This document discusses the concept of investment acceleration. It defines investment and explains that investments are commitments of current financial resources made to achieve higher returns in the future. It then discusses different classifications of investments based on their purpose and time horizon. The document analyzes characteristics of periods of investment acceleration in countries from 1950-2022 based on sustained, rapid growth in investment rates. Countries in East Asia & Pacific experienced the most episodes of acceleration on average. Developing countries saw much larger increases in investment growth during acceleration periods compared to developed nations.
This document discusses the concept of investment acceleration. It defines investment and explains that investments are commitments of current financial resources made to achieve higher returns in the future. It then discusses different classifications of investments based on their purpose and time horizon. The document analyzes characteristics of periods of investment acceleration in countries from 1950-2022 based on sustained, rapid growth in investment rates. Countries in East Asia & Pacific experienced the most episodes of acceleration on average. Developing countries saw much larger increases in investment growth during acceleration periods compared to developed nations.
This document discusses the concept of investment acceleration. It defines investment and explains that investments are commitments of current financial resources made to achieve higher returns in the future. It then discusses different classifications of investments based on their purpose and time horizon. The document analyzes characteristics of periods of investment acceleration in countries from 1950-2022 based on sustained, rapid growth in investment rates. Countries in East Asia & Pacific experienced the most episodes of acceleration on average. Developing countries saw much larger increases in investment growth during acceleration periods compared to developed nations.
IMANDY YUSTINE W - 134123010 AGHADITA NOOR FUADI - 134123516 OLIVIA MARGARETHA S. - 134123518
FAKULTAS BISNIS DAN EKONOMIKA
UNIVERSITAS SURABAYA 2024 THE MAGIC OF INVESTMENT ACCELERATION
Pengertian Investasi - Percepatan Investasi
Investasi didefinisikan sebagai sebuah komitmen sumber daya keuangan saat ini untuk mencapai keuntungan yang lebih tinggi di masa depan dengan mendayagunakan dana/modal. Hal ini mengarah dengan ketidakpastian (uncertainty) karena investasi berkaitan dengan pembentukan modal tetap bruto riil. Melalui definisi ini, perlu dipahami bahwa pentingnya waktu dan masa depan dalam mencapai sebuah keuntungan investasi. Dari perspektif ekonomi, investasi dan tabungan adalah dua hal yang berbeda namun berhubungan, tabungan dikenal sebagai total pendapatan yang tidak dibelanjakan untuk konsumsi, baik diinvestasikan untuk mencapai keuntungan yang lebih tinggi atau tidak. Pendapatan yang diterima akan sebagian dipakai untuk konsumsi dan juga ditabung sehingga dalam rumus ekonomi akan digambarkan sebagai berikut Y = C+S (Keterangan: Y = pendapatan. C = konsumsi. S = tabungan). Namun, dari sisi pengeluaran, pendapatan digunakan untuk konsumsi dan sebagian lagi untuk investasi, sehingga Y = C+I (Keterangan: Y = pendapatan. C = konsumsi. I = investasi). Terdapat perbedaan klasifikasi investasi menurut tujuannya dan klasifikasi berdasarkan standar waktu adalah yang paling penting (jangka waktu investasi). Dalam instrumen pasar tempat diperdagangkannya instrumen-instrumen investasi jangka pendek, dan mempunyai jangka waktu kurang dari satu tahun, disebut pasar uang. Sedangkan pasar yang instrumen investasinya mempunyai jangka waktu lebih dari satu tahun disebut pasar modal. Instrumen utang, deposito, dan uang kertas lainnya yang berjangka waktu satu tahun atau kurang dianggap sebagai salah satu instrumen investasi pasar utang. Dalam 2 dekade terakhir, akumulasi modal diperkirakan mencapai lebih dari 10 potensi pertumbuhan output di negara-negara emerging market and developing economies (EMDEs) atau yang kita kenal dengan negara berkembang. Namun, pertumbuhan investasi dalam beberapa negara tersebut mengalami