You are on page 1of 13
DETEKSI DINI GANGGUAN KOKLEA BERDASARKAN PEMERIKSAAN OTOACOUSTIC EMISSIONS PADA NEONATUS Heru Agus Santoso, Haris Mayagung Eko Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr, Soetomo Surabaya PENDAHULUAN Pendengaran memegang peranan yang sangat penting bagi anak dalam mempelajari bicars dan _bahasa, sosialisasi dan perkembangan kognitif Anak belajar berbicara berdasarkan pada apa yang dia dengar, sehingga gangguan pendengaran yang dialami anak sejak Iahir akan -mengekibatkan keterlambatan berbicara dan berbahasa (Abiratno, 2003; 2004). Mengutip Suzuki (2004) bahwa gangguan pendengaran adalah Kecacatan yang tidak —_kelihatan, Berlainan dengan cacat kelahiran yang lain, gangguan ——_pendengaran mempunyai kesulitan dalam deteksi (Suwento, 2004), Di Amerika Serikat pada kasus gangguan pendengaran yang sedang sampai berat rata-rata Gideteksi pada usia 20-24 bulan. Pada. kasus gangguan pendengaran yang. ringan ditemukan pada usia rata — rata. 48 bulan, Bahkan pada kasus gangguan pendengaran yang unilateral baru dapat diidentifikasi pada usia sekolah (Masson, 1998). Intervensi dini pada _gangguan pendengaran dapat memberikan hasil yang lebih baik dalam kemanpuan untuk berbicara dan berbahasa. Penanganan gangguan pendengaran yang dini terbaik dilakukan dibawah usia 6 bulan karena akan memberikan hasil intervensi yang optimal (Moeller, 2000; Task Force on Newborn and Infant Hearing, 1999; Joint Committee on Infant Hearing, 2000; Yoshinaga ef al, 1998; Sininger et af, 1999). Penggunaan alat pemeriksaan pendengaran dengan’ metode: clektrofisiologik dan —_teknologi moderensangat membantu dalam deteksi dini gangguan pendengaran. Auditory Brainstem Response (ABR), OioAcoussic Emission (OAB) dan Tympanometry digunakan schagai lal untuk melakukan deteksi gangguan pendengaran pada bayi baru Tahir karena dapat melakukan pengukuran secara akurat dan obyektif (Joint Committee on infant Hearing, 2000). Gangguan pendengaran adalah kasus kelainan bawaan _ tersering dengan angka kejadian berkisar antara 1 sampai 3 kejadian setiap 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut dapat meningkat 10 hingga 50 kali lipat bila dilakukan survei pada kelompok dengan risiko tinggi (Meyer et al, 1999). Angka kejadian gangguan pendengaran pada neonatus yang Giobservasi ketat di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) adalah 2,5 setiap 100 bayi risike tinggi (Smith ex al, 1994), Suwento (2004) mencatat pada Survey Kesehatan Mata dan Telinga (1994 — 1996) dilndonesia didapatkan prevalensi gangguan —_pendengaran adalah 16.8%, tult 04% dan tuli kongenital 0.1%. Pemeriksaan OAE sensitif untuk mengetahui adanya kerusakan pada disfungsi ower Aaircell pada koklea (Joint Committee on Infant Hearing, 2000). Pemeriksaan QAE juga cukup efektif sebagai alat sercening karena selain sensitif’ juga cukup murah (Kezirian er al, 2001), Minesore Newborn Hearing Screening Program memakai OAE sebagai standar pemeriksaan awal, apabila didapatkan abnormalitas baru diperiksa dengan ABR. B Anatomi Organ Pendengaran Organ pendsngaran—_dibagi menjadi organ pendengaran perifer dan sentral. Organ pendengaran perifer secara anatomi terdiri dari telings luar, telinga tengah dan telinga dalam sampai Ke hatang otak. Sedangkan organ pendengaran sentral dimutai dari batang otk sampai korteks serebri (Mills, Adkins, 1993). Telinga lar terdini dari daun telinga dan liang telinga Ivar sampai membran timpani. Daun telings terdiri dari tulang rawan clastin dan kulit Liang telinga berbentuk huruf 5. Sepertiga bagian Ivar kerangkanya dibentuk oleh tulang rawan. Dua pertiga sisanya dibentuk oleh tulang ( Mills, Adkins, 1993) Telinga tengah adalah ruang keeil antara membran timpani dan telinga dalam, Tulang — tulang pendenyaran seperti malleus, inkus dan stapes terletak di telinga tengah ( Mills, ‘Adkins, 1993) Telings dalam disebut juga sebagai organ labirin, Labirin memiliki agian vestibuler dan koklear (Mills, Adkins, 1993) Anatomi Koklea Koklea merupakan organ yang memiliki hubungan dengan —fungsi pendengaran, Koklea_—_berbentuk melingkar seperti rumah siput dengan 2% lingkaran sepanjang 3.5 cm. Aksis dibentuk oleh dinding dalam sel koklea menyerupai spiral dischut sebagai modiolus. — Sepanjang — modiolus terdapat Kanalis longitudinalis modioli berisi serabut saraf dari nervus koklearis. Rongga koklea dibagi menjadi 3 bay yaitu duktus koklearis atau skala media yang berisi endolim di bagisn tengah, bagian atas adalah skalavestibuliberisi-perilim dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh selaput halus terdiri 2 lapis sel disebut_ membrana Reisner. Bagian bawah yaitu. skalatimpani juga mengandung perilim, dipisabkan dari duktus koklearis olch lamina spiralis oscus dan membrana basilaris, Perilim