Professional Documents
Culture Documents
2 Laporan Asam Salisilat
2 Laporan Asam Salisilat
ASIDI-ALKALIMETRI
PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT
OLEH :
GOLONGAN II
KELOMPOK I
1
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2014
ASIDI-ALKALIMETRI
PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT
I. DASAR TEORI
1.1 Asidi-Alkalimetri
Asidi-alkalimetri termasuk dalam reaksi netralisasi, yaitu reaksi
antara ion hidrogen (H+) yang berasal dari asam dengan ion hidroksida
(OH-) yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat
netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi
proton (asam) dengan penerima proton (basa). Asidimetri merupakan
penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang
bersifat basa dengan menggunakan larutan baku asam. Sebaliknya,
alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat
asam dengan menggunakan larutan baku basa (Gandjar dan Rohman,
2007).
Analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang
dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang
konsentrasinya diketahui dengan tepat dan teliti dan diperlukan untuk
bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang akan ditetapkan.
Larutan dengan konsentrasi yang telah diketahui secara teliti disebut
dengan larutan standar. (Day, dkk, 1992).
Suatu larutan standar dapat dibuat dengan cara melarutkan
sejumlah senyawa baku tertentu yang sebelumnya senyawa tersebut
ditimbang secara tepat dalam volume larutan yang diukur dengan tepat.
Terdapat dua macam larutan standar yaitu larutan baku primer dan
larutan baku sekunder. Larutan baku primer mempunyai kemurnian
yang tinggi. Sedangkan pada larutan baku sekunder harus dibakukan
dengan larutan baku primer. Suatu proses dimana larutan baku sekunder
2
dibakukan dengan larutan baku primer disebut dengan standarisasi
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Suatu senyawa dapat digunakan sebagai baku primer jika memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
Mudah didapat, dimurnikan, dikeringkan dan disimpan dalam keadaan
murni,
Mempunyai kemurnian yang sangat tinggi (100 ± 0,02 %) atau dapat
dimurnikan dengan penghabluran kembali,
Tidak berubah selama penimbangan (zat yang higroskopis bukan
merupakan baku primer),
Tidak teroksidasi oleh O2 dari udara dan tidak berubah oleh CO2 dari
udara,
Susunan kimianya tepat sesuai dengan jumlahnya,
Mempunyai berat ekivalen yang tinggi, sehingga kesalahan
penimbangan akan menjadi lebih kecil,
Mudah larut,
Reaksi dengan zat yang ditetapkan harus stoikiometri, cepat dan
terukur.
(Gandjar dan Rohman, 2007)
Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan
sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui
perubahan warna indikator. Indikator yang digunakan pada titrasi asam-
basa adalah asam lemah atau basa lemah. Indikator ini pada umumnya
merupakan senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi
yang memberikan kontribusi perubahan warna pada indikator tersebut.
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi
diharapkan sedekat mungkin dengan titik ekivalen. Hal ini dapat dilakukan
dengan memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan
dilakukan. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik ekivalen maka
semakin besar terjadinya kesalahan titrasi. Oleh karena itu pemilihan
indikator menjadi sangat penting agar warna indikator berubah saat titik
ekivalen tercapai. (Brady, 1999).
3
Penetapan kadar asam salisilat dengan asidi-alkalimetri adalah titrasi
asam lemah dengan basa kuat dengan menggunakan larutan standar NaOH
yang akan menghasilkan senyawa yang terhidrolisis dalam larutan yang
bergantung pada konstanta disosiasi asamnya. Jika sejumlah kecil volume
basa kuat ditambahkan pada asam lemah maka nilai pH akan meningkat
secara drastis disekitar 1 unit pH, dibawah atau diatas pKa. Sering kali
pelarut organik yang dapat bercampur dengan air seperti etanol untuk
melarutkan analit sebelum dilakukan titrasi. Pada titik ekivalen pH larutan
akan berada diatas pH 7 sehingga indikator yang digunakan adalah
phenolphtalein. (Gandjar dan Rohman, 2007)
COOH COONa
+ NaOH + H2O
OH OH
1.2 Asam Salisilat
Asam salisilat memiliki rumus molekul C7H6O3. Asam salisilat
mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 101,0%
C7H6O3 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Asam salisilat
berbentuk hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk
hablur halus putih, rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk
sintetis warna putih dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami
dapat berwarna kekuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip
mentol. Asam salisilat memiliki jarak lebur antara 158º dan 161º, sukar
larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol dan dalam
eter, larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam kloroform,
disimpan dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).
