You are on page 1of 115

Rasmaniar, SKM, M.

Kes

Lahir, 06 Juli 1978

BUKU AJAR
Dosen Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes
Kendari

Lulus S1 Kesmas Peminatan Gizi FKM Unhas


Tahun 2000

Lulus S2 Kesmas Peminatan Epidemiologi ,


Unhas Tahun 2007
EPIDEMIOLOGI GIZI
Ahmad, SKM, M.Kes BAHAN AJAR EPIDEM
GIZI
Lahir, 3 Maret 1967

Dosen Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes


Kendari

Lulus DIII Gizi Akademi Gizi Makassar Tahun


018
1992
Dmmanm18
Lulus S1 Kesmas Peminatan Gizi FKM Unhas
Tahun 2001

Lulus S2 Kesmas Peminatan Epidemiologi ,


Unhas Tahun 2007
Disusun Oleh
1.Rasmaniar,SKM, M.Kes
2.Ahmad, SKM, M.Kes
Email:rasmaniar.gizi@gmail.com
1
ISBN: 978-602-5913-09-9

Penerbit : Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES)


Buku Ajar Epidemiologi Gizi

Penulis :
Rasmaniar , Ahmad

Penerbit:
Forum IlmiahKesehatan (FORIKES)

Kendari, 2017

i
Buku Ajar Epidemiologi Gizi

Penulis :
Rasmaniar , Ahmad

ISBN

Diterbitkan Oleh :
Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES)

2017

Alamat:
Jl. Cemara 25, RT. 001 RW. 002, DesaSukorejo,
KecamatanSukorejo,KabupatenPonorogo
E-mail:forikes@gmail.com
Telepon: 085853252665

Editor: Dr.Suriana Koro, SP, M.Kes

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Dilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan sebagian
atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT


karenaatas karunia-Nya buku ini dapat terselesaikandenganlancar.
Buku yang berjudul ‘Buku Ajar Epidemiologi Gizi “
inidiharapkandapatmembawamanfaat,
khususnyadalamlingkupbidangilmuGizi
Dalam penulisan buku ilmiahini penulis
telahmendapatkanbantuandariberbagai pihak, oleh karena itu
disampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan memberikan saranbagitersusunnyabukuini.
Penulis menyadari bahwa buku ini masih
banyakmengandungkekurangan, oleh karena itu masukan yang
bersifatmembangun sangat diharapkan guna penyempurnaan
bukuini pada masa yang akandatang. Semoga keberadaan buku ajar
ini dapat menambahreferensibagi para mahasiswa,
dosenmaupunpraktisi, khususnyadalambidang gizi dankesehatan.

Kendari, Agustus 2017


Penulis

Rasmaniar, Ahmad

iii
iv
DAFTAR ISI

BUKU AJAR EPIDEMIOLOGI GIZI ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR GAMBAR vii

BAB IKONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI -8-

A. Sejarah Perkembangan Epidemiologi.............................. - 8 -


B. Pengertian Epidemiologi .............................................. - 12 -
C. Peranan Epidemologi Dan Manfaat Epidemologi .......... - 14 -
D. Penyebab Timbulnya Penyakit...................................... - 17 -
E. Konsep Timbulnya Penyakit ......................................... - 24 -
BAB IIEPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF - 30 -

A. Ruang Lingkup Epidemiologi Deskriptif ...................... - 30 -


B. Pengukuran Mortalitas Dan Morbiditas ........................ - 45 -
C. Sumber-Suber Kesalahan Pengukuran Statistik ............. - 65 -
BAB IIIEPIDEMOLOGI ANALITIK - 73 -

A. Studi Observasional ...................................................... - 73 -


B. Studi Eksperimental ..................................................... - 93 -
BAB IV SCREENING PENYAKIT - 97 -

A. Pengertian Screening .................................................... - 98 -


B. Tujuan Dan Sasaran ...................................................... - 98 -
C. Kriteria Dalam Menyusun Program Screening .............. - 99 -
v
D. Langkah-Langkah Penyaringan .................................. - 100 -
E. Indikator Hasil Screening ........................................... - 101 -
BAB VWABAH / KLB - 108 -

A. Pengertian .................................................................. - 108 -


B. Kriteria Kerja Wabah/ KLB : ...................................... - 109 -
C. Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Wabah ......... - 111 -
DAFTAR PUSTAKA - 113 -

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 . Hubungan interaksi, Host, Agent - 24 -

Gambar 2. Jaring-jaring sebab-akibat - 26 -

Gambar 3. Konsep Timbulnya Penyakit Model Roda - 27 -

Gambar 4. Faktor Mempengaruhi Status Kesehatan - 28 -

vii
BAB I
KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI

1. Sejarah Perkembangan Epidemiologi


Sejarah epidemiologi dimulai sejak manusia mengenal
adanya penyakit menular. Namun pada saat itu penyebab
dianggap berasal dari kekuatan gaib, roh jahat atau kutukan
tuhan. Pada zaman purba usaha-usaha untuk melawan epidemi
sudah dilakukan. Umpamanya pada kira-kira 1000 tahun SM
telah dikenal variolasi di Cina untuk melawan penyakit variola,
sedangkan di India pada saat tersebut selain menggunakan
variolasi, juga telah mengenal bahwa penyakit pes erat
hubungannya dengan tikus secangkan kusta telah diketahui
mempunyai hubungan erat dengan dengan kepadatan
penduduk.
Epidemiologi sebagai sains, yang didasarkan pada
pengamatan terhadap fenomena penyakit dalam masyarakat,
oleh mereka yang meyakini bahwa keadaan tersebut merupakan
suatu fenomena yang terjadi secara teratur dan bukan sebagai
suatu kejadian yang beralian dengan kekuatan gaib, telah
dikenal sejak zaman Yunani Kuno seperti halnya sengan
berbagai ilmu pengetahuan lain yang telah mampu
meningkatkan kesejahtraan manusia dewasa ini.

-8-
Pada zaman kejayaan Yunani dan Romawi Kuno, telah
dikenal dengan adanya adanya proses panularan penyakit pada
masyarakat yang erat hubungannya dengan faktor lingkungan.
Hal ini telah dikemukakan oleh Hippocrates (abad ke 5 SM)
dan tulisan yang berjudul Epidemics serta dalam catatannya
mengenai Airs, waters, and Places, dimana beliau telah
mempejari masalah penyakit dimasyarakat dan mencoba
mengemukakan berbagai teori tentang hubungan sebab akibat
terjadinya penyakit dalam masyarakat. Walaupun pada
akhirnya teori tersebut tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi
telah memberikan dasar pemikiran tentang adanya hubungan
faktor lingkungan dengan kejadian penyakit, sehingga dapat
dikatakan bahwa konsep tersebut adalah konsep epidemiologi
yang pertama.
Kemudian Galen mengemukakan suatu doktrin
epidemiologi yang lebih logis dan konsisten dengan
menekankan teori bahwa beradanya suatu penyakit pada
kelompok penduduk tertentu dalam jangka waktu tertentu
sangat dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:
1. Faktor atmosfer (the atmospheric factor)
2. Faktor internal (internal factor)
3. Faktor predisposisi (predisposisi or procatarctic factor).

-9-
Apa yang dikemukakan oleh Galen tidak banyak
mengalami perubahan selanjutnya dan merupakan dasar
pengembangan epidemiologi.
Pada abad ke-14 dan 15 Masehi, masalah epidemic
penyakit dalam masyarakat semakin jelas melalui berbagai
pengamatan peristiwa wabah penyakit pes dan cacar (variola)
yang melanda sebagian besar penduduk dunia. Pada waktu itu,
orang mulai menyadari bahwa sifat penularan penyakit dapat
terjadi terutama karena adanya kontak dengan penderita. Dalam
hal ini dikenal jasa Veronese Francastorius (1483-1553) serta
Sydenham (1624-1687) yang secara luas mengemukakan
pendapat tentang teori kontak dalam proses penularan penyakit.
Dan berdasarkan teori kontak inilah dimulai usaha isolasi dan
karantina yang kemudian ternyata mempunyai peranan positif
dalam usaha pencegahan penyakit menular hingga saat ini.
Konsep tentang contagious dan penularan penyakit
dalam masyarakat telah disadari dan dikenal sejak dahulu
namun baru pada abad ke-17, teori tentang germ dan perannya
dalam penularan penyakit pada masyarakat mulai
dikembangkan. Dalam hal ini Sydenham dianggap sebagai
pioner epidemiologi walaupun sebagian teorinya tidak dapat
diterima. Sydenham dengan teorinya tidak dapat lagi diterima.
Syadenham dengan teori serta berbagai perkiraannya terhadap
kejadian epidemic, perjalan epidemic dalam masyarakat serta

- 10 -
perkiraan sifat epidemic, merupakan suatu model penggunaan
metode epidemiologi. Pada saat yang sama, John Graunt telah
mengembangkan teori statistic vital yang sangat bermanfaat
dalam bidang epidemiologi. Walaupun Graunt bukan seorang
dokter, teatpi hasil karyanya sangat bermanfaat dalam bidang
epidemiologi dengan menganalisis sebab kematian pada
berbagai kejadian kematian di London dan mendapatkan
berbagai kematian pada berbagai kejadian kematian di London
dan mendapatkan berbagai perbedaan kejadian kematian antara
jenis kelamin serta antara penduduk urban dan rural, maupun
perbedaan berbagai musim tertentu. Di samping Graunt yang
telah mengembangkan statistic vital, William Farr
mengembangkan analisis sifat epidemic berdasarkan hukum
matematika. W. Farr mengemukakan bahwa meningkatnya,
menurunnya dan berakhirnya suatu epidemic mempunyai sifat
fenomena yang berurutan (anordely phenomenon) yang dewasa
ini dianggap mengikuti hukum kurva normal.
Jakob Henle pada tahun 1940 mengemukakan teorinya
tentang epidemic dan endemic yang sangat erat hubungannya
dengan fenomena biologi. Dalam tulisannya dikemuakan
bahwa yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit adlah
organisme yang hidup (living organism). Pendapat ini
terkemuka seperti Robert Koch, Pasteur dan lainnya untuk
menemukan mikroorganisme penyakit tertentu.

- 11 -
Sejak didapatkannya mikro-organisme sebagai
penyebab penyakit, para ahli segera mencoba mencari berbagai
penyebab khusus untuk penyakit tertentu. Pada awalanya
mereka hanya melakukan pengamatan terhadap penderita
perorangan, tetapi kemudian mulailah berkembang kea rah
hubungan sebab akibat yagn dapat mengganggu keadaan
normal masyarakat. Dari usaha pengemban imunitas
perorangan serta kekebalan pejamu, mulailah dikembangkan
usaha pencegahan penyakit mulai vaksin. Perkembangan
hubungan sebab akibat yang bersifat tunggal mulai dirasakan
ketidakmampuannya dalam masyarakat, sehingga mulai
dipikirkan hubungan yang lebih kompleks dalam proses sebab
terjadinya penyakit serta gangguan kesehatan lainnya.

4. Pengertian Epidemiologi
Kata Epidemiologi berasal dari Bahasa Yunani yaitu epi
artinya pada/tentang,demos artinya penduduk atau rakyat, dan
logos, artinya ilmu. Jadi berdasarkan asal kata epidemiologi
berarti ilmu yang mempelajari hal-hal yang terjadi pada
masyarakat atau penduduk. Definisi ini sangat luas dan dapat
diterapkan pada hal apapun tentang penduduk. Dalam
kesehatan masyarakat, epidemiologi tidak hanya berkaitan
dengan masalah penaykit menular saja, tetapi juga mencakup
penyakit-penyakit tidak menular.

- 12 -
Dewasa ini, epidemiologi diartikan sebagai cabang ilmu
kesehatan untuk menganalisis sifat dan penyebaran berbagai
masalah kesehatan dalam suatu penduduk tertentu serta
mempelajari sebab timbulnya masalah serga gangguan
kesehatna tersebut untuk tujuan pencegahan dan
penanggulangannya (Nur Nasri Noor, 1996). Singaktnya,
epidemiologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
tentang frekwensi dan penyebaran masalah kesehatan pada
sekelompok manusia serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Berdasarkan pengertian di atas terdapat tiga hal yang
bersifat pokok yang dipelajari dalam epidemiologi, yaitu:
1. Frekwensi masalah kesehatan
Frekwensi yang dimaksud disini menunjuk kepada besarnya
masalah kesehatan terdapat pada sekelompok manusia. Untuk dapat
mengetahui frekwensi suatu masalah kesehatan dengan tepat ada
dua hal pokok yang harus dilakukan yaiut menemukan masalah
kesehatan yang dimaksud untuk kemudian dilanjutkan dengan
melakukan pengukuran atas masalah tersebut.
2. Penyebaran masalah kesehatan
Yang dimaksud dengan penyebaran masalah kesehatan
disini adalah menunjukan kepada pengelompokkan masalah
kesehatan menurut suatu keadaan tertentu. Keadaan tertentu yang
dimaksudkan banyak macamnya, yang epidemologi dibedakan atas

- 13 -
tiga macam yaitu menurut ciri-ciri manusia (man), menurut tempat
(place) dan menurut waktu (time)
3. Faktor-faktor penyebab
Faktor penyebab disini terdiri dari faktor fisik, faktor
kimiawi, faktor biologis, dan faktor sosial yang erat hubungan
dengan kejadian penyakit atau masalah kesehatan lainnya.
4. Peranan Epidemologi dan Manfaat Epidemologi
Dalam dunia kesehatan epidemologi mempunyai
peranan yang cukup besar terutama dalam menjelaskan
terjadinya suatu penyakit. Peranan tersebut antara lain :
1. Mempelajari riwayat status kesehatan atau jenis penyakit
yang sering berjangkit pada sekolompok masyarakat dari
waktu ke waktu, untuk keperluan projeksi di masa
mendatang
2. Mendiagnosis status kesehatan masyarakat dengan cara
mengatur frekwensi suatu penyakit, yang meliputi angka
kematian dan angka kesakitan yang ternadi di masyarakat.
3. Mempelajari mekanisme kerja suatu pelayanan kesehatan
untuk keperluan evaluasi kebutuhan dan efektifitas
pelayanan kesehatan yang ada.
4. Mengestimasi faktor resiko yang mungkin dapat
menimbulkan suatu penyakit pada individu dalam
masyarakat, seperti resiko akibat dengan frekwensi penyakit
kanker paru-paru.