pada kedua skala berhubungan di apeks Kkoklea melalui suatu celah disebut helikoptrema (Ballenger, Austin, 1991; Salvi et al, 1991). Penampang —aksial ~— duktus koklearis berbentuk segitiga dengan dasamya dibentuk oleh membrana basilaris yang terbentang dari tepi bebas lamina spiralis Koklea ke ligamentum spirale. Ligamentum spirale berhubungan dengan stria vaskularis yang —berisi banyak pembuluh darah == kapiler dan mengandung sel — sel granuler tipe sekresi, serta membentuk dinding nar skala im Membrana _ basilaris sempit dan kaku pada bagian bas melebar dan febih fembut di bagian apeks, Pada membrana spiratis tersebut tefletak orgunon spirale atau organon Corti yang mengandung organel penting sebagai reseptor pendengaran, Organon Corti mempunyai tiga bangunan penting yaitu sel rambut (hair cell), sel penyokong dan membran tektoria. Sel — sel rambut tordiri atas satu baris sel rambut dalam (inner hair cell) sebanyak kurang Iebil 12000 sel (Gambar 1) (Ballenger, Austin, 1991; Salvi er al, 1991; Ryan, 2000), Gambar 1, Penampang Koklea (Ballenger, Austin, 1991) Serabut saraf VII caban, auditorius di dalam modiolus naik keaias hingga ujungnya mencapai sel rambut melalui saluran kecil di dalam lamina spiral asea, yaitu suatu 29 penonjolan keluar dari modiolus yang terlciak pads duktus koklea di bagian sentral, Badan sel neuron ini berkelompak sepanjang modiolus pada basis lamina spiral membentuk ganglion spirale, Kedua susunan sel rambut dalam dan luar dipisahkan oleh tonofibril sel pilar luar dan dalam yang. berbentuk buruf V terbalik sehingga struktur penyokong bagian tengah cukup kuat. Ruang diamtara pilar tersebut terowongan Corti (Corti funnel) yang berisi suatu cairan yang berbeda dengan endolim yaitu kortilim yang mempunyai Komposisi cairan sama dengan eairan serebrospinsl (Ballenger. Austin, 1991; Salvi et al, 1991: Ryan, 2000), Fisialogi Organ Pendengaran Fisiologi fungsipendengaran pada neonatus sama dengan anak atau dewasa, Secara fisiologi proses pendengaran dibagi dalam 3. urutan peristiwa yaitu pemindahan energi fisik yang berupa stimulus bunyi ke organ pendengaran, konversi atau transduksi yaitu pengubahan energi fisikt stimulasi tersebut ke organ penerima dan penghantaran impuls saraf ke korteks pendengaran (Groves, 1979). Dalam penerimaan bunyi proses transmisi dibedakan menjadi dua bagian sesuai organ penerima yaitu transmisi secara aerodinamik dan hidrodinamik. — Pada_——_iransmisi acrodinamik, stimulus bunyi berpindah dari meatus akustikus eksternus ke membran timpani sampai ke tulang pendengaran, Sedangkan transmisi hidredinamik, stimulus bunyi berpindah dari fenestra oval ke auris intema melalui cairan perilim dan endolim (Groves, 1979), Dalam koklea terjadi dua proses penting. Pertama proses transmisi hidredinamik yaitu perpindahan energi bunyi dari foramen oval ke sel bersilia. Kedua proses transduksi yaitu terjadi pengubahan pola energi bunyi pada organon Corti menjadi potensial aksi dalam saraf_auditorius, Mckanisme transmisi terjadi karena stimuli bunyi menyebabkan bergetarnya pet dalam skalavestibuli dan endolim dalam skala media yang selanjutnys akan menggetarkan = membrana basilaris. Membrana _basilaris merupakan satu kesatuan yang berbentuk lempeng getar sehingga bila mendapat stimuli bunyi akan bergetar seperti gerakan gelombang disebut sebagai mraueling wave (Groves, 1979; Ballenger, Austin, 1991). Proses transduksi terjadi karena perubaham bentuk membrana basilaris. Perubahan bentuk tersebut karena bergesernya membrana retikularis dan membrana tektoria akibat stimulus bunyi. Pada tempat —amplitudo maksimum pergeseran tersebut_akan mempengaruhi sel rambut dalam dan sel rambut luar sehingga terjadi loncatan potensial listrik. Potensial lisirik ini akan diteruskan oleh serabut saraf aferen yang berhubungan dengan sel rambut sebagai impuls saraf ke otak untuk disadari sebagai sensasi mendengar (Groves, 1979). Pengetehuan mengenai fenomena listrik dalam koklea sangat penting untuk diketabui untuk menerangkan fisiologi bunyi dikokles. Terdspat tiga jenis proses biaelektrik dikokles yaitts; potensial — endokoklea, mikrofoni koklea dan potensial sumasi. Potensial endokoklea sclalu ada ssat_istirahat sedangkan potensial lainnya hanya muncul bila ada stimulasi bunyi (Ballenger, Austin , 1991) Dalam skala media terdapat potensial listrik positif sebesar 80 mV, sedangkan pada sel rambut dan vaskularis terdapat potensial listrik negative sebesar -80mV_sehingga terdapat_ beda —potensial sebagai potensial endokoklea sebesar 160 mV. Stria vaskularis merupakan sumber potensial endokoklea yang sangat sensitif terhadap anoksia dan zat kimia yang berpengaruh terhadap H metabolisme — oksidasi rofoni koklea dihssilkan area scl indera bersilia dan membrana tektoria olch pengaruh