You are on page 1of 129

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DALAM PERJANJIAN

JUAL BELI BARANG ONLINE REKONDISI ELEKTRONIK


DI SITUS BUKALAPAK.COM

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Prasyarat untuk Mengikuti Ujian Komprehensif
Bagian Kajian Utama Hukum Perdata
Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya
Oleh:

M ABEL PRATAMA DAVIDSYAH


02011381924466

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2024
HALAMAN PENGESAHAN
MENGIKUTI UJIAN
KOMPREHENSIF

Nama : M ABEL PRATAMA DAVIDSYAH

Nim : 02011381924466

JUDUL

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DALAM PERJANJIAN JUAL


BELI BARANG ONLINE REKONDISI ELEKTRONIK
DI SITUS BUKALAPAK.COM

Palembang, 2024

Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Sri Handayani,S.H.,M.Hum Muhammad Syahri Ramadhan,


S.H.,M.H NIP. 197002071996032002 NIP. 199203272019031008

Mengetahui,

Koordinator Program Studi Ilmu Hukum

Dr. M. Syaifuddin, S.H., M.Hum


NIP. 197307281998021001
ii
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : M Abel Pratama

Davidsyah Nomor Induk Mahasiswa

02011381924466

Tempat /Tgl.Lahir : Palembang, 20 Agustus

2000 Fakultas : Hukum

Strata Pendidikan : S1

Program Studi : Ilmu Hukum

Program Kekhususan : Hukum

Perdata

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini tidak memuat bahan - bahan yang
sebelumnya telah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun tanpa
mencantumkan sumbernya. Skripsi ini juga tidak memuat bahan - bahan yang sebelumnya
telah dipublikasikan atau ditulis oleh siapapun tanpa mencantumkan sumbernya dalam
teks.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Apabila terbukti saya telah
melakukan hal - hal yang bertentangan dengan pernyataan ini, maka saya bersedia
menanggung segala akibat yang timbul di kemudian hari dengan ketentuan yang berlaku.

Palembang, 2024
M Abel Pratama Davidsyah
02011381924466

iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

“ Bangun kesuksesan dari kegagalan. Keputusasaan dan kegagalan adalah batu

loncatan yang paling baik menuju kesuksesan’’

- Dale Carnegie

Skripsi Ini Kupersembahkan Untuk :

1. Papa dan Mama

2. Kedua Saudara

3. Keluarga Besar

4. Seluruh Dosen dan Guru-Guru

5. Orang-orang Terdekat

6. Teman Seperjuangan

7. Almamater

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan
rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perlindungan
Hukum Konsumen Dalam Perjanjian Jual Beli Barang Online Rekondisi Elektronik
Di Situs Bukalapak.com dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sriwijaya. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing 1 dan dosen pembimbing 2 yang
telah membantu penulis dalam proses pembuatan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca serta dapat mendukung perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya dibidang ilmu Hukum Perdata.Dalam penulisan skripsi ini penulis
menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna sehingga penulis
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
skripsi ini.

Palembang, 2024

M Abel Pratama Davidsyah


02011381924466

v
Nama : M Abel Pratama
Davidsyah Nim :
02011381924466
Judul : Perlindungan Hukum Konsumen Dalam Perjanjian Jual Beli Barang
Online Rekondisi Elektronik Di Situs Bukalapak.
ABSTRAK
Perlindungan Konsumen menjadi suatu hal yang penting karena menyangkut hak dan
kewajiban para pihak yang mengikatnya dengan mengacu Undang-Undang Nomor 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1). Untuk mengetahui dan menganalisis kesesuai terhadap perlindungan hukum konsumen
dalam perjanjian jual beli barang online rekondisi elektronik. 2). Untuk mengetahui dan
menganalisis pertanggung jawaban para pelaku usaha barang rekondisi yang tidak
sesuaiyang dibeli oleh konsumen di situs bukalapak. Penelitian ini bersifat Normatif
dengan menggunakan pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach), Pendekatan
Konseptual (Conceptual Approach). Hasil penelitian ini memberikan beberapa ketentuan
terkait barang rekondisi di bukalapak yang dijual dari pihak pelaku usaha terhadap
konsumen terkait barang sesuai atau tidak dan juga dalam hal ini pelaku usaha wajib
memenuhi kewajibannya dengan memberikan barang yang sesuai yang mereka jual
terhadap barang rekondisi ini. Dalam UU ITE jika terjadi pelanggaran hak dan kewajiban
yang dilakukan oleh pelaku usaha dan merugikan konsumen dapat diselesaikan dengan
cara negoisasi atau penyelesaian melalui badan penyelesaian konsumen dan melalui
pengadilan
Kata Kunci : Konsumen,Jual Beli Online,Rekondisi,Bukalapak
Disetujui Oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Pembantu

Sri Handayani,S.H.,M.Hum Muhammad Syahri Ramadhan, S.H.,M.H


NIP. 197002071996032002 NIP. 199203272019031008

Mengetahui
Ketua Bagian Hukum Perdata

Dr. M. Syaifuddin, S.H., M.Hum


NIP.197307281998021001
vi
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat, dan kuasa-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaiakan penulisan skripsi

ini dengan judul “Perlindungan Hukum Konsumen Dalam Perjanjian Jual

Beli Barang Online Rekondisi Elektronik Di Situs Bukalapak .” Selama proses

penyusunan skripsi berlangsung, penulis telah mendapatkan banyak dukungan,

bimbingan, saran, kritik, dan doa dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis

hendak menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Taufiq Marwa, S.E., M.Si., selaku Rektor Universitas

Sriwijaya;

2. Bapak Prof. Dr. Febrian, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum

UniversitasSriwijaya;

3. Bapak Dr. Mada Apriandi, S.H., MCL., selaku Wakil Dekan I

FakultasHukum Universitas Sriwijaya;

4. Ibu Vegitya Ramadhani Putri, S.H., S.Ant., M.A., LL.M., selaku WakilDekan

II Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya;

5. Bapak Dr. Zulhidayat, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sriwijaya;

6. Bapak Dr. Muhammad Syaifuddin, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian

Hukum Perdata;

vii
7. Bapak Dr. Zulhidayat, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

senantiasa memberikan arahan, motivasi, nasihat, dan bimbingannya selama

proses perkuliahan;

8. Ibu Sri Handayani, S.H., M.Hum selaku Pembimbing Utama yang senantiasa

memberikan dukungan, kritik, dan saran selama proses penyusunan skripsi

ini berlangsung;

9. Bapak Muhammad Syahri Ramadhan, S.H., M.H selaku Pembimbing

Pembantu yang senantiasa memberikan waktu, tenaga, kritik, dan saran

selama proses penyusunan skripsi ini berlangsung;

10. Jajaran Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

yangsenantiasa memberikan bimbingan, wawasan, dan ilmu pengetahuan

selama proses perkuliahan;

11. Kedua orang tua tercinta, saudara, dan keluarga besar yang senantiasa

memberikan dukungan moral dan materiil sampai terselesaikan skripsi ini.

12. Sahabatku DK FAMILY yang sudah menjadi tempatku berkeluh kesah dan

selalu memberikan semangat dan dukungan;

13. Sahabatku Theresa Esmeralda yang sudah senantiasa untuk menemani, dan

mendengarkan keluh kesahku di kala lelahnya skripsian serta selalu

memberikan semangat selama skripsian ini berlangsung;

14. Sahabatku Farah Aldin Humairah yang senantiasa membantu dan

mendengarkan keluh-kesah dalam proses penyusunan skripsi ini.

15. Sahabatku Salwa Saviola yang sudah menjadi tempatku berkeluh kesah dan

selalu memberikan semangat dan dukungan dalam proses skripsi.

vii
16. M Abel Pratama Davidsyah, diriku sendiri. Apresiasi karena telah mampu

bekerja keras dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan apa yang telah

dimulai. Mampu mengendalikan diri sendiri, sudah sabar dan tetap kuat

dalam menghadapi hidup yang kadang tidak sesuai dengan yang diinginkan.

Terimakasih sudah bertahan sejauh ini, dan terus berusaha untuk menjadi

lebih baik setiap harinya.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan rahmat dan

melipatgandakan amal baik yang diberikan semua pihak. Penulis mengharapkan

atas terselesainya skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca, pihak

yang membutuhkan, dan khususnya penulis sendiri.

Palembang, 22 Febuari 2024

Penulis,

M Abel Pratama Davidsyah

NIM.02011381924466

ix
DAFTAR ISI

Hlm.

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI.........................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN..........................................................................iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN...................................................................iv
KATA PENGANTAR........................................................................................v
UCAPAN TERIMA KASIH............................................................................vi
DAFTAR ISI.....................................................................................................ix
DAFTAR TABEL.............................................................................................xi
ABSTRAK........................................................................................................xii
BAB I : PENDAHULUAN................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................6
C. Tujuan Penelitian..............................................................................6
D. Manfaat Penelitian............................................................................7
1. Manfaat Teoritis...........................................................................7
2. Manfaat Praktis............................................................................8
E. Ruang Lingkup..................................................................................9
F. Kerangka Teori..................................................................................9
1. Teori Perlindungan Hukum..........................................................9
2. Teori Perjanjian konsumen........................................................11
3. Teori Penyelesaian sengketa......................................................12
G. Metode Penelitian............................................................................14
1. Jenis Penelitian...........................................................................14
2. Pendekatan Penelitian................................................................15
3. Bahan dan Sumber Hukum........................................................16
4. Metode Pengumpulan Bahan Hukum........................................18
5. Analisis Bahan Hukum..............................................................19
6. Metode Penarikan Kesimpulan..................................................19
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA..................................................................21
A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen.....................21

Ii
1. Pengertian Perlindungan Konsumen........................................21
2. Hak dan Kewajiban Konsumen...............................................26
3. Pengertian Pelaku usaha..........................................................28
4. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha...........................................30
B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian.............................................33
1. Pengertian Perjanjian..............................................................33
2. Syarat Sah Perjanjian..............................................................34
3. Asas asas Perjanjian................................................................38
C. Tinjauan Umum Tentang E-Commerce........................................45
1. Pengertian E-Commerce.........................................................47
2. Transaksi Elektronik...............................................................49
D. Tinjauan Umum Tentang Bukalapak............................................51
BAB III : PEMBAHASAN..............................................................................54
A. Bagaiamana Perlindungan Hukum Konsumen dalam
Perjanjian Jual Beli Barang Online Rekondisi Elektronik
Di Situs Bukalapak......................................................................54
B. Bagaimana Tanggung jawab pelaku usaha terhadap Konsumen
yang sudah membeli barang rekondisi elektronik yang tidak
sesuai di Bukalapak......................................................................71
BAB IV : PENUTUP.....................................................................................102
A. Kesimpulan.................................................................................102
B. Saran...........................................................................................103
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................105
LAMPIRAN
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, termasuk

internet, telah meluas di kalangan masyarakat. Internet saat ini digunakan

sebagai media informasi dan komunikasi elektronik yang memungkinkan

kegiatan seperti menjelajah informasi (browsing), mengirim pesan

melalui e-mail, dan digunakan dalam pemenuhan kebutuhan manusia dan

kegiatan perdagangan.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi harus dimaknai

sebagai motivasi bagi manusia untuk memperoleh pengetahuan dan

belajar secara terus-menerus. Pemanfaatan teknologi internet

memungkinkan langkah bisnis online yang canggih dan mudah diperoleh.

Para pihak yang terlibat dalam transaksi tidak perlu bertemu atau bertatap

muka secara langsung, cukup melalui peralatan komputer dan internet

untuk melaksanakan kegiatan perdagangan.1

1
Niniek Suparni, Cyberspace Problematika & Antisipasinya, Sinar Grafika, Jakarta, 2009,
hlm. 1.
1
Kegiatan jual beli dengan memanfaatkan media internet dikenal

dengan istilah electronic commerce, atau disingkat e-commerce,

Pembangunan dan perkembangan perekonomian khususnya di bidang

perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai

variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Disamping itu,

globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan

teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang

gerak arus transaksi barang/atau jasa melintasi batas-batas wilayah

suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi,

baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri.2

Barang-barang yang dibutuhkan pembeli hanya akan menjadi

objek transaksi ganda oleh para penghibur bisnis yang tidak bertanggung

jawab. Tanpa disadari, pelanggan meremehkan produk/administrasi yang

mereka konsumsi untuk hal yang diperbolehkan.3

Dengan adanya sistem transaksi elektronik yang menggunakan

sistem nirkabel internet maka disebut juga sebagai perjanjian/kontrak

elektronik.

2
Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen,Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 1
3
Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Transmedia Pustaka, Jakarta, 2008,
hlm. 2
Perjanjian atau kontrak elektronik mengandung unsur-unsur yang harus

dipenuhi yang diatur dalam Pasal 48 ayat (3) Peraturan Pemerintah

Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi

Elektronik. Unsur-unsur tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian

hukum sebagai salah satu perlindungan hukum dalam transaksi

elektronik. Namun, dalam praktiknya, para pelaku usaha sering

menggunakan perjanjian baku dalam bertransaksi, yang diatur dengan

ketat dalam peraturan undang-undang. Pasal 48 ayat (3) PP No. 82 Tahun

2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik

mengacu pada Perlindungan Konsumen yang mengacu pada Pasal 18

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Peraturan ini bertujuan untuk melindungi hak konsumen atas kontrak

standar yang dibuat oleh pelaku ekonomi, dimana konsumen merupakan

pihak yang paling lemah dalam kontrak tersebut. Dalam hal ini, peraturan

tersebut menegaskan pentingnya perlindungan konsumen dalam transaksi

elektronik, terutama terkait dengan penggunaan perjanjian baku.

Perlindungan ini bertujuan untuk menjaga keadilan dan kepastian hukum

bagi konsumen, yang seringkali berada dalam posisi yang lebih lemah

dalam transaksi tersebut. Oleh karena itu, penggunaan perjanjian baku

dalam transaksi elektronik harus mematuhi ketentuan yang diatur dengan

ketat dalam peraturan undang-undang, untuk memastikan perlindungan

hak-hak konsumen.

Hak-hak konsumen diatur dalam Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen Meskipun telah diatur sedemikian rupa


untuk melindungi hak-hak konsumen namun penggunaan perjanjian baku

dalam transaksi elektronik tetap memiliki resiko kerugian terbesar yang

berada di tangan konsumen. 4Perjanjian baku menurut Kelik wardiono

adalah suatu perjanjian isinya telah ditetapkan secara sepihak oleh pihak

yang pada umumnya mempunyai kedudukan ekonomi lebih kuat, diri

Pernyataan tersebut menegaskan bahwa perjanjian jual beli

dianggap sah ketika terjadi kesepakatan antara pelaku usaha dan

konsumen. Dalam konteks ini, Undang-Undang Perlindungan

Konsumen Pasal 8 ayat (2) melarang pelaku usaha untuk

memperdagangkan barang yang rusak, cacat, bekas, atau tercemar tanpa

memberikan informasi yang lengkap dan benar mengenai barang

tersebut. Larangan ini bertujuan untuk memastikan bahwa barang dan

jasa yang beredar di masyarakat layak edar dan sesuai dengan informasi

yang diberikan kepada konsumen. Dalam hal ini, larangan tersebut

merupakan upaya untuk melindungi konsumen dari produk yang tidak

memenuhi standar kualitas atau keamanan Hal ini juga menunjukkan

bahwa pelaku usaha memiliki kewajiban untuk memberikan informasi

yang jelas dan benar mengenai barang yang ditawarkan

4
Husni Syawal, Neni Sri Irmayanti, ed.,Hukum Perlindungan Konsumen. Mandar Maju.
Bandung, 2000.
5
Bagus Made Bama Anandika Berata, I.G.N Parikesit Widiatedja, 2016, “Perlindungan
Hukum terhadap Pelaku Usaha Terkait Wanprestasi yang Dilakukan Konsumen dengan Cara Hit
and Run”, Kertha Semaya, Vol. 04, No. 01, Februari 2016, hlm. 5, ojs.unud.ac.id, URL :
http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/18932/12402, diakses tanggal 22
Febuari 2023, pukul 00.39 WIB
Dalam konteks pemasaran produk, perubahan strategi dari berorientasi

pada produk menjadi berorientasi pada konsumen menunjukkan

pentingnya kesadaran dan tanggung jawab produsen terhadap produk

yang dihasilkan. Kurangnya kesadaran dan tanggung jawab sebagai

produsen dapat berakibat fatal dan menghadapi bahaya terhadap

ketahanan dan kepercayaan bisnis mereka. Hal ini menunjukkan bahwa

produsen harus memperhatikan kualitas dan keamanan produk yang

dihasilkan, serta memastikan bahwa produk tersebut memenuhi standar

yang ditetapkan. Dengan demikian, kesadaran dan tanggung jawab

produsen terhadap produk yang dihasilkan sangat penting untuk

menjaga kepercayaan konsumen dan keberlangsungan bisnis mereka.6

PT Bukalapak.com Tbk (selanjutnya disebut “Bukalapak”) adalah

perseroan terbatas yang beroperasi sebagai penyedia layanan portal web.

Bukalapak dalam hal ini menyediakan platform pertukaran elektronik

(bisnis online) di mana pelanggan dapat melakukan pertukaran produk

Panggung Bukalapak merupakan platform perdagangan elektronik (e-

commerce) di mana setiap pihak yang berdomisili di wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia dapat membuka lapak, menjual produk,

membeli barang, menggunakan fitur dan layanan yang tersedia, atau

sekadar mengakses/mengunjungi Panggung Bukalapak.

6
I Gede Agus Satrya Wibawa, I Nengah Suharta, 2016, “Mekanisme Penyelesaian
Sengketa Konsumen secara Mediasi terhadap Produk Cacat dalam Kaitannya dengan
Tanggung Jawab Produsen”, Kertha Semaya, Vol. 04, No. 01, Februari 2016, hlm. 2,
ojs.unud.ac.id, URL : http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/18973/12436,
diakses tanggal 23 Febuari 2023, jam 00.58 WIB
Aturan Pemanfaatan ini mengarahkan pemanfaatan seluruh

administrasi di Panggung Bukalapak yang berlaku bagi seluruh Klien dan

masing-masing Pihak yang menyampaikan permohonan atau data ke

Bukalapak. Dengan mendaftarkan akun Bukalapak atau berpotensi

memanfaatkan Panggung Bukalapak, Klien dianggap telah membaca,

memahami, memahami, dan menyetujui semua item dalam Aturan

Pemanfaatan penggunaan. Dan juga dimana barang rekondisi adalah

barang rusak yang komponenenya diganti secara total sehingga

masyarakat banyak melakukan perdagangan barang rekondisi yang berupa

handphone, televisi, komputer, dan produk lainnya. Membanjirnya produk

elektronik akhir-akhir ini telah menimbulkan berbagai persoalan dan salah

satu yang ditemui adanya fenomena daur ulang produk elektronik yang

dilakukan oleh oknum pelaku usaha yang bertujuan untuk mengambil

keuntungan yang sebanyak- banyaknya. Produk elektronik hasil daur ulang

yang dimaksud adalah bahwa produk tersebut hanyalah kelihatan baru dari

sisi luarnya saja, sedangkan jika dilihat dari sperpatnya atau komponen

dari barang elektronik tersebut merupakan barang lama yang sudah rusak

ataupun tidak, yang diservis atau diperbaiki terus diganti casing, dan

capnya dengan yang baru.

Pelapak yang melakukan penjualan di Bukalapak wajib mematuhi

semua ketentuan yang telah ditetapkan, mulai dari penempatan barang

sesuai kategori dan sub-kategori, pengisian informasi barang secara jelas

dan lengkap, hingga penggunaan metode pengiriman sesuai pilihan

pembeli. Pelapak juga diharuskan untuk memperbarui informasi barang


secara rutin dan memberikan balasan terhadap pesanan pembeli dalam

waktu 2 hari. Selain itu, Pelapak harus mengirimkan barang menggunakan

jasa ekspedisi yang dipilih oleh pembeli dan memastikan nomor resi

pengiriman yang benar. Pelapak juga tidak diperbolehkan untuk

melakukan manipulasi harga atau menawarkan barang terlarang, serta

harus mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Bukalapak. Di

sisi pembeli, mereka wajib melakukan transaksi melalui prosedur yang

telah ditetapkan oleh Bukalapak dan membaca serta memahami deskripsi

produk dengan baik sebelum melakukan pembelian. Pembeli juga

diharuskan untuk membayar dalam waktu tertentu setelah pesanan

ditempatkan, serta memahami bahwa segala transaksi dilakukan melalui

sistem Bukalapak dan bukan di luar platform tersebut. Selain itu, pembeli

harus mengikuti prosedur pengembalian barang jika terjadi kesalahan oleh

pelapak, dan pembeli juga memiliki hak untuk melakukan klaim barang

rusak atau pengembalian dana jika barang tidak sesuai. Bukalapak juga

memiliki kebijakan perlindungan terhadap pembeli, seperti penahanan

dana jika terdapat dugaan kecurangan atau pelanggaran aturan. Dengan

demikian, baik pelapak maupun pembeli di Bukalapak harus memahami

dan mematuhi setiap aturan dan ketentuan yang telah ditetapkan untuk

menjaga keamanan dan kenyamanan dalam bertransaksi di platform

tersebut.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Perlindungan hukum konsumen dalam perjanjian jual beli

barang online rekondisi elektronik di situs Bukalapak ?

2. Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen yang sudah

membeli barang rekondisi elektronik yang tidak sesuai di situs bukalapak ?

C. Tujuan Peneltian

Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan, maka penelitian

ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis kesesuai terhadap perlindungan

hukum konsumen dalam perjajanjian jual beri barang online rekondisi

elektronik

2. Untuk mengetahui dan menganlisis pertanggung jawaban para pelaku

usaha barang rekondisi yang tidak sesuai yang dibeli oleh konsumen di

situs bukalapak

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat bagi

kepentingan teoritis dan kepentingan praktis,yaitu :


1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penulisan ini bermanfaat untuk menyumbangkan ilmu

pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan perlindungan hukum

konsumen dalam transaksi jual beli online dalam perspektif UU No. 8

Tahun 1999 dan mendalami pada bidang hukum perdata.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pelaku Usaha

Penelitian Hukum ini diharapkan dapat membantu meningkatkan

kesadaran pelaku usaha, khususnya pelaku usaha mobile phone

untuk beritikad baik, berlaku jujur, tidak memberikan informasi

yang menyesatkan terhadap pembeli yang membeli mobile phone

rekondisi, serta menjamin mutu mobile phone rekondisi yang di

jualnya.

b. Konsumen

Penelitian Hukum ini diharapkan dapat memberikan kesadaran

kepada pembeli yang membeli barang rekondisi elektronik agar

lebih berhati-hati dalam melakukan pembelian barang rekondisi

elektronik agar tidak mengalami kerugian, selain itu juga

memberikan pemahaman bahwa terdapat Undang-Undang yang

melindungi pembeli bila mengalami kerugian atas perjanjian jual-

beli oleh pelaku usaha.


c. Masyarakat

Penelitian Hukum ini diharapkan dapat membantu masyarakat

dalam memperoleh informasi mengenai pentingnya unsur ketelitian

dan kehati-hatian dalam melakukan pembelian barang rekondisi

elektronik.

d. Pemerintah

Penelitian hukum ini diharapkan agar dapat membantu pemerintah

dalam memperoleh informasi mengenai pelaku usaha yang tidak

bertanggung jawab terhadp jual beli barang rekondisi terhadap

konsumen yang sudah dicantumkan undang undang yang berlaku

agar supaya masyarakat yang membeli barang agar lebih berhati

hati membeli barang rekondisi elektronik.

E. Ruang lingkup

Ruang lingkup penelitian pada penulisan penelitian ini adalah mengkaji

Aspek hokum perlindungan konsumen jual beli online barang rekondisi

elektronik dengan aplikasi bukalapak.com

F. Kerangka Teoritis

1. Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum merupakan perlindungan akan harkat dan martabat serta

pengakuan terhdap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum
berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan

peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya.7

Perlindungan Hukum yang sah adalah sesuatu yang melindungi subjek yang

sah melalui peraturan dan pedoman yang relevan dan pelaksanaannya diizinkan

dengan sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh otoritas publik yang bertekad untuk

mencegah pelanggaran sebelum terjadi. Sebelum pelanggaran terjadi. Hal

ini tertuang dalam pedoman hukum yang sepenuhnya bertujuan untuk

mencegah terjadinya pelanggaran dan memberikan rambu-rambu atau

larangan dalam melakukannya.

b. Perlindungan Hukum Represif

Keamanan hukum yang keras muncul sebagai otorisasi, misalnya denda,

penahanan, dan hukuman tambahan yang diberikan jika terjadi sengketa atau

pelanggaran telah dilakukan.

7
Wahyu Sasongko, Ketentuan-ketentuan pokok hukum perlindungan konsumen, Bandar
lampung:Universitas lampung, 2007, hlm 31
Dalam menjawab rumusan masalah pertama & kedua memberikan penjelasan

bahwa terdapat hak yang diberikan jaminan oleh undang-undang berupa setiap

pihak jika melakukan transaksi jual beli melalui elektronik wajib memberikan

tanggung jawab berupa itikad baik jika terdapat kerugian yang terjadi kepada

para konswumen jika adanya ketidak sesuaian kondisi barang/manfaat dari

produk yang mereka beli.8

2. Teori Perjanjian Konsumen

Salah satu fungsi hukum adalah untuk memberikan perlindungan

kepada warga/masyarakat, terutama yang berada pada posisi yang lemah

akibat hubungan hukum yang tidak seimbang, demikian hanya hukum

perlindungan konsumen untuk melindungi konsumen dari pelaku usaha yang

tidak jujur. Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi

hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum yakni keadilan, kemanfaatan,

dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang

diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang

bersifat preventif, maupun dalam bentuk yang bersifat represif, baik yang

secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan

hukum. Perlindungan konsumen itu sendiri identik dengan perlindungan yang

diberikan hukum kepada konsumen dan haknya.10

8
Ibid., hlm 365-366.
9
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia : Sebuah Studi Tentang
Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya Oleh Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan
Pemberontakan Peradilan Administrasi, (Surabaya: Peradaban, 1987), hlm. 2.
10
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Cet. II, (Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004), hlm. 19.
Menurut ketentuan dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 1 Ayat (2) No. 8

1999 “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia

dalam masyarakat baik bagi kepentingan sendiri keluarga orang lain maupun

makhluk hidup lain dan tidak diperdagangkan” 11

3. Teori Penyelesaian Sengketa

Penyelesaian sengketa E-Commerce internasionaldimungkinkan untuk

diselesaikanterutama yang meliputi sengketa bernilai kecil dalam forum yang

tepat,yaitu dengan Online Dispute Resolution (ODR), atau APS online yang

menjadi cara praktis untuk memberi para pelanggan remedy yang tepat, murah

dan efektif serta mengurangi penentuan perkara dinegara asing. Ada beberapa

keuntungan bagi pembeli dan pelaku usaha trnsaksi E-Commerce dalam

penyelesaian sengketa melalui ODR antara lain:

Pertama, penghematan waktu dan uang. Keuntungan ini timbul karena para

pihak tidak perlu menanggung biaya menghadiri persidangan. Salah satu

keunggulan mendasarnya adalah kecepatan ODR; para pihak dan pihak netral

tidak perlu melakukan perjalanan untuk bertemu, mereka tidak perlu hadir pada

waktu yang sama, waktu antara penyerahan dapat singkat, dan penyelesaian

dapat didasarkan pada dokumen-dokumen saja

11 Ketentuan Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang


Perlindungan Konsumen (selanjutnya, disebut dengan UUPK).
Kedua, Biaya lembaga penyelesaian sengketa, biaya dan biaya yang

dikeluarkan oleh pihak netral, biaya yang dikeluarkan oleh para pihak, dan biaya

hukum biasanya merupakan total biaya layanan penyelesaian sengketa perdata,

mengacu pada keuntungan dari Online Dispute Resolution (ODR) dalam

penyelesaian sengketa, di mana beberapa biaya dapat dihilangkan atau

berkurang secara signifikan. Selain itu, pihak yang menggunakan akses internet

cenderung lebih percaya diri dalam menghadapi proses ODR karena mereka

dapat dengan mudah mengontrol dan merespons apa yang terjadi dalam proses

tersebut.

Keempat, ODR memungkinkan para pihak untuk menyelesaikan sengketa

secara online tanpa harus bertemu secara fisik, sehingga dapat mengurangi

ketegangan dan perasaan takut akan intimidasi yang mungkin timbul dalam

proses penyelesaian sengketa. Dengan demikian, ODR memberikan fleksibilitas

dan kenyamanan bagi para pihak dalam menyelesaikan sengketa, serta

memungkinkan mereka untuk menghindari persoalan psikologis yang terkait

dengan pertemuan tatap muka.

Berdasarkan pada penyelesaian sengketa alternatif secara offline atau

tradisional, maka dapat dibagi jugabentuk penyelesaian sengketa dengancara

online (ODR) yang dapat dilakukan melalui Arbitrase Online. Perkembangan

teknologi yang menjadikan pertukaran elektronik potensial, juga telah

meramaikan tujuan debat elektronik. Di tengah kekisruhan seperangkat

peraturan perundang-undangan yang tidak mengikuti perkembangan zaman dan

pesatnya kemajuan inovasi, inovasi telah membuka kemungkinan adanya tujuan

pertanyaan online, seperti mediasi online (E-Discretion).


Kebijaksanaan online adalah pilihan yang menarik dalam menyelesaikan

pertanyaan bisnis berbasis Web. Kualitas pertukaran di web adalah pertukaran

lintas garis geologi yang menghubungkan pelanggan dengan penghibur bisnis

dari berbagai negara yang dapat menimbulkan sengketa. Dimana sengketa

Beberapa di antaranya memiliki nilai nominal yang sangat kecil, namun harus

dibayar dengan cepat dan murah. Berbagai upaya telah dilakukan, termasuk

memberikan pilihan tujuan pertanyaan online, seperti pernyataan berbasis

internet. Tujuan debat online dimulai pada tahun 1995 dengan berdirinya

Hakim Virtual di Vilanova Place For Regulation and Innovation.12

G. Metode Penelitian

Di dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode sebagai

berikut :

1. Tipe Penelitian

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif.

“Penelitian yuridis normatif merupakan suatu penelitian yang difokuskan dan

mengacu kepada norma-norma, kaidah, asas-asas hukum yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-

norma hukum positif yang ada dan berlaku di dalam masyarakat dan tidak

memerlukan penelitianlapangan. Penelitian ini menggunakan norma-norma

12
diakses http://www.hukumonline.com/klinik/ dtail/lt50bf69280b1ee/perlindu ngan-
konsumen- dala-e- commerce pada tanggal 24 September 2023 pukul 00.39
tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh pejabat dan lembaga yang Dalam

konteks penelitian hukum normatif, argumentasi, konsep, dan teori baru dapat

digunakan sebagai preskripsi dalam menyelesaikan suatu masalah. Hal ini

dapat dihubungkan dengan Permasalahan hukum yang berkaitan dengan

tanggung jawab sah dari pertemuan-pertemuan di bursa perdagangan melalui

aplikasi bukalapak, termasuk jenis hubungan hukum antara pertemuan-

pertemuan tersebut, perlindungan hukum bagi para pihak, dan tanggung jawab

hukum para pihak ketika terjadi ketidaksesuaian barang elektronik pada

transaksi jual beli melalui aplikasi Bukalapak.

2. Pendekatan Penelitian

Pada penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan perundang-

undangan dan pendekatan konseptual.

a) Pendekatan perundang-undangan (statute approach).

Pendekatan perundang-undangan (Statue Approach) yaitu melakukan

13
Peter Mahmud Marzuki, 2016, Penelitian Hukum (Edisi Revisi),
cet.12,Jakarta : Prenada Media Group, hlm.59.
Pendekatan perundang-undangan (Statue Approach) dilakukan dengan

melakukan kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan peraturan

lainnya. Pendekatan ini melibatkan penelaahan semua regulasi dan undang-

undang yang terkait dengan isu-isu hukum yang akan dibahas dan ditangani.

Pendekatan ini membuka kesempatan bagi peneliti untuk mengetahui

kesesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan regulasi lainnya. 14

b) Pendekatan Analisis (Analytical Approach)

Pendekatan Analisis (Analytical Approach) pendekatan ini dilakukan

dengan cara mencari makna pada istilah-istilah hukum yang terdapat dalam

perundang – undangan, dengan memperoleh pengetahuan yang baru dari

makna makna yang terkandung dalam Bahasa hukum serta sekaligus

mempraktikan penerapannya dalam menangani kasus-kasus pada kehidupan

nyata.15

3. Jenis Bahan Dan Sumber Bahan Penelitian

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder, yang

dimana data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan pustaka.

Dalam menggunakan penelitian hokum data sekunder ada tiga sumber bahan

hokum yang mengikat :

14
Ibid, hlm. 133
15
Mukti fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris.
(Yogjakarta: pustaka pajar, 2010), hal 34.
a. Bahan Hukum Primer

Peraturan perundang-undangan, catatan resmi atau berita acara proses

pembuatan undang-undang, dan keputusan yang diambil oleh hakim

merupakan bahan hukum utama yang digunakan dalam penelitian ini.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Nomor 1 merupakan salah satu

contoh bahan hukum primer yang penulis gunakan dalam penelitian ini. 8

Tahun 1999 tentang Jaminan Pelanggan, Peraturan Nomor 40 Tahun 2007

tentang Organisasi, dan Peraturan Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Pertukaran Data dan Elektronik. Bahan hukum primer ini memiliki otoritas

dan menjadi landasan utama dalam analisis hukum yang dilakukan dalam

penelitian ini :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindugan

Konsumen.

3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

danTransaksi Elektronik.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum

yangbukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang

hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal

hukum, dan komentar- komentar atas putusan pengadilan. Adapun bahan

hukum sekunder yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah

buku-buku
teks hukum dan jurnal-jurnal hukum.16

c) Bahan Hukum Tersier

Bahan hokum tersier merupakan bahan hokum yang memberikan

penjelasan atas bahan hukum primer maupun sekunder, seperti kamus

hukum, kamus bahasa, atau media internet.

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini menggunakan

studi kepustakaan (library research) yang mana ini dilakukan untuk

mendapatkan data sekunder melalui kegiatan membca, mengutip dan merusume

buku, serta menelaah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

permasalahan.17

5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Penelitian ini menggunakan metode preskritif, yaitu penelitan yang

bertujuan untuk memberikan gambaran atau merumuskan masalah sesuai

16
Ibid., hlm. 142

17
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2008,
hlm. 35.
dengan keadaan atau fakta yang ada 18dan Penelitian ini juga mendekat kearah

metode kualitatif, yaitu analisis ini akan diuraikan secara sistematis dan jelas

menggunakan kalimat teratur sehingga memudahkan dalam memahami

kesimpulan yang mana akan memberikan jawaban dari permasalahan dalam

penulisan penelitian. Dapat disimpulkan bahwa pendekatan preskritif

menggunakan cara mencari pembahasan yang didasarkan

buku,jurnal,dokumen,makalah dan Dapat disimpulkan juga bahwa pendekatan

kualitatif menggunakan cara penelitian yang sasaran penelitian dijelaskan oleh

peneliti melalui tulisan atau lisan serta perilaku nyata.19

6. Teknik Penarikan Kesimpulan

Teknik penarikan kesimpulan yang digunakan dalam skripsi ini adalah

metode deduktif, yaitu dimana pola pikir yang didasarkan pada suatu fakta

yang bersifat umum, selanjutnya ditarik sebuah kesimpulan pada suatu fakta
48
yang

bersifat khusus Sehingga dapat menjawab permasalahan yang ada didalam

skripsi ini.20

18
H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian
Tesis dan Disertasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 9.
19
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia,
2006), hlm. 51.
20
Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

1. Pengertian Perlindungan Konsumen

1.1 Pengertian Konsumen

Konsumen secara umum mengacu pada individu atau pihak yang

menggunakan atau mengkonsumsi produk atau jasa. Dalam konteks

hukum konsumen, penting untuk memahami hak dan perlindungan

yang diberikan kepada konsumen untuk memastikan keamanan dan

kesejahteraan mereka dalam proses konsumsi.21

Dalam banyak yurisdiksi, ada undang-undang perlindungan

konsumen yang bertujuan melindungi hak-hak konsumen, memberikan

informasi yang jelas tentang produk atau jasa, serta menetapkan standar

kualitas dan keamanan. Konsep konsumen dan perlindungan konsumen

menjadi sangat relevan dalam hubungan antara produsen atau penyedia

layanan dengan konsumen.22

Definisi Konsumen diatur dalam undang – undang nomor 8

tahun 1999 Pasal 1 angka (2) yaitu Konsumen adalah setiap orang

pemakai

21
M. Marwan dan Jimmy. P, 2009, Kamus Hukum, Surabaya: Reality Publisher, hal. 378
22
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, Konsumen, diakses dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id/ diakses pada tanggal 24 September 2023 pukul 00.39
barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup

lain dan tidak untuk diperdagangkan. 23

Berdasarkan beberapa pengertian konsumen diatas, dapat

diuraikan unsur – unsur konsumen sebagai berikut :24

1. Setiap orang

Setiap orang adalah perseorangan atau individu dan tidak

termasuk badan hukum maupun pribadi hokum.

2. Pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat

Barang dan/atau jasa yang dimaksud dapat diperoleh di tempat

umum/aplikasi misalnya pasar, supermarket, Bukalapak, shopee,

tokopedia dan lain sebagainya.

3. Untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, atau

makhluk hidup lain.

Barang dan/atau jasa digunakan, dipakai, dimanfaatkan tidak

untuk keperluan konsumen, keluarga konsumen atau orang lain.

4. Tidak untuk diperdagangkan

23
Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen
24
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum
Acara Serta Kendala Implementasinya, Jakarta : Kencana, 2011, hlm 63
Barang dan/atau jasa digunakan, dipakai, dimanfaatkan tidakk

untuk keperluan komersil.

Menurut definisi yang terdapat dalam Undang – Undang

Perlindungan Konsumen (UUPK) dapat diketahui bahwa

pengertian konsumen yang dimaksud adalah pengguna akhir

yang memakai barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhannya,

keluarganya, atau pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan

rumah tangganya (keperluan non-komersial).

1.2 Pengertian Perlindungan Konsumen

Teori perlindungan hukum menurut Philipus M. Hadjon, perlindungan

hukum adalah "perlindungan harkat dan martabat serta pengakuan terhadap hak-

hak manusia yang dimiliki oleh subjek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari

kesewenangan". Dalam konteks ini, perlindungan hukum bertujuan untuk

melindungi martabat dan hak asasi manusia yang dimiliki oleh individu sebagai

subjek hukum. Hal ini mencakup upaya untuk mencegah tindakan sewenang-

wenang dan memberikan pengakuan terhadap hak-hak yang dimiliki individu

berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Dengan demikian, perlindungan

hukum memiliki peran penting dalam menegakkan keadilan, kepastian hukum,

dan keamanan bagi individu dalam masyarakat.”25 Perlindungan hukum memiliki

tujuan untuk melindungi kepentingan umum dan mencegah tindakan sewenang-

wenang. Hal ini dapat diwujudkan melalui kepastian hukum, yang merupakan

prinsip fundamental dalam sistem hukum. Menurut Muchsin, perlindungan

hukum adalah suatu mekanisme yang melindungi subyek hukum melalui

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sanksi yang diberlakukan.

Perlindungan hukum dapat bersifat preventif, yaitu mencegah terjadinya


pelanggaran sebelum terjadi, dan represif, yaitu memberikan sanksi jika

pelanggaran telah terjadi. Dengan demikian, perlindungan hukum bertujuan

untuk menegakkan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum dalam

masyarakat.

25
Philipus M. Hadjon. 1987. “Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia. Sebuah
Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya”. Penanganan oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan
Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara. Surabaya. PT Bina Ilmu. Hal, 25
Perlindungan hukum kepada Masyarakat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:26

a. Perlindungan Hukum Preventif adalah suatu bentuk perlindungan yang diberikan

oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran sebelum

pelanggaran tersebut terjadi. Hal ini tercermin dalam peraturan perundang-

undangan yang bertujuan untuk memberikan pedoman atau batasan dalam

melaksanakan kewajiban, serta memberikan rambu-rambu atau larangan untuk

mencegah terjadinya pelanggaran. Perlindungan Hukum Preventif ini merupakan

bagian penting dalam upaya mencegah terjadinya kerugian atau pelanggaran

hukum sebelum hal tersebut terjadi, sehingga memberikan kepastian hukum dan

melindungi kepentingan umum.

b. Perlindungan Hukum Represif merupakan bentuk perlindungan akhir yang

melibatkan pemberian sanksi seperti denda, penjara, atau hukuman tambahan

setelah terjadinya pelanggaran atau sengketa. Ini berfungsi sebagai mekanisme

penegakan hukum untuk menindak pelanggaran yang telah terjadi. Dalam konteks

perlindungan konsumen, perlindungan hukum represif dapat diterapkan jika

terjadi pelanggaran hak konsumen atau ketentuan hukum yang mengatur

hubungan antara konsumen dan pelaku usaha. Sanksi-sanksi ini bertujuan untuk

memberikan keadilan bagi konsumen yang dirugikan dan sebagai upaya

pencegahan agar pelaku usaha mematuhi peraturan yang berlaku.

