You are on page 1of 16

TUGAS MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS

Oleh :

STEPHANUS IANT N. T. - 134123517


IMANDY YUSTINE W - 134123010
AGHADITA NOOR FUADI - 134123516
OLIVIA MARGARETHA S. - 134123518

FAKULTAS BISNIS DAN EKONOMIKA


UNIVERSITAS SURABAYA
2024
THE MAGIC OF INVESTMENT ACCELERATION

Pengertian Investasi - Percepatan Investasi


Investasi didefinisikan sebagai sebuah komitmen sumber daya keuangan saat
ini untuk mencapai keuntungan yang lebih tinggi di masa depan dengan
mendayagunakan dana/modal. Hal ini mengarah dengan ketidakpastian (uncertainty)
karena investasi berkaitan dengan pembentukan modal tetap bruto riil. Melalui definisi
ini, perlu dipahami bahwa pentingnya waktu dan masa depan dalam mencapai sebuah
keuntungan investasi. Dari perspektif ekonomi, investasi dan tabungan adalah dua hal
yang berbeda namun berhubungan, tabungan dikenal sebagai total pendapatan yang
tidak dibelanjakan untuk konsumsi, baik diinvestasikan untuk mencapai keuntungan
yang lebih tinggi atau tidak. Pendapatan yang diterima akan sebagian dipakai untuk
konsumsi dan juga ditabung sehingga dalam rumus ekonomi akan digambarkan
sebagai berikut Y = C+S (Keterangan: Y = pendapatan. C = konsumsi. S = tabungan).
Namun, dari sisi pengeluaran, pendapatan digunakan untuk konsumsi dan sebagian lagi
untuk investasi, sehingga Y = C+I (Keterangan: Y = pendapatan. C = konsumsi. I =
investasi).
Terdapat perbedaan klasifikasi investasi menurut tujuannya dan klasifikasi
berdasarkan standar waktu adalah yang paling penting (jangka waktu investasi). Dalam
instrumen pasar tempat diperdagangkannya instrumen-instrumen investasi jangka
pendek, dan mempunyai jangka waktu kurang dari satu tahun, disebut pasar uang.
Sedangkan pasar yang instrumen investasinya mempunyai jangka waktu lebih dari satu
tahun disebut pasar modal. Instrumen utang, deposito, dan uang kertas lainnya yang
berjangka waktu satu tahun atau kurang dianggap sebagai salah satu instrumen
investasi pasar utang.
Dalam 2 dekade terakhir, akumulasi modal diperkirakan mencapai lebih dari 10
potensi pertumbuhan output di negara-negara emerging market and developing
economies (EMDEs) atau yang kita kenal dengan negara berkembang. Namun,
pertumbuhan investasi dalam beberapa negara tersebut mengalami perlambatan yang
berkepanjangan dan meluas sejak adanya krisis keuangan global yang dimulai pada
tahun 2008. Pertumbuhan investasi di negara-negara berkembang (EMDEs) (tidak
termasuk Tiongkok) rata-rata sekitar 6 persen per tahun pada tahun 2000an, sebelum
melambat menjadi rata-rata tahunan sebesar 3 persen per tahun persen pada tahun
2010an (World Bank 2023). Pertumbuhan investasi yang lemah dan berkepanjangan
akan menghambat potensi pertumbuhan output dan mempersulit pencapaian tujuan-
tujuan pembangunan perubahan iklim dan tujuan-tujuan pembangunan lainnya.
Ketidakmampuan kebutuhan investasi ini akan memperburuk tantangan yang dihadapi
karena investasi sangat berpengaruh terhadap aspek tersebut. Adanya kesulitan ini
membuat para investor mencari strategi yang mampu mendorong pertumbuhan
kekayaan mereka ke tingkat baru dan menghasilkan keuntungan yang lebih besar
seiring waktu. Teori tersebut yaitu investasi akselerasi menekankan efek penggandaan
dimana keuntungan dari investasi menghasilkan pengembalian tambahan.