listrik akibat vibrasi suara pada silia atau sel inderanya. Mikrofoni koklea sangat bergantung pada oksigen. Mikrofoni koklea akan hilang bila kekurangan —oksigen Organon spirale tidak secara Jangsung menerima oksigen dari darah akan tetapi melalui sistem difusi dari stra vaskularis yang menembus dan melewati skal media, akhirnya oksigen mencapai sel indera bersilia Tekanan oksigen dalam batas normal tertinggi (44-77 mmHg) terdapat di dekat stria vaskularis, bila tekanan oksigen mencapai tingkat kritis G4 mmHg) akan menyebabkan proses metabolisme oksigen terhenti. Fungsi koklea akan menurun. dengan hehat bila terjadi penurunan konsentrasi oksigen, aliran darah dan obstruksi arteri. pada koklea. Stimuli suara cenderung menurunkan suplai oksigen ke onginon spirale dan sekaligus memerlukan aktifitas metabolik dan oksigen yang besar. Dalam keadaan demikian sel — sel bersilia rentan terhndap terjadinya kerusaken (Groves, 1979) Porensial somasi tidak mengikuti Tangsang svara dengan spontan tetapi sebanding dengan akar pangkat dua tekanan suata. Potensial somasi dihasilkan oleh sel indera bersilia dalam yang cfektif pada intcnsitas suara tinggi, Sedangkan mikrofoni koklea dihasilkan lebih banyak pada outer hair cell, Bila terdapat rangsang diatas nilai amhang, serabut saraf akan bereaksi menghasilkan potensial aksi, Serabut sara? mempunyai penerimaan terhadap frekuensi optimum rangsang suara pada nilai ambangnya, dan tidak bereaksi terhadap setiap intensitas (Ballenger, Austin, 1991), Dari koklea, rangsang suara diteruskan menuju korteks — serebri Pada korteks sercbri rangsangan sua diterima pertama kali oleh korteks auditori primer. Setelah itu rangsangan suara ditcruskan ke auditor’ sckunder (area asosiasi) agar suara dapat dikenali, Kemudian, rangsangam suara diteruskan ke posterior labus temporilis (area Wernicke) schingga dapat dimengerti (Mills, Adkin, 1993). Gangguan Neouatus Beberapa kepustakaan membagi gangguan pendengaran menjadi tiga kelompok yaitu (Meyerhoff, 1984; Sjarifuddin, 2003; Soctirto, 2003): tuli konduksi, tuli sensori-neural, dan tuli campuran Meyerhoff menyebutkan bahwa gangguan pendengeran dapat muneul sebagai tanda atau gejala, sebagai penyakit primer atau sebagai bagian dari proses suatu penyakit, Dapat juga sebagai manifestasi dari suate Sindroma, Beberapa gejala lain yang dapat muncul mengikuti gangguan pendengaran adalah tinitus, pusing, gangguan kescimbangan atau vertigo, olalgia, otore (Meyethoff, Carter, 1984) Tuli konduksi diskibatkan oleh malfungsi dalam menangkap suara oleh telinga luar juga bisa dikarenaken oleh obstruksi liang telinga, gangguan dalam —mentransfer enerai — suara menujy koklea karena gangguan pada membran timpani dan osikulae pada telinga tengah (Meyerhoff, Carter, 1984) Tuli sensorineural disebabkan Karena adanya esi pada elemen reseptor sensoris pada koklea atau pada saraf auditorius (tuli sensorineural perifer) atau lesi bisa terdapat pada pusat pendengaran yang lebih tinggi (uli sensorineural senwal), Tuli sensorineural harus dibedakan antara koklear dan retrokoklear. Tuli koklear adalah kegagalan pada reseptor atau transduser didalam koklea. Tuli retro koklear dimana kerusakan terletak pada saraf auditorius dan area. proses sentral (MeyerhofT, Carter, 1984). Pendengaran pada x Tuli campuran dimana kedva clemen, uli konduksi dan tli sensorineural didapatkan — sceara bersamaan — (Meyerhoff, 1984; Sjarifuddin, 2003; Soetirto, 2003) Metode Klasifikasi yang lain adalah dibedakan dari onset, sisi genetika, progresivitas penyakit Abiratno (2003; 2004) menambahkan dalam mengklasifikasikan gangguan pendengaran perlu diperhatikan : I, Jenis gangguan: tie konduksi, sensorineural, campuran, 2. Waktu berlangsungnya: menetap, sementara, memberat 3, Derajat gangguan — pendengaran: ringan, sedang, berat, 4. Onset gangguan — pendengaran: periode pralingual atau post lingual. 5, Faktor penyebab Faktor penyebab — gangguan pendengaran pada neonatus sebagai berikut 1, Penychab prenatal Ketulian masa prenatal dapat terkait dengan faktor genetik atau non genetik. a) Faktor genetik Ketulian yang terjadi disebabkan karena organ telinga tidak berkembang normsl, misalnya koklea tidak berkembang normal, Kelainan ini sifat autosomal resesif. Beberapa asus diantaranya —disertai dengan kelaiman —kongenital lain misalnya albinisme, hiperpigmentasi, atau penyakit Usher. Penyakit Usher ditandai dengan tuli sensorineural, retinitis pigmentosa yang progresif, rabun malam, katarak, gangguan —psikis, _retardasi imental, afasia, dan gangguan keseimbangan, Lokalisasi lesi penyakit ini di koklea dan saraf sentral (Jung, Nielsen, 1991) 2. b) Faktor non genctik Trimester pertama kehamilan merupakan saat yang paling penting dan perlu diperhatikan, Setiap gangguan atau kelainan yang