perlambatan yang berkepanjangan dan meluas sejak adanya krisis keuangan global yang dimulai pada tahun 2008. Pertumbuhan investasi di negara-negara berkembang (EMDEs) (tidak termasuk Tiongkok) rata-rata sekitar 6 persen per tahun pada tahun 2000an, sebelum melambat menjadi rata-rata tahunan sebesar 3 persen per tahun persen pada tahun 2010an (World Bank 2023). Pertumbuhan investasi yang lemah dan berkepanjangan akan menghambat potensi pertumbuhan output dan mempersulit pencapaian tujuan- tujuan pembangunan perubahan iklim dan tujuan-tujuan pembangunan lainnya. Ketidakmampuan kebutuhan investasi ini akan memperburuk tantangan yang dihadapi karena investasi sangat berpengaruh terhadap aspek tersebut. Adanya kesulitan ini membuat para investor mencari strategi yang mampu mendorong pertumbuhan kekayaan mereka ke tingkat baru dan menghasilkan keuntungan yang lebih besar seiring waktu. Teori tersebut yaitu investasi akselerasi menekankan efek penggandaan dimana keuntungan dari investasi menghasilkan pengembalian tambahan.
Investasi akselerasi merupakan sebuah pendekatan studi peristiwa sederhana
yang mengikuti studi sebelumnya mengenai percepatan output dan stok modal namun disesuaikan dengan peningkatan berkelanjutan dalam pertumbuhan investasi per kapita ke tingkat yang relatif lebih cepat. Tingkat pertumbuhan per kapita memiliki hubungan yang lebih baik dengan pertumbuhan PDB per kapita, yang merupakan fokus analisis pertumbuhan jangka panjang (Libman, Montecino, and Razmi 2019). Akselerasi investasi ini dikaitkan dengan perubahan output yang lebih cepat karena membantu meningkatkan akumulasi modal dan pertumbuhan produktivitas dan lapangan kerja. Akselerasi investasi cenderung sejalan dengan perbaikan pada beberapa variabel makroekonomi dan keuangan utama. Selain itu, mereka terkait dengan kemajuan yang lebih kuat menuju beberapa tujuan pembangunan utama, seperti pengurangan kemiskinan dan ketidaksetaraan dan peningkatan akses ke infrastruktur. Menurut Hausmann, Pritchett, dan Rodrik (2005), percepatan pertumbuhan output membutuhkan pertumbuhan output yang tinggi untuk bertahan setidaknya delapan tahun. Mengingat sifat pertumbuhan investasi yang fluktuatif, pendekatan yang disukai di sini menggunakan kerangka waktu minimal enam tahun Metode ini memberlakukan aturan : 1. Sustained. Dimana setiap episode harus dipertahankan setidaknya selama 6 tahun. Durasi episode ini dipilih untuk mengecualikan rebound siklus dalam pertumbuhan investasi 2. Rapid. Tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata investasi dalam percepatan harus minimal 4%. Hanya sekitar ⅓ negara peneliti yang memiliki tingkat pertumbuhan perkapita 4% antara tahun 1950 - 2022. 3. Higher grow rate. Dalam tingkat pertumbuhan investasi per kapita rata-rata harus setidaknya lebih tinggi 2 poin persentase dibandingkan episode sebelumnya dan stok modal pada akhir periode harus melebihi puncak pra-episodenya. Investasi akselerasi ini akan berakhir ketika pertumbuhan investasi per kapita berubah negatif, atau ketika dimasukkannya tahun berjalan mengurangi tingkat pertumbuhan investasi per kapita tahunan rata-rata sejak awal percepetapan menjadi dibawah 4%. Beberapa persyaratan tambahan ditambahkan untuk menghindari percepatan investasi yang berlebihan. Persyaratan ini secara khusus ditambahkan untuk menyesuaikan pendekatan dengan sifat pertumbuhan investasi yang bergejolak adalah, untuk mengecualikan episode yang didorong oleh lonjakan investasi jangka pendek, pendekatan ini mengamanatkan bahwa pertumbuhan investasi harus positif setidaknya dalam lima dari enam tahun periode percepatan. Kemudian, tingkat pertumbuhan investasi per kapita pada awal periode enam tahun tidak boleh negatif. Ketiga, investasi per kapita harus dipercepat dan lebih tinggi pada tahun kedua episode daripada di tahun pertama. Akhirnya, jika lebih dari satu tahun memenuhi syarat sebagai awal episode percepatan investasi, tahun pertama yang memenuhi kriteria akan diidentifikasi sebagai awal (Jong-A-Pin dan De Haan 2008). Dapat disimpulkan bahwa pendekatan teori ini memberikan manfaat penggandaan dan mempercepat pertumbuhan kekayaan dengan menggabungkan perspektif dan melakukan pengelolaan.