Investasi akselerasi merupakan sebuah pendekatan studi peristiwa sederhana


yang mengikuti studi sebelumnya mengenai percepatan output dan stok modal namun
disesuaikan dengan peningkatan berkelanjutan dalam pertumbuhan investasi per kapita
ke tingkat yang relatif lebih cepat. Tingkat pertumbuhan per kapita memiliki hubungan
yang lebih baik dengan pertumbuhan PDB per kapita, yang merupakan fokus analisis
pertumbuhan jangka panjang (Libman, Montecino, and Razmi 2019). Akselerasi
investasi ini dikaitkan dengan perubahan output yang lebih cepat karena membantu
meningkatkan akumulasi modal dan pertumbuhan produktivitas dan lapangan kerja.
Akselerasi investasi cenderung sejalan dengan perbaikan pada beberapa variabel
makroekonomi dan keuangan utama. Selain itu, mereka terkait dengan kemajuan yang
lebih kuat menuju beberapa tujuan pembangunan utama, seperti pengurangan
kemiskinan dan ketidaksetaraan dan peningkatan akses ke infrastruktur. Menurut
Hausmann, Pritchett, dan Rodrik (2005), percepatan pertumbuhan output
membutuhkan pertumbuhan output yang tinggi untuk bertahan setidaknya delapan
tahun. Mengingat sifat pertumbuhan investasi yang fluktuatif, pendekatan yang disukai
di sini menggunakan kerangka waktu minimal enam tahun
Metode ini memberlakukan aturan :
1. Sustained. Dimana setiap episode harus dipertahankan setidaknya selama 6 tahun.
Durasi episode ini dipilih untuk mengecualikan rebound siklus dalam
pertumbuhan investasi
2. Rapid. Tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata investasi dalam percepatan harus
minimal 4%. Hanya sekitar ⅓ negara peneliti yang memiliki tingkat pertumbuhan
perkapita 4% antara tahun 1950 - 2022.
3. Higher grow rate. Dalam tingkat pertumbuhan investasi per kapita rata-rata harus
setidaknya lebih tinggi 2 poin persentase dibandingkan episode sebelumnya dan
stok modal pada akhir periode harus melebihi puncak pra-episodenya.
Investasi akselerasi ini akan berakhir ketika pertumbuhan investasi per kapita berubah
negatif, atau ketika dimasukkannya tahun berjalan mengurangi tingkat pertumbuhan
investasi per kapita tahunan rata-rata sejak awal percepetapan menjadi dibawah 4%.
Beberapa persyaratan tambahan ditambahkan untuk menghindari percepatan
investasi yang berlebihan. Persyaratan ini secara khusus ditambahkan untuk
menyesuaikan pendekatan dengan sifat pertumbuhan investasi yang bergejolak adalah,
untuk mengecualikan episode yang didorong oleh lonjakan investasi jangka pendek,
pendekatan ini mengamanatkan bahwa pertumbuhan investasi harus positif setidaknya
dalam lima dari enam tahun periode percepatan. Kemudian, tingkat pertumbuhan
investasi per kapita pada awal periode enam tahun tidak boleh negatif. Ketiga, investasi
per kapita harus dipercepat dan lebih tinggi pada tahun kedua episode daripada di tahun
pertama. Akhirnya, jika lebih dari satu tahun memenuhi syarat sebagai awal episode
percepatan investasi, tahun pertama yang memenuhi kriteria akan diidentifikasi sebagai
awal (Jong-A-Pin dan De Haan 2008). Dapat disimpulkan bahwa pendekatan teori ini
memberikan manfaat penggandaan dan mempercepat pertumbuhan kekayaan dengan
menggabungkan perspektif dan melakukan pengelolaan.

Karakteristik Percepatan Investasi

Suatu negara pada umumnya, kemungkinan terjadinya percepatan investasi


pada dekade tertentu (selama 1950-2022) adalah 44 persen, sedikit lebih tinggi
dibandingkan kemungkinan di negara-negara berkembang (40 persen). Dampak
adanya sejumlah pengalaman percepatan investasi nampak di antara negara-negara
yang mengalami setidaknya satu kali percepatan investasi, kurang dari sepertiganya
mengalami tiga kali atau lebih percepatan investasi. Di negara-negara dengan sejumlah
percepatan, waktu rata-rata antara dua episode adalah sekitar 10 tahun, dengan
beberapa pengecualian. Namun dapat sejumlah pengelamanan percepatan investasi
tersebut tidak nampak pada sebelas dari 104 negara sampel tidak mengalami
percepatan. Negara-negara ini mempunyai periode pertumbuhan investasi yang pesat,
namun tidak ada percepatan yang nyata. Di beberapa negara, investasi sangat fluktuatif
sehingga tidak ada peningkatan signifikan dalam pertumbuhan investasi yang bertahan
selama enam tahun (Guatemala, dan Islandia). Di negara-negara lain, periode
pertumbuhan investasi yang pesat diikuti dengan penurunan persediaan modal,
berlangsung relatif singkat, dan tidak cukup untuk meningkatkan persediaan modal ke
puncak sebelum percepatannya (Pantai Gading, Ghana, Nigeria, Afrika Selatan).

