Professional Documents
Culture Documents
Laporan Individu IKK
Laporan Individu IKK
Disusun Oleh :
Febrina Eva Susanto
42200401
Dosen Pembimbing :
dr. Teguh Kristian Perdamaian, MPH
I. LATAR BELAKANG
Konjungtivitis adalah proses inflamasi akibat infeksi atau non-infeksi pada
konjungtiva yang ditandai dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler, dan eksudasi.
(Paul et James, 2018)
Konjungtivitis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang sering
dijumpai pada pasien rawat jalan di rumah sakit. Hasil survei oleh Ditjen Bina Upaya
Kesehatan Kementerian Kesehatan pada tahun 2011 yang menunjukkan bahwa
konjungtivitis menduduki peringkat ke sembilan pada Pola 10 Penyakit Terbanyak
pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit di Indonesia dengan jumlah kunjungannya
adalah 87.513 dan jumlah kasus barunya adalah 68.026. Di Indonesia pada tahun
2014 diketahui dari 185.863 kunjungan ke poli mata. (Kemenkes RI, 2011) .
Konjungtivitis terbagi menjadi beberapa jenis, berdasarkan penyebabnya terdapat
konjungtivitis akibat infeksi bakteri yaitu konjungtivitis bakterial. Konjungtivitis
bakterial adalah suatu peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh infeksi bakteri
gonokokus, meningokokus, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae,
Hemophilus influenzae, dan Escherichia coli. Pada 3% kunjungan di departemen
penyakit mata di Amerika serikat, 30% adalah keluhan konjungtivitis akibat bakteri
dan virus, dan 15% adalah konjungtivitis alergi. (Sidarta et al, 2017)
Data-data ini menunjukkan bahwa konjungtivitis, terutama konjungtivitis
bakterial masih menjadi potensi masalah kesehatan masyarakat yang sering
ditemukan sehingga diperlukan diagnosis dan pengobatan yang tepat dapat
meminimalisir biaya pengobatan dan meningkatkan produktivitas masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari.
II. TUJUAN
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai Konjungtivitis
2. Menjelaskan kepada masyarakat mengenai pengertian, penyebab, gejala,
pengobatan dan pencegahan Konjungtivitis
III. MANFAAT
1. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat Kecamatan Bambanglipuro mengenai
pengertian, faktor risiko, jenis, gejala dan pencegahan Konjungtivitis
2. Bagi Pembicara
Memperdalam materi dan melatih kemampuan untuk menyampaikan materi
edukasi di depan warga khususnya masyarakat sekitar Puskesmas
Bambanglipuro
BAB II
METODE PENGAMBILAN DAN INTERPRETASI DATA
Gambar 2.1
10 Besar Penyakit Rawat Jalan Di Rumah Sakit Tahun 2010
Di Daerah Istimewa Yogyakarta, terutama Kabupaten Bantul merupakan
daerah yang memiliki angka konjungtivitis tertinggi dibandingkan kabupaten lain di
Yogyakarta. Apabila melihat kondisi lingkungan Kabupaten Bantul, wilayahnya
terdiri atas area dataran pada bagian tengah dan area perbukitan di bagian timur dan
barat, serta area pantai di bagian selatan. hal tersebut memungkinkan menjadi
penyebab warga sekitar terkena konjungtivitis, terlebih saat waktu panen padi,
dikarenakan waktu kerja yang lama, selain itu juga banyak terdapat pabrik serta
jumlah kendaraan bermotor di wilayah Bantul cukup banyak
Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Bambanglipuro melalui
DGS pada Januari 2022 hingga Juli 2022, didapatkan total kasus Konjungtivitis
sebanyak 234 kunjungan. Berdasarkan pengkodean ICD-10, Conjungtivitis dibagi
beberapa jenis seperti H10. Conjungtivitis, H10.0. Mucopurulent Conjungtivitis,
H10.3. Acute conjunctivitis, unspecified, H.10.9. Conjunctivitis, unspecified, B30.9
Viral Conjungtivitis Unspecified.