- 14 -
5. Melengkapi gambaran klinik penyakit kronik pada
masyarakat, agar dapat memberikan informasi secara jelas
mengenai riwayat perjalanan penyakit
6. Surveillance dan monitoring tehadap penyakit yang
menular dan berbahaya untuk keperluan preventif agar tidak
berjangkit luas di masyarakat
7. Mengidentifikasi sindrom gejala penyakit yang belum jelas
di masyarakat, seperti sindrom penyakit AIDS
Manfaat epidemologi dapat dipahami dan diterapkan
dengan baik akan diperoleh berbagai manfaat. Menurut Azrul
Azwar (1988), manfaat efidemologi dalam kesehatan
masyarakat dapat dibedakan atas empat macam, yaitu :
1. Membantu pekerjaan administrasi kesehatan
Manfaatnya disini dilihat dari tiga aspek yaitu perencanaan,
pemantauan dan evaluasi. Data yang diperoleh dari pekerjaan
epidemologi akan dapat dimanfaatkan untuk melihat apakah upaya
kesehatan yang dilakukan telah sesuai dengan rencana atau tidak
ataukah tujuan yang ditetapkan telah tercapai atau tidak.
2. Menerangkan penyebab suatu masalah kesehatan
Dengan epidemologi akan diketahui banyak hal tentang suatu
masalah kesehatan, termasuk penyebab timbulnya masalah
kesehatan tersebut. Penyebab masalah kesehatan tersebut dapat
diketahui dengan menganalisa data tentang frekwensi dan
penyebaran masalah kesehatan yang ada
3. Menerangkan perkembangan alamiah suatu penyakit
- 15 -
Bantuan epidemologi dalam menerangkan perkembangan alamiah
suatu penyakit ialah melalui pemanfaatan keterangan tentang
frekwensi dan penyebaran penyakit, terutama penyebaran menurut
waktu. Dengan diketahuinya waktu muncul dan berakhirnya suatu
penyakit, dapat diperkirakan perkembangan penyakit tersebut
4. Menerangkan keadaan suatu masalah kesehatan
Karena epidemologi mempelajari tentang frekwensi dan
penyebaran masalah kesehatan, maka akan diperoleh keterangan
tentang keadaan masalah kesehatan tersebut. Keadaan yang
dimaksud disini merupakan perpaduan dari keterangan menurut
ciri-ciri manusia, temapat dan waktu. Perpaduan seperti ini akan
menghasilkan emapat keadaan masalah kesehatan yaitu :
1. Epidemi yaitu keadaan dimana suatu masalah kesehatan
(umumnya penyakit) yang ditentukan pada suatu daerah
tertentu dalam waktu yang singkat mempunyai frekwensi
yang melebihi dari jumlah yang diperkirakan.
2. Pandemi yaitu suatu keadaan dimana suatu masalah
kesehatan (umumnya penyakit) frekwensinya dalam waktu
yang singkat memperlihatkan peningkatan yang sangat
tinggi serta penyebarannya telah mencakup suatu wilayah
yang sangat laus.
3. Endemi yaitu suatu keadaan masalah kesehatan (penyakit)
yang menetap dalam suatu wilayah tertentu.

- 16 -
4. Sporadik yaitu suatu keadaan masalah kesehatan (penyakit)
yang ada di suatu wilayah tertentu frekwensinya berubah-
ubah menurut perubahan waktu.

5. Penyebab Timbulnya Penyakit


Peristiwa timbulnya penyakit dalam epidemologi
berkembang dari rantai sebab akibat ke suatu proses kejadian
penyakit, yaitu proses interaksi antara manusia (pejamu)
dengan penyebab (agent) serta dengan lingkungan
(environment). Dengan demikian penyebab timbulnya penyakit
bersifat majemuk (“multiple causation of disease”). Timbulnya
suatu penyakit tergantung pada keadaan ketiga unsur tersebut.
1. Agent
Pada dasarnya tidak satupun penyakit yang dapat timbul hanya
disebabkan oleh satu faktor penyebab tunggal semata. Pada
umumnya, kejadian penyakit disebabkan oleh berbagai unsur yang
secara bersama-sama mendorong terjadinya penyakit. Namun
demikian, secara dasar, unsur penyebab penyakit dapat dibagi dua
bagian utama, yaitu :
1. Penyebab Primer
Unsur ini dianggap sebagai faktor kausal terjadinya
penyakit, dengan ketentuan bahwa walaupun unsur ini
ada, belum tentu terjadi penyakit, tetapi sebaliknya.
Pada penyakit tertentu, unsur ini dijumpai sebagai

- 17 -
penyebab kausal. Unsur penyebab kausal ini dapat
dibagi 5 kelompok :
1. Unsur penyebab bilogis yaitu semua unsur penyebab yang
tergolong mahkluk hidup termasuk kelompok mikro-
organisme seperti virus, bakteri, jamur, protozoa, cacing,
dan insekta. Unsur biologis ini umumnya dijumpai pada
penyakit infeksi dan penyakit menular.
2. Unsur penyebab nutrisi yaitu semua unsur penyebab yang
termasuk golongan nutrisi dan dapat menimbulkan penyakit
tertentu karena kekurangan dan kelebihan zat nutrisi
tertentu seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin,
mineral dan air.
3. Unsur penyebab kimiawi yaitu semua unsur dalam bentuk
senyawa kimia yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan/penyakit tertentu. Unsur ini pada umumnya
berasal dari luar tubuh termasuk berbagai jenis zat racun,
obat-obatan keras, berbagai senyawa kimia tertentu, dan
lain sebagainya. Bentuk senyawa kimia ini dapat berbentuk
padat, cair, uap maupun gas. Ada pula senyawa kimia hasil
produk tubuh (dari dalam) yang dapat menimbulkan
penyakit tertentu, seperti ureum, kolesterol dan lain
sebagainya.
4. Unsur penyebab fisika yaitu semua unsur yang dapat
menimbulkan penyakit nenilai proses fisika umpamanya

- 18 -
panas (luka bakar), irisan, tikaman, pukulan, radiasi dan
lain-lain. Proses kejadian penyakit dalam hal ini terutama
melalui proses fisika yang dapat menimbulkan kelainan dan
gangguan kesehatan.
5. Unsur penyebab psikis yaitu semua unsur yang bertalian
dengan kejadian penyakit gangguan jiwa serta gangguan
tingkah laku sosial. Unsur penyebab ini belum jelas proses
mekanisme kejadian timbulnya penyakit, bahkan
sekelompok ahli lebih menitik beratkan kejadian penyakit
pada unsur penyebab genetik.

6. Penyebab Non Kausal (Sekunder)


Penyebab sekunder merupakan unsur
pembantu/penambah dalam proses kejadian penyakit
dan ikut dalam hubungan sebab akibat terjadinya
penyakit. Dengan demikian, maka dalam setiap analisis
penyebab penyakit dan hubungan sebab akibat
terjadinya penyakit, kita tidak hanya terpusat pada
penyebab kausal primer semata, tetapi harus
memperhatikan semua unsur lain di luar unsur penyebab
primer. Sebagai contoh pada penyakit kardiovaskuler,
TBC, kecelakaan lalulintas, dan sebagainya,
kejadiannya tidak dibatasi hanya pada penyebab kausal
saja, tetapi harus dianalisis dalam bentuk suatu rantai
sebab akibat dimana peranan unsur penyebab sekunder
- 19 -
sangat kuat dalam mendorong penyebab kausal primer
untuk dapat secara bersama-sama minimbulkan
penyakit.

7. Host (Pejamu)
Faktor manusia adalah semua ciri dan karakter yang melekat pada
diri manusia yang dapat menimbulkan penyakit. Faktor tersebut
diantaranya adalah:
1. Umur
Penyakit tertentu banyak dijumpai hanya pada umur
tertentu. Misalnya penyakit polio, campak, dan difteri
banyak ditemukan pada golongan umur anak-anak, dan
sebaliknya penyakit seperti hipertensi, strock,
kolesterol, jantung koroner, dan penyakit degenerative
lainnya umumnya ditemukan pada golongan usia lanjut.
2. Jenis Kelamin
Frekwensi penyakit pada laki-laki lebih tinggi
dibandingkan pada wanita. Pada penyakit tertentu
seperti resiko kehamilan, kanker payudara, kanker
rahim hanya ditemukan pada wanita, sedangkan
hipertrofi prostat hanya dijumpai pada laki-laki.
3. Ras
Hubungan antara ras dengan penyakit tergantung dari
perkembangan adat istiadat dan kebudayaan, disamping

- 20 -
terdapat penyakit yang hanya ditemukan pada ras
tertentu seperti Cell Anemia pada ras Negro, penyakit
hemofili yang lebih banyak ditemukan pada orang barat.

4. Genetika
Ada penyakit tertentu yang diturunkan secara herediter
seperti mongolism, fenilketonuria, buta warna,
hemophilia, dan lain-lain.
5. Pekerjaan
Status pekerjaan mempunyai hubungan erat dengan
penyakit keracunan, kecelakan, silikosis, asbestosis.
Para manajer perusahaan lebih banyak menderita
penyakit stress atau keterangan jiwa dibandingkan
dengan bawahan atau karyawan lainnya.
6. Nutrisi
Seseorang yang menderita gizi kekurangan akan lebih
mudah menderita penyakit infeksi seperti TBC, ISPA,
dan lain-lain. Sebaliknya seseorang yang berstatus
obesitas mempunyai resiko menderita penyakit
kolesterol atau penyakit jantung yang lebih besar
dibandingkan dengan yang tidak obesitas.
7. Kekebalan
Reaksi tubuh terhadap penyakit tergantung dari status
kekebalan yang dimiliki sebelumnya, seperti kekebalan

- 21 -
terhadap penyakit virus yang tahan lama dan seumur
hidup.
8. Adat istiadat
Ada beberapa adat istiadat yang dapat menimbulkan
penyakit, seperti kebiasaan makan ikan mentah, dapat
penyebab penyakit cacing hati.

9. Gaya hidup
Kebiasaan minum alcohol, obat-obatan, meroko dapat,
menimbulkan gangguan kesehatan. Gaya hidup modern
seperti Free sex akan lebih beresiko menderita AIDS.
Orang yang terbiasa hidup kurang bersih akan lebih
mudah terkena penyakit infeksi.
10. Psikis
faktor kejiwaan seperti stress dapat menyebabkan
terjadinya penyakit hipertensi, ulkus peptikum,
insomnia, dan lain-lainnya.

11. Lingkungan (Environment)


Unsur lingkungan mempunyai peranan penting
dalam menentukan terjadinya pross interaksi antara pejamu
dengan unsur penyebab dalam proses terjadinya penyakit.
Secara garis besar, unsur lingkungan dapat dibagi dalam
tiga bagian utama, yaitu:
1. Lingkungan biologis

- 22 -
Semua flora dan fauna yang berada di sekitar manusia,
seperti: bakteri, jamur, virus, protozoa, parasit,
serangga, dan lain-lain yang berfungsi sebagai agent
penyakit, reservoir infeksi, vector penyakit, dan hospes
intermediate. Hubungan manusia dengan lingkungan
biologisnya bersifat dinamis, dan pada keadaan tertentu,
dimana terjadi ketidakseimbangan antara manusia
dengan lingkungan, maka manusia akan menjadi sakit.
2. Lingkungan fisik
Keadaan fisik yang berada di sekitar manusia yang
berpengaruh terhadap manusia baik secara langsung
maupun tidak, maupun terhadap lingkungan biologis
dan lingkungan sosial manusia. Lingkungan fisik
bersifat abiotik, meliputi:
3. Udara, keadaan cuaca, geografis, dan geologis;
4. Air, baik sebagai sumber kehidupan maupun sebagai
bentuk pencematan pada air;
5. Unsur kimiawi lain pada pencemaran udara, taha
dan air, radiasi dan lain sebagainya.
6. Lingkungan sosial
Semua bentuk kehidupan sosial budaya, ekonomi,
politik, sistem organisme, serta institusi/peraturan yagn
berlaku bagi setiap individu yang membentuk
masyarakat tersebut.

- 23 -
Lingkungan sosial ini meliputi:
7. Sistem hukum, administrasi dan kehidupan sosial
politik, serta sistem ekonomi yang berlaku.
8. Bentuk organisasi masyarakat yang berlaku
setempat.
9. Sistem pelayanan kesehatan serta kebiasaan hidup
sehat masyarakat setempat.
10. Kepadatan penduduk, kepadata rumah tangga, serta
berbagai sistem kehidupan sosial lainnya.
Bila manusia tidak mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial, maka akan terjadi konflik kejiwaan
dan menimbulkan gejala psikosomatik seperti stress,
depresi dan lain-lain.

11. Konsep Timbulnya Penyakit


1. Model Segitiga
Dalam konsep ini timbulnya penyakit didasarkan pada
hubungan interaksi antara Host, Agent dan Environment.
Hubungan antara ketiga unsur tersebut dalam menimbulkan
penyakit amat kompleks dan majemuk. Disebutkan bahwa ketiga
faktor tersebut saling mempengaruhi, dimana pejamu dan bibit
penyakit saling berlomba untuk menarik keuntungan dari
lingkungan.
Gambar 1.
Hubungan interaksi, Host, Agent dan Environment

Host
- 24 -

Environment Agent
Menurut model ini perubahan dari salah satu faktor akan
merubah keseimbangan antara mereka, yang berakibat
bertambahnya atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan.
Hubungan antara Host, Agent dan Environment diibaratkan
seperti timbangan, dimana Host dan Agent masing-masing berada
di ujung tuas, sedangkan lingkungan sebagai penumpunya. Seorang
dikatakan berada dalam keadaan sehat, jika host berada dalam
keadaan seimbang dengan agent. Sebaliknya jika agent lebih
berhasil menarik keuntungan dari lingkungan, maka orang tersebut
berada dalam keadaan sakit.

2. Model Jaring-Jaring Sebab Akibat


Dari unsur-unsur penyebab penyakit, dimana hubungan
interaksi antara satu dengan lainnya akan menentukan proses dan
arah dari proses kejadian penaykit, baik pada perorangan, maupun
dalam masyarakat. Dengan demikian, maka terjadinya suatu
penyakit tidak hanya ditentukan oleh unsur penyebab semata, tetapi

- 25 -
yang utama adalah bagaimana rantai penyebab dan hubungan sebab
akibat dipengaruhi oleh berbagai faktor maupun unsur lainnya.
Gambar 2. Jaring-jaring sebab-akibat

Jadi timbulnya penyakit menurut model ini tidak


disebabkan oleh satu faktor saja, melaikan disebabkan oleh
rangkaian “sebab-akibat” berbagai faktor, atau yang biasa dikenal
dengan istilah “multiple causation of disease”. Dengan demikian,
maka timbulnya penyakit dapat atau dihentikan dengan memotong
rantai pada berbagai titik.
Keadaan ini sangat berpengaruh dalam menetapkan
program pencegahan maupun penanggulangan penyakit tertentu,
karena usaha tersebut hanya akan memberikan hasil yang
diharapkan bila dalam perencanaan memperhitungkan berbagai
unsur tersebut. Misalnya, dalam rangka peningkatan status gizi
masyarakat atau menanggulangi masalah KKP perlu melibatkan

- 26 -
berbagai sektor (lintas sektor) mengingat masalah gizi tidak hanya
disebabkan kurang intake makanan saja, tetapi dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang saling terkait, yang berhubungan langsung
maupun tidak langsung dengan status gizi. Faktor-faktor gizi
meliputi: daya beli, pengetahuan, kebiasaan, adat istiadat, pola
makan ketersediaan pangan, lingkungan, pelayanan kesehatan, dan
lain-lain.
Dengan demikian dalam pelaksanaan program gizi perlu
melibatkan berbagai sektor yang terkait dengan faktor-faktor
penyebab tadi.

3. Model Roda
Seperti halnya dengan model jarring-jaring sebab akibat
model roda memerlukan identifikasi dari beberapa faktor yagn
berperan dalam timbulnya penyakit dengan tidak menekankan
pentingnya agent. Disini yagn dipentingkan adalah hubungan
antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Besarnya peranan
dari masing-masing lingkungan bergantung pada penyakit yang
bersangkutan. Sebagai contoh, peranan lingkungan fisik lebih besar
dari yang lain pada “sunburn”, peranan lingkungan biologis lebih
besar dari yang lainnya pada penyakit yang penularannya melalui
vector (=vector borne deseases), peranan genetic lebih besar dari
yang lain pada penyakit keturunan seperti Diabetes Mellitus.
Gambar 3. Konsep Timbulnya Penyakit Model Roda

- 27 -
Lingkungan Sosoal

Induk semang
(Manusia)

Inti

Generik

Lingkungan Faktor Lingkungan lebih dominan Lingkungan


Fisik Biologis

Gambar 4. Faktor Mempengaruhi Status Kesehatan

1
Lingkungan

Genetik Perilaku
4 Sehat 2

- 28 -
Yankes
3

- 29 -
BAB II
EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF

1. Ruang Lingkup Epidemiologi Deskriptif


Epidemiologi deskriptif hanya mempelajari frekuensi
dan penyebaran suatu masalah kesehatan, tanpa menganalisis
atau mencari jawaban terhadap faktor-faktor penyebab yang
mempengaruhi frekwensi dan penyebaran masalah tersebut.
Keterangan tentang frekwensi menunjukkan kepada
besarnya masalah kesehatan yang ditemukan di mayarakat,
sedangkan keterangan tentang penyebaran lazimnya dibedakan
menurut ciri-ciri orang (person), tempat (place) atau waktu
(time) terjadinya suatu masalah kesehatan.
Hasil kajian epidemiologi deskriptif ini hanya
menjawab pertanyaan siapa (who), di mana (where) dan kapan
(when), dan tidak menanyakan kenapa (why) timbulnya suatu
masalah kesehatan tersebut.
1. Orang
Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan suatu
masalah kesehatan tertentu ternyata banyak diderita oleh
kelompok umur tertentu saja, oleh jenis kelamin tertentu
atau oleh suku bangsa tertentu saja. Penemuan seperti ini
menjelaskan bahwa penyebaran suatu masalah kesehatan
ternyata dipengaruhi oleh ciri-ciri yang dimiliki oleh
manusia yang terserang masalah kesehatan tersebut.