4
Gambar 1.1 Struktur Asam Salisilat (Depkes RI, 1995)
5
2.1 Alat
a. Labu erlenmeyer
b. Beaker glass
c. Gelas ukur
d. Buret
e. Statif
f. Batang pengaduk
g. Pipet tetes
h. Pipet volume
i. Labu ukur
j. Bulb filler
k. Sendok tanduk
2.2 Bahan
a. Akuades
b. Etanol 95%
c. Asam Oksalat 0,05 N
d. NaOH 0,05 N
e. Indikator Phenolphthalein
f. Asam Salisilat
6
3.5 Pembuatan Larutan Standar NaOH 0,1 N
Perhitungan
Diketahui :
Normalitas NaOH = 0,1 N
Volume NaOH= 500 mL (untuk 4 kelompok)
BM NaOH = 40 g/mol
Ditanya :
Massa asam oksalat = ….?
Jawab :
+ -
NaOH ⇌ Na + OH
Ek NaOH = 1 grek/mol
N 0,05 grek/L
M NaOH = = = 0,05 M
ek 1 grek/mol
massa 1000
M= ×
BM V (mL)
massa 1000
0, 1 M = ×
40 g/mol 500 mL
massa = 2 gram
Prosedur Kerja
NaOH ditimbang dengan beaker glass sebanyak 2 gram,
dilarutkan dengan aquadest hingga larut sambil diaduk dengan
batang pengaduk, lalu dimsukkan ke dalam labu ukur 500 mL,
ditambahkan aquadest hingga tanda batas 500 mL, kemudian digojog
hingga homogen.
3.6 Standarisasi Larutan Standar NaOH 0,1 N
Larutan asam oksalat 0,1 N dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukkan
ke dalam labu Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3 tetes indikator
phenolphthalein dan dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 N. Titik
akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya warna merah muda yang stabil
pada larutan, lalu dicatat volume larutan standar NaOH 0,1 N yang
digunakan. Dilakukan pengulangan titrasi sebanyak 2 kali lagi dan
dihitung normalitas larutan standar NaOH rata-rata.
3.7 Penetapan Kadar Asam Salisilat
7
Asam salisilat ditimbang dengan seksama sebanyak 0,2 gram
(sebanyak 3 kali), dilarutkan dalam 5 mL etanol netral, dimasukkan ke
dalam labu erlenmeyer, kemudian ditambahkan 10 mL aquadest dan
ditambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein, kemudian dititrasi dengan
larutan standar NaOH 0,1 N, titik akhir titrasi ditandai dengan
terbentuknya warna merah muda yang stabil pada larutan, lalu dicatat
volume larutan standar NaOH 0,05 N yang digunakan. Dilakukan
pengulangan titrasi sebanyak 2 kali lagi untuk sampel asam salisilat
lainnya dan dihitung normalitas larutan standar NaOH rata-rata.
8
Ditimbang NaOH dengan beaker glass sebanyak 2 gram.
9
Dipipet larutan asam oksalat sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke
dalam labu erlenmeyer.
10
Ditimbang asam salisilat sebanyak 0,2 gram (sebanyak 3 kali).
