You are on page 1of 11

MID SEMESTER EXAMINATION

MEDIA LAWS AND ETHICS (S2)


SEMESTER GASAL 2020-2021

UNIVERSAL SERVICE

Nastiti Herninda Putri

INTRODUCTION
Artikel ini akan membahas mengenai salah satu dari prinsip kebijakan komunikasi,
yaitu universal service. Universal Service atau Universal Service Obligation (USO)
merupakan salah satu istilah yang berkaitan dengan kebijakan telekomunikasi. Istilah
Universal Sevice pertama kali muncul dan berkembang dari Undang-Undang Komunikasi
Amerika Serikat tahun 1934 (Communications Act of 1934). Pemerintah Amerika Serikat
mengijinkan AT&T Inc dibandingkan dengan provider atau perusahaan penyedia layanan
komunikasi yang sering melakukan tindak monopoli untuk memegang kebijakan untuk
beroperasi di sebagian besar wilayah negara dengan imbalan peraturan federal dan
pemerintah negara bagian mengenai harga dan kualitas layanan telekomunikasi.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi dan di dalam peraturan Menteri komunikasi dan informatika Republik
Indonesia nomor 25 tahun 2015 tentang pelaksanaan kewajiban pelayanan universal
telekomunikasi dan informatika disebutkan mengenai pelayanan universal ini. Untuk
implementasinya sendiri di Indonesia sangat beragam seperti pengadaan aplikasi e-
learning Rumah Belajar yang bekerjasama dengan Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, pembangunan infrastruktur telekomunikasi, pengadaan jaringan selular 4G
dan lain sebagainya. Namun di dalam implementasinya ini juga terdapat kendala yang
dialami seperti pengadaan jaringan selular 4G yang sulit untuk dilakukan di seluruh
wilayah di Indonesia. Hal ini disebabkan karena kondisi geografis Indonesia yang tidak
mendukung. Selanjutnya artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai pelayanan

1
kewajiban universal yang ada di Indonesia dan di beberapa negara lain mulai dari
implementasinya hingga kekurangan di dalamnya.

NAME OF PARTICULAR COMMUNICATION POLICY PRINCIPLE


1. Universal Service atau Universal Service Obligation (USO) merupakan salah satu
istilah yang berkaitan dengan kebijakan telekomunikasi. Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia (UU RI) Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, pada
penjelasan pasal 16 ayat 1 menyatakan bahwa kewajiban pelayanan universal
(universal service obligation) memiliki pengertian sebagai suatu kewajiban dalam
rangka penyediaan jaringan telekomunikasi oleh penyelenggara jaringan
telekomunikasi. Hal ini dimaksudkan agar kebutuhan masyarakat terutama di daerah
terpencil dan atau daerah belum berkembang bisa terpenuhi dan mendapatkan akses
telepon dengan lebih mudah. Dalam penetapan kewajiban pelayanan universal ini,
pemerintah memperhatikan prinsip ketersediaan pelayanan jasa telekomunikasi yang
menjangkau daerah berpenduduk dengan mutu yang baik namun masih dalam batasan
tarif yang layak. Kewajiban pelayanan universal ini dimaksudkan dan diusulkan
utamanya adalahh untuk wilayah yang secara geografis masih terpencil dan yang
secara garis taraf ekonomi belum berkembang. Pertimbangan lain adalah daerah
tersebut masih membutuhkan biaya pembangunan yang tinggi termasuk di daerah
perintisan, pedalaman, pinggiran, terpencil dan atau daerah yang secara ekonomi
kurang menguntungkan. Universal Service Obligation (USO) atau yang selanjutnya
kita sebut sebagai Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi (KPU) di dalam
konsep kebijakan yang berlaku di Indonesia adalah kewajiban untuk memberikan
pelayanan universal telekomunikasi, internet dan/atau penyebaran informasi (UU RI
no.25 tahun 2015 pasal 1 ayat 6). Saat ini di Indonesia KPU/USO sektor
telekomunikasi merupakan kewenangan dari Departemen Komunikasi dan
Informatika.
2. Istilah Universal Sevice pertama kali muncul dan berkembang dari Undang-Undang
Komunikasi Amerika Serikat tahun 1934 (Communications Act of 1934). Pelayanan
universal merupakan salah satu mandat inti dari undang-undang tersebut yang
diusulkan oleh Komisi Komunikasi Federal (The Federal Communications
Commision). Menurut Communications Act of 1934 universal service memiliki