- 30 -
Dengan diketahuinya penyebaran masalah kesehatan
menurut ciri-ciri manusia ini, di satu pihak akan diketahui
besarnya masalah yang dihadapi dan dipihak lain
keterangan yang diperoleh akan dapat dimanfaatkan untuk
menanggulangi masalah kesehatan yang dimaksud.
Karakter atau ciri-ciri orang yang erat berhubungan
dengan masalah kesehatan meliputi: umur, jenis kelamin,
golongan etnik, agama, status perkawinan, status sosial
ekonomi.
1. Umur
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan
di dalam penyelidikan-penyelidikan masalah kesehatan,
karena:
1. Ada kaitannya dengan daya tahan tubuh
Pada umumnya daya tahan tubuh orang dewasa jauh
lebih kuat dari daya tahan bayi atau anak-anak.
Misalnya, penyakit campak banyak ditemukan pada
anak-anak dan jarang ditemukan pada orang dewasa.
Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak tidak
mempunyai zat kekebalan terhadap campak,
sebaliknya orang dewasa mempunyai zat kekebalan
terhadap penyakit tersebut.
2. Ada kaitannya dengan ancaman terhadap kesehatan

- 31 -
Orang dewasa yang karena pekerjaannya
mempunyai kemungkinan menghadapi ancaman
penyakit lebih besar dari pada anak-anak.
3. Ada kaitannya dengan kebiasaan hidup
Dibandingkan dengan anak-anak, maka orang
dewasa lebih banyak yang merokok dan minum
alcohol, sehingga kemungkinan terkena penyakit
akibat merokok dan alcohol juga lebih besar.
Meskipun umur merupakan variabel yang
penting, namun untuk mendapat keterangan umur
dengan tepat tidak mudah, terutama di Negara-negara
berkembang. Untuk mengatasi masalah tersebut, untuk
memperoleh informasi yang tepat,makan pertanyaan
tentang umur dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa
penting sebagai pendekatan untuk menaksir umur.
Pengelempokkan umur tergantung dari tujuan yang
ingin dicapai WHO, membagi umur dalam beberapa
cara, yaitu:
1. Menurut tingkat kedewasaan:
0 – 1 tahun : bayi dan anak-anak
15-49 tahun : orang muda dan dewasa
> = 50 tahun : orang tua
2. Interval lima tahunan
0 – 4 tahun

- 32 -
5 – 9 tahun
10 – 14 tahun
15 – 19 tahun
20 – 24 tahun
25 – 29 tahun
30 – 34 tahun
35 – 39 tahun
40 – 44 tahun
45 – 49 tahun
50 – 54 tahun
55 – 59 tahun
60 – 64 tahun
> – 65 tahun
3. Untuk mempelajari penyakit anak:
0 – 4 bulan
5 – 10 bulan
11 – 23 bulan
2 – 4 tahun
5 – 9 tahun
9 – 14 tahun
Dalam penelitian gizi, pengelompokkan umur
biasanya digunakan untuk melihat distribusi status gizi
menurut umur, dengan format sebagai tabel berikut:
Umur (bulan) Status Gizi

- 33 -
Lebih Baik Kurang Buruk
0 – 12
13 – 24
25 – 36
37 – 48
49 – 60
Jumlah

4. Jenis Kelamin
Jenis kelamin mempengaruhi penyebaran suatu
masalah kesehatan. Ada masalah kesehatan yang
banyak ditemukan pada kelompok wanita atau pria saja.
Adanya perbedaan itu disebabkan oleh beberapa hal,
yaitu:
5. Perbedaan anatomi dan fisiologi. Misalnya:
penyakit tumor prostat hanya ditemukan pada
kelompok laki, sebaliknya kaner rahim hanya
ditemukan pada golongan wanita.
6. Perbedaan kebiasaan hidup. Penyakit kanker paru-
paru lebih banyak ditemukan pada kelompok laki-
laki disebabkan karena laki-laki lebih banyak yang
mempunyai kebiasaan merokok.
7. Perbedaan kemampuan atau kriteria diagnostic
beberapa penyakit. Ditemukannya lebih banyak
- 34 -
penderita penyakit kecing nanah pada kaum pria
dari kaum wanita karena kriteria diagnostic penyakit
kencing nanah pada pria lebih mudah.
8. Perbedaan pekerjaan. Penyakit kerja lebih banyak
ditemukan pada kaum laki-laki, karena laki-laki
banyak yang bekerja, dan pekerjaan laki-laki lebih
berat (menantang) dari pekerjaan kaum wanita.

9. Golongan Etnik
Penyebaran masalah kesehatan juga ada
hubungannya dengan golongan etnik. Golongan etnik
adalah sekelompok manusia dalam suatu populasi yang
memiliki kebiasaan atau sifat biologis yang sama.
Sebagian ahli menyebutkan etnik sama dengan suku
bangsa atau ras.
Adanya perbedaan-perbedaan setiap etnik, baik
dlaam bentuk kebiasaan-kebiasaan atau bentuk biologis
yang dimilikinya menentukan macam masalah
kesehatan yang ditemukan.
10. Agama
Pengaruh agama terhadap penyebaran masalah
kesehatan juga berperan besar. Hukum dan kebiasaan-
kebiasaan tertentu yang dimiliki oleh agama tertentu,
mempengaruhi corak dan prilakunya. Misalnya, Agama

- 35 -
Islam mewajibkan pria untuk disunat, sehingga
frekwensi kanker penis relatif lebih rendah
dibandingkan pemeluk agama lain, penyakit kelainan
fungsi hati, jarang ditemukan pada pemeluk agama
Islam karena ajaran agama Islam tidak membenarkan
minum alcohol.
11. Status Perkawinan
Yang dimaksud dengan perkawinan di sini
merupakan persekutuan antara dua jenis kelamin yang
berbeda dalam bentuk keluarga yang diakui secara sah
baik oleh undang-undang atau oleh hukum agama.
Dari sudut epidemiologi, ternyata status
perkawinan mempengaruhi penyebaran penyakit atau
masalah kesehatan. Mereka yang tidak menikah,
mempunyai kemungkinan menderita penyakit kelamin
yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang
sudah berkeluarga.
12. Status Sosial Ekonomi
Status sosial merupakan variabel yang sering
dihubungkan dengan angka kesakitan atau kematian.
Variabel ini menggambarkan tingkat kehidupan
seseorang. Status sosial ditentukan oleh unsur-unsur
seperti pendidikan, pekerjaan, penghasilan, tempat
tinggal, dan lain sebagainya. Unsur-unsur tersebut dapat
mempengaruhi pemeliharaan kesehatan.

- 36 -
Hubungan antara status sosial ekonomi dengan
penyakit atau masalah kesehatan bukan merupakan hal
yang baru. Pada keluarga atau masyarakat dengan
tingkat sosial ekonomi rendah sering dijumpai penyakit-
penyakit infeksi dan kekurangan gizi. Sebaliknya, pada
masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi tinggi sering
ditemukan penyakit-penyakit seperti jantung koroner,
penyakit kolesterol, strok, dsb.
Penghasilan dihubungkan dengan pemanfaatan
pelayanan kesehatan, pembelian obat-obatan, atau untuk
pembelian bahan makanan.
Tingkat penghasilan dapat dikelompokkan
dalam beberapa kelompok. Sayogyo mengelompokan
tingkat penghasilan dengan mengkonversi penghasilan
dalam “Kg Beras” sebagai patokan untuk menentukan
tingkat kemiskinan, yaitu:

Pedesaan
Perkotaan
Miskin < 240 kg/orang/tahun < 360
kg/orang/tahun
Tidak miskin > = 240 kg/orang/tahun > = 360
kg/orang/tahun

- 37 -
Struktur keluarga dan besarnya keluarga
berpengaruh terhadap kesakitan dan gangguan gizi dan
pemanfaatan pelayanan terbatas. Jumlah keluarga yang
besar yang tanp ditunjang oleh penghasilan yang
memadai, sering dijumpai penyakit menular dan KKP
pada anak.

13. Jenis Pekerjaan


Hubungan antara pekerjaan dengan masalah
kesehatan telah lama diketahui dan menjadi perhatian
utama ahli Hiperkes. Pada dasarnya hubungan yang
terjadi disebabkan tiga hal pokok,yaitu:

1. Adanya risiko pekerjaan


Setiap pekerjaan mempunyai resiko tertentu,
sehingga jenis penyakit yang disebabkannya akan
berbeda pula. Seorang pandai emas mempunyai
resiko keracunan mercuri, buruh tambang
mempunyai risiko terkena penyakit silikosis yang
lebih besar.
2. Adanya seleksi alamiah dalam memilih pekerjaan
Setiap orang akan memilih pekerjaan sesuai dengan
kemampuan fisik masing-masing. Dalam arti orang
yang kemampuan fisiknya lemah secara otomatis
akan memilih pekerjaan yang ringan atau yang tidak
- 38 -
terlalu besar tantangannya, demikian juga
sebaliknya pada mereka yang bertubuh kuat.
Dengan demikian, kemungkinan jenis dan tingkat
penyakit yang dialami oleh kedua kelompok tersebut
akan berbeda-beda.
3. Adanya perbedaan status ekonomi
Perbedaan macam pekerjaan yang dimiliki
seseorang, menyebabkan perbedaan status sosial
ekonomi yang dimiliki. Adanya perbedaan seperti
ini menyebabkan macam penyakit yang diderita.

Faktor-faktor di lingkungan kerja yang berperan


menimbulkan penyakit meliputi:
4. Faktor fisik: panas, benda-benda yang menimbulkan
kecelakaan, udara yang pengap, cahaya, dll.
5. Faktor kimia: adanya bahan beracun, gas, zat kimia,
dll
6. Faktor biologis: cacing tambang, ancaman binatang
buas bagi pekerja di hutang, serbuk tumbuh-
tumbuhan, digigit ular, dll.
7. Faktor psikologis: hubungan yang tidak harmonis
antara karyawan dengan atasan, dan atau dengan
sesama karyawan.
8. Fisiologis: sarana tempat kerja yang kurang
mendukung, misalnya tempat duduk yang tidak baik

- 39 -
penyebab gangguan fisik pada saat atau setelah
kerja.

9. Tempat
Penyebaran masalah kesehatan menurut tempat menurut
terjadinya masalah kesehatan tersebut sangat penting, karena
dengan keterangan yang diperoleh akan dapat diketahui beberapa
hal lainnya, yaitu:
1. Jumlah dan jenis masalah kesehatan yang ditemukan suatu
daerah.
Dengan diketahuinya penyebaran penyakit disuatu
daerah dapatlah diketahui dengan tepat masalah-
masalah kesehatan yang ada di daerah tersebut. Dan,
masalah kesehatan tersebut identik dengan kebutuhan
kesehatan daerah tersebut.
2. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah
kesehatan di suatu daerah.
Apabila telah diketahui jumlah dan jenis masalah
kesehatan, dapatlah disusun program kesehatan yang
tepat untuk daerah tersebut. Hasil akhirnya, masalah
kesehatan akan teratasi dengan efektif.
3. Keterangan tentang faktor penyebab timbulnya masalah
kesehatan di suatu daerah.
Keterangan tentang penyebab masalah kesehatan ini
dapat diperoleh dengan membandingkan hal-hal khusus

- 40 -
yang ada dan tidak ada pada suatu daerah. Perbedaan
tentang hal-hal khusus tersebut, mungkin adalah
penyebab timbulnya masalah kesehatan yang dimaksud.
Keadaan-keadaan khusus tersebut bermacam-macam,
diantaranya:
4. Keadaan geografis: letak wilayah, struktur tanah,
curah hujan, sinar matahari, angin, suhu udara,
kelembaban udara, dll
5. Keadaan penduduk: jumlah penduduk dan
kepadatan penduduk
6. Keadaan pelayanan kesehatan. Jumlah dan cakupan
serta mutu pelayanan kesehatan yang disediakan.

Penyebaran penyakit menurut tempat dibedakan menjadi 5


kelompok besar, yaitu:
1. Penyebaran satu wilayah (setempat atau lokal)
2. Penyebaran beberapa wilayah
3. Penyebaran satu Negara (nasional)
4. Penyebaran beberapa Negara (regional)
5. Penyebaran beberapa Negara (internasional).

Beberapa contoh klasik yang sering dihubungkan dengan


tempat kejadian penyakit antara lain (a) prevalensi gondok

- 41 -
umumnya lebih tinggi di daerah pegunungan dari pada daerah
pantai, (b) Kasus gizi kurang/defisiensi gizi yang terjadi di Negara-
negara berkembang ketimbang Negara-negera maju.

6. Waktu
Pola penyakit menurut waktu sering merupakan suatu ciri
epidemiologi deskriptif dan merupakan dasar epidemiologi, karena
perubahan-perubahan pola penyakit menurut waktu menunjukkan
adanya faktor-faktor etiologis. Pengetahuan tentang penyebaran
penyakit menurut waktu menjadi penting karena dapat membantu
memahami hal-hal berikut:
1. Kecepatan perjalanan penyakit. Apabila suatu penyakit
dalam waktu yang singkat dapat menyebar dengan pesat,
berarti perjalanan penyakit tersebut berlangsung dengan
cepat.
2. Lama terjangkitnya suatu penyakit. Lama terjangkitnya
suatu penyakit dapat pula diketahui dari penyebaran
penyakit menurut waktu, yaitu dengan memanfaatkan
keterangan tentang waktu terjangkitnya penyakit dan
keterangan tentang waktu lenyapnya penyakit tersebut.

Penyebaran masalah kesehatan menurut waktu dipengaruhi


oleh beberapa hal, yaitu:
3. Sifat penyakit yang ditemukan
4. Keadaan tempat terjangkitnya penyakit
5. Keadaan penduduk
- 42 -
6. Keadaan pelayanan kesehatan yang tersedia.
Secara umum pembagian penyebaran penyakit menurut waktu
dibedakan atas tiga macam, yaitu:
1. Penyebaran jangka pendek
Penyebaran yang berlangsung dalam waktu yang relatif
singkat (beberapa jam, hari, minggu atau bulan).
Perubahan angka kesakitan pada kelompok ini
berlangsung beberapa jam, hari, minggu dan bulan.
Perubahan pola ini dapat dilihat pada epidemic,
misalnya epidemi keracunan makanan (beberapa jam),
epidemic influenza (beberapa hari atau minggu)
epidemic cacar (beberapa bulan).
Penyebaran ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Point Soruce Epidemic (common source epidemic),
yaitu suatu keadaan wabah yang ditandai oleh (1)
timbulnya gejala penyakit yang cepat, (b) masa
inkubasi yang pendek, (c) episode penyakit
merupakan peristiwa tunggal, (d) hanya pada waktu
tertentu saja, dan (e) lenyapnya penyakit dalam
waktu cepat.
Kejadian seperti ini biasanya ditemukan pada
peristiwa keracunan makakan.
2. Contagious diseases epidemic (propagated
epidemic), yaitu suatu keadaan wabah yang ditandai

- 43 -
dengan: (1) timbulnya penyakit yang pelan, (2) masa
inkubasi yang panjang, (3) episode penyakit bersifat
majemuk, (4) waktu munculnya penyakit tidak jelas,
dan (5) lenyapnya penyakit dalam waktu yang lama.
Kejadian seperti ini biasa ditemukan pada penyakit
menular.
3. Penyebaran Secara Siklus
Perubahan angka kesakitan secara siklis adalah keadaan
dimana timbulnya dan memuncaknya angka-angka
kesakitan atau kematian yang berulang-ulang atau naik
turun menurut siklus tertentu. Misalnya menurut sistem
kalender (minggu, bulan, tahun), menurut keadaan
cuaca (musim hujan, musim panas) dan atau menurut
peristiwa tertentu (misalnya: musim panen, musim
paceklik) Hal ini dapat terjadi pada penyakit infeksi atau
penyakit non infeksi.
Timbulnya atau memuncaknya angka kesakitan atau
kematian suatu penyakit yang ditularkan melalui vector
menurut pola ini disebabkan antara lain:
4. Ada-tidaknya keadaan yang memungkinkan transmisi
penyakit oleh vector yang bersangkutan.
5. Lingkungan alam menjamin vector untuk terus berkembang
biak.
6. Adanya kerentanan.

