Professional Documents
Culture Documents
LP Palatoskizis
LP Palatoskizis
A. Konsep Medis
1. Definisi Palatoskizis
Celah palatum adalah terpisahnya atap rongga mulut. Adanya celah pada
palatum dapat menimbulkan beberapa masalah yaitu gangguan pada fungsi
bicara, penelanan, pendengaran, keadaan malposisi gigi-geligi, fungsi
pernafasan, perkembangan wajah dan gangguan psikologis dari orang tua pasien
serta adanya gangguan fisiologis lainnya yaitu adanya gangguan pada faring
yang berhubungan dengan fosa nasal, pendengaran, dan bicara. (Cholid, 2013)
Palatoskizis atau bibir tanpa celah langit-langit (Palatum) adalah
malformasi wajah yang umum dimasyarakat, terjadi hampir pada 1 dari 700
kelahiran didunia. Pada populasi prenatal banyak janin dengan labiopalatoskizis
dan palatoskizis memiliki kelainan kromosom atau kelainan lain yang
membuatnya tidak mampu bertahan hidup. Dengan demikian, insidens
labiopalatoskizis dan palatoskizis pada populasi prenatal lebih besar
dibandingkan dengan populasi postnatal.
2. Klasifikasi
- Klasifikasi menurut struktur – struktur yang terkena menjadi :
a. Palatum primer : meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum
durum dibelahan foramen incivisium.
b. Palatum sekunder : meliputi palatum durum dan molle posterior
terhadap foramen.
Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum
primer dan palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral.
- Klasifikasi menurut organ yang terlibat :
1. Celah bibir (labioskizis)
2. Celah di gusi (gnatoskizis)
3. Celah dilangit (Palatoskizis)
4. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan
langit – langit (labiopalatoskizis).
- Klasifikasi menurut lengkap/ tidaknya celah yang terbentuk :
Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan
hingga yang berat, beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
1. Unilateral iincomplete : Jika celah sumbing terjadi hanya di salah satu
bibir dan tidak memanjang ke hidung
2. Unilateral complete : Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu
sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
3. Bilateral complete : Jika celah sumbing terjadi dikedua sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
(A) Celah bibir unilateral tidak komplit, (B) Celah bibir unilateral (C) Celah bibir
bilateral dengan celah langit-langit dan tulang alveolar, (D) Celah langit-langit.
3. Etiologi
1. Kegagalan fase embrio penyebabnya belum diketahui
2. Faktor herediter.
3. Dapat dikaitkan dengan abnormal kromosom, mutasi gen dan teratogen
(agen atau faktor yang menimbulkan cacat pada masa embrio).
4. Insufisiensi zat (asam folat, vitamin C, Zn) untuk tumbuh kembang organ
selama masa embrional.
5. Infeksi, khususnya virus oxoplasma dan klamidia.
6. Obat-obaan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti
talidomid, diazepam, aspirin, kosmetik yang mengandung merkuri dan
timah.
4. Manifestasi Klinis
1. Tampak ada celah pada tekak(uvula) , palato lunak, dan keras atau foramen
incisive
2. Adanya rongga pada hidung
3. Distorsi hidung
4. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari
5. Kesulitan dalam menghisap atau makan
6. Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan
7. Gangguan komunikasi verbal
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rontgen
2. Pemeriksaan fisik
3. MRI ( Magnetic Resonance Imaging ) untuk evaluasi abnormal.
6. Patofisiologi
Palatoskizis adalah penyakit yang disebabkan oleh kontribusi dari faktor
lingkungan serta faktor genetik. Penyebab dari sebagian besar kejadian celah
palatu masih belum diketahui hingga sekarang. Beberapa anak mengalami celah
bibir dan palatum karena adanya perubahan genetik.
Faktor lingukungan dan genetik saling memengaruhi dan berperan
penting dalam patogenesis dari Cleft Lip and Palate (CLP). Ibu yang merokok
selama kehamilan berisiko melahirkan anak yang mengalami CLP karena bisa
terjadi mutasi gen TGF α. Merokok saat kehamilan juga memengaruhi
pertumbuhan embrionik dengan menghasilkan hipoksia jaringan yang
mengganggu pertumbuhan jaringan, khususnya pertumbuhan palatum.
