You are on page 1of 12

#6_DRAFT OF MAIN PROJECT

Translator: (Group 5)

Atifah Khoiriyah (1910732012)


Syerli Ermita Putri (1910731026)

A TELL-TALE HEART
By Edgar Allan Poe

HATI YANG BERKHIANAT


Karya Edgar Allan Poe
1843

*The 6th draft after the revision from group 6.

SL TL
TRUE! --nervous --very, very dreadfully Sungguh! Aku sangat gugup. Tapi mengapa
nervous I had been and am; but why will you kamu menganggapku gila? Penyakit ini
say that I am mad? The disease had sharpened bukannya menumpulkan maupun
my senses --not destroyed --not dulled them. menghancurkan panca inderaku, tapi malah
Above all was the sense of hearing acute. I mempertajamnya. Aku mendengar semua hal
heard all things in the heaven and in the earth. I di langit dan di bumi, bahkan juga di neraka.
heard many things in hell. How, then, am I Lalu bagaimana bisa aku dianggap gila?
mad? Hearken! and observe how healthily -- Dengar! Dan perhatikan bagaimana warasnya
how calmly I can tell you the whole story. dan tenangnya aku menceritakan kisah ini.

It is impossible to say how first the idea Mustahil mengatakan bagaimana ide ini
entered my brain; but once conceived, it awalnya terlintas dalam pikiranku. Saat
haunted me day and night. Object there was terbayang, ide itu menghantuiku siang dan
none. Passion there was none. I loved the old malam. Sebenarnya aku tidak berniat
man. He had never wronged me. He had never melakukannya karena aku menyayangi pria tua
given me insult. For his gold I had no desire. I itu. Dia baik, tidak pernah menyakiti dan
think it was his eye! yes, it was this! He had menghinaku. Aku juga tidak menginginkan
the eye of a vulture -- a pale blue eye, with a hartanya. Namun, aku benci melihat matanya!
film over it. Whenever it fell upon me, my Ya, benar! Matanya berwarna biru pucat
blood ran cold; and so by degrees --very seperti mata burung nasar dengan selaput di
gradually --I made up my mind to take the life atasnya. Setiap kali dia menatapku, darahku
of the old man, and thus rid myself of the eye membeku secara perlahan. Aku memutuskan
forever. untuk membunuh pria tua itu agar terbebas dari
pandangan mata itu selamanya.

Now this is the point. You fancy me mad. Sekarang, inilah intinya. Kalian menganggapku
Madmen know nothing. But you should have gila. Namun, orang gila tidak mengerti apa-
seen me. You should have seen how wisely I apa. Seharusnya kalian melihat bagaimana
proceeded --with what caution --with what bijaknya aku melakukannya, dengan penuh
foresight --with what dissimulation I went to kewaspadaan serta memperkirakan apa yang
work! I was never kinder to the old man than akan ku lakukan selanjutnya. Dan melalui tipu
during the whole week before I killed him. dayaku, aku pun memulai rencanaku.
And every night, about midnight, I turned the Sebelumya, aku tidak pernah seramah itu
latch of his door and opened it --oh so gently! kepadanya jika dibandingkan degan seminggu
And then, when I had made an opening sebelum aku membunuhnya. Setiap tengah
sufficient for my head, I put in a dark lantern, malam, aku memutar gagang pintu dan
all closed, closed, that no light shone out, and membukanya dengan hati-hati. Kemudian, ku
then I thrust in my head. ----- buka pintu itu sedikit sehingga kepala dan
lentera yang kubawa dapat masuk ke dalam
celah tersebut. saat ku sodorkan kepalaku,
semuanya tertutup, tidak ada cahaya yang
terpancar.
Oh, you would have laughed to see how Oh, mungkin kalian akan tertawa melihat
cunningly I thrust it in! I moved it slowly -- betapa liciknya aku melakukannya! Aku
very, very slowly, so that I might not disturb bergerak dengan sangat hati-hati, sehingga
the old man's sleep. It took me an hour to place tidak menganggu tidurnya. Perlu waktu satu
my whole head within the opening so far that I jam untuk menempatkan semua bagian
could see him as he lay upon his bed. Ha! kepalaku ke dalam celah sampai aku bisa
would a madman have been so wise as this, melihatnya berbaring di tempat tidurnya. Hah!
And then, when my head was well in the room, Kalian piker orang gila bisa secerdik ini?
I undid the lantern cautiously-oh, so cautiously Kemudian, ketika kepalaku sudah masuk ke
--cautiously (for the hinges creaked) --I undid dalam kamarnya, ku nyalakan lentera dengan
it just so much that a single thin ray fell upon hati-hati. Oh, sangat hati-hati agar tuas lentera
the vulture eye. And this I did for seven long tidak berderit. Aku menyalakannya dengan hati
nights --every night just at midnight --but I hati sehingga hanya segaris cahaya yang
found the eye always closed; and so it was mengenai mata burung nasar itu. Ini kulakukan
impossible to do the work; for it was not the selama tujuh malam berturut-turut. Setiap
old man who vexed me, but his Evil Eye. And malam, hanya di tengah malam, aku selalu
every morning, when the day broke, I went melihat matanya tertutup sehingga mustahil
boldly into the chamber, and spoke untuk membunuhnya. Karena bukan pria tua
courageously to him, calling him by name in a itu yang membuatku jengkel, tapi mata
hearty tone, and inquiring how he has passed jahatnya. Setiap pagi, secara terang-terangan
the night. So you see he would have been a aku pergi ke dalam kamar itu, dan berbicara
very profound old man, indeed, to suspect that dengan berani kepadanya, memanggilnya
every night, just at twelve, I looked in upon dengan nada akrab, dan bertanya bagaimana
him while he slept. dia telah melewati malam itu. Jadi kalian bisa
membayangkan bahwa tidurnya memang
sangat nyenyak sehingga dia tidak curiga
bahwa setiap malam, tepat pukul dua belas,
aku mengawasinya saat tidur.