Pengertian “Perlindungan Konsumen” menurut Az. Nasution memaknai

kedua istilah tersebut unik, tepatnya peraturan jaminan pembeli penting bagi

peraturan pembeli.

26
Muchsin. 2003. “Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia”.
Surakarta. Universitas Sebelas Maret. Hal, 20.
diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur

dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para

penyedia barang dan atau jasa konsumen.27 Lebih lanjut mengenai definisiny

Az. Nasution menjelaskan Hukum konsumen pada pokoknya lebih berperan

dalam hubungan dan masalah konsumen yang kondisi para pihaknya berimbang

dalam kedudukan sosial ekonomi, daya saing, maupun tingkat pendidikan.

Rasionya adalah sekaliipun tidak selalu tepat, bagi mereka masing-masing lebih

mampu mempertahankan dan menegakkan hak-hak mereka yang sah. Hukum

perlindungan konsumen diperlukan jika keadaan para pihak yang melaksanakan

hubungan yang sah atau rumit di mata publik menjadi timpang. Pada dasarnya

“ hukum perlindungan konsumen dan hukum konsumen membahas hal yang sama

dengan memperhatikan kepentingan hukum atau hak hak konsumen”28

Keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak dan tanggung jawab

konsumen dan pelaku usaha dalam upaya memenuhi kebutuhannya dikenal dengan

undang-undang konsumen atau undang-undang perlindungan konsumen. Kata

27
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen: Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta,
2014, Hlm 12.
28
Ibid, hlm 12.
Keseluruhannya diharapkan dapat menjelaskan bahwa ia mencakup semua

pembedaan yang sah sebagaimana ditunjukkan oleh jenisnya. Jadi hal ini

mencakup standar regulasi umum, pidana, otoritas negara, dan global. Sementara

itu, perluasan tersebut mencakup keistimewaan dan komitmen serta pendekatan

untuk memuaskan mereka dalam upaya mengatasi permasalahannya, khususnya

bagi pembeli mulai dari upaya memperoleh kebutuhannya dari produsen, antara

lain: data, pengambilan, biaya hingga hasil. yang muncul karena kebutuhan

klien, misalnya untuk mendapatkan imbalan atas ke.

Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 memberi

pengertian perlindungan konsumen sebagai segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.29

2. Hak dan kewajiban Konsumen

2.1 Hak-Hak Konsumen

Mengingat Peraturan Keamanan Pelanggan, pasal 4 dengan tegas

menyatakan bahwa hak istimewa pembeli adalah sebagai berikut:30

29
Ibid, hlm 13
30
Pasal 4 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
a. Hak atas keamanan, kenyamanan dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang atau jasa;

b. Hak untuk memilih dan mendaptkan barang sesuai dengan nilai

tukar, kondisi serta jaminan yang menjanjikan

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang atau jasa;

d. Hak untuk didengarkan pendapat, keluhan atas barang yang

digunakan;

e. Hak untuk dapat digunakan advokasi, perlindungan dan upaya

penyelesaian sengketa konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan Pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan secara jujur tanpa diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan konpensasi ganti rugi atau pergantian

barang jika barang tidak sesuai dan tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

lainnya;

Dari hak konsumen di atas dapat disimpulkan bahwa masalah

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hal yang

paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen.


2.2 Kewajiban Konsumen

Mengenai kewajiban konsumen dijelaskan dalam pasal 5 Undang –

Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

yakni:31

a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi

keamanan dan keselamatan;

b) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang

dan/atau jasa;

c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.

3. Pengertian Pelaku Usaha

Pasal 1 angka 3 UUPK meyebutkan bahwa “Pelaku usaha adalah setiap


orang perorang atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia baik
sendiri maupun bersama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan
usaha dalam berbagai bidang ekonomi” 32

Dalam penjelasannya, pelaku usaha yang dimaksud dengan pengertian

tersebut adalah organisasi, koperasi, BUMN, persekutuan, pedagang, pedagang

besar, pedagang besar, dan lain-lain. Dalam mengartikan usaha penghibur

disinggung dalam Pasal 1 angka

31
Pasal 5 Undang – Undang Nomor 88tahun 1999 tentang perlindungan Konsumenn
32
Pasal 3 Undang – Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
3 Hal ini setara dengan inklusi yang dijamin oleh negara-negara Eropa,

khususnya Belanda, karena pelaku bisnis dapat berupa pelaku atau orang yang

sah. Dalam Pasal 3 Item Obligation Mandat (selanjutnya disebut Order) sebagai

aturan bagi negara-negara European Financial People Group (EEC) yang

menjadi ciri pelaku bisnis/pembuat yaitu :33

a. Pelaku usaha adalah pengolah produk akhir, pengolah bahan mentah,

atau pengolah suku cadang dan orang yang memberi nama merek dagang atau

tanda pengenal lainnya pada produk menetapkan dirinya sebagai produsen.

b. Dalam pengertian ini, tanpa mengurangi tanggung jawab produsen,

seseorang yang memperkenalkan produk untuk dijual, disewakan, atau bentuk

distribusi apa pun selama kegiatan komersial dalam Komunitas Eropa akan

dianggap sebagai produsen. Hal ini dipandang dalam arti pelaku usaha adalah

Directive dan bertanggung jawab menjadi pelaku usaha atau produsen.

c. Dalam hal suatu produsen tidak dikenal identitasnya, maka setiap

leveransir/supplier akan bertanggung gugat sebagai produsen,

33
Ahmad Miru, Sutarman Yudo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Raja
Grafindo Persada. Hlm 9.
kecuali ia memberitahukan orang yang menderiata kerugian dalam waktu yang

tidak terlalu lama mengenai identitas produsen atau orang yang menyerahkan

produk itu kepadanya. Hal yang sama akan berlaku dalam kasus barang/produk

yang diimpor, jika produk yang bersangkutan tidak menunjukan identitas

importir sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, sekalipun nama produsen

dicantumkan.

a) Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

4.1 Hak Pelaku Usaha

Dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun Tentang

Perlindungan Konsumen menyebutkan enam hak pelaku usaha

diantaranya:34

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan

kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau

jasa yang simpanan;

2. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan

kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau

jasa yang diperdagangkan;

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam

penyelesaian hukum sengketa konsumen;

34
Pasal 6 Undang – undang nomor 8 tahun 19999tentang Perlindungan Konsumen
4. Pilihan untuk mengembalikan nama baik seseorang dengan

asumsi terbukti secara sah bahwa kemalangan pembelinya

bukan disebabkan oleh barang dagangan atau potensi

keuntungan yang dipertukarkan;

5. Kebebasan yang diarahkan oleh pengaturan hukum lainnya.

Hak pelaku usaha untuk menerima cicilan sesuai dengan

keadaan dan nilai jual produk serta manfaat yang diberikan kepada

pembeli tidak atau sebaliknya kurang sesuai dengan biaya yang

umumnya sesuai untuk barang dagangan atau manfaat potensial

yang serupa. Berkenaan dengan kebebasan-kebebasan yang

terkandung dalam huruf b, c, dan d, merupakan hak-hak istimewa

yang berhubungan dengan otoritas publik atau berpotensi Kantor

Sasaran Pembelian dan Pengadilan dalam kewajibannya

melakukan penyelesaian sengketa.

Mengenai diatur dalam berbagai peraturan, misalnya

keistimewaan yang diatur dalam Peraturan Keuangan, Undang-

undang Larangan Sindikasi dan Kompetisi Usaha Keluar,

Peraturan Pangan, dan peraturan lainnya.35

4.2. Kewajiban Pelaku Usaha

Kewajiban merupakan sesuatu yang wajib dan menjadi

35
Loc.cit. Hal 50
keharusan untuk dilakukan oleh pihak yang terkait, dalam hal ini

kewajiban Pelaku Usaha harus didasari dengan melakukan kegiatan

usahanya dengan itikad baik yang merupakan salah satu asas dalam

hukum perikatan. Peraturan ini terdapat dalam pasal 1338 ayat 3

KUHPerdata. Maka dari itu, untuk menjamin terwujudnya usaha

dalam perlindungan konsumen yang efisien, Undang-undang

Perlindungan Konsumen secara tegas menentukan dalam Bab III

Pasal 7 terkait kewajiban – kewajiban yang harus dilaksanakan

oleh Pelaku Usaha. Terdapat enam kewajiban pelaku usaha

disebutkan dalam Undang – undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlndungan Konsumen Pasal 7 diataranya:36

a) Menjaga Niat Baik Ketika melakukan usaha;

b) Memberikan informasi yang jujur mengenai keadaan

barang;

c) Memberikan pelayanan non-diskriminatif;

36
Pasal 7 Undang – Undang nomor 88tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
d) Adanya Jaminan bahwa barang yang berlaku sudah

berdasarkan standaritas terbaik berdasarkan ketentuan

standar mutu barang/jasa yang berlaku;

e) Jika memungkinkan memperbolehkan konsumen untuk

melakukan metode “TRY” agar pembeli mendapatkan

keyakinan bahwa barang yang dijual aman.

f) Siap bertanggung jawab penuh dalam memberikan

kompensasi, ganti rugi, atau penggantian secara

keseluruhan.

B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Pengertian Perjanjian terdapat pada pasal 1313 KUH Perdata

yang menjelaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

atau lebih.37 Dalam pengertian ini sudah menerangkan bahwa dalam

perjanjian terdapat satu pihak yang mengikatkan diri kepada pihak

lain sehingga muncul hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh

para pihak.
Berdasarkan pendapat subekti yang menjelaskan bahwa

perjanjian adalah suatu peristiwa di mana satu orang berjanji

kepada orang lain atau di mana dua orang saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu. Dari peristiwa ini, timbul keterkaitan antara

pihak-pihak yang membuat perjanjian, yang disebut perikatan.

Perjanjian menciptakan perikatan antara para pihak yang

membuatnya, berupa rangkaian perkataan yang mengandung janji

atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Sudikno Mertokusumo yang menjelaskan bahwa perjanjian

adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan


39
kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Maksud dari

akibat hukum ini adalah menimbulkan suatu hak dan kewajiban

namun apabila kesepakatan dilanggar maka terdapat akibat

hukumnya.

2. Syarat Sahnya Perjanjian

Suatu hal yang mendasar dalam hukum perjanjian adalah

keabsahan perjanjian. Pelaksanaan isi perjanjian, yakni hak dan

38
Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, cetakan 20, Intermasa, Jakarta, hlm. 1
39
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2003,
hlm. 95
kewajiban hanya dapat dituntut oleh pihak yang satu kepada pihak

lain, demikian pula sebaliknya, Apabila perjanjian yang dibuat sah

menurut hukum. Oleh sebab itu, keabsahan perjanjian sangat

menentukan pelaksanaan isi perjanjian yang ditutup. Perjanjian

yang sah tidak boleh diubah atau dibatalkan secara sepihak.

Kesepakatan yang tertuang dalam suatu perjanjian karenanya

menjadi aturan yang dominan bagi pihak yang menutup

perjanjian.40

Dalam pasal 1320 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata

terdapat syarat sahnya perjanjian yaitu :

a. Kesepakatan Kedua belah pihak (Toesteming)

Kesepakatan yang dimaksud adalah persesuaian

pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak


41
lainnya . Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena

kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui orang lain. Pihak

Pihak yang menyetujui perjanjian tersebut telah sepakat atau

bersatu dengan keinginan untuk secara umum menyetujui

keinginan satu sama lain, yang diwujudkan oleh kelompok-

kelompok tersebut tanpa intimidasi, kesalahan, atau penafsiran

yang salah.42

40
Yahman, Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan Yang Lahir Dari
Hubungan Kontraktual, PT. Prestasi Pustakarya, Jakarta, 2011, hlm. 51.
41
Salim H.S, Op.Cit, hlm. 162.
42
H. Riduan Syahrani, Loc.Cit, hlm. 205.
b. Cakap (bekwaan)

Cakap adalah syarat dasar untuk dapat melakukan

perbuatan hukum secara sah yaitu harus sudah dewasa seperti

yang tercantum dalam pasal 330 KUHPerdata, sehat akal

pikiran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang –

undangan untuk melakukan sesuatu perbuatan tertentu.

Seseorang bagi hukum dipandang tidak cakap untuk

melangsungkan kontrak/perbuatan hukum apabila seseorang

tersebut belum berusia 21 tahun, namun jika orang tersebut

telah kawin sebelum cukup 21 tahun. Sedangkan setiap orang

yang berusia 21 tahun ke atas, bagi hukum dipandang cakap,

namun dikecualikan apabila orang tersebut ditaruh dibawah

pengampuan. Dalam hal ini dapat dikatakan apabila gelap

mata, dungu, sakit ingatan atau pemboros.43 Adapun orang –

orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian dalam Pasal

1330 KUHPerdata disebutkan sebagai berikut:

1. “Orang orang yang belum dewasa” ;

2. “Orang yang ditaruh dibawah pengampuan” ; dan

3. “Perempuan yang telah kawin” .44

43
Ibid, hlm 208
44
R. Soeroso, Perjanjian Di Bawah Tangan Pedoman Praktis Pembuatan dan Aplikasi
Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 3.
Namun adanya SEMA nomor 3 tahun 1963 dan pasal 31 undang

– undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, maka poin c

sudah tidak berlaku lagi.

c. Adanya Objek Perjanjian

Objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian).

Prestasi adalah kewajiban debitur dan hak kreditur. Prestasi

harus dapat ditentukan, artinya didalam mengadakan perjanjian,

isi perjanjian harus dipastikan, dalam arti dapat ditentukan

secara cukup.45

Berdasarkan Pasal 1333 KUHPerdata yang menjabarkan

”Suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu barang yang

paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan

bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu kemudian

dapat ditentukan atau dihitung.46

d. Suatu sebab yang halal

Suatu sebab yang halal merupakan syarat yang keempat untuk sahnya

perjanjian. Mengenai syarat ini Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu

perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu
47
atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Akhirnya, Pasal 1337

KUHPerdata

45
Ibid, hlm 208
46
Pasal 1333 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata
47
H. Riduan Syahrani, Op.Cit, hlm. 211.
menentukan bawha sesuatu sebab dalam perjanjian tidak boleh bertentangan

dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.48

Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subjektif, karena

mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian.

Sedangkan dua syarat terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai

perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.49

3. Asas - Asas Perjanjian

Dalam melakukan perjanjian tidak lepas dari adanya asas – asas yang

merupakan hal penting dalam melakukan perjanjian sebagai dasar terhadap pihak

untuk mendapatkan maksud yang diinginkan. Beberapa asas tersebut diantaranya

adalah sebagai berikut :50

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak terdapat di ketentuan Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.51 Dalam

melakukan perjanjian adanya asas kebebasan berkontrak untuk memberikan

kebebasan kepada pihak yang terkait untuk

1).Tidak atau melakukan perjanjian

48
Ibid, hlm. 212.
49
Subekti, Op.Cit, hlm. 17.
50
Salim HS, 2014, Hukum Kontrak (Teori & Teknik Penyusunan Kontrak), Sinar Grafika,
Jakarta, hlm. 23
51
Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang – Undang Hukum Perdata
2). Melaksanakan perjanjian dengan pihak terkait

3). Menetapkan muatan perjanjian, persyaratan dan pelaksanaan, dan

4). Menetapkan gambaran dari perjanjian yaitu tertulis atau lisan .

b. Asas Konsensualisme

Dalam Pasal 1320 ayat 1 KUHPer menjabarkan

ketentuan dari syarat sahnya suatu perjanjian salah satunya

adalah kesepakatan kedua belah pihak. Asas

Konsensualisme adalah asas yang menjelaskan sebuah

perjanjian lazimnya diadakan secara informal dengan artian

bahwa perjanjian dilakukan cukup dengan adanya

kesepakatan dari para pihak yang melakukan perjanjian.

Kesepakatan adalah persetujuan antara kehendak dan

pernyataan yang dibuat oleh para pihak.

Asas Konsensualisme diyakini bahwa asal

kewajiban kontraktual adalah bertemunya keinginan

(convergence of wills) atau konsensus para pihak yang

membuat perjanjian.52 Namun dalam keadaan tertentu

didalam perjanjian ada suatu hal yang mencerminkan tidak

tercapainya kesepakatan. Hal ini disebabkan adanya cacat

kehendak (wilsgebreke) yang

52
Ridwan Khirandy, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan, Bagian
Pertama, FH UII Press, Yogyakarta, 2013, hlm. 27
mempengaruhi timbulnya perjanjian.53 Dalam KUHPerdata

terdapat 3 (tiga) hal cacat kehendak yaitu :

1) Kesesatan atau dwaling (Pasal 1322 KUHPerdata)

2) Penipuan atau bedrog (Pasal 1323 KUHPerdata)

3) Paksaan atau dwang (Pasal 1328 KUHPerdata)

Asas Konsualisme menyatakan dengan menghormati

kesepakatan bersama secara tidak langsung juga menghormati

martabat manusia.54

c. Asas Kepastian Hukum

Asas yang berkaitan dngan adanya akibat dari sebuah

perjanjian bisa disebut juga dengan asas pacta sunt servanda. Asas

kepastian hukum termuat dalan ketentuan Pasal 1338 ayat (1)

KUPerdata yang menjabarkan bahwa “semua perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka


55
yang membuatnya”. menjelaskan bahwa undang-undang

mengakui dan menempatkan posisi perjanjian yang dibuat oleh

para pihak sejajar dengan pembuatan undang-undang. Kekuatan

perjanjian yang dibuat secara sah (Pasal 1320 BW) mempunyai

daya berlaku seperti halnya

53
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial), Kencana, Jakarta, 2010. Hlm 107
54
Ridwan Khirandy, Op.Cit., hlm. 90
55
Pasal 1338 ayat 1 kitab Undang – undang Hukum Perdata
undang-undang yang dibuat oleh legislator dan karenanya harus

dipatu oleh yang bersangkutan, namun apabila diperhatikan mampu

dipaksakan dengan adanya bantuan sarana penegakan hukum

seperti hakim, jurusita.56

d. Asas Itikad Baik

Dalam Perundang - Undangan tidak memperoleh pengertian

secara tegas apa arti dari itikad baik. Namun terdspat di Kamus

Besar Bahas Indonesia (KBBI), yang diartikan dengan “itikad”

adalah kepercayaan, keyakinan yang teguh, maksud, kemampuan

(yang baik).57 Berdasarkan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata

perjanjian itu harus dilakukan menurut kepatutan dan keadilan.

Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata ini pada umumnya selalu

dihubungkan dengan Pasal 1339 KUHPerdata, bahwa

“Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas

ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang

menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan,

kebiasaan, atau undang-undang”.58

56
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 111.
57
KBBI,2022,”itikad” https://kbbi.web.id/itikad diakses pada tanggal 10 Oktober 2022
pukul 21:15
58
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hlm. 188-119.
Itikad baik yang bersifat nisbi memperhatikan tingkah laku dan

sikap yang nyata dari subjek. Wirjono Prodjodikoro membagi

itikad baik menjadi dua macam, yaitu : 59

i. Itikad baik dimulai sejak berlakunya suatu hubungan hukum.

Itikad baik disini lazimnya berupa anggapan seseorang

adanya hubungan hukum yang telah dipenuhi melalui syarat

– syarat yang dibutuhkan. Dalam kondisi ini hukum

menyerahkan perlindungan kepada pihak yang menerapkan

itikad baik, namun untuk seseorang yang tidak menerapkan

itikad baik atau disebut

te kwader trouw wajib bertanggungjawab dan menerima risiko.