Secara global, 42 persen negara mengalami percepatan investasi pada tahun


2000an. Pada dekade berikutnya, hanya sekitar seperempat perekonomian dunia yang
memiliki sistem ini. Penurunan ini sepenuhnya disebabkan oleh negara-negara
berkembang, karena pangsa negara-negara maju yang mengalami akselerasi hampir
tidak berubah. Hal ini didukung oleh faktor-faktor sebagai berikut (Kose and Ohnsorge
2019) :
a. Kondisi global yang mendukung
b. Perdagangan lintas negara yang kuat
c. Arus keuangan suatu negara
d. Reformasi Struktural yang ditingkatkan melalui kebijakan berbagai
negara
Post-Global financial Crisis, banyak terpengaruh dari kombinasi meningkatnya
kesulitan berdasarkan kondisi eksternal dan kerugian akibat momentum restrukturisasi
internal (Stamm and Vorisek 2023).
Negara berpendapatan rendah (low-income country/LIC) mengalami
percepatan investasi yang lebih sedikit dibandingkan negara berpendapatan tinggi,
namun jumlahnya sama dengan negara-negara berkembang pada umumnya. Di
kawasan negara berkembang, jumlah percepatan investasi tertinggi per negara (hampir
2,4, rerata EMDE 1,7) terjadi di Asia Timur dan Pasifik, yang mencatat pertumbuhan
investasi jauh lebih tinggi dibandingkan kawasan lain selama tujuh dekade terakhir.
Hal ini mencerminkan tingginya volatilitas investasi mereka, negara-negara eksportir
komoditas, negara-negara yang menghadapi situasi rapuh dan terkena dampak konflik
(FCS), dan negara-negara kecil mengalami percepatan investasi yang lebih sedikit
dibandingkan kelompok negara lain.

Di negara-negara berkembang, tingkat pertumbuhan investasi tahunan rata-rata


adalah 10,4 persen pada periode percepatan investasi selama tahun 1950-2022 (lebih
dari tiga kali lipat tingkat pertumbuhan rata-rata pada tahun-tahun sebelumnya.
Negara-negara berkembang memang umumnya mengalami peningkatan pertumbuhan
investasi yang lebih besar dibandingkan negara-negara maju. Hal tersebut
mencerminkan tingginya volatilitas investasi, negara-negara berkembang juga
biasanya mengalami penurunan pertumbuhan investasi yang lebih besar dalam enam
tahun setelah berakhirnya akselerasi dibandingkan dengan negara-negara maju.
Sebagian besar akselerasi berlangsung selama enam hingga tujuh tahun, dengan durasi
rata-rata tujuh tahun. Seperlima percepatan berlangsung lebih dari 10 tahun. Pola dasar
pertumbuhan investasi selama tiga tahap episode percepatan hanya menunjukkan
perbedaan kecil antar negara berkembang (EMDEs) di berbagai kawasan dan
kelompok negara.
A. Jumlah dari Percepatan Investasi B. Jumlah dari Percepatan Investasi
(per kategori negara) (per level pemasukan)

Selama percepatan investasi pada umumnya, median pertumbuhan investasi


swasta dan pemerintah meningkat secara signifikan dibandingkan enam tahun
sebelumnya (sekitar 7 persen per tahun secara global) dan lebih tinggi pada negara-
negara berkembang dibandingkan negara-negara maju. Penurunan pertumbuhan yang
terjadi setelahnya sedikit lebih besar pada investasi swasta dibandingkan investasi
publik (sekitar 1-2 persen per tahun), yang dimungkinkan karena kebijakan fiskal
cenderung memainkan peran pendukung pada periode pertumbuhan investasi swasta
yang lebih lemah. Penurunan investasi swasta setelah percepatan juga lebih nyata
terjadi di negara-negara berkembang dibandingkan negara-negara maju. Perilaku
pertumbuhan investasi pemerintah dan swasta sehubungan dengan percepatan investasi
tidak berbeda jauh di wilayah negara-negara berkembang. Di enam wilayah, Amerika
Latin dan Afrika sub-Sahara memiliki porsi percepatan yang paling rendah dengan
pertumbuhan investasi swasta yang lebih tinggi dibandingkan pemerintah, yaitu
sebesar 37 persen di Amerika Latin dan hampir 32 persen di Afrika sub-Sahara.