Upon the eighth night I was more than usually Pada malam ke delapan, aku lebih hati-hati saat
cautious in opening the door. A watch's minute membuka pintu. Jarum menit pada jam
hand moves more quickly than did mine. Never bergerak lebih cepat dari pergerakanku.
before that night had I felt the extent of my Sebelumnya aku tidak pernah merasakan
own powers --of my sagacity. I could scarcely sejauh mana kekuatanku maupun
contain my feelings of triumph. To think that kecerdikanku. Aku hampir tidak bisa
there I was, opening the door, little by little, menyembunyikan kegembiraanku. Bayangkan
and he not even to dream of my secret deeds or ketika aku di sana membuka pintu sedikit demi
thoughts. I fairly chuckled at the idea; and sedikit, dan dia bahkan tidak pernah mengira
perhaps he heard me; for he moved on the bed atau memikirkan perbuatanku. Aku terkekeh
suddenly, as if startled. Now you may think dengan pikiran seperti itu. Mungkin dia
that I drew back --but no. His room was as mendengarku, karena dia tiba-tiba bergerak di
black as pitch with the thick darkness, (for the tempat tidur secara tiba-tiba, seolah-olah
shutters were close fastened, through fear of tersentak. Sekarang kalian bisa berpikir bahwa
robbers,) and so I knew that he could not see aku telah menjauh, namun tidak. Kamarnya
the opening of the door, and I kept pushing it hitam seperti nada kegelapan yang amat dalam,
on steadily, steadily. sebab daun jendelanya diikat erat untuk
menghindari perampokan. Jadi aku tahu bahwa
dia tidak bisa melihat pintunya terbuka, dan
aku terus mendorongnya pelan-pelan.

I had my head in, and was about to open the Aku memasukkan kepalaku dan hendak
lantern, when my thumb slipped upon the tin menyalakan lentera. Ketika ibu jariku
fastening, and the old man sprang up in bed, terpeleset di tuas lentera, pria tua itu terbangun
crying out --"Who's there?" dari tempat tidurnya dan berteriak, “Siapa di
sana?”

I kept quite still and said nothing. For a whole Aku tetap diam tanpa mengatakan apapun.
hour I did not move a muscle, and in the Selama satu jam penuh aku tidak bergerk.
meantime I did not hear him lie down. He was Sementara itu, aku tidak mendengarnya
still sitting up in the bed listening; --just as I berbaring kembali. Dia masih duduk di tempat
have done, night after night, hearkening to the tidur mendengarkan suara-suara disekitarnya;
death watches in the wall. Seperti yang telah kulakukan, malam demi
malam, mendengarkan kematian yang
mengawasinya di balik dinding.