Dalam ketentuan Itikad baik dijabarkan dalam pengaturan Pasal

1977 ayat 1 KUHPerdata dan Pasal 1963 KUHPerdata,

berhubungan dengan salah satu syarat untuk mendapatkan hak

atas barang barang melalui daluwarsa. Itikad baik ini bersifat

subyektif dan statis;

ii. Hubungan hukum dengan adanya pelaksanaan kewajiban –

kewajiban dan hak – hak yang tercantum dalam itikad baik

diatur dalam 1338 ayat 3 KUHPerdata yang bersifat

dinamis dan

59
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perdata, Sumur, Bandung , 1992, hlm., 56-
62.
objektif dengan mengikuti kondisi perbuatan hukumnya.

Menegaskan itikad baik berada dlam tindakan yang akan

dilaksanakan oleh para pihak, dengan adanya tindakan

semacam perlakuan sesuatu hal.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

ada perbedaan penjelasan itikad baik termaktub pasal 1338 ayat 3

dengan Pasal 1963 KUHPerdata dan 1977 ayat 1 KUHPerdata.

Pengertian itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata

dalam arti obyektif dan dinamis, sedangkan menurut Pasal 1963

KUHPerdata dan Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata itikad baik

dalam arti subyektif dan statis. Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata

berkaitan dengan fungsi itikad baik, berdasarkan pendapat dari

sarjana Hukum terkmuka antara lain :60

i. Sebagai asas hukum umum, fungsinya mengajarkan agar

perjanjian ditafsirkan dengan itikad baik dan dilaksanakan

dengan cara yang adil dan sah (fair);

ii. Kesanggupan menambah atau mengakhiri (aanvullende werking

van de geode trouw), sebenarnya bermaksud agar dengan

sebenar-benarnya dapat menambah substansi atau ungkapan

perjanjian dengan asumsi ada kebebasan dan komitmen yang

muncul di antara pihak-pihak yang tidak secara tegas dinyatakan

dalam perjanjian.

60
Ridwan Khirandy, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan, Bagian
Pertama, FH UII Press, Yogyakarta, 2013, hlm. 90. (selanjutnya disebut Ridwan Khairandy II)
iii. Kemampuan membatasi atau membuang berarti kemampuan

tersebut harus diterapkan dengan asumsi ada alasan penting

Selanjutnya setelah pembahasan mengenai masing-masing asas,

maka asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda, asas

kebebasan berkontrak, dan asas itikad baik mempunyai

pelaksanaan saling berkaitan dalam kontrak yang memiliki sungsi

sebagai “check and balance”.

e) Asas Kepribadian (Personalitas)

Asas Personalitas adalah asas yang menetapkan

bahwasannya seseorang yang akan melaksanakan dan atau

membuat perjanjian hanya untuk kepentingan seseorang saja.

Terdapat dalam pasal 1315 KUHPerdata menjabarkan “Pada

umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau


61
perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Pada hakikatnya bahwa

seseorang yang melaksanakan perjanjian untuk kepentingan

sendiri.

61
Pasal 1315 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata
Pasal 1340 KUHPerdata menjelaskan: “Perjanjian hanya

berlaku antara pihak yang membuatnya”.62 Berarti kontrak yang

dilaksanakan berlaku terhadap pihak yang membuat perjanjian.

Akan ttetapi ketetapan tersebut dispensasi atau pengecualian,

begitu juga yang dijabarkan didalam Pasal 1317 KUHPerdata, yang

menjabarkan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan

pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri,

atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu

syarat semacam itu”.63

1. Tinjauan Umum Tentang E-Commerce

1. Pengertian E-Commerce

E-commerce atau Electronic Commerce merupakan istilah yang sekarang

sering digunakan atau didengar sehubungan dengan internet.

Untuk mengetahui lebih jelas tentang E-commerce, Penulis memaparkan

pengertian dari beberapa para ahli :

a) Mc Leod Pearson, Perdagangan elektronik atau yang disebut juga E-

Commerce adalah penggunaan internet dan computer dengan Browser

Web untuk membeli dan menjual produk.64

62
Pasal 134o Kitab Undang – Undang Hukum Perdata
63
Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, cetakan 20, Intermasa, Jakarta, hlm.10
64
McLeod Pearson. 2008. Sistem Informasi Manajemen. Salemba. Jakarta.hlm 59
b) Shely Cashman E-Commerce atau singkatan dari Electronic

Commerce (perdagangan secara electronic), merupakan transaksi yang

terjadi melalui jaringan elektronik dan siapapu dapat melakukan

penjelajahan untuk mencari barang barang elektronik melalui internet

dan juga pembayarannya melalui internet.

c) Jony Wong pengertian dari electronic commerce adalah pembelian,

penjualan dan pemasaran barang serta jasa melalui system elektronik.

Seperti radio, televisi dan jaringan computer atau internet.66

E-Commerce ialah perdagangan yang dilakukan melalui jaringan

komputer atau biasa disebut internet yang dapat melakukan jual beli mulai

dari barang, jasa informasi antar sesama pedagang atau pelaku usaha.

Internet adalah jaringan komputer yang luas dan terbuat dari server yang

menyebar ke seluruh dunia, dan akan saling berkaitan dengan satu dengan

lainnya atau “a global network of computer network”.67 Dalam Undang –

Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang –

Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi

Elektronik Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa “Transaksi Elektronik

adalah perbuatan

65
Shely Cashman.2007.Discovering Computers. Menjelajah Dunia
Komputer Fundamental, Edisi 3. SAlemba Infotek:Jakarta. Hlm 83
66
Wong Jony. 2010. Internet Marketing for Beginners. PT Elex Media Komputindo.
Jakarta. Hlm 33
67
Muhammad, Visi Al – Qur’an Tentang Etika dan Bisnis (Jakarta: Salemba Diniyah,
2002), hlm 118.
hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan

komputer, atau media elektronik lainnya”.68

E-Commerce berkaitan dengan kegiatan – kegiatan bisnis antara

konsumen (consumers), manufaktur (manufactures), service providers dan

pedagang perantara (intermediateries) dengan menggunakan jaringan –

jaringan komputer (computer network) yaitu internet. Penggunaan sarana

internet dapat memajukan teknologi yang dikatakan menunjang secara

keseluruhan kegiatan komersial.69

2. Transaksi Elektronik

Istilah electronic commerce jarang digunakan disebagian besar

masyarakat Indonesia. Lazimnya transaksi e-commerce digunakan oleh

masyarakat modern. Namun, tidak ada pengertian secara baku tentang

transaksi electronic commerce (e-commerce).

E-Commerce berasal dari bahasa Inggris, penggabungan dua buah

kata, yaitu kata E yang merupakan kepanjangan dari Electronic dan

kata Commerce. Bahasa (etimologi) adalah sebagai berikut (E)

electronic adalah muatan listrik, semua hal yang berkaitan dengan

elektronik. Sedangkan (C) commerce adalah perdagangan. Adapun

menurut istilah

68
Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
69
Abdul Hakim dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-Commerce Studi: Sistem Keamanan Dan
Hukum di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005), hlm. 10
pengertian E-Commerce adalah transaksi perdagangan melalui media

elektronik yang terkait dengan internet.70

Dalam Hal ini menurut pandangan WTO (World Trade

Organization) memberikan pandangan menyangkut segala bentuk

pergerakan, misalnya penciptaan, penyebaran, promosi, transaksi,

penyampaian tenaga kerja dan produk melalui sarana elektronik.

Sementara itu, Partnership For Worldwide Business mencirikan bisnis

berbasis web sebagai segala pertukaran nilai termasuk pertukaran data,

barang, administrasi atau angsuran melalui organisasi elektronik

sebagai medianya. Melalui media ini, tenaga kerja dan produk yang

bernilai uang direncanakan, diciptakan, dipromosikan, diindeks,

disimpan, dibeli atau disampaikan.

Pasal 1 angka (2) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik, transaksi elektronik adalah perbuatan hukum

yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer,

dan/atau media elektronik lainnya. Selain itu, Adi Nugroho

mendefinisikan transaksi elektronik (e-commerce), adalah persetujuan

jual beli antara pihak pembeli dengan penjual secara elektronik yang

biasanya menggunakan jaringan komputer pribadi. Untuk situasi ini,

Pelanggan yang membeli dapat memberikan angsurannya jika mencicil

melalui
Pemberian data jenis angsuran, misalnya kartu kredit, uang tunai di muka

atau cek elektronik.

3. Barang rekondisi dalam elektronik

Hingga saat ini konsumen masih keliru atau salah paham dengan

istilah refurbished, dan rekondisi. Padahal jika konsumen akan membeli

barang elektronik terutama laptop setidaknya harus paham atau

mengetahui istilah yang disebutkan diatas. Kedua istilah itu, rekondisi dan

refurbished yang berarti "diperbarui kembali". Pada dasarnya refurbished

dan rekondisi memiliki kesamaan yaitu sama-sama barang second atau

bekas pemakaian seseorang dalam jangka waktu tertentu dan bukan

merupakan barang baru. Dalam hal ini barang baru merupakan barang

yang diaktifkan pertama kalinya setelah proses produksi, kemudian

disistribusikan dan akhirnya sampai kepada tangan konsumen.

Rekondisi adalah proses Dimana elektronik telah digunakan

sebelumnya dan telah mengalami pembaharuan/perbaikan sehingga dapat

dijual kembali dengan kondisi yang lebih baik atau bahkan melampauai

performa sebelumnya dari yang seperti baruProses ini dapat mencakup

penggantian komponen yang rusak, pembersihan menyeluruh, dan

pengujian untuk memastikan perangkat berfungsi seperti mestinya.71

Rekondisi sendiri merupakan barang second yang

71
“Jangan Salah! Masih Banyak yang Tak Tahu Beda Refurbished dan Rekondisi”,
dikutip dari https://www.kompasiana.com/www.bhinneka.com/5984366457c78c2ff802d7b2/
jangan-
dikondisikan menyerupai baru dengan melakukan beberapa perbaikan dan

kemudian diberikan dus dan diberi label yang kemudian diberi garansi.

Perbedaan refurbished dan rekondisi terletak pada siapa yang

memperbaikinya atau melakukan beberapa perubahan. Proses refurbished

itu sendiri dilakukan oleh pihak yang resmi dalam artian oleh pemilik

perusahaan vendor dari laptop tersebut yang legal dan penuh dengan

pengawasan dan juga diberikan garansi waktu yang lama atau bisa disebut

garansi resmi.

Sedangkan rekondisi itu sendiri adalah barang bekas yang didaur

ulang sehingga menyerupai barang baru tanpa jaminan garansi resmi yang

dilakukan oleh pihak ketiga. Konsumen juga kerap tidak mendapatkan

informasi lengkap mengenai kualitas barang tersebut, dan biasanya produk

tersebut tidak memiliki garansi resmi dari vendor dan biasanya berupa

garansi toko/outlet tempat produk tersebut dijual.72

2. Tinjauan Umum Tentang Bukalapak

PT Bukalapak.com Tbk adalah penyedia tempat jual-beli online

dengan slogan mudah & terpercaya; yang memberikan jaminan 100%

uang kembali kepada pembeli jika barang tidak dikirimkan oleh pelapak.

Situs ini

salahmasih-banyak-yang-tak-tahu-beda-refurbished-dan-rekondisi diakses pada hari jumat 6


oktober 2023 jam 00.39 WIB.
72
DimensiData, “Pengertian dan Perbedaan iPhone Refurbished dengan iPhone
Rekondisi”, dikutip dari https://blog.dimensidata.com/pengertian-dan-perbedaan-
iphonerefurbished-dengan-iphone-rekondisi/ diakses pada hari Jumat 6 Oktober 2023 jam
00.55 WIB
Bukalapak.com pertama kali dibuat oleh pendirinya berdasarkan

pengalaman kurang menyenangkan dalam berbelanja online. Hal ini

melatarbelakangi visi Bukalapak.com untuk menyediakan tempat jual beli

online yang aman bagi semua orang. Misi Bukalapak adalah turut

membantu UKM Indonesia mengembangkan bisnisnya. Bukalapak

didirikan oleh Achmad Zaky pada awal tahun 2010 sebagai divisi agensi

digital bernama Suitmedia yang berbasis di Jakarta. Bukalapak baru

berstatus sebagai sebuah Perseroan Terbatas (PT) pada September 2011

dan dikelola oleh manajemen yang dipimpin oleh Achmad Zaky sebagai

CEO dan Nugroho Herucahyono sebagai CTO.73

Setelah berdiri kurang lebih setahun, Bukalapak mendapat

penambahan modal dari Batavia Incubator (perusahaan gabungan dari

Rebright Partners yang dipimpin oleh Takeshi Ebihara, Japanese Incubator

dan Corfina Group). Di tahun 2012, Bukalapak menerima tambahan

investasi dari GREE Ventures yang dipimpin oleh Kuan Hsu.

Pada bulan Maret 2014, Bukalapak mengumumkan investasi oleh

Aucfan, IREP, 500 Startups, dan GREE Ventures. Tidak berselang lama

dari pemberitaan tersebut, pada tanggal 18 Maret 2014, Bukalapak

meluncurkan aplikasi seluler untuk Android.74

73
(https://dailysocial.id/post/bukalapak-online-payment, diakses 6 oktober2023).
74
Lapak.com/2014/02/press-release-bukalapak-tumbuhpesat-menarik-investasi-dari-
investor-global/, diakses 6 Oktober 2023)
Aplikasi mobile Bukalapak diciptakan khusus untuk para penjual untuk

mempermudah mereka dalam mengakses lapak dagangannya dan

melakukan transaksinya melalui smartphone. Sejak pertama kali

diluncurkan hingga 3 Juli 2014, aplikasi tersebut telah didownload oleh

lebih dari 87 ribu pengguna Bukalapak. Walaupun baru berdiri kurang

lebih 3 tahun, Bukalapak memiliki reputasi yang baik dalam hal customer

service dan websitenya yang mudah untuk di akses. Bukalapak pun seiring

dengan berjalannya waktu, semakin berkembang dengan inovasi

terbarunya untuk mempermudah para pengguna Bukalapak untuk

transaksinya. Bukalapak memiliki program untuk memfasilitasi para UKM

yang ada di Indonesia untuk melakukan transaksi jual beli secara online.

Hal ini dikarenakan transaksi melalui online dapat mempermudah UKM

dalam menjual produk- produk yang mereka miliki tanpa harus memiliki

toko offline. Untuk yang telah memiliki toko offline, Bukalapak

mengharapkan dengan adanya situs tersebut dapat membantu

meningkatkan penjualan toko offline tersebut.

Dari laporan keuangan EMTEK tahun 2015 (pemilik 49% saham

Bukalapak), diketahui bahwa Bukalapak telah mendapatkan dana investasi


dari EMTEK total hingga Rp 439 miliar. Namun sepanjang tahun 2015

Bukalapak tercatat masih merugi hingga Rp 229 miliar rupiah, dengan

pemasukan Rp 6,4 miliar75

75
https://www.labana.id/view/emtek-suntikkandana-total-43269-miliar-rupiah-ke-
bukalapak-com/, diakses 6 Oktober 2023).
BAB III
PEMBAHASAN

A. Perlindungan Hukum Konsumen dalam perjanjian jual beli barang online

rekondisi elektronik di situs Bukalapak

Di era yang semakin maju saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan

inovasi juga semakin pesat. Apalagi kemajuan ilmu pengetahuan dan inovasi

berdampak pada kondisi perdagangan yang semakin beragam dan beragam.

Ketika kondisi pertukaran menjadi lebih beragam, berbagai masalah pun muncul.

Salah satu penyebab terjadinya masalah pertukaran adalah masyarakat tertarik

terhadap suatu produk namun membutuhkan harga murah dengan kualitas terbaik.

Kebutuhan masyarakat akan produk elektronik di era globalisasi ini sudah

menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat tertentu, misalnya

produk perangkat keras dapat digunakan di berbagai aspek kehidupan seseorang.

Kebutuhan masyarakat terhadap produk elektronik sangat tinggi sehingga

menimbulkan kekhasan dalam menggunakan kembali barang elektronik atau yang

disebut dengan barang elektronik rekondisi. Produk tersebut dapat diperbarui,

diperbaiki, dan diperbarui sesuai kualitas produk baru. Barang elektronik

rekondisi adalah produk yang tidak memenuhi pedoman mutu, atau merupakan

kiriman kreasi yang dikirim ke pasar dan ditukar dengan harga yang jauh lebih

rendah. Dalam keadaan seperti ini, pembeli jelas dirugikan karena mereka

menjadi sasaran praktik bisnis yang dirancang untuk memaksimalkan keuntungan

bagi para pedagang.

Perkembangan bursa barang elektronik semakin pesat, dan untuk

memenuhi permintaan akan barang elektronik, produsen seringkali menggunakan

berbagai strategi untuk mendapatkan keuntungan dalam memasarkan produknya,


yang terkadang dapat menimbulkan penipuan karena kurangnya informasi yang

diperoleh pembeli. dalam pertukaran barang elektronik. Misalnya, produk

elektronik rekondisi di pasaran dijual kepada pelanggan dengan harga yang jauh

lebih rendah dari harga aslinya oleh perusahaan yang tidak memberikan informasi

yang akurat dan lengkap.

Perjanjian yang paling banyak dilakukan antar anggota masyarakat adalah

perjanjian jual beli. Bentuk kesepakatan dan kesepakatan beli merupakan

kelanjutan dari keistimewaan dan komitmen kedua belah pihak, yang saling

menjamin satu sama lain, yaitu pihak penjual dan pihak pembeli. Pemahaman

kesepakatan jual beli dikelola di Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540 KUH

Perdata.

Kesepakatan jual beli dianggap tuan rumah yang terjadi di antara kedua

pihak, ketika orang-orang ini sampai pada kesepakatan berkenaan dengan barang

dan harganya, padahal barangnya belum diserahkan, dan biayanya belum

diserahterimakan. dibayar (Pasal 1458 Kitab Undang-undang Hukum Umum).

Produk dan biaya ini adalah komponen utama dari pemahaman kesepakatan dan

pembelian. Mengingat ketentuan Pasal 1517 Kitab Undang-undang Hukum Umum,

apabila pembeli tidak menepati harga pembelian, maka hal itu merupakan ingkar

janji yang memberikan motivasi kepada pedagang untuk meminta imbalan atau

penghapusan barang. pemahaman sesuai pengaturan Pasal 1266 dan 1267 Kitab

Undang-undang Hukum Umum. "Biaya" harus berupa sejumlah uang tunai.

Apabila suatu kesepahaman tidak menyinggung 2 (dua) hal tersebut (barang

dagangan dan uang tunai), maka hal itu akan mengubah persetujuan untuk
berdagang, atau sebaliknya apabila biayanya sebagai administrasi, maka

pengertiannya akan berubah. akan berubah menjadi perjanjian kerja dan sebagainya.

Dalam pengertian berdagang ada pengertian bahwa di satu sisi ada barang dagangan

dan di sisi lain ada uang tunai. Terkait dengan uang tunai, dapat dimaklumi bahwa

walaupun perdagangannya terjadi di Indonesia, namun tidak harus seluruhnya

diselesaikan dalam mata uang rupiah, namun boleh saja pihak-pihak tersebut

memutuskannya dalam mata uang asing.76 Perjanjian jual beli adalah perjanjian yang

berkembang ketika dua pihak atau lebih mempunyai hubungan hukum mengenai

harta kekayaan. Sekurang-kurangnya harus ada 2 (dua) orang yang secara tegas

mendukung kesepahaman tersebut, yang masing-masing mempunyai kedudukan

pengganti. Orang kedua menjadi debitur, sedangkan orang pertama menjadi kreditur.