- 44 -
7. Aktivitasi orang yang rentan untuk selalu berhubungan
dengan vector.
8. Tetapnya kemampuan agen infektif untuk menimbulkan
penyakit.
9. Perubahan-perubahan Sekuler
Perubahan sekuler (Secular Trends) adalah perubahan
dari angka kesakitan atau kematian suatu penyakit
dalam jangka waktu yang panjang, yaitu berpuluh-puluh
tahun atan ratusan tahun.
10. Pengukuran Mortalitas dan Morbiditas
1. Ukuran Dasar Epidemiologi
1. Rate
Nilai rate dalam epidemiologi menunjukkan
besarnya peristiwa yang terjadi terhadap jumlah
keseluruhan penduduk dimana peristiwa tersebut
berlangsung dalam batas waktu tertentu. Dengan
demikian ada tiga unsur utama dalam penentuan nilai
rate, yaitu:
2. Mereka yang terkena peristiwa,
3. Kelompok penduduk dimana peristiwa tersebut
terjadi, serta
4. Batas waktu tertentu yang berkaitan dengan kejadian
tersebut.

- 45 -
Misalnya : angka kelahiran (birth rate) adalah 35
kelahiran hidup per 1000 penduduk Indonesia tahun
1980. Angka ini memberikan gambaran ringkas tentang
keadaan atau perkembangan peristiwa kelahiran yang
terjadi pada suatu daerah/tempat tertentu.
Ada 2 macam angka rate:
5. Angka kasar (Crude Rate) yaitu angka yang dipakai
untuk menghitung suatu penduduk
lengkap/keseluruhan).
6. Angka spesifik (Specific rate) untuk menghitung
suatu penduduk yang terkena masalah kesehatan
menurut kelompok yang spesifik.
Contoh specific rate: angka kematian ibu umur
15-20 tahun per 1000 penduduk.
Angka specific dapat dilakukan menurut umur,
jenis kelamin, pekerjaan dan sebagainya.

7. Rasio (ratio)
Rasio menyatakan suatu jumlah dalam
perbandingan dengan jumlah yanglain. Dengan
perkataan lain merupakan perbandingan antara dua
bilangan. Misalnya: Jumlah mahasiswa pria dan
mahasiswa wanita Jurusan Gizi pada tahun 2009
masing-masing adalah 30 orang dan 120, maka rasio
mahasiswa pria dengan mahasiswa wanita adalah =

- 46 -
30/12 = ¼ = 0,25. Rasio mahasiswa wanita dengan
mahasiswa pria adalah 120/30 = 4/1 = 4

8. Proporsi (proportion)
Proporsi merupakan perbandingan antara jumlah
penduduk yang mengalami peristiwa tertentu dibagi
jumlah seluruh penduduk yang berisiko mengalami
peristiwa tersebut di suatu daerah dalam jangka waktu
tertentu dikali 100.
Misalnya: jumlah anak balita dari keluarga
miskin di Kodya Ujung Pandang pada tahun 1999
sebanyak 2000 orang, dimana 100 orang diantaranya
telah menderita gizi buruk. Maka proporsi anak balita
gizi buruk adalah 100/200 x 100 = 10%

9. Ukuran Morbiditas
Morbiditas (angka kesakitan) secara umum dapat diartikan
sebagai keadaan sakit yaitu adanya penyimpangan dari keadaan
sehat yang normal.
Definisi sehat menurut WHO adalah keadaan sejahtera
fisik, mental dan sosial dan bukan hanya semata-mata bebas dari
penyakit, dan produktif.
Berbeda dengan kematian, data tentang kesakitan atau
penyakit lebih sulit diperoleh karena:
10. Kematian merupakan hal yang pasti dan mudah ditentukan

- 47 -
11. Kematian hanya terjadi satu kali pada watiap individu,
sedangkan penyakit bisa menyerang orang yang sama
beberapa dalam satu periode.
12. Kematian terjadi pada satu saat yang dapat ditentukan
dengan tepat, sedangkan waktu berlangsungnya
penyakit sulit ditentukan.

Ukuran kesakitan secara garis besar digolongkan dua


macam, yaitu:
13. Insidensi
14. Prevalensi
1. Insidensi
Insidensi adalah jumlah penderita baru dari suatu
peristiwa/penyakit pada suatu penduduk tertentu dalam
satuan kurun waktu tertentu. Untuk menghitung nilai
insiden, maka perlu dilakukan penelitian secara
longitudinal.
Secara umum angka insidensi dapat dibedakan
atas tiga macam, yaitu:
1. Insiden rate
2. Attack rate
3. Secondary attack rate
1. Insidensi Rate
Insidensi rate adalah jumlah mereka yang terkena
penyakit/peristiwa (kasus baru) dibagi dengan
- 48 -
jumlah penduduk yang terancam (risiko) pada suatu
waktu tertentu (per tahun).
Formula :
𝐼𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑅𝑎𝑡𝑒
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎𝑏𝑎𝑟𝑢𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢/𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠𝑏𝑎𝑟𝑢
=
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘𝑦𝑎𝑛𝑔𝑚𝑒𝑚𝑝𝑢𝑛𝑦𝑎𝑖𝑟𝑒𝑠𝑖𝑘𝑜𝑡𝑒𝑟𝑡𝑢𝑙𝑎𝑟𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡
𝑦𝑎𝑛𝑔𝑠𝑎𝑚𝑎 ((𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑑𝑘𝑝𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ𝑎𝑛𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)

Contoh:
Pada bulan Desember 2008 di Kecamatan X
terdapat penderita Kwashiorkor 88 anak balita.
Jumlah anak balita yang mempunyai resiko penyakit
tersebut di Kecamatan X pada tahun yang sama
sebanyak 8.000. Maka insidensi rate penyakit
Kwashiorkor tersebut adalah:

80
𝐼𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑥 1.000 = 0.010%
8.000

Unsur-unsur insidensi rate:


2. Penyebut adalah mereka yang terancam (ada
risiko) penyakit berdasarkan waktu:
3. Pembilang adalah mereka yang menderita (baru)
dan semuanya berasal dari mereka yang
terancam pada penyebut;
4. Interval waktu harus tetap, dan

- 49 -
5. Hasilnya dikalikan dengan unit tertentu (100,
1000,10000, dst).

Kegunaan insidensi rate


6. Menerangkan/menentukan mereka/kelompok
penduduk yang menderita dan yang terancam
(risiko) dan dengan demikian dapat digunakan
sebagai dasar dalam menentukan program
pencegahan dan penanggulangan serta sasaran
utama program tersebut.
7. Untuk penelitian/penentuan kasus secara
epidemiologis sehingga dapat menilai berbagai
faktor yang berpengaruh dalam terjadinya
penyakit yang sedang ditelit serta untuk menilai
hipotesis.
8. Rate insidensi merupakan dasar dalam penelitian
epidemiologi tentang faktor penyebab baik pada
penyakit infeksi/akut maupun pada penyakit
menahun, karena insidensi merupakan indikator
langsung tentang keadaan risk terhadap
penyakit.
9. Attack Rate
Attack rate adalah jumlah penderita baru suatu
penyakit yang ditemukan pada suatu saat
dibandingkan dengan jumlah penduduk yang
- 50 -
mungkin terkena penyakit tersebut pada saat yang
sama.

𝐴𝑡𝑡𝑎𝑐𝑘𝑟𝑎𝑡𝑒
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎𝑏𝑎𝑟𝑢𝑝𝑎𝑑𝑎𝑠𝑎𝑡𝑢𝑠𝑎𝑎𝑡
= 𝑥𝑘
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘𝑦𝑎𝑛𝑔𝑏𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑛𝑎𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡

Contoh:
Pada waktu terjadi wabah morbili di kelurahan
Y pada tahun 2007, terdapat 18 anak yang menderita
campak. Jumlah anak yangmempunyai resiko di
kelurahan tersebut sebanyak 2000 anak. Attack rate
penyakit dsebut adalah:
18
𝐴𝑡𝑡𝑎𝑐𝑘𝑅𝑎𝑡𝑒 = 𝑥 1.000 = 0,009
2.000

10. Secondary Attack Rate


Secondary attack rate ialah jumlah penderita baru
suatu penyakit yang terjangkit pada serangan kedua
dibandingkan dengan jumlah penduduk dikurangi
yang pernah terkena pada serangan pertama.
Secondary attack rate biasanya dihitung untuk suatu
penyakit menular serta untuk suatu populasi
penduduk yang kecil, misalnya satu keluarga.
Formula :

- 51 -
𝑆𝑒𝑐𝑜𝑛𝑑𝑎𝑟𝑦𝑎𝑡𝑡𝑎𝑐𝑘𝑟𝑎𝑡𝑒
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎𝑏𝑎𝑟𝑢𝑝𝑎𝑑𝑎𝑠𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎
=
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖𝑎𝑡𝑟𝑖𝑠𝑐𝑘 − 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎
𝑝𝑎𝑑𝑎𝑠𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎
Contoh:
Suatu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, 8
orang anak dan 2 orang nenek. Pada awal bulan Mei
2009 anak pertama dan kedua terkena campak. Dua
minggu kemudian 3 orang saudaranya tertular
penyakit sama. Angka serangan sekunder penyakit
tersebut adalah:
3
𝑆𝑒𝑐𝑜𝑛𝑑𝑎𝑟𝑦𝐴𝑡𝑡𝑎𝑐𝑘𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑥 100
12 − 2
= 30 %

11. Prevalensi
Prevalensi rate adalah gambaran frekwensi
penyakit lama dan baru yang berjangkit dimasyarakat di
suatu tempat/wilayah/Negara pada waktu tertentu.
Perhitungan nilai prevalen tidak memperhatikan kebal
atu tidak kebalnya seseorang terhadap penyakit. Dengan
demikian sebagai perbandingannya adalah jumlah
seluruh penduduk. Dalam perhitungan prevalen cukup
dilakukan penelitian satu kali saja (Cross sectional
studies).

- 52 -
Ukuran prevalensi ada dua, yaitu :
1. Point prevalensi
2. Periode prevalensi
1. Point Prevalensi
Point prevalensi rate yaitu jumlah mereka yang
masih sakit (penderita lama dan baru) pada
waktu tertentu dibagi jumlah penduduk pada saat
itu.
Formula :
Point prevalensi rate
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎𝑏𝑎𝑟𝑢𝑝𝑎𝑑𝑎𝑠𝑎𝑡𝑢𝑠𝑎𝑎𝑡
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘𝑠𝑎𝑎𝑡𝑖𝑡𝑢 𝑥𝑘

Contoh :
Kasus penderita DM di kecamatan X pada waktu
dilakukan survei pada bulan juli 2008 adalah 48
orang, dari 24.000 penduduk di kecamatan
tersebut. Maka point prevalensi rate penyekit
DM di kecamatan tersebut adalah :
48
Point prevalensi rate 24.000 𝑥 100 = 0.0042 %

2. Periode Prevalensi
Periode prevalensi rate, yaitu jumlah penderita
lama dan baru suatu penyakit yang ditemukan
- 53 -
pada suatu jangka waktu tertentu dibagi jumlah
penduduk pada waktu pertengahan tahun.
Formula :
Periode Prevalensi Rate
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑑𝑎𝑛𝑏𝑎𝑟𝑢𝑝𝑎𝑑𝑎𝑠𝑎𝑡𝑢𝑠𝑎𝑎𝑡
xk
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘𝑠𝑎𝑎𝑡𝑖𝑡𝑢

Contoh :
Pada periode tahun 2008 (januari-desember) di
kecamatan A terdapat 750 penderita anemia gizi.
Pada pertengahan tahun 1998 penduduk
kelurahan A tersebut berjumlah 50.000 orang.
Maka periode prevalensi anemia gizi di
kecamatan A adalah :
75
Periode prevalensi =5.000x 1.000 = 0.015 %

Apabila saat yang dipakai dalam menghitung


point prevalent terlalu singkat maka angka yang
diperoleh sama dengan angka insiden dari
penyakit tersebut. Nilai point prevalen rate
sering disebut juga nilai prevalen saja. Nilai
prevalens rate dapat dimanfaatkan untuk
mengetahi mutu pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan. Apabila disuatu daerah telah
disediakan pelayanan kesehatan untuk penyakit
A, tetapi nilai prevalens rate penyakit A tetap

- 54 -
tinggi, maka ini memberikan gambaran bahwa
mutu pelayan yang disediakan tidak baik.
Sebaliknya jika di suatu daerah ditemukan mutu
perawatan kesehatan yang buruk sehingga
penderita cepat menginggal maka diperkirakan
bahwa angka prevalen penyakit di daerah
tersebut akan renda atau menurun.
Dapat disimpulkan bahwa jika nilai prevalensi di
suatu daerah tinggi, berarti mutu pelayanan
keehatan di daerah tersebut buruk. Tetapi jika
nilai prevalensi rendah, belum dapat dikatakan
mutu pelayanannya baik.
Prevalensi tidak dapat digunakan untuk
menentukan penyebab, karena pada survey
prevalensi baik penyebab maupun akibat
kejadian diamati secara bersamaan (Cross
sectional studies)
Bermanfaat untuk mempelajari penyakit kronik
yang terjadi di masyarakat,dan berguna untuk
perencanaan dan evaluasi program,
umapamanya untuk penakit menahun dapat
direncanakan jumlah temapat tidur serta fasilitas
perawatan berdasarkan prevalensi penyakit. Ini
dimungkinkan mengingat prevalensi (point)

- 55 -
merupakan fungsi interaksi antara insiden
dengan lamanya masa sakit.

3. Hubungan Antara Prevalensi dan Insiden


Prevalensi rate (point prevalensi rate)
menggambarkan keadaan suatu masalah kesehatan pada
satu saat. Dengan demikian besarnya nilai prevalen ini amat
ditentukan oleh banyaknya orang yangsakit sebelumnya
(insiden), serta lamanya orang tersebut menderita penyakit
(duration).
Dengan demikian, meskipun jumlah rang yang sakit
sebelumnya tidak begitu banyak, tetapi jika penyakit
berlangsung cukup lama, maka lama kelamaan jumlah
penderita meningkat karena terjadi penumpukan jumlah
orang yang jatuh sakit. Dengan demikian angka prevalen
untuk penyakit tersebut akan menjadi tinggi.
Dengan memanfaatkan pengetahuan ini, maka jika
diketahui insiden (I) dan prevalen (P) suatu penyakit, dapat
dihitung lama berlangsungnya penyakit (duration =D),
sebagai mana furmulai berikut :
P=IxD
Rumusan dengan ini dapat dipakai jika memenuhi
dua syarat pokok yaitu :
1. Nilai insiden dalam waktu yang cukup lama bersifat
konstan dalam arti tidak menunjukan perubahan yang
terlalu menyolok

- 56 -
2. Lama berlangsungnya suatu penyakit bersifat stabil dalam
arti tidak menunjukan perubahan yang terlalu menyolok.