11
Telah mencapai titik akhir
0-10,6 mL Merah muda pekat
titrasi
12
Asam oksalat 10 mL
NaOH 10,5 mL
PP 1% 3 tetes
c. Standarisasi NaOH III
Asam oksalat 10 mL
NaOH 10,6 mL
PP 1% 3 tetes
Pembuatan Etanol netral
15 mL
- Etanol 95% 10 tetes
- Indikator PP 1% 0,05 mL
- NaOH 0,1 N
Penetapan Kadar Asam Salisilat
10 mL
a. Titrasi I 13,8 mL
- Lar. Asam Salisilat I 3 tetes
- Vol. NaOH
- PP 10 mL
6. b. Titrasi II 14,05 mL
- Lar. Asam Salisilat II 3 tetes
- Vol. NaOH
- PP 10 mL
c. Titrasi III 13,9 mL
- Lar. Asam salisilat III 3 tetes
7.
- Vol NaOH
- PP
13
C2H2O4 . 2 H2O + 2 NaOH Na2C2O5 + 2 H2O
Awal : 0,5 mmol 1 mmol
Reaksi : 0,5 mmol 1 mmol 0,5 mmol 1 mmol
Sisa : - - 0,5
mmol 1 mmol
Mol NaOH yang diperlukan untuk dapat bereaksi dengan C 2H2O4 . 2
H2O adalah 1 mmol
a. Titrasi I :
Volume NaOH = 10,6 mL
mol NaOH 1 mmol
M NaOH = V NaOH = 10,6 mL = 0,094 M
grek
N NaOH = 0,094 M x 1 L = 0,094 N
b. Titrasi II :
Volume NaOH = 10,5 mL
mol NaOH 1mmol
M NaOH = V NaOH = 10,5 mL = 0,095 M
grek
N NaOH = 0,095 M x 1 L = 0,095 N
c. Titrasi III :
Volume NaOH = 10,6 mL
mol NaOH 1 mmol
M NaOH = V NaOH = 10,6 mL = 0,094 M
grek
N NaOH = 0,094 M x 1 L = 0,094 N
NI + N II +NIII
Normalitas Rata-rata NaOH = 3
= 0,0943 N
Jadi, Normalitas NaOH rata-rata adalah 0,0943 N
14
b. Menentukan Standar Deviasi Normalitas NaOH
N NaOH
Titrasi xrata-rata (x – xrata-rata) (x – xrata-rata)2
(x)
0,0943 -0,0003
I 0,094 N 9 × 10-8 N2
N N
0,0943 4,9 × 10-6
II 0,095 N 0,007 N
N N2
0,0943 -0,0003
III 0,094 N 9 × 10-8 N2
N N
∑ (x – x)2 = 4,92 × 10-8 N2
= √ 4,92 x 10−8
2
−4
= 1,57 x 10 N
Normalitas NaOH= rata-rata N NaOH ± standar deviasiNormalitas NaOH= (0,0943 ±1,57 × 10-4 ) N
15
M NaOH x V NaOH = mol Asam Salisilat
N NaOH
ek x V NaOH = mol Asam Salisilat
0,1 N
1 x 1 mL = mol Asam Salisilat
= 13,812 mg
Jadi, 1 mL NaOH 0,1 N setara dengan 13,812 mg Asam Salisilat
1 ml NaOH 0,1 N ~ 13,812 mg Asam Salisilat
0,0943
1 ml NaOH 0,0943 N = 0,1 x 13,812 mg = 13,02 mg
a. Titrasi I
Volume NaOH = 13,8 mL
Kadar Asam Salisilat =
%
= 84,17 % b/b
Jadi, Kadar Asam Salisilat pada titrasi I adalah 84,17 % b/b
b. Titrasi II
Volume NaOH = 14,05 mL
Kadar Asam Salisilat =
x 100 %
16
= 86,12 % b/b
Jadi, Kadar Asam Salisilat pada titrasi II adalah 86,12 % b/b
c. Titrasi III
Volume NaOH = 13,9 mL
Kadar Asam Salisilat =
100 %
= 85,16 % b/b
Jadi, Kadar Asam Salisilat pada titrasi III adalah 85,16 % b/b
= 85,14 %
Jadi, Kadar Asam Salisilat rata-rata adalah 85,14 % b/b
= √ 1,9017
2
= 0,975 %
17
Kadar Asam Salisilat = rata-rata kadar asam salisilat ± standar deviasi
= 0,1 M
Mol NaOH = M x V NaOH
= 0,1 M x 13,8 mL
= 1,38 mmol
Mol NaOH = mol Asam Salisilat
= 1,38 mmol
= 0,00138 mol
Massa Asam Salisilat dalam perhitungan= mol Asam Salisilat x BM
Asam Salisilat
= 0,00138 mol x 138 gram/mol
= 0,190 gram
Persentase perolehan kembali Asam salisilat (%)
Massa As Salisilat Perhitungan
¿ x 100
Massa As Salisilat yg ditimbang
0,19044 gram
¿ x 100
0,2013 gram
= 94,60 %
Jadi persentase perolehan kembali Asam Salisilat pada titrasi pertama
dengan volume 13,8 mL adalah sebesar 94,60%.