Tabel Pertumbuhan Akselerasi Investasi, Global


A, Pertumbuhan Investasi Pemerintah B. Pertumbuhan Investasi
Swasta

Korelasi dari Percepatan Investasi


Percepatan investasi telah terjadi di banyak negara berkembang, namun hal ini
sudah jarang terjadi. Dalam laporan world bank ini mengidentifikasi 192 percepatan
investasi di 93 negara (34 negara maju dan 59 negara berkembang dan berkembang)
selama periode 1950-2022. Rata-rata, kemungkinan suatu negara berkembang
mengalami percepatan investasi dalam satu dekade adalah 40 persen. Seiring dengan
perlambatan pertumbuhan investasi yang berkepanjangan sejak krisis keuangan global,
jumlah percepatan investasi di negara-negara berkembang (EMDEs) telah menurun
seiring berjalannya waktu. Secara paralel, lingkungan eksternal menjadi kurang
mendukung dan dorongan reformasi dalam negeri pada awal tahun 2000an kehilangan
momentum (Kose dan Ohnsorge 2019; Stamm dan Vorisek 2023). Percepatan investasi
sering kali terjadi bersamaan dengan periode pertumbuhan transformatif. Selama
percepatan investasi, pertumbuhan output di negara-negara berkembang mencapai 5,9
persen per tahun, yaitu 1,9 poin persentase lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun
lainnya. Laju pertumbuhan yang pesat ini berarti peningkatan hampir dua per lima PDB
selama enam tahun, hampir satu setengah kali lipat dari median ekspansi selama
periode serupa di luar percepatan. World Bank dalam penelitian yang diterbitkan juga
menyinggung tentang kebijakan. Investasi khususnya di negara berkembang Selama
dua dekade terakhir, akumulasi modal diperkirakan mencapai lebih dari separuh
potensi pertumbuhan output di negara-negara emerging market dan negara-negara
berkembang (EMDEs), yang menyoroti peran penting investasi dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi. Namun, investasi pertumbuhan ekonomi negara-negara
tersebut sedang mengalami perlambatan yang berkepanjangan dan meluas sejak krisis
keuangan global yang dimulai pada tahun 2008. Pertumbuhan investasi di negara-
negara berkembang (EMDEs) (tidak termasuk Tiongkok) rata-rata sekitar 6 persen per
tahun pada tahun 2000an, sebelum melambat menjadi rata-rata tahunan sebesar 3
persen per tahun. persen pada tahun 2010an (Bank Dunia 2023a). Selama resesi global
tahun 2020 yang dipicu oleh pandemi COVID-19, investasi mengalami kontraksi yang
jauh lebih dalam dibandingkan saat resesi global tahun 2009.
Output growth and its underlying channels
● Capital, Employment, Productivity
Macroeconomic and finansial correlates
● Consumtion, Fiskal Position, International Trade, etc
Development Outcome
● Poverty, inequality, income convergence Commented [1]: Suggest content, jika bisa mengcover
lebih baik
Tabel Output Percepatan Investasi
Sementara itu disisi yang lain dari sumber Bank Of Singapore mereça mengeluarkan
analisa terkait dengan. Prospek Ekonomi dan Program Investasi di tahun 2024 banyak
faktor yang mereka soroti terutama faktor terkait berlangsungnya pemilu di negara -
negara maju ataupun berkembang menurut laporan mereka .Pada tahun 2024 akan
diadakan 40 pemilu nasional di seluruh dunia, yang mewakili lebih dari 40% populasi
dunia dan 40% PDB dunia. Dimulai dengan Taiwan pada bulan Januari, gelombang
persaingan ini akan mencapai puncaknya dengan pemilihan Presiden AS yang akan
menjadi pusat perhatian pada bulan November. Dari total 40 Negara yang mengadakan
pemilu di tahun 2024 mereka memiliki pengaruh terhadap global dengan jumlah
penduduk 41% dari total penduduk keseluruhan dunia sedangkan mereka menyumbang
PDB sekitar 42% dunia angka tersebut belum termasuk pemilu parlemen di Eropa.