Konjungtivitis
100
90 86
81
80
70
60
50
40
30
22
19 18
20
10 8
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Gambar 2.2
Data Frekuensi Kunjungan Konjungtivitis Periode Januari 2022 hingga Juni 2022 di Puskesmas
Bambanglipuro
20; 9%
H10.9 (Conjunctivitis unspeci-
fied)
H10 (Conjunctivitis)
B30 (Viral Conjunctivitis)
H10.3 (Acute Conjunctivitis,
130; 56% unspecified)
72; 31% B30.9 (Viral Conjunctivitis,
unspecified)
Gambar 2.3
Data Jenis Kasus Konjungtivitis Periode Januari 2022 hingga Juni 2022 di Puskesmas Bambanglipuro
60; 26%
71; 30%
Gambar 2.4
Data Kunjungan Kasus Konjungtivitis Berdasarkan Wilayah Periode Januari 2022 hingga Juni 2022 di
Puskesmas Bambanglipuro
Berdasarkan data kunjungan pasien rawat jalan ke poli umum Puskesmas
Bambanglipuro pada periode Januari 2022 hingga Juni 2022 menunjukan bahwa
kejadian kasus konjungtivitis berdasarkan wilayah didominasi oleh Desa Sumbermulyo
dengan jumlah 103 kunjungan (44%), diikuti Desa Mulyodadi sebanyak 71 kunjungan
(30%) dan Desa Sidomulyo sebanyak 60 kunjungan (26%).
103; 44%
Perempuan
Laki-laki
131; 56%
Gambar 2.5
Data Kunjungan Kasus konjungtivitis berdasarkan Jenis Kelamin Periode Januari 2022 hingga Juni 2022 di
Puskesmas Bambanglipuro
60
50
40 35 35
32
30
22
20 15 14
10 6
0 0 0 0
0
ri ri n n n n n n n n n n
ha ha hu hu hu hu hu hu hu hu hu hu
7 28 ta ta ta ta ta ta ta ta ta ta
0- 8- -1 -4 -9 4 9 4 4 9 9 70
-1 -1 -4 -5 -5 -6 ≥
l an 1 5
10 15 20 45 55 60
bu
1
Gambar 2.6
Data Frekuensi Kasus Konjungtivitis Berdasarkan Usia Periode Januari 2022 hingga Juni 2022 di Puskesmas
Bambanglipuro
Berdasarkan data pasien rawat jalan yang kontrol di poliklinik umum Puskesmas
Bambanglipuro pada periode Januari 2022 hingga Juni 2022 menunjukan bahwa
prevalensi kejadian konjungtivitis paling banyak terjadi pada kelompok usia 20-44 tahun
(75 kunjungan), hal ini menunjukan konjungtivitis banyak terjadi pada usia produktif.
Selain itu rentang usia selanjutnya yang paling banyak terkena konjungtivitis ada pada
kelompok usia 45-54 tahun dan 60-69 tahun (masing-masing 35 kunjungan), 5-9 tahun
(32 kunjungan), 55-59 tahun (22 kunjungan).
Antibiotik oral 31
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Gambar 2.7
Data Pola Terapi Konjungtivitis Periode Januari 2022 hingga Juni 2022 di Puskesmas Bambanglipuro
Berdasarkan data pasien rawat jalan yang kontrol di poliklinik umum Puskesmas
Bambanglipuro pada periode Januari 2022 hingga Juni 2022 menunjukan bahwa pola
terapi konjungtivitis paling banyak adalah tanpa pemberian obat topical antibiotic sebesar
79 kunjungan, diikuti pemberian Gentamicyn salep mata sebesar 75 kunjungan,
Antibiotik oral 31 kunjungan, Kloramfenikol salep mata 1% sebesar 26 kunjungan dan
Kloramfenikol tetes mata 0,5% sebesar 23 kunjungan.
BAB III
HASIL DAN KAJIAN
Anamnesis dan pemeriksaan klinis dilakukan di rumah pasien dengan alamat Jogodayoh
Bambanglipuro pada hari Rabu 22 Juni 2022.
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ibu. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 73 tahun
Tanggal Lahir : 12-04-1949
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan : SD
Alamat : Jogodayoh RT 07 Bambanglipuro
Kunjungan : Rabu, 22 Juni 2022
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Mata merah.
2. Riwayat penyakit sekarang
Ibu. S datang ke Puskesmas Bambanglipuro dengan keluhan mata kanan berwarna
merah disertai rasa cekot-cekot. Keluhan muncul secara tiba-tiba sejak semalam. Pasien
juga mengeluhkan mata berair dan belekan saat pagi hari bangun tidur, belek berwarna
keruh, disertai rasa gatal dan mengganjal. Tidak terdapat keluhan pandangan kabur,
demam, nyeri kepala dan keluhan lain yang mengganggu aktivitas. Selama mata merah,
pasien belum melakukan pengobatan (meminum obat maupun memberi obat tetes
mata). Pasien mengatakan tetangga pasien ada yang memiliki keluhan sama yaitu mata
merah, nyeri, berair dan gatal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
● Riwayat DM (-)
● Riwayat HT (-)
● DM (-)
5. Anamnesa Sistemik
6. Lifestyle
Keseharian pasien bangun tidur pukul 05.00 kemudian pasien menyapu rumah
dan halaman. Aktivitas sehari-hari pasien adalah momong cucu, selain itu biasanya
pasien bersih-bersih rumah, memasak, ambil jemuran pakaian dan jemput cucu yang
bersekolah. Pasien jarang berolahraga, dan apabila sedang waktu luang pasien sering
mengobrol dengan tetangga.
