Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN PRATIKUM New 2
LAPORAN PRATIKUM New 2
SEMESTER 3 KELAS A
Disusun Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan
Mata Kuliah Bahan Perkerasan Jalan
Pada
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan.
Oleh :
Kelompok 2
Ditetapkan Di : Lamongan
Tanggal : 8 Desember 2023
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan karunia
Nya sehingga kami sanggup menyelesaikan penyusunan “Laporan Praktikum Bahan
Perkerasan Jalan” sebagai tugas dari mata kuliah “Bahan Perkerasan Jalan”.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh alasannya
ialah itu, dengan kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin
memberi saran maupun kritik demi memperbaiki laporan ini.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada laporan ini penulis mohon
maaf yang sebesar – besarnya dan manusia tidak lepas dari kesalahan.
Penulis
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN 3A 2023 ii
DAFTAR ISI
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang
digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Pada mata kuliah ini tidak hanya dapat
dipahami dengan materi kuliah saja tetapi juga membutuhkan kegiatan praktikum
secara langsung untuk lebih mengetahui dan memahami apa itu perkerasan jalan.
Oleh sebab itu praktikum perkerasan jalan ini dilaksanakan di laboratorium
universitas islam lamongan.
Rumusan masalah yang terdapat pada laporan praktikum ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana hasil analisa pemeriksaan agregat?
2. Bagaimana hasil analisa pemeriksaan aspal yang meliputi titik nyala dan
titik bakar, titik lembek, dan penentrasi tes?
3. Bagaimana hasil uji marshal test?
2
BAB II
LANDASAN TEORI
3. Sifat dari perkerasan lentur ini adalah memikul serta menyebarkan beban lalu lintas
dari atas ke tanah dasar.
4. Penurun penurunan tanah dasar pada perkerasan lentur yaitu tu jalan bergelombang (
mengikuti tanah dasar)
3
5. Perubahan temperatur pada perkerasan lentur yaitu modulus kekakuan berubah serta
timbul tegangan dalam yang kecil
Ciri-Ciri Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) adalah :
1. Perkerasan kaku menggunakan bahan pengikat semen.
2. Repetisi beban pada perkerasan kaku yaitu timbulnya retak-retak pada permukaan
beton.
3. Pada perkerasan kaku bersifat sebagai balok di atas perletakan.
4. Pada perkerasan kaku perubahan temperatur mengakibatkan modulus ke kekakuan
tidak berubah namun timbul tegangan dalam yang besar
Struktur perkerasan jalan lentur dibuat secara berlapis dan terdiri atas
lapisan permukaan (surface course) yaitu lapisan aus dan lapis antara. Lapisan
dibawahnya ialah lapisan pondasi yang terdiri dari lapisan pondasi
atas (base course) dan pondasi bawah (subbase course). Lapisan ini
diletakkan di atas tanah dasar yang dipadatkan (subgrade). Masing-masing
elemen lapisan di atas termasuk tanah dasar secara bersama-sama memikul beban
lalu lintas. Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan
Lapis pondasi bawah (sub-base) adalah suatu lapisan yang terletak antara
lapis tanah dasar dan lapis pondasi atas (base), yang berfungsi sebagai bagian
perkerasan yang meneruskan beban di atasnya, dan selanjutnya menyebarkan
tegangan yang terjadi ke lapis tanah dasar.
Lapis pondasi bawah dibuat di atas tanah dasar yang berfungsi di
antaranya sebagai:
5
Bermacam-macam bahan alam/bahan setempat (CBR > 50%, PI <4 %)
dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi atas, antara lain: batu pecah, kerikil
pecah, dan/atau stabilisasi tanah dengan semen atau kapur.
a. Lapisan bersifat nonstruktural, yang berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap
air yang meliputi:
1. Burtu (laburan aspal satu lapis), merupakan lapisan penutup yang terdiri
dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi
seragam, dengan tebal maksimum 2 cm.
2. Burda (lapisan aspal dua lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari
lapisan aspal yang ditaburi agregat, yang dikerjakan dua kali secara
berurutan dengan tebal maksimum 3,5 cm.
3. Latasir (lapis tipis aspal pasir), merupakan lapis penutup yang terdiri dari
lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus, dicampur dihampar dan
dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal padat maksimum 1-2 cm.
4. Buras (laburan aspal), merupakan lapis penutup terdiri dari lapisan aspal
taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inch.
5. Latasbum (lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis penutup yangterdiri
dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu
yang dicampur dalam keadaan dingin dengan ketebalan maksimum 1 cm
6
Lataston (lapis tipis aspal beton), dikenal dengan nama Hot Rolled Sheet (HRS)
merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran agregat bergradasi timpang/senjang,
filler dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang dicampur, dihampar dan
dipadatkan pada suhu panas dengantebal padat maksimum 2,5-3 cm.
b. Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan
menyebarkan beban roda, yaitu antara lain:
1. Penetrasi Macadam (lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri atas
agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka seragam yang
diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis
demi lapis dengan ketebalan maksimum 4-10 cm.
2. Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri atas
campuran agregat asbuton dan bahan pelunak yang dihampar dan
dipadatkan dalam keadaan dingin dengan ketebalan padat pada tiap lapisan
antara 3-5 cm.
3. Laston (lapis aspal beton) merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan
yang terdiri atas campuran aspal keras dan agregat bergradasi menerus,
dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu panas.
4. Campuran Emulsi bergradasi rapat (CEBR) dan campuran emulsi
bergradasi terbuka (CEBT).
5. Lapis Resap Pengikat (prime coat)
Lapis resap pengikat merupakan bagian dari struktur perkerasan lentur
yang tidak mempunyai nilai struktur akan tetapi mempunyai fungsi yang sangat
besar terhadap kekuatan dan keawetan struktur terutama untuk menahan gaya
lateral atau gaya rem. Lapis resap pengikat dilaburkan diantara lapisan material
tidak beraspal dengan lapisan beraspal yang berfungsi untuk menyelimuti
permukaan lapisan tidak beraspal.
6. Lapis Perekat (tack coat)
Sama halnya dengan lapis resap pengikat, lapis perekat dilaburkan
diantara lapis beraspal lama dengan lapis beraspal yang baru (yang akan
dihampar diatasnya), yang berfungsi sebagai perekat diantaranya.
2.2 Aspal
7
Aspal mempunyai sifat visco-elastis dan tergantung dari waktu pembebanan.
Pada proses pencampuran dan proses pemadatan sifat aspaldapat ditunjukkan dari
nilai viscositas-nya, sedangkan pada sebagian besar kondisi saat masa pelayanan,
aspal mempunyai sifat viscositas yang diwujudkan dalam suatu nilai modulus
kekakuan.
Bitumen merupakan sistem kolodial yang rumit dari material hidro karbon.
Pada umumnya molekul bitumen terdiri dari:
a. Asphaltenes
b. Resins
c. Oils
Asphaltenes mengandung ratio hidro karbon lebih besar dari 0,8. Antara
Resins dan Oils sulit di bedakan, namun secara definitif Resins dapat dikatakan
mengandung molekul hidrokarbon dengan rasio karbon hidrogen antara 0,6 sampai
0,8. Sedangkan Oils adalah hidrokarbon dengan rasio karbon hidrogen lebih kecil
dari 0,4.