2
pengertian dan tujuan sebagai berikut“available…to all the people of the United
States…a rapid, efficient, Nation-wide, and world-wide wire and radio
communication service with adequate facilities at reasonable charges."
Pengertian tersebut dapat diartiakn bahwa pelayanan universal menurut Undang-
Undang Komunikasi Amerika Serikat tahun 1934 adalah layanan komunikasi kabel
dan radio yang cepat, efisien, berskala nasional, tersedia untuk seluruh rakyat
Amerika Serikat dan di seluruh dunia dengan fasilitas yang memadai dengan biaya
yang wajar. Pemerintah Amerika Serikat mengijinkan AT&T Inc dibandingkan
dengan provider atau perusahaan penyedia layanan komunikasi yang sering
melakukan tindak monopoli untuk memegang kebijakan untuk beroperasi di sebagian
besar wilayah negara dengan imbalan peraturan federal dan pemerintah negara bagian
mengenai harga dan kualitas layanan telekomunikasi. AT&T Inc ini sendiri
merupakan perusahaan internasional dalam bidang telekomunikasi yang bermarkas di
San Antonio, Texas, Amerika Serikat.
3. Universal service (US) atau Universal Service Obligation (USO) di deskripsikan
ketika setiap individua tau setiap rumah tangga dapat memiliki layanan komunikasi
dan dapat menggunakannya secara pribadi, baik di dalam rumah maupun dibawa
secara terus menerus oleh individu tersebut dengan menggunakan perangkat nirkabel
(Haryadi, 2018, p.1). Dalam jurnalnya, Haryadi memberikan catatan khusus dalam
kaitannya dengan kewajiban pelayanan universal ini, yaitu tujuan dari pelayanan
universal ini dapat terkesan terlalu ambisius jika diterapkan di negara berkembang,
karena pelayanannya haruslah yang terjangkau dan tersedia dengan mudah. Sehingga
tujuan dari pelayanan universal ini dapat disesuaikan dengan proporsi populasi yang
memang mampu membeli layanan ini. Hal ini terkait dengan target penetrasi
pelanggan.

COMMUNICATION POLICY PRINCIPLE IMPLEMENTATIONS IN


VARIOUS COUNTRY GLOBALLY
1. Amerika Serikat
Istilah Universal Sevice pertama kali muncul dan berkembang dari undang-
undang Komunikasi tahun 1934 (Communications Act, 1934). Dalam undang-
undang ini, secara khusus dibahas mengenai universal service pada section 254.

3
Menurut undang-undang tersebut, universal service adalah salah satu layanan
komunikasi yang terus berkembang yang akan ditetapkan oleh Komisi secara
berskala dengan mempertimbangkan kemajuan dalam teknologi dan layanan
telekomunikasi dan informasi. Setelah penulisan undang-undang pertama tahun
1934, dilakukan penyempurnaan di dalam undang-undang Telekomunikasi 1996
(Telecommunications Act, 1996). Dalam undang-undang ini mengadopsi
beberapa prinsip untuk memberi panduan pada kebijakan layanan universal.
Kebijakan yang ada di dalamnya meliputi meningkatkan akses nasional ke
layanan telekomunikasi yang lebih maju, mempromosikan ketersediaan
pelayanan yang berkualitas dengan harga yang masuk akal dan terjangkau,
meningkatkan akses telekomunikasi dan layanan yang lebih maju di sekolah,
perpustakaan, dan fasilitas perawatan kesehatan pedesaan, meningkatkan
ketersediaan layanan universal tersebut untuk semua konsumen, termasuk mereka
yang berpenghasilan rendah, pedesaan, terpencil, dan daerah berbiaya tinggi,
dengan tarif yang sebanding dengan yang dikenakan di daerah perkotaan.
Selain itu, Undang-undang Telekomunikasi tahun 1996 mengarahkan FCC
(Federal Communication Commision) untuk meresmikan layanan mengenai apa
yang harus disediakan perusahaan untuk dapat menerima dukungan dari Dana
Layanan Universal (The Universal Service Fund). Program-program ini sebagai
bentuk dari implementasi pemerintah dari undang-undang telekomunkasi yang
telah disusun. Adapun program-program yang disediakan oleh badan Dana
Layanan Universal yang berdasar dari undang-undang ini yaitu program High
Cost Support atau yang dikenal dengan Connect America Fund. Program ini
memberikan dukungan kepada perusahaan penyedia layanan telepon tertentu
yang memenuhi syarat untuk melayani daerah berbiaya tinggi. Sehingga
memastikan bahwa penduduk di daerah ini memiliki akses ke layanan yang
sebanding dengan tarif dengan daerah perkotaan. Program kedua Low-Income
Support atau Lifeline program, membantu pelanggan berpenghasilan rendah
dengan membantu membayar biaya telepon bulanan sehingga layanan telepon
dapat tetap terjangkau. Program ketiga mengenai bidang pendidikan yang
dinamakan E-Rate. Program ini menyediakan layanan telekomunikasi, akses
internet, dan koneksi internal yang berupa sebuah alat untuk dapat

