Professional Documents
Culture Documents
C Van Vallenhoven Orang Indonesia Dan Tanahnya
C Van Vallenhoven Orang Indonesia Dan Tanahnya
DAN TANAHNYA
ORANG INDONESIA DAN TANAHNYA
Diterjemahkan dari De Indonesier en Zijngrond, Leiden,
boekhandel en drukkerij, v/h E.J. Brill, 1923
Diterbitkan Oleh:
Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional
Bekerjasama dengan Sajogyo Institute dan Tanah Air Beta, 2013
ISBN : ____________________
ORANG INDONESIA
DAN TANAHNYA
C. Van Vollenhoven
Logo
DAFTAR ISI
BAB I
TANAH-TANAH PERTANIAN ORANG INDONESIA
SATU ABAD KETIDAKADILAN (1)
BAB II
TUNTUTAN-TUNTUTAN PRAKTEK
DALAM SOAL TANAH-TANAH PERTANIAN (31)
BAB III
PERATURAN-PERATURAN AGRARIA
DAN TANAH-TANAH PERTANIAN (45)
BAB IV
PERNYATAAN DOMEIN ATAS
TANAH-TANAH PERTANIAN (63)
BAB V
TANAH-TANAH ORANG INDONESIA
YANG TIDAK DIBUDIDAYAKAN
SETENGAH ABAD PELANGGARAN HAK (79)
vi Orang Indonesia dan Tanahnya
BAB VI
TUNTUTAN-TUNTUTAN PRAKTEK
DALAM SOAL TANAH-TANAH
YANG TIDAK DIBUDIDAYAKAN (101)
BAB VII
PERATURAN-PERATURAN AGRARIA
DAN TANAH-TANAH
YANG TIDAK DIBUDIDAYAKAN (111)
BAB VIII
PERNYATAAN DOMEIN
ATAS TANAH-TANAH
YANG TIDAK DIBUDIDAYAKAN (121)
BAB IX
RENCANA UNDANG-UNDANG
YANG BELUM DIPUTUSKAN (135)
BAB X
PENUTUP (145)
Lampiran-Lampiran (155)
BAB I
3 Sampai saat ini belum ada kesamaan istilah dalam bahasa Indonesia
sebagai terjemahan dari istilah teknis hukum adat beschikkingsrecht.
Prof. Soepomo menerjemahkannya dengan istilah “hak pertuanan.”
Prof. Djojodigoeno menerjemahkannya dengan istilah “hak purba.”
Dalam buku “Penuntun tentang Hukum Tanah,” Poerwopranoto
menyebutnya dengan istilah hak beschikking saja. Undang-undang
nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
(L.N. 1906-104) menyebutnya dengan istilah “hak ulayat dan hak-
hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat.” Prof.
Notonegoro menerjemahkannya dengan istilah “hak menguasai.”
Kami (penterj.) sendiri menggunakan istilah “hak penguasaan” yang
kami anggap sebagai penyempurnaan dari segi tata bahasa terhadap
istilah Prof. Notonegoro tersebut.
Catatan Editor: Drs. Soewargono, penterjemah pertama naskah ini,
menyelesaikan terjemahannya pada tahun 1975. Selama dua dekade
terakhir, beschikkingsrecht diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
sebagai “hak ulayat.” Padanan istilah ini telah diterima sebagai
padanan yang baku dan digunakan di berbagai karya kontemporer.
Dalam usaha memutakhirkan naskah ini, kami menggunakan “hak
ulayat” sebagai padanan kata bagi beschikkingsrecht.
C. Van Vollenhoven 9
TUNTUTAN-TUNTUTAN PRAKTEK
DALAM SOAL TANAH-TANAH PERTANIAN
PERATURAN-PERATURAN AGRARIA
DAN TANAH-TANAH PERTANIAN
Pertama:
Bahwa jika hanya beberapa orang anggota keluarga saja
yang tidak menyetujui pembagian itu, sedangkan alasan
mereka dianggap kurang jelas oleh pegawai pemerintah
yang mengurusnya, maka pegawai tersebut harus berusaha
mendamaikan keluarga itu berdasarkan kata sepakat yang
kemudian mereka peroleh (tetapi ia tidak boleh melakukan
paksaan);
Kedua:
Pembagian itu memerlukan izin dari pegawai pemerintah
yang bersangkutan, sedangkan apabila pegawai tersebut
menolak secara beralasan (gemotiveerde weigering), maka
mereka dapat memohonkan bandingan (verzet) kepada Residen.
Selanjutnya paragraf ini memberikan juga tempat yang
luas kepada hukum adat, dengan membiarkan soal-soal yang
selebihnya diatur oleh hukum adat sendiri. Maka jasa apakah
yang telah disumbangkan oleh peraturan ini? Peraturan ini
ternyata telah dapat memperbaiki keburukan-keburukan yang
telah lampau, dengan memulihkan kembali kepastian-kepastian
hukum tentang hak-hak tanah, yang pada waktu-waktu yang
telah lalu sudah menjadi suram dan tidak pasti, sebagai akibat
kesalahan-kesalahan yurispudensi dari landraad (jadi bukan
karena kesalahan hukum adat); juga peraturan ini dengan nyata-
nyata menempatkan pegawai pemerintah sebagai pihak yang
harus bekerja sama dengan rakyat dan menyesuaikan pikirannya
dengan pikiran-pikiran rakyat itu.