Presently I heard a slight groan, and I knew it Tak lama kemudian, aku mendengar rintihan
was the groan of mortal terror. It was not a kecil, dan aku tahu itu adalah rintihan dari teror
groan of pain or of grief --oh, no! --it was the kematian. Itu bukanlah rintihan rasa sakit
low stifled sound that arises from the bottom of ataupun kesedihan. Oh, tidak! Itu adalah suara
the soul when overcharged with awe. I knew cekikan lemah yang datang dari jiwa dengan
the sound well. Many a night, just at midnight, perasaan kagum. Aku tahu persis suara itu.
when all the world slept, it has welled up from Biasanya pada tengah malam, ketika semua
my own bosom, deepening, with its dreadful dunia tertidur, suara itu telah mengalir dari
echo, the terrors that distracted me. I say I jiwaku, semakin dalam, dengan gemanya yang
knew it well. I knew what the old man felt, and mengerikan, bagaikan teror yang mengalihkan
pitied him, although I chuckled at heart. I knew perhatianku. Sudah ku bilang aku tahu persis
that he had been lying awake ever since the suara itu. Aku mengerti apa yang dirasakan
first slight noise, when he had turned in the pria tua itu sehingga aku merasa kasihan
bed. His fears had been ever since growing padanya meskipun aku tertawa di dalam hati.
upon him. He had been trying to fancy them Aku tahu bahwa dia telah terbangun sejak
causeless, but could not. He had been saying to suara kecil pertama yang membuatnya
himself --"It is nothing but the wind in the tersentak. Ketakutan semakin bertambah
chimney --it is only a mouse crossing the dalam dirinya. Dia telah mencoba untuk
floor," or "It is merely a cricket which has menganggapnya bukan apa-apa, namun tidak
made a single chirp." Yes, he had been trying bisa. Dia terus meyakinkan dirinya sendiri.
to comfort himself with these suppositions: but "Tidak apa-apa, hanya suara angin di cerobong
he had found all in vain. All in vain; because asap atau tikus yang melintasi lantai,". "Atau
Death, in approaching him had stalked with his mungkin hanyalah bunyi seekor jangkrik." Ya,
black shadow before him, and enveloped the dia telah mencoba menghibur dirinya dengan
victim. And it was the mournful influence of anggapan ini. Tetapi dia sadar bahwa
the unperceived shadow that caused him to feel semuanya sia-sia karena bayangan maut
--although he neither saw nor heard --to feel sedang menghantui, kemudia menyelimuti
korbannya. Pengaruh bayangan kasat mata
the presence of my head within the room. itulah yang membuatnya dapat merasakan
kehadiranku di kamar itu walaupun dia tidak
dapat melihat ataupun mendengarnya.

When I had waited a long time, very patiently, Ketika aku sudah menunggu lama, dengan
without hearing him lie down, I resolved to sangat sabar, tapi dia belum juga berbaring
open a little --a very, very little crevice in the kembali. Akhirnya ku putuskan untuk memutar
lantern. So I opened it --you cannot imagine sedikit tuas lemteraku. Kalian tidak bisa
how stealthily, stealthily --until, at length a membayangkan betapa senyapnya hingga
simple dim ray, like the thread of the spider, seberkas cahaya redup, seperti benang laba-
shot from out the crevice and fell full upon the laba yang melesat dari celah dan jatuh tepat ke
vulture eye. mata burung nasar itu.

It was open --wide, wide open --and I grew Matanya terbuka lebar sehingga membuatku
furious as I gazed upon it. I saw it with perfect sangat marah saat melihatnya. Aku melihatnya
distinctness --all a dull blue, with a hideous dengan sangat jelas. Mata itu berwarna biru
veil over it that chilled the very marrow in my pucat, dengan selaput mengerikan di atasnya
bones; but I could see nothing else of the old yang membuat tulang sumsumku membeku.
man's face or person: for I had directed the ray Tapi aku tidak bisa melihat wajah ataupun pria
as if by instinct, precisely upon the damned tua itu, selain mata kejinya karena aku telah
spot. mengarahkan cahaya lentera itu tepat pada
mata terkutuk itu.