terjadi disaat tersebut dapat menyebabkan ketulian pada anak. Infeksi bakteri atau virus yang sering —-menimbulkan kelainan pada bayi adalah Toksoplasma, Rubella, sitomegalovirus, Herpes dan Sifilis (TORCHS), Selain itu Parotitis dapat menychabkan tuli sensorineural, Kebanyakan infeksi tersebut menyebabkan kelainan di koKlea, retro koklea atau susunan sara’ pusat dari janin, (Jung, Nielsen, 1991). Penyebab ketulian masa perinatal Pada saat persalinan, bayi dapat mengalami —risiko—- menderita, gangguan —pendengaran atau, ketulian. Berbagai—_ penyebab ketulian perinatal misalnya lahir prematur, berat badan lahir rendah (<1500 ge), tindakan saat proses kelahiran seperti ekstraksi dengan vakum, atau ‘forsep, hiperbilirubinemi (bilirubin >20 mg/100 mb, dan asfiksi dengan Apgar Score < 3 pada 3 menit pettama (Jung, Nielsen, 1991), Penyebaby ketulian masa postnatal Setelah bayi lahir dan selama masa pertumbubannya dapat terkena berbagai_ macam penyakit atau trauma yang dapat’ menyebabkan gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran tersebut | misalnya karena infeksi bakteri (sepsis), yang sering disebabkan oleh Betahaemolytie streptococcus, Escherichia coli, Listeria monocytogenesis dan Hemophitus influence, Umumnya _infeksi tersebut menyebabkan ketulian jenis sensorineural. Sedangkan infeksi telinga tengah atau trauma kepala dapat menyebabkan tuli_ konduksi dan atau tuli sensorineural, Selain R ketulian dapat disertai gangguan keseimbangan (Jung, Niclsen, 1991). Joint Committee on Infawt Hearing (2000) menetapkan pedoman risiko tinggi neonatus ( 0 = 28 hari) tetkena —_gangguan pendengaran bila ditemukan kondisi sebagai berikut : 1) Riwayat —_keluarga ketulian sejak lahir 2) Riwayat —infeksi (TORCHS) 3) Anomali kraniofasial 4) Sindroma yang berhubungan dengan ketulian 5) Berat badan lahir rendah 6) Perawatan di NICU > 48 jam 7) Respiratory distress syndrome 8) Bronchio-pulmanary dysplasia 9) Ventilasi mekanik > 36 hart dengan prenatal Pemeriksaan Neonatus Pemeriksaan pendengaran pada nenatus membutuhkan ketelitian dan kesabaran dari pemeriksa karena tingkat kooperatif yang rendah, Beberapa —pemeriksaan baru bisa dikerjakan pada usia yang lebih tinggi sehingga dibutuhkan swatu uji yang bisa dikerjakan tanpa_membutubkan kerjasama dari pasion seria memberikan hasil yang okurat dan Pendengaran pada dapat dipereaya secara obyektif (Norther, 1991) Beberapa lat pemeriksaan pendengaran yang obycktif berdasar alas proses fisiologi diantaranya otoacoustic — emissions, auditory brainstem respons dan clektroakustik imitans ( Abirato, 2405). Baku mas yang direkomendasikan oleh JCIH adalah OAE dan AABR ( Pumami, 2008; Suwento, 2007 } Metode pemeriksaan bisa satu twhap atau dua tahap, tapt idealnya 2 tahap (Suardana, Wiranada, 2007; suwento, 2007 ). Sistem deteksi yang, dilakukan bisa pada semua bayi baru labir atau hanya pada bayi dengan risiko gangguan pendengaran (Suwento, 2007). Otoacustic Emissions Batasan Otoacoustie Emissions (OAE) adalah gelombang—suata.—_-yang dihasitkan oleh koklea secara spomtan atau dengan rangsangan (Collet et af, 1989; Gelfand, 1997; Probst et al, 1997; Kemp, 2000; Pachigolla, 2000). Konsep Dasar OAE OAE merupakan —_gelombang suara yang dihasilkan sebagai respon vibrasi dari dalam koklea baik secara spontan atau dengan rangsangan. Gelombang ini dapat didetcksi dan direkam oleh alat yang diletakkan di kanalis akustikus "eksternus. Untuk dapat menangkap dan_membangkitkan gelombang OAE dibutuhkan 4 kompanen penting (gambar 2), Pertama, probe yang diletakkan di liang telinga. Probe tersebut terdiri Gari foudspeaker sebagai_penghasil rangsangan dan mikrofen untuk menangkap gelombang OAE di dalam kanalis akustikus cksternus, Untuk mendapatkan hasil yang dapat dipercaya, diperlukan pemasangan probe dengan baik. Penutupan liang telinga dengan probe secara ketat akan meningkatkan tekanan suara akibat getaran yang ditimbulkan membrana timpani sehingga mempengarubi hasil pengukuran (Probst ef af, 1997). Gambar 2. Komponen untuk membangkitkan dan menangkap —_gelombang, OAE (Probst et al., 1997) 3B Selain itu probe juga _berfungsi mencegah masuknya suara dari luar telinga yang tidak diinginkan. Kedua, kanalis akustikus eksternus dan telinga tengah. Telinga tengah harus bekerja baik agar dapat menghantaran rangsangan vibrasi gelombang suara yang masuk ke dalam koklea dan dipantulkan = Kembali menuju membrana timpani, Ketiga, cochlea partition sebagai proses makromekanik transduksi harus berfungsi bai. Keempat, fungsi sel rambut luar termasuk sistem —_mikromekanik- transduksi harus dapat bekerja dengan baik. Bila sel rambut luar rusak misalnya oleh karena trauma akustik, penggunaan obat ototoksik dan proses degenerait seperti DM, — maka. gelombang OAE akan berkurang atau bahkan