You are on page 1of 8

PAPER MATAKULIAH PERBANDINGAN AGAMA

Dosen: Agustinus Wisnu Dewantara, S.S., M.Hum

KEYAKINAN TERHADAP HUKUM KASUNYATAN DITINJAU DARI


PERILAKU ETIKA MORAL MANUSIA MELALUI AJARAN HINDUISME

Disusun Oleh:
VERONIKA YUNI SARI
152863

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


WIDYA YUWANA
MADIUN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Hukum Kasunyataan


Kasunyataan (Sacca) berarti apa yang sesungguhnya. Dalam bahasa Sansekerta
disebut Satya artinya fakta yang tidak dapat dibantah. Hukum Kasunyataan berarti hukum
abadi yang berlaku dimana-mana, mengatasi waktu dan tempat serta keadaan. Ini berarti
bahwa hukum Kasunyataan bersifat kekal dan abadi sepanjang masa yang berlaku di
semua tempat, didalam semua keadaan di setiap waktu. Kasunyataan yang dibuat oleh
sesuatu yang kekal dan abadi yaitu Sanghyang Adi Budha.
ada empat hukum Kesunyataan yaitu:
a. Cattari Ariya Saccani artinya Empat Kebenaran Mulia/ Empat Kesunyataan.
b. Kamma artinya Sebab-Akibat Perbuatan dan Punabbhava artinya Kelahiran Kembali
atau Tumimbal Lahir.
c. Tilakkhana artinya Tiga Corak Umum dan Pancakkhandha artinya Lima Kelompok
Kehidupan atau yang disebut manusia.
d. Paticca Samuppada artinya Pokok Permulaan Sebab-Akibat yang Saling
Bergantungan.

1.2 Cattur Arya Sacccani (Empat Kebenaran Mulia)


Kasunyataan (Sacca) berarti apa yang sesungguhnya. Dalam bahasa Sanskerta disebut
Satya artinya fakta yang tidak dapat dibantah. Menurut pandangan Budha ada empat
Kasunyataan yang berhubungan dengan manusia.
Budha Gotama mengajarkan “Pembebasan Diri Dari Segala Derita” dengan
menerangkan empat faktor didalamnya:

1.2.1 Kesunyataan tentang Dukkha atau Dukkha Ariyasacca


Dukkha diterjemahkan sebagai penderitaan atau duka cita. Sebagai perasaan dukkha
berarti sesuatu yang sulit ditahan (du=sulit, kha=menahan). Yang termasuk dalam dukkha
antara lain:
a. Kelahiran, usia lanjut, kematian adalah dukkha.
b. Timbulnya kesedihan, ratap tangis, kesakitan, kesengsaraan, putus asa adalah
dukkha.
c. Keinginan yang tidak tercapai adalah dukkha.
d. Kehilangan sesuatu yang dicintai/disukai dan berkumpul atau selalu dekat dengan
yang dibenci adalah dukkha.
e. Masih banyak lagi yang lain-lainnya.
Secara singkat susunan badan ini sendirilah sumber penderitaan. Penderitaan
bergantung pada manusia dan berbagai segi kehidupan, harus diamati dan diuji dengan
cermat.

1.2.2 Kesunyataan tentang Asal-Mula Dukkha atau Dukkha Samudaya Ariyasacca


Dukkha disebabkan oleh adanya nafsu keinginan, kehausan, kerinduan (Tanha) yang
berhubungan dengan kenikmatan indriya dan pemikiran untuk terus mempertahankannya,
atau menolak sesuatu yang tidak disukai/dicinta dan hal ini mengakibatkan timbulnya
proses tumimbal-lahir (rebirth).

1.2.3 Kesunyataan tentang Lenyapnya Dukkha atau Dukkhanirodha Ariyasacca.


Penderitaan maupun keinginan hanya dapat di hapuskan dengan mengikuti Jalan
Tengah, yang dipaparkan oleh Sang Budha, serta mencapai Kebahagiaan Nibbāna.
Berhentinya penderitaan secara tuntas yaitu Nibbāna, tujuan akhir semua umat Budha. Itu
dapat tercapai dengan menghilangkan segala bentuk napsu keinginan secara menyeluruh.