And have I not told you that what you mistake Bukankah aku sudah memberitahu bahwa
for madness is but over-acuteness of the sense? kalian keliru menganggap kegilaan dengan
--now, I say, there came to my ears a low, dull, ketajaman inderaku? Sekarag biar ku jelaskan
quick sound, such as a watch makes when bahwa tiba-tiba telingaku mendengar suara
enveloped in cotton. I knew that sound well, rendah, tumpul, dan cepat, seperti suara jam
too. It was the beating of the old man's heart. It tangan yang dibungkus kapas. Aku tahu persis
increased my fury, as the beating of a drum suara itu dengan baik. Itu adalah detak jantung
stimulates the soldier into courage. pria tua itu yang meningkatkan kemarahanku
seperti pukulan drum yang menyemangati para
prajurit di medan perang.

But even yet I refrained and kept still. I Tapi meski begitu aku, menahan diri dan tetap
scarcely breathed. I held the lantern diam. Aku hampir tidak bernapas dan ku
motionless. I tried how steadily I could pegang erat lenteraku agar tidak goyang. Aku
maintain the ray upon the eve. Meantime the mencoba seberapa lama ku mampu
hellish tattoo of the heart increased. It grew mempertahankan sinar itu ke matanya.
quicker and quicker, and louder and louder Sementara itu, deguban jantunggnya semakin
every instant. The old man's terror must have menggebu. Degupannya semakin cepat dan
been extreme! It grew louder, I say, louder lebih keras setiap detik. Ketakutan pria tua itu
every moment! --do you mark me well I have bukan main. Degupan itu semakin kuat setiap
told you that I am nervous: so I am. And now detik seperti yang ku katakan sebelumnya.
at the dead hour of the night, amid the dreadful Apakah kalian memperhatikanku dengan baik?
silence of that old house, so strange a noise as Sudah ku katakan pada kalian bahwa aku
this excited me to uncontrollable terror. Yet, gugup. Sekarang di tengah malam yang sunyi
for some minutes longer I refrained and stood nan mengerikan dari rumah tua itu, suara yang
still. But the beating grew louder, louder! I begitu aneh saat ini membuatku bersemangat
thought the heart must burst. And now a new menikmati ketakutannya yang tak terkendali.
anxiety seized me --the sound would be heard Namun, selama beberapa menit aku masih
by a neighbour! The old man's hour had come! menahan diri dan tak bergerak sedikitpun. Tapi
With a loud yell, I threw open the lantern and degupan jantungnya semakin keras. Ku pikir
leaped into the room. He shrieked once --once jantungnya akan meledak. Dan sekarang
only. In an instant I dragged him to the floor, kecemasan lain melandaku --suara itu mungkin
and pulled the heavy bed over him. I then dapat terdengar oleh tetangga! Waktu pria tua
smiled gaily, to find the deed so far done. But, itu telah tiba! Dengan teriakan keras, aku
for many minutes, the heart beat on with a membuka lentera dan melompat ke dalam
muffled sound. This, however, did not vex me; ruangan. Dia menjerit sekali -- hanya sekali.
it would not be heard through the wall. At Dalam sekejap aku menyeretnya ke lantai dan
length it ceased. The old man was dead. I menarik kasur berat untuk membekapnya.
removed the bed and examined the corpse. Kemudian aku tersenyum riang karena
Yes, he was stone, stone dead. I placed my pekerjaanku telah selesai. Tapi, selama
hand upon the heart and held it there many beberapa menit, jantungnya masih berdetak
minutes. There was no pulsation. He was stone dengan suara melemah. Namun, ini tidak
dead. His eve would trouble me no more. menggangguku karena suara itu tidak akan
terdengar melewati dinding. Lama-lama
detakan jantungnya berhenti. Pria tua itu sudah
mati. Aku memindahkan tempat tidur dan
memeriksa mayatnya. Ya, dia telah mati seperti
batu. Ku periksa detak jantungnya salama
beberapa menit, namun tidak berdenyut. Benar,
dia sudah mati seperti batu. Matanya tak akan
menggangguku lagi

If still you think me mad, you will think so no Jika kalian masih menganggapku gila, kalian
longer when I describe the wise precautions I tidak akan berpikir demikian lagi ketika aku
took for the concealment of the body. The menjelaskan tindakan licik yang ku lakukan
night waned, and I worked hastily, but in untuk menyembunyikan mayatnya. Malam
silence. First of all I dismembered the corpse. I semakin larut, dan aku melakukannya tergesa-
cut off the head and the arms and the legs. gesa, namun secara diam-diam. Pertama-tama,
ku potong-potong mayatnya. Ku penggal
kepala, lengan dan kakinya.