Karakteristik Percepatan Investasi
Suatu negara pada umumnya, kemungkinan terjadinya percepatan investasi
pada dekade tertentu (selama 1950-2022) adalah 44 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan kemungkinan di negara-negara berkembang (40 persen). Dampak adanya sejumlah pengalaman percepatan investasi nampak di antara negara-negara yang mengalami setidaknya satu kali percepatan investasi, kurang dari sepertiganya mengalami tiga kali atau lebih percepatan investasi. Di negara-negara dengan sejumlah percepatan, waktu rata-rata antara dua episode adalah sekitar 10 tahun, dengan beberapa pengecualian. Namun dapat sejumlah pengelamanan percepatan investasi tersebut tidak nampak pada sebelas dari 104 negara sampel tidak mengalami percepatan. Negara-negara ini mempunyai periode pertumbuhan investasi yang pesat, namun tidak ada percepatan yang nyata. Di beberapa negara, investasi sangat fluktuatif sehingga tidak ada peningkatan signifikan dalam pertumbuhan investasi yang bertahan selama enam tahun (Guatemala, dan Islandia). Di negara-negara lain, periode pertumbuhan investasi yang pesat diikuti dengan penurunan persediaan modal, berlangsung relatif singkat, dan tidak cukup untuk meningkatkan persediaan modal ke puncak sebelum percepatannya (Pantai Gading, Ghana, Nigeria, Afrika Selatan).
Secara global, 42 persen negara mengalami percepatan investasi pada tahun
2000an. Pada dekade berikutnya, hanya sekitar seperempat perekonomian dunia yang memiliki sistem ini. Penurunan ini sepenuhnya disebabkan oleh negara-negara berkembang, karena pangsa negara-negara maju yang mengalami akselerasi hampir tidak berubah. Hal ini didukung oleh faktor-faktor sebagai berikut (Kose and Ohnsorge 2019) : a. Kondisi global yang mendukung b. Perdagangan lintas negara yang kuat c. Arus keuangan suatu negara d. Reformasi Struktural yang ditingkatkan melalui kebijakan berbagai negara Post-Global financial Crisis, banyak terpengaruh dari kombinasi meningkatnya kesulitan berdasarkan kondisi eksternal dan kerugian akibat momentum restrukturisasi internal (Stamm and Vorisek 2023). Negara berpendapatan rendah (low-income country/LIC) mengalami percepatan investasi yang lebih sedikit dibandingkan negara berpendapatan tinggi, namun jumlahnya sama dengan negara-negara berkembang pada umumnya. Di kawasan negara berkembang, jumlah percepatan investasi tertinggi per negara (hampir 2,4, rerata EMDE 1,7) terjadi di Asia Timur dan Pasifik, yang mencatat pertumbuhan investasi jauh lebih tinggi dibandingkan kawasan lain selama tujuh dekade terakhir. Hal ini mencerminkan tingginya volatilitas investasi mereka, negara-negara eksportir komoditas, negara-negara yang menghadapi situasi rapuh dan terkena dampak konflik (FCS), dan negara-negara kecil mengalami percepatan investasi yang lebih sedikit dibandingkan kelompok negara lain.