= 0,1 M
Mol NaOH = M x V NaOH
= 0,1 M x 14,05 mL
= 0,1405 mmol
18
Mol NaOH = mol Asam Salisilat
= 0,1405 mmol
= 0,001405 mol
Massa Asam Salisilat dalam perhitungan = mol Asam Salisilat
x BM Asam Salisilat
= 0,001405 mol x 138 gram/mol
= 0,1932 gram
Persentase perolehan kembali Asam salisilat (%)
Massa A s Salisilat Perhitungan
¿ x 100
Massa As Salisilat yg ditimbang
0,1932 gram
¿ x 100
0,2013 gram
= 96,98 %
Jadi persentase perolehan kembali Asam Salisilat pada titrasi pertama
dengan volume 14,05 mL adalah sebesar 96,98%.
= 0,1 M
Mol NaOH = M x V NaOH
= 0,1 M x 13,9 mL
= 1,39 mmol
0,19182 gram
¿ x 100
0,2013 gram
= 95,29 %
19
Jadi persentase perolehan kembali Asam Salisilat pada titrasi pertama
dengan volume 13,9 mL adalah sebesar 95,29%.
= 95,62%
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan penetapan kadar asam salisilat dengan
menggunakan salah satu metode titrimetri yaitu metode asidi-alkalimetri.
Metode titrimetri merupakan analisis kuantitatif dengan mengukur volume
larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat yang diperlukan untuk
bereaksi secara kuantitatif dengan larutan yang zatnya akan ditetapkan
(Basset, dkk., 1994).
Metode analisis titrimetri terdiri dari berbagai macam metode, salah
satunya asidi-alkalimetri. Sedangkan asidi-alkalimetri terdiri dari dua bagian
yaitu asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri merupakan penetapan kadar
secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan
menggunakan baku asam, sebaliknya alkalimetri merupakan penetapan
kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku
basa. Asidi dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi, yaitu reaksi antara
hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari
basanya untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Salah satu kegunaan
dari reaksi netralisasi adalah untuk menentukan kosentrasi asam maupun
basa yang tidak diketahui (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pada penetapan kadar asam salisilat ini titrasi yang dilakukan yaitu
antara larutan standar NaOH yang bertindak sebagai basa dan asam salisilat
yang dibuat dalam bentuk larutan sebagai asam. Dalam analisis titrimetri
atau analisis volumetri atau analisis kuantitatif dengan mengukur volume,
sejumlah zat yang diselidiki direaksikan dengan larutan baku (standar) yang
kadar (konsentrasi)-nya telah diketahui secara teliti (Gandjar dan Rohman,
2007). Sehingga, dalam praktikum ini komponen-komponennya harus
dalam bentuk larutan dan harus ada yang berperan sebagai larutan baku
(standar). Larutan baku terdiri dari dua macam yaitu larutan baku primer
dan larutan baku sekunder dimana larutan baku primer kemurniannya tinggi
dan larutan baku sekunder memiliki kemurnian yang cukup bervariasi
20
sehingga harus dibakukan oleh larutan baku primer (Gandjar dan Rohman,
2007).