Terkait dengan pemilu di AS ini merupakan puncak dari akan kemqna perekonomian
dunia akan di bawah kita tau semua bahwa kebijakan fiskal secara historis, kebijakan
fiskal biasanya diperketat pada awal masa jabatan kedua presiden, dan pada periode
pemerintahan terpecah. Pada tahun 2025, para anggota parlemen akan menghadapi
beberapa poin keputusan fiskal: tenggat waktu batas utang lainnya di awal tahun,
berakhirnya batas pengeluaran yang baru-baru ini disahkan pada bulan Oktober, dan
berakhirnya pemotongan pajak pribadi pada tahun 2017 (senilai 1% dari PDB) pada
akhir tahun. di tahun ini. Dilihat dari data yang dimunculkan oleh World bank mereka
memprediksi bahwa tahun 2024 akan suram atau tingkat pertumbuhan akan melambat
baik dari negara maju ataupun negara berkembang.
Aspek Pendorong Percepatan Investasi
Banyak penelitian empiris telah menegaskan bahwa perkembangan investasi
dalam suatu negara dipengaruhi oleh kondisi global atau regional serta keadaan
domestiknya. Investasi yang cepat di negara-negara pasar berkembang dan ekonomi
yang sedang berkembang seringkali diiringi oleh peningkatan variabel ekonomi makro
yang juga penting. Misalnya, pertumbuhan konsumsi swasta dan publik meningkat;
defisit fiskal dan utang pemerintah, relatif terhadap GDP, mengalami penurunan;
pertumbuhan kredit meningkat; dan inflasi menurun. Meskipun pertumbuhan impor
dan ekspor juga meningkat selama periode percepatan ini, peningkatan pertumbuhan
impor cenderung lebih besar di negara-negara berkembang, sebagian karena mereka
lebih bergantung pada impor untuk mendapatkan barang modal.
Titik awal percepatan investasi
Kondisi awal sebuah negara telah memengaruhi terjadinya percepatan
investasi. Sebagai contoh, ekonomi yang memiliki tingkat kualitas institusi yang lebih
tinggi cenderung mengalami percepatan investasi. Khususnya transisi dari kuartil
rendah ke kuartil tinggi dalam hal kualitas institusi meningkatkan kemungkinan
dimulainya percepatan investasi sebesar 5,6 persen. Hal yang serupa, keberadaan mata
uang yang lebih terdepresiasi berkorelasi dengan probabilitas yang signifikan lebih
tinggi dari percepatan investasi, sedangkan mata uang yang terlalu dihargai sering kali
menjadi indikasi ketidakseimbangan makro ekonomi dan keuangan. Di negara-negara
pasar berkembang dan ekonomi yang sedang berkembang (EMDEs), adanya nilai tukar
yang kompetitif dapat memperlancar akumulasi modal, baik dengan meningkatkan
kecenderungan rumah tangga berpenghasilan tinggi untuk menabung dan berinvestasi,
maupun dengan mendukung sektor perdagangan. Dalam kedua skenario ini, menjaga
stabilitas nilai tukar yang kompetitif dapat membantu memicu dan mempertahankan
percepatan investasi.
Selain itu, kondisi ekonomi global yang menguntungkan, ditunjukkan oleh
pertumbuhan output global yang kuat, juga secara signifikan meningkatkan
probabilitas terjadinya percepatan. Dalam periode penelitian ini, peningkatan
pertumbuhan GDP global dari kuartil terbawah ke kuartil teratas - dari 2,1 persen
menjadi 3,5 persen - meningkatkan kemungkinan dimulainya percepatan investasi
untuk rata-rata ekonomi sebesar 4,7 poin persentase. Probabilitas terjadinya percepatan
investasi juga meningkat secara signifikan di negara-negara dengan pendapatan per
kapita yang lebih rendah. Sebagai contoh, kemungkinan terjadinya percepatan
meningkat di negara-negara yang berada dalam kuartil pendapatan per kapita yang
lebih rendah dibandingkan dengan yang berada dalam kuartil tertinggi.
Macroeconomic policies and structural reforms
Insitutional Quality
Robustness Commented [2]: Suggest content, jika sudah
mencakup 3 point ini lebih baik

