat menjadi factor
berkembanganya konjungtivitis. Pada kasus ini factor yang mempengaruhi
terjadinya konjungtivitis adalah terutama tingkat pengetahuan.
Pasien memiliki tingkat kognitif yang cukup baik, dapat diketahui dari
cara pasien menjawab pertanyaan dalam wawancara dan pasien dapat
menjelaskans ecara rinci mengenai tanggal lahir masing-masing anak.
Terkait ADL / Activity Daily Living pasien tergolong mandiri karena dapat
menjalankan kegiatan harian (mandi, menggunakan pakaian, berjalan,
memasak, bersih-berih) sendiri tanpa tergantung oleh orang lain. Terkait
asupan nutrisi pasien memiliki nutrisi cukup dapat dilihat dari pola makan
dan minum sehari-hari berdasarkan pernyataan pasien.

b. Agent
Agen adalah mikroorganisme atau patogen infeks seperti bakteri,
virus, dan jamur yang dapat menyebabkan penyakit pada host.
Konjungtivitis bakterial disebabkan oleh infeksi bakteri stafilokokus atau
streptokokus. Umumnya, infeksi ini berasal dari sistem pernapasan atau
kulit yang kemudian menyebar hingga mata.

c. Environment (Lingkungan)
Lingkungan mengacu pada faktor ekstrinsik yang memengaruhi agen
dan peluang untuk terpapar. Faktor lingkungan yang berperan dalam kasus
ini yaitu kebersihan tempat tinggal pasien dimana pasien menjalankan
aktifitas kesehariannya, serta hygine yang diterapkan oleh pasien. Pada
pasien ini khususnya penggunaan handuk bersama merupakan salah satu
factor lingkungan yang sangat berpengaruh pada penularan konjungtivitis.
Melalui family screem, didapatkan beberapa hal yang dapat
mendukung dan menghambat terjadinya konjungtivitis pada pasien. Factor
pendukung seperti keaktifan pasien berkumpul dan mengikuti kegiatan
dusun setempat, serta tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan
pengetahuan pasien terhadap kondisinya sangat kurang. Faktor penghambat
seperti kondisi ekonomi pasien cukup, dimana seharusnya pasien mampu
untuk membeli handuk sendiri sehingga bisa mencegah penularan kepada
orang dirumah, selain itu juga hubungan keluarga yang terjalin baik
sehingga bisa saling memperhatikan apabila ada yang sedang sakit.
BAB VI
STRATEGI DAN PROGRAM PENANGANAN

Adapun Strategi untuk mengahadapi masalah ini yaitu SOP Penyelidikan Epidemiologi
dianalisis dengan menggunakan analisa SWOT :
INTERNAL Kekuatan (S) Kelemahan (W)

● Anggaran dana yang ● Program terkait penyakit

cukup untuk menular hanya dilakukan


melaksanakan program by phone sehingga nakes
tidak bisa langsung melihat
● Tempat dan peralatan
dan menganalisis factor
yang tersedia memenuhi
resiko yang ada didalam
standard
rumah pasien.
● Ada nya pengawas
EKSTERNAL ● Kurangnya waktu
pelaksanaan
konsultasi antara petugas
Penyelidikan
survaillance / nakes dengan
Epidemiologi
pasien
● Tersedianya SOP
● Terbatasnya SDM
penyelidikan
Puskesmas yang terbagi
epidemiologi terakit
kedalam program potensi
kasus potensial wabah
wabah lainnya
● Tahapan dalam SOP
● Alur administrasi SOP
dijelaskan secara rinci
Penyelidikan Epidemiologi
yang terlalu berbelit-belit

● Belum tersedianya

pemeriksaan swab mata di


Puskesmas untuk
menunjang pengambilan
sampel didalam poin ke 8
dalam SOP Penyelidikan
Epidemiologi
Peluang (O) Strategi SO Strategi WO

● Tersedia kader ● Memanfaatkan dana ● Melakukan kunjungan

disetiap dusun anggaran puskesmas rumah / home visit untuk


sehingga membantu untuk melaksanakan mengkonfirmasi kasus serta
pelaporan kejadian program Penyelidikan mengidentifikasi hubungan
potensi wabah Epidemiologi adanya kasus potensial
wabah dengan faktor-faktor
● Antusiasme ● Bekerjasama dengan
waktu, tempat dan orang.
masyarakat / pasien kader disetiap dusun
untuk mengetahui untuk memantau dan ● Melatih kader dalam tata

tentang penyakitnya melaporkan resiko-resiko cara pelaporan kejadian


kasus potensi wabah potensi wabah.
● Tersedia tempat dan

waktu yang dapat ● Memanfaatkan tempat ● Mengusahakan adanya

digunakan untuk yang ada di setiap dusun pemeriksaan swab mata di


surveillance di setiap untuk melakukan Puskesmas guna menunjang
dusun survaillance poin ke 8 dalam SOP
Penyelidikan Epidemiologi
● Banyaknya dukungan
dan mengetahui sebaran
komponen masyarakat
kuman penyebab wabah
untuk mendukung
terlaksananya
Penyelidikan
Epidemiologi
Ancaman (T) Strategi ST Strategi WT