4
menghubungkan layanan-layanan ini ke sekolah dan perpustakaan yang
memenuhi syarat. Program terakhir diberi nama Rural Health Care Support yang
merupakan program pada bidang Kesehatan. Dalam program ini dapat
memungkinkan penyedia layanan Kesehatan di pedesaan untuk membayar tarif
layanan telekomunikasi yang serupa dengan yang ada di perkotaan. Hal ini dapat
membuat layanan kesehatan via telekomunikasi menjadi lebih terjangkau dan
juga akan disubsidi untuk akses ke internet.
2. Korea Selatan
Istilah universal service dapat ditemukan di dalam undang-undang Korea
Selatan mengenai Telekomunikasi Bisnis no.10656 tahun 2011. Dalam pasal 4
atau article 4 undang-undang tersebut, disebutkan mengenai universal service.
Definisi dari pelayanan universal ini sendiri jika mengutip dari
Telecommunication Business act article 2, dikatakan jika layanan universal
berarti layanan telekomunikasi yang paling dasar yang dapat diterima oleh setiap
pengguna dengan biaya yang wajar kapan pun dan di mana pun.
(Telecommunication Business act, 2011). Kewajiban pelayanan universal di
Korea ini sendiri dijalankan oleh KCC (Korea Communication Commision atau
Komisi Komunikasi Korea).
Sedangkan di dalam pasal 4, dituliskan wewenang-wewenangg KCC dalam
rangka layanan universal ini. Dijelaskan bahwa untuk menyediakan layanan
universal yang efektif dan stabil, Komisi Komunikasi Korea dapat
mempertimbangkan ukuran dan kualitas layanan universal, tingkat harga dan
kemampuan teknis dari operator bisnis telekomunikasi. Komisi ini juga dapat
menunjuk operator bisnis telekomunikasi melalui metode dan prosedur yang
ditentukan dengan Keputusan Penegakan. Dalam merancang layanan universal,
dituliskan di dalam undang-undang bahwa harus memperhatikan aspek seperti
tingkat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, tingkat penyebaran
layanan telekomunikasi, kepentingan dan keamanan umum, promosi
kesejahteraan sosial serta percepatan informatisasi. Ada 3 prinsip dasar yang
meliputi layanan universal ini yaitu ketersediaan, keterjangkauan dan aksesibilitas
(Eun-A, 2016). Ketersediaan ini sendiri dapat meliputi bebas biaya untuk
melakukan telepon darurat serta keterjangkauan dan kemudahan aksesibilitas

5
layanan telepon, internet, jaringan telepon umum dan seluler untuk disabilitas dan
kurang mampu. Implementasi nyata dari undang-undang tersebut contohnya
adalah penyediaan layanan wifi gratis di lebih dari 10.000 titik yang tersebar
hampir di seluruh penjuru Korea Selatan. Layanan wifi gratis ini dapat diakses
tanpa melakukan registrasi. Hal ini sebagai salah satu bentuk dari implementasi
yang di lakukan pemerintah korea terhadap kewajiban layanan universal. Dengan
penyediaan layanan wifi gratis di lebih dari 10.000 titik yang tersebar hampir di
seluruh penjuru Korea Selatan, maka pemerintah berharap seluruh masyarakat
layanan komunikasinya dapat tersedia dan terjangkau di dekat diri mereka.Ki