3. Ukuran Mortalitus
Mortalitus merupakan salah satu demografis yang
sangat berpengaruh terhadap jumlah dan struktur penduduk,
disamping fertilitas dan migrasi. Informasi kematian sangat
penting dalam perencanaan di pembangunan terutama
pembangunan di bidang kesehatan di samping sebagai data
untuk mengevaluasi pelaksanaan pembangunan di bidang
kesehatan itu sendiri. Atas dasar inilah maka data kematian
(mortalitas) dijadikan sebagai indikator status kesehatan
masyarakat.
Mati (WHO) adalah menghilangnya semua tanda-
tanda kehidupan secara permanen yang dapat terjadi pada
setiap saat setelah kelahiran hidup.
Lahir hidup (WHO) adalah peristiwa keluarnya hasil
konsepsi dair rahim seorang ibu secara lengkap tanpa
memandang lamanya kehamilan, dan setelah permisahan
terjadi hasil konsepsi bernapas dan mempunyai tanda-tanda
kehidupan lainnya (seperti denyut jantung dan tali pusat,
atau gerakan otot) tanpa memandang apakah tali pusat
sudah dipotong atau belum.

- 57 -
Lahir mati adalah peristiwa menghilangnya tanda-
tanda kehidupan dari hasil konsepsi sebelum hasil konsepsi
tersebut keluar dari rahim ibunya.
Lahir mati tidak dimasukan dalam mati maupun hidup.
1. Angka kematian kasar (Crude Death Rate = CDR)
2. Angka kematian baru (Neo-natal Death Rate = NDR)
3. Angka kematian lepas baru lahir (post Neo Natal = Death
Rate)
4. Angka kematian bayi (Infant Mortality Rate = IMR)
5. Angka kematian anak balita (Childhood Mortality Rate)
6. Angka kematian ibu (Maternal Mortality Rate = MMR)
7. Angka kematian menurut umur (Age Spesefik death
Rate(ASDR)
8. Angka kematian menurut penyebab khusus (Cause Specific
Death Rate = CSDR)
Dalam ukuran-ukuran tersebut, yang paling sering
digunakan dalam bidang kesehatan (Statistik Vital
Kesehatan) adalah : NDR, IMR, CMR, MMR, ASDR, dan
CSDR)
1. Crude Death Rate (CDR)
Angka yang menunjukan jumlah semua
kematian yang ditemukan pada satu jangka waktu
(biasanya 1 tahun) dibandingkan jumlah penduduk pada
pertengahan tahun yang bersangkutan.

- 58 -
CDR lebih dipengaruhi oleh karakteristik
penduduk, terutama struktur umur penduduk. Oleh
karena itu jika hendak membandingkan kematian antar
tempat, maka perlu memperhatikan komposit umur
penduduk pada masing-masing tempat :
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝐾𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛
CDR = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘𝑃𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ𝑎𝑛𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 x k

Contoh :
Di suatu kabupaten yang penduduknya
berjumlah 1.200.000 pada bulan juli 1998 tercatat
18.000 kematian. Angka kematian di kabupaten tersebut
adalah:
18.000
CDR = 1.200.000 x 1.000 = 15 per 1.000

Interprestasi : meningkatnya CDR di suatu


wilayah menunjukan bahwa keadaan sosial ekonomi.
Kesehatan lingkungan fisik dan lingkungan biologis di
wilayah tersebut masih rendah.
Manfaat CDR;
1. Sebagai gambaran status kesehatan masyarakat
2. Sebagai gambaran tingkat permasalahan penyakit
dalam masyarakat
3. Sebagai gambaran kondisi sosial ekonomi
masyarakat
4. Sebagai gambaran kondisi lingkungan fisik dan
biologic
- 59 -
5. Berguna untuk menghitung laju pertumbuhan
penduduk
6. Infant Mortality (IMR)
Jumlah seluruh kematian bayi (umur 1 tahun)
pada suatu jangka waktu tertentu (biasanya 1 tahun)
dibagi jumlah seluruh kelahiran hidup pada tahun yang
sama dalam persen atau permil..
IMR merupakan salah satu indikator penting
dalam menentukan tingkat kesehatan masyarakat.
Angka ini sangat sensitif terhadap tingkat perubahan
tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝐾𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛𝐵𝑎𝑦𝑖
IMR= xk
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝐾𝑒𝑙𝑎ℎ𝑖𝑟𝑎𝑛𝐻𝑖𝑑𝑢𝑝

Interprestasinya : semakin tinggi IMR maka


status kesehatan di wilayah/daerah tersebut semakin
rendah.
Contoh :
Jumlah penduduk daerah Y pada tahun 2008
yang berusia di bawah 1 tahun yang meninggal
sebanyak 80 orang. Jumlah kelahiran hidup tahun
tersebut sebanyak 1.200 bayi
80
IMR = 1.200 x 1.000 = 66.67 per 1.000

Manfaat IMR :
1. Untuk mengetahui gambaran tingkat permasalahan
kesehatan
- 60 -
2. Untuk mengetahui fingkat pelayanan natenal
3. Untuk mengetahui status gizi ibu menyusui
4. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program
KIA dan KB
Menggambarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
5. Maternal Mortality Rate ( MMR)
Jumlah kematian ibu karena kehamilan,
persalinan, masa nifas dalam suatu wilayah dalam
waktu tertentu dibagi jumlah lahir dalam suatu wilayah
pada waktu yang sama dalam persen atau permil
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛𝑜𝑙𝑒ℎ𝑘𝑒ℎ𝑎𝑚𝑖𝑙𝑎𝑛,𝑝𝑒𝑠𝑎𝑙𝑖𝑛𝑎𝑛,𝑚𝑎𝑠𝑎𝑛𝑖𝑓𝑎𝑠
MMR = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑙𝑎ℎ𝑖𝑟ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝

xk
Interprestasi : MMR meningkat berarti keadaan
sosial ekonomi masyarakat rendah dan fasilitas
pelayanan kesehatan termasuk pelayanan perinatal,
obstetric masih rendah.
Contoh :
Pada tahun 2008, jumlah kasus kematian ibu di
daerah B sebagai berikut : 80 Orang akibat kehamilan,
40 orang karena persalina. Jumlah kelahiran hidup pada
daerah dan waktu yang sama adalah 2.500 bayi. Angka
kelahiran ibu di daerah tersebut sebagai berikut :
80+40
MMR = x 1.000 = 48 %
2.500

- 61 -
Manfaat :
1. Menggambarkan keadaan sosial ekonomi
masyarakat
2. Menggambarkan ketersediaan dan penggunaan
fasilitas pelayanan kesehatan
3. Menggambarkan status kesehatan ibu hamil dan
keadaan waktu melahirkan
4. Child Mortality Rate (CMR)
Jumlah seluruh kematian anak (umur 1-4 Tahun)
dalam jangka waktu tertentu (biasanya 1 tahun) dibagi
jumlah anak umur yang sama pada pertengahan tahun di
suatu daerah dalam persen atau permil.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝐾𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛𝐴𝑛𝑎𝑘
CMR = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛𝑎𝑘𝑝𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ𝑎𝑛𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 x k

Interprestasi : CMR meningkat menunjukan


rendahnya tingkat sosial ekonomi, kesehatan lingkungan
serta status gizi masyarakat rendah.
Contoh :
Jumlah anak usia 1-4 tahun di daerah C pada 31
Juni 2008 sebanyak 14.000 orang. Jumlah anak balita
yang meninggal pada tahun tersebut sebanyak 500
orang. Angka kematian anak di daerah tersebut pada
tahun 2008 adalah :
500
CMR = 14.000 x 1.000 = 35.71 %

- 62 -
Manfaat :
1. Menggambarkan keadaan sosial ekonomi
masyarakat
2. Menggambarkan keadaan kesehatan lingkungan /
higiene
3. Menggambarkan status gizi dan penyakit menular
serta tingkat kecelakaan anak.
4. Age Specific Death Rate (ASDR)
Jumlah seluruh kematian pada kelompok umur
tertentu disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu
dibagi jumlah penduduk kelompok umur yang sama
pada tempat dan waktu yang sama.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘𝑢𝑚𝑢𝑟𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
ASDR = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘𝑢𝑚𝑢𝑟𝑦𝑎𝑛𝑔𝑠𝑎𝑚𝑎 x k

Manfaat :
Contoh :
Pada suatu survey di Sultra terdapat 90 kematian
penduduk berumur 5-15 tahun. Jumlah penduduk
golongan umur yang sama adalah 5.265 orang. Angka
kematian khusus umur 5 – 15 tahun adalah :
90
ASDR (5-15 tahun) = 5.265 x 1.000 = 17.06 %o

5. Causa Specific Death Rate (CSDR)

- 63 -
Jumlah seluruh kematian karena satu penyebab
(penyakit) dalam jangka waktu tertentu dibagi jumlah
penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut.
CSDR =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡
xk
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘𝑦𝑎𝑛𝑔𝑚𝑢𝑛𝑔𝑘𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑛𝑎𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢

Jumlah penduduk di daerah A yang meninggal


akibat PJK adalah sebanyak 150 orang pada tahun 2008.
Jumlah penduduk di daerah tersebut adalah 15.000 jiwa.
Angka kematian akibat PJK di daerah tersebut adalah :
150
CSDR PJK = 15.000 x 1.000 = 10 %

6. Cause Fatality Rate (CFR)


Jumlah seluruh kematian karena satu penyebab
(penyakit) tertentu di suatu wilayah dalam kurun waktu
tertentu dibagi jumlah penderita penyakit yang sama
disuatu wilayah dan selama waktu yang sama.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑡𝑢
CFR = xk
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢

Contoh :
Jumlah kasus kematian akibat penyakit DM di
suatu rumah sakit pada tahun 2008 sebanyak 15 orang.
Jumlah penderita penyakit tersebut sebanyak 1.000
orang. Besarnya kefatalan penyakit tersebut adalah :
15
CFR DM = 1.050 x 1.000 = 14.29 %
- 64 -
7. Sumber-suber kesalahan pengukuran statistik kesehatan
Dalam mengukur frekwensi masalah kesehatan baik
dalam pengukuran mortalitas maupun morbiditas dapat terjadi
berbagai kesalahan. Kesalahan-kesalahan tersebut menurut
Azrul Azwar berhasil dari dua sumber, yaitu :
1. Kesalahan akibat penggunaan data yang tidak sesuai
Kesalahan-kesalahan ini meliputi : (a) Penggunaan data yang tidak
repsentatif, (b) Memanfaatkan data dari hasil survei khusus yang
pengambilan respondennya tidak secara acak (tidak memenuhi
syarat randominisasi), (c) Memanfaatkan dari hasil survei khusus
yang sebagain besar respondennya tidak memberikan jawaban
(Drop Out).
2. Kesalahan akibat adanya faktor “Bias”.
Bias yang dimaksud adalah perbedaan antara hasil pengukuran
dengan nilai yang sebenarnya. Bias ini dapat berasal dari
pengumpul data dan atau masyarakat yang dikumpulkan datanya.

Kesalahan yang bersumber dari pengumpul data berupa


: (a) Penggunaan alat ukur yang berbeda-beda atau yang tidak
distandarisasi, (b) Mempergunakan teknis yang berbeda (c)
Mempergunakan cara pencatatan yang berbeda-beda.
Kesalahanyang berasal dari masyarakat dapat berupa :
(a) Adanya perbedaan persepsi masyarakat tentang penyakit

- 65 -
yang ditanyakan, (b) Adanya respon terhadap alat atau test yang
digunakan.
Teknik Analisis Hasil Penyelidikan Epidemologi Untuk
menghindari terjadinya kekeliruan dalam menganalisis data
yang dikumpulkan melalui penyelidikan epidemologi, terdapat
beberapa pendekatan yang biasa digunakan, antara lain ;
1. Adjustment of Rate
2. Propotional Mortality Rate
1. Adjustment of Rate (penyesuaian = Standarisasi)
Salah satu perhitungan angka (rate) yang
biasanya digunakan dalam epidemologi adalah angka
umum/kasar (crude rate) baik untuk kejadian penyakit
maupun untuk kejadian lainnya. Namun demikian,
angka kejadian umum peristiwa penyakit (atau peristiwa
lainnya) dipengaruhi oleh beberapa hal tertentu antara
lain : (a) angka (rate) dari kelompok yang lebih kecil
dan (b) besaran relatif dari kelompok kecil tersebut.
Apabila kita ingin membandingkan dua
kelompok populasi atau lebih, dimana kedua unsur
tersebut di atas (1 dan 2) berbeda, maka kedua angka
kejadian umum (crude rate) mereka, tidak akan
memberikan gambaran yang sebenarnya tentang
perbedaan kedua kelompok populasi tersebut.

- 66 -
Tujuan penyesuasian atau standarisasi adalah
untuk mencegah kemungkinan terjadinya kesalahan
penilaian dalam membandingkan dua atau lebih
kelompok penduduk yang berbeda dengan
menggunakan nilai umum (crude), baik angka kematian
umum maupun angka kesakitan ataupun angka lain.
Sebagai contoh dapat dilihat pada tabel berikut ini .
Kecamatan A Kecamatan B
Umur Rate/100 Rate/100
Populasi Kematian Populasi Kematian
(tahun) 0 0
<5 2.000 10 5.0 1.000 6 6.0
5 – 14 2.000 2 1.0 1.000 2 2.0
≥ 15 4.000 2 0.5 6.000 4 0.7
Jumlah 8.000 14 1.75 8.000 12 1.5

Dalam contoh tersebut tampak bahwa : (1)


Angka kematian berbeda menurut kelompok umur pada
masing-masing kecamatan dan (2) angka kematian umur
khusus tampaknya selalu tinggi pada kecamatan B
dibandingkan dengan kecamatan A. Namun demikian
tampak bahwa angka kematian umum lebih tinggi pada
kecamatan A. hal ini disebabkan karena populasi di
kecamatan A jauh lebih muda usia sedangkan angka
kematian umum (total) sangat dipengaruhi oleh

- 67 -
tingginya angka kematian umur khusus pada kelompok
usia muda.
Untuk mengatasi hal tersebut di atas dimana
perbandingan kematian diare pada kedua kecamatan A
dan B dilakukan secara seimbang, maka dapat dilakukan
penyesuaian (adjustment) atau standarisasi. Meningkat
bahwa angka kejadian pada dasarnya adalah angka
kejadian umur khusus sedangkan masalahnya timbul
karena adanya perbedaan besarnya proporsi pada
kelompok umur tertentu, maka penyelesaiannya
dilakukan dengan menerapkan angka kejadian umur
khusus pada populasi standar.
Mula-mula pada setiap kelompok umur dihitung
besarnya kasus/kejadian yang dapat terjadi pada
populasi standar (number of expected cases), kemudian
dihitung jumlah kasus seluruh kelompok umur untuk
mendapatkan jumlah seluruh kasus yang diharapkan.
Selanjutnya dapat dihitung angka kejadian total pada
kedua kelompok populasi tersebut. Angka ini disebut
angka umur yang distandarisasi (age standardized rates).
Walaupun angka ini bukan angka sebenarnya tetapi
memberikan nilai perbandingan yang lebih akurat antara
dua kelompok populasi tersebut.

- 68 -
Untuk suatu populasi standar dapat diambil
sembarang populasi. Namun yang sering adalah dengan
menggunakan standar yang tersedia, atau dengan
menggabungkan keuda populasi yang dibandingkan
menjadi satu populasi standar. Sebagai contoh dapat
dilihat pada tabel berikut yang merupakan hasil
penyesuaian dari tabel sebelumnya.