menghilang (Gelfand, 1997; Probst et af, 1997), Apabila ada gelombang OAB, kemungkinan besar fungsi koklea dan telinga tenga normal, atau paling tidak pendengaran di sckitar stimulus frekuensi yang, memberikan respon dalam —_batas normal. Keberadaan OAE menunjukkan fungsi sel rambut luar koktea dalam kondisi sehat, koklea yang seat, dapat menghasitkan vibeusi intemal secara spontan baik dengan tau. tanpa pemberian rangsang akustik (Probst er al., 1997), Konsep dasar timbulnya OAE dapat diketahui secara sederhana, yaitu membandingkan koklea dengan suatu ruangan dari logam yang menyerupai akustik telinga finanimate cavity). Rangsangan gelombang suara yang diberikan pada koklea menghasilkan bentukan gelombang dan dikenal sebagai cochlear echo atau Kemp echo. Sedangkan pemberian — rangsangan gelombang suara pada incnimate cavity. tidak. menghasilkan gelombang suara yang dapat ditangkap oleh probe di liang telinga luar (Gelfand, 1997; Smith, 2000), Gelombang OAE yang timbul pada koklea seting disebut preneural event olch Karena _gelombang svara yang dihasilkan belum —disalurkan kesaraf auditorius. Akan tetapi untuk mengetahui apakah ada masalah fungsi neural disepanjang jalan pendengaran masih harus diperiksa dengan tes audiologi yang lain (Gelfand, 1997; Smith, 2000: Abiratno, 2003). denis OAE Peran OAE dalam memberikan informasi tentang pendengaran perifer berbeda dengan Andisory brainstem response (ABR) atau_—_tes clektofisiologi yang lain. OAE tidak menggunakan elektroda, pengukuran berdasarkan akustikt dan bukan listrik, Kondisi pendengaran perifer dinilai secara langsung = alau dengan menggunakan rangsangan. Sehingga ada dua jenis OAE yang dikenal yaitu spomtaneous otoacoustic emissions (SOAE) dan eveked OAE. SOAE merupakan OAE yang muncul secara spontan tanpa pemberian rangsangan, Sedangkan evoked OAE yaitu OA baru timbul = setelah ~—diberikan rangsangan dari luar. Ada tiga jenis evoked OAE yang wansient evaked otoacoustic emissions (TEOAE) dan distortion product atoacoustie emissions (DPOAE), sustained. frequency otoacoustic emissions (SFOAE) (Gelfand, 1997, Kemp, 2000; Smith, 2000; Brownel, 2002; Campbell, 2006). a, Spontaneous Otvacoustic Emissions Spontaneous oroacoustle emissions (SOAE) adalah gelombang suara berasal dari koklea dan terjadi seeara spontan tanpa diberikan suatu rangsangan, SOAE terjadi oleh karena adanya pantulan energi traveling wave pada koklea yang —-mengalami perubahan impedance, SOAR diperoleh dengan meneatat gelombang suara yang timbul di Hang telinga menggunakan probe yang dipasang di liang telinga. Spektrum gelombang H yang ditangkap dianalisa dengan suatu sisicm analisa OAE, Gelombang, SOAE yang timbul biasanya pada frekuensi antara 1000 Hz ~ 3000 Hz dan jarang timbul pada frekuensi dibawah 500 Hz. Intensitas gelombang SOAE yang timbul sangat lemah dan besamya herkisar antara 10 sid 20 dB sehingga untuk mengukur SOAE diperlukan rata — rata beberapa spekirum —gelombang ——_sehingga dihasitkan SOAE diatas background suara yang terekam di liang telinga (Bright, 1997; Gelfand, 1997) Prevalensi SOAE relatif lebih rendah daripada TEOAE atau DPOAE, tetapi prevalensi yang rendah tersebut bukan merupakan Karakteristik dari populasi secara keseluruhan, Oleh karena prevalensi yang rendah tersebut maka secara klinis, pengaunaan SOAE agak terbatas, SOAE juga memiliki keterbatasan lain yaitu hanya sedikit SOAE yang dapat direkam atau bahkan hanya pada satu hari sisi telings. SOAE dapat timbul pada fickuensi yang berbeda di bagian telinga yang herbeda pula, SOAE dijumpai pada frekuensi yang terbatas dan memiliki amplitudo” yang bervariasi. Insidens tertinggi dari SOAE yaitu sekitar 84% dapat dijumpai pada populasi neonatus preverm dan jilterm, Wanita lebih banyak dari pada laki — loki (Gelfand, 1997; Martin et af, 1997; Kemp, 2000; Smith, 2000; Brownel, 2002). b. Transient Evoked Otoacoustic Emissions Transient evoked otoacoustic emissions (TEOAE) adalah gelombang OAE. yang dibasilkan oleh koklea setelah —-mendapat —_rangsangan, Rangsangan itu dapat berupa elick ate fone burst. TEOAE sering pula disebut dengan click — evoked otoacoustic emissions, Kemp echo atau cochlear echo. Peralatan yang dipergunakan untuk mencatat TEOAE terdiri dari probe yang, berisi loudspeaker dan mikrofon, amplifier, filter serta sistem analisa signal (gambar .3), Gambar 3. Peralatan untuk membangkitkan dan menangkap — TEQAE serta hasil pemeriksaan TEQAE (Gelfand, 1997) Untuk =mendapatkan =TEOAE dipergunakan —rangsangan lick. Rangsangan tersebut akan mengenai seluruhbagian koklea — schingga menghasilkan respons yang melibatkan beberapa frekuensi. Respon tersebut disebut ftekuensi spesifik multipel Besamya rangsangan yang diberikan 60 — 80 dB SPL. Gelombang suara TEOAE memiliki amplitudo yang