Di negara-negara berkembang, tingkat pertumbuhan investasi tahunan rata-rata
adalah 10,4 persen pada periode percepatan investasi selama tahun 1950-2022 (lebih dari tiga kali lipat tingkat pertumbuhan rata-rata pada tahun-tahun sebelumnya. Negara-negara berkembang memang umumnya mengalami peningkatan pertumbuhan investasi yang lebih besar dibandingkan negara-negara maju. Hal tersebut mencerminkan tingginya volatilitas investasi, negara-negara berkembang juga biasanya mengalami penurunan pertumbuhan investasi yang lebih besar dalam enam tahun setelah berakhirnya akselerasi dibandingkan dengan negara-negara maju. Sebagian besar akselerasi berlangsung selama enam hingga tujuh tahun, dengan durasi rata-rata tujuh tahun. Seperlima percepatan berlangsung lebih dari 10 tahun. Pola dasar pertumbuhan investasi selama tiga tahap episode percepatan hanya menunjukkan perbedaan kecil antar negara berkembang (EMDEs) di berbagai kawasan dan kelompok negara. A. Jumlah dari Percepatan Investasi B. Jumlah dari Percepatan Investasi (per kategori negara) (per level pemasukan)
Selama percepatan investasi pada umumnya, median pertumbuhan investasi
swasta dan pemerintah meningkat secara signifikan dibandingkan enam tahun sebelumnya (sekitar 7 persen per tahun secara global) dan lebih tinggi pada negara- negara berkembang dibandingkan negara-negara maju. Penurunan pertumbuhan yang terjadi setelahnya sedikit lebih besar pada investasi swasta dibandingkan investasi publik (sekitar 1-2 persen per tahun), yang dimungkinkan karena kebijakan fiskal cenderung memainkan peran pendukung pada periode pertumbuhan investasi swasta yang lebih lemah. Penurunan investasi swasta setelah percepatan juga lebih nyata terjadi di negara-negara berkembang dibandingkan negara-negara maju. Perilaku pertumbuhan investasi pemerintah dan swasta sehubungan dengan percepatan investasi tidak berbeda jauh di wilayah negara-negara berkembang. Di enam wilayah, Amerika Latin dan Afrika sub-Sahara memiliki porsi percepatan yang paling rendah dengan pertumbuhan investasi swasta yang lebih tinggi dibandingkan pemerintah, yaitu sebesar 37 persen di Amerika Latin dan hampir 32 persen di Afrika sub-Sahara.