Kecamatan A Kecamatan B
Angka Angka
Umur Populasi kematian umur Perkiraan kematian umur Perkiraan
(tahun) Standar khusus per kematian khusus per kematian
1000 1000
<5 3.000 5.0 15 6.0 18
5 – 14 3.000 1.0 3 2.0 6
≥ 15 10.000 0.5 5 0.7 7
Jumlah 16.000 23 12

Angka penyesuaian (adjusted rates) :


Kecamatan A : (23/16.000) x 1.000 = 1.4
Kecamatan B : (13/16.000) x 1.000 = 1.9

2. Proportional Mortality Rate

- 69 -
Propotional Mortality Rate (PMR) adalah
perbandingan antara jumlah kematian “sebab Khusus”
dengan jumlah kematian seluruhnya (kematian Total)
PMR digunakan jika data jumlah penduduk tidak
diketahui (tidak tersedia datanya sementara yang
tersedia hanya data kematian dari berbagai kematian
karena sebab-sebab khusus. Sebagai contoh
penggunaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Kelompok Umur Jumlah Kematian
(Tahun) Jantung Semua sebab
<5 200 3600
5 – 14 302 6601
≥ 15 827 4743

Dari tabel di atas dapat ditentukan nilai MPR


oleh karena penyakit Jantung sebagai berikut :
PMR Umur < tahun = 200/3600 x 100 = 5.56 %
PMR Umur < tahun = 200/3600 x 100 = 5.56 %
PMR Umur 25-44 Tahun = 302/6601 x 100 = 4.58 %
PMR Umur ≥ 45 tahun = 827/4643 x 100 = 17.81 %
Tampak di atas bahwa PMR kelompok umur di atas 45
tahun jauh lebih tinggi dari PMR kelompok umur
lainnya. Ini berarti, bahwa dalam hubungannya dengan
penyebab lain dari kematian; kematian yang disebabkan
- 70 -
jantung sering terjadi pada golongan umur 45 tahun.
Oleh karena itu tindakan yang menurunkan angka
kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung akan
mempunyai efek yang lebih besar dalam menurunkan
death rate untuk kelompok umur ≥ 45 tahun daripada
kelompok umur <25 tahun dan 25-44 tahun, karena
proporsi kematian oleh penyakit jantung tersebut lebih
besar pada kelompok umur di atas 45 tahun.
Jika ditelusuri lebih lanjut, ternyata jumlah
penduduk pada masing-masing kelompok adalah :
<5 1. Jiwa

5 – 14 4.543.253 Jiwa

≥ 15 12.500.600 Jiwa

Angka kematian akibat penyakit jantung adalah :


CSDR Jantung umur < 25 tahun = 200/3.000.500 x
100.000 = 6.66 per 100.000
CSDR jantung umur 25-44 tahun = 302/4.543.253 x
100.000 = 6.64 per 100.000
CSDR jantung umur ≥ 45 tahun = 827/12.500.600 x
100.000 = 6.61 per 100.000
Nampak jelas disini, bahwa angka kematian
akibat penyakit jantung pada setiap kelompok umur
tidak berbeda, walalupun PMR-nya berbeda. Dengan
demikian PMR tidak dapat digunakan untuk
- 71 -
membandingkan resiko kematian yang disebabkan oleh
suatu penyakit.

- 72 -
BAB III
EPIDEMOLOGI ANALITIK

Tujuan epidemologi analitik adalah untuk menjelaskan


sebab-sebab terjadinya suatu masalah kesehatan. Pada penelitian ini
dilakukan perbandiangan antara dua kelompok manusia, kelompok
pertama adalah yang sedang dipelajari sedangkan kelompok kedua
sebagai control.
Penyelidikan analitik dilakukan untuk menguji hipotesis
mengenai kemungkinan hubungan kausal yang kita duga antara
faktor resiko dengan timbulnya masalah kesehatan atau penyakit.
Jadi, penelitian analitik dilaksanakan untuk menjawab hipotesis
dari suatu permasalahan yang timbul. Dari haril analisis tersebut
diharapkan diperoleh suatu model intervensi yang dapat digunakan
untuk mengatasi masalah tersebut :
Secara garis besar, studi epidemologi analitik
dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu :
1. Studi observasional
2. Studi eksperimental

1. Studi Observasional
Studi observasional adalah suatu bentuk penyelidikan
yang dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang
“bagaimana” dan “kenapa” fenomena kesehatan/penyakit
dalam masyarakat terjadi/dengan mencari dan menganalisis
hubungan dan interaksi antara faktor resiko dengan
- 73 -
efek/kejadian yang diamati atau antara faktor resiko maupun
antara faktor efek yang terjadi.
Dalam studi ini, penyelidik hanya melakukan
pengamatan terhadap terjadinya masalah kesehatan pada
kelompok-kelompok penduduk atau individu dari suatu
kelompok penduduk menurut resiko (yang diduga menjadi
penyebab). Hasil observasi dikumpulkan (dicatat), diolah,
disajikan dan diinterprestasikan sesuai dengan tujuan
penelitian.
Misalnya :
1. Untuk mengetahui kausal antara merokok dengan kejadian
penyakit kanker paru, maka dilakukan pengamatan terhadap
mereka yang merokok dengan mereka yang tidak merokok;
2. Mereka yang telah lama mengkonsumsi tempe dengan yang
tidak pernah makan tempe (untuk mempelajari hubungan
makan tempe (aflatoksin) dengan timbulnya kanker hati)
3. Ibu-ibu yang anemia dengan yang tidak anemia dalam
melihat hubungan anemia dengan BBLR pada bayi,
mengamati bayi yang diberi ASI dan yang tidak diberi ASI
untuk mengetahui hubungannya dengan status gizi.
4. Mengamati pola makan penduduk (yang suka makan yang
manis-manis dengan yang tidak biasa pola makan yang
manis-manis) dalam hubungannya dengan timbulnya
penyakit DM.

- 74 -
Faktor resiko adalah suatu keadaan/fenomena yang
memungkinkan atau mempermudah timbulnya gangguan
kesehatan masyarakat/penyakit. Faktor efek yang adalah suatu
akibat dari adanya faktor resiko.
Misalnya ; merokok merupakan faktor resiko terjadinya
kanker paru-paru (efek), kurang konsumsi sayuran hijau
merupakan faktor resiko terjadinya KVA (efek), kurang
mengkonsumsi makanan beriodium menjadi resiko terjadinya
gondok (efek), kebanyakan makan lemak adalah faktor resiko
penyakit Hipercolesterolemia (efek) atau penyakit jantung
koroner (efek),bayi yang tidak diberi ASI merupakan resiko
gizi kurang atau gizi buruk, hipertensi merupakan faktor resiko
penyakit jantung (efek)
Faktor resiko berbeda dengan faktor penyebab penyakit
(agent). Agent penyakit adalah mikroorganisme atau
lingkungan yang bereaksi secara langsung pada individu
sehingga individu tersebut menjadi sakit;
Jenis studi observasional ada 3 macam, yaitu ;
1. Studi Cross Sectional
2. Studi Case Control
3. Studi Kohor
1. Studi Cross Sectional
Pengamatan Cross sectional disebut juga studi prevalensi,
merupakan penelitian prevalensi penyakit dan sekaligus dengan

- 75 -
prevalensi penyebab faktor resiko. Dengan demikian penelitian ini
bertujuan untuk mengamati hubungan antara faktor resiko dengan
akibat yang terjadi berupa penyakit atau keadaan (status) kesehatan
tertentu dalam waktu yang “bersamaan”.
Penggunaan Studi Cross sectional
Studi Cross Sectional sering digunakan untuk berbagai
tujuan dan keperluan antara lain :
1. Menghitung prevalensi dari penyakit dengan variabel lain
pada saat yang bersamaan, dan sering disebut Point
Prevalance.
2. Sebagai beseline data untuk penelitian case control atau
penelitian kohort
3. Membuat generalisasi etiologi penyakit untuk keperluan
pembuktian suatu hipotesis
4. Evaluasi terhadap pelaksanaan dan keberhasilan program
dan pelayanan kesehatan yang telah dilakukan
5. Mengetahui variabel yang mempunyai pengaruh dominan
terhadap penyakit tertentu.

- 76 -
Rancangan Studi Cross Sectional

Populasi

Sampel

Faktor resiko + Faktor resiko -

Efek + Efek – Efek + Efek –


(a) (b) (c) (d)

Analisi Data
Efek
Resiko Total
Positif Negatif

Positif A b a+b

Negatif C d c+d

Total a+c b+d t

Formula:
Point Prevalence Rate = (a+c)/t
Prevalence Rate dari risiko ( + ) = a/(a+b)
Prevalence Rate dari efek dengan risiko ( + ) = a/(a+c)
Contoh ;
Ingin diketahui hubungan antara pengetahuan gizi
dengan status gizi anak balita, maka dilakukan pengumpulan
- 77 -
data secara cross scctional pada 600 responden (ibu menyusui),
dengan hasil seperti pada tabel berikut.
Status gizi
Pengetahuan Gizi Ibu Total
Positif Negatif

Kurang (+) 200 a 75 b 275 a+b

Baik (-) 50 c 275 d 325 c+d

Total 250 a+c 350b+d 600

Penyelesaian :
Point prevalensi rate = 250/600 x 100
= 41.67 %
prevalensi rate dari resiko (+) = 200/275 x 100
= 72.72 %
prevalensi dari efek dengan risiko (+) = 200/250 x 100
=80.00 %

Kelebihan dan Kelemahan Studi Cross Sectional


1. Kelebihan:
1. Memberikan gambaran umum besar/luasnya
permasalahan.
2. Sangat berguna untuk penilaian pelayanan
kesehatan.
3. Merupakan dasar keterangan untuk penelitian
kohort.

- 78 -
4. Memudahkan memilih (indentifikasi) kasus maupun
kontrol.
5. Memudahkan mengumpulkan data dalam waktu
relatif singkat.
6. Murah dan paraktis.
7. Kekurangan:
1. Sangat terbatas dalam memberikan keterangan
tentang masalah yang telah berlalu.
2. Kadang-kadang sulit digunakan untuk perhitungan
besarnya risiko secara akurat secara dan sulit
menentukan besarnya insidensi penyakit.
3. Tidak cukup kuat untuk digunakan menilai
hubungan sebab akibat.
4. Memerlukan subjek penelitian yang cukup besar.

5. Studi Case Control


Studi case control adalah studi yang dilakukan
untuk mengetahui hubungan faktor risiko atau masalah
kesehatan yang diduga mempunyai hubungan dengan
penyakit yang timbul dimasyarakat.
Studi ini bersifat retrospektif sehingga studi ini
biasa disebut studi retropektif, yaitu menelusuri ke
belakang penyebab-penyebab yang dapat menimbulkan
suatu penyakit di masyarakat, dengan kelompok studi

- 79 -
adalah orang-orang yang menderita penyakit kemudian
dibandingkan dengan kelompok control yaitu orang-
orang yang tidak menderita penyakit tetapi memiliki
karakteristik yang sama dengan orang-orang yang
menderita penyakit atau kelompok studi.
Sebagai contoh, kita ingin mengetahui apakah
merokok dapat menyebabkan kanker paru-paru. Maka
dipilihkelompok bklasus penderita kanker paru dan
sebagai control dipilih orang yang tidak menderita
kanker paru-paru. Dari kedua kelompok (kasus dan
control) tersebut, diselidiki kebelakang apakah mereka
mempunyai kebiasaan merokok.
Dibidang gizi, misalnya studi untuk mengetahui
hubungan kebiasaan konsumsi makanan berlemak
dengan resiko timbul penyakit jantung; apakah
frekwensi balita gizi buruk lebih banyak pada balita
diberi ASI, atau apakah frekwensi bayi BBLR lebih
banyak pada Ibu hamil yang menderita KEK ?
Untuk menjkawab pertanyaan tersebut, maka
kita harus membandingkannya dengan orang-orang
yang mempunyai karakteristik yang sama (sebagai
control ).
Dari hail perbandingan antara kelompok kasus
dengan kelompok control, diperoleh nilai ratio yaitu

- 80 -
proporsi antara orang sakit dengan faktor risiko, dan
orang tidak sakit dengan faktor risiko yang disebut
sebagai Estimasi Relatif atau Odds Ratio (OR).

Rancangan Studi Case Control

Risiko + (a)
Kel. Kasus
Risiko - (b) (orang sakit)
Seleksi sampel
Risiko + (c)
Kel. Control
(orang sehat)
Risiko - (d)

Analisis Data
Untuk mempermudah analisis hasil studi cae control maka
hasil observasi dalakm studi ini ditabulasi dalam tabel silang (2x2)
dengan format sebagai berikut:

Faktor Resiko
Penyakit Total
Positif Negative

- 81 -
Positif a b a+b
Negative c d c+d
Total a+c b+d t

Hubungan antara penyakit (efek) dengan faktor resiko pada


studi khusus kontrol dinyatakan dengan etimasi resiko relatif atau
Odds Ratio (OR). Pada keadaan tertentu kita dapat melakukan
pengujian tes hipotesis nilai OR dengan cara menentukan
confidence interval untuk OR seperti formula di bawah ini:
Formula :
ad
Odds Ratio (OR) = bc
1. Confidence interval OR = upper OR (1+Z/x)
Lower OR (1-Z/x)
2. Chi square Test (mantel and Haenszel) :
t[(ad)−(bc)}2
X2 = (a+b)(c+D)(b+d)
3. Nilai Z :
Confidence Interval Nilai Z
91 % 1.64
95 % 1.69
99 % 2.56
Interprestasi OR :
OR = I ; tidak ada hubungan antara faktor resiko dengan
penyakit
OR > 1 ; ada hubungan positif antara faktor resiko
dengan penyakit
- 82 -
OR < 1 ; ada hubungan negatif antara faktor resiko
dengan penyakit
Contoh Kasus :
1. Suatu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara umur perkawinan muda (< 15 tahun)
dengan resiko terjadinya kanker leher rahim. Penelitian
tersebut mengambil sampel penderita kanker (kelompok
kasus) dan bukan penderita kanker (kelompok kasus).
Penentuan penderita kanker dilakukan melalui
pemeriksaan histologik, dengan hasil sebagaimana tabel
berikut :
Pemeriksaan Faktor Resiko umur Total
Histologik < 15 Tahun > 15 tahun
Positif 36 11 47
Negative 78 95 173
Total 114 106 220

Penyelesaian :
36 𝑥 95
OR = 11 𝑥 78 = 3.99
𝑡[(𝑎𝑑)−(𝑏𝑒)]²
X2 = (𝑎+𝑏)(𝑐+𝑑)(𝑎+)(𝑏+𝑑)
220 [(36𝑥95)−(11𝑥78)]²
X2 = 47𝑥173𝑥114𝑥106

= 14.7
X = √14.7
= 3.83
- 83 -
Confidence Interval (95%);
Upper = OR (1+Z/X)= 3.99(1+196)/3.83= 8.08
Lower = OR (1-Z/x)= 3.99 (1-1 96/3.83)
= 1.97
Jadi ; OR= 3.99 (95 % CI : (1.97 – 8.08)
Interprestasi :
Resiko mendapat kanker leher rahim empat kali
lebih besar pada wanita umur > 15 tahun. Pada level of
confidence sebesar 95 %, nilai OR masih berada pada nilai
atas dan bawah, maka terdapat hubungan positif yang
signifikan antara faktor umur dengan kanker leher rahim.
2. Sebuah studi untuk megetahui hubungan anta pola maka
dengan timbulnya penyakit jantung koroner. Untuk itu,
dipilih 75 penderita jantung koroner dan 60 yang tidak
menderita jantung koroner yang mempunyai
karakteristik yang sama dengan kelompok pertama.
Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata diantara
penderita jantung koroner terdapat 45 orang yang pola
makannya kurang baik, dan 45 orang dari kelompok
yang tidak menderita jantung koroner ternyata
mempunyai pola makan yang baik. Berapakah OR pada
kasus tersebut, dan simpulkan. Jawab :

Pemeriksaan Pola Makan Total


DM Tdk baik (+) Baik (-)
Ya (+) 40 15 55
- 84 -
Tidak (-) 35 45 80
Total 75 60 135

40 𝑥 45
OR = 15 𝑥 35

= 3.43
135 [(40𝑥45)−(15𝑥35)]2
X2 = 55𝑥80𝑥75𝑥60

X = √11.08
= 3.33
CI (95 %); batas atas = 3.43 1+1.96/3.33= 7.1
Batas bawah = 3.43 1-196/3.33= 1.66
Jadi ; OR = 33.43 (95 % CI(1.66-7.1)
Kesimpulan : seorang yang mempunyai pola makan
yang tidak baik mempunyai resiko 3.43 kali untuk
menderita penyakit jantung koroner dibandingkan
mereka yang pola makannya baik. Pada tingkat
kepercayaan 95 % terdapat hubungan yang positif
yang bermakna antara pola makan resiko menderita
PJK.
Kelebihan dan Kelemahan Studi Case Control
1. Kelebihan
1. Umumnya lebih mudah mendapatkan sampel
(kecuali pada penyakit-penyakit yang jarang
terjadi)

- 85 -
2. Keterangan mengenai pengalaman terkena
penyakit lebih mudah didapat dengan cepat
3. Hasil analisis lebih cepat didapat
4. Lebih murah, jika dibandingkan dengan studi
Kohor
5. Kelemahan :
1. Tidak dapat digunakan untuk menghitung
insiden penyakit, yang dapat dihitung
hanyalah Estimation Risiko Relatif atau
Odds Ratio.
2. Data faktor risiko dikumpulkan setelah
terjadinya penykit dan sering data tidak
lengkap dan terjadi penyimpangan.,
3. Sulit dihindari terjadinya bias seleksi karena
penelititan berasal dari dua populasi yang
berbeda.
4. OR tidak dapat digunakan untuk
mengestimasi resiko relatif masalah
kesehatan yang sedang diteliti terdapat di
masyarakat lebih dari 5 %.