Sumber: Manual Pemeriksaan Bahan Perkerasan Jalan No. 01/MN/BM/1976, Ditjen Bina
Marga 1983
9
Tabel 2.2 Syarat Pemeriksaan Aspal Cair (RC)
10
Tabel 2.4 Syarat Pemeriksaan Aspal Cair (SC)
1. Jalan Raya
2. Landasan Pacu Bandara
3. Jalur Pejalan Kaki
4. Area Balap
5. Lapangan Tenis
6. Bendungan
7. Waduk Dan Lapisan Kolam
8. Pelapis Pipa
9. Lapisan Kabel
10. Cat
11. Produksi Tinta Koran, DLL.
2.2 Jenis- Jenis Perkerasan Jalan
Di Indonesia, Aspal beton (Asphalt Concrete atau AC) yang disebut juga dengan
Laston (Lapisan Aspal Beton) merupakan lapis permukaan struktural atau lapis pondasi
atas. Aspal beton terdiri dari tiga macam lapisan, yaitu Laston Lapis Aus ( Asphalt
Concrete-Wearing Course atau AC-WC), Laston Lapis Permukaan Antara (Asphalt
Concrete - Binder Course atau AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (Asphalt Concrete-
Base atau AC-Base).
2.2.3 Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-WC)
Asphalt Concrete -Wearing Course (AC-WC) merupakan lapisan
perkerasan yang terletak paling atas dan berfungsi sebagai lapisan aus. Walaupun
bersifat non struktural, AC-WC dapat menambah daya tahan perkerasan terhadap
penurunan mutu sehingga secara keseluruhan menambah masa pelayanan dari
konstruksi perkerasan. AC-WC mempunyai tekstur yang paling halus
dibandingkan dengan jenis laston lainnya.
2.2.4 Asphalt Concrete – Binder Course (AC-BC)
Lapisan ini merupakan lapisan perkerasan yang terletak dibawah lapisan
13
aus (wearing course) dan di atas lapisan pondasi (base course). Lapisan ini tidak
berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi harus mempunyai ketebalan dan
kekauan yang cukup untuk mengurangi tegangan/regangan akibat beban lalu
lintas yang akan diteruskan ke lapisan di bawahnya yaitu base dan sub grade
(tanah dasar). Karakteristik yang terpenting pada campuran ini adalah stabilitas.
2.2.5 Asphalt Concrete – Base (AC-Base)
Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1983) Laston Atas atau lapisan
pondasi atas (AC- Base) merupakan pondasi perkerasan yang terdiri dari
campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu dicampur dan
dipadatkan dalam keadaan panas. Lapisan ini terletak di bawah lapis pengikat
(AC- BC), perkerasan tersebut tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi
perlu memiliki stabilitas untuk menahan beban lalu lintas yang disebarkan
melalui roda kendaraan. Lapis Pondasi (AC- Base) berfungsi untuk memberi
dukungan lapis permukaan, mengurangi regangan dan tegangan, menyebarkan
dan meneruskan beban konstruksi jalan di bawahnya (sub grade). Toleransi tebal
untuk tiap lapisan campuran beraspal.
1. Latasir tidak lebih dari 2,0 mm
2. Lataston Lapis Aus (HRS-WC) tidak lebih 3,0 mm
2. Aspal Minyak
15
Campuran aspal dapat diproduksi pada temperatur yang berbeda:
1. Hot Mix Asphalt (HMA)/Campuran Aspal Panas
Campuran aspal panas umumnya diproduksi pada suhu antara 150 dan 180 °
C. Bergantung pada penggunaan, campuran aspal yang berbeda dapat digunakan.
Untuk detail lebih lanjut tentang campuran aspal yang berbeda, buka “Produk aspal”.
2. Warm Mix Asphalt (WMA)/Campuran Aspal Hangat
Selain itu, selama operasi pengerasan jalan, suhu material lebih rendah,
menghasilkan kondisi kerja yang lebih baik bagi awak dan pembukaan jalan lebih
awal.
2. Batu sidimen
Batuan sedimen berasal dari campuran mineral, sisa-sisa hewan, dantanaman.
Batuan jenis ini terdapat pada lapisan kulit bumi, hasil endapandi danau, laut, dan
sebagainya. Berdasarkan cara pembentukannya batuan sedimen dapat dibedakan
atas:
a. Batuan sedimen yang dibentuk secara mekanik, seperti breksi, konglomerat, batu
pasir, dan batu lempung. Batuan jenis ini banyak mengandung silika.
b. Batuan sedimen yang dibentuk secara organis, seperti batu bara, danopal.
c. Batuan sedimen yang dibentuk secara kimiawi, seperti batu gamping, garam,
gift, dan flint.
3. Batu Metamorf
Batuan ini umumnya berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang
mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan
temperatur kulit bumi, contoh batuan jenis ini adalah marmer, kwarsit, dan
batuan metamorf yang berlapis, seperti batu sabak, filit, dan sekis.
2.3.4 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Proses Pengolahannya
Menurut The Asphalt Institute (1983) dan Silvia Sukirman (1999)[5],
berdasarkan proses pengolahannya, agregat dapat dibedakan menjadi agregat
alam, agregat yang mengalami proses pengolahan, dan agregat buatan.
1. Agregat alam
Agregat alam merupakan agregat yang diambil dari alam dengansedikit
proses pengolahan. Agregat alam terbentuk melalui proses erosi dan degradasi
sehingga bentuk partikelnya ditentukan oleh proses pembentukannya. Agregat
yang mengalami proses erosi yang diakibatkan oleh air biasanya terjadi di sungai
mempunyai bentuk partikel yang bulatbulat dengan permukaan yang licin.
Agregat yang mengalami proses degradasi biasanya terjadi dibukit-bukit
mempunyai bentuk partikel yang bersudut dengan permukaan yang kasar.
17
Agregat alam yang sering dipergunakan yaitu pasir dan kerikil. kerikil adalah
agregat dengan ukuran partikel > 1/4 inch (6,35 mm) sedangkan pasir adalah
agregat dengan ukuran partikel < 1/4 inch tetapi lebih besar dari 0,075 mm
(saringan no. 200).
2. Agregat yang melalui proses pengolahan
Agregat yang melalui proses pengolahan merupakan agregat biasa
berasal dari bukit-bukit maupun sungai yang karena bentuknya yang
besar-besar melebihi ukuran yang diinginkan harus melalui proses
pemecahan terlebih dahulu dengan menggunakan mesin pemecah batu
(stone crusher) atau secara manual agar diperoleh:
a. Bentuk partikel yang bersudut, diusahakan berbentuk kubus.
b. Permukaan partikel kasar sehingga mempunyai gesekan yang baik.
19
a. Ukuran Maksimum Agregat Menunjukkan ukuran saringan
terkecil bilamana agregat yang lolos saringan tersebut sebanyak
100%.
b. Ukuran Nominal Maksimum Agregat Menunjukkan ukuran
saringan terbesar bilamana agregat tertahan tidak lebih dari 10%.
2. Kebersihan Agregat
Kebersihan agregat ditentukan dari banyaknya butir-butir halus
yang lolos saringan No.200 seperti adanya lempung, lanau, ataupun
adanya tumbuhtumbuhan pada campuran agregat.
3. Daya Tahan Agregat
Daya tahan agregat merupakan ketahanan agregat terhadap
adanya penurunan mutu akibat proses mekanis dan kimiawi. Agregat
dapat mengalami degradasi, yaitu perubahan gradasi akibat pecahnya
butir-butir agregat. Kehancuran agregat dapat disebabkan oleh
proses mekanis, seperti gaya-gaya yang terjadi selama proses
pelaksanaan jalan, pelayanan terhadap beban lalu lintas, dan proses
kimiawi, seperti pengaruh kelembaban, kepanasan, dan perubahan
suhu sepanjang hari. Ketahanan agregat terhadap degradasi diperiksa
dengan pengujian abrasi menggunakan alat abrasi Los Angeles,
sesuai dengan SNI 2417-2008 atau AASHTO 96-87[6].