Bank dan pemegang rekening adalah subjek dari perjanjian ini. Bank mempunyai

hak istimewa untuk melakukan eksekusi dan pemegang rekening wajib mengikuti

eksekusi terhadap kreditur.77

Biasanya, hanya perjanjian lisan yang digunakan untuk membeli dan

menjual barang elektronik rekondisi. Ada 2 (dua) macam aturan dalam peraturan

perjanjian, yaitu yang bersifat tertulis dan tidak tertulis. Standar sah perjanjian

tertulis adalah asas-asas sah yang terkandung dalam peraturan, penyelesaian, dan

undang-undang. Standar sah dari pengaturan tidak tertulis adalah pedoman yang sah

76
Achmad Ichsan. 2015. Dunia Usaha Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita, hlm 21.
77
R. Setiawan. 2014. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Binacipta, hlm 5.
yang muncul, berkembang, dan berfungsi dalam masyarakat. Misalnya perdagangan

mandiri, perdagangan tahunan, dan sebagainya. Hukum adat menjadi sumber dari

konsep hukum tersebut.78 Padahal, jika dilihat dari sudut pandang Pasal 1320 Kitab

Undang-undang Hukum Umum, kesepahaman yang terjalin antara penyalur dan

pembeli produk rekondisi adalah sah menurut peraturan. Pasal 1320 Kitab Undang-

undang Hukum Umum menentukan adanya 4 (empat) syarat sahnya suatu

kesepahaman, yaitu 1) adanya pengaturan bagi orang-orang yang mengikatkan diri;

2) kapasitas pertemuan untuk mencapai kesepahaman; 3) suatu hal tertentu; 4) alasan

yang sah (causa).79

Keperluan-keperluan yang disebutkan di atas berkaitan dengan subyek dan

obyek penataan. Kebutuhan pertama dan kedua berhubungan dengan subjek

susunan atau istilah abstrak. Prasyarat ketiga dan keempat berhubungan dengan

obyek pengaturan atau kondisi tujuan. Persoalan batal dan batalnya juga berkaitan

dengan pembedaan antara kedua syarat ini suatu perjanjian Apabila syarat-syarat

tujuan dalam perjanjian itu tidak terpenuhi, maka kesepahaman itu tidak sah dan

batal atau kesepahaman itu batal selama ini, maka undang-undang menganggap

kesepahaman itu tidak pernah ada. Apabila keadaan abstrak tidak terpenuhi maka

pemahaman dapat dibatalkan atau sepanjang perjanjian belum atau bergantian tidak

dibatalkan.
pengadilan, maka perjanjanjian yang bersangkutan masih terus berlaku.80

“Sepakat” pada salah satu komponen yang terdapat dalam Pasal 1320 Kitab

Undang-undang Hukum Umum merupakan syarat vital bagi sahnya suatu

kesepahaman. “Setuju” ditetapkan dengan kesepakatan dan pengakuan oleh: a.

tersusun; B. lisan; C. secara sembunyi-sembunyi; D. gambar tertentu. Karena

memenuhi pengertian kata “setuju” dalam Pasal 1320 KUHPerdata, maka dari situ

jelaslah bahwa suatu perjanjian lisan maupun tidak tertulis adalah suatu perjanjian

yang sah. Artinya, rapat-rapat yang melakukan suatu kesepahaman secara lisan

wajib menyelesaikan pemaparan apa yang telah disepakati, sebagaimana tertuang

dalam rencana Pasal 1234 Kitab Undang-undang Hukum Umum yang mengatur

bahwa “setiap kesepakatan adalah memberikan sesuatu, ditindaklanjuti dengan

sesuatu. , dan tidak menindaklanjuti dengan sesuatu".

Memahami perdagangan saja tidak menjamin terjadinya hak kepemilikan

atas barang tersebut dari tangan pedagang ke tangan pembeli sebelum terjadi

pengangkutan (pembubutan). Pada dasarnya pemahaman jual beli diselesaikan

dalam dua tahap, yaitu tahap pemahaman antara kedua penghibur mengenai produk

dan nilai-nilai yang dipisahkan melalui pemahaman (pengaturan dan pembelian),

dan tahap berikutnya, khususnya, tahap tahap penyerahan (pembalikan) barang

dagangan yang menjadi obyek perjanjian, dengan tujuan sepenuhnya mengalihkan

kesempatan tanggung jawab atas barang tersebut.

Pasal 1475 KUH Perdata mengatur bahwa “hak milik berpindah dengan

cara penyerahan. Penyerahan adalah peralihan barang yang dijual menjadi

penguasaan dan kepemilikan pembeli. hak milik sebagai akibat dari perjanjian jual

beli.Dalam hal akad penjualan dengan sistem indent, penyerahan barang dilakukan

dengan peralihan kekuasaan atas barang tersebut (kendaraan dianalogikan dengan


barang bergerak), sebagaimana diatur dalam Pasal 612 KUH Perdata Biasanya

penyerahan dilakukan langsung di tempat penjual atau di tempat lain yang telah

disepakati sebelumnya”.

Pertemuan antar penjual dan pembeli diharapkan muncul sebagai sebuah

perjanjian, namun hal itu tidak didukung oleh bukti. Dalam hal ini, apalagi

menyelesaikannya secara non-litigasi, menggunakan penuntutan juga cukup sulit,

karena setiap perselisihan yang diajukan harus dibuktikan. Permasalahan ini sering

terjadi dalam perjanjian lisan/tidak tertulis, dimana salah satu pihak melakukan

wanprestasi karena menganggap jarang terjadi kesepahaman.

Perkara-perkara tersebut hendaknya dibangun dengan bukti-bukti sehingga

kegiatan yang sah dapat diselesaikan berdasarkan perkara yang masuk akal. Dalam

definisi Pasal 1865 Kitab Undang-undang Hukum Umum disebutkan bahwa “siapa

pun yang membuat hipotesis suatu hak harus membuktikannya”. Oleh karena itu,

dalam hal terjadi suatu peristiwa yang sah sebagaimana dimaksud di atas,

hendaknya dikembangkan pembuktian yang sah sehingga kegiatan yang sah tanpa

pembuktian yang sah mempunyai alasan untuk mencapai tujuan.

Misalnya saja, tanpa henti berpindah-pindah uang tanpa verifikasi kuitansi,

praktis tanpa ada pengamat, sedangkan demonstrasi umumnya diakui oleh massa

sebagai hal yang telah dilakukan. Dalam definisi Pasal 1866 Kitab Undang-undang

Hukum Umum dinyatakan bahwa “alat bukti yang dapat digunakan untuk

membuktikan suatu penyangkalan meliputi alat bukti tertulis, alat bukti saksi,

tuntutan, pengakuan, dan janji”.


Pengakuan di luar pengadilan tidak membatasi, sehingga untuk memperkuat

pengakuan tersebut harus dibuat secara sah dengan saksi-saksi, yaitu pada saat

sidang membahas cara mendapatkan, dua orang pengamat dihadirkan, untuk

menunjukkan jika terjadi perdebatan di dalam pengadilan. pengadilan, meskipun

faktanya ia terus-menerus memperoleh uang tunai. Tidak disertai tanda terima,

namun karena pengakuan bersama dari pertemuan tersebut telah didengar oleh dua

orang pengamat (unnus testis nullus testis), maka kegiatan yang sah tersebut

dipertunjukkan. Perkembangan yang sah dengan saksi ini dapat dilakukan untuk

semua kegiatan yang sah tanpa pembuktian, termasuk pemahaman yang dilakukan

secara lisan, namun mengingat pengamat tidak mempunyai hubungan keluarga

dengan pertemuan tersebut (rincian Pasal 1910 Kitab Undang-undang Hukum

Umum) dan pengamat layak untuk bertindak. sebagaimana ditentukan oleh undang-

undang (rencana Pasal 1330 Kitab Undang-undang Umum).81

81
Aan Handriati, "Keabsahan Perjanjian Jual Beli Secara Tidak Tertulis
BerdasarkanHukum Perdata", Rechtsregel: Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 1, No. 2,
Desember 2018,Hlm 290.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka perjanjian jual beli yang dilakukanoleh

penjual dan pembeli barang rekondisi sah menurut syarat-syarat yang terdapat

dalam KUH Perdata. Artinya, adanya jual beli dapat dirasakan walaupun perjanjian

itu hanya bersifat lisan apabila syarat-syarat untuk mengadakan perjanjian telah

dipenuhi. Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Umum mengatur bahwa

pengaturan berlaku sebagai peraturan bagi pertemuan-pertemuan. Artinya,

pengaturan tersebut dibuat secara sah dan mempunyai kewenangan membatasi

perkumpulan sebagai aturan.

Kepuasan dan pelaksanaan perjanjian jual beli oleh penjual dan pembeli

adalah sesuai dengan perjanjian yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Umum,

dalam hal apapun dengan asumsi bahwa produk yang dijadikan obyek jual beli

adalah barang dagangan rekondisi, tentu saja benar-benar barang tersebut. harus

dievaluasi oleh Peraturan Keamanan Pembeli. Hal ini sebenarnya harus difokuskan

karena berkaitan dengan kebebasan konsumen dalam membeli barang yang

dibelinya. Perlu dipahami bahwa saat ini informasi mengenai kebebasan konsumen

seringkali tidak dipahami oleh konsumen sendiri, sehingga ketika barang yang

dibelinya rusak atau kurang, konsumen tidak begitu sadar akan keistimewaannya

yang terkait dengan bom tersebut. barang.

Kebebasan pembeli yang tertuang dalam Pedoman Jaminan Beli sangat

penting bagi terselenggaranya suatu negara pendukung administrasi, mengingat UUD

1945 bukan sekedar konstitusi politik tetapi juga konstitusi di bidang keuangan,

khususnya konstitusi. yang berisi peluang bantuan pemerintah yang tersurat yang

tercipta dan tercipta karena pengaruh sejak abad sembilan belas.


Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

menetapkan adanya 9 (sembilan) hak konsumen, yakni:82

1. Pilihan kenyamanan, kesejahteraan dan keamanan dalam pemanfaatan tenaga

kerja dan produk

Hak atas rasa aman dan kesejahteraan dimaksudkan untuk menjamin dan

menjamin keselamatan pembeli dalam memanfaatkan tenaga dan produk yang

diperolehnya, sehingga pembeli dapat terhindar dari kemalangan (fisik dan

mental) pada saat mengkonsumsi suatu barang.

2. Pilihan untuk memilih tenaga kerja dan produk dan untuk mendapatkan barang

dagangan atau manfaat potensial dan untuk mendapatkan produk serta layanan

tersebut sesuai dengan nilai perdagangan dan kondisi serta sertifikasi yang

dijamin.

Tujuan dari pemilihan adalah agar pembeli mempunyai barang tertentu sesuai dengan

kebutuhannya, tanpa adanya tekanan dari pihak luar. Dengan pilihan memilih ini,

pembeli mempunyai hak istimewa untuk memilih apakah akan membeli suatu barang

atau tidak, serta kemampuan untuk memilih jumlah dan jenis barang yang dipilihnya.

3. Pilihan untuk mendapatkan data yang tepat, jelas dan sah mengenai mutu dan

jaminan tenaga kerja dan produk yang diberikan.

82
https://www.dslalawfirm.com/id/perlindungan-konsumen/ diakses tanggal 30 November
2023 pukul 01.15 WIB
Pilihan terhadap data yang benar, jelas dan sah sehubungan dengan kondisi dan

jaminan barang dagangan atau potensi manfaat yang dibeli sangatlah penting,

karena dalam hal ini data yang diperoleh pelanggan kurang mengenai sifat

barang yang diperdagangkan, apakah gurunya tidak sempurna atau cacat itu

karena data yang diberikan cukup. Pilihan data yang jelas dan tepat diharapkan

agar pelanggan dapat memperoleh gambaran yang tepat mengenai suatu barang,

karena melalui data yang lengkap dan tepat, pembeli dapat memilih barang yang

dibutuhkan/sesuai dengan kebutuhannya dan terhindar dari akibat blunder.

dalam memanfaatkan barang tersebut.

4. Pilihan agar sentimen dan keluhan didengar sebanding dengan produk dan

layanan yang digunakan

Hak untuk didengar ini merupakan hak pembeli untuk tidak dirugikan lebih

lanjut, atau hak pembeli untuk memilih untuk tidak dirugikan. Hak-hak tersebut

dapat berupa pertanyaan-pertanyaan mengenai berbagai persoalan yang

berkaitan dengan barang sehubungan dengan hal lain yang didapat mengenai

barang yang hilang, atau sebagai keberatan terhadap kemalangan sebagai

pernyataan/perasaan tentang strategi administrasi yang berhubungan dengan

kepentingan pembeli. Hak tersebut dapat diberikan kepada setiap orang atau

suatu kelompok, baik secara langsung maupun melalui suatu lembaga tertentu.

83
Sudaryotmo. 2016. Hukum dan Advokasi Konsumen. Bandung: PT Citra Aditya Bakti,hlm
23-24.
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang undangan lainnya.

A.Z. Nasution mengatakan dengan melihat “poin-poin hak konsumen di atas,

maka ada beberapa tahapan dalam transaksi yang dilakukan oleh konsumen.

Tahapan tersebut dapat dibagi menjadi 3 tahap sebagai berikut”:84

1. Tahap pratransaksi konsumen

Satu fase dan fase lainnya tidak secara jelas terisolasi satu sama lain atau

dapat terjadi dalam satu detik termasuk ketiga fase tersebut secara bersamaan.

Dalam tahap pra-pertukaran ini, pembeli masih menghabiskan waktu mencari data

tentang suatu barang, memperoleh, membeli, menyewakan atau leasing. Pembeli

pada tahap ini membutuhkan data yang pasti tentang kualitas yang layak serta

administrasi. Rigth to be informed of consumers benar-benar memainkan peran

penting dan harus diperhatikan, baik oleh pelaku bisnis maupun pembeli.

2. Tahap transaksi konsumen

Pelanggan menyelesaikan pertukaran dengan pelaku bisnis dalam suatu perjanjian

(kesepakatan dan pembelian, persewaan atau struktur yang berbeda). Di antara

kedua pemain itu seharusnya

84
AZ Nasution, undang-undang perlindungan konsumen pada seluruh barang dan jasa
ditinjau dari pasal undang-undang nomor 8 tahun 1999,(makalah,14 Januari 2001),hlm 6
beriktikad baik sesuai dengan batasan masing-masing. Di negara maju,

konsumen memiliki pilihan untuk membeli atau membatalkan suatu produk atau

layanan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Ketentuan ini harus segera

terlihat di Amerika, Belanda, Inggris dan Australia.

3. Tahap purnatransaksi konsumen

Tahap ini, juga dikenal sebagai “tahap purna jual” atau “layanan purna jual”,

adalah ketika penjual menjanjikan beberapa layanan gratis dalam jangka waktu yang

telah ditentukan. Pada umumnya, vendor menjamin jaminan atau bantuan gratis

untuk jangka waktu tertentu.85

Berdasarkan data di atas, dengan asumsi pedagang telah membuat beberapa

rencana tentang keadaan produk elektronik yang mereka usulkan kepada pembeli,

dan pembeli telah menyetujuinya, maka pada waktunya pemahaman dan perolehan

barang elektronik rekondisi tersebut adalah sah. sesuai Pedoman Keamanan

Pembeli. Menyadari bahwa barang dagangan rekondisi mungkin tidak memiliki

kualitas yang sama dengan pembelian produk elektronik baru, beberapa penjual

barang rekondisi yang kami temui menyatakan bahwa pembeli biasanya tidak

banyak bertanya tentang kondisi barang elektronik yang mereka beli.

85
Ade Maman Suherman. 2015. Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Bogor: Ghalia
Indonesia, halaman 102-103.
Pedagang tersebut juga mengatakan bahwa produk elektronik rekondisi yang

dijualnya masih memiliki garansi mesin, namun jangka waktunya hanya minimal 2

minggu dan batas beberapa bulan. Artinya, pembeli dapat membawa kembali

barang elektronik tersebut kepada penjual untuk diperbaiki jika selama ini rusak

bukan karena air, benturan, sambaran petir, atau terjatuh. Meski hanya sekedar

toko, namun pada dasarnya dalam kurun waktu beberapa minggu hingga satu bulan,

pembeli produk elektronik rekondisi pasti akan khawatir dengan kualitas produk

elektronik yang dibelinya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dealer yang menjual produk elektronik yang

direnovasi telah menyetujui ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Keamanan

Pelanggan tentang komitmen pedagang, meskipun tidak sepenuhnya dengan semua

ketentuan yang ada. Kewajiban pelaku usaha itu adalah:

1. Memiliki niat baik dalam menjalankan bisnis

2. Menjelaskan cara penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan barang dan/atau

jasa, serta memberikan informasi yang akurat, lugas, dan tulus mengenai kondisi

dan jaminannya;

3. Melayani nasabah secara adil, jujur, dan tidak diskriminatif;

4. Memastikan sifat produk dan manfaat tambahan yang diciptakan serta

dipertukarkan, dengan memperhatikan pengaturan pedoman kualitas yang sesuai

untuk produk atau potensi manfaat;

5. Menawarkan kepada pembeli kesempatan untuk menguji atau mengevaluasi

barang dagangan.
Kepada pembeli untuk menguji dan juga mencoba produk serta administrasi

tertentu, dan memberikan sertifikasi atau jaminan potensial terhadap produk

yang dibuat atau berpotensi dipertukarkan;

6. Memberikan bayaran, pelunasan, atau potensi pelunasan atas kerugian yang

timbul akibat penggunaan, penerapan dan transaksi ganda atas produk dan

administrasi yang dipertukarkan.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa pengelola keuangan yang

menawarkan barang elektronik rekondisi tidak mungkin setuju dengan poin 4.

Sebab, barang elektronik rekondisi bukanlah barang baru dan tentunya kualitasnya

tidak akan sama. Khusus untuk poin ke 4, tidak terbayangkan bagi para pengelola

keuangan untuk menyetujuinya karena produk yang mereka jual pada dasarnya

adalah produk bekas yang telah diperbaiki dengan alasan ada beberapa bagian yang

dirugikan.

Kekuatan kesepakatan untuk barang dagangan elektronik yang diperbarui

terletak pada niat jujur baik penjual maupun pembeli. Berdasarkan Undang-Undang

Jaminan Pembeli, pelaku bisnis diharapkan bertindak tulus saat mengarahkan

kegiatan bisnisnya, sedangkan pembeli diharapkan bertindak dengan niat jujur saat

mengelola pertukaran untuk membeli barang dagangan dan keuntungan tambahan.


86

86
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo. 2010. Hukum Perlindungan Konsumen. Cet. VI.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hlm 54
Dalam Undang-Undang Keamanan Pembelian, nampaknya niat yang benar-benar

jujur lebih ditekankan dalam kaitannya dengan administrator keuangan, karena

mencakup semua tahap dalam pelaksanaan kegiatan bisnis mereka, sehingga dapat

diartikan bahwa komitmen administrator keuangan untuk bertindak dengan tulus

dimulai dari saat produk direncanakan/dibuat hingga tahap after-deals. Pembeli, di

sisi lain, mungkin diharapkan untuk bertindak dengan niat tulus saat menyelesaikan

pertukaran untuk membeli produk dan layanan. Hal ini wajar karena konsumen

mempunyai risiko merugikan produsen pada saat bertransaksi dengan produsen,

sedangkan produsen mempunyai risiko merugikan konsumen pada saat

perancangan atau produksi produk.87

Dealer produk elektronik rekondisi menyadari bahwa persetujuan untuk

memberi imbalan kepada pelanggan atas kerugian yang diberikan oleh pedagang

bergantung pada keinginan vendor. Biasanya hal ini dianggap tidak masuk akal,

karena pembeli tidak diberikan pilihan untuk memberikan pilihan tambahan untuk

membayar jika produk yang dibeli mengalami kerusakan. Dengan demikian,

pengaturan Pasal 19(5) UU Keamanan Pembeli mengatur hal-hal yang

menyertainya :

" Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku

apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut

merupakan kesalahan konsumen "

87
Ibid.
Tentu saja pengaturan di atas dapat disalahkan oleh para penjual barang elektronik

yang telah direnovasi agar tidak membayar jika produknya rusak. Pengaturan ini

dapat digunakan sebagai ketentuan untuk merugikan pelanggan. Pembeli yang tidak

memiliki pemahaman penuh tentang barang dagangan elektronik rekondisi

mungkin bergantung pada penafsiran yang keliru oleh pedagang. Alasan yang

diberikan oleh pedagang untuk tidak mengganti kerugian karena kerugian yang

diakibatkan oleh kecerobohan pembeli berbeda-beda, sehingga terlepas dari apakah

pembeli menyukainya, barang elektronik rekondisi tersebut harus diperbaiki.

PT Bukalapak.com Tbk merupakan sebuah perusahaan dengan tanggung

jawab terbatas yang jenis usahanya bergerak dalam bidang administrasi antarmuka

berbasis web. Bukalapak dalam hal ini menyediakan platform pertukaran elektronik

(bisnis online) di mana pelanggan dapat melakukan pertukaran perdagangan PT

Bukalapak.com Tbk (selanjutnya disebut “Bukalapak”) adalah perseroan terbatas

yang beroperasi sebagai penyedia layanan portal web. Bukalapak dalam hal ini

menyediakan platform pertukaran elektronik (bisnis online) di mana pelanggan

dapat melakukan pertukaran produk Panggung Bukalapak merupakan platform

perdagangan elektronik (e-commerce) di mana setiap pihak yang berdomisili di

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat membuka lapak, menjual

produk, membeli barang, menggunakan fitur dan layanan yang tersedia, atau

sekadar mengakses/mengunjungi Panggung Bukalapak


perlindungan konsumen dapat dijelaskan dalam dalam Pasal 3 UUPK 8/1999,

yang dapat dijelaskan sebagai berikut:88

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri.