sangat kecil, Untuk membedakan dengan background noise, dipertukan sejumlah besar rangsangan effck, Rangsangan tersebut dimonitor selama periode wakiu yang pendek yaitu sekitar 20 mili detik. Gambaran gelombang yang muncul setelah organ Corti mendapat rangsangan menjadi kurang jelas oleh karena rangsangan di beberapa area organ Corti memberikan respons karakteristikt frekuensi masing —masing. Oleh karena itu, respon yang timbul dianalisa dengan mengeunakan analisa spektrum (signal processing) agar dapat memisahkan tiap — tiap respon, Pada gambar 2.2, tampak hasil pemeriksaan TEOAE yang timbul beberapa saat setelah _ pemberian rangsangan click Lama TEQAE yang timbul berkisar antara 5 — 20 mili Ee detik. Hal terscbutmencerminkan wakiw yang diperlukan rangsangan click untuk mencapai bagian tertentu dari koklea dan kembali lagi sebagai TEOAE yang ditangkap mikrofon di dalam fiang telinga. Waktu yang ditempuh ini akan lebih pendek pada lokast dekat dengan basis koklea dan sebaliknya waktu akan meningkat bila dekat dengan apcks koklea, Secara umum TEQAE yang normal timbul pada fiekuensi 400 Hz ~ $00 Hz sampai 4000 Hz atau frekuensi yang. lebih tingui lagi (Gelfand, 1997; Kemp, 2000; Smith, 2000; Browriel, 2002). TEOAE. dijumpai pada hampir semua individu yang. memil pendengaran normal termasuk bayi bam lahir. Hasil dari berbagai penelitian pada orang dewasa menunjukkan TEOAE sebesar 99%, bila hearing level pada frekuensi 0.25 ~ & KHz lebih baik dari 20 dB. Hilangnya TEOAE dapat terjadi pada keadaan yang menimbulkan gangguan pada koklea seperti obat - obat ototosik, hipoksia, paparan suara yang. tinggi, proses degeneratif seperti DM. TEOAE menghilang pads penderita gangguan —pendengaran jens sensorineural antara 30: dB ~ 30 dB dan penderita dengan gangguan pendengaran jenis konduksi, Hal tersebut terjadi oleh Karena adanyn hambatan —transmisi —_gelombang, TEOAE kembali ke probe di liang, telings (Gelfand, 1997; Probst et al., 1997). Hal teepenting untuk menilai gambaran TEQAE adalah distribusi spektrum dan bentuk —gelombang (Probst et ai, 1997; Abiratno, 2003). Terdapat beberapa parameter yang dipergunakan untuk menilaihasil pemeriksaan TEOAE (gambar 4 ). Diantaranya yaity (A) Korelasi keselurubin antara dua gelombang, yang dihasilkan dari proses averaging, komputer (wave reproducibility); (B) Overall Amplitude re > Naise; (C) Amplitude and Reproducibility in Frequency Bands; (D) Threshotd dan (E) Waveform Analysis, Hasil tersebut diperoleh teknik pracesving komputer. Kriteria normal yang dipakai bervariasi. Menurut Kemp (2000), hasil TEOAE dianggap positif bila didapatkan wave reprociucthility sebesar 30%. Sedangkan Prieve ef al (2002) berpendapat, asi] TEQAE dianggap positif bila didapatkan wave reproducibility sebesar 60% dengan minimum | amplitudo —_secara keseluruhan dibandingkan — dengan bising tempat pengukuran (signal aad noise ratio) = 3 dB diatas noise floor yang diukur pada masing — masing frekuensi. Gorga dkk (dikutip Gelfand, 1997) pada penelitiannya menyebutkan kritetia hasil. TEQAE dianggap —positif (normal) _ bila didapatkan = wave reproducibility: sebesar S$ — 70%, Hasil TEOAE positif menunjukkan fungsi sel rambut luar koklea masih berfungsi aik. Bila hasil TEOAE negatif, menunjukkan fungsi sel rambut Juar koklea yang menurui (Probst ef af, 1997); Kemp, 2000; Smith, 2000), Penggunaan = TEOAE sebagai skrining bay’ bara ahir bersama dengan alat yang lain yaitu ABR dan timpanometer, — Beberapa —_peneliti menyebutkan —sensitivitas. dan spesifisitas TEOAE sebagai alat skrining bayi bar lahir. Biasanya sensitivitas diperkirakan 85 ~ 95% dan spesifisitas 90% atau lebih besar (Smith, 2000) Gambar 4. Parameter untuk menilai hasil TEOAE (Haris dan Probst, 1997) x ©. Distortion Product Otoacoustic Emissions Distortion product otoacoustic emissions (DPOAE) merupakan gelombang suara yang timbul_ bila koklea dirangsang” secara simultan dengan dua nada suara_-yang. mempunyai ftekuensi yang berbeda. Dua nada stata tersebut kemudian disepakati sebagai fi untuk nada yang. mempunyai frekuensi rendah dan f untuk nada dengan fiekuensi lebih tinggi. Sebagai respon dari rangsangan kedus nada tersebut maka koklea akan menghasilkan nada stara lain pada frekuensi yang berbeda. Nada suara yang timbul tersebut kemudian dikenal sebagai distortion produet dari koklea Distortion product yang — muncul kemudian dipantulkan Kembali menuju meatus akustikus ekstemus. sebagai OAE (Gelfand, 1997; Martin et 1997; Kemp, 2000; Smith, 2000; Brownel, 2002), Peralatan untuk mencatat DPOAE yaitu suatu probe di dalam liang telinga. Probe tersebut berisi dua. loudspeaker dan satu -mikrofon. Loudspeaker menghasilkan stimulus. nada dengan frekuensi yang herbeda sedangkun mikrofon menangkap DPOAE yang dihasilkan oleh koklea. DPOAE