1.2.4 Kesunyataan Dukkhanirodhagaminipatipada Arriyasacca.


Kesunyataan ini harus disadari dengan mengembangkan Jalan Ariya Berunsur
Delapan yang merupakan Kesunyataan Mulia ke empat. Delapan Ruas Jalan Utama atau
Ariya Atthangika Magga adalah merupakan Parama Bodhi Marga atau Jalan Untuk
Mencapai Penerangan Sempurna.
Delapan Ruas Jalan Utama itu terdiri atas:
a. Harus memiliki pandangan / pengertian benar atau Samma Ditthi.
b. Pikiran benar atau Samma Sankappa
c. Ucapan benar atau Samma Vaca
d. Perbuatan benar atau Samma Kammanta
e. Mata pencaharian benar atau Samma Ajiva
f. Daya upaya benar atau Samma Vayama
g. Perhatian benar atau Samma Sati
h. Konsentrasi benar atau Samma Samadhi
BAB I1
PEMBAHASAN
2.1 KAMMA (Hukum Karma)
Kamma adalah kata Pali dan Karma adalah kata Sanskerta yang secara singkat
berarti “Perbuatan”, yaitu setiap perbuatan didahului oleh suatu sebab dan setelah
dilakukan.
Jadi, Kamma adalah suatu perwujudan dari perbuatan, yakni meliputi semua jenis
kehendak dan maksud perbuatan yang baik maupun yang buruk; dan lahir maupun batin
atau jasmani atau rohani. Makna yang luas dari Kamma sebenarnya ialah semua keinginan
yang tidak membeda-bedakan apakah keinginan/kehendak itu bermoral (berakhlak)
ataupun yang tidak bermoral. Semua perbuatan yang dilakukan akan meimbulkan akibat
dan awal kejadian disebut dengan sebab, sehingga Kamma juga disebut sebagai “HUKUM
SEBAB AKIBAT PERBUATAN”.

2.2 Tilakhana
Tilakhana artinya Tiga corak yang Universal dan ini termasuk Hukum Kesunyataan,
berarti hukum ini berlaku dimana-mana dan pada setiap waktu. Jadi Hukum ini tidak
terikat oleh waktu dan tempat. Tiga corak umum yaitu:
a. Anicca : semua bentuk yang berkondisi adalah tidak kekal
b. Dukha : semua bentuk yang terkondisi adalah tidak sempurna
c. Anatta: semua bentuk yang terkondisi dan bentuk yang tidak terkondisi adalah
tanpa “AKU”
Aniccaa: artinya itu semua bentuk yang terkondisi adalah tidak kekal
atau selalu berubah-ubah.
Dukha: semua bentuk yang terkondisi adalah tidak sempurna. Segala sesuatu yang
tidak kekal menimbulkan penderitaan, atau penderitaan terjadi karena adanya perubahan
yang terus menerus.
Paticca samuppada merupakan penjelasan tentang proses kelahiran dan kematian, ia
berhubungan dengan sebab tumimbal lahir dan penderitaan, dengan pengharapan
membantu manusia membebaskan diri dari penderitaan hidup.
Prinsip dari ajaran hukum patticasammuppada diberikan dalam empat rumus/formula
pendek yang berbunyi sebagai berikut :
1. Dengan adanya ini,maka terjadilah itu.
2. Dengan timbulnya ini,maka timbullah itu
3. Dengan tidak adanya ini, maka tidak adalah itu.
4. Dengan terhentinya ini, maka terhentilah itu.

2.3 Etika dan Moral Manusia dalam ilmu Kesunyatan


Moral berasal dari bahasa Latin Mos atau Moris, yang berarti adat, istiadat,
kebiasaan, cara, tingkah laku dan kelakuan. Dalam pengertian sehari-hari kata tersebut
dipahami sebagai berikut :
a. Kegiatan manusia yang dipandang dari sisi baik/buruk, benar/salah, tepat
dan tidak tepat.
b. Kaidah yang diterima yang menyangkut apa yang dianggap benar, bajik,
adil dan pantas.
c. Cara seseorang untuk bertingkah laku dalam kaitannya dengan orang lain.
Secara objektif, moral mempunyai nilai tertentu yang tidak bersyarat dan mutlak,
meskipun ia bukan tidak terbatas. Nilai tersebut selalu mengiringi tujuan tertinggi hidup
manusia yaitu kebahagiaan. Hukum ilahi sebagai dasar kekuatan hukum moral kodrat yang
mengikat dan tak bersyarat (Bagus,2002:19). Moral adalah pengetahuan atau wawasan
yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral berarti ajaran yang baik,
buruknya perbuatan dan kelakuan.
Moralisasi yaitu (pandangan dan ajaran), tentang perbuatan serta kelakuan yang
baik. Asal-usul katan “moral” berasal dari kata mores dari bahasa Latin, lalu kemudian
diartikan atau di terjemahkan jadi “aturan kesusilaan” ataupun suatu istilah yang digunakan
untuk menentukan sebuah batas-batas dari sifat peran lain, kehendak, pendapat atau
batasan perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik maupun buruk.
Ilmu kesunyatan berawal dari ajaran Hinduisme. Hinduisme mengacu pada akal
budi manusia dalam menentukan langkah untuk mengarahkan hidupnya pada yang lebih
baik. Malalui filsafat moral seseorang, ilmu ini dikembangkan sebagai spiritualitas umat
manusia dalam menjalankannya.