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian dan/atau jasa.

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi

B. Tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen yang membeli barang

rekondisi elektronik yang tidak sesuai di bukalapak.

Seringkali pelaku usaha mengabaikan atau melanggar ketentuan Undang-

Undang Perlindungan Konsumen, seperti mengabaikan tanggung jawab

pengusaha dan melanggar hak-hak konsumen. Komitmen yang masih diabaikan

adalah komitmen untuk memastikan sifat barang dan manfaat tambahan yang

diberikan serta dipertukarkan dengan mempertimbangkan pengaturan pedoman

kualitas yang relevan untuk produk atau potensi manfaat dan bukalapak.com

88
https://www.dslalawfirm.com/id/perlindungan-konsumen/ diakses tanggal 05
Febuari 2024 pukul 11.00 wib
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku dan

Bukalapak.com (selanjutnya disebut “Bukalapak”) adalah perseroan terbatas

yang beroperasi sebagai penyedia layanan portal web. PT Bukalapak.com Tbk

(selanjutnya disebut “Bukalapak”) adalah perseroan terbatas yang beroperasi

sebagai penyedia layanan portal web. Bukalapak dalam hal ini menyediakan

platform pertukaran elektronik (bisnis online) di mana pelanggan dapat

melakukan pertukaran produk Panggung Bukalapak merupakan platform

perdagangan elektronik (e-commerce) di mana setiap pihak yang berdomisili di

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat membuka lapak, menjual

produk, membeli barang, menggunakan fitur dan layanan yang tersedia, atau

sekadar mengakses/mengunjungi Panggung Bukalapak. Bukalapak dikenang

atas usaha bersama pusat komersial yang murni dengan Komitmen untuk

memberikan kepastian atau kemungkinan jaminan atas barang dagangan yang

diproduksi dan dipertukarkan. Pelanggaran yang sering terjadi adalah

pelanggaran terhadap hak pelanggan untuk mendapatkan data yang benar, jelas

dan adil mengenai kondisi dan jaminan barang dagangan untuk dimanfaatkan,

digunakan atau dikonsumsi.89

89
Ayu Wandira, "Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Telematika
Dan Elektronika Yang Tidak Disertai Dengan Kartu Jaminan/Garansi Purna Jual Dalam Bahasa
Indonesia". Skripsi. Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Haanuddin, Makassar,
2013, halaman 2.
Perdagangan barang elektronik, misalnya maraknya perdagangan barang

elektronik rekondisi yang tidak memenuhi standar mutu, ditawarkan oleh

pelaku usaha kepada konsumen dengan harga yang jauh lebih rendah dari harga

aslinya, tanpa memberikan informasi yang lengkap dan akurat. Untuk

memenuhi kebutuhan elektronik, produsen seringkali menggunakan berbagai

cara untuk mendapatkan keuntungan dalam memasarkan produknya. Terkadang

hal ini dapat menimbulkan penipuan karena kurangnya informasi yang diterima

konsumen dalam transaksi jual beli barang elektronik.

Salah satu standar bisnis adalah menciptakan keuntungan sebanyak yang

diharapkan dengan penebusan dosa atau upaya sesedikit mungkin. Beberapa

pengelola keuangan memang benar-benar mematuhi standar ini, sampai pada

tingkat di mana beberapa pedagang, untuk mendapatkan keuntungan yang

sangat besar, melakukan aktivitas yang merugikan pembeli. Hal ini seharusnya

terlihat dari kekhasan yang sangat lumrah saat ini, khususnya persoalan

penjualan barang elektronik melalui penggunaan kembali (rekondisi). Akhir-

akhir ini, terjadi peningkatan tajam dalam kekhasan penggunaan kembali

(rekondisi) barang elektronik. Barang dagangan rekondisi adalah produk yang

telah rusak dan kemudian diperbaiki oleh organisasi (bukan pabrik pengolahan)

yang mempunyai keahlian dalam mengumpulkan produk elektronik. Agen

pembuat barang elektronik rekondisi mempunyai banyak kesamaan, karena

dalam mengumpulkan barang dagangan hasil revamp, agen pembuat barang

elektronik mengambil bagian penting dari barang lain. Artinya barang

elektronik rekondisi dibuat dengan menggunakan barang bekas, namun jika

suku cadangnya tidak tersedia, pihak pembuat akan membeli suku cadang di

tempat lain, namun kualitasnya kurang baik. Kemudian, untuk menarik


perhatian konsumen, dealer menawarkan harga yang sangat rendah dengan

memanfaatkan merek yang unik, seolah-olah produk tersebut merupakan

produk unik dari pembuatnya..

Barang elektronik remanufaktur adalah barang bekas yang telah diperbaiki

dan “refurbished” agar tampak seperti baru, dikemas dalam kotak, dan diberi

label. Penjual kemudian memberikan jaminan dan harganya jauh lebih rendah

dari harga baru. Keuntungan dari cara ini sangat tinggi sehingga pasar barang

elektronik refurbished masih diminati konsumen.

Dari segi fisik, tidak ada perbedaan yang signifikan antara barang elektronik

refurbished dengan barang elektronik biasa, keduanya terlihat seperti baru.

Perbedaan yang signifikan antara keduanya terletak pada harga dan kondisi

barangnya, dimana barang elektronik refurbished cenderung lebih murah.

Pasalnya, barang elektronik refurbished merupakan barang daur ulang yang

bermula dari barang elektronik yang sudah tidak layak pakai kemudian disulap

menjadi barang elektronik yang terlihat layak pakai. Tak heran jika harga

barang elektronik refurbished jauh lebih murah karena menggunakan bahan

seadanya dan tidak asli.

Barang rekondisi seringkali membuat konsumen merasa tertipu karena

barang tersebut Apa yang dikatakan baru sebenarnya bekas. Tidak sulit

membedakan suatu barang asli atau rekondisi karena konsumen bisa mengecek

apakah kode kemasan, isi, dan kartu garansinya sama atau tidak. Jika sama

berarti barang yang diterima konsumen adalah asli, dan jika tidak, hampir pasti

barang tersebut merupakan barang refurbished. Konsumen bisa membawanya

ke dealer resmi untuk mengetahui kebenarannya. Barang jenis ini sangat

merugikan konsumen karena umur komponen yang ada akan lebih pendek dan

pedagang biasanya menggunakan merek sendiri, meskipun ada juga yang

menggunakan merek yang sudah ada dengan melakukan perbaikan kecil agar
terlihat seperti baru..

Beredarnya barang refurbished di masyarakat terjadi ketika pembeli tidak

mengetahui atau memahami bahwa barang yang dibelinya adalah barang

refurbished. Hal ini diperparah dengan oknum pedagang atau penjual yang tidak

memberikan informasi, penjelasan, dan informasi yang jelas kepada konsumen

mengenai kondisi barang yang ditawarkan. Dalam hal ini, keberadaan barang

rekondisi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf c yang pada

intinya menyatakan bahwa konsumen berhak memperoleh informasi mengenai

keadaan negara yang benar, jelas, dan jujur. dan kondisi, serta jaminan atas

barang dan/atau jasa yang digunakannya.

Secara umum hubungan antara pelaku ekonomi (produsen) dan konsumen

bersifat berkelanjutan dan berkelanjutan. Hubungan ini Ada karena para pihak

saling menginginkan satu sama lain dan terdapat saling ketergantungan yang

tinggi antara satu pihak dengan pihak lainnya 90. Hubungan yang sah antara

pembuat dan pelanggan, yang dibangun atas dasar premis tunggal, dipengaruhi

oleh berbagai kondisi, termasuk :

1. Kondisi, harga dari suatu jenis komoditas tertentu,

2. Penawaran dan syarat perjanjian,

3. Fasilitas yang ada, sebelum dan purna jual, dan sebagiannya,

4. Kebutuhan para pihak pada rentang waktu tertentu.

Hubungan antara pelanggan dan pembuat adalah hal biasa. Pelanggan

dan pembuat adalah kaki tangan yang saling membutuhkan. Hal ini

cenderung terlihat bahwa usaha pembuatnya tidak dapat berkembang

dengan baik dengan asumsi pembeli berada dalam kondisi yang tidak

diinginkan karena banyaknya barang yang rusak.


Secara garis besar terdapat dua kelompok peserta dalam perpindahan

barang dari satu pihak ke pihak lain, yaitu:

1. Kelompok penyediaan barang atau penyelenggara jasa pada

umumnya, pihak berlaku bagi :

a) “Penyedian dana untuk keperluan para penyedia barang atau jasa”

(investor)

b) “Penghasil atau pembuat barang dan jasa” (produsen)

c) “Penyalur barang atau jasa”

2. Kelompok konsumen. Pihak ini terbagi dalam dua kelompok, yaitu:

a) Konsumsi barang atau jasa untuk tujuan membuat atau

memproduksi barang atau jasa lain atau memperolehnya untuk

dijual kembali (tujuan komersial).

b) Pemakaian atau klien (pelanggan) tenaga kerja dan produk untuk

mengatasi masalah diri mereka sendiri, keluarga atau keluarga

mereka (tujuan non-bisnis).91

Secara umum, hubungan hukum antara produsen dengan

konsumen dapat

dibagi menjadi 2 (dua), antara lain:

1. Hubungan langsung

“Hubungan antara produsen dengan konsumen terikat secara langsung

dengan perjanjian”

2. Hubungan tidak langsung

91
Ahmadi Miru. 2015. Prinsip-Prinsip Bagi Perlindungan Hukum Konsumen diIndonesia.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hlm 33.
Hubungan antara produsen dan konsumen tidak langsung terikat

dengan suatu perjanjian karena terdapat pihak lain antara konsumen

dan produsen. Hal ini tidak berarti bahwa konsumen yang mengalami

kerugian tidak mempunyai hak untuk menuntut ganti rugi dari

produsen yang tidak mempunyai hubungan kontrak dengan mereka.

Untuk menggugat produser dalam hubungan ini dapat dilakukan

karena produser telah melakukan perbuatan melawan hukum dan itu

merupakan kesalahan produser.92

Terkait jual beli barang elektronik rekondisi, perlu kiranya membaca

ketentuan yang termaktub dalam Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen yang

mengatur:

1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan

barang dan/atau jasa tersebut yang ;

a) Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang di

persyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b) Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih, atau jumlah bersih dan

terhitung yang tertera pada label barang;

c) Tidak sesuai dengan ukuran, dimensi, skala, dan besaran dalam

perhitungan berdasarkan pengukuran sebenarnya.

92
Ibid., hlm 34-35.
d) Bukan karena syarat, jaminan, keistimewaan atau khasiat

sebagaimana tercantum dalam nama, label atau uraian barang

dan/atau jasa;

e) Tidak mengikuti mutu, mutu komposisi, pengolahan, corak, gaya

atau kegunaan khusus sebagaimana tercantum pada label atau

uraian barang dan/atau jasa.;

f) Tidak sesuai dengan yang dijanjikan dalam label, keterangan,

informasi, iklan atau promosi apapun yang berkaitan dengan

barang dan/atau jasa tersebut;

g) Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau tanggal

penggunaan/penjualan terbaik untuk barang tertentu;

h) Tidak memenuhi syarat produksi halal sebagaimana tercantum

pada klaim halal pada label;

i) Tidak membubuhkan label atau membuat uraian pada barang yang

mencantumkan nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau bersih,

komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, efek samping, nama

dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan

yang harus dipasang/dibuat sesuai peraturan;

j) Berdasarkan hukum yang berlaku, tidak mencantumkan informasi

dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia.


2. Pelaku bisnis dilarang memperdagangkan barang dagangan yang

rusak, cacat atau terpakai, dan tercemar tanpa memberikan data yang

lengkap dan benar tentang produk tersebut.

3. Pelaku bisnis dilarang menukarkan obat-obatan dan pengaturan

makanan yang dirugikan, kurang atau dimanfaatkan dan tercemar,

tidak peduli apa yang memberikan data yang lengkap dan benar.

4. Pelaku bisnis yang menyalahgunakan ayat (1) dan (2) dilarang

memperdagangkan produk serta layanan ini dan harus menariknya dari

penyebaran.

Pada dasarnya substansi peraturan di atas berpusat pada 2 (dua) hal, yaitu

penolakan untuk menyerahkan produk atau keuntungan yang diharapkan, dan

penolakan untuk menukarkan stok dan keuntungan tambahan yang dimaksud.

Inti dari pembatasan ini adalah untuk menjamin bahwa produk tersebut dan

manfaat lainnya yang terlihat di mata publik adalah produk yang layak untuk

disebarluaskan. Hal ini mencakup mengetahui dari mana suatu barang berasal

dan seberapa baik hal itu bergantung pada informasi yang diberikan oleh

visioner bisnis melalui pelabelan, distribusi, dan cara-cara lainnya. Untuk

menentukan hasil sah dari perdagangan produk elektronik rekondisi yang

kemudian rusak atau tidak memadai, penting untuk terlebih dahulu menentukan

tempat sah penjual dan pembeli.

Posisi mempunyai banyak implikasi bagi semua orang. Jabatan menandakan

bahwa keberadaan seseorang diakui. Dalam hal ini, hukum memberikan status
dan pengakuan kepada seseorang. Hal ini tertuang dalam pengertian jual beli,

dimana situasi antara pihak penjual dan pihak pembeli telah diatur secara halal.

Sejauh standar keadilan dalam pandangan hukum atau yang dipersamakan

dengan itu tetap ada dalam undang-undang, menunjukkan bahwa setiap orang

mempunyai keadaan yang sama di mata hukum. Pemanfaatan pedoman keadilan

di bawah pengawasan hukum dalam peraturan perjanjian secara eksplisit

mengontrol hak-hak istimewa dan komitmen para pedagang dan pembeli.

Hak dan kewajiban kedua belah pihak telah diatur dalam Undang-Undang

Perlindungan Konsumen, “Dalam Pasal 6 UU Nomor 8 Tahun 1999 telah

diatur hak-hak dan kewajiban pelaku usaha. Hak dan kewajiban konsumen

diatur dalam Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen. Masing-masing memiliki

kedudukan yang sama dalam bertransaksi jual beli”

Jika dicermati, akan terlihat bahwa hak dan tanggung jawab konsumen dan

pelaku usaha saling tumpang tindih. Ini menyiratkan bahwa hak istimewa

pelanggan adalah komitmen yang harus dipenuhi oleh pelaku bisnis. Selain itu,

komitmen pembeli adalah hak istimewa yang akan diakui oleh para penghibur

bisnis.

Secara yuridis, perlakuan hukum yang sama sebagaimana diatur di atas

memberikan kepastian yang sah mengenai kedudukan penjual dan pembeli

yang serupa.
“Let the Buyer Beware atau Prinsip Kehati-hatian pada Konsumen, The Dua

Care Theory atau Prinsip Kehati-hatian pada Pelaku Usaha, The Privity

Contract, Prinsip Kontrak Bukan Syarat”

Berdasarkan teori diatas, maka kedudukan antara konsumen dan pelaku

usaha dalam keadaan tertentu tidak sama. Hal ini karena dalam teori Let the

Buyer Beware dan The Dua Care Theory memberlakukan prinsip kehati-hatian

kepada konsumen dalam melakukan jual beli, dan konsumen wajib

menunjukkan dengan jelas kerugian yang dideritanya.95

Berdasarkan teori di atas, maka kedudukan antara konsumen dan pelaku

usaha dalam keadaan tertentu tidaklah sama. Hal ini karena dalam teori Let the

Buyer Beware dan The Dua Care Theory mengharuskan pelanggan saat

melakukan transaksi dan pembelian untuk menerapkan aturan persiapan dan

pembeli diharapkan dengan jelas menunjukkan kemalangan yang mereka

alami.

Dalam perdagangan barang elektronik rekondisi di berbagai tempat yang

dikunjungi, cenderung terlihat tempat berkumpulnya tidak sama karena

95
Ilham Labib M, "Jual Beli Handphone Bekas Rekondisi Perspektif Hukum Perlindungan
Konsumen Dan Hukum Islam (Studi Kasus Pasar Klitikan Notoharjo Semanggi Surakarta)". Skripsi.
Program Studi Hukum Ekonomi Syari'ah (Muamalah) Fakultas Syari'ah Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Surakarta, 2020, hlm 62.
ada pelanggaran yang dilakukan oleh dealer. Dalam keadaan seperti ini,

pembeli pasti akan dirugikan karena hak dan komitmennya tidak terpenuhi.

Dealer tidak bersikap jujur kepada pembeli mengenai kondisi barang yang

dijual, karena ia hanya memahami kondisi barang bekas bukan barang hasil

rekondisi.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah barang elektronik rekondisi yang

sering dijual sudah memiliki cacat atau kerusakan. Misalnya, saat membeli PC

yang diperbaiki, ada beberapa deteksi USB yang tidak berfungsi sama sekali

saat digunakan. Misalnya, tempat USB untuk tautan informasi tidak dapat

membaca dengan teliti informasi yang terhubung ke tempat itu dengan cara apa

pun.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Sejujurnya tidak

mengarahkan pentingnya produk cacat dan barang dagangan rusak rahasia baik

di bagian Pengaturan Luas yang memberikan pemahaman tentang istilah-istilah

yang berbeda atau pada bagian-bagian yang dihasilkan, dan produk-produk

yang tidak sempurna tentu saja bukan satu-satunya pembenaran mendasar

untuk kewajiban penghibur bisnis. Peraturan Nomor 8 Tahun 1999 hanya

mengatur bahwa pelaku usaha bertanggung jawab atas kerugian, pencemaran,

dan kerugian yang timbul pada pelanggan akibat mengkonsumsi produk dan

keuntungan yang diberikan atau diperdagangkan.96

96
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit., hlm 30.
Cacat barang definisinya adalah "setiap barang yang tidak dapat memenuhi

tujuan pembuatannya, baik karena kesengajaan atau kealpaan dalam proses

maupun disebabkan hal-hal lain yang terjadi dalam peredarannya, atau tidak

menyediakan syarat-syarat keamanan bagi manusia atau harta benda mereka

dalam penggunaannya, sebagaimana diharapkan orang".97

KUH Perdata memberikan pengertian mengenai ketidaksempurnaan yang

“benar-benar” sedemikian rupa sehingga menjadikan benda itu “tidak dapat

dimanfaatkan” seluruhnya sesuai dengan keperluan yang harus dipenuhi barang

itu, atau cacat itu mengakibatkan “penurunan nilai” barang itu dari alasan yang

sah.

KUH Perdata mengatur mengenai barang dagangan harus terlihat dalam

Pasal 1504 sampai Pasal 1512, yang dikenal dengan istilah gurun tertutup.

Menurut Pasal 1504 KUH Perdata, dalam hal demikian, pelaku usaha atau

penjual selalu dituntut untuk mempertanggungjawabkan cacat yang

tersembunyi. Pembeli memiliki dua pilihan jika mereka menemukan cacat

tersembunyi pada barang. Keputusan ini secara khusus sesuai dengan Pasal

1507 Kitab Undang-undang Umum yaitu :

97
Reynaldo Binsar Halomoan Sihombing, "Perlindungan Konsumen Dalam Pembelian
Barang Elektronik Rekondisi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 (Studi di PT.
Plaza Milenium)". Skripsi. Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, 2017, halaman 45.
1. Mengembalikan barang yang dibeli dengan menerima pengembalian harga

(refund)

2. Tetap memiliki barang yang dibeli dengan menerima ganti rugi dari penjual.

Mengetahui pelaku bisnis mengetahui adanya ketidaksempurnaan tersebut

atau tidak, itu bukan persoalan. Penjual atau pelaku usaha wajib menjamin

segala cacat yang tersembunyi pada barang yang dijualnya, tanpa

memperdulikan apakah ia mengetahuinya. Menurut KUH Perdata Pasal 1506:

Kecuali ia meminta suatu perjanjian yang tidak mewajibkan ia menanggung

sesuatu pun, maka pelaku usaha/penjual wajib menanggung cacat yang

tersembunyi, meskipun ia tidak mengetahui adanya cacat itu. Cacat yang

menghalangi suatu produk untuk digunakan sebagaimana mestinya dikenal

sebagai cacat tersembunyi.98

Adanya cacat-cacat yang tersembunyi pada barang yang dibeli, konsumen

dapat mengajukan tuntutan atau aksi pembatalan jual beli, dengan ketentuan

tersebut dimajukan dalam waktu singkat, dengan perincian sebagaimana yang

ditentukan Pasal 1508 KUH Perdata:

1. “Kalau cacat tersebut dari semula diketahui oleh pihak pelaku usaha, maka

pelaku usaha wajib mengembalikan harga penjualan kepada konsumen dan

98
Adrian Sutedi. 2006. Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan
Konsumen. Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm 76.
ditambah dengan pembayaran ganti rugi yang terdiri dari ongkos, kerugian

dan bunga”

2. “Kalau cacat ini benar-benar memang tidak diketahui oleh pihak pelaku

usaha, maka pelaku usaha hanya berkewajiban mengembalikan harga

penjual serta biaya- biaya (ongkos yang dikeluarkan pembeli waktu

pembelian dan penyerahan barang)”

3. “Kalau barang yang dibeli musnah sebagai akibat yang ditimbulkan oleh

cacat yang tersembunyi, maka pelaku usaha tetap wajib mengembalikan

harga penjualankepada konsumen” 99

Mengingat penjelasan di atas, hasil halal dari perdagangan barang dagangan

rekondisi yang rusak atau cacat, maka berdasarkan pedoman yang ada, pelaku

usaha wajib memberikan imbalan kepada pembelinya. Pelanggan sebagai pembeli

juga harus diberikan pilihan untuk mendokumentasikan suatu kasus atau aktivitas

untuk membatalkan kesepakatan dan membeli, mengingat hal ini selesai dalam

jangka waktu yang singkat.