5. Studi Kohor
Studi kohor disebut juga sebagai follow-up,
incidence, longitudinal atau prospective study,

- 86 -
merupakan penelitian observasi yang didasarkan pada
pengamatan sekelompok penduduk tertentu dalam
jangka waktu tertentu. Dalam hal ini, yang
diamati/diteliti (kelompok kohort), merupakan
kelompok penduduk dengan dua kategori tertentu yaitu,
terpapar dan tidak terpapar terhadap faktor risiko yang
dicurigai sebagai penyebab. Pada saat penelitian
dimulai, semua anggota kohort harus bebas/tidak
menderita penyakit yang sedang diteliti.
Kegunaan studi kohor adalah untuk memberikan
informasi yang pasti mengenai etiologi terutama
penyakit kronik, dan dipergunakan untuk mengukur
asosiasi berbagai tingkatan dari faktor risiko dengan
penyakit.
Rancangan Studi Kohor

Sakit (+)
Kel.Studi
Paparan (+)
Tidak sakit (-)
Populasi/
sampel

Sakit (+)
Kel. Kontrol

Paparan (-)
Tidk sakit (-)

- 87 -
Analisis Data;
Penyakit Faktor Resiko Total
positif negatif
Positif a b a+b
Negative c d c+d
Total a+c b+d t

Formula
𝐼𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒𝑛𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑝𝑎𝑟
Risiko Relatif (RR) = 𝐼𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒𝑛𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑝𝑎𝑟
A/(A+B)
= C/(C+D)

Atribut risiko (AR) = (Insiden kelompok terpapar).


(Insidenkelompok tidak terpapar)
A C
= A+B − C+D
𝐴+𝐶 𝐶
Populasi Atribut risiko (PAR) = - 𝐶+𝐷
𝑇

Contidence Interval RR = Upper RR


= Lower RR
Ciri Square Test (mantel and Haenszel) :
𝑡 [(𝑎𝑑)−(𝑏𝑒)]²
X2 = (𝑎+𝑏)(𝑐+𝑑)(𝑎+)(𝑏+𝑑)

Nilai Z:
Confidence Interval Nilai Z

- 88 -
90 % 1.64
95 % 1.69
99 % 2.56
Interprestasi RR :
RR = 1 ; tidak ada hubungan antara faktor risiko dengan
penyakit;
PR > 1 ; ada hubungan positif antara faktor risiko dengan
penyakit ;
PR < 1 ; ada hubungan negatif antara faktor risiko dengan
penyakit
Contoh kasus :
Andi, 2009, melakukan penelitian terhadap angka kematian
ibu akibat kehamilan pada umur di bawah 30 tahun dengan
umur atas 30 tahun seperti terlihat pada tabel di bawah ini :

Status
Umur Maternal Total
Mati (+) Hidup (-)
< 30 Tahun (+) 11 4774 4785
> 30 Tahun (-) 18 4318 4336
Total 29 9092 9121

Perhitungan :
𝐴/(𝐴+𝐵)
PR = 𝐶/(𝐶+𝐷)
11/4785
= 18/4336
- 89 -
= 0.55
Atribut Risiko (AR) = A/(A+B) – C/(C+D)
= 11/4785 – 18/4386
= -1.81
𝑎+𝑐 𝑐
Populasi Atribut Risiko (PAR) = - 𝑐+𝑑
𝑇
29 18
= 9121 - 4336

= -9.72
𝑡[(𝑎𝑑)−(𝑏𝑐)]2
X2 = (𝑎+𝑏)(𝑐+𝑑)(𝑎+)(𝑏+𝑑)
9121 [(11 x 4318)−(18 x 4774)]2
X2 = (4785)(4336)(29)(9092)

= 2.46
X = √2.46
= 1.57
Confidence Interval (95 %) ; batas atas = RR (1+Z/X)
= 0.55 (1+1.96/1.57)
= 0.26
batas bawah = RR (1-z/x)
= 0.55 (1-1.96/1.57)
= -1.16
RR = 0.55 (95%CI(-1.16-0.26)

Interpretasi :
Seorang ibu yang melahirkan pada umur di bawah 30
tahun mempunyai resiko mati sebesar 0.55 kali dibandingkan
- 90 -
dengan ibu yang berumur di atas 30 tahun. Berdasarkan
tingkat kepercayaan 95%, ternyata hubungan antara umur
melahirkan (di bawah 50 tahun dan di atas 30 tahun) dengan
kematian ibu saat melahirkan tidak bermakna
1. Seorang mahasiswa gizi mengetahui resiko gizi buruk bagi
bayi yang tidak diberi A, melakukan penelitian secara
prospektif. Untuk penelitian diamati masing-masing 50
bayi yang tidak diberi ASI (kelompok kasus) dan 60 bayi
yang diberi ASI (kelompok Kontrol). Setahun kemudian
dilakukan pengukuran antropometri pada kedua
kelompok tersebut, dan diperoleh penderita masing-
masing 20 orang dari kelompok dan 8 orang dari
kelompok kontrol. Hitunglah RR kasus tersebut, dan
buatlah interprestasi tentang hubungan kedua variabel
tersebut.
Penyelesaian

Status Gizi
Status Pemberian ASI Total
Kurang (+) Normal (-)
Tidak diberi ASI (+) 20 30 50
Diberi ASI (-) 8 52 60
Total 28 82 110

- 91 -
Perhitungan :
20/50
RR = =3
8/60

𝑡 [(𝑎𝑑)−(𝑏𝑐)]²
X2 = (𝑎+𝑏)(𝑐+𝑑)(𝑎+)(𝑏+𝑑)
110 [(20𝑥52)−(8 𝑥 40)]²
X2 = (50)(60)(28)(52)
= 13.05

X = √13.05 = 3.61
Confidence Interval (95%) ; upper = RR (1+z/x)
= 3 (1+1.96/3.61)
= 5.43
lower = RR (1+z/x)
= 3 (1+1.96/3.61)
= 1.66
RR = 3.0(95%CI;(1.66 – 5.43)
Interpretasi :
Bayi yang tidak diberi ASI mempunyai resiko menderita
gizi buruk sebesar tiga kali lipat dari bayi yang
mendapatkan ASI.pada level confidence 95%, nilai RR
berada antara batas atas (5.43) dan batas bawah (1.66),
maka terdapat hubungan yang bermakna antara faktor
pemberian ASI dengan timbulnya gizi buruk pada bayi.

Kelebihan dan Kekurangan Studi Kohort


1. Kelebihan :

- 92 -
1. Dapat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
hubungan antara faktor resiko dan penyakit
2. Dapat memberikan keterangan yang lengkap mengenai
faktor resiko yang dialami oleh individu dan riwayat
alamiah perjalanan penyakit.
3. Problem etika lebih kecil dibandingkan dengan studi
ekperimen
4. Dapat digunakan untuk menentukan insiden rate dari
penyakit dan risiko relatif dari faktor yang sedang
diteliti
5. Kekurangan :
1. Memerlukan waktu yang lama
2. Memerlukan sarana dan pengelolaan yang rumit
3. Kemungkinan adanya obyek penelitian yang drop out
dan akan mengganggu analisis hasil
4. Biayanya mahal

5. Studi Eksperimental
Yang dimaksud dengan penelitian eksperimen dalam
epidemologi adalah salah satu bentuk penelitian epidemologi
analitik yagn membandingkan data dari sekelompok manusia
yang dengan sengaja dilakukan sesuatu dengan kelompok lain
yang mempunyai karakteristik yang sama (kelompok kontrol),
namun pada kelompok kotrol tersebut tidak dikenakan
perlakuan.
- 93 -
Studi ekperimental dilakukan untuk menguji hipotesis
yang telah disusun, bahwa sebuh faktor (determinan) dapat
menimbulkan penyakit. Studi ini dapat memberikan jawaban
tentang hubungan sebab akibat terhadap variabel yang diteliti,
melalui pemberian perlakukan atau manipulasi pada subjek
penelitian kemudian dipelajari efek perlakukan tersebut.
Tujuan utama penelitian eksperimental adalah untuk
menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab akibat dengan
cara mengadakan intervensi atau mengenakan perlakuan kepada
satu atau lebih kelompok eksperiment, kemudian hasil (efek)
dari intervrestasi tersebut dibandingkan dengan kelompok
kontrol yang tidak dikenakan perlakuan
Studi eksperimental jarang dilakukan langsung pada
manusia, karena berkaitan dengan faktor etika. Disamping itu,
percobaan yang bersifat eksperimental biayanya mahal dan
memakan waktu yang cukup lama.
Bentuk Penelitian eksperimental
Penelitian eksperimental dapat dibagi dalam dua bagian utama,
Yaitu ;
1. Eksperimental dengan randomisasi (eksperimen)
2. Eksperimental tanpa randomisasi (eksperimental kuasi)
1. Eksperimental dengan Randomisasi
1. Percobaan laboratorium

- 94 -
1. Waktunya lebih singkat
2. Jumlah subjek yang dibutuhkan terbatas
3. Bertujuan untuk menilai response akut secara biologis
maupun perlilaku yang dapat dianggap sebagai faktor risiko
dalam proses kejadian penyakit.
4. Percobaan klinik (clinical trial)
5. Waktunya relatif lebih lama
6. Sangat terbatas pada subjek tertentu (syarat sangat ketat)
7. Biasanya dilakukan untuk ujji khasiat obat atau derajat
kemampuan proteksi kepentingan pencegahan.
8. Intervensi komunitas (community intervention)
9. Subjek adalah kelompok masyarakat tertentu dengan sosial
ekonomi sistem /usaha pencegahan tingkat pertama
10. Kelompok subjek dipilih secara random
11. Biasaya berbentuk intervensi langsung untuk menguji
kemampuan sistem/usaha pencegahan tingkat pertama.
12. Eksperimental Tanpa Randomisasi
1. Percobaan laboratorium
2. Penelitian klinik
3. Penelitian hasil suatu kebijakan baru/program baru dalam
masyarakat
4. Mengukur tingkat efisiensi/efektivitas berbagai
implementasi program
Kelebihan Penelitian Eksperimental
1. Umum
- 95 -
1. Besarnya derajat/dosis keterpaparan dapat diatur sesuai
keinginan peneliti
2. Pengaruh faktor keterpaparan dapat dimanipulasi melalui
standarisasi perlakuan
3. Pengaruh faktor yang tidak diinginkan dapat dikontrol
dengan berbagai cara tertentu (missal melalui; pemilihan
subjek yang ketat)
4. Secara Khusus
1. Untuk bentuk randomisasi maka dengan sampel yang
memenuhi syarat, berbagai faktor/pengaruh luar dapat
diamati pengaruhnya.
2. Untuk tanpa randomisasi, populasi target dan kontrol lebih
mudah dipilih dengan jumlah yang relatif lebih kecil.

Kekurangan Penelitian Eksperimental


1. Umum
1. Tidak dapat dilakukan pada manusia (faktor etik)
2. Pengaruh faktor yang tidak diinginkan pada manusia
sebagai mahkluk sosial/sifat perilaku individu kadang-
kadang tidak dikontrol
3. Hasil yang dicapai mungkin tidak berlaku secara umum
pada populasi lain.
4. Secara Khusus

- 96 -
1. Pada randomisasi, juga masalah etik timbul pada pemilihan
subjek secara random.
2. Pada non randomisasi, kesalahan yang terjadi sulit dikoreksi
melalui ketentuan analisis statistik yang ada, dan
kemungkinan terjadi hasil semu/salah karena kesalahan
memilih objek/kotrol dapat berakibat sangat fatal dalam
mengambil kesimpulan.

BAB IV

- 97 -
SCREENING PENYAKIT

1. Pengertian Screening
Screening (penyaringan) penyakit adalah suatu usaha
mendeteksi/mencari penderita penyakit tertentu yang tanpa
gejala (tidak tampak) dalam suatu masyarakat atau kelompok
tertentu melalui suatu test/pemeriksaan, yang secara singkat dan
sederhana dapat memisahkan mereka yang sehat terhadap
mereka yang kemungkinan besar menderita, yang selanjutnya
diproses melalui diagnose dan pengobatan. Penyaringan bukan
diagnose, sehingga hasil yang didapati betul-betul didasarkan
pada hasil pemeriksaan test tertentu sedangkan kepastian
diagnosa klinik dilakukan kemudian.
Test penyaringan merupakan suatu test yang sederhana
yang relatif murah yang digunakan pada sekelompok populasi
tertentu yang relatif sehat yang bertujuan untuk mendeteksi
mereka yang mempunyai kemungkinan (probabilitas) yang
cukup tinggi menderita penyakit yang sedang diamati sehingga
kepada mereka dapat dilakukan diagnosa yang lengkap dan
selanjutnya bagi mereka yang menderita penaykit tersebut
dapat diberikan pengobatan yang dini.

2. Tujuan dan Sasaran


3. Mendeteksi penderita sedini mungkin sebelum timbul gejala
yang jelas, sehingga dapat segera diberikan pengobatan.

- 98 -
4. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat sehingga
dapat mencegah terjadinya wabah.
5. Memperoleh keterangan epidemiologis yang berguna bagi
petugas kesehatan terutama dokter/klinis dan bagi peneliti.
6. Mendidik dan membiasakan masayarakat memeriksakan
diri secara teratur dan sedini mungkin.