4. Bentuk Dan Tekstur Permukaan Agregat
Berdasarkan bentuknya, partikel atau butir agregat dikelompokkan
menjadi berbentuk bulat, lonjong, pipih, kubus, tak beraturan, atau
mempunyai bidang pecahan
5. Daya lekat terhadap aspal
Faktor yang mempengaruhi lekatan aspal dan agregat dapat
dibedakan atas dua bagian, yaitu:
a. Sifat mekanis yang tergantung dari:
- Pori-pori dan absorpsi
- Bentuk dan tekstur permukaan
- Ukuran butir agregat
b. Sifat kimiawi dari agregat.
- Bentuk dan tekstur permukaan
- Ukuran butir agregat
c. Sifat kimiawi dari agregat.
20
6. Jenis Berat Agregat
Sebagaistandar dipergunakan air pada suhu 4ºC karena pada suhu
tersebut air memiliki kepadatan yang stabil. Berat jenis
agregat dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini (Krebs
and walker, 1971). Gambar 2. 3 Pertimbangan Volume Pori
Agregat untuk Penentuan
Menurut The Asphalt Institut dan Depkimpraswil Tahun 2002 (dalam Sukirman,
2003) Agregat halus adalah agregat dengan ukuran butir lebih halus dari saringan
No.8 (=2,36 mm)[7]. Menurut Spesifikasi Umum Bina Marga (2010), Agregat halus
merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari lempung atau bahan yang tidak
dikehendaki lainnya.
Tabel 2.6 Ketentuan Agregat Halus
Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan No.4 (4,75mm) dantertahan
pada saringan No.200 (0,075 mm). Agregat yang digunakan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Agregat halus harus terdiri dari pasir alam atau pasir buatan atau pasir terak
atau gabungan dari bahan-bahan tersebut yang keadaannya bersih, kering,
kuat, bebas dari gumpalan-gumpalan lempung dan bahan-bahan lain yang
mengganggu.
2. Mempunyai angularitas sesuai syarat. Angularitas agregat halus
didefinisikan sebagai persen rongga udara pada agregat lolos ayakan No.4
(4,75mm) yang dipadatkan dengan berat sendiri.
3. Pasir alam dapat digunakan dalam campuran AC sampai suatu batas yang
tidak melampaui 15% terhadap berat total campuran.
22
2.3 Agregat Kasar
Agregat kasar harus terdiri dari batu pecah atau kerikil pecah yang bersih,
kering, kuat, awet dan bebas dari bahan lain yang mengganggu serta memenuhi
persyaratan:
1. Keausan pada 500 putaran maksimum 40%
2. Kelekatan dengan aspal minimum 95%
3. Jumlah berat butiran tertahan saringan no.4 yang mempunyai paling sedikit
dua bidang pecah (visual) minimum 50% (untuk kerikil pecah)
4. Indeks kepipihan/kelonjongan butiran tertahan 9,5 mm atau 3/8” maksimum
25%
5. Penyerapan air maksimum 3%
6. Berat jenis curah (Bulk) minimum 2,5
7. Bagian lunak maksimum 5%
23
Tabel 2.7 Ketentuan Agregat Kasar
Catatan: 95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang
pecah satu atau lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
Sifat-sifat aspal harus selalu diperiksa dan aspal yang memenuhi syarat yang
telah ditetapkan dapat dipergunakan sebagai bahan pengikat perkerasan lentur.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk aspal keras adalah sebagai berikut:
24
adalah suhu rata-rata (dengan beda suhu ≤ 1ºC) pada saat bola baja
menembus aspal karena leleh dan menyentuh plat dibawahnya (sejarak 1
inch = 25,4mm).
3. Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Bakar : Pemeriksaan titik nyala dan titik
bakar bertujuan untuk menentukan suhu pada aspal terlihat nyala singkat di
permukaan aspal (titik nyala) dan suhu pada saat terlihat nyala sekurang-
kurangnya 5 detik. Titik nyala dan bakar perlu diketahui untuk
memperkirakan temperatur maksimum pemanasan aspal sehingga aspal
tidak terbakar.
4. Pemeriksaan Kehilangan Berat Aspal : Pemeriksaan dilakukan bertujuan
untuk mengetahui pengurangan berat akibat penguapan bahan-bahan yang
mudah menguap dalam aspal. Penurunan berat menunjukkan adanya
komponen aspal yang menguap yang dapat berakibat aspal mengalami
pengerasan yang eksesif/berlebihan sehingga menjadi getas (rapuh) bila
pengurangan berat melebihi syarat maksimalnya. Pengujian ini dilanjutkan
dengan pengujian nilai penetrasi aspal, untuk mengetahui peningkatan
kekerasannya (dalam % penetrasi semula).
5. Pemeriksaan Daktilitas Aspal : Tujuan dari pemeriksaan ini untuk
mengetahui sifat kohesi dalam aspal itu sendiri yaitu dengan mengukur jarak
terpanjang yang dapat ditarik antara dua cetakan yang berisi aspal keras
sebelum putus, pada suhu 25ºC dan kecepatan tarik 5 cm/menit. Aspal
dengan daktilitas yang lebih besar mengikat butirbutir agregat yang lebih
baik tetapi lebih peka terhadap perubahan temperatur.
6. Pemeriksaan Berat Jenis Aspal : Berat jenis aspal adalah perbandingan
antara berat aspal dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu
tertentu, 25oC. Data berat jenis aspal dipergunakan untuk perhitungandalam
perencanaan dan evaluasi sifat campuran aspal beton (perhitungan SGmix
dan porositas).
Karakteristik Aspal Keras Aspal keras dibedakan atas tingkat
penetrasinya (ukuran kekentalan aspal keras), misalnya AC 60/70, AC
80/100, AC 200, AC 300. Dalam hal ini disajikan beberapa persyaratan
aspal keras, antara lain: aspal keras penetrasi 60/70 seperti yang disyaratkan
pada Tabel 2.8.
25
Tabel 2.8 Persyaratan Aspal Keras Penetrasi 60/70
Aspal Pen.
No. Jenis Pengujian Metode Pengujian
60-70
1 Penetrasi Pada 25°C (0,01 mm) SNI 06-2456-1991 60-70
2 Viskositas Dinamis 60°C (Pa,s) SNI 06-6441-2000 160-240
3 Viskositas Kinematis 135°C (cSt) SNI 06-6441-2000 >300
4 Titik Lembek (°C) SNI 2434-2011 >48
5 Daktilitas Pada 25°C. (cm) SNI 2432-2011 >100
6 Titik Nyala (°C) SNI 2433-2011 >232
7 Kelarutan Dalam trichloroethylene % AASHTO T44-03 >99
8 Berat Jenis SNI 2441:2011 >0,1
Stabilitas Penyimpanan: Perbedaan Titik
9 ASTM D 5976 part 6.1 _
Lembek (°C)
Partikel Yang Lebih Halus 150 Micron
10
(um) (°C)
Pengujian Residu Hasil TFOT (SNI-06-2440-1991) atau RTFOT (SNI-03-6835-2002)
11 Berat Yang Hilang (%) SNI 06-2441-1991 <0,8
12 Viskositas Dinamis 60°C (Pa.s) SNI 06-2441-1991 <800
13 Penetrasi Pada 25°C (%) SNI 06-2456-1991 >54
14 Daktilitas Pada 25°C (cm) SNI 2432-2011 >100
15 Keelastisan Setelah Pengembalian (%) AASHTO T301-98 -
Sumber : Kementerian PU RI-Ditjen Bina Marga,(2010)Rev.3
Perencanaan campuran (mix design) aspal beton (hot mix) didasari pada hasil
analisa saringan. Dari grafik kumulatif hasil analisa saringan dapat ditentukan jumlah
presentase masing-masing fraksi terhadap berat total seluruh agregat. Setelah
presentase berat masing-masing ukuran, untuk selanjtnya dikontrol jumlah persen
lolos terhadap spesifikasi yang diminta. Jika gradasi campuran sudah memenuhi
spesifikasi yang diminta, maka selanjutnya ditentukan berat masing-masing ukuran
dan berat aspal untuk membuat benda uji.