● Kurangnya kesadaran ● Mensosialisasikan terkait ● Melaksanakan kolaborasi

untuk memeriksakan ap aitu Penyelidikan inter / antar profesi dengan


diri Epidemiologi kepada tokoh masyarakat maupun
masyarakat sehingga kader guna mempercepat
● Tingkat pendidikan
masyarakat paham serta proses Penyelidikan
yang rendah
lebih terbuka dengan Epidemiologi
● Rata-rata penghasilan pihak Puskesmas sebagai
yang rendah penyelenggara
Penyelidikan
● Pengobatan alternatif
Epidemiologi.
yang lebih sering
dipercaya masyarakat
BAB VII
REFLEKSI

Kegiatan Kepaniteraan Klinik Stase Kedokteran Komunitas merupakan salah satu


kesempatan yang sangat baik untuk dokter muda terjun langsung ke masyarakat untuk
melakukan pendekatan maupun pembinaan. Kepaniteraan ini dapat menjadi suatu media
untuk belajar bagaimana menjadi dokter di komunitas. Disini dokter muda diajarkan
untuk terjun langsung ke masyarakat dan ikut memahami masalah kesehatan yang ada
pada masyarakat serta dapat mengetahui bagaimana mencari solusi unuk masalah
kesehatan dikomunitas.
Dalam kegiatan kepaniteraan ini saya mengambil kasus konjungtivitis. Saya
mengambil topik ini karena masih banyak kasus konjungtivitis yang terjadi di wilayah
Puskesmas Bambanglipuro. Pada kasus ini saya belajar bagaimana melakukan
pendekatan dan menggali riwayat penularan / transmisi pada seseorang yang mengalami
gejala mata merah / konjungtivitis tentunya dengan menggunakan bahasa daerah agar
masyarakat lebih nyaman dan mudah dipahami. Saat awal mendapatkan kasus
konjungtivitis ini saya mendapatkan informasi bahwa masih banyak masyarakat tidak tau
terutama mengenai transmisi / penularan konjungtivitis, tidak sedikit yang mengira
penularan melalui tatapan mata. Selain itu saat saya melakukan pembinaan di dusun
Jogodayuh, tepatnya di salah satu rumah warga dengan 3 pasien konjungvitis. Kurangnya
informasi tentang konjungtivitis membuat masyarakat menjadi tidak tahu apa yang harus
mereka lakukan jika mengalami hal tersebut.
Dari kasus ini saya mendapatkan pembelajaran bahwa kurangnya informasi
mengenai suatu penyakit akan berdampak pada kesehatan di suatu komunitas, terutama
terkait dengan penyakit menular. Sehingga dari sini saya belajar bagaimana pentingnya
pendekatan dan pembinaan yang baik kepada masyarakat untuk mampu menangani
masalah kesehatan di masyarakat.
Kesimpulan yang dapat selama menjalani kepanitraan ini adalah sebagai seorang
dokter perlu melakukan pendekatan mengenai masalah kesehatan di suatu komunitas
dengan melihat masalah dari sudut pandang komunitas itu sendiri, sehingga dengan itu
kita bisa membuat suatu keputusan untuk mengatasi masalah kesehatan di komunitas
BAB VIII
KESIMPULAN

Kasus konjungtivitis di wilayah kerja Puskesmas Bambanglipuro masih


sering terjadi, dapat dilihat dari data kunjungan selalu ada kasus konjungtivitis
setiap harinya. Kasus konjungtivitis dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama
pengetahuan tentang konjungtivitis terutama mengenai transmisi / penularan
konjungtivitis. Maka dari itu, upaya yang perlu ditingkatkan adalah edukasi
mengenai konjungivitis terutama mengenai pengertian, penyebab, gejala,
pengobatan dan pencegahan penularan yang bisa dilakukan jika seseorang terkena
konjungtivitis. Pemantuan lebih lanjut mengenai pengetahuan masyarakat
Bambanglipuro tentang konjungtivitis sangat diperlukan. Diharapkan kegiatan
promosi dan edukasi kesehatan yang berkelanjutan dapat meningkatan kualitas
hidup masyarakat Bambanglipuro menjadi lebih baik di masa yang akan datang.
LAMPIRAN