Hak atas upah direncanakan untuk memulihkan kondisi yang dirugikan

(tidak setara) karena penggunaan tenaga kerja dan produk yang tidak memenuhi

asumsi pembeli. Hak ini erat kaitannya dengan pemanfaatan barang-barang yang

telah merugikan pelanggan sebagai kerugian

99
Ibid., hlm78.
materil, selain kerugian pribadi konsumen (seperti sakit, cacat, atau bahkan

kematian). Tentu saja, prosedur-prosedur tertentu harus diikuti untuk melaksanakan

hak tersebut, yang dapat diselesaikan secara damai (di luar pengadilan) atau di

pengadilan).

Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen memberikan penjelasan mengenai hak

konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa. Hak ini dianggap sangat penting karena kurangnya informasi

yang disampaikan kepada konsumen dapat dianggap sebagai salah satu bentuk

cacat produk, yang dikenal sebagai cacat instruksi atau cacat karena informasi yang

tidak memadai. Hak atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar

konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang barang, sehingga

konsumen dapat memilih barang sesuai kebutuhan yang diperlukan dan terhindar

dari kerugian akibat kesalahan dalam memilih barang”

Hak atas informasi yang jelas dan benar sangat penting dalam perlindungan

konsumen karena kurangnya informasi yang disampaikan kepada konsumen dapat

dianggap sebagai salah satu bentuk cacat produk, baik cacat instruksi maupun cacat

karena informasi yang tidak memadai. Hak ini dimaksudkan agar konsumen dapat

memperoleh gambaran yang akurat mengenai suatu produk, sehingga mereka dapat

membuat pilihan yang sesuai dengan kebutuhan mereka dan terhindar dari kerugian

akibat kesalahan dalam penggunaan produk. Dengan demikian, hak atas informasi

yang benar dan jelas memberikan konsumen kekuatan untuk membuat keputusan

yang tepat dan meminimalkan risiko kerugian akibat kesalahan dalam memilih atau

menggunakan produk.100

Perusahaan yang memenuhi kebutuhannya akan memperoleh manfaat dari


informasi ini karena informasi ini berpotensi meningkatkan efisiensi konsumen

secara signifikan dalam pemilihan produk dan loyalitas terhadap merek tertentu.

Artinya memenuhi hak ini akan membantu pembeli dan pembuat.

Satu hal yang juga harus diingat adalah terkait dengan pedoman kualitas

produk. Jika melihat barang-barang refurbished yang dijual di Indonesia, sebagian

besar merupakan barang elektronik dari merek luar negeri atau merek yang

merupakan pemain ternama di industri elektronik dunia. Sejalan dengan

memperhatikan sifat produk, WTO telah menyepakati Hambatan Khusus terhadap

Pertukaran. Pemahaman ini mengikat negara-negara yang menandatanganinya

untuk memastikan bahwa dengan asumsi bahwa suatu pemerintahan atau kantor

lain memutuskan pedoman khusus atau prinsip-prinsip khusus untuk motivasi di

balik kesejahteraan terbuka, kesejahteraan, asuransi pembeli dan iklim, atau untuk

tujuan lain, maka pedoman standar dan pengujian dan pemberian sertifikat tidak

menimbulkan hambatan yang berlebihan bagi pertukaran global. Faktor-faktor

terkait yang harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi potensi risiko antara lain

adalah tersedianya informasi ilmiah dan teknis,

100
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit, hlm. 41.
teknologi pemrosesan atau kegunaanakhir yang dituju oleh produk.101

Mengingat pengaturan ini, barang impor yang dikonsumsi oleh konsumen

harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh setiap negara, sehingga pembeli akan

terlindungi baik dari segi kesejahteraannya maupun jaminan mendapatkan barang

yang sesuai dengan harga yang dibayarkan. Dengan demikian, normalisasi sifat

barang sangatlah penting untuk menjamin sifat produk dan melindungi konsumen.

Dalam konteks ini, pengaturan standar mutu dan normalisasi sifat barang menjadi

kunci dalam memastikan keamanan dan kualitas produk yang beredar di pasaran.

Pemerintah membentuk Dewan Standardisasi Nasional dengan Keputusan

Presiden Nomor 20 Tahun 1984, yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan

Presiden Nomor 7 Tahun 1989, sebagai pengakuan atas arti dan arti strategis

standardisasi. Selain itu, Pedoman Pemerintahan Nomor 15 Tahun 1991 tentang

Norma Umum Indonesia (SNI) dan Pengumuman Resmi Nomor 12 Tahun 1991

tentang Kesiapan, Pelaksanaan, dan Pengelolaan SNI Dalam Rangka Mendorong

dan Peningkatan Normalisasi Masyarakat menegaskan komitmen pemerintah dalam

memastikan standar mutu produk yang beredar di pasar.102

Dengan penataan Ruang Normalisasi Publik dan pendistribusiannya

101
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit, hlm 67.
102
Agung Putra. 1995. Pengendalian dan Pengawasan Mutu Produk. Surabaya: Balai
Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Kanwil Departemen Perindustrian dan Perdagangan Jawa
Timur, hlm 1.
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional

Indonesia (SNI) dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1991 tentang

Penyusunan, Penerapan, dan Pengawasan SNI, yang kemudian ditindaklanjuti

dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 22/KP/II/95, menetapkan

bahwa mulai 1 Februari 1996, hanya ada satu standar mutu di Indonesia, yaitu

Standar Nasional Indonesia (SNI).

Pedoman khusus yang berlaku terhadap barang-barang yang diimpor dari

berbagai negara (negara bagian WTO) hendaknya diberikan perlakuan yang tidak

kalah idealnya dengan perlakuan yang diberikan terhadap barang-barang publik dan

barang-barang pembanding yang berasal dari berbagai negara.103

Pasal 16 ayat (2) dan (3) Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1991 mengatur

bahwa untuk menjamin produk tersebut, tidak hanya cukup dengan memenuhi

spesifikasi dan pemberian tanda Standar Nasional Indonesia (SNI), tetapi juga

diperlukan pengawasan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan terhadap

produk yang telah memenuhi spesifikasi SNI yang beredar di pasaran dalam negeri

maupun yang akan diekspor. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah memiliki

peran penting dalam memastikan bahwa produk yang beredar di pasaran memenuhi

standar kualitas yang ditetapkan, baik untuk konsumen dalam negeri maupun untuk

tujuan ekspor. Dengan demikian, pengawasan oleh Departemen Perindustrian dan

Perdagangan menjadi kunci dalam memastikan keamanan dan kualitas produk yang

beredar di pasaran.

103
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit., hlm. 68.
Berdasarkan penjelasan di atas, barang-barang elektronik rekondisi yang

umumnya dijual di pasaran ternyata saat ini tidak memiliki kualitas yang sama

dengan barang-barang dari merek yang sama yang berasal dari pembuatnya. Hal ini

menunjukkan bahwa Kementerian Perindustrian dan Perdagangan tidak lagi

mempunyai kewenangan untuk mengawasi SNI, kemungkinan karena peraturan

SNI hanya berlaku untuk produk baru. Tentu saja, pengaturan ini berarti semakin

banyak barang elektronik rekondisi yang dijual dengan harga murah karena

prinsipnya tidak sama dengan barang baru. Mutunya masih jauh dari standar yang

ditetapkan untuk suatu barang, padahal masih banyak orang yang terinspirasi

darinya, jika tidak dilakukan pengelolaan maka akan semakin banyak pembeli yang

mengalami kemalangan karena produk elektronik rekondisi.

Berdasarkan argumentasi yang disajikan, terdapat tuntutan untuk

pemerintah untuk menarik semua barang elektronik yang sudah melewati masa

peruntukannya dan memusnahkannya agar tidak dapat digunakan lagi. Selain itu,

disarankan agar pemerintah memberikan pedoman bahwa barang elektronik yang

sudah digunakan dalam jangka waktu yang lama harus diganti, karena dapat

membahayakan pembeli yang menggunakannya. Meskipun barang tersebut

merupakan barang lokal, namun klien masih merasa bahwa produk tersebut masih

layak untuk digunakan. Dalam konteks ini, perlindungan konsumen menjadi fokus

utama, dan pemerintah diharapkan untuk mengambil tindakan yang bertujuan untuk

melindungi konsumen dari risiko yang terkait dengan penggunaan barang

elektronik yang sudah melewati masa peruntukannya. Dengan demikian,

pemerintah diharapkan untuk mengambil langkah-langkah preventif yang efektif

untuk memastikan keselamatan dan keamanan konsumen dalam penggunaan barang

elektronik yang sudah melewati masa peruntukannya.


Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mengatur dan mengawasi

produk elektronik rekondisi yang umumnya masih menggunakan merek dari

perusahaan aslinya. Hal ini bertujuan untuk mencegah perubahan merek yang dapat

menyesatkan konsumen. Meskipun otoritas publik tidak mungkin menyaring suatu

barang hanya ketika barang tersebut baru saja dilepaskan dari pabrik atau

perusahaan manufaktur pertama/aslinya, namun pemerintah dapat memberlakukan

regulasi yang memastikan bahwa produk rekondisi yang menggunakan merek

tertentu harus memenuhi standar kualitas dan tidak menyesatkan konsumen. Ini

dapat dilakukan melalui pengawasan dan regulasi yang ketat terhadap praktik

rekondisi, serta penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terkait dengan

penggunaan merek secara tidak sah.

1. Bukalapak

Hubungan yang sah dapat terjadi antara subyek-subyek yang sah dan antara

subyek-subyek dan pasal-pasal yang sah. Keterkaitan antar individu subjek hukum

dapat terjadi antara manusia, manusia dan unsur-unsur hukum, serta antar individu

substansi hukum. Perhubungan yang sah antara suatu benda yang sah dengan suatu

benda sebagai kebebasan yang diberikan kekuasaan subjek yang sah terhadap benda

itu, baik itu benda yang tidak salah lagi, benda bergerak, atau benda yang bersifat

pasti.

Dalam suatu hubungan yang halal, terdapat pengertian yang hakiki

untuk mengomunikasikan persetujuan pertemuan terhadap suatu kesepakatan.

Pedoman memandang perjanjian elektronik antara Vendor sebagai pedagang dan

Bukalapak sebagai pusat Komersial sehubungan dengan peraturan terkait di

Indonesia, serta syarat-syarat sahnya kesepahaman, diarahkan pada Undang-

Undang Tidak Resmi Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kerangka

dan Bursa Elektronik, menjadi khusus dalam Pasal 47 ayat (2) keadaan-keadaan

yang sah bagi suatu kesepahaman yaitu :


1. Para pihak telah mencapai kesepakatan;

2. Dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan oleh subjek hukum

yang berwenang atau yang berwenang mewakilinya;

3. Ada hal yang pasti; dan

4. Tujuan transaksi tidak melanggar hukum apapun. Kontrak elektronik itu sendiri,

sesuai dengan ayat (3) Pasal 48 PP PSTE, paling sedikit memuat: 1. informasi

karakter pertemuan; 2. artikel dan rinciannya; 3. Persyaratan Pertukaran

Elektronik; 4. biaya dan pengeluaran;

5. Teknik apabila mampir pada perkumpulan;

6. Pengaturan yang memberikan pilihan kepada pihak yang dirugikan untuk

mengembalikan barang dagangan serta meminta penggantian barang apabila

terdapat gurun yang ditutup-tutupi; Dan

7. Penetapan peraturan penyelesaian pertukaran secara elektronik.

Syarat sahnya perjanjian diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan

bahwa terdapat empat syarat sah keabsahan suatu perjanjian yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Di Bukalapak, persetujuan vendor untuk mengikatkan diri pada pusat

komersial ini sebenarnya berpegang pada hipotesis kesepakatan. Salah satu

hipotesis yang dapat dimanfaatkan oleh pencipta adalah hipotesis kesepakatan

dan pengakuan. Bahwa kesepakatan sebenarnya adalah pernyataan salah satu

pihak. Offeror, untuk menyimpulkan suatu kontrak (Mariam Darrus B.,

2011:33). Dalam setting berbasis web, sebuah situs atau bantuan online

misalnya bukalapak dapat memposting data mengenai barang yang mereka

tawarkan, dimana data tersebut berupa daftar barang dan layanan yang mereka

berikan.
2. Kecakapan dalam membuat suatu perikatan

Permasalahan yang dihadapi pihak Bukalapak mengenai syarat hukum

kemahiran adalah tidak adanya syarat atau ketentuan yang dapat menyatakan

bahwa orang yang menjadi penjual di Bukalapak benar-benar kompeten untuk

melakukan e-kontrak. Kenyataannya, seseorang yang membuat e-kontrak tidak

perlu menunjukkan umurnya, sehingga tidak dapat diketahui apakah orang yang

menyetujuinya kompeten atau tidak. Biodata yang dikirimkan ke bukalapak

melalui pembuatan akun sangat mudah diakali saat membuat akun bukalapak.

3. Mengenai suatu hal tertentu

Berdasarkan pengaturan ini, beberapa vendor masih tidak segera menampilkan

produk dengan data yang benar-benar lengkap seperti yang diungkapkan dalam

perjanjian di bukalapak. Sebagai pusat komersial, Bukalapak membutuhkan

bantuan untuk menemukan secara nyata bentuk atau detail barang dagangan

yang diperkenalkan pada saat pedagang sedang lesu. Dalam situasi ini, ada data

yang terbatas. Jadi sesuai dengan perjanjian yang berlaku di Bukalapak, maka

vendor harus memegang kepemilikan penuh atas semua bahaya yang muncul

dari data yang diberikan oleh dealer yang telah disajikan kepada pedagangnya

di panggung Bukalapak.

4. Suatu sebab yang halal

Terdapat klausul dalam kontrak yang memungkinkan diberikannya bukti

bahwa kontrak elektronik tidak berbeda dengan perjanjian tradisional ketika

dilaksanakan. Baca syarat dan ketentuan di website Bukalapak sebelum


berjualan di platform.

Menurut proses transaksi jual beli online (e-commerce) pada dasarnya ada lima

tahap yang runtut , dan jika dikaitkan dengan Bukalapak maka lima tahapan

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Find it

Pada tahap ini, Situs Bukalapak menampilkan berbagai produk yang dijual di

dalam marketplace mereka. Para merchant yang telah bergabung menjual barang

sesuai dengan kriteria dan syarat yang telah diatur di Bukalapak, kecuali barang-

barang yang terlarang. Barang terlarang adalah barang yang dilarang untuk

diperjualbelikan di marketplace Bukalapak berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku di Republik Indonesia dan kebijakan internal Bukalapak.

Selain itu, terdapat kolom pencarian yang memudahkan konsumen untuk mencari

barang yang diinginkan, pengelompokan barang berdasarkan kategori, dan kolom

pencarian ini juga memudahkan konsumen untuk mendapatkan informasi seputar

produk yang ditawarkan..

2. Explore it

Dalam tahap ini, penjual di Bukalapak diharuskan untuk menggunakan

merchant mereka dengan cermat. Mereka harus dapat merincikan ukuran, warna,

dan barang yang tersedia sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh

Bukalapak. Salah satu peraturan yang harus dipatuhi adalah pada angka 6, di mana

penjual wajib memisahkan setiap barang yang memiliki ukuran dan harga yang

berbeda. Hal ini bertujuan untuk memberikan informasi yang jelas dan lengkap

kepada pembeli, serta memastikan bahwa transaksi berjalan sesuai dengan


ketentuan yang telah ditetapkan oleh Bukalapak. Dengan mematuhi aturan ini,

penjual dapat meningkatkan kualitas layanan dan kepercayaan pembeli dalam

bertransaksi di platform Bukalapak..”

3. Select it

Pada situs Bukalapak, ketika seorang pembeli tertarik dengan sebuah barang,

mereka dapat mengklik tombol "beli sekarang" untuk menunjukkan minat dan niat

untuk membeli barang tersebut. Setelah mengklik "beli sekarang", barang tersebut

akan masuk ke dalam shopping cart, di mana pembeli dapat melihat produk lain

yang diinginkan dan menyimpan barang dalam shopping cart hingga mereka

memilih barang yang ingin dibeli. Setelah itu, pembeli dapat melihat rincian harga

beserta detail produk yang dipilih, seperti warna atau ukuran yang diinginkan.

4. Buy it

Pada tahap check out di Bukalapak, proses transaksi pembayaran dilakukan

setelah mengisi formulir yang disediakan oleh merchant. Metode pembayaran

instan seperti Credits, Transfer Virtual Account, Kartu Visa/Mastercard/JCB,

Akulaku, Kredivo, DANA, BCA Klikpay, CIMBClicks/RekPonsel/QRGoMobile,

Indomaret, Alfamart, Pos Indonesia, BRI E-Pay, dan Mitra Bukalapak, akan

mengalami verifikasi pembayaran secara otomatis oleh sistem setelah pembayaran

transaksi berhasil dilakukan. Ini memastikan keamanan dan kecepatan dalam proses

pembayaran bagi pembeli. Jadi, pada tahap ini, pembeli dapat memilih metode

pembayaran yang sesuai dengan preferensi mereka dan sistem akan secara otomatis

memverifikasi pembayaran setelah transaksi berhasil dilakukan.

5. Ship it

Bukalapak bekerja sama dengan berbagai Partner Ekspedisi Pengiriman


Barang Resmi untuk menyediakan pilihan metode pengiriman barang bagi para

pengguna, baik pembeli maupun penjual. Beberapa dari partner ekspedisi

pengiriman barang resmi yang bekerja sama dengan Bukalapak antara lain Ninja

Express, Tiki, J&T, Go-Send, Pos Indonesia, SiCepat, Grab, JNE, Wahana,

Alfatrex, dan Lion Parcel.

Dengan kerjasama ini, Bukalapak memastikan bahwa para pengguna memiliki

beragam pilihan metode pengiriman yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan

mereka.

Suatu hubungan hukum antara Bukalapak sebagai Marketplace dengan penjual

sebagai merchant pasti dapat terjadi akibat hukum. Bahwa dari perbuatan yang

dilakukan subyek hukum terhadap obyek hukum menimbulkan akibat hukum. Akibat

hukum itu dapat berwujud dalam bentuk hak apa yang dikuasai oleh subyek hukum

atas benda tersebut, baik benda berwujud, benda bergerak, atau benda tidak

bergerak. Dalam konteks ini, Bukalapak bertindak sebagai perseroan terbatas yang

menyediakan platform perdagangan elektronik (e-commerce) di mana pengguna

dapat melakukan transaksi jual beli barang dan menggunakan berbagai fitur serta

layanan yang tersedia. Sebagai marketplace, Bukalapak menjamin keamanan dan

kenyamanan bagi para pengguna. Dengan demikian, hubungan hukum antara

Bukalapak dan penjual sebagai merchant terbentuk melalui perjanjian elektronik

yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dapat

berupa wujud :

1. Berubahnya atau lenyapnya suatu keadaan hukum.

Usia menjadi 21 tahun memiliki implikasi hukum yang signifikan.