yang diterima kemudian dianalisa oleh sistem analisa spekirum dan dimunculkan dalam — bentuk diagram. DPOAE dapat timbul pada semua telinga yang normal akan menghilang bila terdapat gangguan pendengaran sensorineural sebesar 50 dB — 60 dB (Gelfand, 1997; Martin er al, 1997), , Sustained — frequency Otoacoustic Emissions Sustained = — frequency. otoacoustic emissions (SFOAE) merupakan respon yang merekam gelombang —kontinyw arena gclombang stimulus dan mist terekam oleh mikrofon. Saat ini SFOAE tidak digunakan secara klinis( Campbell, 2006 ) Kegunaan OAE dalam Klinik Beberapa peneliti_menyebutkan kegunaan dari OAE di dalam klinik yaitu untuk — skrining —gangguan pendengaran pada bayi dengan risiko tinggi, skrining gangguan pendengaran pada anak sekolah, skrining ganggusn pendengaran anak yang tidak kooperatif, monitoring fungsi koklea akibat bat ototoksik, mengetahui fungsi koklea akibat trauma akustik, kebisingan serta proses degeneratif seperti pada penderita’ = DM, hiperlipidemia (Gelfand, 1997; Probst etal, 1997; Kemp, 2000; Smith, 2000; taz, 2001; Lalaki, 2004) R KASAN Pendengaran memegang, persnan penting bagi snak untuk perkembangan bicara, bahasa, sosialisasi dan perkembangan kognitif. Gangguan pendengaran merupakan kasus kelainan bawaan lersering yang akan meningkat tajam prevalensinya pada kelompok risiko tinggi. Deteksi dini sangat diperlukan agar dapat dilakukan intervensi yang lebih dini sehingga dapat memberikan hasil yang optimal. Pemakaian alat_ — lat clektrofisiologi sebagai lat pemeriksaan obyektif —_sangat menguntungkan untuk deteksi dini, diantaranya OAE Karena cepat, mudab, otamatis, non invasif dan sensitif. Baku emas deteksi dini pada neonatus adalah pemeriksaan OAE dan ABR. meskipun pemeriksaan non obyektif’ juga tidak boleh diabaikan, v DAFTAR PUSTAKA Abiraino SF, 2003, Otoacoustie Emissions dan Auditori brainstem respons. Prinsip dasar metodologi dan aplikasi_klinis Workshap: Perunan Qtaacoustie Emissions dan Auditori brainstem respons dalam. Klinik, Lab / SMF fimu penyakit THT FK Unair ¢ RSUD Dr, Sostome, 1-10, Abiraime SF, 2003, Penanganan ganggusn fungsi _pendengaran dan gangguan _ perkembangan berbicara pada anak. Seminar Penanganan Gangguan Pendengaran pads Anak. RS Dr. Soetomo Surabaya 26 — 29 Maret 2003, Abiraino SF, 2004. Penanganan anak dengan gangguan —_fungsi pendengaran, Seminar Penanganan Mutakhir Ketulian bayi dan Anak. RSAL DR. Ramelan ~ Surabaya 9 Desember 2004, Abiratno SF, 2005. Penerapan petkembangan tehnologi dibidang penanganan masalah pendengaran, Seminar sehari RSUD DR, Saiful Anwar Malang 24 September 2005, American Academy Of Pediatrics, 1999, Task Fore on Newbom and Infant Hearing Newbom and Infant Hearing Loss: Detection and Intervention Pediatries: 103 (2): $27 — 530 Ballenger JJ, Austin DF, 1991 Anatomy and embryology of the ear. In Ballenger 1, Eds, Disease of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14" Ed Philadephia : Lea & Febringer: 1104-08, Bright, KE, 1997, Spontaneous Oteacoustic Emissions. In: (Robinette MS and Glattke TJ, eds), Otoacoustic Emissions: Clinical Applications. New York Stuttgart: Thieme : 46 — 60, Brownel WE, 2002, Qtoacoustic Es ion in §=62002: Some respective. wawmdconsult.com. — Waktu 14 Februari 2005, Campbell KCM, 2006. Otoacoustic Emissions, Available at ‘wwuw.emedicine.com/ent'topic37 Zhu. waktu akses: 2 Mei 2008. Collet L, Gardner M. Moulin A, Kauftinann 1, Disant F, Morgon A, 1989, Evoked Otoacoustic Emissions and Sensorincural Heating Loss. Arch Otolaryngol Head Neck Surg; 115: 1060-2 Davis AA, 1993. Public health perspective on childhood hearing impairment. In: Me. Cormick B. ed. Pediatrie Audiology 0-4 years, London: Whurr Publisher, ii Gatiaz G,Wazen SRO, 2001 Distortion product toacoustic Emissions in patient with Noise- Induced hearing loss. ENT Brazilian society —_ official publication. Vol. 67. Februari 2001; yeww.yahoo.com. Waktu akses: 14 Februari 2005 Gelfand 1997, Essentials of Audiology. New York: Thieme Medical Publishers. Inc: 313 — 43, Groves J, 1979. Physiology of Hearing. In: Ballantyne, Eds. Scot! Browns Disease of the Ear, Nose and Throat. 4!" Ed, London: Butterworth: 67 = 118. Holborow C, 1986. Congenital in prelingual deafness developing world, Audiology in practice, 7-8. Joint Comminee on Infant Hearing, 2000, Year 2000 Position Statement; Principles and Guidelines for Early Hearing Detection and Intervention Programs. Pediatrics: 106(4) 798814. B Jung TT, Nielsen RL, 1991, Otologic Manifestation of retrocochlear disease. In : Paparella MM, eds Otolaryngology, 3” ed. Philadelphia: = WB Saunders Company. 