26
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1. Pemeriksaan Agregat
3.1.1 Analisa Saringan (Sieve Analysis)
27
Semua contoh yang digunakan sebagai benda uji diambil pada berat
tetap. Berat tetap adalah berat agregat kering oven pada suhu kamar dan
diulang dioven satu jam lagi setelah didinginkan pada suhu kamar lagi maka
beratnya tetap, oven harus senantiasa pada suhu (110 ± 5)°C, karena air pada
suhu 100°C akan menguap sehingga kandungan air pada agregat itu akan
hilang.
Klasifikasi Agregat.
Agregat Kasar yaitu agregat yang tertahan pada saringan No. 4.
Gregat halus yaitu agregat yang lolos pada saringan No. 4.
Bila agregat berupa campuran dari agregat halus dan agregat kasar,
agregat tersebut dipisahkan menjadi 2 bagian dengan saringan No. 4,
selanjutnya agregat halus dan agregat kasar disediakan sebanyak jumlah
seperti tercantum diatas.
Benda uji disiapkan dengan persyaratan (PB-0208-76) kecuali apabila
butiran yang melalui saringan No. 200 tidak perlu diketahui jumlahnya
dan bila syarat-syarat ketelitian tidak menghendaki pencucian.
4. Prosedur Pelaksanaan
Pelaksanaan disini disesuaikan buku petunjuk dengan nomor kode PB-020
1-76.
1. Benda uji dikeringkan dalam oven dengan suhu (110 ± 5)°C sampai
berat tetap.
2. Saringan benda uji lewat susunan saringan dengan ukuran saringan
paling besar ditempatkan paling atas. Saringan diguncang dengan
tanam atau mesin pengguncang selama 15 menit.
5. Perhitungan
Menghitung prosentase berat benda uji yang tertahan di atas masing- masing saringan
terhadap berat total benda uji
3.1.2 Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Kasar
Pemeriksaan ini disesuaikan dengan PB-0202-76 yaitu analisa saringan
agregat kasar dan halus (agregat SNI 03-1968-1990), AASHTO T27-74 yaitu
Metode pengujian tentang analisa saringan agregat halus dan kasar (SNI 03-
1968-1990), dan ASTM C 138-46
1. Maksud Dan Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk), berat
jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry) dan berat jenis semua
(apparent) dari agregat kasar
a. Berat jenis (bulk specific gravity) ialah perbandingan antara berat
agregat kering dan berat suling air yang isinya sama dengan isi agregat
dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
b. Berat jenis kering permukaan (SSD) yaitu perbandingan antara berat
agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama
28
3.1.3 Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Kasar
Pemeriksaan ini disesuaikan dengan PB-0202-76 yaitu analisa saringan
agregat kasar dan halus (agregat SNI 03-1968-1990), AASHTO T27-74 yaitu
Metode pengujian tentang analisa saringan agregat halus dan kasar (SNI 03-
1968-1990), dan ASTM C 138-46
1. Maksud Dan Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk), berat
jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry) dan berat jenis semua
(apparent) dari agregat kasar
c. Berat jenis (bulk specific gravity) ialah perbandingan antara berat
agregat kering dan berat suling air yang isinya sama dengan isi agregat
dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
d. Berat jenis kering permukaan (SSD) yaitu perbandingan antara berat
agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama
dengan isi agregat dalam kedaan jenuh pada suhu tertentu.
e. Berat jenis Semu (apparent specific gravity) ialah perbandingan antara
berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi
agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
f. Penyerapan adalah prosentase berat air yang dapat diserap pori
terhadap berat agregat kering.
2. Peralatan
Peralatan yang dipakai dalam praktikum ini adalah :
a. Keranjang kawat 3,35 mm atau 2,36 mm (No. 6 atau No. 8) dengan
kapasitas kira-kira 5 kg.
b. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk pemeriksaan
tempat ini harus dilengkapi dengan pipa sehingga permukaan air selalu
tetap.
c. Timbang dengan kapasitas 5 kg dengan ketelitian 0,1 % dari berat
contoh yang ditimbang dan dilengkapi dengan alat penggantung
keranjang.
d. Oven, yang dilengkapi dengan pengaturan suhu untuk memanasi
sampai (110 ± 5)°C
3. Benda uji
Benda uji adalah agregat yang tertahan pada saringan No. 4, diperoleh dari
alat pemisah contoh atau cara perempat, sebanyak kira-kira ± 5 kg.
4. Prosedur Pelaksanaan
a. Benda uji dicuci untuk menghilangkan debu yang melekat pada
permukaan agregat.
b. Benda uji dioven pada suhu 15°C sampai pada berat tetap.
c. Benda uji didinginkan pada suhu kamar selama 1-3 jam, kemudian
ditimbang dengan ketelitian 0,5 gram (Bk).
29
5. Benda uji
Benda uji adalah agregat yang tertahan pada saringan No. 4, diperoleh dari
alat pemisah contoh atau cara perempat, sebanyak kira-kira ± 5 kg.
6. Prosedur Pelaksanaan
d. Benda uji dicuci untuk menghilangkan debu yang melekat pada
permukaan agregat.
e. Benda uji dioven pada suhu 15°C sampai pada berat tetap.
f. Benda uji didinginkan pada suhu kamar selama 1-3 jam, kemudian
ditimbang dengan ketelitian 0,5 gram (Bk).
g. Benda uji di rendam dalam air pada suhu kamar selama ± 24 jam.
h. Keluarkan benda uji dari air, lap dengan kain penyerap sampai selaput
air pada permukaan hilang (SSD), untuk butiran yang besar pengeringan
harus satu persatu.
i. Timbang benda uji permukaan jenuh (Bj).
j. Letakkan benda uji dalam keranjang, goyangkan batunya untuk
mengeluarkan udara tersekap dan tentukan beratnya dalam air (Ba). Ukur
suhu air untuk penyesuaian penghitungan kepada suhu standar(25°C).
7. Perhitungan
Bk
a. Berat jenis (Bulk Specific Gravity) =
Bj − Ba
Bj
b. Berat jenis kering permukaan jenuh (Saturated Surface Gravity) =
Bj − Ba
Bk
c. Berat jenis semu (app. Specific Grav) =
Bk−Ba
d. Penyerapan = Bj − Bk x 100 %
Bk
Ket:
Bk = Berat benda uji kering oven (gram)
Bj = Berat benda uji kering permukaan jenuh (gram)
Ba = Berat benda uji kering permukaan jenuh dalam air (gram)
Catatan
30
Bila penyerapan dan harga berat jenis digunakan dalam pekerjaan beton,
dimana agregat digunakan pada kedaan kadar air aslinya, maka tidak perlu dilakukan
pengeringan oven. Banyak jenis campuran yang mempunyai bagian butir-butir berat
dan ringan. Bahan semacam ini memberikan harga-harga berat jenis yang tidak tetap,
walaupun pemeriksaan dilakukan dengan sangat hati-hati. Dalam hal ini beberapa
pemeriksaan ulangan diperlukan untuk mendapatkan harga rata-rata yang
memuaskan.
3.1.4 Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Halus
Pemeriksaan ini disesuaikan dengan PB-0203-76 yaitu analisa
saringan agregat halus dan kasar (agregat SNI 03-1968-1990), AASHTO
T27-74 yaitu Metode pengujian tentang analisa saringan agregat halus
dan kasar (SNI 03-1968-1990), dan ASTM C-138-46.