1. Panduan Praktik Klinis Konjungtivitis (Guideline)


2. Diagnosa Banding Konjungtivitis

Konjungtivitis
Gambaran Klinis Konjungtivitis Viral Konjungtivitis Bakterial
Alergi
Mata merah + ++ +
Kemosis konjungtiva ± ++ ++
Gatal ± ± ++
Mukopurulen, volume
Cair, bening-putih, sedang-sangat banyak Mukoid, volume
Sekret mata volume banyak (gonore) sedikit
Folikel - + -
Papillae ± - +
Pseudomembran ± ± -
Limfadenopati
preaurikular + ± -
Keluhan lain: sakit
tenggorokan, demam ± ± -

3. SOP Penyelidikan Epidemiologi Kasus Potensial Wabah


PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI (PE)

No. Kode : 04/458/BBLPR/2015


Terbitan :I

No. Revisi : -
Tgl. Mulai Berlaku : 01-06-2015
Halaman : 1/ 2
PUSKESMAS
SOP BAMBANGLIPURO

dr. Tarsisius Glory


NIP. 19740826 200604 1 004
1. Pengertian Merupakan suatu kegiatan penyelidikan/investigasi/survey yang
bertujuan untuk mendapatkan gambaran terhadap masalah kesehatan
atau penyakit secara lebih menyeluruh.
2. Tujuan 1. Mendapatkan besaran masalah yang sesunguhnya,
2. Mendapatkan gambaran klinis dari suatu penyakit,
3. Mendapatkan gambaran kasus menurut variabel Epidemiologi,
4. Mendapatkan informasi tentang faktor risiko (lingkungan, vektor,
perilaku, dll) dan etiologi,
5. Mendapatkan bahan untuk analisis guna penanggulangan atau
pencegahan dari penyakit
3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas nomor 01/03 tentang tugas pokok dan fungsi
tenaga Puskesmas.
4. Referensi Keputusan Meneri Kesehatan RI nomor
Nomor1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
5. Langkah-langkah 1. Petugas menerima informasi kasus potensial wabah
2. Petugas mengkonfirmasi kasus dengan penderita/keluarga
melalui kontak online (telephon/WA/SMS) dan rencana
kunjungan rumah
3. Petugas menginformasikan pada kepala Puskesmas dan DSO
Dinkes kabupaten kasus potensial wabah.
4. Petugas melakukan persiapan alat, bahan dan tenaga/Tim PE.
5. Petugas melaksanakan koordinasi tokoh masyarakat,(Tomas)
atau pemangku wilayah
6. Petugas melakukan penyelidikan kasus
7. Petugas mengidentifikasi hubungan adanya kasus potensial
wabah dengan faktor-faktor waktu, tempat dan orang.
8. Petugas mengambil sampel sebagai bahan pemeriksaan
laboratorium (sesuai kebutuhan).
9. Petugas melakukan hipotesa dari data yang didapatkan.
10. Petugas melakukan tindakan penanggulangan awal
11. Petugas menyusun laporan hasil PE
12. Petugas mengirim laporan W1 apabila terdapat dugaan KLB.
13. Petugas melaporkan hasil investigasi ke Pemangku wilayah
14. Petugas mengiriman sampel ke laboratorium kesehatan rujukan
melalui Dinkes kabupaten.
15. Petugas berkoordinasi dengan Tomas dan pemangku wilayah
dalam pemantauan perkembangan kasus.
16. Petugas melakukan penanggulangan lanjutan apabila diperlukan.

6.Unit terkait 1. Koordinator program


2. Kepala Puskesmas
3. Lintas program
4. Lintas sektor
5. Masyarakat
DAFTAR PUSTAKA

Bantul Gov. Digital Goverment Cervices. Diakses 17/7/2022


https://dgskesehatan.bantulkab.go.id/v2/dashboard
Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. 1st ed. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2017
Kulkarni A, Mehta A, Yang A. Older Adults and Hypertension: Beyond the 2017 Guideline for
Prevention, Detection, Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults.
2020. https://www.acc.org/latest-in-cardiology/articles/2020/02/26/06/24/older-adults-and-
hypertension
Karpecki, P. M. (2015). Kanski’s Clinical Ophthalmology : A Systematic Approach. Optometry
and Vision Science, 92(10), e386.doi:10.1097/opx.0000000000000737
Kemenkes RI. Profil kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2011.
Paul RO, James JA. Vaughan & ausbury’s general ophthalmology 19th ed. USA: Mc Graw-Hill;
2018.
Scott IU, Dahl AA. Viral conjunctivitis (pink eye). Diakses 17/7/2022
https://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#a4
Sidarta, et al. Ilmu Penyakit Mata edisi kelima. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2017.
Ventocilla M, Dahl AD. Allergic conjunctivitis. Diakses 17/7/2022
https://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview#a4
Yeung KK, Dahl AA. Bacterial conjunctivitis (pink eye). Diakses 17/7/2022
https://emedicine.medscape.com/article/1191730-overview#a6

You might also like