Kebijakan untuk Mendorong Percepatan Investasi & Implikasinya di Indonesia


Kebijakan Fiskal & Keuangan
Pengukuran pengeluaran dan pendapatan, serta peraturan fiskal, dapat
membantu meningkatkan posisi fiskal. Langkah-langkah pendapatan yang dapat
meningkatkan keseimbangan fiskal mencakup reformasi administrasi perpajakan,
perluasan basis pajak, dan peningkatan tarif pajak. Di banyak negara berkembang,
khususnya di Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara, rasio pendapatan terhadap PDB jauh
lebih rendah dibandingkan di negara maju (Bank Dunia 2015, 2016b). Penghapusan
pengecualian pajak dan penguatan administrasi pemungutan pajak dapat memperbaiki
posisi fiskal dengan meningkatkan pendapatan. Kebijakan perpajakan juga dapat
digunakan untuk meningkatkan insentif, khususnya untuk investasi di sektor swasta
(Djankov et al. 2010). Misalnya, penghapusan subsidi bahan bakar fosil, dan penerapan
pajak karbon, dapat memberikan insentif pada investasi pada teknologi hemat energi
(Bank Dunia 2023b).
Dari sudut pandang kebijakan Fiskal di Indonesia, menurut Sri Mulyani, dalam
laporannya terkait Visi Indonesia mencapai Indonesia Emas 2045 berbagai kebijakan
fiskal insentif industri, baik dari aspek penerimaan negara, belanja, maupun
pembiayaan. Dari sisi penerimaan negara, pemerintah memberi insentif antara lain
berupa tax holiday, tax allowance, dan skema pajak ditanggung pemerintah (DTP).
Sementara itu kebijakan fiskal di sektor industri juga dilakukan melalui investment
allowance dan super tax deduction dalam rangka pendidikan serta pelatihan vokasi.
Investment allowance juga dilakukan, pengurangan penghasilan neto 30% dari total
nilai investasi untuk 45 bidang usaha termasuk untuk hilirisasi.
Institutional quality
Di negara-negara berkembang yang memiliki institusi yang lebih baik, terutama
yang menekankan perbaikan hukum dan ketertiban serta perlindungan hak milik,
kemungkinan untuk memulai percepatan investasi akan lebih tinggi. Selain itu, dalam
kondisi seperti ini, kebijakan menjadi lebih efektif dalam mendorong percepatan
investasi. Para pengambil kebijakan dapat memperbaiki institusi-institusi dengan,
misalnya, mendefinisikan hak-hak properti secara lebih jelas dan melindungi mereka
secara lebih efektif, meningkatkan independensi peradilan dan memperkuat supremasi
hukum, serta meningkatkan penegakan kontrak. Di banyak negara berkembang,
reformasi juga diperlukan untuk memperbaiki dan menyatukan struktur peraturan dan
kelembagaan, yang seringkali terfragmentasi, untuk membantu meringankan hambatan
yang berlebihan terhadap investor swasta dan dunia usaha. Untuk meningkatkan
kualitas investasi infrastruktur publik, negara-negara dapat membangun sistem
manajemen investasi publik, sistem penilaian proyek yang kuat, dan kerangka kerja
pengadaan dan pemantauan yang efektif untuk mengurangi masalah informasi
asimetris dan bahaya moral (Gardner dan Henry 2021; Kim, Fallov, dan Groom 2020).
Negara-negara dengan tata kelola proyek investasi publik yang lebih baik cenderung
mengalami peningkatan yang lebih besar dalam hasil makroekonomi dan fiskal
(Schwartz dkk. 2020).
Kebijakan pemerintah untuk menarik investor untuk berinvestasi di Indonesia
berikutnya adalah mendirikan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia
Investment Authority (INA). Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2020, Lembaga
Pengelola Investasi yang selanjutnya disingkat LPI adalah lembaga yang diberi
kewenangan khusus (sui geneis) dalam rangka pengelolaan Investasi Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja. LPI berwenang untuk melakukan penempatan dana dalam instrumen keuangan,
menjalankan kegiatan pengelolaan aset, melakukan kerja sama dengan pihak lain
termasuk entitas dana perwalian (trust fund), menentukan calon mitra Investasi,
memberikan dan menerima pinjaman; dan/atau, menatausahakan aset. Dalam rangka
menciptakan keamanan dan kepastian hukum berusaha, BKPM juga telah bekerja sama
dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk menciptakan keamanan
investasi melalui Pedoman Kerja BKPM-Polri tentang Jaminan Keamanan