Natrium hidroksida merupakan larutan baku sekunder maka agar
dapat digunakan untuk menetapkan kadar asam salisilat, sebelumnya NaOH
harus dibakukan terlebih dahulu. NaOH perlu ditetapkan kembali kadarnya
karena NaOH konsentrasinya dapat berubah-ubah selama penyimpanan
yang dapat disebabkan oleh reaksi oksidasi selama penyimpanan dan juga
disebabkan oleh sifat NaOH yang higroskopis sehingga dapat mengubah
konsentrasinya selama penyimpanan. Saat melakukan titrasi, basa yang
digunakan harus bersifat baku agar dapat menentukan kadar yang diketahui
secara kuantitatif. Suatu larutan yang ingin digunakan sebagai larutan baku
haruslah memiliki persyaratan murni, mudah diperoleh, mudah larut, tidak
berubah saat penimbangan dan tidak teroksidasi oleh udara (Gandjar dan
Rohman,2007).
Pembakuan atau standarisasi NaOH dilakukan dengan menggunakan
larutan asam oksalat sebagai baku primer. Pembakuan NaOH dilakukan
sebanyak tiga kali dengan tujuan mendapatkan suatu perbandingan volume
NaOH yang digunakan untuk titrasi pembakuan NaOH sehingga didapat
hasil yang lebih akurat. Berikut reaksi yang terjadi antara asam oksalat
dengan NaOH saat pembakuan :
H2C2O4 2H+ + C2O42-
2NaOH 2Na+ + 2OH-
H2C2O4 + 2NaOH 2Na+ + C2O42- + 2H2O
Pembuatan larutan NaOH dilakukan dengan melarutkan NaOH
sebanyak 0,2 gram menggunakan air bebas CO2. NaOH dilarutkan dengan
air bebas CO2 karena NaOH dapat berikatan dengan CO2 membentuk
Na2CO3. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
CO2 + 2 NaOH Na2CO3 + H2O
Apabila senyawa tersebut terbentuk dan terdapat dalam larutan
analisis yang digunakan, akan menyebabkan gangguan terhadap pengamatan
proses titrasi, kadar atau konsentrasi yang diperoleh akan dapat berubah
(Gandjar dan Rohman, 2007). Air bebas CO2 digunakan karena air bebas
CO2 merupakan asam oksi yang bereaksi dalam air membentuk asam
21
fenolftalein (PP) sebagai penanda titik akhir titrasi. Indikator PP
ditambahkan ke dalam larutan asam oksalat. Saat penambahan indikator PP
ke dalam asam oksalat tidak mengalami perubahan warna karena masih
berada dalam suasana asam. Setelah dititrasi dengan NaOH terjadi
perubahan warna larutan menjadi merah muda yang menunjukkan titik akhir
titrasi dan titik ekivalen telah tercapai, asam oksalat telah tepat bereaksi
dengan NaOH. Pada saat itu, struktur PP akan pengalami penataan ulang
pada kisaran 8,4-10,4 (pKa = 9,4) karena proton dipindahkan dari struktur
fenol PP sehingga pH nya meningkat akibatnya akan terjadi perubahan
warna (Gandjar dan Rohman, 2007). Pada pembakuan NaOH didapatkan
volume NaOH pada titrasi I hingga titrasi III berturut-turut 0-10,6 mL; 0-
10,5 mL; dan 0-10,6 mL, sehingga didapatkan normalistas rata-rata NaOH
setelah distandarisasi sebesar 0,0943 N.