1. Maksud Dan Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan :
a.Berat jenis (Bulk Specific Gravity) adalah perbandingan antara berat
agregat kering dan berat suling air yang isinya sama dengan isi agregat
dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
b. Berat jenis kering permukaan (Saturated Dry) adalah perbandingan
antara agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam kedaan jenuh pada suhu tertentu.
c. Berat jenis Semu (Apparent Specific Gravity) adalah perbandingan
antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan
isi agregat dalam keadaan pada suhu tertentu.
d. Penyerapan adalah prosentase berat air yang dapat diserap pori terhadap
berat agregat kering.
2. Peralatan
a. Timbangan, kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram.
b. Piknometer dengan kapasitas 500 ml.
c. Kerucut terpancung (cone), diameter bagian atas (40 ± 3) mm, diameter
bagian bawah (90 ± 3) mm dan tinggi (75 ± 3) mm, dibuat dari logam
tebal minimum 0,8 mm.
d. Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat (350 ±
15). gram, diameter permukaan (25 ± 3) mm.
e. Saringan No. 4.
f. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110 ± 5)°C.
g. Pengukur suhu dengan ketelitian pembacaan 1°C
h. Talam
i. Bejana tempat air
j. Pompa hampa udara (Vacuum Pump) atau tungku
31
k. Air suling
l. Desikator
3. Benda Uji
Benda uji adalah agregat yang lewat saringan No. 4, diperoleh dari
alat pemisah contoh sebanyak 500 gram.
4. Prosedur Pelaksanaan
a. Benda uji dikeringkan dalam oven pada suhu (110 ± 5)°C sampai
mencapai berat yang tetap. Yang dimaksud berat tetap adalah keadaan
benda uji selama 3 kali proses penimbangan dan pemanasan dalam oven
dengan selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami
perubahan kadar air lebih besar dari pada 0,1 %. Didinginkan dalam suhu
ruang, kemudian direndam dalam air selama (24 ± 4) jam.
b. Membuang air perendam dengan hati - hati supaya tidak ada butiran yang
hilang, lalu menebarkan agregat diatas talam dan mengeringkan diudara
panas dengan cara membalikkan benda uji. Pengeringan dilakukan
sampai mencapai kering permukaan jenuh.
c. Memeriksa keadaan kering permukaan jenuh dengan cara memasukkan
benda uji kedalam kerucut terpancung, padatkan dengan batang
penumbuk sebanyak 25 kali, angkat kerucut terpancung. Keadaan kering
permukaan jenuh tercapai bila benda uji runtuh tetapi masih dalam
keadaan tersentak.
d. Setelah tercapai keadaan kering permukaan jenuh, 500 gram benda uji
dimasukkan kedalam piknometer. Memasukkan air suling dijaga agar
jangan sampai terlihat gelembung udara di dalamnya. Untuk
mempercepat proses ini, dapat digunakan pompa hampa udara, tetapi
harus dengan cara merebus piknometer.
e. Merendam piknometer dalam air dan mengukur suhu air untuk
penyesuaian perhitungan kepada suhu standart 25°C.
f. Menambah air sampai mencapai tanda batas.
g. Menimbang piknometer yang berisi air dan benda uji sampai ketelitian
0,1 gram (Bt).
h. Benda uji dikeluarkan, dikeringkan dalam oven dengan suhu 110°C
sampai mencapai berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator.
i. Setelah benda uji dingin kemudian ditimbang (Bk).
j. Menentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna
penyesuaian dengan suhu standart 25°C (B).
32
5. Perhitungan
Bk
a. Berat jenis (bulk specific gravity) =
B + 500−Bt
Bk
c. Berat jenis semu (app.specific grav) =
B + Bk−Bt
Bk
d. Penyerapan =
B + 250−Bt
Ket :
Bk = berat benda ujikering onven (gram)
B = berat piknometer berisi air (gram)
Bt = berat piknometer berisi benda uji dan air (gram)
500 = berat benda uji dalam kedadaan kering permukaan jenuh (gram)
3.2 Pemeriksaan Aspal
3.2.1 Penetrasi Aspal
Pemeriksaan ini di sesuaikan dengan PA -301 -76 ini dapat memberikan
gambaran tentang maksud, peralatan dan tata cara standart Bina Marga, AASHTO
T -45 -68 dan juga ASTM D- 71
1. Maksud Dan Tujuan
33
f. Bak peredam (Waterbath), terdiri dari bejana tidak kurang 10 liter dapat
menahan suhu tertentu dengan ketelitian kurang lebih dari 0.1 C. Bejana ini
dilengkapi dengan pelat besar berlubang-lubang terletak 50 mm diatas bejana
dan tidak kurang dari 100 mm dibawah air dalam bejana.
g. Tempat air untuk benda uji di tempatkan dibawah alat penetrasi. Tempat
tersebut mempunyai isi tidak krang dai 350 ml dan tinggi yang cukup untuk
meredam benda uji tanpa bergerak.
h. Pengukuran wakjtu (Stopwatch). Pengukuran waktu penetrasi dengan skala
pembagian terkecil 0.0001 detik atau kurang dan kesalahan tertinggi 0.1 detik
per jam.
i. Thermometer.
2. Benda Uji
Contoh di panaskan perlahan-lahan serta diaduk-aduk sehingga cukup air
untuk dutangkan. Pemanasan contoh tidak boleh lebih dardi 60 C diatas titik
lembek, dan untuk bitumen tidak boleh lebih dari 90 C diatas titik lembek. Waktu
pemanasan tidak boleh lebih dari 30 menit, diaduk-aduk perlahan-ahan agar udara
tidak masuk ke dalam contoh. Setelah cair diutang hingga dingin. Tinggi contoh
dalam tempat tersebut tidak kurang dari angka penetrasi ditambah 18 mm. Benda
3. Prosedur Pelaksanaan
a. Benda uji di letakkan dalam thin box yang kecil dan tempat air tersebut
dimasukkan dalm bak perdam yang bersuhu (25 0.1) C. Di diamkan dalam
bak tersebut selama 1-1.5 jam untuk benda ynag kecil dan 1.5-2 jam untuk
benda uji besar.
b. Pemegang jarum diperiksa agar jarum dapat dipasang dengan baik dan
jarum penetrasi dibersikan dengan toluene, kemudian jarum tersebut
dikeringkan dengan lap bersh dan sipasang pada pemegang jarum
c. Pemberat 50 gram diletakkan diatas jarum untuk memperoleh beban (100
0.01) gram.
d. Tempat air dipindahkan dari bak peredam ke bawah alat penetrasi.
e. Jarum diturunkan perlahan-lahan sehingga menyentuh permukaan benda uji
kemudian angka nol di arloji penetrometer diatur sehingga jarum penunjuk
berhimpit.
f. Pemegang jarum dilepaskan dan stopwatch secara bersama dijalankan
selama jangka waktu (5 0.1) detik.
g. Arloji oenetrometer diputar dan dibaca angka penetrasi yang berhimpit
dengan jarum petunjuk angka dibulatkan hingga 0.1 mm terdekat.
h. Jarum dilepaskan dari penegangnya dan disiapkan untuk test penetrasi
berikutnya.
i. Pekerjaan pada poin a-g diatas dilakukan berulang kali sebanyak 5x untuk
setiap benda uji yang sama dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan
berjarak 1 cm, dan dari tepi dinding lebih dari 1 cm.
j. Bacalah harga putaran jarum penetrasi selama waktu tersebut.