Konsumsi alkohol pada kehamilan sering dikaitkan dengan pola
abnormalitas pada keturunannya yang disebut Fetal Alcohol Syndrome (FAS).
Hal ini dikarenakan konsumsi alkohol oleh ibu hamil dapat memberikan efek
teratogenik seperti retardasi mental, gangguan kardiovaskuler, dan terkadang
juga terjadi clefting atau terbentuknya celah pada ronggal mulut bayinya.
Beberapa obat dapat menginduksi terjadinya CLP. Obat-obatan
kemoterapi seperti aminopterin, methotrexate, cyclophospamide, procarbazine,
dan turunan asam hydroxamic mengganggu sintesis DNA yang menghasilkan
malformasi pada fetus. Penggunaan obat-obatan anti kejang, contohnya
phenytoin, dapat menghambat pertumbuhan embrio secara keseluruhan,
termasuk facial prominences, yang ditandai dengan menurunnya laju proliferasi
sel mesenkimal pada facial prominences sekitar 50%.
7. Penatalaksanaan Post Op Palatoplasti
Manajemen perawatan celah palatum adalah melakukan Diet pasca
bedah langsung harus terdiri atas cairan jernih, seperti minuman glukosa. Sekali
diberikan diet normal harus terdiri atas makanan lunak disusul dengan air steril.
Makanan keras dan manisan harus diberikan selama 2/3 minggu setelah
pembedahan. Pengangkatan jahitan biasanya dilakukan di kamar bedah dibawah
sedasi diantara hari ke-8 atau ke-10.
Bila kemampuan bicara anak tidak berkembang secara memuaskan,
berikan terapi wicara. Ahli terapi wicara harus dijadikan sumber konsultasi pada
semua kasus dan rencana disusun untuk memastikan perkembangan bicara yang
adekuat. Kuantitas pengobatan atau latihan yang akan diberikan oleh seorang
ahli terapi wicara terbatas, sehingga beban utama ditanggung oleh ibu. Oleh
sebab itu, baik ibu maupun anak harus ambil bagian dalam pelajaran ini dengan
ahli terapi wicara sehingga ibu dapat melanjutkan terapi dirumah.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
1) Biodata
Meliputi nama, alamat, umur, agama, kewarganegaraan.
2) Riwayat kesehatan
a. Prenatal
Adanya satu atau lebih faktor predisposisi terjadinya labio /
palatoskisis antara lain toksisitas selama kehamilan, misal : rubella,
pecandu alkohol, terapi fenitoin, genetik, minimum obat / jamu,
upaya.
b. Post Natal
Kondisi labio / palatoskisis adanya riwayat kesulitan dalam proses
manipulasi meneteki, mudah tersedak, distress pernafasan, dipsnea.
3) Pemeriksaan Fisik
a. Distorsi pada hidung
b. Tampak sebagian atau keduanya
c. Adanya celah pada bibir
d. Tonjolan kecil di atas bibir sampai pemisahan total
bibir dan struktur wajah ke dalam dasar tulang.
e. Gigi atas dan ginggiva makin tidak ada.
f. Hidung datar ( Karena penyatuan bibir atas yang tidak
lengkap kemungkinan nodos ke arah horisantal )
Pada palato skisis :
g. Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak
dan keras dan atau foramen incisive
h. Adanya rongga pada hidung
i. Teraba ada celah / terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan
jari.
j. Kesukaran dalam menghisap atau makan
k. Anomali kongenital lain (karena palaton bibir adalah
komponen dari banyak sindrom).
2. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya luka pasca operasi
2. Resiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasive
3. Gangguan komunikasi verbal
4. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah
3. Intervensi Keperawatan
NO. SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri Akut (D. 0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Kategori : Psikologis Definisi Definisi
Subkategori: Nyeri dan Kenyamanan Pengalaman sensori atau emosional Mengidentifikasi dan mengelola
Definisi yang berkaitan dengan kerusakan pengalaman sensori atau emosional
Pengalaman sensorik atau emosional jaringan aktual atau fungsional, dengan yang berkaitan dengan kerusakan
yang berkaitan dengan kerusasakan onset mendadak atau lambat dan jaringan atau fungsional dengan onset
jaringan aktual atau fungsional, dengan berintesitas ringan hingga berat dan mendadak atau lambat dan
onset mendadak atau lambat dan konstan. berintensitas ringan hingga berat dan
berintensitas ringan hingga berat yang Kriteria Hasil konstan Tindakan
berlangsung kurang dari 3 bulan. 1. Keluhan nyeri menurun Observasi
Penyebab 2. Meringis menurun - Mengidentifikasi lokasi,
1. Agen pencedera fisiologis (mis. karakteristik, durasi, frekuensi,
inflamasi, iskemia, neoplasma) kualitas, intensitas nyeri.