Setelah standarisasi NaOH dilanjutkan dengan penetapan kadar asam
salisilat. Asam Salisilat dilarutkan pertama-tama dengan etanol netral agar
asam salisilat dapat larut dengan baik dan tidak mempengaruhi kestabilan
pH asam salisilat. Setelah dilarutkan dengan etanol netral ditambahkan
dengan aquadest agar asam salisilat dapat larut lebih sempurna. Saat
penambahan aquadest, ditambahkan dengan perlahan dan melewati dinding,
agar asam salisilat yang telah larut di dalam etanol netral tidak menggumpal
kembali. Setelah itu larutan asam salisilat dititrasi dengan NaOH yang telah
dibakukan tadi dan ditambahkan 3 tetes PP sebelum titrasi.
Titrasi yang dilakukan termasuk dalam alkalimetri karena kadar
senyawa yang ditetapkan bersifat asam (Thiamin HCl) dengan
menggunakan baku basa (NaOH). Pada awal titrasi perubahan nilai pH
berlangsung lambat sampai menjelang titik ekuivalen. Pada saat titik
ekuivalen, nilai pH akan meningkat secara drastis (Gandjar dan Rohman,
2007). Titrasi yang dilakukan sebanyak 3 kali dengan volume NaOH yaitu
0-13,8 mL; 0-14,05 mL dan 0-13,9 mL.
Dari volume NaOH hasil titrasi dapat dihitung kadar rata-rata asam
salisilat. Kadar asam salisilat dicari dengan menggunakan kesetaraan asam
22
salisilat dan NaOH. Dengan kesetaraan tersebut dapat dihitung kadar asam
salisilat dari titrasi pertama hingga titrasi ketiga. Adapun kadar asam
salisilat berturut-turut yaitu 84,17 % b/b, 86,12 % b/b, dan 85,16 % b/b.
Sehingga kadar rata-rata dengan standar deviasinya adalah
salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 101,0%
C7H6O3 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Penyimpangan ini
kemungkinan diakibatkan kurang telitinya dalam bekerja, seperti dalam
mentitrasi larutan terdapat sampel yang melewati volume titik akhir NaOH
sehingga larutan berwarna merah muda pekat atau keberadaan asam
salisilat yang sebelumnya sudah terkontaminasi karena masalah
penyimpanan yang pada akhirnya digunakan pada praktikum (Depkes RI,
1995).
Selain itu dihitung pula persentase perolehan kembali asalam salisilat
di setiap titrasi berturut-turut yaitu 94,60 %, 96,98 %, dan 95,29 %,
sehingga rata-rata persentase perolehan kembali yang diperoleh adalah
95,62%. Persentase perolehan kembali tidak mencapai 100% dapat
disebabkan karena masih adanya pengotor pada asam salisilat dan kurang
telitinya praktikan saat melalukan titrasi atau saat mneimbang salisilat. Hal
ini dikarenakan titrasi antara asam salisilat dengan NaOH berjalan lambat
sehingga titik akhir titrasi yang didapat masih belum stabil, warna merah
muda yang didapat setelah dikocok kembali sedikit demi sedikit memudar
dan larutan kembali berwarna bening. Setelah dititrasi kembali didapat
warna merah muda yang stabil dan ternyata titik akhir titrasi yang diperoleh
terlewati.
23
digunakan adalah alkalimetri yaitu penetapan kadar senyawa yang
bersifat asam dengan menggunakan larutan baku basa.
7.2 Normalitas hasil standarisasi NaOH sebesar 0,0943 N dengan standar
-4
deviasi sebesar 1,57 × 10 N
7.3 Dari praktikum ini didapatkan kadar rata-rata asam salisilat sebesar
adalah 95,62 %.
DAFTAR PUSTAKA
Basset. J, R.C. Denny, G.H. Jeffrey, dan J. Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Brady, James E. 1999. Kimia Universitas, Asas Dan Struktur. Jakarta: Binarupa
Aksara
Day,R.A., dan A.L Underwood.1936. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
24
Oxtoby, D. W. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern, Edisi Keempat. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
LAMPIRAN
1. Standarisasi NaOH
25
26
2. Titrasi Asam Salisilat
27