Satu divisi pada pembacaan putaran jam adalah sama dengan 0.1 mm. Jadi
34
4. Prosedur Pelaksanaan
a. Benda uji di letakkan dalam thin box yang kecil dan tempat air tersebut
dimasukkan dalm bak perdam yang bersuhu (25 0.1) C. Di diamkan dalam
bak tersebut selama 1-1.5 jam untuk benda ynag kecil dan 1.5-2 jam untuk
benda uji besar.
b. Pemegang jarum diperiksa agar jarum dapat dipasang dengan baik dan
jarum penetrasi dibersikan dengan toluene, kemudian jarum tersebut
dikeringkan dengan lap bersh dan sipasang pada pemegang jarum
c. Pemberat 50 gram diletakkan diatas jarum untuk memperoleh beban (100
0.01) gram.
d. Tempat air dipindahkan dari bak peredam ke bawah alat penetrasi.
e. Jarum diturunkan perlahan-lahan sehingga menyentuh permukaan benda uji
kemudian angka nol di arloji penetrometer diatur sehingga jarum penunjuk
berhimpit.
f. Pemegang jarum dilepaskan dan stopwatch secara bersama dijalankan
selama jangka waktu (5 0.1) detik.
g. Arloji oenetrometer diputar dan dibaca angka penetrasi yang berhimpit
dengan jarum petunjuk angka dibulatkan hingga 0.1 mm terdekat.
h. Jarum dilepaskan dari penegangnya dan disiapkan untuk test penetrasi
berikutnya.
i. Pekerjaan pada poin a-g diatas dilakukan berulang kali sebanyak 5x untuk
setiap benda uji yang sama dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan
berjarak 1 cm, dan dari tepi dinding lebih dari 1 cm.
j. Bacalah harga putaran jarum penetrasi selama waktu tersebut.
Satu divisi pada pembacaan putaran jam adalah sama dengan 0.1 mm. Jadi
kalua harga penetrasi aspal tersebut adalah 65, artinya selama 5 detik jarum
jam tersebut bergerak menembus 65x0.1 mm = 6.5 mm.
5. Pelaporan
Lapor angka penetrasi rata-rata dalam bilangan bulat sekurang-kurangnya
dari 3 pembacaan dengan ketentuan bahwa hasil-hasil pembacaan tidak melampui
ketentuan dibawah ini :
35
6. Catatan
a. Thermometer bak perendam diatur
b. Bitumen dan penetrasi kurang dari 150 dapat di uji dengan alat-alat dan cara
pemeriksaan ini, sedangkan bitumen dengan penetrasi antara 350-500 perlu
dilakukan dengan alat-alat lain.
c. Apabila pembacaan stopwatch lebih dari (5±0,1) detik, hasil tersebut tidak
berlaku (diabaikan).
d. Bacalah harga putaran jarum penetrasi Selama waktu tersebut.
3.2.2 Pemeriksaan Titik Nyala Dan Titik Bakar
Pemeriksaan ini disesuaikan dengan PA – 0306 – 76 untuk mengetahui
pemeriksaan titik nyala dan titik bakar pada suatu titik diatas permukaan aspal.
Pemeriksaan ini juga menganut pedoman AASHTO T – 51 – 74, dan ASTM D –
113 – 69.
1. Maksud Dan Tujuan
Pameriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar
aspal.
Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat pada suatu titik diatas
permukaan aspal.
Titik bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik
pada suatu titik di atas permukaan aspal.
2. Peralatan
a. Flash cup
b. Clevelend glass
c. Burning pipe
d. Flash cup plate
e. Support
f. Y connector
g. Bunsen burner
h. Thermometer
1. Benda Uji
Panaskan contoh aspal antara 130 - 140°C sampai cukup cair, kemudian isi
cawan kuningan sampai garis dan hilangkan (pecahkan) gelembung udara
yang ada pada permukaan cairan.
36
2. Prosedur pelaksanaan
a. Letakkan cawan di atas pelat pemanas dan diatur sumber pemanas
hingga terletak di bawah titik tengah cawan.
b. Letakkan nyala penguji dengan poros pada jarak 7,5 cm dari titik
tengah cawan.
c. Tempatkan thermometer tegak lurus di dalam benda uji dengan jarak
6,4 mm dia atas dasar cawan dan terletak pada satu garis yang
menghubungkan titik poros nyala penguji, kemudian diatur hingga
poros thermometer terletak pada jarak ¼ diameter cawan dari tepi.
d. Tempatkan penahan angin di depan nyala penguji.
e. Nyalakan sumber pemanas dan atur pemanasan sehingga kenaikan suhu
15°C per menit hingga benda uji mencapai suhu 56°C di bawah titk nyala
perkiraan.
f. Atur kecepatan pemanasan 5°C - 6°C per menit pada suhu 50°C dan
28°C di bawah titik nyala perkiraan.
g. Nyala penguji dinyalakan dan diatur agar diameter nyala penguji 3,2
sampai 4,8 mm.
h. Putar nyala penguji hingga melalui permukaan cawan (dari tepi ke tepi
cawan) dalam selang waktu l detik, ulangi pekerjaan setiap kenaikan
2°C.
i. Lanjutkan pekerjaan pada point f - h sampai terlihat nyala singkat pada
suatu titik diatas permukaan benda uji, dibaca suhu pada thermometer
dan dicatat.
j. Lanjutkan pekerjaan ini sampai terlihat nyala yang agak lama (5 detik) di
atas permukaan benda uji. Bacalah suhu pada themometer dan catat.
3.2.2 Pemeriksaan Titik Lembek
Pemeriksaan ini di sesuaikan dengan pedoman PA – 0306 – 76, AASHTO T –
51 – 74, dan ASTM D – 113– 69 untuk menentukan titik lembek aspal yang
disetujui Bina Marga untuk pekerjaan umum di suatu wilayah.
1. Maksud Dan Tujuan
37
d. Alat pengarah bola
e. Bejana gelas, tahan pemanasan mendadak dengan diameter dalam sebesar
8,5 cm dan tinggi sekurang-kurangnya 12 cm.
f. Dudukan benda uji
g. Penjepit
3. Benda Uji
a. Panaskan contoh perlahan-lahan sambil diaduk terus menerus hingga
cairan menjadi rata. Pemanasan dan pengadukan dilakukan perlahan-lahan
agar gelembung udara tidak masuk. Setelah merata, tuanglah contoh ke
dalam dua buah cincin, suhu pemanasan tidak lebih dari 111°C di atas titik
lembeknya. Waktu untuk pemanasan ≤ 30 menit.
b. Panaskan dua buah cincin sampai mencapai suhu tuang contoh dan
letakkan kedua cincin di atas pelat kuningan yang telah diberi lapisan dari
campuran talk dan sabun.
4. Benda Uji
a. Panaskan contoh perlahan-lahan sambil diaduk terus menerus hingga
cairan menjadi rata. Pemanasan dan pengadukan dilakukan perlahan-lahan
agar gelembung udara tidak masuk. Setelah merata, tuanglah contoh ke
dalam dua buah cincin, suhu pemanasan tidak lebih dari 111°C di atas titik
lembeknya. Waktu untuk pemanasan ≤ 30 menit.
Panaskan dua buah cincin sampai mencapai suhu tuang contoh dan letakkan kedua cincin
di atas pelat kuningan yang telah diberi lapisan daricampuran talk dan sabun.
Dijadikan pertimbangan yaitu :
a. Tipe konstruksi dimana lapisan aspal beton tersebut di letakan (ATB,
ATSB. Surfase Course dan sebagainya).
b. Tebal lapisan yang direncanakan.
c. Jenis dan fungsi jalan untuk menentukan sifat permukaan yang
dikehendaki.
5. Menentukan kombinasi dari bahan-bahan sehingga grndasi kombinasi
campuran memenuhi spesifikasi gadasi yang ditentukan. Menentukan
perbandingan bahan agregat ini dapat dilakukan dengan cara grafis
atau cara perbandingan bahan agregat ini dapat dilakukan dengan cara
grafis atau cara analistis.