Tabel Pertumbuhan Akselerasi Investasi, Global
A, Pertumbuhan Investasi Pemerintah B. Pertumbuhan Investasi Swasta
Korelasi dari Percepatan Investasi
Percepatan investasi telah terjadi di banyak negara berkembang, namun hal ini sudah jarang terjadi. Dalam laporan world bank ini mengidentifikasi 192 percepatan investasi di 93 negara (34 negara maju dan 59 negara berkembang dan berkembang) selama periode 1950-2022. Rata-rata, kemungkinan suatu negara berkembang mengalami percepatan investasi dalam satu dekade adalah 40 persen. Seiring dengan perlambatan pertumbuhan investasi yang berkepanjangan sejak krisis keuangan global, jumlah percepatan investasi di negara-negara berkembang (EMDEs) telah menurun seiring berjalannya waktu. Secara paralel, lingkungan eksternal menjadi kurang mendukung dan dorongan reformasi dalam negeri pada awal tahun 2000an kehilangan momentum (Kose dan Ohnsorge 2019; Stamm dan Vorisek 2023). Percepatan investasi sering kali terjadi bersamaan dengan periode pertumbuhan transformatif. Selama percepatan investasi, pertumbuhan output di negara-negara berkembang mencapai 5,9 persen per tahun, yaitu 1,9 poin persentase lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun lainnya. Laju pertumbuhan yang pesat ini berarti peningkatan hampir dua per lima PDB selama enam tahun, hampir satu setengah kali lipat dari median ekspansi selama periode serupa di luar percepatan. World Bank dalam penelitian yang diterbitkan juga menyinggung tentang kebijakan. Investasi khususnya di negara berkembang Selama dua dekade terakhir, akumulasi modal diperkirakan mencapai lebih dari separuh potensi pertumbuhan output di negara-negara emerging market dan negara-negara berkembang (EMDEs), yang menyoroti peran penting investasi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, investasi pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut sedang mengalami perlambatan yang berkepanjangan dan meluas sejak krisis keuangan global yang dimulai pada tahun 2008. Pertumbuhan investasi di negara- negara berkembang (EMDEs) (tidak termasuk Tiongkok) rata-rata sekitar 6 persen per tahun pada tahun 2000an, sebelum melambat menjadi rata-rata tahunan sebesar 3 persen per tahun. persen pada tahun 2010an (Bank Dunia 2023a). Selama resesi global tahun 2020 yang dipicu oleh pandemi COVID-19, investasi mengalami kontraksi yang jauh lebih dalam dibandingkan saat resesi global tahun 2009. Output growth and its underlying channels ● Capital, Employment, Productivity Macroeconomic and finansial correlates ● Consumtion, Fiskal Position, International Trade, etc Development Outcome ● Poverty, inequality, income convergence Commented [1]: Suggest content, jika bisa mengcover lebih baik Tabel Output Percepatan Investasi Sementara itu disisi yang lain dari sumber Bank Of Singapore mereça mengeluarkan analisa terkait dengan. Prospek Ekonomi dan Program Investasi di tahun 2024 banyak faktor yang mereka soroti terutama faktor terkait berlangsungnya pemilu di negara - negara maju ataupun berkembang menurut laporan mereka .Pada tahun 2024 akan diadakan 40 pemilu nasional di seluruh dunia, yang mewakili lebih dari 40% populasi dunia dan 40% PDB dunia. Dimulai dengan Taiwan pada bulan Januari, gelombang persaingan ini akan mencapai puncaknya dengan pemilihan Presiden AS yang akan menjadi pusat perhatian pada bulan November. Dari total 40 Negara yang mengadakan pemilu di tahun 2024 mereka memiliki pengaruh terhadap global dengan jumlah penduduk 41% dari total penduduk keseluruhan dunia sedangkan mereka menyumbang PDB sekitar 42% dunia angka tersebut belum termasuk pemilu parlemen di Eropa. Terkait dengan pemilu di AS ini merupakan puncak dari akan kemqna perekonomian dunia akan di bawah kita tau semua bahwa kebijakan fiskal secara historis, kebijakan fiskal biasanya diperketat pada awal masa jabatan kedua