Pola makan pasien, pasien makan 3x sehari dengan porsi cukup, buah, sayur
selalu pasien makan seperti sayur daun pepaya dan lauk tahu, tempe atau telur.
Keseharian pasien minum air putih, jarang minum teh dan tidak pernah minum kopi.
Pasien mandi sehari 2x setiap pagi dan sore hari. Pasien mengatakan terkadang
menggunakan handuk Bersama cucunya. Kebersihan rumah cukup karena pasien rutin
membersihkan rumah setiap hari, ventilasi rumah dan pencahayaan baik.
D. FAMILY SCREEM
● Social: hubungan di antara keluarga terjalin baik, pasien tinggal dengan anak
terakhir, menantu dan satu cucu di rumah. Pasien berada satu dusun dengan anak no
3 namun berbeda rumah. Pasien juga mempunyai hubungan yang baik dengan
tetangga, aktif mengikuti kegiatan PKK dan pengajian di Dusun.
● Culture: pasien berasal dari suku Jawa. Keluarga besar pasien asli berasal dari Bantul.
● Religious: pasien dari keluarga penganut agama Islam, rajin beribadah, dan tidak ada
● Economy: pasien dan keluarga berasal dari golongan ekonomi cukup. Saat ini pasien
● Medical: pasien memiliki jaminan Kesehatan “Kartu Indonesia Sehat”. Pasien datang
dengan menantu dan cucu ke Puskesmas atau pelayanan medis lainnya setiap ada
keluhan
● Bentuk rumah
Luas bangunan rumah kurang lebih 6x10 meter persegi. Bangunan rumah
pasien berdinding semen dan batu bata. Bagian alas rumah pada bagian
ruang tamu, ruang keluarga, dapur dan kamar mandi sudah menggunakan
lantai keramik. Pada bagian belakang rumah (area mencuci pakaian),
menggunakan semen. Atap rumah terbuat dari pondasi kayu dan terbuat
dari genteng tanah liat. Terdapat 2 kamar tidur pada rumah pasien
● Kondisi rumah
Rumah pasien memiliki 1 pintu utama dan 1 pintu belakang. Dua jendela
dari kayu, dan dapat dibuka pada bagian depan ruang tamu. Perabot di
rumah pasien, sebagian besar terbuat dari kayu dan triplek. Tampak
perabot dari rumah bersih (rutin dibersihkan). Kondisi kamar tampak
bersih, tidak ada pencahayaan maupun ventilasi. Kondisi ruang keluarga
terdapat 1 ventilasi berupa jendela yang mengadap halaman samping
rumah. Pencahayaan di seluruh bagian rumah tampak minimal
pencahayaan.
● Sumber air
Sumber air rumah pasien utamanya berasal dari sumur. Kualitas air sumur
jernih dan tidak berbau. Air sumur digunakan untuk kebutuhan sehari-hari,
seperti mencuci, mandi, dan minum (merebus air sumur). Air sumur
berasal dari sumur yang berada di halaman belakang pasien.
● Pengelolaan limbah
Limbah padat seperti sampah kering dan sampah dapur dibakar seminggu
sekali di pekarangan rumah. Limbah cair rumah tangga termasuk cairan
septik tank berada di belakang rumah. Saluran air kotor sudah tertutup
semen sehingga limbah rumah tangga tidak menimbulkan bau di dalam
rumah.
F. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 22 Juni 2022 di Bambanglipuro
1. Status Generalis
● KU : baik
● Vital Sign :
● Thorax
● Abdomen
G. DIAGNOSIS
Diagnosis berdasarkan kode ICPC-3 :
FD01 Mucopurulent Conjunctivitis
KD73 Pre- existing hypertension
H. TATALAKSANA
Medikamentosa
r/ Zalf. Chloramphenicol 1% Salep mata No.I
S 3dd. ue. od
Non medikamentosa
mata
lingkungan tetangga
⮚ Bila mengalami gangguan penglihatan, keluhan mata silau, nyeri mata yang
I. MONITORING
1. Menjaga agar pasien menggunakan obat teratur
2. Memantau kondisi mata pasien (perburukan maupun perbaikan)
L. FOLLOWUP
Followup dilakukan 1 minggu setelah kunjungan pasien yaitu pada tanggal 28 Juni 2022 di rumah
pasien.