ADEQUATE IMPLEMENTATIONS OF COMMUNICATION POLICY


PRINCIPLE BY PARTICULAR LAWS IN YOUR COUNTRY
Implementasi pelayanan universal di berbagai negara berbeda-beda tergantung dari
kebijakan dan peraturan perundang-undangan pemerintahnya sendiri. Indonesia ini
sendiri, implementasi dari pelayanan universal tertuang di dalam peraturan Menteri
komunikasi dan informatika Republik Indonesia nomor 25 tahun 2015 tentang
pelaksanaan kewajiban pelayanan universal telekomunikasi dan informatika. Dalam pasal
3 ayat 1 disebutkan bahwa ruang lingkup pelaksanaan KPU (Kewajiban Pelayanan
Universal) Telekomunikasi dan Informatika mencakup penyediaan Infrastruktur TIK dan
penyediaan Ekosistem TIK di wilayah pelayanan universal telekomunikasi dan
informatika dan untuk kelompok masyarakat dengan ketidakmampuan. Kewajiban dari
pelayanan ini secara garis besar mencakup untuk pemberian pelayanan universal
telekomunikasi, internet dan/atau penyebaran informasi.
Sehingga untuk penyediaan infrastruktur TIK meliputi namun tidak terbatas pada
penyediaan jaringan serat optik, jaringan satelit, jaringan akses radio, jaringan akses
kawat, sistem monitoring perangkat, penyediaan suku cadang sesuai data teknis, stasiun
pemancar selular, jaringan pemerintahan, pusat data, infrastruktur pasif, jasa akses
layanan publik wi-fi, jasa data recovery center (DRC), sarana dan prasarana perluasan
jangkauan penyebaran informasi dan sarana dan prasarana teknologi informasi dan
komunikasi seperti yang tertuang di dalam pasal 3 ayat 2. Sedangkan untuk penyediaan
ekosistem TIK meliputi namun tidak terbatas pada penyediaan aplikasi layanan publik
bagi pemerintah daerah, penyediaan pusat inkubator konten, penyediaan pusat komunitas

6
kreatif, penyediaan ekosistem pita lebar, penyediaan pembiayaan KPU Telekomunikasi
dan Informatika, penyediaan dan pengembangan aplikasi e-Pemerintah, e-Pendidikan, e-
Kesehatan, e-Logistik, dan e-Pengadaan, penyediaan domain name server nasional,
penyediaan fasilitas public key infrastructure, penyediaan perangkat akses layanan
teknologi informasi dan komunikasi, dan lain sebagainya seperti yang tertuang di dalam
pasal 3 ayat 3.
Implementasinya ini sendiri di Indonesia seperti pengadaan layanan sinyal 4G di
Indonesia. Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) I Ketut Prihadi
(detik, Jati, Anggoro, 20 mei) menyebutkan jika cakupan sinyal 4G di Indonesia sudah
mencapai 97,5%. Hal ini sebagai salah satu bentuk penyediaan infrastruktur TIK dalam
hal penyediaan stasiun pemancar selular yang memberikan masyarakat Indonesia layanan
selular berbasis 4G. Implementasi lainnya seperti pengadaan aplikasi Rumah Belajar.
Aplikasi ini merupakan portal pembelajaran daring yang dikembangkan oleh Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Konten pembelajaran yang disediakan
di dalamnya berbasis audio, video, gambar, dan animasi yang disajikan secara interaktif.
Rumah Belajar hadir sebagai bentuk inovasi pembelajaran di era industri 4.0 yang dapat
dimanfaatkan oleh siswa dan guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar
(SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas/Kejuruan
(SMA/SMK) sederajat. Aplikasi ini sangat menunjang untuk proses pembelajaran
mandiri oleh siswa terutama di masa pandemi yang serba mengandalkan proses
pembelajaran daring ini. Dengan adanya pengadaan aplikasi e-learning Rumah Belajar
ini, menjadi salah satu bentuk implememtasi pemerintah terhadap penyediaan ekosistem
TIK.
Selain implementasi yang dilakukan oleh kementrian komunikasi dan informatika,
pemerintah daerah pun juga bisa untuk turut serta dalam pengadaan kewajiban layanan
universal. Seperti yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Teluk Wondama di
Papua Barat. Meskipun terpencil, namun daerah ini meraih penghargaan Kemenkominfo
karena membangun infrastruktur telekomunikasi. Seperti dilansir dari situs pemerintah
daerah kabupaten teluk wondama (Bangun Infratruktur, Teluk Wondama Raih
Penghargaan "Universal Service Obligation" Kementrian Kominfo, 2017) Badan
Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI)
memberikan penghargaan yang diterimakan oleh Bupati Teluk Wondama, Drs. Bernadus

7
A. Imburi, M.Si sebagai Kabupaten Terbaik dalam Pembangunan Telekomunikasi
Seluler. Dalam proses realisasi pembangunan infrastuktur telekomunikasi, dibangun BTS
Blankspot di setiap kampung yang ada di Kabupaten Teluk Wondama yang berjumlah 20
site. Usaha dari pemerintah daerah Kabupaten Teluk Wondama di Papua Barat ini
merupakan salah satu bentuk dari pelaksanaan kewajiban pelayanan universal.
Pemerintah berusaha untuk menyediakan dan membangun infrastruktur telekomunikasi
yaitu stasiun pemancar selular di daerah yang terpencil yang selama ini masih susah untuk
mengakses komunikasi.