1757-61 Kemp DT, 2000, Qtaacoustie Emissions in prespective, In: (Robinette MS and Glattke TJ, es), Otoacoustic Emissions: Clinical applications 2™' eds, New York Stuttgart: Thieme :1 Ww. Keizirian EJ, White KR, Yuck B, Sullivan SD, 2001. Cost and Cost Effectiveness of Universal Screening for hearing loss in Newborn. Otolaryngol Head Neck Surg, 124: 359 — 67, Lalaki G, 2004. OAEs is early detection and monitoring of Noise — Induced Hearing Loss (NIHL). www.yahoo.com. Waktu akses : 14 Februari 2005. Martin L, Brenda L, Martin GK, White HM, 1997. Distortion Product Otoacoustic Emissions, In (Robinette MS and Glattke TJ, eds), Otoscoustic Emissions: Clinical applications. New York Stuttgart : Thieme : 83 — 90, Mason JA, Hermann KR, 1998, Universal Infant Hearing Screening by Automated Brainstem Response Measurement, Pediatrics: 101 (Qe 221-8 Merenstcin GB, Gardner SL. 1998, Handbook of neonatal intensive care. St Louis. Missouri: Mosby ~Year Book, Inc. 437 — 625 Meyer C, Witte J, Hildman A, Hennecke K, Schunek K, Maul K et al, 1999, Neonatal Screening for Hearing Disorder in Infants at Risk : Incidence, Risk Factors, and Follow-up. Pediatries: 104 (4): 900 — 904 Meyerhoff WL, Carter JB, 1984, Scape of the Problem and Fundamentals, In: Meyerhoff WL, Liston S, Anderson RG Eds. Diagnosis and Management of Hearing Loss. Philadelphia: WB Saunders: 1-24. Mills JH, Adkins WY, 1993. Anatomy and physiology of hearing. In: Bailey BJ, ed Head and Neck Surgery Otolaryngology. Philadelphia: JB Lippincot: 1455 — 60, Minresota Newborn Hearing Screening (NHS) Program, 2005. Protocol for Infant Audiologic Assessment, Available on: Lealth. State.mn_ us/dius/thimeh/ unhs / resourees assessment. Html. Waktu akses 15 Maret 2005. Moeller MP. 2000, Early intervention and language development in children whe are deaf and hard of hearing. Pediatric: 106 (3): 43- $2, Moore JK, 1997. The Human Brainstem Auditory Pathway. In; Neurotology 3" Ed. Philadelphia : Lippineot: 1-39. Northem JL, 1991. Medical Aspect of Hearing Lass, In: Northen JL, Downs M. Hearing in Children 4° Ed, Baltimore ; William & Wilkins: 61-96, Northem JL, 1991, Screening for Hearing Disorders. In: Northen JL, Downs M. Hearing Children 4 Ed. Baltimore William & Wilkins: 231 - 281 Pachigola R, 2000. Assesment of petipheral and central auditory function, www mndconsult.com. Probst R, Harris FP, 1997, Otoacoustic, Emissions. In; (BR Alford, J Jerger, HA Jenkins, eds), Elecirofisiclogic evalution in otolaryngology. Adv. Otorhinolaryngol, Basel, Karger, 182-204. Purnami N, 2006. Deteksi dini gangguan pendengaran. Dalam: Mulyarjo dk, Kumpulin naskah » lengkap PKB THT-KL Surabaya: 97-105, Richardson MP, Reid A, Tarlow MJ, Rudd PT, 1997. Heari Loss during bacterial meningitis. Arch Dis Child: 76: 134 — 138. Ryan AF, 2000. A new view of cochlear function. In: Robinette MS, Glattke TJ, eds, Qtaneoustie Emissions: Clinical applications 2 ed. New York Stuttgart; ‘Thieme: 22-40, Salvi RJ, Boettcher PA, Evans BN, 1991. Electrophysiology of the petipheral auditory system. In: Paparella MM, Shumrick DA, Gluckman JL eds. Otolaryngology. Vol. 1, 3% ed. Philadelphia; WB Saunders Company: 219-51. Sininger YS, Doyle KJ, Moore JK, 1999, The case for early identification of hearing loss in children. Auditory system development, experimental auditory deprivation and development of speech perception and hearing. Pediatr Clini North Am : 46: 1 — 14, Sjariffuddin, Bashiruddin J, Purba D, 2003, Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telings. Dalam : Soepardi EA, Iskandar E Eds, Buku Ajar fmu Kesehatan Telinga Hidung — Tenggorok Kepala Leher 5" Ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUL: 22 ~ 32 Smith DS, 2000, A guide to Otloacoustic Emissions for school nurses. www.mdconsult,com. Waktu akses: [4 Februari 2005, Smith RHJ, Zimmerman B, Connoly PK, 1992. Screening audiometry using high risk registry in a level nursery. Arch Otolaryngol, 118 — 1306 — 11. Soetirto 1, Hendarmin H, Bashirudin J, 2003, Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam ; Sorpardi EA, Iskandar E Eds, Buku Ajar llmu Kesehatan Telings —Hidung —‘Tenggorok Kepala Leher S™ Ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUE 9-21 Suardana W, Wiranada M, 2007. Skrining pendengaran bayi baru \shir. KONAS PERHATI — KL ‘XIV, Surabaya, 11-13 Juli 2007 ‘Suwento R, 2007. Skrining pendengaran pads bayi, KONAS PERHATI— KL XIV. Surabaya , 11-13 Juli 2007, Suwento R, 2004. Hearing Health Infrastructure in Indonesia, In: Suzuki J, Kobayasaki T, Koga K, Eds. Hearing Impairment: An Invisible Disability. Tokyo: Springer: 45- 8, Tanaka Y, 1990, Audiological and medial aspeetsaf deafness 17 | International congress on education of deafness, London: Rochester, 1-10, Yoshinaga -ltano C, Sedey AL, Coulter DK, Mehl AL, 1998. Language of Early — and Later — identified Children With Hearing Loss. Pediatrics: 102 (5): 1161 =~ nL. 40

You might also like