S : Pasien mengatakan sudah tidak ada keluhan, sudah sembuh. Kemarin di hari ke-3
pengobatan dengan salep mata, mata dirasa langsung membaik, sudah tidak lengket lagi
ketika bangun tidur. Anak dan cucu serumah yang kemarin sempat tertular juga sudah
sembuh dalam 3-4 hari pengobatan, tidak ada tetangga atau keluarga lain yang tertular.
O : BP 135/100 mmHg, HR 87 x/menit, RR 17 x/menit, Suhu 36,4oC
Mata : CA (-/-), secret mata (-/-)
A : post treatment Konjuntivitis Bakterial
P : Edukasi terkair hygine guna mencegah penularan pada orang terdekat
BAB IV
PEMBINAAN
Konten Edukasi :
I. ANALISA KASUS
a. Klinis
Berdasarkan analisis yang didapatkan melalui anamnesis, terlihat pasien
menunjukan gejala yang cukup mengarah kepada Konjungtivitis Bakterial, selain
itu pasien juga bisa di diagnosis banding dengan Konjungtivitis Viral,
Konjungtivitis Jamur. Hal tersebut didukung oleh adanya riwayat kontak pasien
dengan tetangga yang memiliki keluhan serupa, serta setelah dilakukan followup
ternyata anak dan cucu pasien yang tinggal serumah memiliki gejala yang sama
dengan pasien, juga berdasarkan pengakuan pasien bahwa terkadang
menggunakan handuk bersama dengan cucu perempuannya yang merupakan
factor resiko penularan / transmisi konjungtivitis.
Selain keluhan mata, dari hasil pemeriksaan fisik juga didapatkan tekanan
darah pasien yang termasuk kedalam prehipertensi. Walaupun berdasarkan ESC
2018, batas ambang dimulainya farmakoterapi pada pasien lansia apabila tekanan
darah pasien ≥140/90 mmHg, dan pada pengukuran tekanan darah pasien
pertama adalah 151/114mmHg, namun ketika dilakukan pemeriksaan tekanan
darah kedua adalah 135/100mmHg, maka belum dapat dimasukan kedalam
kategori hipertensi. Untuk menegakan diagnosis hipertensi berdasarkan
Kemenkes RI 2018, perlu dilakukan pengukuran tekanan darah minimal 2 kali
dengan jarak 1 minggu. Maka pada pasien ini belum diperlukan pengobatan untuk
hipertensi.
Konjungtivitis
100
90 86
81
80
70
60
50
40
30
22
19 18
20
10 8
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Gambar 2.2
Data Frekuensi Kunjungan Konjungtivitis Periode Januari 2022 hingga Juni 2022 di Puskesmas
Bambanglipuro
d. Kekurangan
Berdasarkan analisis yang dilakukan sejak screening hingga terapi yang
telah dilakukan di puskesmas, terdapat beberapa hal yang menjadi kekurangan
dan dapat di kritisi :
1) Pasien ini masuk ke poli batuk akibat datang dengan mata merah, kriteria
masuk poli batuk adalah jika pasien batuk / pilek / sesak / demam / mata
merah / diare, yang artinya poli batuk ditujukan sebagai poli untuk pasien-
pasien infeksi, namun pada prakteknya tidak hanya pasien infeksi yang
berada di poli tersebut, ada juga pasien sesak dengan asma / PPOK / alergi,
yang mana dengan dimasukannya ke dalam poli batuk, dapat menyebabkan
pasien yang sebetulnya bukan merupakan pasien infeksi, justru dapat
membawa pulang infeksi baru akibat tertular pasien lain di poli batuk dan
dapat memperburuk kondisinya. Pada pasien ini datang hanya dengan
keluhan mata merah, tanpa adanya demam / batuk, terlebih pasien adalah
seorang lansia yang lebih rentan tertular infeksi dari orang lain. Sehingga
keputusan screening untuk memasukan pasien ke poli umum / poli batuk
dapat dilakukan evaluasi kembali.