2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terapeutik
terbakar, bahan kimia iritan) - Memberikan tehnik non
farmakologis untuk mengurangi
3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, rasa nyeri( mis, TENS,
amputasi, terbakar, terpotong, hipnosis, akupresure, terapi
mengangkat berat, prosedur musik, biofeedback, terapi
operasi, trauma, latihan fisik pijat, aroma terapi, tehnik
berlebihan) imajinasi terbimbing, kompres
Gejala dan Tanda Mayor hangat/dingin, terapi bermain)
- Mengontrol lingkungan yang
Subjektif
memperberat rasa nyeri (mis.
1. Mengeluh nyeri Suhu ruangan, pencahayaan ,
Objektif kebisingan)
Edukasi
1. Tampak meringis
- Menjelaskan penyebab,
2. Bersikap protektif (mis. periode, dan pemicu nyeri
waspada, posisi menghindari - Menjelaskan strategi
nyeri) meredakan nyeri
3. Gelisah - Mengajarkan tehnik non
4. Frekuensi nadi meningkat farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
5. Sulit tidur
Kolaborasi
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Tekanan darah meningkat - Mengkolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
2. Pola napas berubah
Pemberian Analgesik (I.08243)
3. Nafsu makan berubah Definisi
4. Proses berfikir terganggu Menyiapkan dan memberikan agen
farmakologis untuk mengurangi atau
5. Menarik diri menghilangkan rasa sakit.
6. Berfokus pada diri sendiri Tindakan
7. Diaforesis Observasi
4. Defisit Pengetahuan (D. 0111) Tingkat Pengetahuan (L.12111) Edukasi Kesehatan (I. 12383)
Kategori : Perilaku Definisi : Mengajarkan pengelolaan
Subkategori : Penyuluhan dan Definisi : kecukupan informasi kognitif
faktor risiko penyakit dan perilaku
Pembelajaran yang berkaitan dengan topic tertentu
hidup bersih serta sehat
Definisi : Ketiadaan atau kurangnya krirteria hasil :
informasi kognitif yang berkaitan dengan 1. Pertanyaan tentang masalah yang Tindakan
topik tertentu. dihadapi meningkat Observasi :
2. Persepsi yang keliru terhadap 1. Identifikasi kesiapan dan
Penyebab : masalah menurun kemampuan menerima informasi
1. Keterbatasan kognitif
2. Identifikasi faktor-faktor yang
2. Gangguan fungsi kognitif
dapat meningkatkan dan
3. Kekeliruan mengikuti anjuran
menurunkan motivasi perilaku hidup
4. Kurang terpapar informasi
bersih dan sehat
5. Kurang minat dalam belajar
6. Kurang mampu mengingat
Terapeutik :
7. Ketidaktahuan menemukan sumber
1. Sediakan materi dan media
informasi
pendidikan kesehatan
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan
Gejala dan tanda mayor sesuai kesepakatan
Subjektif 3. Berikan kesempatan untuk
1. Menanyakan masalah yang dihadapi bertanya
Objektif
1. Menunjukkan perilaku tidak sesuai Edukasi :
anjuran 1. Jelaskan faktor risiko yang dapat
2. Menunjukkan persepsi yang keliru mempengaruhi kesehatan
terhadap masalah 2. Ajarkan perilaku hidup bersih dan
sehat
Gejala dan tanda minor : 3. Ajarkan strategi yang dapat
Subjektif (tidak tersedia) digunakan untuk meningkatkan
Objektif perilaku hidup bersih dan sehat
1. Menjalani pemeriksaan yang tidak
tepat
2. Menunjukan perilaku berlebihan (mis.
Apatis, bermusuhan, agitasi, histeria)
Kondisi klinis terkait
1. Penyakit klinis yang baru dihadapi
klien
2. Penyakit akut
3. Penyakit kronis