I then took up three planks from the flooring of Kemudian ku angkat tiga papan dari lantai
the chamber, and deposited all between the ruangan itu, lalu menyembunyikan semua
scantlings. I then replaced the boards so potongan tubuhnya di dalam ruang antara
cleverly, so cunningly, that no human eye --not lantai dengan tingkat bawah rumah. Lalu ku
even his --could have detected any thing tutup papannya kembali dengan sangat cerdik
wrong. There was nothing to wash out -- no dan licik, sehingga tidak ada mata manusia
stain of any kind --no blood-spot whatever. I yang bahkan bisa mendeteksi bahwa ada
had been too wary for that. A tub had caught kejanggalan di sana. Tidak ada yang perlu
all --ha! ha! dibersihkan. Tidak ada noda maupun darah
sedikitpun. Aku sudah bertindak dengan sangat
hati-hati. Sebuah bak mandi telah menampung
segalanya -- Ha! Ha!

When I had made an end of these labors, it was Setelah menyelesaikan pekerjaan ini, jam
four o'clock --still dark as midnight. As the bell menunjukkan pukul empat pagi -- masih gelap
sounded the hour, there came a knocking at the seperti tengah malam. Saat bel jam berbunyi,
street door. I went down to open it with a light terdengar ketukan di pintu. Aku pun turun
heart, --for what had I now to fear? There untuk membukanya dengan perasaan tenang, --
entered three men, who introduced themselves, kenapa aku harus takut? Masuklah tiga pria,
with perfect suavity, as officers of the police. A yang memperkenalkan diri dengan sopan,
shriek had been heard by a neighbour during sebagai petugas polisi. Mereka mendapat
the night; suspicion of foul play had been laporan bahwa seorang tetangga mendengar
aroused; information had been lodged at the suara jeritan di malam hari sehingga mereka
police office, and they (the officers) had been curiga dan ditugaskan untuk menggeledah
deputed to search the premises. tempat ini.

I smiled, --for what had I to fear? I bade the Aku hanya tersenyum, --untuk apa aku harus
gentlemen welcome. The shriek, I said, was takut? Aku pun menyambut kedatangan
my own in a dream. The old man, I mentioned, mereka. Ku jelaskan pada mereka bahwa
was absent in the country. I took my visitors all jeritan itu adalah suaraku saat mengigau. Pria
over the house. I bade them search --search tua itu tidak ada di sini, kataku. Aku mengajak
well. I led them, at length, to his chamber. I mereka berkeliling untuk menggeledah seluruh
showed them his treasures, secure, undisturbed. bagian rumah dan meminta mereka mencarinya
In the enthusiasm of my confidence, I brought dengan baik. Akhirnya ku arahkan mereka ke
chairs into the room, and desired them here to kamar pria tua itu. Aku pun menunjukkan
rest from their fatigues, while I myself, in the kepada mereka tempat penyimpanan hartanya
wild audacity of my perfect triumph, placed yang masih aman dan tidak terusik. Dengan
my own seat upon the very spot beneath which percaya diri, ku bawakan mereka kursi dan
reposed the corpse of the victim. mempersilahkan mereka untuk beristirahat
melepas rasa lelah mereka. Sementara aku
dengan beraninya menempatkan kursiku
sendiri tepat di bawah mayat pria tua itu.

