Professional Documents
Culture Documents
Ahmad Yani
Ketika tentara Jepang datang dan menguasai Indonesia pada tahun 1942, Ahmad
Yani dan keluarganya terpaksa kembali ke Jawa Tengah. Di era pendudukan Jepang,
Ahmad Yani mengikuti pendidikan dan pelatihan militer Heiho di Magelang, Jawa
Tengah. Selesai menjalani pelatihan di Magelang, ia kemudian meminta untuk menjalani
pelatihan kembali sebagai Komandan Peleton PETA di Bogor, Jawa Barat. Selesai dari
sana, iapun kembali ke Magelang sebagai instruktur.
Pendidikan militer yang dijalani Ahmad Yani tidak berhenti setelah Indonesia
mencapai kemerdekaannya. Pada tahun 1955, Ahmad Yani melanjutkan studi militernya
di Command and General Staff College di Fort Leaven Worth yang berada di Kansas,
Amerika Serikat. Kemudian pada tahun 1956, ia pergi ke Inggris dan menjalani pelatihan
di Special Warfare Course.
Pada kurun waktu beberapa bulan setelah deklarasi kemerdekaan, Ahmad Yani
membentuk batalion pasukan yang dipimpinnya untuk melawan tentara Inggris di
Magelang. Demikian pula ketika melawan Belanda, Ahmad Yani berhasil membawa
Pasukannya mempertahankan kota Magelang sehingga ia mendapat julukan sebagai
“Juru Selamat Kota Magelang”.
Ahmad Yani juga sangat berperan penting dalam peristiwa Serangan Umum 1
Maret dibawah Letnan Kolonel Soeharto di Yogyakarta. Waktu itu, Ahmad Yani
melakukan serangkaian serangan gerilya sejak awal tahun 1949 guna mengalihkan
perhatian tentara Belanda. Setelah Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan dan
Belanda telah meninggalkan Indonesia, Ahmad Yani tetap memainkan perannya sebagai
seorang pejuang dengan ikut serta dalam penumpasan pemberontak di dalam negeri.
Pada tahun 1952, Ahmad Yani dipindahkan ke Tegal, Jawa Tengah, guna memimpin
penumpasan pemberontakan Darul Islam yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia.
Dalam menjalankan misinya ini, Ahmad Yani membentuk satu pasukan khusus yang
diberi nama The Banteng Raiders. Selama 3 tahun upayanya berhasil meruntuhkan satu
demi satu upaya pemberontakan Darul Islam.
Kiprah militer Ahmad Yani kembali terbukti pada Agustus 1958, ketika ia
memerintahkan dijalankannya Operasi 17 Agustus guna menghadapi munculnya
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat.
Keberhasilannya menangani pemberontakan PRRI membuat Ahmad Yani dipromosikan
untuk menjadi wakil kepala Angkatan Darat ke-2 staf pada 1 September 1962.
Selanjutnya pada 13 November 1963, ia diangkat sebagai Kepala Angkatan Darat untuk
menggantikan Jenderal A.H Nasution.
Pada tanggal 30 September 1965 malam menjelang dini hari terjadi upaya
penculikan tujuh Jendaral yang menjadi anggota staf umum Angkatan Darat, salah
satunya adalah Jendral Ahma Yani. Sejumlah kurang lebih 200 pasukan mengepung
rumah Ahmad Yani yang berada di Jalam Latuhahary 6, Menteng, Jakarta Pusat.Ketika
para penculik itu masuk dengan paksa ke rumah Ahmad Yani, mereka mengatakan
bahwa Ahmad Yani akan dibawa untuk menghadap kepada presiden. Karenanya Ahmad
Yani kemudian meminta waktu unuk mandi dan mengganti pakaiannya. Permintaan
tersebut ditolak oleh salah seorang penculi sehingga Ahmad Yani marah dan
menamparnya. Ahmad Yani kemudian menutup pintu masuk rumahnya. Situasi yang
tegang malam itu memaksa salah seorang penculik melepaskan tembakan ke arah
Jendral Ahmad Yani yang menewaskannya secara spontan. Jasad Jendral Ahmad yani
kemudian dibawa oleh para penculik tersebut dan dibuang ke dalam sebuah sumur yang
ada di aderah Lubang Buaya bersama dengan para jendral lainnya yang juga menjadi
korban kebiadaban pemberontak PKI.
Pada tanggal 4 Oktober 1965, jasad para jendral yang terbunuh oleh PKI diangkat
dari sumur Lubang Buaya. Mereka semua kemudian dikebumikan pada tanggal 5
Oktober di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Disaat itu pula, Ahmad Yani beserta
korban pembataian PKI lainnya secara resmi dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi
berdasarkan Keputusan Presiden No. 111/KOTI/1965. Selain itu, pangkat Ahmad Yani
juga dinaikkan secara animerta dari Letnan Jendral bintang 4.
Atas peran dan jasanya yang besar bagi Republik Indonesia, nama Ahmad Yani
diabadikan sebagai banyak nama fasilitas umum di penjuru negeri. Sebut saja nama jalan
Ahmad Yani di berbagai wilayah tanah air dan bandar udara Ahmad Yani di Semarang.
Selain itu Yayasan Kartika Eka Paksi yang merupakan yayasan milik TNI AD mendirikan
beberapa peguruan tinggi yang diantarana dinamakan dengan nama Jendral Ahmad
Yani, yakni Universitas Jenderal Ahmad Yani di Cimahi, Universitas Jenderal Ahmad Yani
di Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Kesehatan Jenderal Ahmad Yani di Cimahi.