Menurut Pasal 330 KUHPerdata, seseorang dianggap cakap hukum setelah

mencapai usia 21 tahun, kecuali jika mereka telah menikah sebelum mencapai

usia tersebut. Dengan demikian, seseorang yang telah mencapai usia 21 tahun
dianggap cakap hukum, kecuali jika mereka ditaruh di bawah pengampuan.

Namun, dalam konteks pembelian di Marketplace Bukalapak, aturan ini dapat

berbeda tergantung pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam hal anak di bawah 21 tahun ingin berbelanja di Marketplace

Bukalapak namun berada di bawah pengampuan, kecakapan hukum mereka

untuk melakukan tindakan hukum dapat terpengaruh. Pengampuan dapat

membatasi kemampuan seseorang untuk melakukan tindakan hukum tertentu.

Oleh karena itu, dalam konteks ini, penting untuk memahami bagaimana hukum

perlindungan konsumen dan peraturan perundang-undangan yang berlaku

mengatur hak dan kewajiban konsumen yang berusia di bawah 21 tahun dan

berada di bawah pengampuan saat berbelanja di Marketplace Bukalapak..

2. Berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum, antara dua atau lebih

subyek hukum, di mana hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan

hak dan kewajiban pihak yang lain.

Pedagang di situs bukalapak mengadakan perjanjian jual beli dengan

Pembeli, kemudian pada saat itulah terjalin hubungan yang sah antara Dealer

dan Pembeli. Ketika diselesaikan secara tuntas dan barang dagangan muncul

sesuai permintaan, maka hubungan sah tersebut hilang.

3. Sanksi apabila dilakukan tindakan yang melawan hukum

Dalam konteks hukum perlindungan konsumen, penjual memiliki kewajiban

untuk memastikan bahwa barang yang dijual sesuai dengan deskripsi yang

tertera, dan jika terjadi kesalahan, penjual harus bertanggung jawab penuh atas

segala risiko yang timbul. Jika penjual melanggar kewajiban ini, pembeli

memiliki hak untuk melakukan klaim barang rusak atau pengembalian dana jika

barang tidak sesuai.

Dalam hal ini, penjual yang mengambil hak dan kewajiban pembeli serta

melanggar hukum dapat dikenai sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku,
dan pembeli memiliki hak untuk melakukan tindakan hukum terhadap penjual

yang melanggar perjanjian jual beli.

Dalam konteks hubungan hukum antara Bukalapak sebagai marketplace dengan

penjual sebagai merchant, prinsip tanggung jawab dalam hukum perdata

memungkinkan seseorang bertanggung jawab bukan karena dia bersalah, tetapi

karena dia mengambil risiko dalam kedudukan hukumnya sedemikian rupa yang

mewajibkannya bertanggung jawab. Hal ini dikenal sebagai tanggung jawab atas

dasar risiko. Dalam konteks ini, baik Bukalapak sebagai marketplace maupun

penjual sebagai merchant memiliki tanggung jawab atas produk yang ditawarkan

dan transaksi yang terjadi di platform tersebut.

1. Tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan

Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan

pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang

dilakukannya. Pasal 1365 KUHPerdata, yang lazim dikenal sebagai pasal

tentang perbuatan melanggar hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur

pokok, yaitu adanya perbuatan melanggar hukum, adanya kerugian, adanya

hubungan sebab-akibat antara perbuatan melanggar hukum dan kerugian, serta

adanya kesalahan yang dilakukan oleh pelaku. Pasal ini menegaskan bahwa

seseorang hanya dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum jika terbukti

adanya kesalahan yang dilakukan oleh pelaku berupa :

a) “adanya perbuatan”

b) “adanya unsur kesalahan”


c) “adanya kerugian yang diderita”

d) “adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian”

2. Praduga untuk selalu bertanggung jawab

Prinsip ini penting dalam proses hukum karena memberikan tanggung jawab

kepada terdakwa untuk menunjukkan bahwa mereka tidak bersalah atau

menyangkal tuduhan yang diajukan terhadap mereka. Ini adalah aspek mendasar

dari sistem hukum yang menjamin keadilan dan akuntabilitas dalam sengketa

hukum.

3. Praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab

Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption nonliability

principle) hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas,

dimana konsumen diharapkan untuk melakukan penilaian yang cermat sebelum

melakukan transaksi.

4. Tanggung jawab mutlak

Penjual memiliki tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen

akibat penggunaan produk yang dipasarkannya. Gugatan product liability dapat

dilakukan berdasarkan tiga hal, yaitu melanggar jaminan (breach of warranty),

kelalaian (negligence), dan penerapan tanggung jawab mutlak (strict liability):

a) melanggar jaminan (breach of warranty), misalnya Jika terdapat pelanggaran

jaminan seperti khasiat yang tidak sesuai dengan janji yang tertera dalam

kemasan produk, konsumen memiliki hak untuk menuntut ganti rugi atau
melakukan gugatan product liability terhadap penjual. Oleh karena itu,

penjual harus bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen

akibat pelanggaran jaminan tersebut;

b) ada unsur kelalaian (negligence), yaitu Dalam kasus ini, konsumen

memiliki hak untuk menuntut ganti rugi atau melakukan gugatan product

liability terhadap produsen yang lalai memenuhi standar pembuatan obat

yang baik. Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur hak dan kewajiban

pelaku usaha serta konsumen. Oleh karena itu, produsen harus bertanggung

jawab atas kerugian yang diderita konsumen akibat kelalaian dalam

memenuhi standar pembuatan produk.;

c) menerapkan tanggung jawab mutlak (strict liability).

5. Tanggung jawab dengan pembatasan

Dalam konteks ini, prinsip tanggung jawab yang tidak merugikan konsumen

merupakan bagian integral dari upaya untuk menciptakan lingkungan bisnis

yang adil dan berkeadilan bagi konsumen. Oleh karena itu, pelaku usaha harus

mematuhi prinsip ini dan tidak boleh menetapkan klausul yang merugikan

konsumen secara sepihak, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Dalam konteks ini, penjual

seharusnya bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Marketplace

Bukalapak serta konsumen karena banyak terjadi kasus di mana masyarakat

membeli barang rekondisi yang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.

Konsumen kebanyakan tidak memahami undang-undang yang berlaku terhadap


tanggung jawab barang rekondisi di Bukalapak. Jika terjadi pelanggaran

terhadap kewajiban ini, penjual dapat dianggap bertanggung jawab atas kerugian

yang diderita konsumen. Oleh karena itu, penjual seharusnya bertanggung jawab

atas kerugian yang timbul akibat penjualan barang rekondisi yang tidak sesuai

dengan kebutuhan konsumen di Bukalapak


BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perlindungan Hukum Konsumen Dalam Perjanjian Jual Beli Barang

Online Rekondisi Elektronik Di Situs Bukalapak.

Jika dalam sudut pandang UU Perlindungan Konsumen maka jual beli barang

rekondisi bertentangan dengan Pasal 8 ayat (2) Dimana negara melarang

penjualan barang yang sudah bekas tetapi memiliki kekurangan nilai guna

akibat rusak cacat tanpa memberikan informasi yang jelas mengenai barang

tersebut. Undang – Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen memuat hak dan kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha namun

penerapan terhadap peraturan hukum tersebut sangatlah kurang, terbukti pelaku

usaha dapat melakukan perbuatan yang dilarang Undang – Undang seperti

pasal 8 yang menyatakan pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang/jasa

yang tidak sesuai dengan kondisi dan jaminan yang tertera dalam keterangan

barang/jasa tersebut. Mengenai Perlindungan Hukum terhadap Konsumen

pihak marketplace sudah menyediakan layanan pengaduan serta adanya

konsekuensi baik dari marketplace maupun Undang – undang apabila terjadi

pelanggaran yang dilakukan para pihak. Konsumen wajib membaca dan

memahami syarat dan ketentuan dari marketplace sehingga jika terjadi

permasalahan dapat melakukan tindakan yang tepat dan mendapatkan

penggantian atas kerugian tersebut dan juga berdasarkan pasal 47 Ayat (2) PP

No. 82 Tahun 2012 menjelaskan bahwa pihak Bukalapak memiliki tanggung

jawab terhadap penjual sbg merchant dan platformnya, dalam hal

tanggungjawab
untuk memperhatikan bahwa perjanjian jual beli yang dilakukan pada

platformnya sudah memenuhi syarat sah tetapi dalam kenyataannya Bukalapak

belum sepenuhnya memenuhi suatu syarat yang tertuang di dalam Peraturan

Pemerintah terhadap Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik yang

berpedoman pada Pasal 1320 KUHPerdata.

2. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Yang Membeli

Barang Rekondisi Elektronik Yang Tidak Sesuai Di Bukalapak

Berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen, jual beli

barang elektronik rekondisi di Bukalapak yang mengalami kerusakan dapat

dinyatakan batal demi hukum. Hal ini disebabkan oleh larangan bagi pelaku

usaha untuk memperdagangkan barang yang rusak, cacat, bekas, atau tercemar

tanpa memberikan informasi yang lengkap dan benar mengenai barang

tersebut. Dalam konteks ini, menjual barang bekas tanpa memberikan

informasi bahwa barang tersebut adalah barang bekas merupakan suatu bentuk

pelanggaran terhadap ketentuan tersebut. Oleh karena itu, konsumen memiliki

hak untuk membatalkan transaksi jual beli barang elektronik rekondisi yang

mengalami kerusakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan juga

tanggung jawab dalam hal pengiriman produk yang berbeda dengan yang

dipesan konsumen sehingga yang mempunyai hak untuk menggugat adalah

konsumen berdasarkan perjanjian jual beli dan juga tanggung jawab terhadap

barang yang sudah dibeli tapi tidak sesuai dengan barang yang kita beli,

pembeli bisa complain terhadap barang

yang dibeli dengan pihak bukalapak dan di situs bukalapak ada fitur panggilan

admin untuk diskusikan terkait barang yang tidak sesuai setelah pembeli

complain terhadap barang di bukalapak akan menerima email dari pihak

bukalapak terkait pergantiaan barang yang tidak sesuai dan akan diganti
dengan barang baru. Setelah pembeli melakukan konfirmasi bahwa ia telah

menerima barang pengganti yang telah di kirim dan juga pembeli menunggu

barang yang telah diganti dari pihak bukalapak yang akan di proses.

B. Saran

1. Seharusnya Pemerintah memiliki peran penting dalam melindungi

kepentingan konsumen dan memastikan bahwa barang-barang yang

beredar di pasaran memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Larangan

terhadap peredaran barang elektronik rekondisi yang tidak memenuhi

standar dapat membantu mencegah kerugian bagi konsumen dan

memastikan keamanan serta kualitas produk yang dijual.

2. Bagi masyarakat untuk melakukan tanya lebih detail kepada penjual terkait

kondisi barang dan ketentuan pengembalian jika barang tersebut rusak.

Biasanya, pihak e-commerce seperti Bukalapak memiliki kebijakan

pengembalian jika barang tidak sesuai, cacat, atau tidak dapat digunakan.

Konsumen sebaiknya memastikan bahwa penjual elektronik rekondisi di

Bukalapak berlaku jujur dan memberikan informasi yang akurat terkait

barang rekondisi yang dijual, untuk menghindari kekecewaan dan

kerugian. Dengan demikian, konsumen dapat memastikan bahwa mereka

mendapatkan barang elektronik rekondisi yang sesuai dengan harapan

mereka dan memiliki perlindungan jika terjadi masalah dengan barang

yang dibeli.
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Adrian Sutedi, 2006,Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan


Konsumen,Ghalia Indonesia, Jakarta,

Abdul Hakim dan Teguh Prasetyo, 2005, Bisnis E-Commerce Studi: Sistem
Keamanan Dan Hukum di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Belajar),

Achmad Ichsan. 2015. Dunia Usaha Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita,


Adi Sulistyo Nugroho, E-Commerce Teori dan Implementasi, (Yogyakarta:
Ekuilibria,2016),

Ade Maman Suherman. 2015. Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Bogor:
GhaliaIndonesia,

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo. 2010. Hukum Perlindungan Konsumen.


Cet. VI.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas dalam


Kontrak Komersial), Kencana, Jakarta, 2010.

Agung Putra. 1995. Pengendalian dan Pengawasan Mutu Produk. Surabaya: Balai
Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Kanwil Departemen
Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur,

Ayu Wandira, 2013, "Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap


Produk Telematika Dan Elektronika Yang Tidak Disertai Dengan
Kartu Jaminan/Garansi Purna Jual Dalam Bahasa Indonesia".
Skripsi. Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas
Haanuddin, Makassar,

Ahmad Miru, Sutarman Yudo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen,


Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm 9.

Ahmadi Miru. 2015. Prinsip-Prinsip Bagi Perlindungan Hukum Konsumen di


Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

Az. Nasution, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen: Suatu Pengantar,


Jakarta: Diadit Media.

Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung:


Mandar Maju, hlm. 35.

Celina Tri Siwi Kristiyanti. 2015. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:


SinarGrafika,
Happy Susanto, 2008, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Transmedia
Pustaka, Jakarta, hlm. 2

H. Riduan Syahrani, Loc.Cit, hlm. 205.

Kelik Wardiono, 2005, Perjanjian Baku, Klausula Eksonerasi dan


Konsumen : Sebuah Deskripsi tentang Landasan Normatif, Doktrin
dan Praktiknya, Surakarta : UMS Press. Ahmad M. Ramli, 2004,.
Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia, PT. Refika
Aditama, Bandung,

M. Marwan dan Jimmy. P, 2009, Kamus Hukum, Surabaya: Reality Publisher,


Muchsin. 2003. Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor
di
Indonesia. Surakarta. Universitas Sebelas Maret.

Muhammad, Visi Al – Qur’an Tentang Etika dan Bisnis (Jakarta: Salemba


Diniyah, 2002),

McLeod Pearson. 2008. Sistem Informasi Manajemen. Salemba. Jakarta.


Niniek Suparni, 2009, Cyberspace Problematika & Antisipasinya, Sinar
Grafika, Jakarta,

Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia :


Sebuah Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya Oleh
Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan
Pemberontakan Peradilan Administrasi, (Surabaya: Peradaban),

Philipus M. Hadjon. 1987. “Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia.


Sebuah Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya”. Penanganan oleh
Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan
Peradilan Administrasi Negara. Surabaya. PT Bina Ilmu.

Peter Mahmud Marzuki, 2016, Penelitian Hukum (Edisi Revisi), cet.12,Jakarta


: Prenada Media Group,

Wahyu Sasongko, 2007, Ketentuan-ketentuan pokok hukum perlindungan


konsumen, Bandar lampung:Universitas lampung,

Wirjono Prodjodikoro, 1992, Asas-Asas Hukum Perdata, Sumur, Bandung ,


hlm., 56- 62.

Wong Jony. 2010. Internet Marketing for Beginners. PT Elex Media


Komputindo. Jakarta.

Ridwan Khirandy, 2013, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif


Perbandingan, Bagian Pertama, FH UII Press, Yogyakarta, hlm. 27
R. Soeroso, 2011, Perjanjian Di Bawah Tangan Pedoman Praktis Pembuatan
dan Aplikasi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,
R. Setiawan. 2014. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Binacipta.
Salim HS, 2014, Hukum Kontrak (Teori & Teknik Penyusunan Kontrak),
Sinar
Grafika, Jakarta, hlm. 23

Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, cetakan 20, Intermasa, Jakarta,

Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty,


Yogyakarta,

Shidarta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Cet. II, (Jakarta:


Gramedia Widiasarana Indonesia,),

Shely Cashman.2007.Discovering Computers. Menjelajah Dunia Komputer


Fundamental, Edisi 3. SAlemba Infotek:Jakarta.

Soerjono Soekanto,2006, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas


Indonesia),

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada
Penelitian Tesis dan Disertasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

Salim H.S, Op.Cit,

Sudaryotmo. 2016. Hukum dan Advokasi Konsumen. Bandung: PT Citra


Aditya Bakti,hlm 23-24.

Yahman, Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan Yang Lahir


Dari Hubungan Kontraktual, PT. Prestasi Pustakarya, Jakarta, 2011,

B. JURNAL
Aan Handriati, "Keabsahan Perjanjian Jual Beli Secara Tidak Tertulis
BerdasarkanHukum Perdata", Rechtsregel: Jurnal Ilmu Hukum, Vol.
1, No. 2, Desember 2018,Hlm 290.

Bagus Made Bama Anandika Berata, I.G.N Parikesit Widiatedja, 2016,


“Perlindungan Hukum terhadap Pelaku Usaha Terkait Wanprestasi
yang Dilakukan Konsumen dengan Cara Hit and Run”, Kertha
Semaya, Vol. 04, No. 01, Februari 2016, hal. 5, ojs.unud.ac.id, URL
: http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/18932/124
02, diakses tanggal 22 Febuari 2023, jam 00.39 WIB

Ilham Labib M, "Jual Beli Handphone Bekas Rekondisi Perspektif Hukum


Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam (Studi Kasus Pasar
Klitikan Notoharjo Semanggi Surakarta)". Skripsi. Program Studi
Hukum Ekonomi Syari'ah (Muamalah) Fakultas Syari'ah Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta, 2020, hlm 62.

Ketentuan Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang


Perlindungan Konsumen (selanjutnya, disebut dengan UUPK).
Luh Gede Wendy Wahyundari, I Gede Putra Ariana, 2016, “Perlindungan
Konsumen Terhadap Pembelian Barang Elektronik yang Tidak
Mendapatkan Kartu Jaminan atau Garansi”, Kertha Semaya, Vol.
04, No. 04, Juli 2016, hal. 1, ojs.unud.ac.id, URL :
http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/21761/144
01

Niru Anita Sinaga, Nunuk Sulisrudatin, PERLINDUNGAN KONSUMEN DI


INDONESIA Vol 5, No 2 (2015)

Reynaldo Binsar Halomoan Sihombing, "Perlindungan Konsumen Dalam


Pembelian Barang Elektronik Rekondisi Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 (Studi di PT. Plaza Milenium)".
Skripsi. Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, 2017, halaman 45.

Produsen”, Kertha Semaya, Vol. 04, No. 01, Februari 2016, hal. 2,
ojs.unud.ac.id, URL :
http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/18973/124
36,

Yahman, Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan, Jakarta:


Prenamedia Group, 2014,

Produsen”, Kertha Semaya, Vol. 04, No. 01, Februari 2016, hal. 2,
ojs.unud.ac.id, URL :
http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/18973/124
36,

C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.

Undang – Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan.


Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.

Undang – Undang nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang –


Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
D. INTERNET

Radityo Wisnu, (2012), Wanprestasi dan Ganti Rugi, diakses dari


http://radityowisnu.blogspot.com/2012/06/wanpre stasi-dan-ganti-
rugi.Html, pada tanggal 3 Febuari 2023, pukul 20.08 WIB

KBBI, Konsumen, diakses dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/ pada tanggal 24


September 2023 pukul 00.39

KBBI,2022,”itikad” https://kbbi.web.id/itikad diakses pada tanggal 10


Oktober 2022 pukul 21:15
Jangan Salah! Masih Banyak yang Tak Tahu Beda Refurbished dan
Rekondisi”, dikutip dari
https://www.kompasiana.com/www.bhinneka.com/5984366457c78c
2ff802d7b2/jangan-salahmasih-banyak-yang-tak-tahu-beda-
refurbished-dan-rekondisi diakses pada hari jumat 6 oktober 2023
jam
00.39 WIB.
DimensiData, “Pengertian dan Perbedaan iPhone Refurbished dengan iPhone
Rekondisi”, dikutip dari https://blog.dimensidata.com/pengertian-
dan-perbedaan-iphonerefurbished-dengan-iphone-rekondisi/ diakses
pada hari Jumat 6 Oktober 2023 jam 00.55 WIB
(https://dailysocial.id/post/bukalapak-online-payment, diakses 6 oktober2023).
apak.com/2014/02/press-release-bukalapak-tumbuhpesat-menarik-investasi-
dari-investor-global/, diakses 6 Oktober 2023)
https://www.labana.id/view/emtek-suntikkandana-total-43269-miliar-rupiah-
ke-bukalapak-com/, diakses 6 Oktober 2023).
Retna Gumanti, "Syarat Sahnya Perjanjian (Ditinjau dari KUHPerdata)",
dalam www.https://ejurnal.ung.ac.id>index.php>JPI, diakses
tanggal 20 Oktober 2023 jam 21.08 WIB.
"Syarat Sahnya Perjanjian (Ditinjau dari KUHPerdata)", dalam
www.https://ejurnal.ung.ac.id>index.php>JPI, diakses tanggal 20
Oktober 2023 jam 21.08 WIB.

You might also like