F. Ajaran Hinduisme terhadap Realitas Agama Hindu


.Hinduisme barasal dari bahasa Yunani dan Inggris yakni disebut sebagai Vaidika
Dharma, artinya Dharmanya weda. Dalam bahasa persia kata Hindu berakar dari kata
Sindhu (Bahasa Sanskerta). Pada awalnya kata hindu merujuk pada masyarakat yang hidup
di wilayah sungai sindu. Hindu terbentuk setelah Masehi ketika beberapa kitab dari Weda
digenapi oleh para brahmana. Sebelum munculnya agama Buddha dan Hindu, semuanya
masih menggunakan ajaran Weda.
Hinduisme adalah sebuah federasi pendekatan terhadap realitas dibalik
kehidupan.hinduisme tidak memiliki pendirian seperti di dalam agama Buddihisme,
Kristen, Islam. Hinduisme tidak memiliki tubuh otoritas yang merumuskan batas-batas
dogma. Oleh karena itu asal-usul nama Hindu dan bagaimana sejarah India Kuno ialah
tradisi religius utama yang tertua. Menurut Yong Choon Kim, Hinduisme juga seringkali
disebut sebagai agama ahistoris dan nonhistoris, karena tidak memiliki awal sejarah dan
tidak ada pendiri tunggal.

BAB III
KESIMPULAN
Bagi masyarakat Hindu, agama Hindu dikenal dengan nama Sanatana Dharma
(kebenaran yang abadi. Etika merupakan ilmu pengetahuan/materi tentang kesusilaan yang
berbentuk perintah-perintah dan larangan-larangan yang terkandung suatu nilai serta
menjadi pedoman dalam berpilaku seseorang. Setiap perbuatan itu berdasarkan atas
kehendak atau buddhi seseorang. Sehingga manusia dihadapkan pada dua pilihan yaitu
baik dan buruk.
Moral mengandung makna yang berkenaan dengan perbuatan yang baik dan buruk.
Disamping itu dikenal juga konsep moralitas, yaitu sistem nilai yang terkandung dalam
petuah, nasihat, perintah atau aturan yang diwariskan secara turun temurun melalui agama
atau kebudayaan dan tentang bagaimana seharusnya manusia hidup agar menjadi lebih
baik. Moralitas memberikan manusia petunjuk dan aturan tentang bagaimana harus hidup,
bertindak yang baik dan menghindari perilaku yang tidak baik.
Namun jika dikaji lebih baik dari berbagai sumbernya, etika dan moral itu memiliki
perbedaan yaitu jika moral bersumber dari diri seseorang yaitu hati nuraninya, sedangkan
etika berdasarkan kepada hal-hal diluar dirinya seperti kebiasaan atau norma-norma yang
berlaku di masyarakat. Manusia tidak bisa dijauhkan dari sikap dan moralitas dalam
bertindak. Selebihnya Agama merupakan ajaran ketuhanan yang mempengaruhi segala
pikiran manusia untuk beriman. Perilaku manusia masing-masing mempunyai tolak ukur
yangberbeda-beda, terutama dalam bertindak sesuai moral agamanya.
Dengan ini, perilaku manusia juga ditinjau melalui hokum kesunyatan dimana
hukum ini merupakan suatu wujud yang bersifat kekal dan abadi sepanjang masa yang
berlaku di semua tempat, sehingga manusia tidak bisa menghindari sebuah etika moral
dalam bertindak, karena itu sudah mencerminkan perilaku yang tetap ditanapkan dalam diri
seseorang baik itu orang yang berada dalam lingkup keagamaannya tinggi maupun orang
yang tidak mengenal Agama. Hukum kesunyatan sangat sama dengan hokum moral dan
etika manusia, dan menerangkan sebuah symbol keabadian dalam diri manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Djam’annuri, Agama Kita. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2009.

Mahatera, Ven. NĀRADA, Sang Budha dan Ajaran-AjaranNya. Jakarta: Yayasan


Dhammadīpa Ārāma. 1992 Bag. 2

Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia. Buddha Dharma Mahayana.


Suwarto T. Jakarta: Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia. 1995

Majelis Buddhayana Indonesia. Kebahagiaan Dalam Dhamma. Depok : Bromo fc

Majelis Budhayana Indonesia, Kebahagiaan Dalam Dhamma. Jakarta: 1980.

You might also like