6. Job Mix Design, yang melakukan pengujian mutu campuran dengan
alat tertentu (alat marshall), campuran mempunyai beberapa variasi
kadar aspal (5 variasi kadar) untuk jenis kendaraan berat.
Dari job mix ini ditentukan kadar aspal optimum yang dapat memenuhi
spesifikasi mutu campura. Beberapa contoh spesifikasi untuk aspal beton
dari beberapa sumber yaitu:
a. Ditjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum
38
Dijadikan pertimbangan yaitu :
d. Tipe konstruksi dimana lapisan aspal beton tersebut di letakan (ATB,
ATSB. Surfase Course dan sebagainya).
e. Tebal lapisan yang direncanakan.
f. Jenis dan fungsi jalan untuk menentukan sifat permukaan yang
dikehendaki.
7. Menentukan kombinasi dari bahan-bahan sehingga grndasi kombinasi
campuran memenuhi spesifikasi gadasi yang ditentukan. Menentukan
perbandingan bahan agregat ini dapat dilakukan dengan cara grafis
atau cara perbandingan bahan agregat ini dapat dilakukan dengan cara
grafis atau cara analistis.
8. Job Mix Design, yang melakukan pengujian mutu campuran dengan
alat tertentu (alat marshall), campuran mempunyai beberapa variasi
kadar aspal (5 variasi kadar) untuk jenis kendaraan berat.
Dari job mix ini ditentukan kadar aspal optimum yang dapat memenuhi
spesifikasi mutu campura. Beberapa contoh spesifikasi untuk aspal beton
dari beberapa sumber yaitu:
39
Jika gradasi campuran sudah memenuhi spesifikasi yang diminta,
maka selanjutnya ditentukan berat masing - masing ukuran dan berat aspal
untuk membuat benda uji,
Benda uji yang diminta 5 (lima) buah benda uji, untuk masing -
masing kadar aspal yaitu : 4,08%, 4,58%, 5,08%, 5,58%, 6,08%.
Untuk menentukan kadar aspal yang paling optimum, benda uji diuji
dengan "Marshall Test", dimana pada kadar aspal tersebut benda uji
memenuhi persyaratan dibawah ini.
3.2.4 Perencanaan Kadar Bitumen
1. Peralatan
40
dari dalam cetakan dikeluarkan dengan alat ejektor.
c. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata berbentuk
silinder, dengan berat 4,536 kg (10 pound), dan tinggi jatuh bebas
35,7 cm (18”).
d. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati atau sejcnisnya)
berukuran kira-kira 20 x 20 x 45 cm yang dilapisi dengan plat baja
berukuran 30 x 30 x 2,3 cm dan diikatkan pada lantai beton dengan
4 bagian siku.
e. Silinder cetakan benda uji.
41
o Sarung asbes dan karet
o Sendok pengaduk dan perlengkapan lain
2. Benda Uji
a) Persiapan benda uji
Agregat dikeringkan sampai berat tetap pada suhu (105 ± 5)°C.
Agregat dipisahkan dengan cara penyaringan kering ke dalam fraksi
fraksi yang di kehendaki.
b) Penentuan suhu pencampuran dan pemadatan
Suhu campuran ditetapkan pada daftar berikut :
Campuran Pemadatan
c) Persiapan Campuran
Untuk setiap benda uji diperlukan agregat sebanyak 1200 gram
sebingga menghasilkan tinggi benda uji sekitar 6,25 ± 0,125 cm (2,5"
± 0,05").
Panci dipanaskan beserta campuran agregat 28° C di atas suhu
pencampur untuk aspal panas dan diaduk sampai merata. Aspal
dituang sebanyak yang dibutuhkan ke dalam agregat yang sudah
dipanaskan, kemudian diaduk sesuai point 3b sarnpai agregat melapis
merata.
d) Pemadatan Benda Uji
Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji dan penumbuk
dibersihkan dengan seksama dan dipanaskan dengan suhu 93,3° C dan
148,9" C. Selembar kertas saring atau kertas penghisap yang sudah
digunting sesuai bentuk cetakan diletakkan kedalam dasar
42
Campuran yang daya kohesinya kurang sehingga pada waktu
dikeluarkan dari cetakan segera sesudah pemadatan tidak dapat
menghasilkan bentuk silinder yang diperlukan, bisa didinginkan bersama
cetakannya di udara, sampai terjadi cukup kohesi untuk menghasilkan
silinder yang semestinya.
Tabel 3.1 Komposisi Campuran Marshall
5 Density (gr/cc)
Sumber : Buku Panduan Praktikum Bahan Perkerasan Jalan, 2023
43
BAB IV
44
Menurut hasil pengujian, komulatif tertahan 99,2 % material tertahan pada saringan No.8
(2,36 mm). Berpedoman pada AASHTO-T 27, agregat kasar semua material yang tertahan
saringan pada No. 8 dengan ukuran 2,36 mm, yang menunjukkan jika nilai pemeriksaan
memenuhi standart yang ditetapkan oleh AASHTO-T 27.
KOMULATIF KOMULATIF
BERAT
BERAT
SARINGAN TERTAHAN TERTAHAN
TERTAHAN LOLOS (%)
(GRAM) (%)
(GRAM)
3/4" (19,0 mm) 0 0 0.0 100
1/2" (12,5 mm) 0 0 0.0 100
3/8" (9,5 mm) 126 126 3.9 96.12307692
No. 4 (4,75 mm) 1505 1631 50.2 49.81538462
No. 8 (2,36 mm) 1441 3072 94.5 5.476923077
No. 30 (0,600 mm) 101 3173 97.6 2.369230769
PAN 77 3250 100.0 0
Jumlah Berat 3250
1. Agregat Sedang
Berdasarkan hasil analisa agregat sedang didapatkan nilai seperti pada tabel
di bawah ini :
Tabel 4.2 Tes Analisa Saring Agregat Sedang
Sumber : Hasil Analisa Praktikum, 2023
45
Sumber : Dokumen Pribadi Penulis, 2023
Menurut hasil pengujian, komulatif tertahan 97,3 % material tertahan pada saringan No.8
(2,36 mm). Berpedoman pada AASHTO-T 27, agregat sedang semua material yang tertahan
saringan pada No. 8 dengan ukuran 2,36 mm, yang menunjukkan jika nilai pemeriksaan
memenuhi standart yang ditetapkan oleh AASHTO-T 27.
1. Agregat Halus
Berdasarkan hasil analisa agregat sedang didapatkan nilai seperti pada tabel
di bawah ini :
Tabel 4.3 Tes Analisa Saring Agregat Halus
KOMULATIF KOMULATIF
BERAT
SARINGAN TERTAHAN
TERTAHAN LOLOS (%)
(%)
(GRAM)
No. 4 (4,75 mm) 0 0 0 100
No. 8 (2,36 mm) 681 681 30.3 69.73333333
No. 30 (0,600 mm) 857 1538 68.4 31.6
No. 50 (0,29 mm) 210.5 1748.5 77.7 22.3
No. 100 (0,15 mm) 256 2004.5 89.1 10.9
No. 200 (0,075 mm) 168.5 2173 96.6 3.4
PAN 77 2250 100.0 0
Jumlah Berat 2250
100
Presentase Lolos (%)
Presentase Lolos (%)
80
60
40
20
0
PAN 0.075 0.15 0.29 0.600 2.36 4.75
Nomor Saringan (mm)
46
Sumber : Dokumen Pribadi Penulis, 2023
Menurut hasi pengujian, agregat halus lolos 100% pada saringan no 4 dengan ukuran 4,75
mm. Berpedoman pada AASHTO-T 27, ukuran butir agregat < 4,75 mm atau < 2 mm dan
> 0,075 mm. Maka hasil pengujian diatas telah memenuhi standart AASHTO- T 27.