Berinvestasi di Indonesia.
Interventions at the micro level
Selain intervensi kebijakan tingkat makro, intervensi mikro juga memainkan
peran penting dalam mendukung investasi, khususnya di sektor swasta. Misalnya,
program pelatihan dan pendampingan yang ditargetkan pada wirausaha dapat
meningkatkan kemampuan mereka dalam meningkatkan skala bisnis, mengadopsi
teknologi baru, dan melakukan investasi menguntungkan jangka panjang (Donald dkk.
2022; Karlan, Knight, dan Udry 2012; McKenzie dan Woodruff. 2014).
Sejalan dengan hal tersebut, untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja,
pemerintah melalui Kemnaker terus berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas
pelatihan vokasi melalui strategi triple skilling, yakni skilling, upskilling, dan
reskilling. Bagi tenaga kerja yang belum punya keterampilan dapat mengikuti program
skilling agar punya keahlian di bidang tertentu. Bagi tenaga kerja yang telah memiliki
skill dan membutuhkan peningkatan akan masuk program upskilling, sedangkan yang
ingin beralih skill dapat masuk ke program reskilling. Secara perbaikan system, pada
awal tahun 2019, BKPM melakukan perbaikan terhadap sistem perizinan yang
terkoneksi, termasuk melalui platform Koordinasi Pengawalan Investasi
Memanfaatkan Aplikasi (Kopi Mantap). Platform tersebut akan membantu pemerintah
pusat dalam mengawal pelaksanaan investasi hingga di tingkat pemerintah daerah
(pemda). Selain itu BKPM menerapkan sistem Online Single Submission (OSS),
Pengawalan Investasi, Pemantauan Realisasi Investasi, Perencanaan Penanaman
Modal, serta Kerja Sama Penanaman Modal. (Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR
RI, 2019).
Designing a policy package
Kebijakan untuk mempercepat investasi perlu mempertimbangkan kondisi
spesifik suatu negara, dirumuskan dalam paket yang dirancang dengan baik, dan
diurutkan secara hati-hati. Analisis empiris dan studi kasus negara menunjukkan
pentingnya menggabungkan kebijakan yang meningkatkan stabilitas makroekonomi
dengan kebijakan yang mengatasi hambatan struktural yang dihadapi pembangunan
sektor swasta dan kelemahan kelembagaan. Pengalaman negara-negara, seperti yang
terjadi di Korea pada akhir tahun 1990an dan Türkiye pada awal tahun 2000an,
mendukung pandangan bahwa paket kebijakan yang komprehensif dapat berperan
dalam memicu percepatan investasi. Langkah-langkah fiskal mungkin perlu
diutamakan di negara-negara dengan tantangan fiskal yang signifikan. Kebijakan untuk
memperkuat regulasi sistem keuangan dan mereformasi pengaturan nilai tukar
mungkin perlu diterapkan sebelum liberalisasi aliran modal. Urutan yang cermat
seperti ini membantu negara-negara bersiap menghadapi potensi gangguan yang dapat
membahayakan upaya reformasi, dan meletakkan dasar untuk memanfaatkan setiap
perubahan yang menguntungkan dalam lingkungan eksternal.
Sejalan dengan kondisi tersebut, pemerintah telah mengesahkan Omnibus Law dalam
Undang-Undang (UU) No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020.
Dampak adanya Omnibus Law:
1. Proses perizinan berusaha dan berinvestasi menjadi lebih sederhana dan lebih
dipercepat.
2. Pungutan liar dan korupsi dipotong dengan cara mengintegrasikan seluruh
proses perizinan ke dalam sistem perizinan elektronik melalui sistem OSS
(Online Single Submission).
3. Kegiatan usaha dan berinvestasi makin dipermudah. Pembentukan perseroan
terbatas dibuat lebih sederhana dan tidak lagi ada pembatasan modal minimum.
Pengurusan paten, merek juga dipercepat.
4. Berinvestasi di kawasan ekonomi khusus, kawasan perdagangan bebas, dan
pelabuhan bebas semakin dipermudah serta semakin menarik dengan adanya
berbagai fasilitas dan insentif. Pelayanan perizinan berusaha di kawasan-
kawasan tersebut akan dilakukan dalam hitungan jam dengan fasilitas fiskal
yang terintegrasi dalam sistem OSS.
5. Indonesia juga membentuk lembaga sovereign wealth fund yang akan
mengelola dan menempatkan sejumlah dana dan atau aset negara secara
langsung maupun tidak langsung, serta melakukan kerja sama dengan pihak
ketiga.

You might also like