presiden, dan pada periode pemerintahan terpecah. Pada tahun 2025, para anggota parlemen akan menghadapi beberapa poin keputusan fiskal: tenggat waktu batas utang lainnya di awal tahun, berakhirnya batas pengeluaran yang baru-baru ini disahkan pada bulan Oktober, dan berakhirnya pemotongan pajak pribadi pada tahun 2017 (senilai 1% dari PDB) pada akhir tahun. di tahun ini. Dilihat dari data yang dimunculkan oleh World bank mereka memprediksi bahwa tahun 2024 akan suram atau tingkat pertumbuhan akan melambat baik dari negara maju ataupun negara berkembang. Aspek Pendorong Percepatan Investasi Banyak penelitian empiris telah menegaskan bahwa perkembangan investasi dalam suatu negara dipengaruhi oleh kondisi global atau regional serta keadaan domestiknya. Investasi yang cepat di negara-negara pasar berkembang dan ekonomi yang sedang berkembang seringkali diiringi oleh peningkatan variabel ekonomi makro yang juga penting. Misalnya, pertumbuhan konsumsi swasta dan publik meningkat; defisit fiskal dan utang pemerintah, relatif terhadap GDP, mengalami penurunan; pertumbuhan kredit meningkat; dan inflasi menurun. Meskipun pertumbuhan impor dan ekspor juga meningkat selama periode percepatan ini, peningkatan pertumbuhan impor cenderung lebih besar di negara-negara berkembang, sebagian karena mereka lebih bergantung pada impor untuk mendapatkan barang modal. Titik awal percepatan investasi Kondisi awal sebuah negara telah memengaruhi terjadinya percepatan investasi. Sebagai contoh, ekonomi yang memiliki tingkat kualitas institusi yang lebih tinggi cenderung mengalami percepatan investasi. Khususnya transisi dari kuartil rendah ke kuartil tinggi dalam hal kualitas institusi meningkatkan kemungkinan dimulainya percepatan investasi sebesar 5,6 persen. Hal yang serupa, keberadaan mata uang yang lebih terdepresiasi berkorelasi dengan probabilitas yang signifikan lebih tinggi dari percepatan investasi, sedangkan mata uang yang terlalu dihargai sering kali menjadi indikasi ketidakseimbangan makro ekonomi dan keuangan. Di negara-negara pasar berkembang dan ekonomi yang sedang berkembang (EMDEs), adanya nilai tukar yang kompetitif dapat memperlancar akumulasi modal, baik dengan meningkatkan kecenderungan rumah tangga berpenghasilan tinggi untuk menabung dan berinvestasi, maupun dengan mendukung sektor perdagangan. Dalam kedua skenario ini, menjaga stabilitas nilai tukar yang kompetitif dapat membantu memicu dan mempertahankan percepatan investasi. Selain itu, kondisi ekonomi global yang menguntungkan, ditunjukkan oleh pertumbuhan output global yang kuat, juga secara signifikan meningkatkan probabilitas terjadinya percepatan. Dalam periode penelitian ini, peningkatan pertumbuhan GDP global dari kuartil terbawah ke kuartil teratas - dari 2,1 persen menjadi 3,5 persen - meningkatkan kemungkinan dimulainya percepatan investasi untuk rata-rata ekonomi sebesar 4,7 poin persentase. Probabilitas terjadinya percepatan investasi juga meningkat secara signifikan di negara-negara dengan pendapatan per kapita yang lebih rendah. Sebagai contoh, kemungkinan terjadinya percepatan meningkat di negara-negara yang berada dalam kuartil pendapatan per kapita yang lebih rendah dibandingkan dengan yang berada dalam kuartil tertinggi. Macroeconomic policies and structural reforms Insitutional Quality Robustness Commented [2]: Suggest content, jika sudah mencakup 3 point ini lebih baik
Kebijakan untuk Mendorong Percepatan Investasi & Implikasinya di Indonesia