C. Van Vollenhoven 47
-Wordsworth-
20 Yang dimaksud dengan bezit ter bede ialah apa yang dapat kita jumpai
dalam bangunan hukum Romawi sebagai rentegevende eigendommen
(eigendom-eigendom yang memberikan bunga). Artinya, pihak lain
dapat memungut bunga dari orang yang memiliki jenis eigendom ini,
dan hak eigendom-nya dapat pula diminta kembali (wederop-zeggens).
C. Van Vollenhoven 65
TUNTUTAN-TUNTUTAN PRAKTEK
DALAM SOAL TANAH-TANAH YANG
TIDAK DIBUDIDAYAKAN
Jawa tidak dapat diberikan suatu azas yang secara total berlainan
dengan azas yang berlaku di Jawa.
Maka jika pertumbuhan hukum adat sendiri baik, negasi
yang dilakukan oleh pemerintah atas hak menguasai di
beberapa daerah luar Jawa yang belum mempunyai sebuah
ontginningsordonnantie atau sebuah peraturan agraria, – adalah
bersifat anti-ekonomi; berusaha menerangkan campur tangan
kepala-kepala rakyat dalam menentang pembukaan tanah
secara liar dan penebangan hutan-hutan sebagai suatu tindakan
kekuasaan yang tidak sah dan tuntutan yang tidak masuk akal;
jika karena itu kepentingan Hindia Belanda menjadi lurus
bertentangan dengan kemauan-kemauan ekonomis dari kita
sendiri, maka praktik dari para kontrolir tidaklah lebih cerdik
dari doktrin para birokrat.
Adapun apa yang telah kita anjurkan bagi ontginning dan
“Buka-tanah” secara liar, hendaknya diperlakukan pula bagi
pemeliharaan hutan-hutan (boschbehoud). Untuk rangkaian
hutan-hutan yang berada diluar wilayah kekuasaan suatu desa,
pemerintah dapat menetapkan apa saja yang dikehendaki.
Untuk rangkaian hutan-hutan yang berada didalam wilayah
kekuasaan desa tersebut, pemerintah dapat bebas mengajukan
syarat-syarat untuk orang-orang yang bukan anggota desa itu.
Adapun untuk orang-orang yang menjadi anggota desa itu
sendiri, hendaknya pemerintah hanya memasukkan ketentuan-
ketentuannya dengan jalan mempengaruhi ataupun memberi
anjuran-anjuran kepada masyarakat desa yang memegang hak
tersebut, suatu anjuran yang murni dan bukan suatu perintah,–
dan juga ketentuan-ketentuan tersebut hendaknya disetujui
lebih dahulu oleh masyarakat hukum itu.
Selayang pandang, maka jalan yang penuh kesabaran ini
seakan-akan merupakan jalan yang paling panjang, tetapi bagi
106 Orang Indonesia dan Tanahnya
PERATURAN-PERATURAN AGRARIA
DAN TANAH-TANAH YANG TIDAK DIBUDIDAYAKAN
PERNYATAAN DOMEIN
ATAS TANAH-TANAH YANG TIDAK DIBUDIDAYAKAN
RENCANA UNDANG-UNDANG
YANG BELUM DIPUTUSKAN
PENUTUP
Artikel 62 Regeeringsreglement
Volgens de wet van 1854, later
Aangevuld (naar den tekst in het
Indisch staatsblad)
Pasal 62 Regeeringsreglement
menurut undang-undang dari tahun
1854, yang kemudian ditambah
(menurut naskah di dalam lembaran
Hindia Belanda).
Artikel 62 Regeeringsreglement
Volgens het ontwerp van 1818
(1) Alle grond, waarop niet door anderen recht van eigendom
wordt bewezen in landsdomein.
(2) Beschikking over Landsdomein geschiedt overeenkomstig
bij algemeene verordening te stellen regels.
(3) Vervreemding van landsdomein, anders dan tot uitvoering
van eenig werk van openbaar nut of aan gewesten
en gedeelten van gewesten, waarop het eerste lid van
artikel 68 a. is toegepast, aan inlandsche/gemeenten, is
alleen toegelaten ten aanzien van stukken van geringe
uitgestrektheid.
(4) Afstand van landsdomein in erfpacht geschiedt voor niet
langer dan 75 jaren.
(5) Overal waar aan de inlandsche bevolking het vrij genot en
de vrije beschikking over den grond toekomt, wordt recht
als inlandsch eigendom erkend; die erkenning, zoomede de
aan den inlandschen eigendom verbonden bevoegdheden en
verplichtingen, worden bij algemeene verordening geregeld.
(6) Andere rechten der inlandsche bevolking op den grond
worden, zooveel zulks met het algemeen belang bestaanbar
is, geeerbiedigd hem voor zoover noodig bij algemeene
verordening geregeld.
(7) Naar gelang de omstandigheden het toelaten worden de
in het vijfde lid bedoelde eigendomsrechten in openbare
registers ingeschreven; de wijze van in-en overschrijving en
160 Orang Indonesia dan Tanahnya
Pasal 62 Regeeringsreglement
Menurut rencana undang-undang
Tahun 1818.