SATUAN BESARAN
𝐵𝑘 980
(Bluk Spesific Gravity) = = = 4,52
𝐵𝑗−𝐵𝑎 1000−783
𝐵𝑗 1000
(Saturated Surface Grafity) = = = 4,61
𝐵𝑗−𝐵𝑎 1000−783
𝐵𝑘 980
(app.Spesific Grav) = = = 4,97
𝐵𝑘−𝐵𝑎 980−783
1000−980
Penyerapan = 𝐵𝑗−𝐵𝑘 × 100% = × 100% = 2,04
𝐵𝑘 980
Sumber : Hasil Analisa Praktikum, 2023
Menurut hasil pengujian, penyerapan air pada agregat kasar mendapatkan hasil 1,83%.
Berpedoman pada PB-0202-76, AASHTO-T-85-74, dan ASTM C-127-68, yaitu penyerapan
maksimum 3%, yang menunjukkan bahwa hasil pengujian memenuhi standart yang
ditetapkan.
47
Berdasarkan hasil analisa berat jenis dan penyerapan agregat sedang didapatkan nilai
seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.5 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Sedang
SATUAN BESARAN
Menurut hasil pengujian, penyerapan air pada agregat sedang mendapatkan hasil 2,56%.
Berpedoman pada PB-0202-76, AASHTO-T-85-74, dan ASTM C-127-68, yaitu penyerapan
maksimum 3%, yang menunjukkan bahwa hasil pengujian memenuhi standart yang
ditetapkan.
1. Agregat Halus
48
Tabel 4.6 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus
SATUAN BESARAN
Menurut hasil pengujian, penyerapan air agregat halus mendapatkan hasil 5,93%.
Berpedoman pada PB-0202-76, AASHTO-T-85-74, dan ASTM C-127-68, yaitu penyerapan
maksimum 6%, yang menunjukkan bahwa hasil pengujian memenuhi standart yang
ditetapkan.
49
Grafik 4.4 Penetrasi Aspal
Menurut hasil pengujian, penetrasi rata-rata mendapatkan hasil 50,8 dengan angka toleransi
4 dan hasil penetrasi tepat pada 50-149, yang mana pembacaan tidak harus diulangi karena
tidak melebihi batas toleransi dengan ketentuan bahwa hasil pembacaan tidak melampaui
ketentuan pada pedoman..
Berdasarkan hasil analisa pemeriksaan titik nyala dan titik bakar didapatkan
nilai seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.8 Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Bakar
50
Sumber : Dokumen Pribadi Penulis, 2023
Menurut hasil pengujian, terlihat titik nyala pada waktu 908 detik atau dan suhu 100˚C
dengan 110˚C dibawah titik nyala.
Suhu yang diamati Waktu (detik) Titik Lembek (˚C) Titik Lembek Rata-
No
˚C ˚F I II a b rata (˚C)
1 5 41 138
2 10 50 155
3 15 59 225
4 20 68 222
5 25 77 204
6 30 86.6 194
7 35 95 216
8 40 104 250
9 45 113 225
10 50 122 310 310 51
131 395 395 52 51.5
11 55
4.1.1 Pemeriksaan Titik Lembek
Berdasarkan hasil analisa pemeriksaan titik lembek didapatkan nilai seperti
pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.9 Pemeriksaan Titik Lembek
700
52; 647
600 52; 575
500
400
300
200
100
0 10 20 30 40 50 60
Suhu yang diamati (˚C)
Menurut hasil pengujian, pada benda uji 1 dan 2 terjadi titik lembek pada suhu 52˚Cdengan
waktu yang berbeda. Pada benda uji 1 jatuh pada waktu 575 detik, sedangkan pada benda uji
2 jatuh lebih lama daripada benda uji 1 dengan waktu 647 detik.
51
4.1 Mix Design
4.1.1 Perhitungan Komposisi Campuran Agregat dan Aspal
Keterangan:
A = berat pan
B = berat pan + material setelah di masak 150° C = (B) – (A)
D = C : 94,3 × 5,7
E=B+D
52
Grafik 4.7 Perhitungan Komposisi Campuran Agregat dan Aspal
1755.0
1750.0
1745.0
1740.0
1735.0
1730.0
1725.0
1720.0
4.3% 4.3% 4.3%
Menurut hasil pengujian, komposisi campuran agregat dan aspal pada rentangan kadar aspal
5,2% bisa mencapai 2013,2 gr , sedangkan pada rentangan kadar aspal 5,7% mencapai
2023,5 gr.
Keterangan:
A = berat asli
53
BERAT BENDA UJI SETELAH DICETAK
0.437 Grafik 4.8 Berat Benda Uji Setelah Di Cetak
0.436
0.436
0.435
1 2 3
Jumlah Benda Uji
Menurut hasil pengujian, berat benda uji setelah dicetak lebih berat kadar aspal 5,7 %
daripada berat kadar aspal 5,7 %.
480
Berat Benda Uji
470
460
4.3%
450
440
430
1 2 3
Jumlah Benda Uji
Flow = 5,60
Stabilator = 121
2. Benda Uji II
Flow = 3,94
Stabilator = 95
3. Benda Uji III
54
Flow = 2,36
Stabilator = 128
55
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan ari hasil penelitian yang di lakukan di Laboratorium Terpadu Teknik Sipil
Universitas Islam Lamongan di dapatkan beberapa data sebagai berikut :
1. Analisa agregat pada praktikum terdapat tiga analisa bahan, yaitu : Agregat Kasar,
Agregat Sedang, dan Agregat Halus. Yang mana ketiga bahan tersebut telah
memenuhi karakteristik pedoman PB-0201-76, AASHTO T-27-74, dan ASTM C-
138-46.
2. Pada analisa pemeriksaan aspal terdapat hasil dari beberapa data saat pelaksanaan
praktikum sebagai berikut :
a. Terlihat titik nyala pada waktu 1508 detik atau 25 menit 8 detik dan suhu 110˚C
dengan 100˚C dibawah titik nyala.
b. Pada benda uji 1 dan 2 terjadi titik lembek pada suhu 52˚C dengan waktu yang
berbeda. Pada benda uji 1 jatuh pada waktu 575 detik, sedangkan pada benda uji
2 jatuh lebih lama daripada benda uji 1 dengan waktu 647 detik.
c. Penetrasi rata-rata mendapatkan hasil 50,8 dengan angka toleransi 4 dan hasil
penetrasi tepat pada 50-149, yang mana pembacaan tidak harus diulangi karena
tidak melebihi batas toleransi dengan ketentuan bahwa hasil pembacaan tidak
melampaui ketentuan pada pedoman..
3. Berdasarkan hasil analisa pemeriksaan benda uji di marshall test, bahan yang baik
dan layak digunakan yaitu benda uji dengan kadar 5,7%.
5.2 Saran
Saran dari praktikum bahan perkerasan jalan ini adalah sebagai berikut :
1. Sebelum melaksanakan praktikum, sebaiknya memperhatikan alat dan bahan yang
digunakan agar praktkum bisa berjalan dengan lancar.
2. Sebelum melaksanakan praktikum kita harus mangutamakan keselamatan agar
tidak terjadi kecelakaan atau hal hal yang tidak diinginkan.
3. Pada kegiatan praktikum sebaiknya mempersiapkan diri dan materi materi yang
akan di praktekkan agar dalam kegiatan praktikum tidak terhambat.
4. Setelah melaksanakan praktikum sebaiknya membersihkan dan mengembalikan
alat yang digunakan sat praktikum.
56
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ; Direktorat Jenderal Bina Marga,
“Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3) Divisi 6.” pp. 1-89, 2010.
“BUKU PANDUAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN (2022)”
57
LAMPIRAN
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77