7. Kriteria Dalam Menyusun Program Screening


Untuk dapat menyusun satu program penyaringan,
diharuskan memenuhi beberapa kriteria atau ketentuan-
ketentuan khusus yang merupakan persyaratan suatu test
screening (penyaringan), yaitu:
1. Penyakit yang dituju harus merupakan masalah kesehatan
yang berarti dalam masyarakat dan dapat mengancam
derajat kesehatan masyarakat tersebut.
2. Tersedianya obat yang potensial dan memungkinkan
pengobatan bagi mereka yang dinyatakan menderita
penyakit yang mengalami tes.
3. Tersedia fasilitas danbiaya untuk diagnosa pasti bagi
mereka yang oleh tes dinyatakan positif serta tersedianya
biaya pengobatan bagi mereka yang dinyatakan positif
melalui diagnosa klinik.
4. Tes penyaringan terutama ditujukan pada penyakit yang
masa latennya cukup laam dan dapat diketahui melalui
pemeriksaan/test khusus.
- 99 -
5. Tes penyaringan hanya dapat dilakukan bila memenuhi
syarat untuk tingkat sensitivitas dan spesivitas.
6. Semua bentuk/teknik dan cara pemeriksaan dalam test
penyaringan harus dapat diterima oleh masyarakat secara
umum.
7. Sifat perjalanan penyakit yang akan dilakukan tes harus
diketahui dengan pasti.
8. Ada suatu penilaian standar yang telah disepakati bersama
tentang mereka yang telah dinyatakan menderita penyakit
tersebut.
9. Biaya yang digunakan dalam melaksanakan penyaringan
sampai pada titik akhir pemeriksaan harus seimbang dengan
risiko biaya bila tanpa melakukan tes tersebut.
10. Harus dimungkinkan untuk diadakan follow up terhadap
penyakit tersebut, dan kemungkinan pencarian penderita
secara berkesinambungan dapat dilaksanakan.

Melihat hal tersebut di atas, maka bagi penyakit yang


belum didapatkan obatnya seperti HIV/AIDS dan Ca paru-paru
serta penyakit yang tidak diketahui pasti perjalanan
penyakitnya tidak dibenarkan untuk dilakukan tes penyaringan.

11. Langkah-Langkah Penyaringan

- 100 -
Secara garis besar urutan langkah-langkah penyaringan
sebagai berikut:
12. Uji screening, diterapkan pada penduduk yang telah dipilih
terlebih dahulu. Mereka yang dengan hasil tes yang negatif
disisihkan; mereka yang tidak menderita penyakit inilah
yang tengah dicari.
13. Kepada mereka yang positif, yaitu mereka yang dicurigai
menderita penyakit yang tengah dicari atau dalam keadaan
akan menderita di waktu mendatang dilakukan tes
diagnostic dan dengan ini disisihkan dengan mereka yang
tidak mempunyai penyakit.
14. Kepada mereka yang menderita penyakit yang tengah dicari
itu dilakukan intervensi terapeutik.

15. Indikator Hasil Screening


Ada 3 (tiga) indikator yang digunakan dalam menilai
hasil penyaringan, yaitu:
16. Validitas
17. Reliabilitas
18. Yield.
1. Validitas
Validitas adalah kemampuan dari pada tes penyaringan
untuk memisahkan mereka yang betul-betul menderita penyakit
dengan mereka yang betul-betul tidak menderita penyakit (sehat).

- 101 -
Validitas ditentukan dengan melakukan pemeriksaan di luar
pemeriksaan/tes penyaringan untuk diagnosis pasti, dengan
ketentuan bahwa biaya dan waktu yang digunakan pada setiap
pemeriksaan diagnostik lebih besar dari pada yang dibutuhkan pada
penyaringan.
Ada 2 (dua) komponen yang menentukan validitas, yaitu:
1. Sensitivitas, yaitu kemampuan dari pada tes secara benar
menempatkan mereka yang betul-betul menderita pada
kelompok penderita (sakit).
2. Spesifisitas, yaitu kemampuan dari pada tes yang secara
benar menempatkan mereka yang betul-betul tidak
menderita pada kelompok yang sehat.

Besarnya nilai kedua parameter tersebut ditentukan dengan


lat diagnostic di luar tes penyaringan. Kedua nilai tersebut saling
mempengaruhi satu sama lainnya, yaitu bila sensivitas meningkat,
maka spesifisitas akan menurun dan begitu pula sebaliknya. Untuk
menentukan batas standar yang digunakan pada tes penyaringan,
harus ditentukan tujuan penyaringan apakah mengutamakan semua
penderita terjaring termasuk yang tidak menderita ataukah
mengarah ke memilih mereka yang betul-betul sehat.
Untuk keperluan valisitas diperlukan beberapa perhitungan,
yaitu:

- 102 -
1. Positif sebenarnya(true positives), yaitu mereka yang oleh
tes penyaringan dinyatakan menderita begitu pula dengan
diagnostik klinik.
2. Positif palsu(false positives), yaitu mereka yang oleh tes
penyaringan dinyatakan menderita tetapi pada diagnosis
klinik dinyatakan sehat.
3. Negatif sebenarnya(true negatives), yaitu mereka yang
pada penyaringan dinyatakan sehat pada diagnostik klinik
dinyatakan betul sehat.
4. Negatif palsu(false negatives), yaitu mereka dinyatakan
sehat pada penyaringan tetapi dinyatakan menderita oleh
diagnostik klinik.

Untuk dapat menentukan tingkat sensitivitas dan


spesifisitas suatu tes, terlebih dahulu kita harus melakukan
studi dimana seluruh mereka yang mengalami tes tersebut
dilanjutkan dengan pemeriksaan klinis dengan metode yang
lebih baik (dengan menggunakan gold standard), untuk
menentukan mereka yang benar-benar menderita serta
mereka yang benar-benar tidak menderita. Kemudian
dibandingkan kedua hasil pemeriksaan yaitu tes
penyaringan dengan hasil pemeriksaan klinis dan
menganalisisnya dengan menggunakan tabel silang (tabel
2x2), seperti dibawah ini.

- 103 -
Tes Klinis
Penyaringan Total
Sakit (+) Sehat (-)
Tes + A B A+B
Tes - C D C+D
Total A+C B+D T

Formula :
𝐴
Sensitivitas = 𝐴 + 𝐶 𝑥 100%
𝐷
Spesivisitas = 𝐵 + 𝐷 𝑥 100%
𝐶
Negatif palsu = 𝐴 + 𝐶 𝑥 100%
𝐵
Positif palsu = 𝐵 + 𝐷 𝑥 100%

Contoh:
Dalam suatu studi mengenai penyakit DM, maka dilakukan
penyaringan terhadap sejumlah penduduk yang diduga menderita
penyakit tersebut dengan tes yang cukup sederhana. Kepada
mereka yang telah terjaring dilakukan pemeriksaan ulang secara
klinik. Hasil pemeriksaan kedua tes tersebut disajikan pada tabel
berikut:

Tes penyaringan Tes Klinis


Total
(gula darah dalam Menderita DM Tidak
- 104 -
mg, ml) (+) menderita DM
(-)
> 180 (+) 34 20 54
< 180 (-) 116 9.830 9.946
Total A+C 9.850 10.000

Perhitungan:
Sensitivitas = 34/150 x 100 % = 22,7%
Negatif palsu = 116/150 x 100% = 77,3%
Spesifisitas = 9,830/9.852 x 100% = 99.8%
Positif palsu = 20/9.850 x 100% = 0,2%

Pada keadaan dimana prevalensi penyakit rendah


dan dimana tidak ada maksud untuk mengadakan pemastian
terhadap diagnosis, maka penggunaan tes yagn mempunyai
spesifisitas yang tinggi tapi sensitivitas rendah adalah lebih
tepat. Hal ini disebabkan karena jumlah yang kecil dan
positif sebenarnya akan menjadi kecillagi, dan sifat-sifat
mereka akan dikaburkan oleh positif palsu.
Apabila tes digunakan untuk penemuan kasus agar
mendapat perawatan dan pengobatan, maka tes yang
sensivitas yang tinggi lebih tepat digunakan meskipun
spesifisitas dikorbankan, oleh karena dengan pemeriksaan

- 105 -
klinis yang selanjutnya dikerjakan bagi kasus-kasus yang
ditentukan itu, positif palsu akan disingkirkan.

5. Reliabilitas
Rehabitasi adalah kemampuan tes memberikan hasil
yang sama konsisten bila tes ditetapkan lebih dari satu kali
pada sasaran (obyek) yang sama dan pada kondisi yang
sama pula.

Reliabilitas dipengaruhi oleh :


1. Variasi dari cara screening yang sangat dipengaruhi oleh
stabilitas alat tes yang digunakan, serta fluktuasi
keadaan dari nilai yang akan diukur (misalnya tekanan
darah).
2. Kesalahan pengamat atau perbedaan pengamat yang
meliputi adanya nilai yang berbeda karena dilakukan
oleh pengamat yang berbeda atau adanya nilai yang
berbeda oleh pengamat yang sama.

Untuk meningkatkan reliabilitas dapat dilakukan


usaha-usaha sebagai berikut:
3. Standarisasi alat atau prosedur
4. Latihan bagi pengamat
5. Pengamatan yang cermat pada setiap nilai hasil pengamatan

- 106 -
6. Menggunakan lebih dari satu pengamat untuk setiap
pengamatan
7. Memperbesar klasifikasi kategori yang ada terutama bila
kondisi penyakit juga bervariasi bertingkat.

8. Yield
Yield (derajat penyaringan) adalah besarnya
kemungkinan menyaring mereka yang menderita tanpa
gejala melalui penyaringan sehingga dapat ditegakkan
diagnosis pasti serta pengobatan dini.
Derajat penyaringan ditentukan oleh beberapa
faktor, yaitu:
9. Derajat sensitivitas test
10. Besarnya prevalensi penyakit dalam masyarakat
11. Frekwensi penyaringan dalam masyarakat
12. Konsep sehat kehidupan kesehatan masyarakat sehari-hari.

- 107 -
BAB V
WABAH / KLB
1. Pengertian

Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit


menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi keadaan yang lazim pada
waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan
malapetaka.
KLB (Kejadian Luar Biasa ) adalah timbulnya suatu
kejadian kesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu
kejadian kesakitan/ kematian yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun
waktu tertentu.
Jika diperhatikan berbagai pengertian Wabah ada 4 hal
yang pelu diketahui :
1. Penyakit Menular
Ialah penyakit yang disebabkan oleh suatu
mikroorganisme atau produk toksinnya yang ditularkan dari
penderita atau reservoirnya kepada manusia yang rentan.
2. Keadaan yang lazim
Jumlah penderita suatu penyakit menular dalam
suatu masyarakat atau wilayah sangat bervariasi tergantung
dari penyebab penyakitnya, sifat-sifat penduduk yang
terserang serta lingkungan dimana penyakit tersebut
terjangkit. Pada umumnya jumlah penderita penyakit
- 108 -
menular di suatu wilayah diamati dalam suatu kurun waktu
tertentu (mingguan, bulanan atau tahunan). Apabila angka
hasil pengamatan tersebut berkisar pada satu nilai disekitar
nilai rata-rata(mean) maka keadaan tersebut disebut sebagai
suatu “keadaan yang lazim”.
3. Peningkatan Jumlah Penderita
Bila melabihi nilai rata-rata keadaannya disebut
Wabah .
4. Dapat menimbulkan malapetaka
Yang dimaksud dengan dapat menimbulkan
malapetaka disini adalah apabila penyakit tersebut
mempunyai potensi besar untuk menular secara cepat.
Keadaan malapetaka ini tidak selalu berarti apabila jumlah
penderita telah meninggal saja.Terjadinya suatu kasus
penyakit menular dengan penderita tunggal, tetapi penyakit
tersebut sudah lama tidak ditemukan atau sama sekali
belum diketahui, maka keadaan seperti ini telah dianggap
mempunyai potensi untuk menimbulkan malapetaka

5. Kriteria Kerja Wabah/ KLB :

Kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan


wabah/KLB apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak
ada/tidak dikenal

- 109 -
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus
selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya (jam, hari , minggu).
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian , 2 kali atau lebih
dibandingkan dengan periode sebelumnya(jam, hari,
minggu, bulan, tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam 1 bulan menunjukkan
kenaikan 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka
rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
5. Angka rata-rata perbulan selama 1 tahun menunjukkan
kenaikan 2 kali lipat atau lebih dibanding dengan angka
rata-rata perbulan dari tahun sebelumnya.
6. Case Fatality Rate(CFR) suatu penyakit dalam suatu kurun
waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih
dibanding dengan CFR periode sebelumnya.
Cara Menghitung CFR ;
CFR=Jumlah kasus yang meninggal X 100%
Jumlah seluruh kasus
7. Proportional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode
tertentu menunjukkan 2 kali atau lebih dibanding periode
dan kurun waktu/tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus: misal; Kolera,DHF :
9. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada
daerah endemis).

- 110 -
10. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada
periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut
dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
11. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita :
12. Keracunan Makanan
13. Keracunan Pestisida

Kriteria-kriteria di atas dalam penggunaan sehari-hari


harus didasarkan pada akal sehat atau “Common Sense” sebab
belum tentu suatu kenaikan 2 kali atau lebih merupakan KLB/
Wabah.
14. Faktor yang mempengaruhi Timbulnya Wabah
Timbul atau tidaknya wabah suatu penyakit menular
dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut
sebagaimana dikemukakan oleh Gordon dan Le Right yang
terdapat pada pejamu (Host), bibit penyakit (Agent) dan
lingkungan (environment). Faktor yang terprnting diantaranya
ialah :
1. Herd Immunity yang rendah
Herd immunity ini terdapat pada pejamu yang
peranannya amat penting dalam menimbulkan wabah. Yang
dimaksud herd immunity atau kekebalan masyarakat adalah
daya tahan masyarakat terhadap penyebaran penyakit
infeksi karena sebagian besar anggota masyarakat memiliki
kekebalan terhadap penyakit infeksi tersebut.

- 111 -
Dari pengertian seperti ini jelas jika pada suatu
daerah berhasil dilaksanakan program imunisasi misalnya,
maka kekebalan masyarakat terhadap penyakit yang ingin
dicegah dengan imunisasi tersebut akan tinggi sehingga
wabah tidak mudah terjadi.
Dalam keadaan tertentu sekalipun sebagian besar
anggota masyarakat telah memiliki kekebalan, dapat saja
timbul keadaan wabah.Ini berarti terjadi penurunan herd
immnuty pada masyarakat tersebut.
Menurunnya kekebalan masyarakat tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1. Bila sebagian besar dari anggota masyarakat telah tidak
kebal lagi.
2. Bila anggota masyarakat yang tidak memilki kekebalan
berkelompok di tempat lain
3. Tingginya kesempatan orang-orang yang tidak kebal
untuk berkontak satu sama lainnya.
2. Patogenisity kedua yang mempengaruhi timbulnya wabah
ialah patogenisity
Faktor
3. Lingkungan yang buruk

- 112 -
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,2004 . Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini
Kejadian Luar Biasa (KLB). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia .No.949/Menkes /SK /VIII/2004

Budiarto,Eko dan Dewi A.2001 .Pengantar Epidemiologi Edisi 2 .


Jakarta.EGC

Irianto, Koes , 2014 . Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular ;


Panduan Klinis, Bandung : Penerbit. Alfabeta

Noor,Nur Nasry . 2009 .Epidemiologi .Jakarta : Rineka Cipta

Salmah,Sjarifah,2013 .Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat.Jakarta


.Trans Info Media

Siagian , A.2010 .Epidemiologi Gizi .FKM USU Medan. Erlangga


Medical Series(EMS).

Subaris, Heru.2004 . Manajemen Epidemiologi . Yogyakarta: Cebios .

Sutrisna , B . Pengantar Metode Epidemiologi .Jakarta .Dian Rakyat .

Timmreck,Thomas ,C, 2004. An Introduction to Epidemiology


(Epidemiologi suatu Pengantar) Ahli bahasa :Fauziah, Apriningsih,
Widyastuti P, Sugiarti, M, Ratnawati . Jakarta. EGC .

Zulfianto,N.A, Rahmat , M.2017 .Surveilans Gizi .BPPSDM Kes


.Kementerian Kesehatan Republik Indonesia .Jakarta .

- 113 -
- 114 -

You might also like