2) Pada bagian pemeriksaan fisik belum dilakukan secara optimal di poli
batuk, pasien datang dengan mata merah, walaupun berdasarkan pengakuan
pasien tidak mengalami penurunan penglihatan / visus, namun tetap
diperlukan pemeriksaan mata lengkap (visus dengan Snellen chat, lapang
pandang, palpasi untuk cek TIO, segmen anterior dan posterior dengan
ophtalmoskop) namun pada kenyataannya di poli batuk tidak tersedia
Snellen chart dan ophtalmoskop untuk melakukan pemeriksaan pada pasien
mata, sehingga diagnose konjungtivitis belum sepenuhnya dapat ditegakan,
bisa saja pasien ternyata pengalami presbiopi / penurunan visus, atau
mengalami glaucoma, dll.
3) Pada puskesmas bambanglipuro belum disediakannya fasilitas untuk swab
mata, mungkin pada kasus ini memang tidak diperlukan swab mata, namun
apabila pasien mengalami perburukan / rekurensi dan hendak melakukan
evaluasi bakteri penyebab, maka perlu untuk dilakukan swab mata.
II. Kajian
a. Host (Pejamu)
Host atau pejamu mengarah pada manusia yang bisa terkena penyakit.
Berbagai faktor intrinsik pada manusia dapat menjadi factor
berkembanganya konjungtivitis. Pada kasus ini factor yang mempengaruhi
terjadinya konjungtivitis adalah terutama tingkat pengetahuan.
Pasien memiliki tingkat kognitif yang cukup baik, dapat diketahui dari
cara pasien menjawab pertanyaan dalam wawancara dan pasien dapat
menjelaskans ecara rinci mengenai tanggal lahir masing-masing anak.
Terkait ADL / Activity Daily Living pasien tergolong mandiri karena dapat
menjalankan kegiatan harian (mandi, menggunakan pakaian, berjalan,
memasak, bersih-berih) sendiri tanpa tergantung oleh orang lain. Terkait
asupan nutrisi pasien memiliki nutrisi cukup dapat dilihat dari pola makan
dan minum sehari-hari berdasarkan pernyataan pasien.
b. Agent
Agen adalah mikroorganisme atau patogen infeks seperti bakteri,
virus, dan jamur yang dapat menyebabkan penyakit pada host.
Konjungtivitis bakterial disebabkan oleh infeksi bakteri stafilokokus atau
streptokokus. Umumnya, infeksi ini berasal dari sistem pernapasan atau
kulit yang kemudian menyebar hingga mata.
c. Environment (Lingkungan)
Lingkungan mengacu pada faktor ekstrinsik yang memengaruhi agen
dan peluang untuk terpapar. Faktor lingkungan yang berperan dalam kasus
ini yaitu kebersihan tempat tinggal pasien dimana pasien menjalankan
aktifitas kesehariannya, serta hygine yang diterapkan oleh pasien. Pada
pasien ini khususnya penggunaan handuk bersama merupakan salah satu
factor lingkungan yang sangat berpengaruh pada penularan konjungtivitis.
Melalui family screem, didapatkan beberapa hal yang dapat
mendukung dan menghambat terjadinya konjungtivitis pada pasien. Factor
pendukung seperti keaktifan pasien berkumpul dan mengikuti kegiatan
dusun setempat, serta tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan
pengetahuan pasien terhadap kondisinya sangat kurang. Faktor penghambat
seperti kondisi ekonomi pasien cukup, dimana seharusnya pasien mampu
untuk membeli handuk sendiri sehingga bisa mencegah penularan kepada
orang dirumah, selain itu juga hubungan keluarga yang terjalin baik
sehingga bisa saling memperhatikan apabila ada yang sedang sakit.
BAB VI
STRATEGI DAN PROGRAM PENANGANAN
Adapun Strategi untuk mengahadapi masalah ini yaitu SOP Penyelidikan Epidemiologi
dianalisis dengan menggunakan analisa SWOT :
INTERNAL Kekuatan (S) Kelemahan (W)
● Belum tersedianya
Konjungtivitis
Gambaran Klinis Konjungtivitis Viral Konjungtivitis Bakterial
Alergi
Mata merah + ++ +
Kemosis konjungtiva ± ++ ++
Gatal ± ± ++
Mukopurulen, volume
Cair, bening-putih, sedang-sangat banyak Mukoid, volume
Sekret mata volume banyak (gonore) sedikit
Folikel - + -
Papillae ± - +
Pseudomembran ± ± -
Limfadenopati
preaurikular + ± -
Keluhan lain: sakit
tenggorokan, demam ± ± -
No. Revisi : -
Tgl. Mulai Berlaku : 01-06-2015
Halaman : 1/ 2
PUSKESMAS
SOP BAMBANGLIPURO