INSUFFICIENT IMPLEMENTATIONS OF COMMUNICATION POLICY


PRINCIPLE BY PARTICULAR LAWS IN YOUR COUNTRY
Salah satu dari bentuk pemberian layanan universal oleh pemerintah Indonesia,
tertuang di dalam peraturan Menteri komunikasi dan informatika Republik Indonesia
nomor 25 tahun 2015 tentang pelaksanaan kewajiban pelayanan universal telekomunikasi
dan informatika. Pada pasal 3 ayat 2, tertera mengenai ruang lingkup pelaksanaan KPU
Telekomunikasi dan Informatika yang mencakup penyediaan Infrastruktur TIK. Dalam
ayat tersebut tertera salah satu layanan penyediaan Infrastruktur TIK adalah jasa akses
layanan publik wi-fi.
Menurut peneliti, hal ini masih kurang dilakukan oleh pemerintah. Implementasi dari
ayat ini masih belum dengan penuh terlaksana. Mayoritas baru tersedia di kota-kota dan
pulau-pulau besar saja. Daerah atau pulau yang terpencil, untuk jaringan telepon seluler
saja masih susah. Pada daerah atau kota besar, berkembang, layanan wifi publik
mayoritas masih berada di dalam café, restoran, took dan tempat-tempat komersil lainnya.
Sedangkan untuk layanan wifi publik di tempat publik seperti di taman, stasiun angkutan
umum, cenderung masih sulit untuk ditemukan dan apabila tersedia pun, masih tertutup
untuk orang banyak. Hanya tersedia untuk orang-orang yang membayar dengan
berlangganan.
Berbeda dengan Korea Selatan yang memberikan layanan kepada masyarakat luas
sebuah layanan wifi publik gratis di tempat-tempat strategis atau di tempat-tempat umum
yang banyak di kunjungi banyak orang semacam tempat wisata, stasiun atau tempat
belanja. Untuk di Indonesia ini sendiri, secara umum hotspot WiFi berada di lokasi-lokasi
seperti kantor, sekolah, kampus, restoran, kafe, dan lain-lain. Salah satu penyedia hotspot

8
WiFi yang cukup populer adalah Google. Sebagai penguasa dunia internet, Google
memberikan akses internet gratis melalui program bertajuk Google Station, sebuah
layanan WiFi publik yang disediakan secara gratis oleh Google. Namun di Indonesia ini
sendiri pada akhir tahun 2020 nanti, pihak Google Station akan hengkang karena adanya
perubahan teknologi (Tirto, 2017)

9
LIST OF REFERENCES
Alleman, J., Rapporot, P., Banerjee, A. (2010). Universal Service: A New Definition?
Journal of Telecommunications Policy, 34(1):86-91. Doi 10.1016/j.telpol.2009.11.009

As’ad, I & Dahlan, M. (2019). Management Model Implementation Strategy Universal


Service Obligation (USO) Indonesia. International Conference on Environmental
Awareness for Sustainable Development in conjunction with International
Conference on Challenge and Opportunities Sustainable Environmental
Development. Kendari, Indonesia: STAI YAPIS Takalar.

Bangun Infratruktur, Teluk Wondama Raih Penghargaan "Universal Service Obligation"


Kementrian Kominfo (2017, Juli) Website Pemerintah Daerah Kabupaten Wondama.
Diambil dari http://www.wondamakab.go.id/?page=detail_page&id_page=33

Berharap dari Layanan Wifi Gratis (2017, Oktober). Tirto.id. diambil dari
https://tirto.id/berharap-dari-layanan-wifi-gratis-cxxf

Emiliani, L. (2008). Universal Service and Universal Access to Telecommunications.


36th Research Conference on Communications, Information and Internet Policy.
Washington, D.C. United States of America.

Eun-A, P. (2016). Korean Universal Service Obligation (USO) in the All-IP Era. Pacific
Telecommunications Council Annual Conference. University of New Haven.

Haryadi, S. (2018). Telecommunication Universal Access and Services: Theory and


Practice. Retrieved from osf.io/preprints/inarxiv/d8egp. DOI
10.17605/OSF.IO/D8EGP

Kim, Y., Kelly, T., Raja, S (2010). Building Broadband Strategies and Policies for the
developing world. The World Bank: Washington, D.C

Korean Communication Commision No.10656 (2011). Telecommunication Business


Act. South Korea.

1
Menyoal Ketersediaan Jaringan 4G (2020, mei) Detik.com. diambil dari
https://inet.detik.com/telecommunication/d-5022923/menyoal-ketersediaan-
jaringan-4g-di-indonesia
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2015. Pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi Dan
Informatika. Indonesia. Jakarta.

Topohudoyo. (2011). Implementasi Program USO dalam Aspek Komunikasi. Buletin Pos
dan Telekomunikasi, 9 (1).

Word Count: 2653 words

You might also like