Kebijakan Fiskal & Keuangan Pengukuran pengeluaran dan pendapatan, serta peraturan fiskal, dapat membantu meningkatkan posisi fiskal. Langkah-langkah pendapatan yang dapat meningkatkan keseimbangan fiskal mencakup reformasi administrasi perpajakan, perluasan basis pajak, dan peningkatan tarif pajak. Di banyak negara berkembang, khususnya di Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara, rasio pendapatan terhadap PDB jauh lebih rendah dibandingkan di negara maju (Bank Dunia 2015, 2016b). Penghapusan pengecualian pajak dan penguatan administrasi pemungutan pajak dapat memperbaiki posisi fiskal dengan meningkatkan pendapatan. Kebijakan perpajakan juga dapat digunakan untuk meningkatkan insentif, khususnya untuk investasi di sektor swasta (Djankov et al. 2010). Misalnya, penghapusan subsidi bahan bakar fosil, dan penerapan pajak karbon, dapat memberikan insentif pada investasi pada teknologi hemat energi (Bank Dunia 2023b). Dari sudut pandang kebijakan Fiskal di Indonesia, menurut Sri Mulyani, dalam laporannya terkait Visi Indonesia mencapai Indonesia Emas 2045 berbagai kebijakan fiskal insentif industri, baik dari aspek penerimaan negara, belanja, maupun pembiayaan. Dari sisi penerimaan negara, pemerintah memberi insentif antara lain berupa tax holiday, tax allowance, dan skema pajak ditanggung pemerintah (DTP). Sementara itu kebijakan fiskal di sektor industri juga dilakukan melalui investment allowance dan super tax deduction dalam rangka pendidikan serta pelatihan vokasi. Investment allowance juga dilakukan, pengurangan penghasilan neto 30% dari total nilai investasi untuk 45 bidang usaha termasuk untuk hilirisasi. Institutional quality Di negara-negara berkembang yang memiliki institusi yang lebih baik, terutama yang menekankan perbaikan hukum dan ketertiban serta perlindungan hak milik, kemungkinan untuk memulai percepatan investasi akan lebih tinggi. Selain itu, dalam kondisi seperti ini, kebijakan menjadi lebih efektif dalam mendorong percepatan investasi. Para pengambil kebijakan dapat memperbaiki institusi-institusi dengan, misalnya, mendefinisikan hak-hak properti secara lebih jelas dan melindungi mereka secara lebih efektif, meningkatkan independensi peradilan dan memperkuat supremasi hukum, serta meningkatkan penegakan kontrak. Di banyak negara berkembang, reformasi juga diperlukan untuk memperbaiki dan menyatukan struktur peraturan dan kelembagaan, yang seringkali terfragmentasi, untuk membantu meringankan hambatan yang berlebihan terhadap investor swasta dan dunia usaha. Untuk meningkatkan kualitas investasi infrastruktur publik, negara-negara dapat membangun sistem manajemen investasi publik, sistem penilaian proyek yang kuat, dan kerangka kerja pengadaan dan pemantauan yang efektif untuk mengurangi masalah informasi asimetris dan bahaya moral (Gardner dan Henry 2021; Kim, Fallov, dan Groom 2020). Negara-negara dengan tata kelola proyek investasi publik yang lebih baik cenderung mengalami peningkatan yang lebih besar dalam hasil makroekonomi dan fiskal (Schwartz dkk. 2020). Kebijakan pemerintah untuk menarik investor untuk berinvestasi di Indonesia berikutnya adalah mendirikan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority (INA). Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2020, Lembaga Pengelola Investasi yang selanjutnya disingkat LPI adalah lembaga yang diberi kewenangan khusus (sui geneis) dalam rangka pengelolaan Investasi Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. LPI berwenang untuk melakukan penempatan dana dalam instrumen keuangan, menjalankan kegiatan pengelolaan aset, melakukan kerja sama dengan pihak lain termasuk entitas dana perwalian (trust fund), menentukan calon mitra Investasi, memberikan dan menerima pinjaman; dan/atau, menatausahakan aset. Dalam rangka menciptakan keamanan dan kepastian hukum berusaha, BKPM juga telah bekerja sama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk menciptakan keamanan investasi melalui Pedoman Kerja BKPM-Polri tentang Jaminan Keamanan Berinvestasi di Indonesia. Interventions at the micro level Selain intervensi kebijakan tingkat makro, intervensi mikro juga memainkan peran penting dalam mendukung investasi, khususnya di sektor swasta. Misalnya, program pelatihan dan pendampingan yang ditargetkan pada wirausaha dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam meningkatkan skala bisnis, mengadopsi teknologi baru, dan melakukan investasi menguntungkan jangka panjang (Donald dkk. 2022; Karlan, Knight, dan Udry 2012; McKenzie dan Woodruff. 