The officers were satisfied. My manner had Para petugas merasa puas. Sikapku telah
convinced them. I was singularly at ease. They meyakinkan mereka karena aku memang
sat, and while I answered cheerily, they chatted bertingkah santai. Mereka duduk. Aku
of familiar things. But, ere long, I felt myself menjawab pertanyaan mereka dengan riang,
getting pale and wished them gone. My head dan mereka pun mengobrol dengan akrabnya.
ached, and I fancied a ringing in my ears: but Tak lama kemudian, aku merasa tubuhku
still they sat and still chatted. The ringing memucat dan berharap mereka pergi. Kepalaku
became more distinct: --It continued and sakit, dan telingaku berdengung. Tapi mereka
became more distinct: I talked more freely to tetap duduk dan mengobrol. Dengungan itu
get rid of the feeling: but it continued and semakin jelas dan lebih keras. Aku berbicara
gained definiteness --until, at length, I found apa saja untuk menghilangkan perasaan itu.
that the noise was not within my ears. Sayangnya dengungan itu terus berlanjut dan
semakin pasti sampai akhirnya, aku menyadari
bahwa suara itu tidak berasal dari telingaku.

No doubt I now grew very pale; --but I talked Sekarang, aku makin pucat, tapi aku mencoba
more fluently, and with a heightened voice. berbicara lebih lancar, dengan nada tinggi.
Yet the sound increased --and what could I do? Sayangnya, dengungan itu semakin nyaring.
It was a low, dull, quick sound -- much such a Apa yang bisa kulakukan? Suara itu terdengar
sound as a watch makes when enveloped in rendah, tumpul, dan cepat seperti suara jam
cotton. I gasped for breath -- and yet the yang ditutupi kapas. Aku terengah-engah,
officers heard it not. I talked more quickly -- namun petugas tidak mendengarnya. Aku
more vehemently; but the noise steadily berbicara lebih cepat dan tergesa-gesa, tapi
increased. I arose and argued about trifles, in a dengunganya semakin nyaring. Aku pun
high key and with violent gesticulations; but berdiri dan berdebat dengan para petugas itu
the noise steadily increased. Why would they tentang hal-hal sepele dengan nada tinggi dan
not be gone? I paced the floor to and fro with gerakan yang kasar, tapi kebisingan semakin
heavy strides, as if excited to fury by the meningkat. Mengapa mereka tidak pergi? Aku
observations of the men --but the noise steadily mondar-mandir di lantai ke sana kemari
increased. Oh God! what could I do? I foamed dengan langkah berat, seolah-olah ingin marah
--I raved --I swore! I swung the chair upon karena pandangan mereka, tetapi kebisingan
which I had been sitting, and grated it upon the terus meningkat. Ya Tuhan! apa yang dapat ku
boards, but the noise arose over all and lakukan? Aku meracau, mengoceh, dan
continually increased. It grew louder --louder mengumpat! Ku ayunkan kursi tempatku
--louder! And still the men chatted pleasantly, duduk, dan menggesek-gesekkannya ke papan,
and smiled. Was it possible they heard not? tetapi suara itu muncul di mana-mana dan
semakin jelas. Suara yang timbul lebih keras!
Dan para petugas itu masih saja mengobrol
dengan santai dan tersenyum. Mungkinkah
mereka tidak mendengarnya?

Almighty God! --no, no! They heard! --they Ya Tuhan! --tidak tidak! Mereka
suspected! --they knew! --they were making a mendengarnya! --mereka curiga! --mereka
mockery of my horror!-this I thought, and this tahu! --mereka menertawakan ketakutanku!
I think. But anything was better than this Itulah yang ku pikirkan.… apapun lebih baik
agony! Anything was more tolerable than this daripada penderitaan ini! Apapun akan lebih
derision! I could bear those hypocritical smiles baik daripada cemoohan ini! Aku tidak bisa
no longer! I felt that I must scream or die! and menahan senyum munafik itu lagi! Aku merasa
now --again! -- hark! louder! louder! louder! harus berteriak atau mati! Dan sekarang aku
louder! mendengarnya lagi, bahkan lebih keras.

"Villains!" I shrieked, "dissemble no more! I "Penjahat!" Aku menjerit, "tak ada lagi yang
admit the deed! --tear up the planks! here, perlu ku sembunyikan! Ku akui perbuatanku!
here! --It is the beating of his hideous heart!" Bongkarlah papan-papan itu! di sini, dan di
sini! Ini adalah detak jantungnya yang
mengerikan!"

You might also like