2014). Sejalan dengan hal tersebut, untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja, pemerintah melalui Kemnaker terus berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelatihan vokasi melalui strategi triple skilling, yakni skilling, upskilling, dan reskilling. Bagi tenaga kerja yang belum punya keterampilan dapat mengikuti program skilling agar punya keahlian di bidang tertentu. Bagi tenaga kerja yang telah memiliki skill dan membutuhkan peningkatan akan masuk program upskilling, sedangkan yang ingin beralih skill dapat masuk ke program reskilling. Secara perbaikan system, pada awal tahun 2019, BKPM melakukan perbaikan terhadap sistem perizinan yang terkoneksi, termasuk melalui platform Koordinasi Pengawalan Investasi Memanfaatkan Aplikasi (Kopi Mantap). Platform tersebut akan membantu pemerintah pusat dalam mengawal pelaksanaan investasi hingga di tingkat pemerintah daerah (pemda). Selain itu BKPM menerapkan sistem Online Single Submission (OSS), Pengawalan Investasi, Pemantauan Realisasi Investasi, Perencanaan Penanaman Modal, serta Kerja Sama Penanaman Modal. (Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 2019). Designing a policy package Kebijakan untuk mempercepat investasi perlu mempertimbangkan kondisi spesifik suatu negara, dirumuskan dalam paket yang dirancang dengan baik, dan diurutkan secara hati-hati. Analisis empiris dan studi kasus negara menunjukkan pentingnya menggabungkan kebijakan yang meningkatkan stabilitas makroekonomi dengan kebijakan yang mengatasi hambatan struktural yang dihadapi pembangunan sektor swasta dan kelemahan kelembagaan. Pengalaman negara-negara, seperti yang terjadi di Korea pada akhir tahun 1990an dan Türkiye pada awal tahun 2000an, mendukung pandangan bahwa paket kebijakan yang komprehensif dapat berperan dalam memicu percepatan investasi. Langkah-langkah fiskal mungkin perlu diutamakan di negara-negara dengan tantangan fiskal yang signifikan. Kebijakan untuk memperkuat regulasi sistem keuangan dan mereformasi pengaturan nilai tukar mungkin perlu diterapkan sebelum liberalisasi aliran modal. Urutan yang cermat seperti ini membantu negara-negara bersiap menghadapi potensi gangguan yang dapat membahayakan upaya reformasi, dan meletakkan dasar untuk memanfaatkan setiap perubahan yang menguntungkan dalam lingkungan eksternal. Sejalan dengan kondisi tersebut, pemerintah telah mengesahkan Omnibus Law dalam Undang-Undang (UU) No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020. Dampak adanya Omnibus Law: 1. Proses perizinan berusaha dan berinvestasi menjadi lebih sederhana dan lebih dipercepat. 2. Pungutan liar dan korupsi dipotong dengan cara mengintegrasikan seluruh proses perizinan ke dalam sistem perizinan elektronik melalui sistem OSS (Online Single Submission). 3. Kegiatan usaha dan berinvestasi makin dipermudah. Pembentukan perseroan terbatas dibuat lebih sederhana dan tidak lagi ada pembatasan modal minimum. Pengurusan paten, merek juga dipercepat. 4. Berinvestasi di kawasan ekonomi khusus, kawasan perdagangan bebas, dan pelabuhan bebas semakin dipermudah serta semakin menarik dengan adanya berbagai fasilitas dan insentif. Pelayanan perizinan berusaha di kawasan- kawasan tersebut akan dilakukan dalam hitungan jam dengan fasilitas fiskal yang terintegrasi dalam sistem OSS. 5. Indonesia juga membentuk lembaga sovereign wealth fund yang akan mengelola dan menempatkan sejumlah dana dan atau aset negara secara langsung maupun tidak langsung, serta melakukan kerja sama dengan pihak ketiga.